Anda di halaman 1dari 11

A.

Pengertian Kebidanan Komunitas


Definisi bidan menurut International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut
dan diadopsi oleh seluruh organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan
Federation of International Gynecologist Obstetrition (FIGO). Definisi tersebut secara
berkala di review dalam pertemuan Internasional (Kongres ICM). Definisi terakhir disusun
melalui konggres ICM ke 27, pada bulan Juli tahun 2005 di Brisbane Australia ditetapkan
sebagai berikut: Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan
yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi
untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik
bidan.
Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel,
yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat
selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung
jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini
mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan
anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan
kegawat-daruratan.

Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak
hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus
mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada
kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak.

Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah
Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya. 

Untuk Indonesia pengertian bidan sama dengan definsi diatas, menurut Kepmenkes
no.900/Menkes/SK/VII/2002 “Bidan” adalah seorang wanita yang telah mengikuti program
pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku.

Dengan memperhatikan aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat Indonesia, maka Ikatan
Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah: seorang perempuan yang
lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara
Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan
atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan.

Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang
bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama
masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab
sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup
upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan
akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat-
daruratan.

Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya
kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus
mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada
kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak.
Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah
Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.
Kebidanan/Midwifery
Kebidanan adalah satu bidang ilmu yang mempelajari keilmuan dan seni yang
mempersiapkan kehamilan, menolong persalinan, nifas dan menyusui, masa interval dan
pengaturan kesuburan, klimakterium dan menopause, bayi baru lahir dan balita, fungsi–
fungsi reproduksi manusia serta memberikan bantuan/dukungan pada perempuan, keluarga
dan komunitasnya 

Pelayanan Kebidanan (Midwifery Service)


Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan
oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi
atau rujukan. 

Praktik Kebidanan
Praktik Kebidanan adalah implementasi dari ilmu kebidanan oleh bidan yang bersifat
otonom, kepada perempuan, keluarga dan komunitasnya, didasari etika dan kode etik bidan\

Manajemen Asuhan Kebidanan


Manajemen Asuhan Kebidanan adalah pendekatan dan kerangka pikir yang digunakan oleh
bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari
pengumpulan data, analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Asuhan Kebidanan 
Asuhan kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh
bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat
kebidanan 

Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab
dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah dalam
bidang kesehatan ibu masa hamil, masa persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga
berencana.

B.Sejarah perkembangan bidan


Hari Bidan se-Dunia ("International Day of the Midwife", IDM ), pertama kali
diadakan pada tanggal 5 Mei 1991 dan sampai saat ini telah dirayakan oleh lebih dari 100
negara anggota "International Confederation of Midwife" (ICM atau Konfederasi Bidan se-
Dunia). Peringatan Hari Bidan se-Dunia tersebut diadakan untuk menghormati jasa para
bidan yang pada tahun 1987 mengadakan "International Confederation of Midwives
Conference" di Belanda. Adapun ide untuk membentuk organisasi bidan internasional
dimulai di Belgia pada tahun 1919, ketika itu banyak asosiasi kebidanan nasional di berbagai
negara yang kemudian membentuk Uni Bidan Internasional, yang mengadakan Kongres
Internasional Pertama pada tahun 1922. Pada waktu itu hanya diwakili oleh negara-negara di
Eropa saja. Pertemuan selanjutnya diadakan berturut-turut pada tahun 1932, 1934, 1936 dan
1938. Meskipun selama perang banyak catatan organisasi yang hilang, namun laporan
tentang diadakannya kongres-kongres tersebut masih dapat diselamatkan.

Saat kongres-kongres tersebut para pemrakarsa menawarkan gagasan yang menarik dalam
masalah yang dihadapi oleh para bidan dalam konteks tahun 1930-an. Diantaranya adalah
meningkatnya pengangguran masal, kemiskinan di perkotaan dan pedesaan dan gizi buruk,
bangkitnya fasisme dan belakangan tentang adanya kemungkinan perang yang akan datang.

