Anda di halaman 1dari 64

BAB III

DASAR-DASAR PENIADAAN PIDANA DALAM HUKUM PIDANA

A. Jenis Alasan Penghapusan Pidana Dalam KUHP

Pada dasarnya tindak pidana pada suatu perbuatan yang berakibat pada

hukum yang berlaku tetap dalam KUHP telah ditetapkan berdasarkan pada pasal-

pasal atau aturan-aturan tertentu. Akibat perbuatan pidana maka konsekuensi

bagi pelaku adalah hukuman, KUHP membagi hukuman menjadi dua bentuk

yakni; hukuman pokok dan hukuman tambahan. Adapun hukuman pokok itu

terbagi lagi beberapa jenis, yakni pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan,

pidana denda, pidana tutupan. Adapun pidana tambahan itu yakni pencabutan

hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan

Hakim. Namun ada suatu sebab pasal, perbuatan hukum yang disebabkan karena

pembelaan atau perbuatan melindungi diri oleh seseorang yang tidak dikenakan

hukuman. dasar-dasar peniadaan pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana:56

1. Tidak dapat dipertanggungjawabkan karena jiwa cacat dalam

pertumbuhannya, dan jiwa terganggu karena penyakit. Menurut Van Hamel

kemampuan bertanggung jawab adalah:

56
Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 2, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2007), hlm 16.

48
Suatu keadaan normalitas psikis dan kematangan (kecerdasan) yang
membawa 3 (tiga) kemampuan, yakni (a) mampu untuk mengerti
nilai dari akibat-akibat perbuatannya sendiri. (b) mampu untuk
menyadari bahwa perbuatannya itu menurut pandangan masyarakat
tidak diperbolehkan. (c) mampu untuk menentukan kehendaknya
atas perbuatan-perbuatannya itu.57

Di dalam hal kemampuan bertanggungjawab bila dilihat dari keadaan batin

orang yang melakukan perbuatan pidana merupakan masalah kemampuan

bertanggungjawab dan menjadi dasar yang penting untuk menentukan adanya

kesalahan, yang mana keadaan jiwa orang yang melakukan perbuatan pidana

haruslah sedemikian rupa sehingga dapat dikatakan normal, sebab karena orang

yang normal dan sehat inilah yang dapat mengatur tingkah lakunya sesuai

dengan ukuran-ukuran yang dianggap baik oleh masyarakat. Mengenai tidak

dapat dipertanggungjawabkan karena cacat diatur dalam Pasal 44 KUHP yang

menentukan:

1) Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat


dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam
pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada
pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu
karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang
itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun
sebagai waktu percobaan.
3) Ketentuan dalam ayat (2) berlaku bagi Mahkamah Agung,
Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.

2. Daya paksa (overmacht)

57
H. Setiyono, Kejahatan Korporasi Analisis Viktimologis dan Pertanggungjawaban
Korporasi dalam Hukum Pidana Indonesia, (Malang: Bayumedia Publishing, 2003), hlm. 104

49
mengenai daya paksa (overmacht) yang diatur dalam Pasal 48 KUHP yang

menentukan bahwa:

Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa,

tidak dipidana

Dalam pasal ini ada beberapa pendapat yang menyatakan sebagai alasan

pembenar namun ada juga yang menyatakan sebagai alasan pemaaf.

3. Pembelaan terpaksa (Noodweer)

Perihal pembelaan terpaksa (noodweer) dirumuskan dalam Pasal 49 ayat (1)

KUHP sebagi berikut:

tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan


terpaksa untuk diri sendiri atau orang lain, kehormatan kesusilaan
atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena adanya
serangan atau ancaman serangan yang melawan hukum pada
ketika itu juga.

Berdasarkan rumusan Pasal 49 ayat (1) tersebut dapat disimpulkan ada dua

unsur pembelaan terpaksa, yaitu unsur syarat adanya pembelaan terpaksa dan

unsur bentuk-bentuk pembelaan terpaksa. Pada unsur syarat pembelaan

terpaksa hal tersebut terdiri dari:58

a. pembelaan terpaksa harus dilakukan karena sangat terpaksa;

b. untuk mengatasi danya serangan atau ancaman serangan seketika yang

bersifat melawan hukum;

Adam Chazawi, Op.Cit, hlm 17


58

50
c. serangan atau ancaman serangan mana ditujukan pada (tiga)

kepentingan hukum, ialah kepentingan hukum atas; badan, kehormatan

kesusilaan dan harta benda sendiri atau orang lain;

d. harus dilakukan ketika adanya ancaman serangan dan berlangsungnya

serangan atau bahaya masih mengancam;

e. perbuatan pembelaan harus seimbang dengan serangan yang

mengancam.

Kelima syarat itu adalah suatu kebulatan yang tidak terpisahkan, dan berkaitan

sangat erat satu dengan yang lain. Sedangkan pada unsur-unsur bentuk

pembelaan terpaksa terdiri dari:

a. membela dirinya sendiri atau orang lain artinya juga ialah serangan itu

bersifat dan ditujukan pada fisik atau badan manusia;

b. membela kehormatan kesusilaan, artinya ialah serangan itu tertuju pada

kehormatan kesusilaan; dan

c. membela harta benda sendiri atau harta benda lain, artinya ialah serangan

itu tertuju pada harta atau kebendaan.

4. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas (Noodweer Exces)

Pembelaan terpaksa yang melampaui batas dirumuskan dalam Pasal 49 ayat

(2) yaitu:

Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang berlangsung

disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan

atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.


51
Rumusannya adalah pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang

langsung disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat karena serangan

atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.

5. Menjalankan perintah Undang-undang (wettelijk voorcshrift);

Berdasarkan Pasal 50 KUHP yang menentukan bahwa:

Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan

undang-undang, tidak dipidana.

Pada dasarnya pasal ini bukan sekadar mengenai melaksanakan perbuatan

yang sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang saja,

akan tetapi termasuk juga segala perbuatan-perbuatan yang dilakukan

berdasarkan wewenang yang diberikan oleh undang-undang tersebut.

6. Menjalankan perintah jabatan (Ambtelijk Bevel);

Alasan peniadaan pidana karena menjalankan perintah jabatan dirumuskan

dalam Pasal 51 ayat (1) ditentukan bahwa:

Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah

jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak

dipidana.

7. Menjalankan perintah jabatan yang tidak sah dengan iktikad baik;

Menjalankan perintah jabatan yang tidak sah (een onbevoged ambtelijk

bevel) dengan itikad baik sebagai dasar peniadaan pidana, dirumuskan

pada Pasal 51 ayat (2), yaitu:

Perintah jabatan tanpa wewenang tidak menyebabkan hapusnya


52
pidana, kecuali apabila yang menerima perintah, dengan itikad baik
mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang, dan
pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.

Pada Pasal 51 ayat (2) tersebut, ada syarat yang wajib dipenuhi agar orang

yang menjalankan perintah yang tidak sah dengan itikad baik itu tidak

dipidana, ialah syarat subjektif dan syarat objektif.

a. Syarat subjektif, ialah dengan itikad baik dia mengira bahwa perintah

itu adalah sah;

b. Syarat objektif, ialah pada kenyataannya perintah itu masuk dalam

bidang tugas pekerjaannya.

Utrech menyatakan, pembedaan ini didasarkan alasan yang berbeda antara

dasar penghapus pidana yang umum dan khusus. Dasar penghapus pidana yang

umum ini didasarkan ketiadaan sifat melawan hukum dari perbuatan

(wederrechtelijkheid) atau ketiadaan kesalahan dalam pengertian yang luas

(schuld). Sementara, dasar penghapus pidana yang khusus adalah pada

kepentingan umum yang tidak diuntungkan dengan adanya penuntut pidana.59

Menurut doktrin hukum pidana, penyebab tidak dipidananya si pembuat

tersebut dibedakan dan dikelompokan menjadi dua dasar yaitu pertama alasan

pemaaf (schuiduitsluitingsgronden), yang bersifat subjektif dan melekat pada

diri orangnya, khususnya mengenal sikap batin sebelum atau pada saat akan

berbuat, dan kedua dasar pembenar (rechtsvaardingingsgronden), yang bersifat

59
Eva Achjani Zulfa, Gugurnya Hak Menuntut Dasar Penghapus, Peringan, dan Pemberat
Pidana, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm 47.

53
objektif dan melekat pada perbuatannya atau hal-hal lain diluar batin si

pembuat.60

Pada umumnya, pakar hukum memasukkan kedalam dasar pemaaf yaitu

sebagai berikut:61

1. Ketidakmampuan bertanggungjawab;

2. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas;

3. Hal menjalankan perintah jabatan yang tidak sah dengan itikad baik.

Sementara itu, yang selebihnya masuk ke dalam dasar pembenar yaitu

sebagai berikut:62

1. Adanya daya paksa;

2. Adanya pembelaan terpaksa;

3. Sebab menjalankan perintah undang-undang;

4. Sebab menjalankan perintah jabatan yang sah.

Tidak dipidananya si pembuat karena alasan pemaaf walaupun

perbuatannya terbukti melanggar undang-undang, yang artinya perbuatannya itu

tetap bersifat melawan hukum, namun karena hilang atau hapusnya kesalahan

pada diri si pembuat, perbuatannya tidak dapat dipertanggungjawabkan

kepadanya. Contohnya orang gila memukul orang lain sampai luka berat, dia

dimaafkan atas perbuatannya itu. Berlainan dengan alasan pembenar, tidak

60
Adami Chazawi, Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Peniadaan, Pemberatan dan
Peringanan, Kejahatan Aduan, Perbarengan dan Ajaran Kausalitas, (Jakarta: PT. Raja Grafindo,
2009), hlm. 18.
61
Ibid.
62
Ibid.

54
dipidananya si pembuat, karena perbuatan tersebut kehilangan sifat melawan

hukumnya perbutan. Walaupun dalam kenyataannya perbuatan si pembuat telah

memenuhi unsur tidak pidana, tetapi karena hapusnya sifat melawan hukum

pada perbuatan itu, si pembuat tidak dapat dipidana.

Berkaitan dengan adanya alasan pembenar dan alasan pemaaf ini, maka

meskipun perbuatan seseorang itu telah memenuhi isi rumusan undang-undang

mengenai suatu perbuatan yang dapat dihukum, akan tetapi yang bersangkutan

tidak dihukum (dipidana). Alasan pembenar dan alasan pemaaf ini adalah

merupakan pembelaan dari pelaku terhadap tuntutan dari perbuatan pidana yang

telah dilakukannya. Sehingga dapat berfungsi sebagai pelindung bagi terdakwa

dari ancaman hukuman.63

Dari sudut putusan pengadilan, maka alasan penghapus pidana akan

mengakibatkan dua bentuk putusan pengadilan (hakim). Pertama yang

mengakibatkan putusan bebas (vrijspraak), dan kedua mengakibatkan putusan

lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag). Putusan bebas menurut doktrin

adalah putusan yang menyangkut tentang sifat melawan hukum perbuatan

pelaku/terdakwa yang dihapuskan/dihilangkan, atau mengenai unsur perbuatan

pidananya (jadi dalam hal ini sebagai unsur objektif) yang dihapuskan.

Sedangkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum menurut doktrin adalah

putusan yang menyangkut tentang kesalahan pelakunya yang dihapuskan, atau

63
M. Hamdan, Alasan Penghapus Pidana Teori dan Studi Kasus, (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2012), hlm 31.

55
mengenai unsur kesalahan (sebagai unsur subjektif) pelaku/terdakwa yang

dihapuskan.64 Pembagian alasan penghapus pidana dengan cara memisahkan

antara alasan pemaaf dengan alasan pembenar ini juga dapat dilihat dari

pandangan atau aliran dualistis dalam hukum pidana yang berbeda dengan

aliran atau pandangan monistis.

Menurut aliran monistis menyatakan bahwa tidak ada pembedaan

perlakuan antara unsur tindak pidana yang sifatnya subjektif (kesalahan dalam

arti luas) dan unsur tindak pidana yang sifatnya objektif (melawan hukum).

