Anda di halaman 1dari 57

SEMINAR PROPOSAL

PENGARUH FRAUD PENTAGON DALAM KECURANGAN LAPORAN

KEUANGAN

( Pada Perusahan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Tahun 2017-2021)

MUFARODAH NUR ILMI

NIM

5230019018

Dosen Pembimbing:

Dina Anggraeni Susesti,S.E, M.SA

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI BISNIS TEKNOLOGI DAN DIGITAL

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA

2023
DAFTAR ISI

BAB 1............................................................................................................................5
PENDAHULUAN.........................................................................................................5
A. Latar Belakang....................................................................................................5
B. Rumusan Masalah.............................................................................................13
C. Tujuan Penelitian..............................................................................................14
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dunia bisnis laporan keuangan menjadi cerminan dalam sebuah perusahaan.

Manajemen, pemilik, investor dan lainnya merupakan pihak – pihak supplier yang

menggunakan informasi laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan tolak ukur utama

dalam menilai suatu kinerja pada perusahaan. Mengingat pentingnya laporan keuangan

dalam suatu perusahaan akan memberikan hasil yang optimal jika penyajiannya memenuhi

karakteristik (Bawekes dkk., 2018).

Persyaratan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) menjelaskan bahwa tujuan dari

laporan keuangan adalah memberikan informasi posisi dan keadaan laporan keuangan,

kinerja keuangan, dan entitas. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) telah ditetapkan oleh

Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI), terdapat 4 karakteristik kualitatif dalam laporan

keuangan yaitu, Undestandability (pemahaman), compatibility (kesesuaian), relevance

(relevan), dan reliable (dapat diandalkan). Hal tersebut menjadi acuan setiap perusahaan

agar mendapatkan kesan baik. (Chandrawati dan Dyah Ratnawati 2021).

Menurut Abdulllah (2015) laporan keuangan juga dapat dipergunakan sebagai

penilaian kinerja perusahaan. penilaian kinerja adalah suatu proses evaluasi ekonomi dan

resiko perusahaan. Financial Accounting Concept (SFAC) No.1 menyimpulkan faktor

utama dalam penilaian kinerja dilihat dari hasil laba yang didapatkan. Penyajian laporan

keuangan terkadang tidak menjamin bahwa informasi yang diberikan merupakan keadaan

yang sebenarnya. Oleh karena itu informasi laba menjadi sangat penting sehingga pihak

manajemen dapat melakukan tindakan kecurangan (Setiawati dkk., 2021) .


Statment of auditing standards No.99 (AICPA, 2007) menyatakan kecurangan adalah

perbuatan disengaja dengan tujuan menciptakan salah saji material laporan keuangan.

Menurut Maharani (2018) kecurangan (fraud) termasuk tindakan yang bertentangan

dengan hukum dan merugikan pihak lain demi keuntungan pelaku. Hal ini dapat bersifat

finansial atau nonfinansial. Suatu perusahaan financial statement fraud merupakan suatu

kejadian yang disengaja dalam jumlah tertentu untuk menarik perhatian investor,

memperoleh harga jual yang tinggi sehingga mencapai tujuan perusahaan (Mintara dan

Hapsari 2021).

ACFE melaporkan bahwa fraud termasuk manipulasi yang dilakukan seseorang atau

kelompok dengan tujuan tertentu.. Association of Certified Fraud Examiners (ACFE )

merupakan lembaga internasional yang meneliti dan mencegah kecurangan di berbagai

bidang. Dalam ACFE mengklasifikasikan fraud dibagi menjadi tiga kategori yaitu

kecurangan aset berupa pencurian penyalagunaan aset, pemalsuan pernyataan meliputi

tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk menutupi kondisi keuangan

yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa laporan keuangan, korupsi meliputi

pertentangan kepentingan , penyuapan dan pemberian ilegal sehingga terjadinya

pemerasan (AFCE, 2019).


Grafik 1.1
Survei AFCE (Association of Certified Fraud Examiners)

90%
80%
70%
60%
korupsi
50%
penyalagunaan aset
40% 77% kecurangan laporan
64,4% keuangan
30%
53%
20%
10% 19% 28,9%
6,7% 11%
0% 4% 2%
2016-2017 2018-2019 2020-2021

(Sumber : Association of Certified Fraud Examiners )


Berdasarkan survei AFCE pada tahun 2016, seperti gambar diagram diatas

menjelaskan fraud pada tahun 2016 hingga 2017 dengan presentase 77% menduduki

korupsi, penyalagunaan aset 19% dan kecurangan laporan keuangan 4% . Kemudian pada

tahun 2018 AFCE menjelaskan hasil survei pada tahun 2018 hingga 2019 fraud terjadi di

Indonesia dengan presentase 28,9% menduduki penyalagunaan aset, korupsi 64,4%, dan

terakhir yaitu kecurangan laporan keuangan sebesar 6,7%. pada tahun 2020 hingga 2021

survei AFCE fraud menduduki penyalagunaan aset dengan presentase 53%, korupsi 11%

dan kecurangan laporan keuangan 2%.

Penulis telah melakukan pengamatan dalam kasus fraud yang terjadi di Indonesia

pada tahun 2017-2021 bahwa selama 5 tahun telah terjadi beberapa tindakan fraud. Pada

tahun 2017 tindakan kecurangan terjadi oleh PT. Tiga Pilar Sejahtera Tbk kemudian tahun

2018 hal tersebut terjadi pada PT. SNP Finance dan PT. Garuda Indonesia Tbk. Tahun
2019 kasus manipulasi laporan keuangan yang terjadi di Jiwasraya yang melibatkan

Direktur Utama, Kepala Divisi Investasi, dan Direktur Keuangan. Kasus pada tahun 2020

terjadi di perusahaan teknologi General Electric (GE), Tahun 2021 PT Kimia Farma Tbk

kembali terlibat kasus kecurangan pada penggunaan alat tes antigen covid-19 bekas yang

diperkirakan memperoleh keuntungan sebesar Rp 1,8 miliar sejak 2020.

Tabel 1.1 Fraud Financil Statement di Indonesia

No Berita Perusahaan Tahun

1. cnnindonesia.com PT. Tiga Pilar Sejahtera Tbk 2017

2. cnnindonesia.com PT. SNP Finance 2018

3. cnnindonesia.com PT. Garuda Indonesia Tbk 2018

4. CNBC Indonesia Jiwasraya 2019

5. Finance.detik.com Teknologi General Electric (GE) 2020

6. Cnnindonesia.com PT Kimia Farma Tbk 2021

Kasus yang terkait dengan kecurangan laporan keuangan pada perusahaan

manufaktur adalah kasus yang terjadi pada PT. Semen Indonesia Logistik. PT. Semen

Indonesia Logistik ini bertempat di banjarmasin. PT tersebut terkena kerugian sebesar Rp.

1.838.608.070. Hal ini dikarenakan salah satu seorang karyawan melakukan penggelapan

barang bangunan dan penjualan fiktif milik peerusahaan. Kejadian tersebut perusahaan

mengalami kerugian sebesar Rp. 1,8 miliar dan penurunan laba yang cukup signifikan.
kasus ini terungkap saat pihak audit menemukan pemalsuan terhadap nota transaksi

penjualan dan pengiriman terhadap 71 pelanggan ( https://kalsel.antaranews.com ). Dapat

disimpulkan pada kasus diatas tindakan fraud merupakan tindakan yang dilakukan karena

cerdiknya manusia dalam melakukan suatu hal apapun agar mendapatkan keuntungan

dengan cara penyajian yang salah.

Perusahaan manufaktur sangat rentan terjadinya tindakan fraud. Dikarenakan

karakter dari perusahaan tersebut adanya proses produksi mulai dari bahan baku hingga

bahan jadi yang tentunya banyak titik rentan yang akan digunakan tindakan fraud. Seperti

mengakui akun-akun yang tidak semestinya, melebih sajikan aset ( selain piutang usaha

yang berhubungan dengan kecurangan terhadap pengakuan pendapatan ), beban yang

kurang saji, penyalagunaan aset, dan tindakan lainnya.

Menurut Aminus (2018) terjadinya tindakan fraud maka semakin banyak yang

harus diteliti dengan baik, indikator – indikator yang digunakan untuk mengindifikasi

kecurangan semakin berkembang. Teori kecurangan yang melihat lebih mendalam

mengenai terjadinya kecurangan adalah teori fraud pentagon. Terdapat lima faktor yang

mempengaruhi terjadinya kecurangan yaitu pressure (tekanan), opportunity (peluang),

rationalization (rasionalisasi), competence (kompetensi), dan arrogance (arogansi)

(Agustina dan Pratomo 2019).

