Anda di halaman 1dari 19

PERADABAN ISLAM DI MASA TIGA KERAJAAN

BESAR

Di susun oleh:

Kelompok : VII
Anggota : Muhammad Reza Alfianda (201841112)
M. habil alfathani ( 201841141)
Rachmat (201841132)

Dosen Pengasuh : MIFTAHUL KHAIRAT S.HI, MSY

JURUSAN EKONOMI SYARIAH


INSTISTUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
LHOKSEUMAWE 2022 M/1433 H
KATA PENGANTAR

Puji beserta syukur mari sama-sama kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya lah kita dapat berkumpul diruangan yang sederhana ini
Shlaawat beriring salam tak lupa pula saya panjatkan kepangkuan Nabi besar
Muhammad SAW. Yang mana telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang penuh
ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Ucapan terima kasih saya kepada Dosen pengasuh Mata Kuliah “SEJARAH
PERADABAN ISLAM”, yang mana telah membantu, mendorong serta memberi arahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul” PERADABAN ISLAM DI MASA
TIGA KERAJAAN BESAR ” ini.
Kritik dan saran yang dapat membangun senantiasa kami harapkan karena dengan adanya
kritik maupun saran kami dapat mengetahui dan memahaminya, dan kami akan memperbaikinya.
Dan mungkin ada kesalahan baik itu berupa materi, penulisan maupun pengetikan yang di
sengaja maupun tidak di sengaja, atas perhatiannya saya ucapakan terima kasih.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................
A. Latar Belakang...........................................................................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................................................
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Kerajaan Turki Usmani di Turki................................................................................
B. Kerajaan Safawi Di Persia.........................................................................................
C. Kerajaan Mughal Di India..........................................................................................
D. Kemunduran Dan Kehancuran Kerajaan Mughal......................................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan...............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA…............................................................................................……….
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setelah runtuhnya Dinasti Abbasiyah akibat serangan Tentara Mongol. banyak terjadi
permasalahan di daerah kekuasaan mereka sendiri, karena kerajaan-kerajaan kecil saling
berperang satu sama lain untuk memperebutkan kekuasaan. membuat suatu kemunduran dalam
politik islam kala itu.

Setelah terjadi kemunduran politik islam muncullah tiga kerajaan besar sebagai perintis kekuatan
politik islam yang baru yaitu kerajaan Turki Utsmani, kerajaan Safawi, dan kerajaan Mughal.
Dari tiga kerajaan tersebut pun memiliki latar belakang yang berbeda-beda seperti kerajaan Turki
Utsmani yang berasal dari bangsa Turki yang berasal dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah
Mongol dan daerah Negeri Cina yang setelah tiga abad kemudian mereka pindah ke Turkistan.
Lalu kerajaan Safawi yang dulu terbentuk bukan berasal dari kalangan bangsawan melainkan
berasal dari sekelompok tarekat kecil. Dan kerajaan Mughal yang berjaya di India.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses awal mula terbentuknya tiga kerajaan besar Islam?


2. Bagaimana perkembangan kekuasaan tiga kerajaan besar Islam?
3. Apa sebab tiga kerajaan besar Islam dapat runtuh?

C. Tujuan Penulisan

1. Agar dapat mengetahui proses awal mula terbentuknya tiga kerajaan besar Islam.
2. Agar dapat mengetahui perkembangan kekuasaan tiga kerajaan besar Islam.
3. Agar dapat mengetahui sebab ketiga kerajaan besar Islam runtuh.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kerajaan Turki Utsmani di Turki

1. Kerajaan Turki Utsmani

Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah
Mongol dan daerah utara Negeri Cina. Sebuah kelompok muslim dibawah pimpinan Ertoghrul
yang mengabdikan diri kepada Sultan Dinasti Saljuk Rum di dataran tinggi Asia Kecil, yakni
Sultan Alauddin II yang saat itu sedang berperang melawan Bizantium. Atas jasa baik Ertoghrul
yang akhirnya membuat kemenangan perang bagi Sultan Alauddin II, maka Sultan Alauddin II
menghadiahi sebidang tanah kecil kepada Ertoghrul. Yang kemudian terus berkembang menjadi
sebuah ibu kota yang diberi nama Syukud.