Karenanya, dalam kaitannya dengan dasar penghapus pidana, penghapusan

salah satu unsur tersebut atas tindak pidana yang terjadi menyebabkan suatu

konsekuensi yang sama, yaitu putusan hakim harus berbunyi membebaskan

terdakwa (vrijspraak).65

Aliran dualistis berpandangan bahwa aliran ini memperlakukan unsur

tindak pidana yang sifatanya subjektif (kesalahan dalam arti luas) dan unsur

tindak pidana yang sifatnya objektif (melawan hukum) secara berbeda.

Karenanya, dalam kaitannya dengan dasar penghapus pidana, penghapusan

salah satu unsur tersebut atas tindak pidana yang terjadi menyebabkan suatu

konsekuensi yang berbeda pula. Dalam kaitannya dengan dihapuskannya unsur

kesalahan, maka terhadap pelaku hukum pidana memaafkan perbuatan yang

dilakukannya. Memang dalam rumusan pasal-pasal tertentu (misalnya dalam

64Ibid.
65
M. Rasyid Ariman, Kejahatan Tertentu dalam KUHP (Sari Kuliah Hukum Pidana
Dalam Kodifikasi), (Palembang: Unsri, 2008), hlm 3.

56
pasal-pasal yang tercantum dalam Buku III KUHP) unsur kesalahan tidak selalu

dicantumkan sebagai unsur tertulis, namun hukum pidana tidak memberlakukan

berbeda apakah unsur kesalahan sebagai dasar tertulis maupun bukan. Dalam

pandangan ini menyebabkan putusan hakim harus berbunyi melepaskan

terdakwa dari tuntutan (ontslag).66

B. Pengertian Pembelaan Terpaksa dan Syarat Penerapannya

Pembelaan terpaksa dapat disebut sebagai noodweer. Istilah noodweer

tidak terdapat dalam KUHP. Istilah tersebut muncul dalam Memorie van

Toelitching. Perkataan noodweer sendiri berasal dari kata nood yang artinya

darurat dan weer yang artinya pembelaan, hingga secara harfiah itu dapat

diartikan sebagai pembelaan yang dilakukan dalam keadaan darurat. Menurut

ketentuan pidana seperti yang telah dirumuskan di dalam Pasal 49 ayat (1)

KUHP itu, apabila kepentingan-kepentingan hukum tertentu dari seseorang itu

mendapat serangan secara melawan hukum dari orang lain, maka pada dasarnya

orang dapat dibenarkan untuk melakukan suatu pembelaan terhadap serangan

tersebut, walaupun dengan cara yang merugikan kepentingan hukum dari

penyerangnya, yang di dalam keadaan biasa cara tersebut merupakan suatu

tindakan yang terlarang di mana pelakunya telah diancam dengan sesuatu

hukuman. Menurut Moeljatno pembelaan terpaksa (noodweer) merupakan jenis

perbuatan alasan penghapus pidana yang termasuk dalam alasan pembenar yakni
66
Ibid.

57
alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan sehingga apa

yang dilakukan oleh terdakwa lalu merupakan perbuatan yang patut dan benar.

Noodweer dapat diterapkan apabila terjadi suatu keadaan-keadaan, yang menurut

Simmons yakni adanya suatu serangan yang bersifat melawan hukum.

Istilah pembelaan terpaksa seringkali disebut sebagai pembelaan darurat

menurut R. Soesilo syarat-syarat penerapan pembelaan terpaksa, yaitu:67

1. Perbuatan yang dilakukan itu harus terpaksa dilakukan untuk

mempertahankan (membela). Pertahanan itu harus amat perlu, boleh

dikatakan tidak ada jalan lain. Di sini harus ada keseimbangan yang

tertentu antara pembelaan yang dilakukan dengan serangannya. Untuk

membela kepentingan yang tidak berarti misalnya, orang tidak boleh

membunuh atau melukai orang lain.

2. Pembelaan atau pertahanan itu harus dilakukan hanya terhadap

kepentingan-kepentingan yang disebut dalam pasal itu yaitu badan,

kehormatan dan barang diri sendiri atau orang lain.

3. Harus ada serangan yang melawan hak dan mengancam dengan

sekonyong-konyong atau pada ketika itu juga.

Lebih lanjut, Andi Hamzah menjelaskan bahwa pembelaan harus

seimbang dengan serangan atau ancaman. Serangan tidak boleh melampaui batas

keperluan dan keharusan. Asas ini disebut sebagai asas subsidiaritas

67
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentar lengkap
Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politeia, 1985), hlm 165.

58
(subsidiariteit). Harus seimbang antara kepentingan yang dibela dan cara yang

dipakai di satu pihak dan kepentingan yang dikorbankan atau harus proporsional.

Asas proporsionalitas (keseimbangan) di sini yaitu antara syarat-syarat

yang telah ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihakpihak yang

berkaitan dengan perkara. Seperti adanya keseimbangan yang bekaitan dengan

kepentingan masyarakat dan kepentingan terdakwa juga kepentingan korban. Jika

dikaitkan dengan kasus serangan oleh pelaku terhadap korban harus dibalas

secara seimbang oleh korban sehingga dapat dikatakan sebagai pembelaan

terpaksa (noodweer). Menurut Satochid Kartanegara asas proporsionalitas

menentukan bahwa harus ada keseimbangan antara kepentingan hukum yang

dilindungi dengan kepentingan hukum yang dilanggar. Menuliskan everedigheid

beginsel (asas keseimbangan) harus ada keseimbangan antara kepentingan hukum

yang dibela dengan kepentingan hukum yang dilanggar. Asas subsidiaritas

menentukan bahwa jika ada cara perlawanan yang kurang membahayakan, orang

yang diserang tidak boleh memilih cara yang lebih berat dan mengakibatkan

kerugian yang lebih besar pada si penyerang. Sudah tentu yang maksud pembuat

undang-undang ialah untuk menentukan bahwa kepentingan yang dilanggar oleh

si pembela tidak boleh lebih besar dari pada kepentingan yang dibelanya.

Dapat disimpulkan dari beberapa pendapat tersebut bahwa syarat

diperbolehkannya pembelaan terpaksa yaitu:

1. Keseimbangan antara kepentingan hukum yang dilindungi dan dilanggar;

2. Perlawanan tidak boleh lebih berat dari penyerang.


59
Terkadang sebagai manusia yang memiliki nafsu perlawanan melebihi

serangan yang diterima. Hal ini juga diatur dalam KUHP mengenai noodweer

excess, tepatnya pada Pasal 49 Ayat (2). Noodweer excess atau pembelaan

terpaksa yang melampaui batas diartikan sebagai dilampauinya batas-batas dari

suatu pembelaan seperlunya itu haruslah disebabkan oleh karena pengaruh dari

suatu kegoncangan jiwa yang demikian hebat, yang bukan sematamata

disebabkan karena adanya perasaan takut atau ketidaktahuan tentang apa yang

harus dilakukan, melainkan juga yang disebabkan oleh hal-hal lain seperti

kemarahan. Menurut doktrin hukum pidana terdapat tiga unsur yang harus

dipenuhi agar perbuatan seseorang dapat dikategorikan sebagai Pembelaan

terpaksa yang melampaui batas (Noodweer excess), yaitu:

1. Melampaui batas pembelaan yang diperlukan;

2. Kegoncangan jiwa yang hebat;

3. Adanya hubungan kausal antara serangan dengan timbulnya kegoncangan

jiwa yang hebat.

Unsur yang pertama di dalamnya berkaitan dengan tidak adanya

keseimbangan antara alat atau cara yang dipilih untuk melakukan pembelaan

diri dengan serangan yang terjadi, dan yang diserang sesungguhnya masih

memiliki kesempatan untuk melarikan diri, tapi karena kegoncangan jiwanya

yang hebat menyebabkan hal itu tidak dilakukan. Sedangkan unsur yang kedua

berkaitan dengan tidak berfungsinya akal atau batin orang tersebut secara

normal yang disebabkan oleh datangnya suatu serangan yang menggoncangkan


60
jiwanya secara hebat. Unsur yang ketiga bersifat subjektif sifatnya, tergantung

pada tempramen masing-masing individu sehingga dalam hal ini diperlukan

adanya pemeriksaan atau keterangan dari psikiatri.

C. Pengertian Dan Jenis Sanksi Pidana

Hukum pidana di Indonesia memiliki 2 (dua) jenis sanksi yaitu sanksi

pidana dan sanksi tindakan. Sanksi pidana didefinisikan sebagai suatu nestapa

atau penderitaan yang ditimpakan kepada seseorang yang bersalah melakukan

perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana, dengan adanya sanksi tersebut,

diharapkan tidak ada orang yang melakukan tindak pidana. Herbet L. Packer

menyatakan: Criminal punishment means simply any particular disposition or

the range or permissible disposition that the law authorizes (or appears to

authorize) in cases of person who have been judges through the distinctive

processes of the criminal law to be guilty of crime. Berdasarkan pendapat di atas,

sanksi pidana pada dasarnya merupakan suatu pengenaan suatu derita kepada

seseorang yang dinyatakan bersalah melakukan suatu tindak pidana melalui suatu

rangkaian proses peradilan oleh kekuasaan yang secara khusus diberikan untuk

hal itu.68

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, jenis-jenis sanksi pidana

dibedakan antara pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri dari

68Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta Tmur: Sinar Grafika, 2011), hlm.
251.

61
pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, dan pidana denda. Sedangkan

pidana tambahan terdiri dari pidana pencabutan hak-hak tertentu, pidana

perampasan barang tertentu, dan pidana pengumuman putusan hakim. Pasal 10

KUHP merumuskan pidana pokok terdiri dari:

1. Pidana Mati

Pidana mati merupakan pidana terberat yang pelaksanaannya berupa

penyerangan terhadap hak hidup bagi manusia, yang sesungguhnya hak ini

hanya berada di tangan Tuhan dan hal inilah yang masih menjadi pro kontra

dari dulu hingga saat ini. Kelemahan dan keberatan pidana mati ini adalah

apabila telah dijalankan, maka tidak dapat memberi harapan lagi untuk

perbaikan, baik revisi atas jenis pidananya maupun perbaikan atas diri

terpidananya. Pencantuman pidana mati dalam undang-undang harus

dipandang sebagai tindakan darurat atau noorrecht agar pidana mati

dijatuhkan pada keadaan-keadaan tertentu yang dipandang sangat mendesak

saja atau pada tindak pidana yang dianggap sangat berat, seperti:

a. Tindak pidana yang mengancam keamanan negara seperti dalam Pasal

104, Pasal 111 ayat (2), dan Pasal 124 ayat (3) KUHP;

b. Tindak pidana pembunuhan terhadap orang tertentu dan/atau dilakukan

dengan faktor-faktor pemberat, seperti dalam Pasal 140 ayat (3) dan

Pasal 340 KUHP;

62
c. Tindak pidana terhadap harta benda yang disertai unsur atau faktor yang

sangat memberatkan, seperti dalam Pasal 365 ayat (4) dan Pasal 368

ayat (2) KUHP; dan

d. Tindak pidana pembajakan laut, sungai dan pantai seperti dalam Pasal

444 KUHP.

Sedangkan aturan di luar KUHP yang mengatur pidana mati adalah Undang-

Undang di luar KUHP yang mengatur pidana mati, adalah:69

a. Undang-Undang Drt. Nomor 12 Tahun 1951 tentang senjata api;

b. Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1959 tentang Wewenang Jaksa Agung

atau Jaksa Tentara Agung dalam hal memperberat ancaman hukuman mati

terhadap tindak pidana membahayakan perlengkapan sandang pangan;

c. Perpu Nomor 21 Tahun 1959 tentang memperberat hukuman terhadap tindak

pidana ekonomi;

d. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1976 tentang Perubahan dan Penambahan

beberapa pasal dalam KUHP berkaitan dengan perluasan berlakunya

ketentuan perundang-undangan pidana tindak pidana penerbangan dan tindak

pidana terhadap sarana/prasarana penerbangan;

e. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropoka;

f. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

69
Olib Setiady, Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia, (Bandung: Alfabeta, 2010),
hlm. 85-86.

63
g. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM;

h. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Tindak

Pidana Terorisme; dan

i. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

2. Pidana penjara

Pidana penjara atau pidana kehilangan kemerdekaan itu bukan hanya dalam

bentuk pidana penjara tetapi juga berupa pengasingan.70 Dalam Pasal 10 KUHP,

ada 2 (dua) jenis pidana hilang kemerdekaan bergerak, yaitu pidana penjara dan

pidana kurungan. Dilihat dari sifatnya yang menghilangkan dan/atau membatasi

kemerdekaan bergerak, dalam arti menempatkan terpidana dalam suatu tempat

(Lembaga Pemasyarakatan) yang mana terpidana tidak bebas keluar masuk dan

didalamnya wajib untuk tunduk, menaati dan menjalankan semua peraturan tata

tertib yang berlaku, maka kedua jenis pidana itu tampaknya sama, akan tetapi

kedua jenis pidana itu sebenarnya sangat jauh, adapun perbedaannya yaitu:

a. Pidana kurungan mengancam pada tindak pidana yang lebih ringan daripada

pidana penjara, pidana kurungan banyak diancam pada jenis tindak pidana.

b. Ancaman hukuman maksimun umum dari pidana penjara yaitu 15 (lima

belas) tahun lebih tinggi daripada ancaman maksimum umum pidana

kurungan yaitu 1 (satu) tahun. Pada keadaan pemberatan pidana kurungan

70
Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Di Indonesia, (Jakarta: Pradnya
Paramita, 1993), hlm. 36.
64
dapat diperberat namun tidak lebih dari 1 tahun 4 bulan (Pasal 18 KUHP),

sedangkan untuk pidana penjara dapat diperberat, misalnya dalam

pembarengan dan pengulangan dapat dijatuhi pidana penjara dengan

ditambah sepertiganya, oleh karena itu pidana penjara maksimum 15 (lima

belas) tahun bias menjadi 20 (dua puluh) tahun.

c. Pelaksanaan pidana penjara dapat dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan di

seluruh Indonesia (dapat berpindah-pindah). Pidana kurungan dapat

dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan di mana ia berdiam ketika

putusan Hakim dijalankan.

d. Terpidana kurungan dengan biaya sendiri dapat sekadar meringankan

nasibnya dalam menjalankan pidananya menurut aturan yang ditetapkan

(hak pistole).

e. Pelaksanaan pidana denda tidak dapat diganti dengan pelaksanaan pidana

penjara, namun bisa diganti dengan pidana kurungan disebut kurungan

pengganti denda.

Menurut Pasal 12 ayat (1), stelsel pidana penjara dibedakan menjadi pidana

penjara seumur hidup dan pidana penjara sementara waktu pidana penjara

seumur hidup diancamkan pada tindak pidana yang dikategorkan sebagai tindak

pidana sangat berat, yaitu sebagai pidana alternatif dari pidana mati seperti pada

Pasal 104, Pasal 365 ayat (4), Pasal 368 ayat (2) dan berdiri sendiri dalam arti

tidak sebagai alternatif pidana mati tetapi sebagai alternatifnya adalah pidana

penjara sementara setinggi-tingginya 20 (dua puluh) tahun, misalnya Pasal 106,


65
Pasal 108 ayat (2). Pidana penjara sementara waktu, paling rendah 1 (satu) hari

dan paling tinggi 15 (lima belas) tahun secara berturut-turut. Dalam hal yang

ditentukan dalam Pasal 12 ayat (3) yaitu sebagai berikut:

a. Dalam hal tindak pidana yang Hakim boleh memilih: (1) apakah akan

dijatuhkan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana

penjara sementara maksimun 20 (dua puluh) tahun, atau (2) dalam hal tindak

pidana-tindak pidana tertentu yang memang diancam dengan pidana penjara

maksimum 20 (dua puluh) tahun sebagai alternatif dari pidana penjara

seumur hidup.

b. Dalam hal telah terjadinya: (1) perbarengan, atau (2) pengulangan atau (3)

tindak pidana-tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara sementara

maksimun 15 (lima belas) tahun.

3. Pidana kurungan

Dalam beberapa hal pidana kurungan adalah sama dengan pidana penjara, yaitu

sebagai berikut:71

a. maksimum umum pidana penjara 15 (lima belas) tahun dalam keadaan

tertentu bisa diperberat maksimum 20 (dua puluh) tahun dan pidana

kurungan maksimum umum 1 (satu) tahun yang dapat diperpanjang

maksimum 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan. Minimum umum sama-sama 1

(satu) hari, sementara maksimum khusus disebutkan pada setiap rumusan

Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 23-24.
71

66
tindak pidana, bergantung dari pertimbangan berat ringannya tindak pidana

yang bersangkutan.

b. Orang yang dipidana kurungan dan pidana penjara diwajibkan untuk

menjalankan (bekerja) pekerjaan tertentu walaupun narapidana kurungan

lebih ringan dari narapidana penjara.

c. Pidana kurungan dan pidana penjara mulai berlaku apabila terpidana tidak

ditahan, yaitu pada hari putusan Hakim (setelah mempunyai kekuatan tetap)

dijalankan/dieksekusi, yaitu pada saat pejabat kejaksaan mengeksekusi

dengan cara melakukan tindakan paksa memasukkan terpidana ke dalam

Lembaga Pemasyarakatan.

Menurut Vos, pidana kurungan pada dasarnya mempunyai tujuan, yaitu:

a. Sebagai custodia honesta untuk tindak pidana yang tidak menyangkut tindak

pidana kesusilaan yaitu delicculpa dan beberapa delic dolus, seperti

perkelahian satu lawan satu (Pasal 182 KUHP) dan pailit sederhana (Pasal

396 KUHP). Pasal-pasal tersebut diancam pidana penjara, contoh yang

dikemukakan Vos sebagai tindak pidana yang tidak menyangkut tindak

pidana kesusilaan.

b. Sebagai custodia simplex, yaitu suatu perampasan kemerdekaan untuk tindak

pidana pelanggaran.

4. Pidana denda

Pidana denda dapat dijumpai di dalam Buku I dan Buku II KUHP yang telah

diancamkan baik bagi tindak pidana-tindak pidana maupun bagi pelanggaran-


67
pelanggaran. Pidana denda juga diancamkan baik satu-satunya pidana pokok

maupun secara alternatif dengan pidana penjara saja, atau alternatif dengan kedua

pidana pokok tersebut secara bersama-sama.72

Pidana denda diancamkan pada banyak jenis pelanggaran, baik sebagai alternatif

dari pidana kurungan maupun berdiri sendiri, begitu pula terhadap jenis tindak

pidana ringan maupun tindak pidana culpa, pidana denda sering diancamkan

sebagai alternatif dari pidana kurungan. Sementara itu, bagi tindak pidana yang

selebihnya jarang sekali diancam dengan pidana denda baik sebagai alternatif

dari pidana penjara maupun berdiri sendiri.

Ada beberapa keistimewaan tertentu dari pidana denda, jika dibandingkan

dengan jenis lain dalam kelompok pidana pokok, keistimewaan itu adalah:

a. Dalam hal pelaksanaan pidana, denda tidak menutup keumungkinan

dilakukan atau dibayar oleh orang lain, yang dalam pelaksanaan pidana

lainnya kemungkinan seperti ini tidak bisa terjadi. Jadi, dalam pelaksanaan

pidana denda dapat melanggar prinsip dasar dari pemidanaan sebagai akibat

yang harus dipikul diderita oleh pelaku sebagai orang yang harus

bertanggung jawab atas perbuatan (tindak pidana) yang dilakukannya

b. Pelaksanaan pidana denda boleh diganti dengan menjalani pidana kurungan

(kurungan pengganti denda, Pasal 30 ayat (2) KUHP). Dalam putusan

Hakim yang menjatuhkan pidana denda, dijatuhkan juga pidana kurungan

72
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Cetakan Kedua, (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2019), hlm 712.

68
pengganti denda sebagai alternatif pelaksanaannya, dalam arti jika denda

tidak dibayar, terpidana wajib menjalani pidana kurungan pengganti denda

itu. Dalam hal ini, terpidana bebas memilihnya, lama pidana kurungan

pengganti denda minimal 1 hari maksimal umum enam bulan.

c. Dalam hal pidana denda tidak terdapat maksimum umumnya, yang ada

hanyalah minimum umum yang menurut Pasal 30 ayat (1) KUHP adalah

Rp.3,75 (tiga rupiah tujuh puluh lima sen). Sementara itu maksimum

khususnya ditentukan pada masing-masing rumusan tindak pidana yang

bersangkutan, yang dalam hal ini sama dengan jenis lain dari kelompok

pidana pokok.

Dari penjelasan di atas, jika pidana denda tidak dibayar, maka harus menjalani

kurungan pengganti denda. Pidana kurungan pengganti denda ini dapat ditetapkan

lamanya kisaran antara satu hari sampai enam bulan dan dalam keadaan-keadaan

tertentu yang memberatkan, batas waktu maksimum enam bulan ini dapat dilampaui

sampai paling tinggi menjadi delapan bulan berdasarkan Pasal 30 ayat (5) dan (6)

KUHP.

Terpidana yang dijatuhi pidana boleh segera menjalani kurungan pengganti

denda dengan tidak perlu menunggu sampai habis waktu untuk membayar denda.

Tapi, bila kemudian ia membayar denda saat itu demi hukum, ia harus dilepaskan dari

kurungan pengganti denda. Jaminan pengganti harus ada dalam pidana denda karena

69
dalam pelaksanaan pidana denda tidak dapat dijalankan dengan paksaan secara

langsung seperti penyitaan atas barang-barang terpidana.73

Pasal 237 ayat (1) KUHP menentukan bahwa jika putusan Pengadilan

menjatuhkan pidana denda kepada terpidana, maka diberikan jangka waktu satu bulan

untuk membayar denda tersebut kecuali dalam putusan acara pemeriksaan cepat yang

harus seketika dilunasi. Pada Pasal 237 ayat (2) menyatakan bahwa dalam hal

terdapat alasan kuat, jangka waktu sebagaimana tersebut dalam ayat (1) dapat

diperpanjang untuk paling lama satu bulan dan uang denda yang dibayarkan oleh

terpidana menjadi milik negara, oleh karena itu Kejaksaan setelah menerima uang

denda tersebut harus segera menyetorkannya ke kas negara.

Menurut Pasal 10 KUHP, jenis-jenis pidana tambahan, terdiri dari:

1. Pidana pencabutan hak-hak tertentu

Pencabutan seluruh hak yang dimiliki oleh seseorang yang dapat

mengakibatkan kematian perdata tidak diperkenankan. Undang-Undang hanya

memberikan kewenangan tersebut kepada negara untuk melakukan pencabutan

hak tertentu saja yang mana menurut Pasal 35 ayat (1) KUHP, hak-hak yang

dapat dicabut tersebut yaitu:

a. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu;

b. Hak menjalankan jabatan dalam angkatan bersenjata/TNI;

c. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan

aturan-aturan umum;
73
Adam Chazawi, Op. Cit, hlm. 28.

70
d. Hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan,

hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas atas

anak yang bukan anak sendiri;

e. Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau

pengampuan atas anak sendiri. Hak ini dapat dicabut apabila terjadi

pemidanaan karena pemegang hak tersebut dengan sengaja melakukan

tindak pidana bersama dengan anak yang kurang cukup umur yang berada

di bawah kekuasaannya, lalu pemegang hak tersebut melakukan tindak

pidana penggelapan asal-usul, kesusilaan, meninggalkan seseorang padahal

memerlukan pertolongan, perampasan kemerdekaan, perampasan jiwa atau

penganiayaan terhadap anak yang belum cukup umur yang berada dibawah

kuasanya; dan

f. Hak menjalankan mata pencaharian.

Sifat hak-hak tertentu yang dapat dicabut oleh Hakim tidak untuk

selamanya, hanya dalam waktu tertentu saja kecuali jika yang bersangkutan

dijatuhi pidana seumur hidup atau pidana mati. Pasal 38 KUHP

menentukan tentang lamanya waktu apabila Hakim menjatuhkan juga

pidana pencabutan hak-hak tertentu, sebagai berikut:

a) Jika pidana pokok yang dijatuhkan Hakim pada yang bersangkutan

berupa pidana mati atau pidana seumur hidup, maka lamanya

pencabutan hak-hak tertentu itu berlaku seumur hidup;

71
b) Jika pidana pokok yang dijatuhkan berupa pidana penjara sementara

atau kurungan, maka lamanya pencabutan hak-hak tertentu maksimum

5 (lima) tahun dan minimumnya 2 (dua) tahun lebih lama daripada

pidana pokoknya;

c) Jika pidana pokok yang dijatuhkan berupa pidana denda, maka pidana

pencabutan hak-hak tertentu paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling

lama 5 (lima) tahun.

Adam Chazawi juga menjelaskan bahwa hal yang perlu diperhatikan adalah

Hakim baru boleh menjatuhkan pidana pencabutan hak-hak tertentu sebagaimana

diterangkan di atas apabila secara tegas diberi wewenang oleh Undang-Undang

yang diancamkan pada rumusan tindak pidana yang bersangkutan. Tindak pidana

yang diancam dengan pidana pencabutan hak-hak tertentu antara lain tindak

pidana yang dirumuskan dalam Pasal 317, Pasal 318, Pasal 334, Pasal 347, Pasal

348, Pasal 350, Pasal 362, Pasal 363, Pasal 365, Pasal 372, Pasal 374, dan Pasal

375 KUHP.74

2. Pidana pencabutan hak-hak tertentu

Perampasan barang dari hasil tindak pidana hanya diperkenankan atas barang-

barang tertentu saja, tidak untuk semua barang. Undang-undang tidak mengenal

perampasan untuk semua kekayaan, menurut Pasal 39 KUHP ada 2 (dua) jenis

barang yang dapat dirampas melalui putusan Hakim pidana, yaitu:

74
Ibid., hlm. 47-48.

72
a. Barang-barang yang diperoleh dari suatu tindak pidana yang biasa disebut

dengan corpora delictie, contohnya seperti uang paliasu dari tindak pidana

pemaliasuan uang, surat cek paliasu dari tindak pidana pemaliasuan surat;

dan

b. Barang-barang yang digunakan untuk melakukan tindak pidana yang disebut

instrumenta delictie, contohnya seperti pisau yang digunakan dalam tindak

pidana pembunuhan atau penganiayaan, anak kunci paliasu yang digunakan

dalam pencurian, dan lain-lain.

Dalam pidana perampasan barang terdapat 3 (tiga) prinsip dasar, yaitu:75

a. Hanya diancamkan dan dapat dijatuhkan terhadap 2 (dua) jenis barang

yang tersebut dalam Pasal 39 KUHP saja;

b. Hanya jika ada tindak pidana saja yang dapat diancamkan dan dapat

dijatuhkan oleh Hakim;

c. Hanya diancamkan dan dapat dijatuhkan oleh Hakim atas barang-barang

milik terpidana saja, kecuali ada beberapa ketentuan : yang menyatakan

secara tegas terhadap barang yang bukan milik terpidana, tidak secara tegas

menyebutkan terhadap baik barang milik terpidana atau bukan.

3. Pidana pengumuman putusan Hakim

Pidana pengumuman putusan Hakim ini hanya dapat dijatuhkan dalam

hal-hal yang telah ditentukan oleh undang-undang, misalnya yang terdapat

dalam Pasal 128, Pasal 206, Pasal 361, Pasal 377, Pasal 395, dan Pasal 405

Ibid., hlm.49-50.
75

73
KUHP. Tujuan pidana tambahan pengumuman putusan Hakim adalah upaya

pencegahan agar masyarakat terhindar dari kelihaian busuk si pelaku. Pidana

tambahan ini hanya dapat dijatuhkan apabila secara tegas ditentukan berlaku

untuk pasal-pasal pidana tertentu. Menurut Pasal 195 KUHAP, setiap putusan

Hakim memang harus diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum,

jika tidak, putusan itu batal demi hukum, tetapi pengumuman putusan Hakim

ini merupakan suatu publikasi ekstra dari suatu putusan pemidanaan seseorang

dari Pengadilan pidana.

Dalam pidana putusan Hakim ini, Hakim bebas menentukan perihal cara

melaksanakan pengumuman itu. Maksudnya, pengumuman putusan Hakim

yang demikian ini adalah sebagai usaha preventif, mencegah bagi orang orang

tertentu agar tidak melakukan tindak pidana, dan memberitahukan kepada

masyarakat untuk berhati-hati dalam bergaul juga berhubungan dengan orang-

orang yang dapat disangka tidak jujur sehingga tidak menjadi korban dalam

tindak pidana (tindak pidana).

Sanksi pidana yang digunakan sebagai sanksi pidana pengganti denda

dalam KUHP adalah pidana kurungan dimana dinyatakan dalam Pasal 30 ayat

(2), sanksi pidana denda yang tidak mampu dibayar akan diganti dengan pidana

kurungan. Pidana kurungan ini hanya bisa dikenakan kepada subyek hukum

orang sedangkan untuk subyek hukum berupa badan hukum belum ada

pengaturan sanksi pidana pengganti denda yang dapat menjeratnya.

74
D. Contoh Kasus Penerapan Pembelaan Terpaksa Sebagai Alasan Penghapus

Pidana

Penerapan pembelaan terpaksa pada kenyataannya sebagai alasan

penghapusan pidana pernah diterapkan pada perkara tindak pidana. Hal ini salah

satunya tercantum dalam Putusan Mahkamah Agung No. 103 K/Pid/2012.

Adapun kronologi dalam kasus tersebut antara lain:

Terdakwa Benboy Ilala Bin Usmanudin pada hari Senin tanggal 20

Desember 2010 sekitar pukul 02.00 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu lain

dalam bulan Desember tahun dua ribu sepuluh bertempat di dekat sumur/kamar

mandi milik Manto di Village Desa Sumber Mulia Kec. Lubai Kab. Muara Enim

atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah

Hukum Pengadilan Negeri Muara Enim, dengan sengaja merampas nyawa orang

lain yaitu Yudi Efran Alias Seran Bin Man Yuhardi (Korban), perbuatan tersebut

terdakwa lakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

Bermula pada malam Senin tanggal 20 Desember 2010 sekitar pukul 23.30

WIB pada acara organ tunggal di Village I Desa Sumber Mulia di acara tersebut

banyak orang-orang berjoget diatas panggung, namun karena dibatasi oleh

panitia acara agar joget bergantian sehingga panitia acara tersebut meminta

sebagian orang-orang yang berada di atas panggung untuk turun. Pada saat itu

adik korban yaitu saksi Nandar terjatuh dari tangga panggung karena didorong

oleh terdakwa sambil marah-marah, melihat hal itu korban tidak senang dan

mendatangi terdakwa sambil marah-marah kepada terdakwa dan terjadilah ribut


75
mulut, akan tetapi hal tersebut tidak sampai terjadi perkelahian antara korban

dengan terdakwa karenaa dipisah oleh panitia acara dan orang banyak.

Selanjutnya, korban dan teman-temannya pulang, pada saat ditengah perjalanan

pulang terjadi kecelakaan dari teman saksi Zahrobi Marta yang diakibatkan

karena kendaraanya terbalik sendiri, tak lama kemudian korban datang ke tempat

kecelakaan lalu mengajak saksi Zahrobi Marta dan temannya yang kecelakaan

tersebut untuk berobat ke Village I kerumah mantra Sarijo. Beberapa waktu

kemudian korban dan saksi Zahrobi Marta yang sedang menunggu temannya

berobat melihat kendaraan melintas yang dikendarai oleh terdakwa, kemudian

korban mengajak saksi Zahrobi Marta dan saksi Hapi untuk mencegat terdakwa

yang sedang mengendarai sepeda motor, karena merasa terancam terdakwa

menghentikan laju kendaraannya lalu turun dari sepeda motor dan berlari kearah

simpang tiga jalan. Melihat hal itu korban langsung mengejar terdakwa serta

disusul oleh saksi Zahrobi Marta. Selanjutnya setelah sekitar 100 meter berlari

terdakwa masuk bersembunyi kedalam wc/kamar mandi dibelakang rumah

pamannya yaitu saudara Manto, sesampainya didepan pintu wc/kamar mandi

tersebut korban langsung mendorong pintu wc/kamar mandi tempat terdakwa

bersembunyi, sehingga terjadi saling dorong pintu wc/kamar mandi antara

korban dan terdakwa. Kemudian pintu wc/kamar mandi terbuka lalu korban yang

sudah membawa sebilah pedang langsung mengayunkan pedang tersebut kearah

terdakwa, namun tidak mengenai terdakwa, kemudian terdakwa keluar dari

wc/kamar mandi, lalu korban mengayunkan pedangnya lagi kearah terdakwa


76
namun tidak mengenai terdakwa melainkan mengenai tiang derek timba sumur

sehingga membuat pedang tersebut terlepas dari tangan korban.

Jaksa Penuntut Umum dalam kasus tersebut menuntut pada Kejaksaan

Negeri Muara Enim tanggal 11 Juli 2011 sebagai berikut:

1. Menyatakan terdakwa Benboy Ilala Bin Usmanudin terbukti bersalah

melakukan tindak pidana “pembunuhan dan penganiayaan yang

mengakibatkan luka berat” sebagaiman diatur dan diancam pidana dalam

Dakwaan Kesatu melanggar Pasal 338 KUHP dan Dakwaan Kedua Pasal

351 ayat (2) KUHP.

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terhadap Benboy Ilala Bin Usmanudin berupa

pidana penjara selama 12 (dua belas) tahun penjara dikurangi selama

terdakwa berada dalam tahanan sementara dan menetapkan supaya terdakwa

tetap ditahan.

3. Menyatakan barang bukti berupa:

a. 1 (satu) lembar baju jaket parasut warna hitam, 1 (satu) lembar baju

kemeja lengan pendek warna kebiruan bergaris-garis hitam dan 1 (satu)

lembar celana panjang jenas warna abu-abu. Dikembalikan kepada

keluarga korban.

4. Menetapkan supaya terdakwa membayar biaya perkara masing-masing

sebesar Rp. 5.000 (lima ribu rupiah).

77
Hakim pada tingkat Pengadilan Negeri dalam putusan nomor

140/Pid.B/2011/PN.ME. pada tanggal 01 Agustus 2011 memutuskan yang amar

lengkapnya sebagai berikut:

1. Menyatakan terdakwa Benboy Ilala Bin Usmanudin telah terbukti melakukan

tindak pidana “merampas nyawa orang lain”, sebagaimana didakwakan dalam

dakwaan pertama Kesatu, akan tetapi perbuatan tersebut tidak dapat

dipertanggungjawabkan kepada Terdakwa.

2. Melepaskan terdakwa Benboy Ilala Bin Usmanudin oleh karena itu dari segala

tuntutan hukum terhadap dakwaan Pertama Kesatu.

3. Melepaskan Terdakwa Benboy Ilala Bin Usmanudin telah terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana”melakukan penganiayaan yang

menyebabkan luka berat” sebagaimana dalam Dakwaan Pertama Kedua.

4. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Benboy Ilala Bin Usmanudin oleh

karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan.

5. Menetapkan bahwa masa penangkapan dan atau masa penahanan yang telah

dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

6. Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan.

7. Menetapkan terhadap barang bukti berupa:

a. 1 (satu) lembar baju jaket parasut warna hitam, 1 (satu) lembar baju kemeja

lengan pendek warna kebiruan bergaris-garis hitam dan 1 (satu) lembar

celana panjang jenas warna abu-abu.

78
8. Membebankan biaya perkara terhadap terdakwa sebesar Rp. 5.000. (lima ribu

rupiah).

Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding Pada tingkat pengadilan tinggi.

Hal ini tercantum dalam putusan perkara nomor 170/Pid/2011/PT.PLG. pada tanggal

06 Oktober 2011 yang amar lengkapnya sebagai berikut:

1. Menerima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan

Negeri Muara Enim tersebut.

2. Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Muara Enim Nomor

140/Pid.B/2011/PN.ME tanggal 1 Agustus 2011 yang dimintakan banding.

Majelis Hakim pada tingkat pengadilan tinggi menyatakan bahwa:

1. Menyatakan terdakwa Benboy Ilala Bin Usmanudin telah terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana :

2. Merampas nyawa orang lain dan Melakukan penganiayaan yang menyebabkan

luka berat sebagaimana didakwakan dalam Dakwaan Pertama Kesatu dan Kedua

akan tetapi perbuatan tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada Terdakwa.

3. Melepaskan terdakwa Benboy Ilala Bin Usmanudin oleh karena itu dari segala

tuntutan hukum.

4. Memerintahkan terdakwa Benboy Ilala Bin Usmanudin dibebaskan dari dalam

tahanan.

5. Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta

martabatnya.

6. Memerintahkan barang bukti berupa :


79
a. 1 (satu) lembar baju jaket parasut warna hitam, 1 (satu) lembar baju kemeja

lengan pendek warna kebiruan bergaris-garis hitam dan 1 (satu) lembar

celana panjang jenas warna abu-abu. Dikembalikan kepada keluarga korban

Yudi Efran.

7. Membebankan biaya perkara kepada Negara.

Jaksa Penuntut Umum kembali melakukan upaya hukum pada tingkat

kasasi namun Mahkamah Agung dalam hal ini menolak upaya hukum pada

tingkat kasasi tersebut. membebankan biaya perkara dalam tingkat kasasi ini

kepada negara.

Dari beberapa penjelasan dalam bab 3 (tiga) ini dapat kita ketahui beberapa

hal mengenai alasan penghapusan pidana karena jiwa cacat dalam

pertumbuhannya, dan jiwa terganggu karena penyakit, mengenai daya paksa

(overmacht) yang diatur dalam Pasal 48 KUHP, Perihal pembelaan terpaksa

(noodweer) dirumuskan dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP, Pembelaan terpaksa

yang melampaui batas dirumuskan dalam Pasal 49 ayat (2), Menjalankan

perintah Undang-undang (wettelijk voorcshrift) berdasarkan Pasal 50 KUHP,

Menjalankan perintah jabatan (Ambtelijk Bevel) dirumuskan dalam Pasal 51 ayat

(1). Merujuk pada hal yang lebih khusus sesuai dengan judul penulisan ini

mengenai noodweer, terdapat definisi secara etimologi mengenai noodweer.

Perkataan noodweer sendiri berasal dari kata nood yang artinya darurat dan weer

yang artinya pembelaan, hingga secara harfiah itu dapat diartikan sebagai

pembelaan yang dilakukan dalam keadaan darurat.


80
Noodweer atau dalam hal ini pembelaan terpaksa mempunyai pengertian

secara terminologi yaitu perbuatan alasan penghapus pidana yang termasuk

dalam alasan pembenar yakni alasan yang menghapuskan sifat melawan

hukumnya perbuatan sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu

merupakan perbuatan yang patut dan benar. Dalam hal ini penulis akan

menggunakan istilah pembelaan terpaksa untuk merujuk pada noodweer. Dalam

pembelaan terpaksa memiliki beberapa syarat dalam penerapannya antara lain:

perbuatan yang dilakukan itu harus terpaksa dilakukan untuk mempertahankan

(membela); Pembelaan atau pertahanan itu harus dilakukan hanya terhadap

kepentingan-kepentingan yang disebut dalam pasal itu yaitu badan, kehormatan

dan barang diri sendiri atau orang lain; Harus ada serangan yang melawan hak

dan mengancam dengan sekonyong-konyong atau pada ketika itu juga. Penulis

berpendapat bahwa pembelaan terpaksa menjadi suatu proses mewujudkan

hukum yang bermanfaat karena manusia memerlukan pertahanan diri dari setiap

bahaya yang datang, terlebih dewasa ini tingkat kriminalitas seperti

penganiayaan yang dilakukan oleh gangster dan pembegal sedang marak

terjadi.

81
BAB IV

ANALISIS PUTUSAN PERKARA NOMOR 183/PID.B/2021/PN.DMK

A. Posisi Kasus

1. Identitas terdakwa

Terdakwa bernama Sarlan Timumun dilahirkan pada 12 April 1982 di

Desa Tuinan. Terdakwa berjenis kelamin laki-laki yang merupakan Warga

Negara Indonesia (WNI) yang bertempat tinggal di Kelurahan Kali,

Kecamatan Biau, Kabupaten Buol. Terdakwa beragama Islam dan bekerja

sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).

2. Dakwaan

Surat dakwaan merupakan penataan konstruksi yuridis atas fakta

perbuatan terdakwa yang terungkap sebagai hasil penyidikan dengan cara

merangkai perpaduan antara fakta perbuatan tersebut dengan unsur tindak

pidana sesuai ketentuan Undang-undang pidana yang bersangkutan.

Macam-macam surat dakwaan:

a. Dakwaan tunggal

Dalam surat dakwaan ini hanya satu tindak pidana saja yang

didakwakan, karena tidak terdapat kemungkinan untuk mengajukan

alternatif atau dakwaan pengganti lainnya;

b. Dakwaan alternatif

82
Dalam surat dakwaan ini terdapat beberapa dakwaan yang disusun

secara berlapis, lapisan yang satu merupakan alternatif dan bersifat

mengecualikan dakwaan pada lapisan lainnya. Bentuk dakwaan ini

digunakan bila belum didapat kepastian tentang tindak pidana mana

yang paling tepat dapat dibuktikan. Dalam dakwaan alternatif, meskipun

dakwaan terdiri dari beberapa lapisan, hanya satu dakwaan saja yang

dibuktikan tanpa harus memperhatikan urutannya dan jika salah satu

telah terbukti maka dakwaan pada lapisan lainnya tidak perlu dibuktikan

lagi. Dalam bentuk surat dakwaan ini, antara lapisan satu dengan yang

lainnya menggunakan kata sambung “atau”.

c. Dakwaan subsidair

Dakwaan subsidair terdiri dari beberapa lapisan dakwaan yang

disusun secara berlapis dengan maksud lapisan yang satu berfungsi

sebagai pengganti lapisan sebelumnya. Sistematik lapisan disusun

secara berurut dimulai dari tindak pidana yang diancam dengan pidana

tertinggi sampai dengan tindak pidana yang diancam dengan pidana

terendah. Pembuktian dalam surat dakwaan ini harus dilakukan secara

berurut dimulai dari lapisan teratas sampai dengan lapisan selanjutnya.

Lapisan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas dan dituntut

agar terdakwa dibebaskan dari lapisan dakwaan yang bersangkutan.

d. Dakwaan kumulatif

83
Dalam Surat Dakwaan ini, didakwakan beberapa tindak pidana

sekaligus, ke semua dakwaan harus dibuktikan satu demi satu. Dakwaan

yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas dan dituntut

pembebasan dari dakwaan tersebut. Dakwaan ini dipergunakan dalam

hal Terdakwa melakukan beberapa Tindak Pidana yang masing-masing

merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri.

e. Dakwaan kombinasi

Disebut dakwaan kombinasi, karena di dalam bentuk ini

dikombinasikan atau digabungkan antara dakwaan kumulatif dengan

dakwaan alternatif atau subsidair. Berbeda halnya dengan dan, atau dan

subsidair, untuk kata juncto, kata ini digunakan untuk menjelaskan pasal

yang memiliki hubungan satu dengan lainnya.

Dalam putusan yang menjadi objek penelitian hukum ini, berdasarkan

surat dakwaan, dakwaan yang diajukan kepada terdakwa adalah dakwaan

alternatif diajukan ke persidangan Pengadilan Negeri Buol berdasarkan surat

dakwaan, yaitu:

a. Dakwaan Pertama

Terdakwa Sarlan Timumun alias Alan, pada hari Minggu tanggal 05

Januari 2020 sekitar pukul 09.00 Wita, atau setidak-tidaknya pada suatu

waktu tertentu dalam bulan Januari tahun 2020, bertempat di jalan trans

sulawesi (kompleks Pasar Desa Lakea I) Desa Lakea I Kec. Lakea Kab.

84
Buol, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk

dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Buol yang berhak memeriksa dan

mengadili perkara ini, “Melakukan Penganiayaan yang menimbulkan luka

berat” terhadap saksi (korban) Safrudin alias Lolos, perbuatan tersebut

dilakukan terdakwa, perbuatan terdakwa dilakukan dengan cara sebagai

berikut :

1) Berawal dari terdakwa sedang berada di pasar Desa Lakea I Kec.

Lakea kab. Buol bersama istrinya sedang berbelanja dan pada saat

terdakwa akan menuju ke tempat parkiran motor hendak mengambil

motor tiba-tiba terdakwa dihadang oleh saksi korban sambil berkata

“Begamana ceritanya tanah itu masi mo diganti atau bagaimana” dan

setelah itu terdakwa menjawab “Dibicarakan baik-baik dulu” dan

setelah itu terdakwa melihat korban sudah mulai emosi dan memukul

terdakwa namun tidak mengenai muka terdakwa karena terhalang

helm yang terdakwa pakai saat itu, karena terdakwa merasa malu

diperlakukan seperti itu ditempat umum serta istri terdakwa yang

sudah berteriak histeris maka terdakwa langsung memukul saksi

(korban) Safrudin alias Lolot menggunakan tangan kiri dalam

keadaan terkepal sambil menggenggam kunci motornya sebanyak 1

(satu) kali dan akibat pemukulan tersebut mengenai mata sebelah kiri

dan mengeluarkan darah segar dan setelah itu sudah banyak orang

disekitar situ yang melerai kejadian tersebut dan setelah dipisahkan

terdakwa langsung mengambil motor dan pulang bersama istri

85
terdakwa kerumahnya.

2) Akibat perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa Sarlan Timumun

alias Alan mengakibatkan saksi (korban) Safrudin alias Lolot

mengalami luka-luka berdasarkan hasil Visum Et Repertum No.

353/187.12/RSUD/2020 dari UPT Rumah Sakit Umum Daerah

Mokoyurli Kabupaten Buol yang dibuat dan ditandatangani oleh dr.

Sri Wahyuni pada tanggal 15 Februari 2020 sebagai berikut :

a) Tampak luka-luka memar pada sekeliling mata kiri, ukuran

empat koma lima sentimeter kali dua sentimeter. Batas luka

tegas, warna keunguan, nyeri tekan positif (+).

b) Tampak luka lecet pada jidat atas mata kiri, ukuran satu

sentimeter kali nol koma lima sentimeter, tepi luka tidak rata,

warna kemerahan.

c) Tampak luka memar pada kelopak mata kanan bawah, ukuran

dua kali nol koma dua sentimeter, batas luka tidak tegas,

warna biru keunguan.

3) atas akibat perbuatan yang telah dilakukan oleh Terdakwa

menyebabkan saksi korban Safrudin alias Lolot terganggu sebagai

petani dan sampai saat ini saksi merasakan sakit pada bagian mata

sebelah kiri.

4) Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam

Pasal 351 ayat (2) KUHPidana.

86
b. Dakwaan kedua

Terdakwa Sarlan Timumun alias Alan, pada hari Minggu tanggal 05

Januari 2020 sekitar pukul 09.00 Wita, atau setidak-tidaknya pada suatu

waktu tertentu dalam bulan Januari tahun 2020, bertempat di jalan trans

sulawesi (kompleks Pasar Desa Lakea I) Desa Lakea I Kec. Lakea Kab.

Buol, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk

dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Buol yang berhak memeriksa

dan mengadili perkara ini, “Melakukan Penganiayaan yang

menimbulkan luka-luka” terhadap saksi (korban) Safrudin alias Lolot,

perbuatan tersebut dilakukan Terdakwa dengan cara sebagai berikut :

1) terdakwa sedang berada di pasar Desa Lakea I Kec. Lakea kab. Buol

bersama istrinya sedang berbelanja dan pada saat terdakwa akan

menuju ke tempat parkiran motor hendak mengambil motor tiba-tiba

terdakwa dihadang oleh saksi korban sambil berkata “Begamana

ceritanya tanah itu masi mo diganti atau bagaimana” dan setelah itu

terdakwa menjawab “Dibicarakan baik-baik dulu” dan setelah itu

terdakwa melihat korban sudah mulai emosi dan memukul terdakwa

namun tidak mengenai muka terdakwa karena terhalang helm yang

terdakwa pakai saat itu, karena terdakwa merasa malu diperlakukan

seperti itu ditempat umum serta istri terdakwa yang sudah berteriak

histeris maka terdakwa langsung memukul saksi (korban) Safrudin

alias Lolot menggunakan tangan kiri dalam keadaan terkepal sambil

87
menggenggam kunci motornya sebanyak 1 (satu) kali dan akibat

pemukulan tersebut mengenai mata sebelah kiri dan mengeluarkan

darah segar dan setelah itu sudah banyak orang disekitar situ yang

melerai kejadian tersebut dan setelah dipisahkan terdakwa langsung

mengambil motor dan pulang bersama istri terdakwa kerumahnya.

2) Akibat perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa Sarlan Timumun,

alias Alan mengakibatkan saksi (korban) Safrudin alias Lolot

mengalami luka-luka berdasarkan hasil Visum Et Repertum No.

353/187.12/RSUD/2020 dari UPT Rumah Sakit Umum Daerah

Mokoyurli Kabupaten Buol yang dibuat dan ditandatangani oleh dr.

Sri Wahyuni pada tanggal 15 Februari 2020 sebagai berikut :

a) Tampak luka-luka memar pada sekeliling mata kiri, ukuran

empat koma lima sentimeter kali dua sentimeter. Batas luka

tegas, warna keunguan, nyeri tekan positif (+).

b) Tampak luka lecet pada jidat atas mata kiri, ukuran satu

sentimeter kali nol koma lima sentimeter, tepi luka tidak rata,

warna kemerahan.

c) Tampak luka memar pada kelopak mata kanan bawah, ukuran

dua kali nol koma dua sentimeter, batas luka tidak tegas, warna

biru keunguan.

d) Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana

dalam Pasal 351 ayat (1) KUHPidana.

88
89
3. Tuntutan

Telah memperhatikan tuntutan pidana yang dibacakan oleh Jaksa

Penuntut Umum di depan persidangan, yang pokoknya menuntut agar

Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan

sebagai berikut:

a) Menyatakan terdakwa Sarlan Timumun alias Alan secara sah dan

meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana “Penganiayaan”

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 351 ayat (1)

KUHP.

b) Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sarlan Timumun alias Alan

berupa pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan dikurangi selama

terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap

ditahan.

c) Menetapkan barang bukti berupa :

(1) 1 (satu) buah kunci sepeda motor Yamaha Mio GT berwarna

hitam. Dikembalikan kepada Terdakwa Sarlan Timumun alias

Alan .

d) Membebankan kepada terdakwa membayar biaya perkara sebesar

Rp.5.000,00 (lima ribu rupiah).

4. Putusan

Berdasarkan perbuatannya, terhadap terdakwa Sarlan Timumun dibebaskan

90
oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut pada

tanggal 18 Mei 2020 dengan amar putusan sebagai berikut:

a. Menyatakan Terdakwa Sarlan Timumun alias Alan tidak terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

sebagaimana dimaksud dalam dakwaan alternatif pertama Penuntut

Umum.

b. Membebaskan Terdakwa tersebut diatas dari dakwaan alternatif

pertama Penuntut Umum.

c. Menyatakan bahwa Terdakwa Sarlan Timumun alias Alan telah

terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana

Penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam dakwaan alternatif

kedua Penuntut Umum, akan tetapi perbuatan tersebut tidak dapat

dipertanggungjawabkan kepadanya karena merupakan pembelaan

darurat/terpaksa untuk diri sendiri karena adanya serangan yang

melawan hukum pada saat itu (Noodweer).

d. Melepaskan terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum

(onstlag van alle recht vervolging);

e. Memulihkan hak terdakwa, dalam kemampuan, kedudukan dan harkat

serta martabatnya;

f. Memerintahkan supaya Terdakwa segera dikeluarkan dari statusnya

sebagai tahanan Rumah Tahanan Negara;

g. Menetapkan barang bukti berupa :

(1) 1 (satu) buah kunci sepeda motor Yamaha Mio GT berwarna

91
hitam. Dikembalikan kepada Terdakwa Sarlan Timumun alias Alan.

h. Membebankan biaya perkara kepada Negara;

B. Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Perkara Nomor

183/Pid.B/2021/PN.Dmk

Dalam Putusan Perkara Nomor 183/Pid.B/2021/PN.Dmk yang menjadi

objek penelitian penulis dalam penulisan hukum ini, pertama-tama akan ditinjau

atau dilihat dari dakwaan penuntut umum, surat dakwaan harus memenuhi

syarat-syarat yang telah ditetapkan, menurut Pasal 143 KUHAP, syarat surat

dakwaan yang harus dipenuhi ialah:

1. Syarat formil

Syarat formil surat dakwaan sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2)

huruf a, yang mencakup:

a. Diberi tanggal;

b. Memuat identitas terdakwa secara lengkap, meliputi:

1) Nama lengkap;

2) Tempat lahir, umur/tanggal lahir;

3) Jenis kelamin;

4) Kebangsaan;

5) Tempat tinggal;

6) Agama; dan

7) Pekerjaan.

c. Ditandatangani oleh penuntut umum, hakim dapat membatalkan dakwaan

penuntut umum karena tidak jelas dakwaan ditujukan kepada siapa.


92
Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kekeliruan mengenai orang

atau pelaku tindak pidana yang sebenarnya (error of subjectum).

2. Syarat materil

Menurut Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, syarat materiilnya yaitu surat

dakwaan harus memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai

tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu (tempos delicti)

dan tempat tindak pidana itu dilakukan (locus delicti).

Menurut penulis, dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap perkara ini sudah

memenuhi syarat-syarat, secara formil, dakwaan sudah sesuai dengan adanya

identitas para terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum telah jelas mendakwa Kasmito

bin Jasmani. Syarat materiil nya juga terpenuhi karena Jakwa Penuntut Umum

sudah secara jelas mengenai tindak pidana yang didakwakan yaitu mengenai

tindak pidana penganiayaan yang prosesnya berlangsung pada 9 Maret 2020

sampai 28 Maret 2020.

Majelis Hakim dalam hal ini menimbang beberapa hal sebelum memutuskan

perkara Nomor 18/Pid.B/2020/PN Bul. hal tersebut antara lain:

1. Menimbang, bahwa terhadap dakwaan Penuntut Umum, Terdakwa tidak

mengajukan keberatan.

2. Menimbang, bahwa untuk membuktikan dakwaannya Penuntut Umum telah

mengajukan saksi-saksi sebagai berikut:

a. Saksi Safrudin alias Lolot menyebutkan:

1) kejadian pemukulan tersebut terjadi pada hari Minggu tanggal 05

Januari 2020 sekitar pukul 09.00 wita di pinggir jalan Trans


93
Sulawesi Desa Lakea I Kec. Lakea Kab. Buol Prov. Sulawesi

Tengah.

2) Melakukan pemukulan tersebut adalah Terdakwa Alan, pekerjaan

PNS alamat Kel. Kali Kec. Biau Kab. Buol dan yang menjadi

korban adalah saksi sendiri.

3) Pada mulanya yakni hari Minggu tanggal 05 Januari 2020 sekitar

pukul 07.00 wita saksi meninggalkan rumahnya menuju Desa

Lakea I Kec. Lakea Kab. Buol sebab pada hari itu bertepatan pasar

di Desa Lakea I tiba-tiba pada pukul 09.00 wita saksi bertemu

dengan Terdakwa Alan dan saksi bertanya “bos kapan datang dan

bagaimana lokasi yang dikali” dan dijawabnya urusannya papa Nur

(Rahman Timumun) dann saksi mengatakan bahwa saksi dan

istrinya sudah bertemu dengan papa Nur dan dijawabnya bahwa

Terdakwa Alan yang jual sedangkan saksi pergi ketempatnya papa

Nur untuk meminta jaminan atas ganti lokasi yang ditempati orang

lain yang sebelumnya lokasi tersebut sudah diberikan kepada saksi

atas kesepakatan pemerintah dengan terdakwa Alan dan Rahman

Timumun, dan setelah itu saksi lakukan pemagaran dilokasi milik

Rahman Timumun yang bertempat di Desa Ilambe Kec. Lakea Kab.

Buol dan saksi katakan kepada Terdakwa dengan ucapan “barang

kali kamu sudah berbohong lokasi tersebut tidak jelas Tanya ini

bilang si ini dan saya sudah berlindung kepada pemerintah desa

untuk permasalahan lokasi yang berada di Kel. Kali”, dan

94
selanjutnya saksi korban sempat melakukan pemukulan akan tetapi

dari pukulan yang dilakukannya tidak mengenai Terdakwa

kemudian atas dasar itu Terdakwa marah dan langsung melakukan

pemukulan beberapa kali terhadap saksi akan tetapi hanya 1 (satu)

kali pukulan yang mengenainya dimana pemukulan tersebut

dilakukan dengan cara menonjok saksi sebanyak 1 (satu) kali

dengan menggunakan tangan kiri terkepal dan sela-sela jarinya

terdapat kunci motor dan mengenai pada pelipis sebelah kiri serta

mengenai pada bagian mata sebelah kiri dan setelah itu Terdakwa

menendang saksi dengan menggunakan kaki kiri dan mengenai

bagian perut hingga saksi saksi terjatuh ke aspal dan pada bagian

bagian pelipis kiri mengeluarkan darah segar dan selanjutnya saksi

korban dan Terdakwa dilerai oleh masyarakat setempat kemudian

saksi sempat dibawa oleh seseorang yang diketahui bekerja di

satuan pengaman Bank BRI ke Puskesmas Lakea untuk diobati dan

berobat jalan dan setelah itu saksi pulang ke rumahnya di Desa

Ilambe Kec. Lakea Kab. Buol.

4) Terdakwa memukul saksi dengan menggunakan kunci motor serta

menggunakan tangan kiri dalam keadaan terkepal.

5) Terdakwa memukul saksi sebanyak kurang lebih 2 (dua) kali

pertama kali terdakwa memukul saksi pada bagian mata sebelah

kiri dan kedua kalinya pelaku menendang saksi dengan

menggunakan kaki kiri serta mengenai pada bagian perut aksi.

95
6) Saksi dengan Terdakwa sebelumnya pernah berselisih paham atau

bermasalah dikarenakan persoalan tanah yang menjadi jaminan atas

utang dari orang tua Terdakwa Sarlan Timumun.

7) Sehingga lokasi tersebut diberikan kepada saksi sebab orang tua

Terdakwa (alm. Muhtar Timumun) telah meminjam uang kepada

saksi sebesar Rp. 15.600.000,- (lima belas juta enam ratus ribu

rupiah) dan pinjaman tersebut saksi adukan ke pemerintah desa

sehingga kesimpulan bahwa lokasi yang bertempat di Kel. Kali

diberikan kepada saksi dengan ukuran 15 x 25 meter persegi

disaksikan oleh pemerintah desa Tuinan pada tahun 2008, namun

beberapa tahun kemudian lokasi tersebut sudah dimiliki orang lain.

8) Pada saat itu tidak dibuatkan surat penyerahan lokasi disebabkan

terdakwa meminta maaf kepada pemerintah desa agar jangan

dibuatkan surat mengingat orang tuanya sudah meninggal supaya

tidak ada hutang.

9) Saksi tidak mempunyai hubungan keluarga maupun hubungan

pekerjaan dengan Terdakwa.

10) Pada waktu kejadian saksi berusaha membalas namun sudah dilerai

oleh masyarakat setempat yakni saksi sempat ditahan badannya

oleh saksi Mariono R Baropo. Dimana Terdakwa dalam keadaan

emosi.

11) Saksi menerangkan mengalami rasa sakit pada bagian pelipis atas

sebelah kiri dan mengalami luka robek serta mengeluarkan darah

96
pada saat itu akibat luka memar pada bagian mata sebelah kiri dan

bola mata saksi mengalami kemerahan.

12) Saksi menerangkan atas perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa

tidak menghambat pekerjaannya sehari-hari cuma kadang-kadang

masih terasa pening dibagian kepala.

13) Saksi korban menyerang terdakwa terlebih dahulu karena saksi

merasa kesal dan marah karena merasa dipermainkan atas jaminan

utang yang belum dilunasi oleh keluarganya Almarhum orang

tuanya Sarlan Timumun alias Alan dimana katanya pamannya

Terdakwa bahwa Terdakwa yang menjual tanah tersebut dan

sebaliknya terdakwa mengatakan bahwa itu urusannya Papa Nur

(paman dari Terdakwa Sarlan Timumun alias Alan).

14) Terhadap keterangan saksi, Terdakwa menyatakan benar dan tidak

merasa keberatan.

b. Zainab Rasyid alias Jae dibawah sumpah menerangkan bahwa:

1) kejadian tersebut terjadi pada hari Minggu tanggal 05 Januari

2020 sekitar pukul 09.00 wita di pinggir jalan Trans Sulawesi

(kompleks pasar Desa Lakea I) Kec. Lakea Kab. Buol Prov.

Sulawesi Tengah.

2) Melakukan pemukulan tersebut adalah tidak saksi mengenalnya.

3) Saksi pada saat itu mengenali Terdakwa Sarlan menggunakan

helm dan sedang menggunakan jas hujan karena memang posisi

pada saat itu sedang turun hujan di lokasi kejadian.

97
4) Terdakwa tersebut telah melakukan pemukulan terhadap saksi

Safrudin alias Lolot setelah dilakukan pemeriksaan bahwa

terdakwanya adalah Sarlan Timumun alias Alan.

5) Terdakwa melakukan pemukulan tersebut dengan menggunakan

kedua tangannya dalam keadaan terkepal.

6) Terdakwa melakukan pemukulan terhadap saksi korban berulang

kali dan mengenai hanya 1 (satu) kali yakni pada bagian mata

sebelah kiri yang mengalami luka dan mengeluarkaan darah segar

serta mengenai bagian kepala korban.

7) Saksi melihat sendiri korban Safrudin alias Lolot banyak

mengeluarkan darah dimana darah yang dikeluarkan tersebut

sampai menutupi matanya karena memang banyak sekali keluar

darah.

8) Setelah saksi melihat korban Safrudin alias Lolot banyak

mengeluarkan darah tersebut, saksi langsung pergi karena merasa

takut dengan penganiayaan yang dilakukan tersebut.

9) Saksi menjelaskan korban Safrudin alias Lolot sempat membalas

dengan memukul beberapa kali kepada Terdakwa akan tetapi tidak

satupun yang mengenai Terdakwa.

10) Pada mulanya yakni hari Minggu tanggal 05 Januari 2020 sekitar

pukul 07.30 wita saksi pergi ke pasar Desa Lakea I Kec. Lakea

Kab. Buol untuk membeli kebutuhan sehari-hari, setelah saksi

berbelanja didalam pasar saksi kemudian pulang kerumahnya

98
tepatnya dipinggir jalan tiba-tiba saksi melihat orang berkelahi

sehingga pada saat itu saksi berhenti sebentar dan melihat

Terdakwa sedang memukul korban dengan menggunakan kedua

kepalan tangan dan mengenai bagian mata sebelah kiri hingg

mengalami luka serta mengeluarkan darah segar dan mengenai

bagian kepala dan pada waktu itu saksi melihat korban sudah

berdarah sehingga saksi merasa takut dan selanjutnya saksi pulang

kerumahnya.

11) Saksi saat itu berada ditempat kejadian jaraknya sekitar 5 (lima)

meter sehingga jelas saksi melihat Terdakwa memukul korban dan

kejadiannya terjadi ditempat terbuka serta terjadi di pagi hari.

12) Saksi menerangkan yang dialami oleh korban merasakan sakit

pada mata bagian sebelah kiri sebab korban mengalami luka dan

berdarah.

13) Korban sekarang sudah mulai beraktifitas seperti biasa sebagai

petani karena saksi sudah sering melihat korban melintas di dekat

rumahnya karena kebunnya terletak di dekat rumah saksi.

14) Terhadap keterangan saksi, Terdakwa menyatakan benar dan tidak

merasa keberatan.

c. Mariono H. Baropo dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan

sebagai berikut:

1) Pemukulan tersebut terjadi pada hari Minggu tanggal 05 Januari

2020 sekitar pukul 09.00 wita di pinggir jalan Trans Sulawesi

99
(kompleks pasar Desa Lakea I) Kec. Lakea Kab. Buol Prov.

Sulawesi Tengah.

2) Melakukan pemukulan tersebut adalah tidak saksi mengenalnya.

3) Saksi pada saat itu mengenali Terdakwa Sarlan menggunakan

helm dan sedang menggunakan jas hujan karena memang posisi

pada saat itu sedang turun hujan di lokasi kejadian.

4) Terdakwa melakukan pemukulan tersebut dengan menggunakan

kedua tangannya dalam keadaan terkepal.

5) Terdakwa melakukan pemukulan terhadap saksi korban berulang

kali dan mengenai bagian mata sebelah kiri yang mengalami luka

dan mengeluarkaan darah segar serta mengenai bagian kepala

korban.

6) Pada mulanya yakni hari Minggu tanggal 05 Januari 2020 sekitar

pukul 08.30 wita saksi sedang berada diwarung yang tidak jauh

dari tempat kejadian tersebut sedang bercerita dengan teman-

teman saksi yang berada di warung tersebut di Desa Lakea I Kec.

Lakea Kab. Buol, tiba-tiba saksi melihat terdakwa yang

menggunakan helm dan jas hujan sedang memukul korban dengan

menggunakan kedua kepalan tangan dan mengenai pada bagian

mata sebelah kiri hingga mengalami luka serta mengeluarkan

darah segar dan mengenai pada bagian kepala sehingga pada saat

itu saksi langsung mengahampiri untuk melerai kejadian

penganiayaan tersebut dan setelah itu saksi pulang kerumah.

100
7) Saksi sempat menahan korban SAFRUDIN alias LOLOT untuk

jangan membalas karena sempat korban SAFRTUDIN alias

LOLOT melakukan pemukulan beberapa kali akan tetapi tidak

satupun pukulannya tersebut mengenai Terdakwa SARLAN

TIMUMUN, S.Sos alias ALAN.

8) Saksi melihat dengan jelas bahwa korban SAFRUDIN alias

LOLOT mengalami luka pada bagian jidat atas mata sebelah kiri

dan banyak sekali mengeluarkan darah pada saat itu sehingga

darah yang keluar tersebut menutupi muka korban SAFRUDIN

alias LOLOT.

9) Setelah itu korban SAFRUDIN alias LOLOT dibawa untuk

berobat di rumah sakit karena banyak sekali mengeluarkan darah

akibat pemukulan yang dilakukan oleh terdakwa.

10) Dialami oleh korban merasakan sakit pada mata bagian sebelah

kiri sebab korban mengalami luka dan berdarah.

11) Saksi korban sekarang sudah mulai beraktifitas seperti biasa

sebagai petani karena saksi sudah sering melihat korban melintas

di dekat rumahnya karena kebunnya terletak di dekat rumah saksi.

12) Terhadap keterangan saksi, Terdakwa menyatakan benar dan tidak

merasa keberatan.

d. Menimbang bahwa meskipun terhadap dakwaan dari Penuntut Umum

yang disusun secara alternatif Hakim diberi keleluasaan untuk langsung

memilih dakwaan yang sekiranya terbukti dilakukan oleh terdakwa

101
dengan berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan,

namun dalam hal ini, Hakim akan terlebih dahulu mempertimbangkan

dakwaan alternatif pertama dari Penuntut Umum sebagaimana diatur

dalam Pasal 351 ayat (2) KUHP, yang unsur-unsurnya adalah sebagai

berikut :

1) Barangsiapa

2) Melakukan Penganiayaan

3) Mengakibatkan luka berat

e. Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa telah terbukti secara sah dan

meyakinkan melakukan tindak pidana penganiayaan sebagaimana

dimaksud dalam dakwaan alternative kedua Penuntut Umum akan tetapi

Terdakwa tidak dapat dipidana karena tindakannya tersebut merupakan

suatu pembelaan darurat/terpaksa untuk diri sendiri karena adanya

serangan yang melawan hukum pada saat itu (Noodweer).sebagaimana

dimaksud dalam ketentuan pasal 49 ayat (1) KUHP, maka sesuai dengan

ketentuan Pasal 191 Ayat (2) KUHAP, terhadap terdakwa haruslah

dilepaskan dari segala tuntutan hukum (onstlag van alle recht vervolging).

C. Analisis Putusan Perkara Nomor 18/Pid.B/2020/PN Bul. Dalam Kaitannya

Dengan Penerapan Pembelaan Terpaksa

Dalam memutus suatu perkara, Hakim memperhatikan mengenai hal-hal

yang meringankan dan hal-hal yang memberatkan, mengenai hal-hal

meringankan dan hal-hal yang memberatkan telah diatur dalam beberapa aturan,
102
seperti dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), hal-hal yang dapat

meringankan hukuman itu seperti terdakwa belum cukup umur, terdakwa yang

melalukan percobaan tindak pidana, perbantuan atau penyertaan, dan ibu yang

meninggalkan anaknya sesudah melahirkan dengan alasan karena takut akan

banyak orang yang mengetahui kelahiran anaknya. Kemudian berdasarkan

Undang-Undang 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jika anak dibawah

usia 18 tahun melakukan tindak pidana pun dikurangi pidananya, dan ada juga

keadaan tambahan dalam proses persidangan yang menjadi pertimbangan Hakim

dalam memberikan keringanan hukuman. Mengacu pada yurisprudensi Putusan

Mahkamah Agung Nomor 572 K/PID/2006 Tahun 2006. Dalampertimbangannya,

majelis Hakim memaparkan hal-hal yang meringankan pidana terdakwa, yaitu:

1. Terdakwa berlaku sopan di persidangan;

2. Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya;

3. Terdakwa belum pernah dihukum;

4. Terdakwa menyesali perbuatannya.

Putusan lain dalam tingkat kasasi pada tingkat kasasi dalam Putusan Mahkamah

Agung Nomor 2658 K/PID.SUS/2015, hal-hal yang meringankan terdakwa yaitu:

1. Terdakwa belum pernah dihukum;

2. Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan.

Berdasarkan kasus tersebut, penulis melihat adanya unsur peringanan

yang hakim berikan antara lain:

1. Terdakwa belum pernah di hukum.

2. Terdakwa sudah lanjut usia;

103
3. Terdakwa mengakui perbuatannya.

Berdasarkan kasus tersebut, penulis memberikan sebuah analisa bahwa

pembelaan terpaksa hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang memiliki sifat

melawan hukum. Adapun beberapa syarat berkaitan hal tersebut antara lain:

1. Perbuatan yang dilakukan itu harus terpaksa dilakukan untuk

mempertahankan (membela) diri.

2. Pembelaan atau pertahanan itu harus dilakukan hanya terhadap

kepentingan-kepentingan yang disebut dalam pasal itu yaitu badan,

kehormatan dan barang diri sendiri atau orang lain.

3. Harus ada serangan yang melawan hak dan mengancam dengan

seketika atau pada ketika itu juga.

Dalam kasus ini ada beberapa hal mengapa pembelaan terpaksa ini

diterima. Pertama berkaitan dipenuhinya syarat-syarat melakukan pembelaan

terpaksa. Berawal dari terdakwa sedang berada di pasar Desa Lakea I Kec. Lakea

kab. Buol bersama istrinya sedang berbelanja dan pada saat terdakwa akan

menuju ke tempat parkiran motor hendak mengambil motor tiba-tiba terdakwa

dihadang oleh saksi korban sambil berkata “Begamana ceritanya tanah itu masi

mo diganti atau bagaimana” dan setelah itu terdakwa menjawab “Dibicarakan

baik-baik dulu” dan setelah itu terdakwa melihat korban sudah mulai emosi dan

memukul terdakwa namun tidak mengenai muka terdakwa karena terhalang helm

yang terdakwa pakai saat itu, karena terdakwa merasa malu diperlakukan seperti

itu ditempat umum serta istri terdakwa yang sudah berteriak histeris maka

terdakwa langsung memukul saksi (korban) Safrudin alias Lolot menggunakan

104
tangan kiri dalam keadaan terkepal sambil menggenggam kunci motornya

sebanyak 1 (satu) kali dan akibat pemukulan tersebut mengenai mata sebelah kiri

dan mengeluarkan darah segar dan setelah itu sudah banyak orang disekitar situ

yang melerai kejadian tersebut dan setelah dipisahkan terdakwa langsung

mengambil motor dan pulang bersama istri terdakwa kerumahnya.

Sama halnya dengan kasus yang penulis paparkan dalam bab

sebelumnya, pada Putusan Mahkamah Agung No. 103 K/Pid/2012. Bahwa

korban dan saksi Zahrobi Marta yang sedang menunggu temannya berobat

melihat kendaraan melintas yang dikendarai oleh terdakwa, kemudian

korban mengajak saksi Zahrobi Marta dan saksi Hapi untuk mencegat terdakwa

yang sedang mengendarai sepeda motor, karena merasa terancam terdakwa

menghentikan lajukendaraannya lalu turun dari sepeda motor dan berlari kearah

simpang tiga jalan. Melihat hal itu korban langsung mengejar terdakwa serta

disusul oleh saksi Zahrobi Marta. Selanjutnya setelah sekitar 100 meter berlari

terdakwa masuk bersembunyi kedalam wc/kamar mandi dibelakang rumah

pamannya yaitu saudara Manto, sesampainya didepan pintu wc/kamar mandi

tersebut korban langsung mendorong pintu wc/kamar mandi tempat terdakwa

bersembunyi, sehingga terjadi saling dorong pintu wc/kamar mandi antara

korban dan terdakwa. Kemudian pintu wc/kamar mandi terbuka lalu korban

yang sudah membawa sebilah pedang langsung mengayunkan pedang tersebut

kearah terdakwa, namun tidak mengenai terdakwa, kemudian terdakwa keluar

dari wc/kamar mandi, lalu korban mengayunkan pedangnya lagi kearah terdakwa

namun tidak mengenai terdakwa melainkan mengenai tiang derek timba sumur

105
sehingga membuat pedang tersebut terlepas dari tangan korban, lalu terdakwa

membela diri dengan melakukan penganiayaan kepada korban.

Syarat terhadap pembelaan terdakwa tersebut seusai dengan syarat dari

adanya pembelaan terdakwa. Dimana adanya serangan, terdakwa melakukan

pembelaan diri berkaitan kehormatan terdakwa. Dari fakta-fakta hukum yang

terungkap dipersidangan maka dapatlah disimpulkan bahwa terdakwa ini telah

melakukan perbuatan pembelaan terpaksa yang melampaui batas, oleh karena

terdakwa melakukan perbuatan pidana tersebut dikarenakan adanya serangan

yang dilakukan secara seketika, yang melawan hukum, yaitu serangan yang

mengancam keselamatan jiwa, yaitu terdakwa yang sedang berkendara sepeda

motor melintasi jalan seketika langsung dihadang oleh korban Yudi Efran dan saksi

Zahrobi Marta, kemudian terdakwa turun dari sepeda motornya dan langsung

dikejar oleh korban Yudi Efran dan Zahrobi Marta, yang mana korban Yudi Efran

mengejar dengan membawa sebilah pedang, terdakwa telah berusaha menghindar

dengan melarikan diri sampai sejauh kurang lebih 100 meter, yaitu menuju sebuah

bangunan kamar mandi/wc untuk berlindung dari serangan korban Yudi Efran,

namun akhirnya korban berhasil.

Berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut diatas dapatlah kita menarik

kesimpulan bahwa perbuatan korban terhadap terdakwa tersebut adalah serangan

yang mengancam keselamatan jiwa, yang mana perbuatan tersebut menjadikan

orang yang menjadi sasaran serangan tersebut tentu mengalami kegoncangan

atau tekanan jiwa yang hebat bisa berupa ketakutan yang amat sangat atau bisa

juga menjadi sangat marah karena telah diserang sedemikian rupa, sehingga

106
secara naluriah timbul “insting” untuk mempertahankan hidupnya sebisa-bisanya

atau bisa juga timbul kemarahan yang meledak-ledak yang membuat perilaku

menjadi tidak terkendali, akan tetapi walaupun begitu perbuatan terdakwa

tersebut menurut hemat kami adalah telah melampaui batas pembelaan terpaksa

karena serangan korban tersebut sesaat telah terhenti dikarenakan pedang yang

dipegangnya telah terlepas, namun dikarenakan kegoncangan jiwa yang hebat

tersebut terdakwa seketika itu mengambil pedang tersebut dan menusukkannya

kearah tubuh korban, dikatakan telah melampaui batas, dikarenakan terdakwa

pada waktu merebut pedang tersebut bisa saja melakukan perbuatan-perbuatan

lain yang perbuatan yang tidak akan mendatangkan kerugian/bahaya yang lebih

besar seperti misalnya sekedar menakut-nakuti korban dan menyuruh korban

untuk pergi, atau bisa juga terdakwa pergi melarikan diri dengan membawa

pedang tersebut, akan tetapi tindakan-tindakan alternatif ini tentunya hanya

terpikirkan oleh kita yang hanya mencermati peristiwa tersebut peristiwa tersebut

saja, tetapi lain demikian halnya dengan orang yang langsung mengalami

kejadian atau orang yang menjadi sasaran serangan mematikan tersebut, tentulah

dalam keadaan jiwa yang sangat tergoncang tersebut seseorang tidak akan

mampu berpikir banyak, tidak mampu berpikir jernih sehingga tindakannya

kadang menjadi diluar pertimbangan akal sehat; Berdasarkan fakta-fakta hukum

yang terungkap, bahwa terdakwa telah dinyatakan terbukti melakukan tindak

pidana “dengan sengaja merampas nyawa orang lain”, akan tetapi perbuatan

tersebut terdakwa lakukan karena “pembelaan terpaksa yang melampaui

batas/noodweerexces” yang mana alasan tersebut adalah merupakan alasan

107
pemaaf yang menyebabkan seseorang tidak dapat dijatuhi pidana.

Melihat dari kedua kasus yang penulis paparkan, penulisa melihat konteks

persamaan terhadap kasus ini, terutama pada hal mempertahankan kehormatan

serta serangan yang datang seketika. Bahwa pembelaan terpaksa (noodweer)

sebagaimana dimaksud delam Pasal 49 ayat (1) KUHP dan perlampauan

pembelaan terpaksa (noodweerexces) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49

ayat (2), pada dasarnya kedua macam perbuatan tersebut memiliki kesamaan

yaitu pembelaan diri yang dilakukan karena sangat mendesak, dikarenakan

adanya penyerangan yang mendadak terhadap diri maupun kehormatan, yang

juga mengancam badan atau nyawa, mengancam kesusilaan dan mengancam

barang, yang penyerangan tersebut adalah melawan hukum, pada noodweer, si

penyerang tidak boleh ditangani lebih daripada maksud pembelaan yang perlu,

sedangkan dalam noodweerexces pembelaan yang dilakukan melebihi batas-

batas pembelaan yang diperlukan, akan tetapi perbuatan tersebut dilakukan

karena adanya kegoncangan jiwa yang hebat.

Berdasarkan pada teori-teori yang penulis berikan pada bab 1 (satu),

penulis melihat bahwa secara teori hukum yang tidak perlu menyebutkan bahwa

pemidanaan haruslah bermanfaat. Ada tiga kemanfaatan dari pemidanaan.

Pertama, pemidanaan akan sangat bermanfaat jika dapat meningkatkan perbaikan

diri pada pelaku kejahatan. Kedua, pemidanaan harus mampu menghilangkan

kemampuan untuk melakukan kejahatan. Ketiga, pemidanaan harus memberikan

ganti rugi kepada pihak yang dirugikan dalam perkara nomor 18/Pid.B/2020/PN

Bul. Manfaat yang diterima pada terdakwa adalah proses pemulihan atau

108
perbaikan diri serta menghilangkan kemampuan berperilaku jahat. Pada teori

peringanan kejahatan yang lebih ringan, dalam kasus ini tidak terdapatnya hal

demikian karena alasan peringanan dalam teori ini adalah pertama, meskipun

perbuatan tersebut melanggar aturan, namun perbuatan tersebut harus dilakukan

untuk mengamankan kepentingan yang lebih besar. Tegasnya, tingkat bahaya

yang harus dilindungi lebih besar daripada sekedar penyimpangan dari suatu

aturan. Kedua, perbuatan yang melanggar aturan tersebut hanya merupakan satu-

satunya cara yang dapat dilakukan secara cepat dan paling mudah untuk

menghindari bahaya atau ancaman yang akan timbul. Hal ini juga sama dengan

teori hukum pembelaan yang diperlukan karena tidak terdapatnya pembelaan

terpaksa di dalamnya. Pada teori keadilan dalam kasus ini karena teori keadilan

ini berpacu pada keadilan sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat yang lain,

setiap skala didefinisikan dan sepenuhnya ditentukan oleh masyarakat sesuai

dengan ketertiban umum dari masyarakat tersebut. Korban dalam hal ini

merasakan proses keadilan karena adanya tindak lanjut terhadap peristiwa hukum

pidana yang korban terima, di sisi lain Hakim melihat bahwa perlu adanya alasan

peringanan terhadap sanksi pidana yang diterima terdakwa karena terdakwa

dalam kasus tersebut berumur lansia, mengakui perbuatannya, dan belum

pernahnya terdakwa melakukan perbuatan pidana.

109
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Kriteria dalam pembelaan terpaksa adalah Perbuatan yang dilakukan itu

harus terpaksa dilakukan untuk mempertahankan (membela) diri; Pembelaan

atau pertahanan itu harus dilakukan hanya terhadap kepentingan-kepentingan

yang disebut dalam pasal itu yaitu badan, kehormatan dan barang diri sendiri

atau orang lain; Harus ada serangan yang melawan hak dan mengancam

dengan seketika atau pada ketika itu juga.

2. Pembelaan terpaksa diruumuskan dalam Pasal 49 ayat (1). Dimana dapat

disimpulkan ada dua unsur pembelaan terpaksa, yaitu unsur syarat adanya

pembelaan terpaksa dan unsur bentuk-bentuk pembelaan terpaksa. Pada

unsur syarat pembelaan terpaksa hal tersebut terdiri dari: pembelaan terpaksa

harus dilakukan karena sangat terpaksa; untuk mengatasi danya serangan

atau ancaman serangan seketika yang bersifat melawan hukum.

3. Hambatan terkait penerapan peniadaan pidana terhadap pelaku pembelaan

terpaksa dalam tindak pidana penganiayaan berat adalah proses pembuktian

yang memiliki proses yang panjang karena diperlukan saksi atas kejadian

tersebut, dalam kasus ini beban hambatan terletak pada kuasa hukum karena

terdakwa tidak memiliki saksi a de charge yang dapat meringankan

perbuatan terdakwa. Saksi yang dihadirkan dalam kasus ini tidak memenuhi
110
unsur sebagai saksi, yakni seseorang yang didengarnya, dilihatnya atau

dialaminya sendiri.

B. SARAN

1. Bagi pemerintah perlunya pemberian edukasi mengenai konteks

pembelaan terpaksa karena maraknya kriminalitas akhir-akhir yang

merbut kehormatan para korban.

2. Bagi penegak hukum, khususnya kuasa hukum perlu lebih menganalisis

lebih terhadap kasus tersebut agar didapatkan fakta hukum dari sisi lain,

terlebih dalam hal pembelaan terdakwa.

3. Bagi lembaga sosial seperti lembaga bantuan hukum perlu lebih memiliki

hasrat dalam pembelaan atau pengakan hukum bagi orang-orang yang

tidak mampu.

4. Masayarakat harus lebih kritis terhadap penegakan hukum yang

diterapkan, terlebih penegakan hukum tersebut adalah sarana pemulihan

tingkah laku masyarakat.

111

Anda mungkin juga menyukai