STENOSIS
Amik Indrayani, Ni Nyoman1, Budiarta, I.B2
1
Resident at Department of General Surgery, Prof IGNG Ngoerah General Hospital, Denpasar, 2Staff at
Department of General Surgery, Prof IGNG Ngoerah General Hospital, Denpasar
*Correspondence author: Ni Nyoman Amik Indrayani; Prof IGNG Ngoerah General Hospital, Denpasar, Bali;
e-mail: indrayani.amik@gmail.com
ABSTRAK
Pendahuluan : Stenosis vena sentral adalah masalah yang sering terjadi terutama pada pasien
yang menjadi hemodialisa dalam jangka waktu yang lama. Insiden terjadinya stenosis vena
sentral adalah 25 – 40 %. Hampir 80% pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir di
Amerika Serikat memulai hemodialisa menggunakan kateter sehingga berakibat cedera vena
sentral sangat umum terjadi.
Kasus : Seorang laki-laki usia 59 tahun datang dengan keluhan bengkak pada tangan kanan
dan wajah bagian kanan. Keluhan disertai adanya nyeri dan yang terus menerus. Pasien telah
menjalani cuci darah selama 5 tahun dengan riwayat penggunaan akses vaskuler berupa
keteterisasi vena sentral dan fistula arteriovenosa. Untuk saat ini pasien menjalani
hemodialisa dengan menggunakan akses fistula arteriovenosa pada tangan kanan. Terapi
endonvaskular berupa venoplasty dilakukan pada pasien ini. Tiga bulan setelah venoplasty,
sudah tidak didapatkan bengkak pada wajah dan bengkak pada tangan kanan sudah
berkurang. Akses hemodialisa dapat digunakan dengan lancar.
Diskusi : Panyebab utama terjadinya stenosis vena sentral adalah pada pasien hemodialisa
adalah penggunaan kateterisasi vena sentral dan dan status aliran tinggi pada fistula
arteriovenosa (AVF) atau graft, yang selanjutnya menyebabkan hiperplasia dan stenosis
intima vena. Terapi pembedahan terbuka atau terapi endovaskular dapat dilakukan pada
pasien dengan stenosis vena sentral. Pengobatan stenosis vena sentral dikatakan berhasil jika
sisa dari stenosis mencapai 30% atau kurang, gejala yang muncul akibat stenosis membaik,
serta perbaikan dalam peningkatan tekanan vena selama hemodialisa.