A. VISI
Visi Program Studi Teknologi Pertambangan adalah “Menjadi program studi yang
unggul dan inovatif dalam bidang sains terapan pertambangan mineral dan batubara
yang berkontribusi dalam peningkatan ekonomi dan sosial, demi kesejahteraan rakyat
Indonesia yang berkelanjutan.”
B. MISI
Untuk mencapai visi tersebut, Program Studi Teknologi Pertambangan menjalankan
misi sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran teknologi pertambangan yang
menstimulasi mahasiswa untuk lebih mandiri sehingga dapat mengembangkan
potensi diri dan membentuk kepribadian yang unggul
2. Menyelenggarakan penelitian untuk meningkatkan penguasaan dasar dan langkah
penelitian dalam pengajaran dan pengembangan di bidang teknologi pertambangan
3. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat dengan mengaplikasikan ilmu
pengetahuan dan keterampilan dalam bidang teknologi pertambangan
4. Membangun kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait untuk menunjang
pendidikan dan pembelajaran di Politeknik Energi dan Pertambangan Bandung.
C. TUJUAN
Program Studi Diploma III Teknologi Pertambangan memiliki tujuan menghasilkan
lulusan D III Vokasi Teknologi Pertambangan yang memiliki kriteria-kriteria sebagai
berikut :
1. Menguasai teori bidang teknologi pertambangan secara umum dan mendalam, serta
mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural.
2. Mampu mengaplikasikan keahlian bidang eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan
pemurnian mineral dan batubara serta memanfaatkan IPTEK bidang eksplorasi,
eksploitasi, pengolahan dan pemurnian mineral dan batubara dalam menyelesaikan
masalah serta mampu beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi.
3. Mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis informasi dan data,
dan mampu memberikan petunjuk dalam memilih berbagai alternatif solusi secara
mandiri dan kelompok.
4. Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas
pencapaian hasil kerja organisasi
D. SASARAN
Atas dasar Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 mengenai Sistem Pendidikan Tinggi,
Permeristekdikti No.44 Tahun 2015, Permendikbud No.3 Tahun 2020 yang berisi
Standar Nasional Perguruan Tinggi dan KKNI. Maka untuk mencapai sistem
pendidikan yang baik diperlukan perencanaan dan pengembangan proses pembelajaran
untuk meningkatkan mutu lulusan. Mutu lulusan merupakan refleksi dari kompetensi
minimal yang harus diperoleh sehiingga dengan bekal kemampuan minimal ini lulusan
suatu program studi dapat bersaing. Kompetensi-kompetensi ini dibutuhkan untuk
mengisi posisi yang ada di suatu industri dan sering disebut Profil lulusan. Yang
dimaksudkan dengan profil adalah peran yang diharapkan dapat dilakukan oleh lulusan
program studi di masyarakat/ dunia kerja. Profil ini adalah outcome pendidikan yang
akan dituju. Dengan menetapkan profil, perguruan tinggi dapat memberikan jaminan
pada calon mahasiswanya akan bisa berperan menjadi apa saja setelah ia menjalani
semua proses pembelajaran di program studinya. Untuk menetapkan profil lulusan,
dapat dimulai dengan menjawab pertanyaan: “Setelah lulus nanti, akan menjadi apa saja
lulusan program studi ini?”
Berikut ini adalah profil lulusan Program Studi Teknologi Pertambangan disertai
dengan deskripsinya:
Profil Deskripsi Profil
Teknisi Tambang/Asisten Orang yang memiliki kompetensi dalam
Ahli Tambang (Mine melakukan pemilihan metode
Engineer Assistant) penambangan, pemilihan alat, dan
kegiatan penambangan berdasarkan
kemajuan teknologi, pengelolaan K3 dan
lingkungan pertambangan, serta
pengelolaan pasca tambang pada
tambang terbuka dan tambang bawah
tanah.
Profil Deskripsi Profil
Teknisi Geoteknik/ Asisten Orang yang memiliki kompetensi dalam
Ahli Geoteknik bidang geoteknik pada tambang terbuka
(Geotechnic Engineer dan tambang bawah tanah
Assistant)
Teknisi Perencanaan Orang yang memiliki kompetensi dalam
Tambang/ Asisten Ahli bidang perencanaan tambang pada
Perencanaan Tambang tambang terbuka dan tambang bawah
(Mine Plan Engineer tanah
Assistant)
KATA PENGANTAR
Kurikulum merupakan suatu perangkat program pendidikan yang disediakan oleh sebuah
lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan
kepada peserta didik dalam satu periode jenjang pendidikan. Kurikulum mengatur rencana
pencapaian pembelajaran lulusan, bahan kajian, proses, dan penilaian pembelajaran yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan program studi khususnya pada tingkatan
pendidikan tinggi.
Penyusunan kurikulum pada sebuah program studi harus sesuai dengan yang diamanatkan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi,
Peraturan Presiden R.I. Nomor 8 Tahun 2012 tentang KKNI, dan Peraturan Menteri Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi R.I. Nomor 44 Tahun 2015 tentang SNPT. Selain itu,
penyusunan buku akademik dan kurikulum harus mempedomani sejumlah aturan dan
ketentuan yang berlaku di lingkungan Politeknik Energi dan Pertambangan (PEP) Bandung.
Kurikulum ini merupakan suatu panduan untuk setiap mahasiswa yang menempuh
pendidikan program Diploma Tiga pada Program Studi Teknologi Pertambangan PEP
Bandung. Buku ini memuat profil program studi, ketentuan akademik, dan kurikulum yang
mencakup standar kompetensi dan capaian pembelajaran, bahan kajiian dan distribusi mata
kuliah untuk setiap semester beserta deskripsinya. Dalam hal penyusunannya, kompetensi
lulusan Program Studi Teknologi Pertambangan telah mengacu pada rumusan kriteria yang
ditetapkan oleh KKNI dan SNPT. Penyusunan kurikulum ini telah mempertimbangkan
masukan dari sejumlah pihak dan rekomendasi dari asosiasi profesi yang terkait salah
satunya Perhapi.
Kami menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh
anggota tim penyusun yang telah bekerja keras menyelesaikan tugasnya. Semoga buku
kurikulum ini bermanfaat bagi peningkatan mutu Program Studi Teknologi Pertambangan
PEP Bandung.
Bandung, Oktober 2020
Ketua Program Studi
Teknologi Pertambangan
A. Latar Belakang
Industri pertambangan berperan yang sangat penting dan berkontribusi dalam
pembangunan nasional, yang sangat signifikan dalam meningkatkan perekonomian
nasional. Karakteristik dari industri pertambangan adalah padat modal (high cost), padat
teknologi (high technology) dan memiliki risiko yang besar (high risk). Guna menjamin
kelancaran operasi, menghindari terjadinya kecelakaan kerja, kejadian berbahaya dan
penyakit akibat kerja sangat diperlukan implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) pada kegiatan pertambangan di setiap bagian kerja.
K3 di industri pertambangan merupakan salah satu faktor yang sangat penting demi
kelancaran kegiatan operasional sehingga timbulnya rasa aman dan nyaman bagi pekerja
untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif yang ditargetkan. Pada hakikatnya
kecelakaan kerja dapat terjadi disebabkan oleh kondisi yang tidak aman serta aktivitas
yang tidak aman. Dalam industri pertambangan seorang Kepala Teknik Tambang (KTT)
ditunjuk sebagai penanggung jawab penuh terhadap K3 dan dalam melaksanakan
tugasnya dibantu oleh Pengawas Teknis dan Pengawas Operasional.
K3 sebagai upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun
rohani dalam melaksanakan pekerjaan. Hal ini diharapkan dapat melakukan
pekerjaan dengan aman dan nyaman. Karena, pekerjaan dikatakan aman apabila
yang dilakukan oleh pekerja tersebut, resiko yang mungkin muncul dapat
dihindari. Begitu pula, pekerjaan dikatakan nyaman jika para pekerja dapat
melakukan pekerjaan dengan rasa nyaman dan menikmati pekerjaannya, sehingga tidak
mudah lelah. K3 merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Dengan menerapkan teknologi
pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja akan
mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi. Juga dapat
diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi
dengan didukung faktor fisik, mental, emosional dan psikologi.
Hampir di setiap tempat di mana dilakukan suatu aktivitas, baik di rumah, di jalan,
maupun di tempat kerja terdapat potensi bahaya. Apabila potensi bahaya tersebut
tidak dikendalikan dan ditangani dengan tepat dan segera akan dapat menyebabkan
kelelahan, sakit, cidera, dan bahkan kecelakaan yang yang berakibat fatal. Dalam
Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pengurus perusahaan
mempunyai kewajiban untuk menyediakan tempat kerja yang memenuhi syarat
keselamatan dan kesehatan. Sedangkan tenaga kerja mempunyai kewajiban untuk
mematuhi setiap syarat keselamatan dan kesehatan yang ditetapkan baginya.