Ertoghrul meninggal dunia tahun 1289 M. Kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya,


yaitu Utsman bin Ertoghrul bin Sulaiman Syah bin Kia Alp 1, di bawah Sultan Alauddin II hingga
1300 M. Kemudian Bangsa Mongol menyerang kerajaan Saljuk dan Sultan Alauddin II terbunuh,
mengakibatkan terpecahnya kerajaan Saljuk menjadi beberapa kerajaan kecil. Utsman pun
menyatakan kemerdekaan penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah, kerajaan Turki
Utsmani dinyatakan berdiri. Pemimpin pertamanya adalah Utsman yang sering juga disebut
Utsman I bergelar Padisyah al-Utsman

Ekspansi besar-besaran dilakukan Utsman I ketika masa pemerintahannya antara tahun


1290 M hingga 1326 M. Ketika Utsman I meninggal dunia, maka misi ekspansi wilayah
dilanjutkan oleh pemimpin-pemimpin selanjutnya. Namun, ketika masa pemerintahan Sultan
Bayazid I ekspansi kerajaan Turki Utsmani sempat terhenti beberapa lama ketika ekspansi
diarahkan ke Konstantinopel. Serangan tak terduga kepada kerajaan Turki Utsmani dilakukan
oleh tentara Mongol yang kala itu dipimpin oleh Timur Lenk, pertempuran hebat terjadi di

1
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2008, h. 248
Ankara tahun 1402 M dan menewaskan Sultan Bayazid I bersama putranya dalam tawanan pada
tahun 1403 M.2

Kerajaan Turki Utsamani mencapai kegemilangannya pada saat kerajaan ini dapat
menaklukkan pusat peradaban dan pusat agama Nasrani di Bizantium, yaitu Konstantinopel.
Sultan Muhammad II yang bergelar al-Fatih (1415-1484 M) dapat mengalahkan Bizantium dan
menaklukkan Konstantinopel pada 28 Mei tahun 1453 M dan mengganti nama Konstantinopel
menjadi Istanbul, kemudian menjadikannya sebagai ibukota. Sultan Muhammad II mengubah
gereja Aya Sophia menjadi sebuah masjid yang megah tempat ibadah penduduk muslim.

Kerajaan Turki Utsmani yang memerintah hampir tujuh abad lamanya (1299-1924 M), dan
diperintah oleh 38 Sultan. Mereka itu adalah :

1. Utsman I (1299-1326 M)
2. Orkhan (Putra Utsman I) (1326-1359 M)
3. Murad (Putra Orkhan) (1359-1389 M)
4. Bayazid I (Putra Murad I) (1389-1402 M)
5. Muhammad I (Putra Bayazid I) (1403-1421 M)
6. Murad II (Putra Muhammad I) (1421-1451 M)
7. Muhammad II al Fatih (Putra Murad II) (1451-1481 M)
8. Bayazid II (Putra Muhammad II) (1481-1512 M)
9. Salim I (Putra Bayazid II) (1512-1520 M)
10. Sulaiman I al Qanuni (Putra Salim I) (1520-1566 M)
11. Salim II (Putra Sulaiman I) (1566-1573 M)
12. Murad II (Putra Salim II) (1573-1596 M)
13. Muhammad II (Putra Murad III) (1596-1603 M)
14. Ahmad I (Putra Muhammad III) (1603-1617 M)
15. Mustafa I (Putra Muhammad III) (1617-1618 M)
16. Suman I (Putra Ahmad III) (1618-1622 M)
17. Murad I (Yang kedua kalinya) (1622-1623 M)
18. Murad IV (Putra Ahmad I) (1623-1640 M)
19. Ibrahim I (Putra Ahmad I) (1640-1648 M)
2
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, cet. 24, h. 130-131
20. Muhammad II (Putra Ibrahim I) (1648-1687 M)
21. Sulaiman I (Putra Ibrahim I) (1687-1691 M)
22. Ahmad II (Putra Ibrahim I) (1691-1695 M)
23. Mustafa II (Putra Muhammad IV) (1695-1703 M)
24. Ahmad II (Putra Muhammad IV) (1703-1730 M)
25. Mahmud I (Putra Mustafa II) (1730-1754 M)
26. Utsman III (Putra Mustafa II) (1754-1757 M)
27. Mustafa III (Putra Ahmad III) (1757-1774 M)
28. Abdul Hamid I (Putra Ahmad III) (1774-1788 M)
29. Salim III (Putra Mustafa III) (1789-1807 M)
30. Mustafa IV (Putra Abdul Hamid I) (1807-1808 M)
31. Mahmud II (Putra Abdul Hamid I) (1808-1839 M )
32. Abdul Majid (Putra Mahmud II) (--)
33. Abdul Aziz (Putra Mahmud II) ( -1861 M)
34. Murad V (Putra Abdul Majid I) (1861-1876 M)
35. Abdul Hamid II (Putra Abdul Majid I) (1876-1909 M)
36. Muhammad VI (Putra Abdul Majid I) (1909-1918 M)
37. Muhammad VI (Putra Abdul Majid I) (1918-1922 M)
38. Abdul Majid II (1922-1924 M)

Kejayaan Turki Utsmani terjadi pada abad ke-16, ketika wilayah yang dimiliki Dinasti
Turki Utsmani membentang dari Selat Persia di Asia sampai ke pintu gerbang Kota Wina di
Eropa dan dari laut Gaspienne di Asia sampai ke Aljazair di Afrika Barat.3

2. Kemajuan-kemajuan Kerajaan Turki Utsmani

a. Bidang Kemiliteran dan Pemerintahan

Kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi dengan baik dan teratur pada masa
pemerintahan Sultan Orkhan (1336-1359 M) mengadakan perombakan dalam tubuh organisasi
militer dalam bentuk mutasi personel pimpinan dan perombakan dalam keanggotaan. 4 Bangsa-
3
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Amzah, Jakarta, 2010, cet. 2, h. 196-199
4
Fatah Syukur NC, Sejarah Peradaban Islam, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2010, cet. 2, h. 138
bangsa non-Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil
diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata
berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenissari atau
Inkisyariyah.5

Keberhasilan ekspansi wilayah oleh militer kerajaan Turki Utsmani tersebut dibarengi pula
dengan terciptanya susunan pemerintahan yang teratur. Sultan sebagai penguasa tertinggi,
dibantu oleh Shadr al-A’zham (perdana menteri) yang membawahi Pasya (gubernur). Gubernur
mengepalai daerah tingkat I. Dibantu oleh beberapa orang Az-Zanaziq atau Al-Alawiyah
(bupati). Dan pengadilan tertinggi dipegang oleh seorang Mufti.

Untuk mengatur urusan pemerintahan pada masa Sultan Sulaiman I disusunlah sebuah kitab
Undang-Undang (qanun). Kitab tersebut diberi nama Multaqa al-Abhur, yang menjadi pegangan
hukum bagi kerajaan Turki Utsmani. Karena jasa besar Sultan Sulaiman I ini, maka dia digelari
al-Qanun.[6]

b. Bidang Ilmu Pengetahuan

Sebagai bangsa yang berdarah militer, Turki Utsmani lebih banyak memfokuskan kegiatan
mereka dalam bidang kemiliteran, sementara dalam bidang ilmu pengetahuan mereka tampak
tidak begitu menonjol.

c. Bidang Kebudayaan

Dalam bidang kebudayaan, Kerajaan Turki Utsmani telah melahirkan tokoh-tokoh terkenal pada
abad ke-16, 17, dan 18. Antara lain penyair yang bernama Nafi’ (1528-1636 M) dan Muhammad
Esat Efendi atau Galip Dede (1757-1799 M), penulis yang membawa pengaruh Persia yakni
Yusuf Nabi (1642-1712 M). Kemudian dalam bidang sastra Turki Utsmani memunculkan dua
tokoh terkemuka, yaitu Katip Celebi dan Evliya Celebi.

Adapun dalam bidang arsitektur bangunan. Turki Utsmani begitu berpengaruh di Turki seperti
arsitek dalam bangunan-bangunan masjid yang indah Masjid Sultan Muhammad al-Fatih, Masjid
Agung Sultan Sulaiman, dan Masjid Aya Sophia.

5
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, cet. 24, h. 134
3. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Turki Utsmani

Pada akhir kekuasaan Sulaiman al-Qanuni I kerajaan Turki Utsmani berada di tengah-tengah dua
kekuatan monarki Austria di Eropa dan kerajaan Safawiyah di Asia. Melemahnya kerajaan Turki
Utsmani setelah wafatnya Sultan Sulaiman I dan digantikan oleh Sultan Salim II membuat
kerajaan Turki Utsmani pada abad ke-19 mengalami kemunduran yang sangat tajam.