Ketika suatu perusahaan mendapatkan tekanan karena tidak stabilnya keuangan,

kemungkinan perusahaan akan melakukan tindakan kecurangan. Faktor yang menyebabkan

kecurangan berasal dari tekanan. Menurut Pratiwi dan Nurbaiti (2018) Tekanan (pressure)

merupakan dorongan seseorang untuk melakukan kecurangan yang memiliki rasa

kesempatan untuk melakukan tidakan tersebut. Tekanan akan terjadi dari pihak eksternal
dan internal. Hal tersebut terjadi akibat adanya penurunan entitas industri hingga ekonomi

(Yanti dan Munari, 2021). Pada penelitian ini pressure diproksikan dengan leverage.

leverage (tingkat hutang) adalah penggunaan aset dan sumber dana oleh perusahaan yang

memiliki beban tetap dengan maksud meningkatkan keuntungan potensial pemegang

saham. Menurut zaki (2017) , menyatakan bahwa faktor tekanan yang diproksikan denga

leverage berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan. Namun berbeda

dengan penelitian Septriani (2018) menyatakan bahwa leverage tidak berpengaruh positig

terhadap kecurangan laporan keuangan.

Faktor lain yang menyebabkan terjadinya kecurangan selain tekanan yaitu peluang.

Menurut Rahman (2018) opportunity (peluang) merupakan hal dasar yang dapat terjadi

kapan saja sehingga memerlukan pengawasan dari struktur perusahaan mulai dari atas.

Kecurangan terjadi akibat pengawasan yang buruk dan ketidakmampuan untuk

mengevaluasi kualitas kinerja hingga pelaku merasa bahwa tindakan yang dilakukan tidak

terdeteksi. Agustina dan Pratomo (2019) mengatakan bahwa peluang muncul karena

pengawasan yang tidak efektif. Sehingga timbulnya kesempatan yang terbuka bagi pihak

manajemen. Penelitian ini memproksikan dengan jumlah komite audit independen. Hasil

penelitian Septriani (2018) menunjukan jumlah komite audit independen berpengaruh

positif terhadap kecurangan laporan keuangan. Namun berbeda dengan hasil penelitian

Arisandi dan Verawaty (2017) bahwa jumlah komite audit independen tidak berpengaruh

terhadap kecurangan laporan keuangan.

Para pelaku kecurangan dalam menguatkan suatu tindakan, dengan memiliki sikap

rasionalisasi yang merupakan sikap pembenaran diri dari segala permasalahan (Bawekes

dkk., 2018). Rasionalisasi menjadi faktor pendorong terjadi tindakan kecurangan. Sikap
tersebut akan melibatkan bertanggung jawaban manajemen dan karyawan, sehingga

memungkinkan mereka membenarkan pelaporan keuangan yang telah di manipulasi. Hal

itu terjadi bersumber dari rasionalisasi adanya hubungan yang tidak menguntungkan antara

manajemen dan auditor (Puspitha dan Yasa 2018). Ketika kantor akuntan publik di suatu

perusahaan melakukan perubahan, tindakan ini dapat dijadikan sebagai ukuran keberadaan

rasionalisasi. Pada penelitian ini pengukur yang digunakan yaitu opini audit. Opini audit

adalah suatu pendapat yang dikeluarkan oleh kantor akuntan publik dari hasil pemeriksaan

(Fauziyyah, Sondakh, dan Peng 2019).

Setelah melakukan rasionalisasi diri, pelaku fraud harus memiliki competence

(kemampuan) untuk memahami peluang kesempatan. Kemampuan dikembangkan oleh

faktor kesempatan sehingga pengendalian yang ada didalam perusahaan, membuat strategi

menutupi kecurangan dan mengendalikan situasi sosial (Marks, 2012). Pada penelitian ini

pengukur yang digunakan untuk faktor kemampuan (competence) adalah pergantian

direksi. Umumnya pergantian direksi disertai dengan nuansa politik dan kepentingan dari

pihak tertentu. Penelitian (Siddiq dan Achyani 2020) menjelaskan bahwa faktor

kemampuan yang diproksikan menggunakan pergantian direksi berpengaruh positif

signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan, sedangkan menurut (Mertha Jaya dan

Poerwono 2019) pergantian direksi tidak berpengaruh terhadap kecurangan laporan

keuangan.

Pada saat pengembangan strategi di kuasi, sikap Arrogance (arogansi)

menimbulkan rasa bahwa kebijakan perusahaan tidak berlaku padanya (Faradiza 2019).

Arrogance (Arogansi) merupakan sikap superioritas seseorang yang mengedepankan hak

dan suatu keyakinan bahwa pengendalian internal tidak berlaku baginya. Faktor pendukung
seperti ini yang dapat merealisasikan tindakan kecurangan dilakukan. Pada penelitian ini

pengukur yang digunakan untuk faktor arogansi (arrogance) yaitu kemunculan foto CEO

atau frequent number of CEO's picture. (Nurchoirunanisa, Nuraina, dan Styaningrum

2020), Pratiwi dan Nurbaiti (2018) menyatakan bahwa kemunculan foto CEO berpengaruh

positif secara signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan sedangkan hasil penelitian

dari Rusmana dan Tanjung (2020) dan Widyaningsih dan Nugroho (2022) menunjukkan

bahwa kemunculan foto CEO tidak berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan.

Ketidak konsistenan variabel dependen dan variabel independen dalam penelitian

diatas membuat penulis merasa perlu kembali meneliti. Penelitian terdahulu telah

dilakukan oleh Damayani dkk., (2019) berjudul Pengaruh Fraud Pentagon terhadap

kecurangan laporan keuangan pada perusahaan Infrastuktur yang terdaftar di BEI tahun

2014-2016. Hasil menunjukan bahwa sifat industri yang diukur melalui rasio perubahan

piutang usaha yang berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan. Variabel lain

yaitu stabilitas keuangan, target keuangan, tekanan pihak luar, kepemilikan manajerial,

pengawasan yang tidak efektif, pergantian auditor, pergantian direksi, dan frekuensi

kemunculan gambar CEO tidak berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan.

Namun, variabel-variabel tersebut secara bersamasama berpengaruh signifikan terhadap

kecurangan laporan keuangan. Sedangkan Nurmala dan Rahmawati (2019) berjudul

Pengaruh Fraud Pentagon Terhadap Deteksi Kecurangan Laporan Keuangan. Hasil

pengujian signifikansi analisis linier berganda leverage diperoleh 0,784 > 0,025, sehingga

dapat disimpulkan tidak terdapat pengaruh yang signifikan. Hasil pengujian signifikansi

analisis linier berganda jumlah komite audit independen sebesar 0,011 < 0,025, sehingga

dapat disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan. Hasil pengujian signifikansi analisis
linier berganda opini audit sebesar 0,661 > 0,025, sehingga dapat disimpulkan tidak

terdapat pengaruh yang signifikan. Hasil pengujian signifikansi analisis linier berganda

pergantian direksi sebesar 0,001 < 0,025, sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh

yang signifikan. Hasil pengujian signifikansi analisis linier berganda frekuensi kemunculan

foto CEO sebesar 0,050 > 0,025, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat pengaruh yang

signifikan.

Munculnya gap research atau kesenjangan atas teori dan fakta di lapangan membuat

peneliti ingin meneliti lebih jauh. Berdasarkan penjelasan diatas maka penelitian ini

mengambil judul “Pengaruh Fraud Petagon dalam Kecurangan Laporan Keuangan

Pada Perusahan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2017-

2021”.

A. Pembatas Masalah

Pembatasan masalah ini digunakan untuk menghindari adanya penyimpangan maupun

pelebaran pembahasan sehingga tujuan penelitian akan tercapai. Peneliti hanya fokus pada

1. Penelitian ini difokuskan pada Analisis Fraud Pentagon dalam kecurangan laporan

keuangan yang di proksikan dengan 5 variabel dependen.

2. Objek penelitian ini hanya perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek

Indonesia.

3. Tahun penelitian terbatas di periode 2017-2021.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan pokok dalam penelitian

ini dirumuskan sebagai berikut:


1. Apakah leverage berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan pada

Perusahan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2017-2021?

2. Apakah jumlah komite audit independen (IDN) berpengaruh positif terhadap

kecurangan laporan keuangan pada Perusahan Manufaktur yang Terdaftar di BEI

Tahun 2017-2021?

3. Apakah opini audit berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan

pada Perusahan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2017-2021?

4. Apakah pergantian direksi berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan

keuangan perusahaan yang terdaftar pada Perusahan Manufaktur yang Terdaftar di

BEI Tahun 2017-2021?