Berbasis di Perancis setelah perang dunia kedua, disepakati pada tahun 1953 diadakan
"World Congress" bidan pertama, yang berlangsung di London pada tahun 1954. Pada
Kongres tersebut disepakatilah nama baru organisasi yaitu "International Confederation of
Midwife" (ICM) serta AD/ART baru. Sekretariat ICM disepakati pada "Royal College of
Midwives" (RCM) yang berkantor pusat di London. Presiden RCM, Nora Deane, kemudian
terpilih sebagai Presiden ICM pertama dan Marjorie Bayes terpilih sebagai Sekretaris
Eksekutif, yang dijabatnya sampai tahun 1975.

Di Indonesia sendiri setiap tanggal 24 Juni diperingati pula sebagai Hari Bidan Nasional.
Sejarah lahirnya Hari Bidan Indonesia ini diawali dari Konferensi Bidan Pertama di Jakarta
pada tanggal 24 Juni 1951 atas prakarsa para bidan senior yang berdomisili di Jakarta. Dalam
sejarah bidan Indonesia juga menyebutkan bahwa tanggal 24 Juni 1951 dipandang sebagai
hari lahirnya Ikatan Bidan Indonesia (IBI). Konferensi bidan pertama tersebut telah berhasil
meletakkan landasan yang kuat serta arah yang benar bagi perjuangan bidan selanjutnya,
yaitu mendirikan sebuah organisasi profesi bernama Ikatan Bidan Indonesia (IBI), yang
berbentuk kesatuan, bersifat Nasional, berazaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.

Pada konferensi IBI saat itu juga dirumuskan tujuan IBI, yaitu:
a. Menggalang persatuan dan persaudaraan antar sesama bidan serta kaum wanita pada
umumnya, dalam rangka memperkokoh persatuan bangsa.
b. Membina pengetahuan dan keterampilan anggota dalam profesi kebidanan, khususnya
dalam pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta kesejahteraan keluarga.
c. Membantu pemerintah dalam pembangunan nasional, terutama dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
d. Meningkatkan martabat dan kedudukan bidan dalam masyarakat.

Dengan landasan dan arah tersebut, dari tahun ke tahun IBI terus berkembang dengan hasil-
hasil perjuangannya yang semakin nyata dan telah dapat dirasakan manfaatnya baik oleh
masyarakat maupun pemerintah Indonesia sendiri.

Adapun sejarah panjang pendidikan bidan di Indonesia dimulai pada tahun 1851. Pendidikan
bidan saat itu adalah masa penjajahan Belanda. Seorang dokter militer Belanda, Dr. W.
Bosch membuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia. Pendidikan ini tidak
berlangsung lama karena kurangnya peserta didik dikarenakan adanya larangan bagi wanita
untuk keluar rumah. Kemudian pada tahun 1902 pendidikan bidan dibuka kembali bagi
wanita pribumi di Rumah Sakit militer di Batavia serta tahun 1904 pendidikan bidan bagi
wanita Indo dibuka di Makasar. Lulusan dari pendidikan ini harus bersedia ditempatkan di
mana saja tenaganya dibutuhkan dan mau menolong masyarakat yang tidak atau kurang
mampu secara cuma-cuma. Lulusan ini mendapat tunjangan dari pemerintah kurang lebih 15-
25 Gulden per bulan. Yang kemudian dinaikkan menjadi 40 Gulden perbulan pada tahun
1922.

Adapun juga pada tahun 1911/1912, dimulai pendidikan tenaga keperawatan secara terencana
di CBZ (RSUP) Semarang dan Batavia. Calon yang diterima adalah dari HIS (pendidikan
setara SD saat ini) dengan pendidikan keperawatan selama 4 tahun dan pada awalnya hanya
menerima peserta didik pria, namun pada tahun 1914 kemudian diterima juga peserta didik
wanita pertama. Bagi perawat wanita yang lulus bisa melanjutkan kependidikan bidan selama
2 tahun. Untuk perawat pria dapat meneruskan pendidikan keperawatan lanjutan selama dua
tahun juga.

Selanjutnya, pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1935 mulai mendidik bidan lulusan
Mulo (setingkat SLTP bagian B) dan hampir bersamaan dengan itu dibuka sekolah bidan di
beberapa kota besar antara lain: di Jakarta di Rumah Sakit Bersalin Budi Kemulyaan, RSB
Palang Dua dan RSB Mardi Waluyo di Semarang. Pada tahun itu juga dikeluarkan peraturan
yang membedakan lulusan bidan berdasarkan latar belakang pendidikan. Yaitu:
- Bidan dengan latar pendidikan Mulo dengan lama pendidikan 3 tahun disebut bidan kelas
satu.
- Bidan dari lulusan perawat (mantri) disebut bidan kelas dua.
Perbedaan ini sangat berpengaruh dalam hal gaji pokok dan tunjangan bagi bidan.