Syarat-syarat keselamatan dan kesehatan sesuai Undang-undang Keselamatan Kerja
tersebut antara lain untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan, mencegah dan
mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, mencegah dan mengendalikan
pencemaran udara serta menyediakan penerangan dan mikroklimat sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi biaya perawatan dan
rehabilitasi akibat kecelakaan dan sakit, meningkatkan produktivitas kerja,
meningkatkan moral dan hubungan atau relasi perusahaan yang lebih baik. Mengingat
potensi bahaya terdapat hampir diseluruh tempat kerja, maka upaya untuk mencegah
dan mengurangi resiko yang mungkin timbul akibat proses pekerjaan perlu segera
dilakukan. Melalui hazard management procces, resiko yang mungkin timbul dapat
diidentifikasi, dinilai dan dikendalikan sedini mungkin melalui pendekatan preventif,
inovatif dan partisipatif (Tarwaka, 2008).
Tinggi rendahnya perhatian K3 bagi perusahaan merupakan cerminan kesiapan daya
saing bagi perusahaan. Kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga
kerjanya. Oleh sebab itu, K3 disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga
perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan K3. K3 adalah
salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja
serta penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja. Kecelakaan kerja selain menimbulkan korban jiwa maupun
kerugian materi bagi pekerja dan perusahaan, tetapi juga dapat mengganggu proses
produksi baik sebagian maupun seluruh perusahaan, merusak lingkungan hingga akan
berdampak pada masyarakat luas lainnya. K3 merupakan instrumen yang
memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari
bahaya akibat kecelakaan kerja. Perusahaan dan pekerja memiliki hak dan
tanggungjawab yang sama terhadap keselamatan kerja.
K3 mememiliki kesetaraan dengan aspek lain dalam perusahaan seperti operasi,
produksi, logistik, sumber daya manusia, keuangan dan pemasaran. Implementasi K3
hakikatnya mengeluarkan anggaran atau biaya, bukan menghasilkan keuntungan. Akan
tetapi K3 diterapkan untuk mencegah atau menghindari adanya kecelakaan yang
berakibat kerugian baik korban manusia maupun kerugian alat produksi. K3 bisa
berjalan dengan adanya dukungan manajemen mulai dari pucuk pimpinan hingga
karyawan lainnya. Karena itu ahli K3 sejak awal tahun 1980an berupaya
meyakinkan semua pihak khususnya manajemen organisasi untuk menempatkan aspek
K3 setara dengan unsur lain dalam organisasi. Hal inilah yang mendorong lahirnya
berbagai konsep mengenai manajemen K3. Menurut Kepmenaker 05 tahun 1996, Sistem
Manajemen K3 adalah bagian dari sistem secara keseluruhan yang meliputi struktur
organisasi, perencanaan/desain, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan
sumber daya yang dibutuhkan, bagi pengembangan, penerapan, pencapaian,
pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan Kesehatan kerja dalam
pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja
yang aman, efisien dan produktif.
Di lapangan, penerapan K3 belum seperti yang diharapkan, masih memerlukan
sosialisasi, pembinaan guna menumbuhkan kesadaran dan menjadikan suatu budaya.
Oleh karena itu pihak perusahaan secara intensif upaya peningkatan sumber daya
manusia melalui diklat, seminar tentang K3. Juga perusahaan perlu memberikan reward
dan punishment agar budaya K3 dapat terwujud.
B. Tujuan
a. Menetapkan jenis pekerjaan yang dilakukan.
b. Mengidentifikasi resiko dan bahaya pada pekerjaan di pertambangan.
c. Merencanakan pengelolaan atau pencegahan bahaya di tempat kerja.
d. Merencanakan pengawasan bahaya di tempat kerja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Akibat
Tingkatan Kriteria Penjelasan
A Insinificant/Tidak Tidak ada cidera, kerugian materi
signifikan sangat kecil
B Minor/Minor Memerlukan perawatan P3K, kerugian
materi sedang
C Moderate/Sedang Memerlukan perawatan medis, dan
mengakibatkan hilangnya hari kerja,
hilangnya fungsi anggota tubuh untuk
sementara waktu, kerugian materi
cukup besar.
D Major/Mayor Cidera yang mengakibatkan cacat,
hilangnya fungsi tubuh secara total,
tidak berjalannya proses produksi,
kerugian materi besar.
E Catastrophe/Bencana Menyebabkan kematian, kerugian
sangat besar.
1. Pengertian Pengawasan
Menurut beberapa ahli seperti Sule dan Saefullah (2005:317) menyatakan
bahwa “Pengawasan sebagai proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan
pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan
sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut”. Menurut Iman dan
Siswandi (2009:195) mengemukakan bahwa “pengawasan adalah sebagai
proses untuk menjamin bahwa tujuan – tujuan organisasi dan manajemen
tercapai”.
Pengawasan adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan
tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai
dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut Controlling is the process of
measuring performance and taking action to ensure desired results.
(Schermerhorn, 2002).
2. Tujuan Pengawasan
Menurut Simbolon (2004:62) Pengawasan bertujuan agar hasil pelaksanaan
pekerjaan diperoleh secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif)
sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
Sedangkan menurut Silalahi (2003:181) tujuan dari pengawasan adalah sebagai
berikut :
a. Mencegah terjadinya penyimpangan pencapaian tujuan yang telah
direncanakan.
b. Agar proses kerja sesuai dengan prosedur yang telah digariskan atau
ditetapkan.
c. Mencegah dan menghilangkan hambatan dan kesulitan yang akan, sedang
atau mungkin terjadi dalam pelaksanaan kegiatan.
d. Mencegah penyimpangan penggunaan sumber daya.
e. Mencegah penyalahgunaan otoritas dan kedudukan.
3. Jenis-jenis Pengawasan
a. Pengawasan Intern dan Ekstern
Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan
yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan.”
Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan
atasan langsung atau pengawasan melekat (built in control) atau pengawasan
yang dilakukan secara rutin.
b. Pengawasan Preventif dan Represif
Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai, “pengawasan yang
dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan,
sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan.” Lazimnya, pengawasan
ini dilakukan dengan maksud untuk menghindari adanya penyimpangan
pelaksanaan pekerjaan.
c. Pengawasan Aktif dan Pasif
Pengawasan dekat (aktif) dilakukan sebagai bentuk “pengawasan yang
dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan.” Hal ini berbeda dengan
pengawasan jauh (pasif) yang melakukan pengawasan melalui penelitian dan
pengujian.
4. Proses Pengawasan
Proses pelaksanaan pengawasan oleh pimpinan dilakukan melalui beberapa
tahap, seperti yang diungkapkan Tanri Abeng (dikutip Harahap, 2000:11)
bahwa:
Manajemen kontrol adalah pekerjaan yang harus dilakukan oleh seorang
pimpinan untuk meneliti dan mengatur pekerjaan yang sedang berlangsung
maupun yang telah selesai. Fungsi ini dapat dilakukan melalui
kegiatan-kegiatan antara lain: establishing performance standard, measuring
performance, evaluating performance, and correcting performance.
Pengawasan yang dilakukan harus melalui tahapan-tahapan sebagai bentuk dari
suatu proses kegiatan pengawasan. Bersamaan dengan pendapat tersebut,
terdapat banyak pendapat yang mengungkapkan beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan pengawasan. Hal tersebut diungkapkan dalam
bentuk langkah umum mengenai proses pengawasan, seperti yang diungkapkan
oleh Terry (dalam Winardi, 1986:397) bahwa:
Pengawasan terdiri daripada suatu proses yang dibentuk oleh tiga macam
langkah-langkah yang bersifat universal yakni: (1) mengukur hasil pekerjaan,
(2) membandingkan hasil pekerjaan dengan standard dan memastikan
perbedaan (apabila ada perbedaan), dan (3) mengoreksi penyimpangan yang
tidak dikehendaki melalui tindakan perbaikan.
5. Teknis Pengawasan
Dalam pengawasan kegiatan K3 Pertambangan, melakukan pengawasan terkait
dengan Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang baik. Hal ini dilakukan
melihat kesesuaian pada peraturan perundangan Permen ESDM nomor 26 tahun
2018 tentang Pelaksanaan kaidah pertambangan yang baik dan pengawasan
pertambangan mineral dan batubara, serta peratutan perundangan lain terkait.
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah kesesuaian di lapangan antara lain :
- Setiap perusahaan pertambangan baik perusahaan bidang Eksplorasi, Produksi,
Pengolahan Pemurnian mengangkat KTT,
- memiliki tenaga teknis pertambangan yang berkompeten sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan,
- menggunakan metode Eksplorasi, Penambangan, Pengolahan dan/atau
Pemurnian, dan Pengangkutan sesuai dengan persetujuan RKAB Tahunan;
- menyusun rencana kerja yang transparan, akuntabel, dan rasional; dan/atau
- melaksanakan kegiatan pertambangan yang tuntas dan optimum sesuai dengan
rencana kerja dan memenuhi kelaikan teknis.
- menggunakan metode Pengolahan dan/atau Pemurnian sesuai dengan
persetujuan RKAB Tahunan;
- menggunakan tenaga teknis Pengolahan dan/atau Pemurnian yang kompeten;
- menyusun rencana kerja yang transparan, akuntabel, dan rasional; dan/atau
- melaksanakan kegiatan Pengolahan dan/atauPemurnian yang optimum sesuai
dengan rencana kerja dan memenuhi kelaikan teknis.
- menyediakan segala peralatan, perlengkapan, alat pelindung diri, fasilitas,
personil, dan biaya yang diperlukan untuk terlaksananya ketentuan
keselamatan pertambangan; dan
- membentuk dan menetapkan organisasi bagian keselamatan pertambangan
berdasarkan pertimbangan jumlah pekerja, sifat, atau luas area kerja.
- keselamatan kerja pertambangan yang meliputi :
Manajemen risiko, program keselamatan kerja yang meliputi pencegahan
terjadinya kecelakaan, kebakaran, dan kejadian lain yang berbahaya;
pendidikan dan pelatihan keselamatan kerja; administrasi keselamatan kerja;
manajemen keadaan darurat; inspeksi keselamatan kerja; dan pencegahan dan
penyelidikan kecelakaan;
- kesehatan kerja pertambangan meliputi program kesehatan pekerja/buruh,
higienis dan sanitasi, ergonomis, pengelolaan makanan, minuman, dan gizi
pekerja/buruh, dan/atau diagnosis dan pemeriksaan penyakit akibat kerja; dan
lingkungan kerja pertambangan yang memuat peraturan perusahaan,
pengukuran, penilaian, dan pengendalian terhadap kondisi lingkungan kerja
- sistem dan pelaksanaan pemeliharaan/perawatan sarana, prasarana, instalasi,
dan peralatan pertambangan sebagai berikut: 1. merencanakan sistem
pemeliharaan atau perawatan sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan
pertambangan; 2. menunjuk penanggung jawab dalam system pemeliharaan
atau perawatan sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan pertambangan; dan
3. melaksanakan sistem pemeliharaan atau perawatan sarana, prasarana,
instalasi, dan peralatan pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan dan standar nasional atau internasional yang diakui;
- Pengamanan Instalasi
- tenaga teknis bidang keselamatan operasi yang kompeten;
- kelayakan sarana, prasarana instalasi, dan peralatan pertambangan dengan
melaksanakan uji dan pemeliharaan kelayakan;
- evaluasi laporan hasil kajian teknis pertambangan;
- keselamatan bahan peledak dan peledakan;
- keselamatan fasilitas pertambangan;
- keselamatan Eksplorasi;
- keselamatan tambang permukaan;
- keselamatan tambang bawah tanah; dan
- keselamatan kapal keruk/isap.
- Wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Identifikasi Bahaya K3
Setiap kegiatan di pertambangan, di seluruh project area, berpotensi bahaya. Mulai
dari eksplorasi hingga pasca tambang sangat berisiko bahaya. Oleh karena itu guna
mencegah timbulnya bahaya maka dilakukan identifikasi bahaya di setiap
pekerjaan. Bahkan di pekerjaan kantorpun berpotensi bahaya. Setelah
diidentifikasi, dilakukan analisis risiko.
2. Penyusunan Program
Sebagai tindak lanjut identifikasi dan analisis risiko, adalah menyiapkan program
K3, meliputi :
- Sosialisasi tentang K3 bagi seluruh jajaran karyawan dan manajemen
- Mengikutkan diklat K3
- Mengikutkan sertifikasi profesi K3
- Menempatkan karyawan sesuai kualifikasinya
- Rotasi antar departemen/divisi kerja
- Melakukan pengawasan : harian, mingguan, bulan.
- Menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan
- Menerapkan ISO yang terkait.
B. Saran
Dalam praktikum, setiap mahasiswa perlu mempraktikkan pengelolaan K3 agar
dapat memahami dan melaksanakan program K3 sesuai dengan program yang ada
di perusahaan.