5. Apakah frekuensi kemunculan foto CEO berpengaruh positif terhadap kecurangan

laporan keuangan perusahaan yang terdaftar pada Perusahan Manufaktur yang

Terdaftar di BEI Tahun 2017-2021?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui leverage berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan

keuangan pada perusahaan yang terdaftar pada Perusahan Manufaktur yang

Terdaftar di BEI Tahun 2017-2021

2. Untuk mengetahui jumlah komite audit independen (IDN) berpengaruh positif

terhadap kecurangan laporan keuangan pada Perusahan Manufaktur yang Terdaftar

di BEI Tahun 2017-2021

3. Untuk mengetahui opini audit berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan


keuangan pada Perusahan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2017-2021

4. Untuk mengetahui pergantian direksi berpengaruh positif terhadap kecurangan

laporan keuangan pada Perusahan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2017-

2021

5. Untuk mengetahui frekuensi kemunculan foto CEO berpengaruh positif terhadap

kecurangan laporan keuangan perusahaan pada Perusahan Manufaktur yang

Terdaftar di BEI Tahun 2017-2021.

B. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat dalam ruang lingkup akuntansi sebagai

berikut:

1. Manfaat Teoritis

Sebagai penambahan pengetahuan bagi ilmu akuntansi khusus nya di bidang

forensik mengenai beberapa faktor yang dapat terkena terjadinya kecurangan dalam

suatu perusahaan didalam laporan keuangan perusahaan tersebut, dengan

menggunakan indikator fraud petagon theory.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi penulis Pengetahuan yang diperluas dan pengalaman langsung dalam

menganalisis suatu permasalahan dalam perusahaan yaitu fraud dengan

menggunakan fraud petagon theory.

b. Bagi perusahaan perusahaan Manufaktur dan lainnya, agar memberikan

pengawasan penuh, pertimbangan dan tanggungjawab dalam melindungi saham

yang dimiliki. Manajemen harus memberikan informasi yang jelas, dan


menjelaskan mengenai fakto faktor yang bisa terjadinya kecurangan dalam laporan

keuangan suatu perusahaan serta dampak agar dapat mengurangi dalam tindakan

saat mengambil keputusan.

c. Bagi investor agar dapat berhati hati , lebih teliti dan harus menganalisis

dengan baik dalam sebuah perusahaan sehingga seorang investor tidak terjatuh

kepada perusahaan yang salah.

d. Bagi akademis agar dapat membantu pengetahuan dan menambah ilmu dalam

bidang akuntansi dan audit di dalam permasalahan fraud yang ada di perusahaan

manufaktur.

e. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat membantu menambah referensi dan

perbaikan dalam penelitian yang akan datang.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini tidak terlepas dari penelitian – penelitian yang telah dilaksanakan

sebelumnya. Dengan begitu penulis mengharapkan dapat memahami perbadingan

penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Untuk melihat kekurangan dan kelebihan pada

penelitian sebelumnya. Agar dapat juga menjadi penyempurna penelitian sebelumnya.

Dengan beberapa penelitian sebelumnya dan menunjukan hasil sebagai berikut :

Penelitian yang dilakukan oleh Ningsih dan Syarief (2022) dengan judul Pengaruh

Teori Fraud Petagon terhadap Terjadinya Fraudulent financial reporting dengan F-Score.

Penelitian ini menggunakan data sekunder, metode kuantitatif dari laporan tahunan

perusahaan. Populasi yang digunakan penelitian ini terdiri dari 23 perusahaan BUMN yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2019, dan dipilih

melalui metode target sampling. Analisis yang digunakan dalam penelitian adalah Regresi

Data Panel dengan bantuan program E-Views 11 dan SPSS 25. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa stabilitas keuangan, pergantian auditor, dan jumlah foto CEO

berpengaruh besar terhadap kecurangan laporan keuangan, sedangkan variabel pengawasan

tidak efektif dan pergantian direksi tidak berpengaruh terhadap kecurangan laporan

keuangan.

Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2022) dengan judul Penggunaan Fraud
Petagon dalam Mendeteksi Kecurangan Laporan Keuangan Perusahaan Perbankan

Indonesia. Populasi yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan kepada Perusahaan

perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2016-2019 dengan sampel

sebanyak 34 orang perusahaan dipilih menggunakan proses purposive sampling. Metode

analisis data dalam menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa stabilitas pendanaan yang tidak efektif dan peningkatan kontrol risiko

kecurangan pelaporan keuangan. di samping itu, tujuan keuangan, perubahan auditor,

perubahan direktur dan Jumlah foto CEO tidak mempengaruhi terjadinya kecurangan

dalam laporan keuangan. Studi ini juga membuktikan hal itu tekanan eksternal dapat

mengurangi risiko masuk kecurangan dalam laporan keuangan.

Penelitian yang dilakukan oleh Andrew., (2022) dengan judul Detecting Fraudulent

of Financial Statments Using Fraud Score Model and Financial Distress. Populasi yang

digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan yang terdaftar pada Bursa Efek

Indonesia. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini F-score dan Financial

Distress. Hasil yang didapatkan dalam penelitian tersebut adalah stimulus, capability dan

financial distress sangat efektif dalam meneliti kecurangan laporan keuangan. Dapat

disimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki indikasi kuat sangat memicu melakukan

kecurangan dalam laporan keuangan.

Penelitian yang dilakukan oleh Ulfah dkk., (2017) dengan judul Pengaruh Fraud

Petagon dalam Mendeteksi Fraudulent Financial Reporting (Studi empiris pada perbankan

di Indonesia yang terdaftar di BEI pada tahun 2011-2015). Teknik pengambilan sampel

menggunakan purposive sampling dengan sampel akhir 21 perusahaan. Analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi logistik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Target keuangan, stabilitas keuangan, tekanan eksternal, kepemilikan

saham institusi, ketidakefektifan pengawasan, kualitas auditor eksternal, pergantian direksi,

dan frekuensi kemunculan gambar ceo tidak berpengaruh signifikan terhadap fraudulent

financial reporting. Sedangkan pergantian auditor dan opini auditor berpengaruh signifikan

terhadap fraudulent financial reporting.

Penelitian yang dilakukan oleh Aprilia (2017) dengan judul The Analysis of

Fraudulent Financial Reporting Determinant through Fraud Pentagon Approach.

Penelitian ini melibatkan 157 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) periode 2013-2015. Pengambilan sampel sebanyak 46 perusahaan dengan

menggunakan teknik purposive sampling, sehingga diperoleh unit analisis sebanyak 138.

Data dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis regresi

logistik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa stabilitas keuangan, kualitas auditor

eksternal dan jumlah foto CEO dalam laporan tahunan perusahaan berpengaruh positif

dalam memprediksi kecurangan pelaporan keuangan, sedangkan tujuan keuangan,

likuiditas, kepemilikan institusional, efektivitas pengendalian, eksternal pergantian auditor,

dan Perubahan direksi perusahaan tidak berpengaruh secara material terhadap prediksi

kecurangan pelaporan keuangan.

Penelitian yang dilakukan oleh Quraini dan Rimawati (2019) dengan judul

Determinan Fraudulent Financial Reporting Using Fraud Pentagon Analysis. Dalam

penelitian ini, sampelnya adalah 14 perusahaan milik negara yang terdaftar secara publik

antara tahun 2013 dan 2017. Sumber data penelitian ini adalah data sekunder berupa

laporan tahunan di situs resmi Bursa Efek Indonesia. Pengujian penelitian ini dengan

regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh tekanan eksternal diduga
terjadi kecurangan laporan keuangan, sedangkan target keuangan, stabilitas keuangan,

kepemilikan institusional, pengawasan yang tidak efektif, kualitas auditor eksternal,

pergantian auditor, pergantian direksi, dan gambaran jumlah CEO seringkali tidak

berpengaruh.

Penelitian yang dilakukan oleh Bayagub dkk., (2018) dengan judul Analisis Elemen

– Elemen Fraud Pentagon sebagai Determinan Fraudulent Financial Reporting (Studi

pada perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode

2014-2016). Pada penelitian ini populasi yang digunakan perusahaan property dan real

estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2014-2016. Metode analisis data

yang digunakan adalah analisis regresi berganda menggunakan SPSS versi 2.0. Teknik

pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling dan diperoleh sampel

sebanyak 41 dari 58 perusahaan property dan real estate periode 2014-2016. Berdasarkan

hasil penelitian menunjukkan bahwa Variabel external pressure dan perubahan direksi

berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting. Namun, variabel institusional

ownership, financial stability, kualitas auditor eksternal, change in auditor, dan frequent

number of CEO’s picture, tidak berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting.

Penelitian yang dilakukan oleh Damayani dkk., (2019) dengan judul Pengaruh

Fraud Pentagon Terhadap Kecurangan Laporan Keuangan (Studi pada Perusahaan

Manufaktur Sub Sektor Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Periode 2013-2017). Populasi penelitian ini adalah perusahaan infrastruktur yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2014-2016. Dalam metode purposive sampling

jumlah sampel sebanyak 81. Metode statistik yang digunakan adalah analisis regresi linier

berganda dengan pengujian hipotesis uji t statistik, statistik uji F dan koefisien determinasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis industri memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap penipuan akun. Pada saat yang sama, variabel independen lainnya tidak

mempengaruhi kecurangan akuntansi. Hasil pengujian secara simultan menunjukkan

bahwa variabel independen secara simultan berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan

keuangan.

Penelitian yang dilakukan Sangkala dan Safitri (2022) dengan judul Pentagon

Fraud Analysis in Detecting Fraudulent Financial Statements in Pharmaceutical

Companies Listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX). Populasi dalam penelitian ini

adalah laporan tahunan perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah 7 perusahaan farmasi yang diambil dengan

menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan teknik dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Uji

Asumsi Klasik, Linear Berganda, Analisis Regresi dan Pengujian Hipotesis. Hasil

penelitian tekanan eksternal (Leverage), kesempatan (pengawasan tidak efektif),

rasionalisasi (kualitas auditor eksternal), dan kapabilitas (perubahan direksi) secara parsial

tidak berpengaruh terhadap financial statement fraud. Sedangkan kesombongan (jumlah

foto CEO yang ditampilkan) secara parsial berpengaruh positif terhadap financial

statement fraud. CEO ditampilkan secara bersamaan memiliki efek positif pada penipuan

laporan keuangan.

Penelitian yang dilakukan Rukmana (2018) dengan judul Pentagon Fraud Affect on

Financial Statment Fraud and Firm Value Evindence in Indonesia. Penelitian ini

menggunakan data dari 66 perusahaan manufaktur periode 2012-2016 di PT Bursa fek

Indonesia. Metode analisis data menggunakan partial least square. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut tekanan, kesempatan, kompetensi, arogansi

berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan, rasionalisasi tidak berpengaruh

terhadap Kecurangan laporan keuangan.

B. Landasan Teori

1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan (Agency Theory) menjelaskan mengenai hubungan kerja antara

pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu pemegang saham dengan pihak yang

menerima wewenang (agen) yaitu manajer dalam bentuk kontrak kerja sama. Masalah

keagenan muncul karena terdapat konflik perbedaan pendapat antara pemilik saham

dengan manajemen (Putri dan Primasari, 2017).

Teori keagenan yang dimaksudkan principal merupakan investor, sedangkan yang

dimaksudkan agent merupakan manajer perusahaan. Harapan atas kerjasama antara

masing-masing pihak, seperti principal diperkirakan mengharapkan tingkat pengembalian

atau keuntungan yang besar atas pengeluaran investasinya, sedangkan agent mengharapkan

hasil dari kerjasama ini adalah untuk memperoleh imbalan tinggi dari kinerja yang telah

dilakukan. Dengan terjadinya asimetri informasi diantara kedua belah pihak, secara tidak

langsung memberikan kesempatan kepada agent untuk menyembunyikan beberapa

informasi yang tidak diketahui oleh principal dengan tujuan tertentu (Nurbaiti dan Hanafi,

2017).

Secara moral kinerja suatu perusahaan dalam meningkatkan keuntungan untuk

pemegang saham menjadi tanggung jawab manajemen, pihak manajemen juga memiliki
kepentingan untuk memakmurkan diri sendiri (Ijudien, 2018). Kondisi tersebut

menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan informasi atau asymmetrical information,

sehingga ini menjadi kesempatan yang besar bagi manajemen untuk melakukan

kecurangan (fraud), caranya dengan memanipulasi informasi yang disajikan pada laporan

keuangan (wicaksono, 2015).

Agensi teori sebagai masalah klasik bahwa terdapat perbedaan cara antara manajer

dan investor dalam hal pengambilan resiko dalam strategi investasi. Manajer lebih memilih

resiko jauh lebih rendah dari pada investor karena investor dapat mendivesifikasi harta

mereka menjadi beberapa jenis aset keuangan sementara manajer mengambil risiko penuh

atas sumber daya manusia mereka dengan perusahaan mereka saat ini. Kecurangan dalam

laporan keuangan dapat terjadi karena terdapat celah dan peluang yang secara sengaja

dimanfaatkan oleh agent tanpa diketahui oleh principal. Selain itu karena adanya tekanan

dari principal yang menuntut agar agent menjalankan kegiatan operasional perusahaan

dengan baik dan dapat mencapai target sesuai yang diinginkan (Sinambela dan Almilia

2018).

2. Kecurangan Laporan Keuangan

a. Definisi Fraud

Menurut (Nugrahani 2014) fraud merupakan sebuah perbuatan kecurangan yang

melanggar hukum (illegal-acts) yang dilakukan secara sengaja dan sifatnya dapat

merugikan pihak lain. Hal ini menjadi ancaman yang tidak bisa diabaikan dalam

kemajuan suatu perusahaan (Lestari dan Supadmi, 2017). Kecurangan pada dasarnya

dilakukan untuk mengelabuhi seorang investor dan kreditor agar mendapatkan


kepercayaan (Praditasari, 2018) . Kecurangan atau fraud didefinisikan oleh Wells

(1993) bahwa fraud is criminal deception intended to financial benefit the deceiver

yang bearti kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi

manfaat keuangan kepada si pelaku.

b. Klasifikasi fraud (Fraud tree)

Suatu perusahaan untuk mencegah, mendekteksi terjadinya kecurangan perlu

memahami jenis jenis fraud. Menurut Association of Certified Fraud Examiners

(ACFE), mengklasifikasikan fraud yang dikenal sebagai fraud tree. Fraud tree

menggambarkan berbagai cabang fraud dalam hubungan kerja. Dalam fraud tree

memiliki tiga cabang utama yaitu, corruption, asset misappropriation, dan fraudulent

financial reporting seperti yang disajikan dalam gambar di bawah ini.

Gambar 2.1 The Fraud Tree ( ACFE, 2019)


Association of Certified Fraud Examiner (ACFE) mengklasifikasikan fraud

menjadi tiga jenis berdasarkan perbuatan yaitu

1) Penyalahgunaan aset (asset missapropriation) termasuk penghentian atau

pencurian properti/aset bisnis, yang bersifat berwujud atau tidak berwujud,

diperhitungkan.

2) Korupsi (Corruption) biasanya dilakukan oleh seseorang dengan partisipasi

(kolusi) pihak lain.

3) Pernyataan yang salah seperti memanipulasi laporan keuangan untuk

menghasilkan keuntungan (fraudulent misrepresentation). Laporan

keuangan belum disusun sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang Berlaku

Umum dan tidak benar-benar diungkapkan.

c. Definisi Kecurangan Laporan Keuangan (Fraudulent Financial Reporting)

Kecurangan laporan keuangan adalah salah saji atau pengabaian jumlah yang

disengaja dengan maksud menipu para pemakai laporan keuangan (Aprilia, 2017).

Menurut pendapat ACFE (Association of Certified Fraud Examiners) bahwa

kecurangan laporan keuangan adalah

“The deliberate misrepresentation of the financial condition of an enterprise

accomplished through the intetional misstatement or mission of amounts or disclosures

in the financial statments in order to deceive financial statment users”.


Dari kutipan diatas dapat diartikan kekeliruan yang disengaja atas kondisi

keuangan suatu perusahaan yang dilakukan melalui salah saji disengaja atau misi

jumlah hingga pengungkapan dalam laporan keuangan untuk menipu pengguna laporan

keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh Association of Certified Fraud Examiners

menemukan bahwa 83% kasus ini terjadi karena dilakukan oleh pihak perusahaan

sendiri. Dampak dari perlakuan kecurangan laporan keuangan mengakibatkan

menurunnya informasi keuangan serta mempengaruhi kepercayaan investor dan

kreditor.

d. Penyebab Kecurangan Laporan Keuangan

Menurut Standar Auditing Seksi 316 (SA 316) penyebab kecurangan pelaporan

keuangan umumnya ada tiga hal sebagai berikut :

1) Manipulasi, pemalsuan perubahan catatan akuntansi

2) Menghilangkan riwayat transaksi atau informasi yang signifikan dalam

laporan keuangan

3) Penerapan yang salah secara sengaja mengenai prinsip akuntansi

3. Teori Fraud Petagon

Teori ini dikemukakan oleh Crowe Howart pada 2011. Teori Fraud Petagon

merupakan penyempurnaan dari teori Fraud Triangel yang pernah dikemukakan oleh

Cressey 1953 dan teori Fraud Diamond dikemukakan oleh Wolfe dan Hermanson 2004.

Dalam teori tersebut telah ditambahkan satu elemen Fraud yaitu arogansi (Siddiq dan

Achyani, 2020). Di dalam Fraud Petagon terdiri dari 5 elemen yaitu pressure, opportunity,
rationalization, capability, dan arrogance :

a. Pressure ( Tekanan)

Menurut Creesey (1953) melalui pernyataan bahwa Kecurangan yang

dilakukan dalam bentuk emosi oleh pelaku sehingga menimbulkan tekanan dari diri

sendiri atau pihak. Tekanan merupakan dorongan orang untuk melakukan kecurangan,

dapat mencakup hampir semua hal yang berkaitan dengan keuangan maupun non

keuangan. Tekanan dapat dikatakan sebagai keinginan seseorang yang terdesak

melakukan kejahatan. SAS No. 99, tekanan yang terkait dengan individu untuk

melakukan kecurangan terdiri dari empat kondisi, yaitu financial target, financial

stability, dan external pressure.

b. Opportunity (Peluang)

Opportunity adalah suatu keadaan di mana individu/organisasi memiliki

kesempatan untuk melakukan sebuah kecurangan (Bawekes dkk. 2018). Dalam setiap

kedudukan pasti adanya kesempatan untuk melakukan kecurangan. Kesempatan untuk

melakukan kecurangan tersebut dikarenakan dengan lemahnya internal control

perusahaan, pengawasan yang tidak cukup, dan penyelewengan posisi dalam

perusahaan. Fraud akan terjadi jika dimana seorang pelaku mengamati situasi dan

kondisi sehingga adanya peluang untuk melakukan kecurangan tersebut. SAS No. 99

menyebutkan bahwa peluang pada financial statement fraud dapat terjadi dengan dua

kondisi, Kondisi tersebut adalah ineffective monitoring dan kualitas auditor eksternal.
c. Rasionalisasi ( Rationalization)

Rasionalisasi dalam Fraud dipertimbangkan untuk membenarkan

kecurangan di masa depan atau masa lalu. Hampir semuanya kecurangann dimotivasi

oleh rasionalisas. Rationalization adalah suatu sikap dalam melakukan pembenaran diri

sebagai suatu alasan untuk menutupi kegiatan yang salah (Mertha Jaya dan Poerwono

2019). Pelaku kecurangan akan memberikan alasan bahwa fraud yang telah

dilakukannya bukanlah tindakan fraud atau merasa bahwa fraud tersebut bukan suatu

tindak kejahatan. Menurut SAS No.99 rasionalisasi pada perusahaan dapat diukur

dengan siklus pergantian auditor, opini audit yang didapat perusahaan tersebut serta

keadaan total akrual dibagi dengan total aktiva.

d. Kompetensi (Copetence)

Kompetensi yang dimaksud disini adalah tindakan yang berhubungan dengan

Fraud. Kompetensi bearti pelaku Fraud yang memiliki kemampuan dalam menembus

pengadilan internal yang berada dalam perusahaan dan mampu mengendalikan situasi

sosial sehingga mendatangkan kepercayaan orang lain agar ingin bekerjasama (Marks

2012). Kompetensi merupakan perubahaan suatu direksi yang menimbulkan strees

period sehingga berdampak pada peluang melakukan Fraud. Kecurangan terhadap

pelaporan keuangan bisa terjadi ketika terdapat perubahan direksi untuk memperbaiki

kinerja manajemen sebelumnya.

e. Arogansi ( Arrogance )

Arogansi adalah sifat superioritas atau keserakahan yang dimiliki oleh pelaku
kejahatan dan merasa bahwa pengendalian internal dan kebijakan perusahaan serta

prosedur tidak diterapkan kepadanya. Kesombongan ini muncul karena keyakinan

bahwa dirinya mampu melakukan kecurangan dan internal control. Menurut penelitian

(akrom 2019) variabel arogansi dapat diukur dengan frequent number of CEO’s

picture.

B. Kerangka Konseptual

Kerangka pemikiran merupakan inti dari teori sebelumnya dikembangkan,

yang dapat menjadi dasar bagi perumusan hipotesis. Kemudian penelitian ini studi

tentang fraudulent financial reporting sebagai variabel dependen Fraud Pentagon

sebagai variabel independen. Kerangka Dalam penelitian ini, konsep tersebut dapat

digambarkan dalam gambar berikut:

C. Pengembangan Hipotesis
Dari kerangka pemikiran konseptual yang sudah diuraikan diatas, maka perumusan

hipotesis ditentukan sebagai berikut :

1. Pengaruh tekanan eksternal terhadap kecurangan laporan keuangan

Tekanan adalah motivasi suatu entitas untuk melakukan manipulasi terhadap

laporan keuangan yang sedang muncul pada saat keuangan entitas mengalami

penurunan. Sehingga hal tersebut menjadi ketidakstabilan entitas maupun kondisi

ekonomi. Pada penelitian ini pengukuran yang digunakan untuk faktor tekanan yaitu

external pressure. External pressure adalah tekanan dari pihak luar perusahaan yang

berlebihan sehingga berdampak kepada pihak manajemen (Sasongko, 2019).

Berdasarkan teori keagenan, manajemen sebagai posisi agent yang harus

bekerja semaksimal mungkin untuk principal dengan cara memberikan hasil laba

yang meningkat. Meskipun dalam suatu perusahaan sedang terjadi kesulitan

keungan mapun kinerja dituntut untuk memberikan laporan yang baik untuk

mencapai target keuangan (financial target). Manajer memiliki tekanan untuk

melakukan tindakan kecurangan dengan alasan terancamnya probabilitas

perusahaan. Terancamnya kondisi ekonomi perusahaan akan membuat manajemen

melakukan usaha untuk menutupi kondisi tersebut.

Pada penelitian ini tekanan ekternal diproksikan dengan menggunakan leverage

ratio yakni ratio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengembalikan

hutangnya kepada kreditor. Leverage yang tinggi disebabkan terlalu memiliki

banyak hutang dibandingkan dengan aset yang dimiliki. Sehingga perusahaan


diduga akan melakukan earning management. Leverage merupakan bentuk

pengawasan dari kreditur untuk manajer. Dari pengawasan tersebut, maka manajer

akan bertindak lebih berhati-hati dalam penggunaan dananya (Trisnawat dkk, 2016)

Penelitian yang dilakukan oleh (Himawan dan Wijanarti 2020), zaki (2017) dan

(Quraini dan Rimawati 2019) menggunakan leverage ratio sebagai pengukur. Hasil

yang didapatkan bahwa external pressure berpengaruh signifikan positif terhadap

potensi terjadinya kecurangan laporan keuangan. Maka dari urian diatas dapat

ditarik hipotesis bahwa :

H1 : Leverage berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan pada

Perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di BEI 2017-2021.

2. Pengaruh jumlah anggota komite audit independen terhadap kecurangan

laporan keuangan

Peluang atau opportunity muncul dikarenakan lemahnya sistem pengendalian

internal dalam mendekteksi kecurangan. Dalam mengaudit laporan keuangan

membutuhkan auditor eksternal yang memiliki karakter dan keahlian yang sesuai

dengan ketentuan. Sehingga peran auditor eksternal diharapkan mampu untuk

mendekteksi kemungkinan terjadinya kecurangan laporan keuangan.

Berdasarkan teori keagenan agent memberikan peluang kepada anggota komite

audit independen melakukan tindakan kecurangan laporan keuangan. Hal tersebut

terjadi dikarenakan kurangnya pengawasan secara efektif. Hubungan antara prinsipal

dan agen dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi karena agen
berada pada posisi yang memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan

dibandingkan dengan prinsipal. Dengan asumsi bahwa individu-individu bertindak

untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka dengan kepercayaan yang

diberikan agent kepada prinsipal akan mendorong prinsipal menyembunyikan

beberapa informasi yang tidak diketahui agent

Pada penelitian ini pengukur yang akan digunakan untuk kesempatan yaitu

jumlah anggota komite audit independen (IDN). Anggota komite audit bekerja secara

independen yang tidak terkait dengan perusahaan dimana anggota tersebut bekerja.

Hasil penelitian dari (Septriani 2018) menunjukan bahwa faktor kesempatan dengan

menggunakan proksi jumlah anggota komite audit independen berpengaruh positif

signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan. Maka dari urian diatas dapat ditarik

hipotesis bahwa

H2 : Jumlah komite audit independen berpengaruh positif terhadap kecurangan

laporan keuangan pada Perusahaan sektor manufaktur yang terdapat di BEI Tahun

2017-2021

3. Pengaruh opini audit terhadap kecurangan laporan keuangan

Rationalization atau Rasionalisasi merupakan sikap sesorang yang merasa bahwa

yang dilakukan bukan merupakan perbuatan yang salah. Seseorang dalam

membenarkan pikirannya untuk melakukan kecurangan dengan mempercayai bahwa

yang dilakukan adalah sikap yang wajar (Hormati dan Pesudo 2019).

Pada penelitian ini pengukuran yang digunakan adalah opini audit. Opini audit
yaitu suatu pendapat atau pernyataan auditor yang dikeluarkan KAP dari hasil

pemeriksaan. Opini audit diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap audit sehingga

auditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang harus diberikan.

Dikaitkan dengan teori keagenan hampir semua tindakan kecurangan didasari

dengan rasa rasional. Hal mendorong seseorang untuk melakukan tindakan yang awal

mulanya tidak ingin melakukan. Karena mereka berasumsi bahwa yang dilakukan

adalah tindakan yang wajar. Dalam melakukan penugasan umum, auditor ditugasi

memberikan opini atas laporan keuangan perusahaan. Opini yang diberikan merupakan

pernyataan kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha

dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Meskipun pihak

prinsipal telah mempercayakan oprasional perusahaan kepada agent guna memenuhi

kebutuhanya, namun sebaliknya banyak hal yang dilakukan oleh pihak agent guna

untuk memenuhi kepentingan manajemen sendiri.

Hasil penelitian (Ulfah, Nuraina, dan Wijaya 2017) dan (Wulandari dan Nuryanto

2018) menyatakan bahwa opini audit berpengaruh secara signifikan terhadap

kecurangan laporan keuangan. Maka dari urian diatas dapat ditarik hipotesis bahwa

H3 : Opini audit berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan pada

Perusahaan sektor manufaktur yang terdapat di BEI Tahun 2017-2021

4. Pengaruh pergantian direksi terhadap kecurangan laporan keuangan

Kemampuan atau competence adalah suatu keahlian seseorang untuk meremehkan

pengendalian internal. Yang dimana sudah merancang dan mengembangkan strategi


untuk menyembunyikan kondisi sosial dan mendahulukan kepentingan pribadi. Pada

penelitian ini pengukur yang digunakan untuk faktor kemampuan yaitu pergantian

direksi. Pergantian direksi adalah penyerahan wewenang oleh direksi yang lama kepada

direksi yang baru. Pergantian direksi merupakan faktor yang mendorong terjadinya

kecurangan laporan keuangan. (Agustina dan Pratomo 2019).

Berdasarkan teori keagenan pergantian direksi memberikan alasan perubahan yang

menunjukan kemampuan untuk melakukan manajemen stres. Manajemen akan

melakukan cara agar hasil kinerja dari direksi sebelumnya menjadi baik. Pergantian

direksi dinilai dapat menurunkan efektifitas kinerja manajemen karena memerlukan

waktu yang cukup lama untuk beradaptasi dengan budaya kerja dari direksi baru

(Septriani 2018).

Penelitian yang dilakukan oleh Bayagub, Zulfa, dan Mustoffa (2018) dan

Puspitadewi dan Sormin (2014) menjelaskan bahwa faktor kemampuan diproksikan

menggunakan pergantian direksi berpengaruh positi signifikan terhadap kecurangan

laporan keuangan. Maka dari urian diatas dapat ditarik hipotesis bahwa :

H4 : Pergantian direksi berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan pada

Perusahaan sektor manufaktur yang terdapat di BEI 2017-2021.

5. Pengaruh frekuensi kemunculan foto CEO terhadap kecurangan laporan

keuangan

Arogansi merupakan sifat superioritas atas hak yang dimiliki dan merasa bahwa

pengendalian internal dalam kebijakan perusahaan tidak berlaku untuk dirinya. Hal ini
akan muncul disaat kurangnya pengawasan internal sendiri. Arrogance di proksikan

dengan foto CEO. Hal yang dilakukan melihat banyaknya foto CEO pada laporan

keuangan tahunan. (D. D. Yanti dan Munari 2021).

Berdasarkan teori keagenan sikap arogansi dengan banyaknya foto CEO yang

berulang kali terpampang pada laporan keuangan tahunan memicu terjadinya

kecurangan laporan keuangan. Dikarenakan tingkat yang tinggi untuk memperlihatkan

kepada principal posisi dan jabatan yang dimiliki. Dengan adanya arogansi yang tinggi

suatu pimpinan akan melakukan hal apapun untuk mempertahankan posisi dan

kepercayaan yang sudah diberikan oleh principal.

Siregar (2020) dan Yanti dan Riharjo (2021) meneliti bahwa menggunakan foto

CEO sebagai pengukur arrogance mendapatkan hasil bahwa berpengaruh signifikan

positif terhadap potensi kecurangan laporan keuangan. Maka dapat ditarik bahwa

Arrogance berpengaruh positif terhadap potensi kecurangan laporan keuangan.

H5 : Kemunculan foto CEO berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan

pada Perusahaan sektor manufaktur yang terdapat di BEI Tahun 2017-2021.


BAB 3

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Dalam penelitian

ini, penulis menggunakan data sekunder yang berasal dari tahun otoritas Jasa

Keuangan. Sumber data ini diperoleh dari sumber kedua, atau sumber lain yang

sudah ada sebelum penelitian ini dilakukan (Guspul, 2019). Pengertian data

sekunder merupakan data tidak langsung itu sendiri yang didapatkan dengan cara

mendapatkan informasi yang dibuat oleh orang lain atau lembaga, yang kemudian

disebarluaskan atau dipublikasikan dalam waktu untuk melakukan penelitian. Akan

selalu ada data reformasi dilakukan baik oleh instansi terkait maupun oleh

penelitian yang dilakukan. Sedangkan sumber data dibahas dalam analisis penelitian

ini berasal dari laporan tahunan (annual report). Perusahaan tersebut terdapat pada

Bursa Efek Indonesia yang bisa diakses melalui www.idx.co.id .


2. Desain Penelitian
B. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek dalam sebuah penelitian yang dipetik

untuk mendapatkan kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini menggunakan

perusahaan manufaktur yang terdapat pada BEI. Perusahaan manufaktur yang

terdaftar pada BEI dapat dilihat dalam www.idx.co.id. dari populasi ini beberapa di

antaranya diambil sebagai sampel.

C. Sampel, Sampel Besar dan Cara Pengambilan Sampel

1. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki populasi

tersebut. Tujuan dari penentuan sampel adalah untuk megetahui dan memahami

karakteristik populasi. Karena didalam sebuah penelitian peneliti tidak akan

meneliti semua populasi yang ada. Dalam pemilihan sampel teknik purposive

sampling akan digunakan oleh penulis.

2. Sampel Besar

Berdasarkan kriteria sampling yang telah ditentukan sebelumnya maka

diperoleh perusahaan yang masuk dalam kriteria yang sudah di tetapkan oleh

peneliti. Periode audit perusahaan yang masuk dalam penelitian adalah 5 tahun,

tahun 2017-2021. Seluruh sampel yang akan digunakan seluruh menggunakan


laporan keuangan tahunan sebanyak 10 perusahaan. Kriteria untuk

pengemabilan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Kriteria Sampel Jumlah

Perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam BEI yang

konsisten mempublikasi laporan keuangan pada Bursa

Efek Indonesia tahun 2019 – 2021

Perusahaan manufaktur yang tidak konsisten di Bursa

Efek Indonesia tahun 2019-2021

Perusahaan yang tidak mengalami delisting

Perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam BEI yang

laporan keuangannya dinyatakan dalam rupiah (Rp)

Total Perusahaan

Total Sempel Penelitian ( x 5 bulan )

Berikut adalah daftar nama perusahaan yang konsisten masuk dalam daftar di Bursa

Efek Indonesia dan memenuhi kriteria yang ditentukan oleh peneliti:

N Ko
Nama Perusahaan
o de

1.

2.
3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

3. Cara Pengambilan Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti. Teknik

penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive

sampling. Peneliti menggunakan metode ini dengan tujuan agar dapat

menggambarkan mengenai keadaan yang sebenarnya terjadi mengenai pengaruh

konservatisme akuntansi pada masing-masing bidang perusahaan. Kriteria yang

digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2017-2021.


b. Perusahaan Manufaktur yang tidak melaporkan laporan keuangan periode tahun

2017-2021.

c. Perusahaan Manufaktur yang menghasilkan laba pada tahun-tahun penelitian

(2017-2021).

d. Perusahaan Manufaktur yang tidak menggunakan mata uang rupiah pada tahun

penelitian (2017-2021).

e. Perusahaan yang tidak mengalami delisting

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan

manufaktur yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia. Data akan diperoleh

dari laporan keuangan tahunan masing masing perusahaan. Sampel dapat diambil

dalam website perusahaan dan website Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitu

www.idx.co.id

2. Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 bulan dimulai

dari bulan September 2022 hingga dengan bulan Juni 2023.

E. Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian ini dibuat sebagai panduan mengerjakan penelitian ini.

Tabel yang disediakan untuk kerangka penelitian sebagai berikut :

Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei


Kegiatan
22 22 22 22 23 23 23 23 23
Identifikasi masalah
Menyusun Proposal
Sidang Proposal
Perbaikan Proposal
Pengumpulan data
Analisis data
penelitian
Penulisan akhir
penelitian
Sidang Skripsi
Perbaikan skripsi

F. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah objek dalam penelitian atau bentuk segala sesuatu

yang digunakan oleh peneliti mendapatkan informasi kemudian ditarik menjadi

kesimpulan. Ada dua macam variabel dalam penelitian ini yakni variabel dependen

dan variabel independen:

a. Variabel Dependen

Variabel dependen merupakan suatu keterealisasian peneliti dari tujuan

yang diinginkan. Peneliti menyelesaikan permasalahan permasalahan yang


sedang diteliti. Dalam hal ini yang merupakan variabel dependen yakni

Kecurangan Laporan Keuangan ( Fraudulent Financial Reporting ).

Kecurangan laporan keuangan dalam penelitian ini diukur menggunakan

rumus fraud score model. F-Score merupakan ukuran yang diklaim bisa dipakai

dalam mengukur terjadinya kesalahan penyajian material pada laporan

keuangan. F-Score yang dikemukakan oleh Dechow et al (2011) terdapat 2

elemen yaitu accrual quality yang mengunakan proksi RSST dan financial

performance dengan menggunakan proksi pada akun penjualan tunai,

perubahan pada akun persediaan, perubahan pada akun piutang serta perubahan

dalam pendapatan sebelum bunga dan pajak (Kurnia dan Anis, 2017). Arisandi

dan Verawaty (2017) menguraikan F-Score atau fraud score model dihitung

dengan rumus:

F-Score = Accrual Quality + Financial Performance

Accrual quality (kualitas akrual) diukur dengan RSST akrual, dimana

akan menjelaskan tentang perubahan non-kas maupun non-ekuitas. Didalam

neraca perusahaan sebagai akrual dan akan membedakan karakter keandalan

working capital (WC), non current operating (NCO), dan financial accrual

(FIN) serta elemen aset dan kewajiban pada jenis akrual (Arisandi dan

Verawaty, 2017). Berikut rumusa dari Accrual quality RSST :


Dimana dalam formula tersebut :

WC = Current Assets – Current Liability

NCO = (Total Assets – Current Assets – Investment and Advances) –


(TotalLiability – Current Liability – Long Term Debt)

FIN = Total Investasi – Total Liabilities ATS = (Beginning Total Assets + End
Total Assets) / 2

Keterangan :

WC = Working Capital

NCO = Non-Current Operating Accrual

FIN = Financial Accrual

ATS = Average Total Assets

Menurut penelitian Skousen dkk (2009) financial perfomance pada

laporan keuangan diprediksi melalui terjadinya kecurangan laporan keuangan.

Formula dari RSST financial perfomance adalah sebagai berikut :

Financial Performance = Change in receivable + Change in

inventories + Change in cash sales + Change in earnings

Keterangan :
Change in receivable = Δ Receivable / Average Total Assets

Change in inventory = Δ Inventory / Average Total Assets

Change in cash sales = (Δ Sales / sales (t)) – (Δ Receivable / resceivable (t))

Change in earnings = (Earnings (t) / Average Total Assets (t)) –

(Earnings (t-1) / Average Total Assets (t-1))

Dapat diketahui bahwa menurut Dechow, dkk (2011) nilai dari f-

score memiliki range yang dapat membedakan dimana laporan keuangan

tersebut memiliki resiko terhadap salah saji atau tidak. Berikut range dari

metode f-score :

1) F-Score > 2,45 bearti memiliki resiko tinggi

2) F-Score > 1,85 bearti memiliki resiko substansial

3) F-Score > 1 bearti memiliki resiko di atas normal

4) F-Score < 1 bearti memiliki resiko rendah atau normal

Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap formula f-

score dari suatu perusahaan jika memiliki nilai lebih dari 1 maka perusahaan

dapat dikatakan berpotensi melakukan tindakan kecurangan dalam laporan

keuangan.

b. Variabel Independen

Variabel independen merupakan suatu variabel yang mempengaruhi

variabel dependen agar mengetahui berpengaruh atau tidak. Variabel


independen ini akan menguraikan permasalahan yang terjadi. Dalam hal ini

yang meliputi variabel independen yaitu Fraud Petagon yang terdapat 5 variabel

Pressure(X1),Opportunity(X2),Rationalization(X3),Competence(X4),Arrogance

(X5).
1. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional sendiri adalah uraian variabel-variabel yang

merupakan indikator skala untuk mengukur terkait suatu hal yang

diobservasi hingga mendapatkan apa yang dicari. Berikut definisi

oprasional variabel dalam penelitian :

a. Tekanan Eksternal (X1)

Penelitian tekanan eksternal merupakan variabel X1 yang akan

diukur menggunakan rumus leverage ratio. Leverage ratio merupakan

rasio yangg digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan

pada saat melakukan pembayaran hutang atau kewajiban

(Sariutami,2016). Leverage ratio akan dihitung menggunakan rumus

sebagai berikut :

Lev = Total Utang / Total Aset

b. Anggota Komite Audit Independen (X2)

Dalam penelitian ini anggota komite audit independen

merupakan variabel X2 akan diukur menggunakan presentase jumlah

komite audit independen (IDN) yang dimana merupakan representasi

nya menjadi pengawasan. Jumlah komite audit independen akan

dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :


IDN = Jumlah anggota IDN / Jumlah anggota komite audit

c. Opini Audit (X3)

Opini audit adalah hasil audit yang telah diperiksa oleh auditor yang

berisi penilaian efektifitas kerja sebuah perusahaan dan pemberian nilai

untuk laporan keuangan yang sudah disusun (Aprilia, 2017). Opini audit

didapatkan dari KAP berupa bahasa penjelas merupakan tindakan

mentolerir kecurangan laporan keuangan. Dikarenakan opini wajar tanpa

pengecualian memiliki bahasa penjelas adalah hasil audit yang berisi

pembenaran dari auditor dengan memberi penjelas di paragraf penjelas.

Paragraf penjelas biasanya berisi penegasan terhadap perubahan perubahan

kebijakan yang memiliki kebijakan yang menyebabkan timbulnya

penyajian laporan keuangan kembali (Ulfah dkk, 2017) .

Terdapat 2 jenis yang akan dilakukan dalam hal ini, angaka 1 apabila

perusahaan memperoleh opini audit dengan bahasa penjelas , dan angaka 0

untuk perusahaan yang memperoleh opini audit tidak dengan bahasa

penjelas. Opini audit didalam ini yang dimaksud untuk diproksikan untuk

faktor Rationalization. Rasionalisasi merupakan sikap seseorang yang

merasa bahwa sikap yang dilakukann tidak bermasalah dan tidak akan ada

akibat apapun (Siddiq et al, 2017).


d. Pergantian Direksi (X4)

Pergantian direksi merupakan pergantian dari direksi lama menuju

direksi yang baru. Umumnya hal tersebut dominan melakukan hal politik dan

kepentingan hal lain dari pihak tertentu. Sehingga dalam hal tersebut

terjadinya ketidaksamaan dalam kepentingannya (Septriani, 2018). Terdapat 2

jenis yang akan dilakukan dalam hal ini, angaka 1 apabila perusahaan

melakukan pergantian direksi , dan angaka 0 untuk perusahaan yang tidak

melakukan pergantian direksi (Siregar, 2020).

Adanya kondisi tersebut pergantian direksi menjadi salah satu

penyebab terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan dalam periodenya.

Pergantian direksi dalam hal ini diproksikan untuk faktor Competence.

Competence merupakan suatu keahlian seseorang untuk meremehkan

pengendalian internal merancang strategi agar tersembunyinya hal yang

dilakukan sehingga kepentingan pribadinya terpenuhi.

e. Frekuensi Kemunculan Foto (X5)

Frekuensi kemunculan foto ini akan menjelaskan tentang jumlah foto

CEO dalam perusahaan. Dengan melakukan hal ini dapat melihat track of

record CEO yang ditampilkan dalam buku laporan keuangan setiap tahunnya.

Semakin banyak foto CEO tampil dalam laporan keuangan tahunan maka

semakin mendaptkan tingkat superioritas dan arogansi (Siddiq dan Achyani,

2020).
Frekuensi munculnya foto CEO didalam penelitian ini merupakan

proksi untuk faktor Arrogance. Arrogance adalah sifat superioritas yang tinggi

sehingga beberapa tekanan dan ketentuan yang dibuat tidaklah berlaku untuk

nya (Aprilia, 2017).

G. Instrumen Penelitian dan Cara Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, cara pengumpulan data yang digunakan adalah

melalui laporan keuangan tahunan perusahaan dengan cara mengumpulkan,

mencatat, dan menghitung data-data yang diperlukan oleh peneliti. Data yang

diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari laporan keuangan tahunan yang

telah di publikasikan oleh Perusahan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) periode tahun 2019-2021 yang diakses melalui website

www.idx.co.id.

H. Metode Pengolahan dan Teknik Analisis Data.

1. Metode Pengelolahan Data

Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder. Yang

dimana data tersebut diperoleh dari sekumpulan jurnal, dokumentasi, buku

ekonomi dan bacaan lainnya yang mengandung informasi tentang hal yang

akan diteliti. Data yang akan digunakan adalah data laporan keuangan

tahunan yang diterbitkan oleh bank bank yang terdaftar pada Bursa Efek

Indonesia (BEI). Kemudian setelah data data terkumpul akan dilakukan

mengelolahan data menggunakan data statistik software Statistic Package

Social Science (SPSS) versi 26.


2. Analisis Data

a. Analisis Statistik Deskriptif

Metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.

Statistik deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan

penjelasan dan hubungan antar variabel yang sedang diteliti. Statistik

deskriptif adalah tahap awal untuk mengetahui resiko kecurangan yang

terjadi didalam laporan keuangan pada suatu entitas tertentu. Statistik

deskriptif tersebut terdiri dari nilai minimum, maksimum, rata-rata,

varian dan standar deviasi

b. Uji Asumsi Klasik

Model regresi yang baik yaitu model yang memakai uji asumsi

klasik. Karena didalam uji asumsi klasik menggunakan 4 cara yaitu uji

normalitas, uji multikolinieritas, uji autokorelasi, dan uji

heterokedastisitas sebelum melakukan uji hipotesis. Berikut penjelasan

dari macam macam uji asumsi klasik :

1) Uji normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui model

regresi, variabel pengganggu atau residual terdistribusi normal

dengan analisis grafik dan uji statistik. Distribusi normal akan

membentu satu garis lurus diagonal dan ploting data residual

akan dibandingkan dengan garis diagonal. Penelitian ini menguji

normalitas menggunakan uji Kolmogorov.


Smirnov menggunakan membandingkan antara distribusi

data yg akan diuji & distribusi normal baku. Uji normalitas

dipakai buat menguji regresi pada penelitian hal ini seperti

residual yg berdistribusi normal atau tidak (Ghozali, 2016:156).

Sedangkan dasar pengambilan keputusan untuk uji

statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S) yaitu :

a) Data residual dikatakan tidak berdistribusi normal, jika nilai

Asymp.Sig. (2-tailed) < 0,05.

b) Data residual dikatakan berdistribusi normal, jika nilai

Asymp.Sig. (2-tailed) > 0,05.

2) Uji multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui apakah pada suatu model regresi ditemukan adanya

korelasi antar variabel independent. Pengujian ini memiliki

tujuan untuk mengetahui apakah model regresi ditemukan

adanya korelasi antar variabel independent/ atau variable bebas

(Ghozali, 2016).

Cara untuk menguji multikolinieritas dilihat pada

Varriance Inflation Factor (VIF). Dasar pengambilan keputusan

untuk menyatakan terjadinya multikolinearitas adalah pertama

jika Suatu estimasi model regresi empiris menghasilkan nilai

sangat tinggi, namun secara individu banyak variabel independen

yang tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.


Kedua Matriks korelasi variabel independen dianalisis, apabila

terdapat korelasi yang cukup tinggi (biasanya diatas 0,90) maka

hal ini sebagai indikasi adanya multikolinieritas kemudian dapat

juga berdasarkan nilai tolerance >0,1 dan nilai VIF <10, maka

tidak terjadi multikolinearitas terhadap data yang diuji,

sedangkan apabila nilai tolerance <0,1 dan nilai VIF >10, maka

terjadi multikolinearitas terhadap data yang diuji (Ghozali,2016).

3) Uji Heteroskedastisitas

Menurut Yuniarti, (2020) tujuan dari uji

heteroskedastisitas adalah Uji heteroskedastisitas digunakan

untuk menguji model regresi akan mengalami residual dan

variance yang tidak sama antara variabel independen dalam

penelitian yang satu dengan penelitian yang lain. Jika perbedaan

dari residual dari satu pengamatan dengan pengamatan lainnya

masih tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika hasilnya

berbeda maka disebut dengan heteroskedastisitas. Cara untuk

mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan

dengan cara melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik

Scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan

residualnya (SRESID) dimana sumbu Y adalah yang telah

diprediksi sedangkan sumbu X adalah residualnya.

4) Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk menguji korelasi antara

kesalahan pengganggu pada periode t dengan periode t-1

(sebelumnya). Model regresi yang baik adalah yang bebas dari

korelasi (autokorelasi), untuk mendeteksi autokorelasi dapat

menggunakan tabel durbin watson dimana nilai D-W diantara -2

sampai dengan +2 berarti tidak terjadi autokorelasi. Cara

mengetahu ada tidaknya autokolerasi adalah dengan DW test (uji

Durbin Watson), dengan analisis sebagai berikut :

a) Nilai DW < batas bawah (dl), maka koefisien autokolerasi

lebih besar daripada mol, yang artinya terdapat autokolerasi

positif.

b) Nilai DW > 4-dl, maka koefisien autokolerasi lebih kecil

daripada nol, yang artinya terdapat autokolerasi negatif.

c) Batas atas (du) < DW <4-du, maka koefisien autokolerasi

sama dengan nol, yang artinya tidak ada autokolerasi.

d) dl ≤ DW ≤ du atau 4-du ≤ DW ≤ 4-dl, maka hasilnya tidak

dapat disimpulkan mengenai ada atau tidaknya autokolerasi.

c. Analisis Regresi Linear Berganda

Uji regresi linier berganda dilakukan untuk mengetahui ada

tidaknya pengaruh yang signifikan antara variabel independen

terhadap variabel dependen. Penulis menentukan hipotesis nol (dan

hipotesis alternatif) untuk menguji hipotesis tersebut menggunakan

uji kebermaknaan. Pada penelitian ini software SPSS digunakan


untuk memprediksi hubungan antara variabel independen dan

variabel dependen. Kecurangan pada laporan keuangan ini diukur

menggunakan fraud score model (f-score). Metode analisis regresi

linier berganda yang digunakan yaitu :

Y = a+ ß1X1 + ß2X2 + ß3X3 + ß4X4 + ß5X5 + e

Keterangan :

Y = Kecurangan Laporan Keuangan

a = Konstanta

Β = Koefisien Variabel

X1 = Tekanan Eksternal

X2 = Jumlah Komite Audit Independen

X3 = Opini Audit

X4 = Pergantian Direksi

X5 = Frekuensi Kemunculan Foto CEO

e = error

d. Pengujian Hipotesis

1). Uji Koefisien Determinasis (R2)

Ghozali, (2018) mengatakan bahwa tujuan dari uji R2

adalah untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam

menerangkan variasi variabel dependen. Nilai uji R2 adalah nol dan


satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel independen

dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai

yang mendekati satu berarti variabel independen memberikan

hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi

variasi variabel dependen.

2). Uji Signifikansi Simultan (f)

Suatu pengujian untuk memastikan hasil regrensi yang

digunakan apa sudah layak digunakan. Uji signifikansi simultan

berfungsi untuk menguji signifikansi model dan dilakukan dengan

cara melihat nilai signifikasi F pada outup hasil dari regresi

dengan tingkat signifikan 0,05 (a= 5% ). Apabila a lebih kecil dari

nilai probabilitas yang sudah diperhitungkan maka diartikan

bahwa model regresi tidak layak untuk digunakan kembali.

Sementara jika nilai a, lebih besar dari nilai probabilitas maka

diartikan bahwa model regrsi layak untuk digunakan

(Ghozali,2016).

3). Uji Signifikansi Parameter Individual ( t)

Ghozali, (2018) tujuan dari uji statistik t adalah untuk

menunjukkan sejauh mana pengaruh satu variabel independen

secara individual dalam menjelaskan variasi pada variabel

dependen. Untuk mengetahui diterima atau ditolaknya hipotesis


maka dilakukan pebandingan nilai t hitung dengan t tabel dengan

derajat kepercayaan sebesar 95% ( a = 0.05) dengan ketentuan:

a) Jika t hitung > t tabel, atau p value < α = 0,05, maka Ho ditolak

dan Ha diterima, yang artinya secara statistik data yang ada

dapat membuktikan bahwa variabel independen berpengaruh

terhadap variabel dependen.

b) Jika t hitung < t tabel, atau p value > α = 0,05, maka Ho

diterima dan Ha ditolak, yang artinya secara statistik data yang

ada tidak dapat membuktikan bahwa variabel independen

berpengaruh terhadap variabel dependen.

Anda mungkin juga menyukai