Pada masa kemerdekaan Indonesia, maka pada tahun 1950-1953 dibuka sekolah bidan dari
lulusan SMP dengan batasan usia minimal 17 tahun dengan lama pendidikan 3 tahun.
Mengingat tenaga untuk menolong persalinan cukup banyak maka kemudian dibuka lagi
pendidikan pembantu bidan disebut Penjenang Kesehatan E (PK/E) atau pembantu bidan
(Pendidikan ini dilanjutkan sampai tahun 1976 lalu kemudian sekolah itu ditutup). Peserta
didik PK/E ini adalah lulusan SMP ditambah 2 tahun kebidanan dasar. Lulusan PK/E
kemudian sebagian besar melanjutkan ke pendidikan bidan dengan tambahan waktu selama 2
tahun.

Tahun 1953 dibuka kursus tambahan bidan (KTB) di Yogyakarta. Lamanya kursus tersebut
antara 7-12 minggu. Tahun 1960 KTB kemudian dipindahkan ke Jakarta. Tujuan KTB adalah
untuk memperkenalkan kepada lulusan bidan mengenai perkembangan program KIA dalam
pelayanan kesehatan masyarakat, sebelum lulusan tersebut memulai tugasnya sebagai bidan,
terutama menjadi bidan di BKIA (Tapi kemudian pada tahun 1967 KTB ini ditutup).

Pendidikan guru bidan secara bersama-sama dengan guru perawat dan perawat kesehatan
masyarakat dibuka di Bandung pada tahun 1954. Pada awalnya pendidikan ini hanya
berlangsung satu tahun, akan tetapi kemudian menjadi 2 tahun dan terakhir berkembang
menjadi 3 tahun. Pada awal tahun 1972, institusi pendidikan ini lalu dilebur menjadi Sekolah
Guru Perawat (SGP). Pendidikan ini menerima calon dari lulusan sekolah perawat dan
sekolah bidan.

Pada tahun 1970 dibuka program pendidikan bidan yang menerima lulusan dari Sekolah
Pengatur Rawat (SPR) dengan tambahan pendidikan 2 tahun yang disebut Sekolah
Pendidikan Lanjutan Jurusan Kebidanan (SPLJK), akan tetapi pendidikan ini tidaklah
dilaksanakan merata di seluruh provinsi di Indonesia kala itu.

Selanjutnya, mengingat jenis tenaga kesehatan menengah dan bawah sangat banyak (24
kategori), maka pada tahun 1974, Depkes R.I. kemudian melakukan penyederhanaan
pendidikan tenaga kesehatan non-sarjana. Sekolah bidan pun ditutup dan dibuka Sekolah
Perawat Kesehatan (SPK) dengan tujuan adanya tenaga "multi purpose" di lapangan, dimana
salah satu tugasnya adalah menolong persalinan normal. Namun karena adanya perbedaan
falsafah dan kurikulum, terutama yang berkaitan dengan kemampuan seorang bidan, maka
tujuan pemerintah agar SPK dapat menolong persalinan tidak tercapai atau terbukti tidak
berhasil. Dalam periode tahun 1975-1984 ini institusi pendidikan bidan ditutup, sehingga
dalam 10 tahun Indonesia tidak menghasilkan bidan. Namun organisasi profesi bidan (IBI)
tetap ada dan terus berkembang. Sempat pada tahun 1981 dibuka pendidikan diploma I
Kesehatan Ibu dan Anak, namun pendidikan ini hanya berlangsung 1 tahun serta saat itu tidak
diberlakukan oleh seluruh institusi pendidikan.

Titik terang pendidikan bidan pun terbit kembali. Pada tahun 1985 dibuka lagi Program
Pendidikan Bidan (PPB) yang menerima lulusan dari SPR dan SPK. Pada saat itu dibutuhkan
bidan yang memiliki kewenangan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak
serta keluarga berencana di masyarakat. Lama pendidikannya 1 tahun dan lulusannya
dikembalikan kepada institusi yang mengirimkan. Selanjutnya pada tahun 1989 dibuka
"crash" program pendidikan bidan secara nasional yang memperbolehkan lulusan SPK untuk
langsung masuk program pendidikan bidan. Program ini dikenal sebagai Program Pendidikan
Bidan A (PPB/A), lama pendidikannya 1 tahun dan lulusannya kemudian ditempatkan di
desa-desa, dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan terutama pelayanan
kesehatan terhadap ibu dan anak di daerah pedesaan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan keluarga dan menurunkan angka kematian ibu dan anak. Untuk itu pemerintah
menempatkan bidan di setiap desa sebagai PNS golongan II. Lalu pada tahun 1996
dimulailah era status bidan di desa sebagai pegawai tidak tetap (bidan PTT) dengan kontrak
selama 3 tahun dengan pemerintah, yang kemudian dapat diperpanjang sampai dua kali tiga
tahun. Penempatan bidan ini menyebabkan orientasi sebagai tenaga kesehatan berubah. Bidan
harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya dan tidak hanya dibekali dengan kemampuan
klinik sebagai bidan, tetapi juga kemampuan untuk berkomunikasi, konseling dan
kemampuan untuk menggerakkan masyarakat desa dalam meningkatkan taraf kesehatan ibu
dan anak. Program Pendidikan Bidan A diselenggarakan dengan peserta didik yang cukup
besar. Sehingga diharapkan pada tahun 1996 sebagian besar desa sudah memiliki minimal
seorang bidan. Namun, lulusan pendidikan ini kenyataannya juga tidak memiliki kemampuan
dan keterampilan yang diharapkan dari seorang bidan profesional, karena pendidikannya
yang terlalu singkat dan jumlah peserta didik terlalu besar dalam kurun waktu satu tahun
akademik, sehingga kesempatan peserta didik untuk praktik klinik kebidanan sangatlah
kurang, sehingga tingkat kemampuan yang dimiliki seorang bidan juga ikut berkurang.

Pada tahun 1993, dibuka Program Pendidikan Bidan B (PPB/B) yang peserta didiknya adalah
lulusan AKPER dengan lama pendidkan 1 tahun. Tujuan pendidikan ini adalah untuk
mempersiapkan tenaga pengajar pada PPB A. Akan tetapi berdasarkan penelitian terhadap
kemampuan klinik kebidanan dari lulusan ini, juga tidak menunjukkan kompetensi yang
diharapkan karena lama pendidikan yang juga hanya 1 tahun. Sehingga pendidikan ini hanya
berlangsung sebanyak 2 angkatan (1995 dan 1996), lalu kemudian ditutup. Pada tahun 1993
tersebut juga dibuka Program Pendidikan Bidan C (PPB/C) yang menerima peserta didik dari
lulusan SMP. Pendidikan ini dilakukan di 11 provinsi yaitu: Aceh, Bengkulu, Lampung,
Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Nusa
Tenggara Timur, Maluku dan Irian Jaya. Pendidikan ini memerlukan kurikulum 3700 jam
dan dapat diselesaikan dalam 6 semester.

Selain pendidikan bidan di atas, juga sejak tahun 1994-1995 pemerintah menyelenggarakan
uji coba pendidikan bidan jarak jauh ("Distance Learning") di tiga provinsi yaitu Jawa Barat,
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kebijakan ini dilakukan untuk memperluas cakupan upaya
peningkatan mutu tenaga kesehatan yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan peningkatan
mutu pelayanan kesehatan. Pengaturan penyelenggaraan ini diatur dalam SK Menkes No.
1247/Menkes/SK/XII/1994. Diklat Jarak Jauh (DJJ) bidan ini adalah ditujukan untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan bidan agar mampu melaksanakan
tugasnya dan diharapkan berdampak pada penurunan AKI dan AKB. DJJ bidan dilaksanakan
dengan menggunakan modul sebanyak 22 buah. Adapun pendidikan ini dikoordinasikan oleh
Pusdiklat Depkes dan dilaksanakan oleh Bapelkes di tingkat propinsi. Periode
pelaksanaannyaadalah:
- DJJ I (1995-1996) dilaksanakan di 15 propinsi
- DJJ II (1996-1997) dilaksanakan di 16 propinsi
- DJJ III (1997-1998) dilaksanakan di 26 propinsi
(Secara kumulatif dari tahap I-III diikuti oleh 6.306 dan 3.439 (55%) peserta dinyatakan
lulus)
- DJJ tahap IV (1998-1999) dilaksanakan di 26 propinsi dengan jumlah setiap propinsinya
adalah 60 orang kecuali Maluku, Irian Jaya dan Sulawesi Tengah masing-masing hanya 40
orang dan propinsi Jambi 50 orang.

Selain pelatihan DJJ, pada tahun 1994 juga dilaksanakan pelatihan pelayanan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal (LSS; "Life Saving Skill") dengan materi
pembelajaran berbentuk 10 modul. Pada tahun 1996 IBI bekerjasama dengan Depkes R.I. dan
"American College of Nursing Midwife" (ACNM) dan Rumah Sakit swasta mengadakan
"training of trainer" (ToT) kepada anggota IBI sebanyak 8 orang untuk LSS yang kemudian
menjadi tim pelatih inti LSS di PP IBI. Tim pelatih LSS ini kemudian mengadakan ToT dan
pelatihan baik untuk bidan di desa maupun bidan praktek swasta. Pelatihan praktek ini
dilaksanakan di 14 propinsi dan selanjutnya melatih secara swadaya, begitu juga guru atau
dosen dari D3 kebidanan.

Kemudian pada tahun 1995-1998 IBI bekerja sama langsung dengan "Mother Care"
melakukan pelatihan dan "peer review" bagi bidan RS, bidan Puskesmas, dan bidan di desa di
propinsi Kalimantan selatan. Pada tahun 2000 telah ada tim pelatih Asuhan Persalinan
Normal (APN) yang dikoordinasikan oleh "Maternal Neonatal Health" (MNH) yang sampai
saat ini telah melatih APN di beberapa propinsi/ kabupaten. Pelatihan LSS dan APN tidak
hanya untuk pelatihan pelayanan, tetapi juga melatih guru dan dosen-dosen dari Akademi
Kebidanan.

Selain melalui pendidikan formal dan pelatihan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan juga
diadakan seminar dan lokakarya organisasi ("Organization Development", OD) yang
dilaksanakan setiap tahun sebanyak 2 kali mulai tahun 1996 sampai dengan 2000 dengan
biaya dari UNICEF.

Saat ini telah banyak pendidikan bidan Diploma 3 dan 4 yang diselenggarakan oleh banyak
Universitas/ Fakultas, Sekolah Tinggi Kesehatan dan Politeknik Kesehatan di berbagai
daerah di Indonesia dan untuk Diploma 4 meskipun merupakan pendidikan vokasi (non-
sarjana), akan tetapi setelah lulus, gelarnya adalah Sarjana Sains Terapan (S.SiT). Bahkan
sejak tahun 2008 mulai dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Universitas Andalas
(Unand) Padang dan Universitas Brawijaya (UB) Malang sudah mengadakan pendidikan
Strata 1 kebidanan dengan gelar Sarjana Kebidanan (S.Keb.). Beberapa Universitas juga
sementara mempersiapkan pembukaan program S1 ini.

Untuk pendidikan Strata 2 sudah dibuka pada Unand Padang, Universitas Pajajaran (Unpad)
Bandung dan Stikes Muhammadiyah Gombong dan beberapa lagi sementara proses
pembukaan. Untuk S2 ini ada yang bisa dilanjutkan dari Diploma 4/ S.SiT, maupun S.Keb.
tergantung penyelenggaranya.

Adapun pendidikan S1 Kebidanan saat ini merupakan pendidikan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan antara tahap pendidikan Akademik dan tahap pendidikan Profesi.
Kurikulum pendidikan akademik rata-rata terdiri dari 144 sks yang ditempuh selama 6
semester yang terdiri dari mata kuliah keahlian (termasuk mata kuliah pilihan), praktikum,
tugas akhir dan memperoleh gelar Sarjana Kebidanan (S.Keb). Kurikulum pendidikan profesi
rata-rata terdiri dari 25-32 sks yang ditempuh selama 2-3 semester dan memperoleh gelar
Bidan (Bd.). Pemberian gelar Sarjana Kebidanan (S.Keb.) dan gelar Bidan (Bd.) diberikan
setelah menyelesaikan seluruh tahap, baik tahap pendidikan akademik maupun profesi.

Upaya yang dilakukan Depkes R.I. dalam mendukung tercapainya tujuan pembangunan
kesehatan adalah dengan mengembangkan berbagai Program Kesehatan yang pro rakyat,
yang salah satunya adalah Program Desa Siaga. Untuk mendukung Program Desa Siaga ini,
maka diperlukan tenaga bidan yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan lingkungan,
gizi masyarakat, promosi kesehatan dan surveilans. Sehubungan dengan hal tersebut, mulai
tahun 2008 Depkes R.I. (saat ini Kementerian Kesehatan, Kemenkes) bekerja sama dengan
Fakultas Kesehatan Masyarakat mengembangkan pendidikan S1 Kesehatan Masyarakat
Peminatan Kebidanan Komunitas. Untuk memudahkan calon peserta dalam mengikuti seleksi
akademik pada tahap pertama dilakukan secara serentak di Padang (wilayah Barat), Depok
(Wilayah Tengah), dan Makassar (Wilayah Timur). Ke depannya diharapkan dibukanya
program pendidikan Strata 3 untuk profesi bidan ini di Indonesia.

C. Tujuan Kebidanan Komunitas

Tujuan umum kebidanan komunitas adalah meningkatkan kemampuan masyarakat


agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Adapun tujuan khusus kebidanan
komunitas adalah:

1. Meningkatnya kemampuan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat dalam


pemahaman tentang pengertian sehat dan sakit

2. Meningkatnya kemampuan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat dalam


mengatasi masalah kesehatan

3. Terciptanya dukungan bagi individu yang terkait

4. Terkendali dan tertanggulanginya keadaan lingkungan fisik dan sosial untuk menuju
keadaan sehat yang optimal

5. Berkembangnya ilmu serta pelaksanaan kebidanan kesehatan masyarakat. Pelayanan


keperawatan langsung (direct care) terhadap individu, keluarga, dan

Untuk mencegah dan meningkatkan kesehatan masyarakat dilakukan melalui : Perhadan


langsung terhadap kesehatan seluruh masyarakat dan mempertim
kelompok dalam konteks komunitas bangkan bagaimana masalah atau issue kesehatan
masyarakat mempengaruhi keluarga, individu dan kelompoK

C.SASARAN BIDAN KOMUNITAS

Menurut UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, yang dimaksud dengan keluarga
adalah suami, istri, anak dan anggota keluarga lainnya. ( Syahlan, 1996 : 16 )

a.       Ibu             : pra kehamilan, kehamilan, persalinan, nifas dan masa interval.


b.      Anak          : meningkatkan kesehatan anak dalam kandungan, bayi, balita, pra sekolaH dan
sekolah.
c.       Keluarga    : pelayanan ibu dan anak termasuk kontrasepsi, pemeliharaan anak,
pemeliharaan ibu sesudah persalinan, perbaikan gizi, imunisasi dan kelompok usila
(gangrep).
d.      Masyarakat (community)  : remaja, calon ibu dan kelompok ibu.
Sasaran pelayanan kebidanan komunitas adalah individu, keluarga dan masyarakat baik yang
sehat, sakit maupun yang mempunyai masalah kesehatan secara umum (Meilani, Niken dkk,
2009 : 9).
Sasaran utama kebidanan komunitas adalah ibu dan anak balita yang berada didalam
keluarga dan masyarakat. Bidan memandang pasiennya sebagai makhluk social yang
memiliki budaya tertentu dan dipengaruhi oleh koondisi ekonomi, politik, sosiial budaya dan
lingkungan sekitarnya. Unsure-unsur  yang tercakup dalam kebidanan komunitas adalah
bidan, pelayanan kebidanan, lingkungan dan pengetahuan serta teknologi.
Kegiatan bidan dan jaringan kerja kebidanan komunitas sebenarnya kegiatan kebidanan
komunitas telah lama terlaksana di tengah-tengah masyarakat. Aktifitas kebidanan komunitas
terutama adalah melayani ibu dan balita diluar rumah sakit. Sebelum bekerja dikomunitas
seorang bidan harus mempunya kompetensi yaitu memberikan asuhan yang bermutu tinggi
dan komprehensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat.
Sasaran utama kebidanan komunitas adalah ibu dan anak balita yang berada disdalam
keluarga dan masyarakat. Bidan memandang pasiennya sebagai makhluk sosial yang
memiliki budaya tertentu dan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, politik, sosial budaya dan
lingkungan sekitarnya. Unsur-unsur  yang tercakup dalam kebidanan komunitas adalah bidan,
pelayanan kebidanan, lingkungan, pengetahuan serta teknologi.

Perkembangan nasional dibidang kesehatan bertujuan untuk mencapai kemampuan untuk


hidup sehat, bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
optimal. Untuk mewujudkan kesehatan masyarakat secara optimal diperlukan peran serta
masyarakat dan sumber daya masyarakat sebagai modal dalam pembangunan nasional,
termasuk keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat. Dalam upaya mewujudkan
kesehatan masyarakat terutama dalam mencegah angka kematian ibu dan anak pemerintah
mencanangkan program safe motherhood yang berupa 6 pilar sebagai realisasi kerja, antara
lain : pelayanan keluarga berencana, asuhan antenatal, persalinan bersih dan aman, pelayanan
obsetrik neonatal, pelayanan kesehatan dasar, dan pelayanan kesehatan primer dengan
memberdayakan wanita.

Proses tumbuh kembang pada bayi sangat dipengaruhi oleh asupan gizi yang didapat, apalagi
masa 5 tahun pertama setelah anak lahir merupakan masa yang menentukan pembetukan fisik
, psikis serta intelegensinya.

Asuhan kebidanan pada keluarga merupakan asuhan kebidanan komunitas yang bertujuan
untuk meningkatkan derajat kesehatan keluarga. Dalam sebuah keluarga biasanya dijumpai
lebih dari satu permasalahan kesehatan. Misalnya adalah keluarga Tn. “H”, di dalam keluarga
ini terdapat dua masalah kesehatan yaitu  PHBS ,KB, dan  Merokok.

Keluarga Tn.”H” terdiri dari tujuh anggota keluarga dengan permasalahan kesehatan yang
terdapat pada anak balita, suami dan istri. Tn. “H” selaku kepala keluarga mempunyai
kebiasaan merokok yang sangat berbahya bagi dirinya sendiri dan juga orang-orang di
sekitarnya khususnya bagi sang istri dan anaknya yang baru berumur 2 tahun dan Bayi
berumur 7 bulan. 

Dari masalah- masalah tersebut nantinya akan dipilih dua yang menjadi prioritas dan harus
segera mendapatkan penanganan, di samping juga satu masalah lainya yang harus tetap dicari
solusinya.

E.PRINSIP PELAYANAN KEBIDANAN KOMUNITAS

1. Pelayanan kebidanan adalah pelayanan yang didasarkan pada perhatian terhadap


kehamilansebagai suatu bagian penting dari kesehatan untuk bayi baru lahir /
child birth
 sebagai suatu proses yang normal dan proses yang ditunggu-tunggu dalam kehidupan semua
wanita.
2. Informed consent, sebelum melakukan tindakan apapun berikan informasi kepada
klien danminta persetujuan klien terhadap tindakan medis yang akan dilakukan terhadap
dirinya
.3. Informed choice, wanita yang mau melahirkan diberikan pilihan dalam mengambil
keputusantentang proses melahirkan.
4. Bina hubungan baik dengan ibu yaitu dengan melakukan berbagai
pendekatan sisi kehidupan.
5. Berikan asuhan yang berkelanjutan.Pelayanan kebidanan komunitas memberikan
pelayanan dimana bidan melakukan kunjungan ke pasien yang bersifat promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif. Rumah sakit bukan merupakankebidanan komunitas karena
pelayanan klinis (pasien mengunjungi/meminta pelayanan, pelayanan berorientasi pada
pelayanan kuratif).Bidan di masyarakat bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain antara lain
dengan dokter perawat maternal.Peran nyata bidan di komunitas adalah home visite dalam
memberikan pelayanan ANC, INC,dan PNC. Peran bidan sebagai pelayanan, pendidik,
pengelola dan peneliti dimana bidan harusmampu menggerakkan masyarakat agar mau
menjaga kesehatan dan bidan harus mampumengelola upaya-upaya masyarakat untuk
meningkatkan kesehatan
  F.Ruang lingkup dan jaringan kerja Bidan di Komunitas

a.    Promotif
Menurut WHO promosi kesehatan adalah suatu proses membuat orang mampu meningkatkan
kontrol dan memperbaiki kesehatan, baik dilakukan secara individu, keluarga, kelompok
maupun masyarakat. Upaya promotif dilakukan antara lain dengan memberikan penyuluhan
kesehatan, peningkatan gizi, pemeliharaan kesehatan perorangan, pemeliharaan kesehatan
lingkungan, pemberian makanan tambahan, rekreasi dan pendidikan seks
b.    Preventif
Ruang lingkup preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan-
gangguan kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Upaya preventif dapat
dilakukan dengan melakukan imunisasi pada bayi, balita dan ibu hamil. Pemeriksaan
kesehatan berkala melalui posyandu, puskesmas maupun kunjungan rumah pada ibu nifas dan
neonatus. Pemberian tablet vitamin A dan garam beryodium pada ibu nifas dan anak balita.
Pemberian tablet tambah darah dan senam ibu hamil
c.    Kuratif
Diagnosis dini dan pertolongan tepat guna merupakan upaya untuk membantu menekan
angka kesakitan dan kematian pad ibu dan bayi. Diagnosis dini pada ibu dilakukan sejak ibu
hamil yaitu dengan cara melakukan deteksi dini/penapisan dini agar tidak terjadi
keterlambatan dikarenakan terjadi rujukan estafet ibu bersalin, ibu nifas sehingga ibu akan
mendapatkan pertolongan secara tepat guna. Untuk diagnosis dini pada anak dapat dilakukan
dengan cara pemantauan pertumbuhan dan perkembangannya baik oleh keluarga, kelompok
maupun masyarakat
Upaya meminimalkan kecacatan dilakukan dengan tujuan untuk merawat dan memberikan
pengobatan individu, keluarga atau kelompok orang yang menderita penyakit. Upaya yang
bisa dilakukan diantaranya dengan perawatan payudara ibu nifas dengan bendungan air susu,
perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis di rumah ibu bersalin, ibu nifas dan perawatan
tali pusat bayi baru lahir
d.    Rehabilitatif
Rehabilitasi merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderita yang dirawat di rumah
maupun terhadap kelompok tertentu yang menderita penyakit. Misalnya upaya pemulihan
bagi pencandu narkoba, penderita TBC dan lain-lain.

 Jaringan kerja/kemitraan
Dalam memberikan asuhan kebidanan komunitas, bidan harus mempunyai pandangan bahwa
masyarakat adalah mitra dengan fokus utama anggota masyarakat. Anggota masyarakat
sebagai intinya dipengaruhi oleh subsistem komunitas yaitu lingkungan, pendidikan,
keamanan dan transportasi, politik dan pemerintah, pelayanan kesehatan dan sosial,
komunikasi, ekonomi serta rekreasi. Salah satu cara untuk memahami dan mempelajari
subsistem-subsistem tersebut adalah dengan membimbing, menggerakkan dan
memberdayakan masyarakat melalui kemitraan.
Kemitraan bidan di komunitas dapat dilakukan dengan LSM setempat, organisasi masyarakat,
organisasi sosial, kelompok masyarakat yang melakukan upaya untuk mengembalikan
individu kelingkungan keluarga dan masyarakat.
Beberapa jaringan kerja bidan di komunitas antara lain Puskesmas, Puskesmas Pembantu,
Polindes, Posyandu, Bidan Praktek Mandiri/Swasta, Rumah pasien, Dasa Wisma dan PKK
Di Puskesmas bidan sebagai anggota tim diharapkan dapat mengenali kegiatan yang
dilakukan, mengenali dan menguasai fungsi dan tugas masing-masing, selalu berkomunikasi
dengan pimpinan dan anggota lainnya, memberi dan menerima saran serta turut bertanggung
jawab atas keseluruhan kegiatan tim dan hasilnya
Di Polindes, Posyandu, BPM/S dan di rumah pasien, bidan merupakan tim/leader yang
diharapakan mampu untuk berperan sebagai pengelola sekaligus pelaksana kegiatan
kebidanan di komunitas.

Anda mungkin juga menyukai