Munculnya berbagai macam pemberontakan, banyaknya daerah yang mulai memisahkan diri dan
mendirikan pemerintahan otonom yang merdeka, serta bangkitnya Mesir dibawah pimpinan Ali
Bey. Membuat kerajaan Turki Utsmani benar-benar mengalami masa kemunduran.

Berikut dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran kerajaan Turki


Utsmani :

a. Faktor Internal

1. Luasnya wilayah kekuasaan dan buruknya sistem pemerintahan, kurangnya keadilan serta
korupsi yang merajalela.

2. Heterogenitas penduduk dan agama, yang tidak sesuai dengan landasan kerajaan Turki
Utsmani sebagai negara militer.

3. Kehidupan para penguasa yang suka bermewah-mewahan.

4. Merosotnya perekonomian negara akibat peperangan yang berlangsung berabad-abad


lamanya.

b. Faktor Eksternal

1. Timbulnya gerakan nasionalisme di kalangan bangsa-bangsa yang tunduk pada kerajaan


Turki Utsmani.

2. Melemahnya militer kerajaan Turki Utsmani dikarenakan ketidak tersediaannya persenjataan


yang lengkap.

b. Kerajaan Safawi di Persia

1. Kerajaan Safawi
Ketika kerajaan Utsmani sudah mencapai puncak kemajuannya, kerajaan Safawi di Persia
baru berdiri. Kerajaan ini berkembang dengan cepat. Dalam perkembangannya, kerajaan Safawi
sering bentrok dengan Turki Utsmani.

Berbeda dari dua kerajaan besar Islam lainnya (Utsmani dan Mughal), kerajaan Safawi
menyatakan Syi’ah sebagai madzhab negara. Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan
tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat
Safawiyah, didirikan pada waktu yang hampir bersamaan dengan berdirinya kerajaan Utsmani.
Nama Safawi diambil dari nama pendirinya, Safi Al-Din (1252-1334 M) dan nama Safawi itu
terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan nama tersebut terus
dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan.

Dalam kecenderungan memasuki dunia politik dan perluasan politik keagamaan, kerajaan
Safawi mendapat wujud konkretnya pada masa kepemimpinan Juneid (1447-1460 M). Perluasan
kegiatan ini menimbulkan konflik antara Juneid dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam),
dalam konflik tersebut Juneid kalah dan diasingkan kesuatu tempat. Di tempat baru ini ia
mendapatkan perlindungan dari Diyar Bakr, Al-Koyunlu (domba putih) yang dinggal di istana
Uzun Hasan. Kemudian ia beraliansi secara politik dengan Uzun Hasan, ia juga mempersunting
saudara perempuan Uzun Hasan. Pada saat ia mencoba merebut Sircassia (1460 M), ia sendiri
terbunuh dalam pertempuran tersebut.

Ketika itu anak Juneid, Haidar, kepemimpinan gerakan Safawi baru bisa diserahkan
secara resmi pada tahun 1470 M. Hubungan Haidar dengan Uzun Hasan semakin erat setelah
Haidar mengawini salah seorang putri Uzun Hasan. Dari perkawinan ini lahirlah Ismail yang
dikemudian hari menjadi pendiri kerajaan safawi di Persia. Gerakan militer Safawi yang
dipimpin oleh Haidar dipandang sebagai rival politik oleh Al Koyunlu. Padahal, Safawi adalah
sekutu dari Koyunlu. Ketika Safawi menyerang wilayah Sircassia dan pasuka Sirwan, Al
Koyunlu mengirim bantuan militer kepada Sirwan sehingga pasukan Haidar kalah dan Haidar
sendiri terbunuh dalam peperangan itu.

Ali, putra dan pengganti Haidar, didesak oleh bala tentara untuk menuntut balas atas
kematian ayahnya terutama terhadap Al Koyunlu. Tetapi Ya’kub pemimpin Al Koyunlu dapat
menangkap dan memenjarakan ali bersama saudaranya, Ibrahim, Ismail, dan Ibunya, di Fars
selama empat setengah tahun (1489-1493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam, putra makhota
Al Koyunlu, dengan syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya. Setelah saudara
sepupu Rustam dapat dikalahan. Ali bersaudara kembali ke Ardabil. Akan tetapi tidak lama
kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara, dan Ali terbunuh dalam
serangan ini (1494 M).

Kepemimpinan gerakan safawi, selanjutnya berada ditangan Ismail. Pada tahun 1501 M,
pasukan Qizilbash (pasukan baret merah) menyerang dan mengalahkan Al Koyunlu di Sharur
dan memasuki serta menaklukkan Tabriz, ibukota Al Koyunlu, di Kota ini Ismail
memproklamasikan dirinya sebagai raja pertama dinasti Safawi. Ia juga disebut Ismail I.

Ismail I berkuasa selama 23 tahun, sepuluh tahun pertama ia dapat meluaskan wilayah
kekuasaan ke berbagai daerah. Pada tahun 1503 M. Ia berhasil menghancurkan sisa-sisa
kekuatan Al-Koyunlu di Hamadan. Tahun 1504 M ia menguasai provinsi Kaspia di Nazandaran,
Gurgan dan Yazd. Tahun 1505-1507 M. Ia menguasai Diyar Bakr. Tahun 1508 M, menguasai
Baghdad dan daerah barat daya Persia. Tahun 1509 M, menguasai Sirwan. Tahun 1510 M,
mengalahkan Syaibak Khan, keturunan Jenghis Khan, dan menguasai Khurasan, Heart dan
Merv. Dalam tempo sepuluh tahun itu wilayah kekuasaannya meliputi seluruh Persia dan bagian
Timur Bulan Sabit Subur ( Fertile Crescent) yaitu wilayah di Asia membentang dari laut Tengah
melalui daerah antara sungai Tigris dan sungai Eufrat hingga teluk Persia.6

Peperangan dengan Turki Utsmani terjadi pada tahun 1514 M di Chaldiran, dekat Tabriz.
Ismail menjumpai saingan saingan kepala batu yaitu Sultan Salim I dari Turki. Peperangan ini,
berasal dari kebencian Salim dan pengejaran terhadap seluruh umat muslim di Syi’ah di daerah
kekuasaannya. Fanatisme Sultan Salim memaksanya untuk membunuh 40.000 orang yang
didakwah setelah mengingkari ajaran-ajaran sunni.7 Dalam peperangan ini Ismail mengalami
kekalahan. Namun, kerajaan Safawi terselamatkan dengan pulangnya Sultan Utsmani ke Turki
karena trejadi perpecahan di kalangan militer Turki di negerinya.

6
Munir Subarman, Sejarah Kelahiran, Perkembangan dan Masa Keemasan Peradaban Islam, Penerbit Deepublish,
Yogyakarta, 2015, cet. 2, h. 275-276

7
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, cet. 24, h. 141-142
Peperangan antara dua kerajaan besar Islam ini terjadi beberapa kali pada zaman
pemerintahan Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II (1576-1577 M), dan Muhammad Khudabanda
(1577-1587 M). Pada masa tiga raja tersebut, kerajaan Safawi dalam keadaan lemah.

Kondisi memperihatinkan ini baru bisa di atasi setelah raja Safawi kelima, Abbas I, naik tahta. Ia
memerintah dari tahun 1588 sampai dengan 1628 M.8 langkah-langkah-langkah yang di tempuh
Abbas I dalam rangka memulihkan politik kerajaan Safawi adalah :

a. Mengadakan pembenahan administrasi dengan cara pengaturan dan pengontrolan dari


pusat.

b. Pemindahan ibukota ke Isfahan.

c. Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qiziblash atas kerajaan Safawi dengan cara
membentuk pasukan baru yang aggotanya terdiri atas budak-budak yang berasal dari tawanan
perang bangsa Georgia, Armenia, dan Sircassia yang telah ada sejak Raja Tamh I.

d. Mengadakan perjanjian perdamaian dengan Turki Utsmani.

e. Berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pada khotbah Jum’at.9

Usaha-usaha yang dilakukan Abbas I tersebut berhasil membuat kerajaan Safawi kuat
kembali. Setelah itu Abbas I muai memusatkan perhatiannya keluar dengan berusaha merebut
kembali wilayah-wilayah kekuasaan yang hilang. Pada tahun 1602 M, pasukan Abbas I berhasil
menguasai Tabriz, Sirwan, dan Baghdad, sedangkan kota-kota Nakhchivan, Erivan, Ganja, dan
Tiflis dapat dikuasai tahun 1605-1606 M. Selanjutnya pada tahun 1622 pasukan Abbas I
berhasil merebut kepulauan Hurmuz dan merubah pelabuhan Gumrun menjadi pelabuhan Bandar
Abbas.[11]

2. Kemajuan-kemajuan Kerajaan Safawi

Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi. Ia berhasil mengatasi
gejolak politik yang mengganggu stabilitas negara, dan sekaligus ia berhasil merebut kembali

8
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, cet. 24, h.142
9
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2008, h. 254-255
beberapa wilayah kekuasaan yang sebelumnya lepas tersebut oleh kerajaan Utsmani. Berikut
kemajuan-kemajuan yang ditorehkan selama Abbas I memegang kekuasaan kerajaan Safawi :

a. Bidang Ekonomi

Bukti nyata perkembangan perekonomian Safawi adalah dikuasainya Kepulauan


Hurmusz dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas pada masa Abbas I. Maka salah
satu jalur dagang menghubungkan antara Timur dan Barat sepenuhnya menjadi pemilik kerajaan
safawi. Disamping di sektor perdagangan, kerajaan safawi juga mengalami kemajuan di sektor
pertanian terutama di daerah Bulan Sabit Subur (Fortille crescent).

b. Bidang Ilmu Pengentahuan

Bangsa persia dalam sejarah islam dianggap berjasa besar dalam perkembangan ilmu
pengetahuan. Maka tidak mengherankan apabila kondisi tersebut terus berlanjut, sehingga
muncul ilmuan seperti Baha al-Din Asy-syaerozi, Sadar al-Din Asy-Syaerozi, Muhammad al-
Baqir al-Din ibn Muhammad Damad, masing-masing ilmuan di bidang filasafat, sejarah, teologi,
dan ilmu umum.

c. Bidang seni

Kemajuan seni arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah bangunan megah yang
memperindah ibukota kerajaan ini, sejumlah masjid, sekolah, rumah sakit, jembatan yang
memanjang di atas Zende Rud dan istana Chihilsutun kota Isfahan turut diperindah dengan
kebun wisata.[12]

3. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi

Sepeninggal Abbas I kerajaan Safawi berturut-turut di perintah oleh enam raja, yaitu Safi
Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman ( 1667-1694 M), Husain (1694-1722
M), Tahmaps II (1722-1732 M), dan Abbas III (1733-1736 M). Pada masa-masa raja tersebut,
kondisi kerajaan safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang tetapi malah
memperlihatkan kemunduranyang akhirnya membawa kepada kehancuran.
Pada saat kedudukan Sulaiman digantikan oleh Shah Husain. Para ulama Syi’ah
mendapatkan kekuasaan dan sering memaksakan pendapatnya terhadap penganut aliran Sunni.
Sikap ini membangkitkan kemarahan golongan Sunni Afganistan sehingga mereka memberontak
dan berhasil mengakhiri kekuasaan dinasti Safawi.

Selain itu diantara sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi ialah
konflik berkepanjangan dengan kerajaan Turki Utsmani. ketika mencapai kedamaian pada masa
Abbas I, tak lama kemudian Abbas meneruskan konflik tersebut dan tidak ada lagi perdamaian
antara kedua kerajaan besar islam itu.

Sebab lainnya yaitu dekadensi moral yang melanda sebagian para pemimpin kerajaan
Safawi. Seperti Sulaiman yang pecandu berat narkotika serta kehidupan malamnya. Begitu pula
degan Sultan Husein.

Penyebab penting lainnya yaitu karena pasukan Gulham tidak memiliki semangat perang
yang tinggi seperti Qizilbash.

C. Kerajaan Mughal di India

1. Kerajaan Mughal

Kerajaan Mughal didirikan oleh Zahiruddin Muhammad Babur yang lahir pada tanggal
24 Februari 1483 M. Ayahnya beranama Umar Syaikh Mirza keturunan kelima Timur Lenk,
seorang Amir Fargana. Sedangkan Ibunya adalah seorang putri keturunan langsung Jakutai putra
Jengkis Khan. Pada tahun 1494 M, ayahnya wafat dan usianya ketika itu baru 12 tahun. Babur
kemudian diangkat menjadi penguasa farghana menggantikan ayahnya yang telah wafat.
Meskipun masih relatif muda, Babur telah dipersiapkan untuk menjadi pemimpin yang tangguh.
Ambisi dan cita-citanya untuk menjadi penguasa Delhi tampaknya diilhami oleh kebesaran
kakeknya yaitu Timur Lenk.

India menjadi wilayah Islam pada masa Umayyah, yakni pada masa khalifah al-Walid.
Penaklukan wilayah ini dilakukan oleh pasukan Umayyahyang dipimpin oleh panglima
Muhammad ibn Qasim. Kemudian pasukan Ghaznawiyah di bawah pimpinan Sultan Mahmud
mengembangan Islam di wilayah wilayah ini dengan berhasil menaklukan seluruh kekuasaan
Hindu dan mengadakan pengislaman sebagian masyarakat India pada tahun 1020 M. Setelah
Ghaznawi hancur, munculah beberapa dinasti kecil yang menguasai negeri India, seperti dinasti
Khalji (1296-1316M.), dinasti Tuglag (1320-1412M.) dinasti Sayyid (1414-1451M.), dinasti
Lodi (1451-1526.).

Kerajaan Mongol dan Mughal di India memiliki kerterkaitan, karena sama-sama


didirikan oleh bangsa mongol dan keturunannya. Sedangkan pengambilan nama Mughal adalah
dari nama kebesaran bangsa Mongol.

2. Kemajuan-kemajuan Kerajaan Mughal

Kemenangan yang dicapai oleh Babur merupakan ancaman bagi para Raja Hindu di anak
benua India. Oleh karena itu, Babur dimana kepemimpinannya lebih banyak melakukan
konsolidasi ke dalam untuk memperkuat pasukannya dalam menghadapi berbagai emungkinan
serangan dari mereka dan disamping itu juga berusaha memperluas wilayah kekuasaannya.

Babur tidak lama untuk menikmati hasil-hasil kemenangannya. Dia meninggal dunia pada
tanggal 26 Desember.

Sepeninggal Babur, pemerintahan selanjutnya dipegang oleh anaknya Humayun. Selama


roda kepemimpinannya, kondisi pemerintahan tidak pernah stabil. Selain banyak menghadapi
pepperangan, ia harus menghadapi gerakan pemberontak Bahadur Syah penguasa gujarat dan
pertempuran besar dengan Sher Khan di Kanuj pada tahun 1540 M. Kemudian pada tahun 1556
M., Humayun meninggal.

Pemerintahan selanjutnya dipegang oleh Akbar (1556-1603 M.). kalau kita melihat
kondisi sosio-historis menjelang pemerintahan Akbar ini ternyata hindu-astrologi, kasta dan sihir
sudah mendarah daging. Dalam pemerintahan militeristik, Akbar adalah penguasa diktator.
Akbar juga menerapkan politik Sulakhul (toleransi universal). Dengan demikian, tida ada
perbedaan antar etnis dan agama.

Di dalam masalah agama, Akbar mempunyai pandangan liberal dan ingin mempersatuan
semua agama dalam satu agama yang diberi nama Din Illahi. Sebagaimana namanya Akbar
yang berarti agung atau besar, Akbar telah membuktikan usahanya yang luar biasa besarnya.
Selain memakmurkan rakyat dengan menghilangkan segala bentuk pajak, dia juga meluaskan
perekonomian dalam segala cabangnya, dan memperbesar perdagangan dengan luar negeri.
Kemajuan yang dicapai Akbar masih dapat dipertahankan oleh 3 Sultan berikutnya, yaitu
Jehangir (1605-1628 M.), Syah Jehan (1628-1658 M.), dan Aurangzeb (1658-1707 M.).

Diantara kemajuan-kemajuan yang sudah dicapai pada masa mughal adalah:

a. Bidang Politik

Sekalipun dalam pemerintahan kerajaan Mughal banyak diwarnai perebutan kekuasaan, namun
secara keseluruhan dari pemerintahannya masih dapat terkendali, terutama pada masa Akbar. Hal
itu disebabkan, para penguasa Mugha; menerapkan sistem militeristik dalam rangka
mempertahankan wilayahnya.

b. Bidang Ekonomi

Di bidang ekonomi, sektor pertanian menjadi bagian terpenting selain perdagangan, pajak dan
prindustrian. Dalam mengatur sektor pertanian, pemerintahan menerappkan sistem hubungan
petani berdasarkan lahan pertanian.

c. Bidang Seni dan Arsitektur

Pada masa sultan akbar telah digunakan tiga macam bahasa yaitu bahasa Arab sebagai
bahasa agama, bahasa Turki sebagai bahasa bangsawan, dan bahasa Persia sebagai bahasa istana
dan kesusastraan. Akbar juga menciptakan suatu bahasa baru yang merupakan gabungan ketika
bahasa tersebut di tambah dengan bahasa Hindu yaitu bahasa Urdu.

Karya seni lainnya yaitu karya-karya arsitektur yang sangat Indah. Pada masa Akbar
dibangun istana Fatpur Sikri di Sikri, vila-vila dan masjid-masjid megah. Pada masa Syah Jehan
dibangun Masjid berlapis mutiara yang diberi nama masjid Moti di Agra, Taj Mahal, Masjid
Raya Delhi, dan Istana Indah di Lahore.

Sedangkan karya seni yang paling menonjoladalah karya sastra gubahan penyair istana,
baik yang berbahasa Persia maupun Bahasa India.[13]

3. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Mughal

Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada dipuncak kejayaannya, para pelanjut
Aurangzeb tidak sanggup memmpertahankan kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan
sebelumnya. Pada abad ke- 18 M kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan
politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan,
gerakan sparatis Hindu di India Tengah, Sikh di belahan utara dan Islam dibagian timur semakin
lama semakin mengancam. Sementara itu, para pedagang inggris untuk pertama kalinya di
izinkan oleh Jehangir menanamkan modal di India, dengan didukung oleh kekuatan bersenjata
semakin kuat menguasai wilayah pantai.

Pada masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintah pusat memang sudah


muncul, tetapi dapat diatasi. Pemberontakanitu bermula dari tindakan-tindakan Aurangzeb yang
dengan keras menerapkan pemikiran puritanismenya. Setelah ia wafat, penerusnya rata-rata
lemah dan tidak mampu menghadapi problema yang ditinggalkannya.[14]

Konflik-konflik berkepanjangan mengakibatkan pengawasan terhadap daerah lemah.


Pemerintahan daerah satu-persatu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusat, bahkan
cenderung memperkuat posisi pemerintahannya masing-masing. Disintregasi wilayah kekuasaan
Mughal ini semakin diperburuk oleh sikap daerah, yang disamping melepaskan loyalitas
terhadap pemerintah pusat, juga mereka senantiasa menjadi ancaman serius bagi eksitensi dinasti
Mughal itu sendiri.

Ketika kerajaan Mughal memasuki keadaan yang lemah seperti ini, pada tahun itu juga,
perusahaan Inggris (EIC) yang sudah semakin kuat mengangkat senjata melawan pemerintah
kerajaan Mughal. Peperangan berlangsung berlarut-larut. Akhirnya, Syah Alam membuat
perjanjian damai dengan menyerahkan Oudh, bengal, dan orisa kepada Inggris.[15]
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari seluruh pembahasan makalah di atas, di sini kita bisa mengetahui bahwa ketiga
kerajaan besar Islam yaitu kerajaan Utsmani, kerajaan Safawi, dan kerajaan Mughal sangatlah
maju dalam bidang politik. Tetapi dari ketiga kerajaan tersebut pun memiliki konflik tersendiri
dan tak jarang mereka melakukan peperangan satu sama lain untuk perluasan daerah kekuasaan
masing-masing kerajaan. Dan tak khayal dari konflik-konflik tersebut yang terjadi
berkepanjangan membuat bumerang dari kerajaan mereka sendiri yang membuat mereka datang
kedalam masa akhir tiga kerajaan besar Islam.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Amzah

NC, Fatah Syukur. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Semarang : Pustaka Rizki Putra

Subarman, Munir. 2015. Sejarah Kelahiran, Perkembangan dan Masa Keemasan Peradaban
Islam. Yogyakarta : Deepublish

Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung : Pustaka Setia

Yatim, Badri. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai