Anda di halaman 1dari 25

MODUL PRAKTIKUM K3 PERTAMBANGAN

Program Studi Teknologi Pertambangan

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA


ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
POLITEKNIK ENERGI DAN PERTAMBANGAN (PEP)
BANDUNG
Agustus 2021
VISI, MISI DAN TUJUAN PROGRAM STUDI
TEKNOLOGI PERTAMBANGAN

A. VISI
Visi Program Studi Teknologi Pertambangan adalah “Menjadi program studi yang
unggul dan inovatif dalam bidang sains terapan pertambangan mineral dan batubara
yang berkontribusi dalam peningkatan ekonomi dan sosial, demi kesejahteraan rakyat
Indonesia yang berkelanjutan.”
B. MISI
Untuk mencapai visi tersebut, Program Studi Teknologi Pertambangan menjalankan
misi sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran teknologi pertambangan yang
menstimulasi mahasiswa untuk lebih mandiri sehingga dapat mengembangkan
potensi diri dan membentuk kepribadian yang unggul
2. Menyelenggarakan penelitian untuk meningkatkan penguasaan dasar dan langkah
penelitian dalam pengajaran dan pengembangan di bidang teknologi pertambangan
3. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat dengan mengaplikasikan ilmu
pengetahuan dan keterampilan dalam bidang teknologi pertambangan
4. Membangun kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait untuk menunjang
pendidikan dan pembelajaran di Politeknik Energi dan Pertambangan Bandung.
C. TUJUAN
Program Studi Diploma III Teknologi Pertambangan memiliki tujuan menghasilkan
lulusan D III Vokasi Teknologi Pertambangan yang memiliki kriteria-kriteria sebagai
berikut :
1. Menguasai teori bidang teknologi pertambangan secara umum dan mendalam, serta
mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural.
2. Mampu mengaplikasikan keahlian bidang eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan
pemurnian mineral dan batubara serta memanfaatkan IPTEK bidang eksplorasi,
eksploitasi, pengolahan dan pemurnian mineral dan batubara dalam menyelesaikan
masalah serta mampu beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi.
3. Mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis informasi dan data,
dan mampu memberikan petunjuk dalam memilih berbagai alternatif solusi secara
mandiri dan kelompok.
4. Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas
pencapaian hasil kerja organisasi
D. SASARAN
Atas dasar Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 mengenai Sistem Pendidikan Tinggi,
Permeristekdikti No.44 Tahun 2015, Permendikbud No.3 Tahun 2020 yang berisi
Standar Nasional Perguruan Tinggi dan KKNI. Maka untuk mencapai sistem
pendidikan yang baik diperlukan perencanaan dan pengembangan proses pembelajaran
untuk meningkatkan mutu lulusan. Mutu lulusan merupakan refleksi dari kompetensi
minimal yang harus diperoleh sehiingga dengan bekal kemampuan minimal ini lulusan
suatu program studi dapat bersaing. Kompetensi-kompetensi ini dibutuhkan untuk
mengisi posisi yang ada di suatu industri dan sering disebut Profil lulusan. Yang
dimaksudkan dengan profil adalah peran yang diharapkan dapat dilakukan oleh lulusan
program studi di masyarakat/ dunia kerja. Profil ini adalah outcome pendidikan yang
akan dituju. Dengan menetapkan profil, perguruan tinggi dapat memberikan jaminan
pada calon mahasiswanya akan bisa berperan menjadi apa saja setelah ia menjalani
semua proses pembelajaran di program studinya. Untuk menetapkan profil lulusan,
dapat dimulai dengan menjawab pertanyaan: “Setelah lulus nanti, akan menjadi apa saja
lulusan program studi ini?”
Berikut ini adalah profil lulusan Program Studi Teknologi Pertambangan disertai
dengan deskripsinya:
Profil Deskripsi Profil
Teknisi Tambang/Asisten Orang yang memiliki kompetensi dalam
Ahli Tambang (Mine melakukan pemilihan metode
Engineer Assistant) penambangan, pemilihan alat, dan
kegiatan penambangan berdasarkan
kemajuan teknologi, pengelolaan K3 dan
lingkungan pertambangan, serta
pengelolaan pasca tambang pada
tambang terbuka dan tambang bawah
tanah.
Profil Deskripsi Profil
Teknisi Geoteknik/ Asisten Orang yang memiliki kompetensi dalam
Ahli Geoteknik bidang geoteknik pada tambang terbuka
(Geotechnic Engineer dan tambang bawah tanah
Assistant)
Teknisi Perencanaan Orang yang memiliki kompetensi dalam
Tambang/ Asisten Ahli bidang perencanaan tambang pada
Perencanaan Tambang tambang terbuka dan tambang bawah
(Mine Plan Engineer tanah
Assistant)
KATA PENGANTAR
Kurikulum merupakan suatu perangkat program pendidikan yang disediakan oleh sebuah
lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan
kepada peserta didik dalam satu periode jenjang pendidikan. Kurikulum mengatur rencana
pencapaian pembelajaran lulusan, bahan kajian, proses, dan penilaian pembelajaran yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan program studi khususnya pada tingkatan
pendidikan tinggi.
Penyusunan kurikulum pada sebuah program studi harus sesuai dengan yang diamanatkan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi,
Peraturan Presiden R.I. Nomor 8 Tahun 2012 tentang KKNI, dan Peraturan Menteri Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi R.I. Nomor 44 Tahun 2015 tentang SNPT. Selain itu,
penyusunan buku akademik dan kurikulum harus mempedomani sejumlah aturan dan
ketentuan yang berlaku di lingkungan Politeknik Energi dan Pertambangan (PEP) Bandung.
Kurikulum ini merupakan suatu panduan untuk setiap mahasiswa yang menempuh
pendidikan program Diploma Tiga pada Program Studi Teknologi Pertambangan PEP
Bandung. Buku ini memuat profil program studi, ketentuan akademik, dan kurikulum yang
mencakup standar kompetensi dan capaian pembelajaran, bahan kajiian dan distribusi mata
kuliah untuk setiap semester beserta deskripsinya. Dalam hal penyusunannya, kompetensi
lulusan Program Studi Teknologi Pertambangan telah mengacu pada rumusan kriteria yang
ditetapkan oleh KKNI dan SNPT. Penyusunan kurikulum ini telah mempertimbangkan
masukan dari sejumlah pihak dan rekomendasi dari asosiasi profesi yang terkait salah
satunya Perhapi.
Kami menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh
anggota tim penyusun yang telah bekerja keras menyelesaikan tugasnya. Semoga buku
kurikulum ini bermanfaat bagi peningkatan mutu Program Studi Teknologi Pertambangan
PEP Bandung.
Bandung, Oktober 2020
Ketua Program Studi
Teknologi Pertambangan

Ir. Suparno, M.Si.


NIP. 196103161992031001
DAFTAR ISI

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN ………………………. i


KATA PENGANTAR …………………………………………. v
DAFTAR ISI …………………………………………………… vii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………… 1
A. Latar Belakang …………………………………. 1
B. Tujuan ………………………………………….. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………….. 10
A. Identifikasi Bahaya K3 …………………………. 10
B. Pemecahan Masalah di industri Pertambangan … 10
BAB III PENUTUP ………………………………………… 25
A. Simpulan ……………………………………….. 25
B. Saran …………………………………………... 25
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Industri pertambangan berperan yang sangat penting dan berkontribusi dalam
pembangunan nasional, yang sangat signifikan dalam meningkatkan perekonomian
nasional. Karakteristik dari industri pertambangan adalah padat modal (high cost), padat
teknologi (high technology) dan memiliki risiko yang besar (high risk). Guna menjamin
kelancaran operasi, menghindari terjadinya kecelakaan kerja, kejadian berbahaya dan
penyakit akibat kerja sangat diperlukan implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) pada kegiatan pertambangan di setiap bagian kerja.
K3 di industri pertambangan merupakan salah satu faktor yang sangat penting demi
kelancaran kegiatan operasional sehingga timbulnya rasa aman dan nyaman bagi pekerja
untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif yang ditargetkan. Pada hakikatnya
kecelakaan kerja dapat terjadi disebabkan oleh kondisi yang tidak aman serta aktivitas
yang tidak aman. Dalam industri pertambangan seorang Kepala Teknik Tambang (KTT)
ditunjuk sebagai penanggung jawab penuh terhadap K3 dan dalam melaksanakan
tugasnya dibantu oleh Pengawas Teknis dan Pengawas Operasional.
K3 sebagai upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun
rohani dalam melaksanakan pekerjaan. Hal ini diharapkan dapat melakukan
pekerjaan dengan aman dan nyaman. Karena, pekerjaan dikatakan aman apabila
yang dilakukan oleh pekerja tersebut, resiko yang mungkin muncul dapat
dihindari. Begitu pula, pekerjaan dikatakan nyaman jika para pekerja dapat
melakukan pekerjaan dengan rasa nyaman dan menikmati pekerjaannya, sehingga tidak
mudah lelah. K3 merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Dengan menerapkan teknologi
pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja akan
mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi. Juga dapat
diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi
dengan didukung faktor fisik, mental, emosional dan psikologi.
Hampir di setiap tempat di mana dilakukan suatu aktivitas, baik di rumah, di jalan,
maupun di tempat kerja terdapat potensi bahaya. Apabila potensi bahaya tersebut
tidak dikendalikan dan ditangani dengan tepat dan segera akan dapat menyebabkan
kelelahan, sakit, cidera, dan bahkan kecelakaan yang yang berakibat fatal. Dalam
Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pengurus perusahaan
mempunyai kewajiban untuk menyediakan tempat kerja yang memenuhi syarat
keselamatan dan kesehatan. Sedangkan tenaga kerja mempunyai kewajiban untuk
mematuhi setiap syarat keselamatan dan kesehatan yang ditetapkan baginya.
Syarat-syarat keselamatan dan kesehatan sesuai Undang-undang Keselamatan Kerja
tersebut antara lain untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan, mencegah dan
mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, mencegah dan mengendalikan
pencemaran udara serta menyediakan penerangan dan mikroklimat sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi biaya perawatan dan
rehabilitasi akibat kecelakaan dan sakit, meningkatkan produktivitas kerja,
meningkatkan moral dan hubungan atau relasi perusahaan yang lebih baik. Mengingat
potensi bahaya terdapat hampir diseluruh tempat kerja, maka upaya untuk mencegah
dan mengurangi resiko yang mungkin timbul akibat proses pekerjaan perlu segera
dilakukan. Melalui hazard management procces, resiko yang mungkin timbul dapat
diidentifikasi, dinilai dan dikendalikan sedini mungkin melalui pendekatan preventif,
inovatif dan partisipatif (Tarwaka, 2008).
Tinggi rendahnya perhatian K3 bagi perusahaan merupakan cerminan kesiapan daya
saing bagi perusahaan. Kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga
kerjanya. Oleh sebab itu, K3 disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga
perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan K3. K3 adalah
salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja
serta penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja. Kecelakaan kerja selain menimbulkan korban jiwa maupun
kerugian materi bagi pekerja dan perusahaan, tetapi juga dapat mengganggu proses
produksi baik sebagian maupun seluruh perusahaan, merusak lingkungan hingga akan
berdampak pada masyarakat luas lainnya. K3 merupakan instrumen yang
memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari
bahaya akibat kecelakaan kerja. Perusahaan dan pekerja memiliki hak dan
tanggungjawab yang sama terhadap keselamatan kerja.
K3 mememiliki kesetaraan dengan aspek lain dalam perusahaan seperti operasi,
produksi, logistik, sumber daya manusia, keuangan dan pemasaran. Implementasi K3
hakikatnya mengeluarkan anggaran atau biaya, bukan menghasilkan keuntungan. Akan
tetapi K3 diterapkan untuk mencegah atau menghindari adanya kecelakaan yang
berakibat kerugian baik korban manusia maupun kerugian alat produksi. K3 bisa
berjalan dengan adanya dukungan manajemen mulai dari pucuk pimpinan hingga
karyawan lainnya. Karena itu ahli K3 sejak awal tahun 1980an berupaya
meyakinkan semua pihak khususnya manajemen organisasi untuk menempatkan aspek
K3 setara dengan unsur lain dalam organisasi. Hal inilah yang mendorong lahirnya
berbagai konsep mengenai manajemen K3. Menurut Kepmenaker 05 tahun 1996, Sistem
Manajemen K3 adalah bagian dari sistem secara keseluruhan yang meliputi struktur
organisasi, perencanaan/desain, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan
sumber daya yang dibutuhkan, bagi pengembangan, penerapan, pencapaian,
pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan Kesehatan kerja dalam
pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja
yang aman, efisien dan produktif.
Di lapangan, penerapan K3 belum seperti yang diharapkan, masih memerlukan
sosialisasi, pembinaan guna menumbuhkan kesadaran dan menjadikan suatu budaya.
Oleh karena itu pihak perusahaan secara intensif upaya peningkatan sumber daya
manusia melalui diklat, seminar tentang K3. Juga perusahaan perlu memberikan reward
dan punishment agar budaya K3 dapat terwujud.
B. Tujuan
a. Menetapkan jenis pekerjaan yang dilakukan.
b. Mengidentifikasi resiko dan bahaya pada pekerjaan di pertambangan.
c. Merencanakan pengelolaan atau pencegahan bahaya di tempat kerja.
d. Merencanakan pengawasan bahaya di tempat kerja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Jenis Pekerjaan di Pertambangan


Jenis pekerjaan yang ada di pertambangan adalah semua kegiatan yang berada di
project area. Adapun kegiatannya meliputi :
- Bidang eksplorasi
- Bidang penambangan, mulai dari pembabatan (land clearing), pengupasan
tanah pucuk (stripping of top soil), pengupasan tanah penutup (stripping of
over burden), penambangan ( mining operation), pemuatan dan pengankutan
(loading and hauling), penimbunan (dumping),
- Pengolahan dan pemurnian (processing and refinery)
- Reklamasi lahan bekas tambang
- Pasca tambang
- Perkantoran
- Bengkel
- Power plant
- Transportasi
- Gudang
- Dan sebagainya.
-
B. Identifikasi Risiko dan Bahaya
1. Identifikasi Bahaya K3
Bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atau tindakan yang berpotensi
menimbulkan kecelakaan atau cedera pada manusia, kerusakan atau gangguan
lainnya.
Risiko adalah kombinasi atau konsekuensi suatu kejadian yang berbahaya dan
peluang terjadinya kejadian tersebut.
Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian risiko adalah bagian
dari manajemen risiko pada tahap perencanaan yang sangat penting
sebagai alat untuk melindungi perusahaan terhadap kemungkinan yang
merugikan dan upaya pencegahan untuk melindungi tenaga kerja dari
kecelakaan akibat di tempat kerja. Memang untuk penerapannya tidak hanya
melibatkan pihak manajemen tetapi juga komitmen manajemen dan seluruh
pihak yang terkait bahkan semua unsur karyawan. Identifikasi Bahaya untuk
menentukan jenis-jenis bahaya yang ada di setiap tempat kerja di perusahaan.
Dalam mengidentifikasi bahaya termasuk identifikasi aspek dampak
lingkungan operasional perusahaan terhadap alam dan penduduk sekitar
di wilayah Perusahaan menyangkut beberapa elemen seperti tanah, air,
udara, sumber daya energi serta sumber daya alam lainnya termasuk aspek
flora dan fauna di lingkungan Perusahaan. Artinya aspek dampak tersebut
sebagai pemicu atau tahap awal sebelum dampak tersebut timbul.
Menurut OSHA (Occupational Safety and Health Administration) bahwa salah
satu "penyebab utama" kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja adalah
kegagalan untuk mengidentifikasi atau mengenali bahaya yang ada, atau bahaya
yang sebenarnya dapat dicegah di tempat kerja. Unsur penting dalam setiap
program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang efektif adalah
melaksanakan identifikasi bahaya dan penilaian risiko yang proaktif dan
berkelanjutan.
Dalam standar ISO 45001:2018 maupun standar PP No.50 Tahun 2012 terkait
SMK3 mewajibkan bahwa identifikasi bahaya dan penilaian risiko merupakan
salah satu tahap perencanaan dalam sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja (SMK3).
Hal-hal yang harus dipertimbangkan oleh pengurus dan pekerja dalam
melakukan identifikasi bahaya dan penilaian risiko di tempat kerja, di antaranya:

• Aktivitas rutin dan non-rutin di tempat kerja


• Aktivitas semua pihak yang memasuki tempat kerja termasuk kontraktor,
pemasok, pengunjung, dan tamu
• Perilaku manusia, kemampuan, dan faktor manusia lainnya
• Bahaya dari luar lingkungan tempat kerja
• Bahaya yang timbul di tempat kerja, meliputi:
KATEGORI A KATEGORI B KATEGORI C KATEGORI D
Potensi bahaya yang
Potensi bahaya yang Risiko terhadap
menimbulkan risiko Potensi bahaya yang
menimbulkan risiko kesejahteraan atau
jangka panjang pada menimbulkan risiko
langsung pada kesehatan sehari-hari.
kesehatan. pribadi dan psikologis.
keselamatan.
✓ Bahaya kimia (debu, ✓ Kebakaran ✓ Air Minum ✓ Pelecehan, termasuk
uap, gas, asap) ✓ Listrik ✓ Toilet dan fasilitas intimidasi dan
✓ Bahaya biologis ✓ Potensi bahaya mencuci pelecehan seksual
(penyakit dan mekanik (tidak adanya ✓ Ruang makan atau ✓ Terinfeksi HIV/AIDS
gangguan oleh virus, pelindung mesin) kantin ✓ Kekerasan di tempat
bakteri, binatang dsb.) ✓ Tata graha/ ✓ P3K di tempat kerja kerja
✓ Bahaya fisik housekeeping ✓ Transportasi ✓ Stres
(kebisingan,
penerangan, getaran,
(penataan dan
perawatan buruk pada
✓ Narkoba di tempat
kerja
iklim kerja, terpeleset, peralatan dan
tersandung, dan jatuh) lingkungan kerja)
✓ Bahaya ergonomi
(posisi duduk,
pekerjaan berulang-
ulang, jam kerja yang
lama)
✓ Potensi bahaya
lingkungan yang
diakibatkan oleh
polusi/limbah yang
dihasilkan perusahaan.
Potensi bahaya didasarkan pada dampaknya terhadap pekerja, Sumber: ilo.org, dalam
https://safetysign.co.id/news/365/6

• Infrastruktur, peralatan dan material, baik yang disediakan perusahaan


maupun pihak lain yang berhubungan dengan perusahaan
• Perubahan pada organisasi, aktivitas atau material yang digunakan
• Perubahan pada sistem manajemen K3 termasuk perubahan yang bersifat
sementara dan berdampak terhadap operasi, proses, dan aktivitas kerja
• Kewajiban perundangan-undangan terkait penilaian risiko dan tindakan
pengendalian
• Desain tempat kerja, proses, instalasi mesin/peralatan, prosedur operasional,
dan organisasi kerja.

Sesuai Standar OSHA, 6 Langkah Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko :


1. Kumpulkan semua informasi mengenai bahaya yang ada di tempat kerja
2. Lakukan inspeksi secara langsung untuk menemukan potensi bahaya yang
ada di tempat kerja
3. Lakukan identifikasi bahaya terhadap kesehatan kerja
4. Lakukan investigasi pada setiap insiden yang terjadi
5. Kelompokkan sifat bahaya yang teridentifikasi, tentukan langkah-langkah
pengendalian sementara, dan tentukan prioritas bahaya yang perlu
pengendalian secara permanen.
6. Kelompokkan sifat bahaya yang teridentifikasi, tentukan langkah-langkah
pengendalian sementara, dan tentukan prioritas bahaya yang perlu
pengendalian secara permanen.

2. Faktor-faktor Identifikasi Bahaya


Identifikasi bahaya memperhatikan faktor-faktor bahaya sebagai berikut :
a) Biologi (jamur, virus, bakteri, mikroorganisme, tanaman, binatang).
b) Kimia (bahan / material / gas / uap / debu /cairan beracun, berbahaya,
mudah meledak/menyala/terbakar, korosif, iritan, bertekanan, reaktif,
radioaktif, oksidator, penyebab kanker, bahaya pernafasan, membahayakan
lingkungan, dsb).
c) Fisik/Mekanik (insfraktruktur, mesin / alat / perlengkapan / kendaraan /
alat berat, ketinggian tekanan, suhu, ruang terbatas/terkurung, cahaya,
listrik, radiasi, kebisingan, getaran dan ventilasi).
d) Biomekanik (postur/posisi kerja, pengangkutan manual, gerakan berulang
serta ergonomi tempat kerja/alat/mesin).
e) Psikis/Sosial (berlebihnya beban kerja, komunikasi, pengendalian manajemen,
lingkungan sosial tempat kerja, kekerasan dan intimidasi).
f) Dampak Lingkungan (air, tanah, udara, ambien, sumber daya energi, sumber
daya alam, flora dan fauna).
Penilaian risiko menggunakan pendekatan metode matriks risiko yang relatif
sederhana serta mudah digunakan. Pengendalian resiko didasarkan pada
hierarki sebagai berikut :
a) Eliminasi (menghilangkan sumber/aktivitas berbahaya).
b) Substitusi (mengganti sumber / alat /mesin / bahan / material / aktivitas
/ area yang lebih aman).
c) Perancangan (modifikasi/instalasi sumber /alat /mesin /bahan /material
/aktivitas / area supaya menjadi aman).
d) Administrasi (penerapan prosedur/aturan kerja, pelatihan dan pengendalian
visual di tempat kerja).
e) Alat Pelindung Diri (penyediaan alat pelindung diri bagi tenaga kerja
dengan paparan bahaya/resiko tinggi)
Matrik Penilai Risiko K3
Peluang/Kemungkinan
Tingkatan Kriteria Penjelasan
A Almost certain Suatu kejadi pasti akan terjadi di semua
/Hampir pasti kondisi/setiap kegiatan yang dilakukan
B Likely/Mungkin Suatu kejadian mungkin akan terjadi
terjadi pada semua kondisi
C Moderate/Sedang Suatu kejadian mungkin akan terjadi
pada kondisi tertentu
D Unlikely/Kecil Suatu kejadian mungkin akan terjadi
kemungkinan pada beberapa kondisi tertentu, namun
kecil kemungkinan terjadi.
E Rare/Jarang terjadi Suatu insiden mungkin dapat terjadi
pada kondisi yang khusus/luar
biasa/setelah bertahun-tahun

Akibat
Tingkatan Kriteria Penjelasan
A Insinificant/Tidak Tidak ada cidera, kerugian materi
signifikan sangat kecil
B Minor/Minor Memerlukan perawatan P3K, kerugian
materi sedang
C Moderate/Sedang Memerlukan perawatan medis, dan
mengakibatkan hilangnya hari kerja,
hilangnya fungsi anggota tubuh untuk
sementara waktu, kerugian materi
cukup besar.
D Major/Mayor Cidera yang mengakibatkan cacat,
hilangnya fungsi tubuh secara total,
tidak berjalannya proses produksi,
kerugian materi besar.
E Catastrophe/Bencana Menyebabkan kematian, kerugian
sangat besar.

Matrik penilaian risiko K3


Sumber : docplayer.info
Keterangan :
T : Tinggi, memerlukan perencanaan khusus di tingkat manajemen puncak,
dan penanganan dengan segera / kondisi darurat.
S :Signifikan, memerlukan perhatian dari pihak manajemen dan melakukan
tindakan perbaikan secepat mungkin.
M : Moderat, tidak melibatkan manajemen puncak, namun sebaiknya segera
diambil tindakan penanganan / kondisi bukan darurat.
R :Rendah, risiko cukup ditangani dengan prosedur rutin yang berlaku.

3. Istilah Bahaya Dalam Lingkungan Kerjaa)


a) Hazard adalah suatu keadaan yang memungkinkan/dapat
menimbulkan kecelakaan, penyakit, kerusakan atau menghambat kemampuan
pekerja yang ada.
b) Danger adalah tingkat bahaya akan suatu kondisi yang sudah
menunjukkan peluang bahaya sehingga mengakibatkan suatu tindakan
pencegahan.
c) Risk adalah prediksi tingkat keparahan bila terjadi bahaya dalam siklus
tertentu.
d) Incident adalah munculnya kejadian bahaya yang dapat atau telah
mengadakan kontak dengan sumber energi yang melebihi ambang batas normal.
e) Accident adalah kejadian bahaya yang disertai adanya korban dan/atau
kerugian baik manusian maupun benda
4. Metode Identifikasi Bahaya K3
a) Metode Perbandingan
Metode yang membandingkan suatu rancangan terhadap suatu standar atau
desain, dalam bentuk seperti daftar periksa (checklist). Fungsinya sebagai
acuan untuk menentukan potensi bahaya dalam suatu sistem.Daftar ini
dikembangkan dari pengalaman atau standar analisis tertentu, seperti apa
yang boleh dan apa yang tidak. Daftar periksa berguna saat proses
perancangan untuk membantu ingatan dalam mengungkapkan bahaya yang
terlupakan.
b) Metode Fundamental
Metode yang tersusun untuk memotivasi orang yang menerapkan
pengetahuan dan pengalaman mereka dengan tujuan mengidentifikasi
bahaya. Berikut yang termasuk dalam metode kelompok ini adalah:
c) Preliminary Hazard Analysis
(PHA) atau analisis bahaya awalSuatu sistem atau metode yang biasanya
digunakan untuk menjelaskan dengan teknik kualitatif untuk
mengidentifikasi bahaya pada tahap awal dalam proses desain. Prinsip dari
PHA, untuk mengidentifikasi bahaya yang mungkin akan berkembang
menjadi kecelakaan. Ini dilakukan dengan menimbulkan situasi atau proses
yang tidak direncanakan. Ini penting untuk melakukan identifikasi bahaya
dari awal yang bertujuan untuk mengimplementasikan corrective action
pada proses desain.
d) Hazard Operability Study (HAZOPS)
Metode yang digunakanindustri untuk mengidentifikasi bahaya pada tahap
desain rekayasa. Tujuannya untuk menganalisis bagian sistem satu
per satu dan menjelaskan bagaimana kondisi ideal untuk suatu sistem
bisa Langkah awal dilakukan dengan mendapatkan tinjauan dari sistem
berupa gambar teknis atau informasi lain dari sistem tersebut.
e) Risk Based Inspection (RBI)
Penilaian risiko dan manajemen proses yang terfokus pada kegagalan
peralatan karena kerusakan material. Fokus RBI adalah penilaian risiko yang
berkaitan dengan pengoperasian peralatan. RBI dapat memberikan masukan
kepada manajemen untuk merencanakan jadwal inspeksi dan pemeliharaan
pada peralatan termasuk penganggaran biayanya.
f) What-If
Metode identifikasi bahaya awal untuk meninjau desain dengan
menanyakan serangkaian pertanyaan awal yaitu bagaimana-jika atau
what-if. Analisis ini merupakan bagian dari cara checklist, yang kemungkinan
merupakan metode identifikasi bahaya tertua.
g) Failure Modes and Effect Analysis(FMEA) atau analisis pola kegagalan
dan akibat
Metode untuk mengidentifikasi bahaya yang melibatkan analisis modus
kegagalan. Seperti apa penyebabnya dan bagaimana dampaknya, serta
kritikalitas dari kegagalan. Tujuan dari FMEA adalah untuk
mengidentifikasi kegagalan yang mempunyai dampak yang tidak diinginkan
pada sistem operasi.
h) Fault Tree Analysis(FTA) danEvent Tree Analysis (ETA)
Diagram logika yang digunakan untuk mewakili masing-masing dampak
dari suatu peristiwa dan penyebab dari suatu peristiwa. Diagram ini juga
menyatakan ilustrasi bebas dari rangkaian potensi kegagalan peralatan atau
kesalahan manusia yang dapat menimbulkan kerugian. FTA bersifat deduktif
yang dilakukan dengan memunculkan akibat untuk mencari sebab.
Sedangkan ETA bersifat induktif yang dilakukan dengan dengan
menampilkan sebab(kejadian awal) untuk mencari akibat (kejadian akhir).
i) Qualitative Risk Assessment
Pendekatan nilai risiko terhadap suatu sistem dengan pemberian skor
kualitatif, seperti iya atau tidak, lalu baik atau buruk terhadap faktor
kemungkinan dan akibat kegagalan dari suatu kejadian (Wachyudi, 2010).
j) Semi-quantitave Risk Assessment
Pengembangan penilain risiko dengan menggunakan suatu pemodelan
untuk kejadian tertentu. Tujuannya untuk mendapatkan rate
event.Dengan pemodelan ini, akan menghasilkan akurasi data
berdasarkan informasi awal yang diolah dengan mempertimbangkan
parameter-parameter yang ada.
k) Quantitative Risk Assessment
Penilaian penuh dengan melakukan pemodelan pada semua kejadian, sehingga
kemungkinan dampak dari suatu kegagalan dapat diketahui secara numerik.
Dari sinilah akan didapati tingkat risiko yang cukup akurat.
C. Perencanaan Pengelolaan Bahaya
1. Program K3
ProgramK3 adalah upaya untuk mengatasi ketimpangan pada empat unsur
produksi yaitu manusia, sarana, lingkungan kerja dan manajemen. Program
ini meliputi administrasi dan manajemen, P2K3, kebersihan dan tata ruang,
peralatan K3, pengendalian bahaya dan beracun, pencegahan kebakaran,
keadaan darurat, penerapan K3 dan sistem evaluasi program (DK3N, 1993).
Program K3 bersifat spesifik artinya program keselamatan dan Kesehatan
kerja tidak bisa dibuat, ditiru, atau dikembangkan semaunya. Suatu program
keselamatan dan Kesehatan kerja dibuat berdasarkan kondisi dan kebutuhan
nyata di tempat kerja sesuai dengan potensi bahaya sifat kegiatan, kultur,
kemampuan financial, dan lainnya. Dalam usaha tersebut pihak perusahaan
pun sudah selayaknya ikut serta dalam mengoptimalkan peran K3 tersebut.

Kerangka Alur Pikir

Program K3 merupakan suatu rencana kerja dan pelaksanaan prosedur yang


memfasilitasi pelaksanaan keselamatan kerja dan proses pengendalian resiko
dan paparan bahaya termasuk kesalahan manusia dalam Tindakan tidak
aman, meliputi :
a) Membuat program untuk mendeteksi, mengkoreksi, mengontrol kondisi
berbahaya, lingkungan beracun dan bahaya-bahaya kesehatan.
b) Membuatprosedurkeamanan.
c) Menindaklanjuti program Kesehatan untuk pembelian dan pemasangan
peralatan baru dan untuk pembelian dan penyimpanan bahan berbahaya.
d) Pemeliharaan sistem pencatatan kecelakaan agar tetap waspada.
e) Pelatihan K3 untuk semua level manajemen.
f) Rapatbulanan P2K3
g) Tetap menginformasikan perkembangan yang terjadi di bidang K3
seperti alat pelindung diri, standar keselamatanyangbaru.
h) Pembagian pernyataan kebijakan organisasi
Menurut Ramli, 2010 yang dituang dalam modul praktikum K3 Universitas
Muhammadiyah Kalimantan Timur, bahwa program K3 harus dirancang
spesifik untuk masing-masing perusahaan sehingga tidak bisa sekedar meniru
atau mengikuti arahan dan pedoman dari pihak lain. Sedangkan menurut
Nasution, 2005 keefektivitasan program keselamatan dan Kesehatan kerja
sangat tergantung kepada komitmen dan keterlibatan semua pekerja.
Keterlibatan pekerja akan meningkatkan produktivitas. Beberapa kegiatan
yang harus melibatkan pekerja antara lain :
a) Kegiatan pemeriksaan bahan berbahaya dan beracun dan menyusulkan
rekomendasi bagi perbaikan.
b) Mengembangkan atau memperbaiki aturan keselamatan umum.
c) Melakukan pelatihan terhadap tenaga kerja baru.
d) Membantu proses analisis penyebab kecelakaan kerja.
2. Penyusunan Program Pemecahan Masalah K3
Dalam sistem manajemen, bahwa K3 merupakan bagian dari manajemen
perusahaan. Program K3 akan eefktif apabila didukung oleh seluruh jajaran
manajemen. Penyusunan program K3 harus mempertimbangkan semua
aspek yang terkait dalam perusahaan seperti aspek produksi, finansial,
sosial, psikologi, budaya kerja dan manajemen.
a) Prinsip-Prinsip Penyusunan Program K3
1) Penentuan tanggung jawab dan wewenang untuk pencapaiannya
di setiap tingkatan, fungsi dan departemen. Program K3 sebaiknya
diintegrasikan dengan program organisasi secara keseluruhan
sehingga menjadi salah satu aspek dalam pencapaian sasaran organisasi.
2) Sarana dan sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai program
kerja yang telah ditetapkan misalnya pendanaan, tenaga, peralatan
dan lainnya.
3) Jangka waktu atau jadwal pelaksanaan dan penyelesaian program
kerja.
b) Dasar Penyusunan Program K3
Dasar-dasar yang melatar belakangi pembuatan suatu program
diantaranya adalah hasilrisk asesmen dari suatu kegiatan produksi untuk
mengetahui potensi-potensi bahaya dan resiko ditempat kerja. Terdapat
beberapa metode yang dapat digunakan dalam melakukan penilaian resiko
yaitu, metode kualitatif, semi kuantitatif dan kuantitatif.
Perlunya mengetahui bisnis proses dalam perusahaan pertambangan dari hulu
hingga hilirnya. Setiap tahapan pekerja diidentifikasi jenis pekerjaan, jenis
potensi bahayanya. Setiap hasil identifikasi diklasifikasikan dan dilakukan
penilai risiko yang nantinya dapat mencegah timbulnya bahaya.
D. Perencanaan Pengawasan

1. Pengertian Pengawasan
Menurut beberapa ahli seperti Sule dan Saefullah (2005:317) menyatakan
bahwa “Pengawasan sebagai proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan
pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan
sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut”. Menurut Iman dan
Siswandi (2009:195) mengemukakan bahwa “pengawasan adalah sebagai
proses untuk menjamin bahwa tujuan – tujuan organisasi dan manajemen
tercapai”.
Pengawasan adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan
tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai
dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut Controlling is the process of
measuring performance and taking action to ensure desired results.
(Schermerhorn, 2002).
2. Tujuan Pengawasan
Menurut Simbolon (2004:62) Pengawasan bertujuan agar hasil pelaksanaan
pekerjaan diperoleh secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif)
sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
Sedangkan menurut Silalahi (2003:181) tujuan dari pengawasan adalah sebagai
berikut :
a. Mencegah terjadinya penyimpangan pencapaian tujuan yang telah
direncanakan.
b. Agar proses kerja sesuai dengan prosedur yang telah digariskan atau
ditetapkan.
c. Mencegah dan menghilangkan hambatan dan kesulitan yang akan, sedang
atau mungkin terjadi dalam pelaksanaan kegiatan.
d. Mencegah penyimpangan penggunaan sumber daya.
e. Mencegah penyalahgunaan otoritas dan kedudukan.
3. Jenis-jenis Pengawasan
a. Pengawasan Intern dan Ekstern
Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan
yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan.”
Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan
atasan langsung atau pengawasan melekat (built in control) atau pengawasan
yang dilakukan secara rutin.
b. Pengawasan Preventif dan Represif
Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai, “pengawasan yang
dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan,
sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan.” Lazimnya, pengawasan
ini dilakukan dengan maksud untuk menghindari adanya penyimpangan
pelaksanaan pekerjaan.
c. Pengawasan Aktif dan Pasif
Pengawasan dekat (aktif) dilakukan sebagai bentuk “pengawasan yang
dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan.” Hal ini berbeda dengan
pengawasan jauh (pasif) yang melakukan pengawasan melalui penelitian dan
pengujian.
4. Proses Pengawasan
Proses pelaksanaan pengawasan oleh pimpinan dilakukan melalui beberapa
tahap, seperti yang diungkapkan Tanri Abeng (dikutip Harahap, 2000:11)
bahwa:
Manajemen kontrol adalah pekerjaan yang harus dilakukan oleh seorang
pimpinan untuk meneliti dan mengatur pekerjaan yang sedang berlangsung
maupun yang telah selesai. Fungsi ini dapat dilakukan melalui
kegiatan-kegiatan antara lain: establishing performance standard, measuring
performance, evaluating performance, and correcting performance.
Pengawasan yang dilakukan harus melalui tahapan-tahapan sebagai bentuk dari
suatu proses kegiatan pengawasan. Bersamaan dengan pendapat tersebut,
terdapat banyak pendapat yang mengungkapkan beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan pengawasan. Hal tersebut diungkapkan dalam
bentuk langkah umum mengenai proses pengawasan, seperti yang diungkapkan
oleh Terry (dalam Winardi, 1986:397) bahwa:
Pengawasan terdiri daripada suatu proses yang dibentuk oleh tiga macam
langkah-langkah yang bersifat universal yakni: (1) mengukur hasil pekerjaan,
(2) membandingkan hasil pekerjaan dengan standard dan memastikan
perbedaan (apabila ada perbedaan), dan (3) mengoreksi penyimpangan yang
tidak dikehendaki melalui tindakan perbaikan.

5. Teknis Pengawasan
Dalam pengawasan kegiatan K3 Pertambangan, melakukan pengawasan terkait
dengan Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang baik. Hal ini dilakukan
melihat kesesuaian pada peraturan perundangan Permen ESDM nomor 26 tahun
2018 tentang Pelaksanaan kaidah pertambangan yang baik dan pengawasan
pertambangan mineral dan batubara, serta peratutan perundangan lain terkait.
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah kesesuaian di lapangan antara lain :
- Setiap perusahaan pertambangan baik perusahaan bidang Eksplorasi, Produksi,
Pengolahan Pemurnian mengangkat KTT,
- memiliki tenaga teknis pertambangan yang berkompeten sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan,
- menggunakan metode Eksplorasi, Penambangan, Pengolahan dan/atau
Pemurnian, dan Pengangkutan sesuai dengan persetujuan RKAB Tahunan;
- menyusun rencana kerja yang transparan, akuntabel, dan rasional; dan/atau
- melaksanakan kegiatan pertambangan yang tuntas dan optimum sesuai dengan
rencana kerja dan memenuhi kelaikan teknis.
- menggunakan metode Pengolahan dan/atau Pemurnian sesuai dengan
persetujuan RKAB Tahunan;
- menggunakan tenaga teknis Pengolahan dan/atau Pemurnian yang kompeten;
- menyusun rencana kerja yang transparan, akuntabel, dan rasional; dan/atau
- melaksanakan kegiatan Pengolahan dan/atauPemurnian yang optimum sesuai
dengan rencana kerja dan memenuhi kelaikan teknis.
- menyediakan segala peralatan, perlengkapan, alat pelindung diri, fasilitas,
personil, dan biaya yang diperlukan untuk terlaksananya ketentuan
keselamatan pertambangan; dan
- membentuk dan menetapkan organisasi bagian keselamatan pertambangan
berdasarkan pertimbangan jumlah pekerja, sifat, atau luas area kerja.
- keselamatan kerja pertambangan yang meliputi :
Manajemen risiko, program keselamatan kerja yang meliputi pencegahan
terjadinya kecelakaan, kebakaran, dan kejadian lain yang berbahaya;
pendidikan dan pelatihan keselamatan kerja; administrasi keselamatan kerja;
manajemen keadaan darurat; inspeksi keselamatan kerja; dan pencegahan dan
penyelidikan kecelakaan;
- kesehatan kerja pertambangan meliputi program kesehatan pekerja/buruh,
higienis dan sanitasi, ergonomis, pengelolaan makanan, minuman, dan gizi
pekerja/buruh, dan/atau diagnosis dan pemeriksaan penyakit akibat kerja; dan
lingkungan kerja pertambangan yang memuat peraturan perusahaan,
pengukuran, penilaian, dan pengendalian terhadap kondisi lingkungan kerja
- sistem dan pelaksanaan pemeliharaan/perawatan sarana, prasarana, instalasi,
dan peralatan pertambangan sebagai berikut: 1. merencanakan sistem
pemeliharaan atau perawatan sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan
pertambangan; 2. menunjuk penanggung jawab dalam system pemeliharaan
atau perawatan sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan pertambangan; dan
3. melaksanakan sistem pemeliharaan atau perawatan sarana, prasarana,
instalasi, dan peralatan pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan dan standar nasional atau internasional yang diakui;
- Pengamanan Instalasi
- tenaga teknis bidang keselamatan operasi yang kompeten;
- kelayakan sarana, prasarana instalasi, dan peralatan pertambangan dengan
melaksanakan uji dan pemeliharaan kelayakan;
- evaluasi laporan hasil kajian teknis pertambangan;
- keselamatan bahan peledak dan peledakan;
- keselamatan fasilitas pertambangan;
- keselamatan Eksplorasi;
- keselamatan tambang permukaan;
- keselamatan tambang bawah tanah; dan
- keselamatan kapal keruk/isap.
- Wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
1. Identifikasi Bahaya K3
Setiap kegiatan di pertambangan, di seluruh project area, berpotensi bahaya. Mulai
dari eksplorasi hingga pasca tambang sangat berisiko bahaya. Oleh karena itu guna
mencegah timbulnya bahaya maka dilakukan identifikasi bahaya di setiap
pekerjaan. Bahkan di pekerjaan kantorpun berpotensi bahaya. Setelah
diidentifikasi, dilakukan analisis risiko.
2. Penyusunan Program
Sebagai tindak lanjut identifikasi dan analisis risiko, adalah menyiapkan program
K3, meliputi :
- Sosialisasi tentang K3 bagi seluruh jajaran karyawan dan manajemen
- Mengikutkan diklat K3
- Mengikutkan sertifikasi profesi K3
- Menempatkan karyawan sesuai kualifikasinya
- Rotasi antar departemen/divisi kerja
- Melakukan pengawasan : harian, mingguan, bulan.
- Menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan
- Menerapkan ISO yang terkait.
B. Saran
Dalam praktikum, setiap mahasiswa perlu mempraktikkan pengelolaan K3 agar
dapat memahami dan melaksanakan program K3 sesuai dengan program yang ada
di perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai