2
Ibid. hal. 17.
Lebih lanjut akan dijelaskan alasan-alasan pemaaf dan pembenar menurut undang-
undang di bawah ini.
1. Alasan pemaaf karena kemampuan bertanggung jawab
Pasal 44 KUHP merumuskan:
(1) Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhannya atau terganggu karena
penyakit, tidak dipidana.
(2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada
pembuatnya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit,
maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke dalam
rumah sakit jiwa, paling lama 1 tahun sebagai waktu percobaan.
(3) Ketentuan dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah Agung Pengadilan
Tinggi, dan Pengadilan Negeri.
Dari norma yang dirumuskan pada ayat (1), jelas ada dua penyebab tidak dipidananya
karena tidak mampunya bertanggung jawabnya si pembuat yang terbukti melakukan tindak
pidana, yaitu:
1) karena jiwanya cacat dalam pertumbuhannya
2) karena terganggu jiwanya dari sebab penyakit
Apakah yang dimaksud dengan tidak mampu bertanggung jawab? Undang-undang
sendiri tidak memberi tidak memberi keterangan yang lebih jelas tentang tidak mampu
bertanggung jawab. Di dalam Memorie van Toelighting (MvT), ada keterangan mengenai
ketidakmampuan bertanggung jawab, yaitu:
1) apabila si pembuat tidak memiliki kebebasan untuk memilih antara berbuat dan
tidak berbuat mengenai apa yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang.
2) Apabila si pembuat berada dalam suatu keadaan yang sedemikian rupa sehingga dia
tidak dapat menginsyafi bahwa perbuatannya itu bertentangan dengan hukum dan
tidak dapat menentukan akibat perbuatannya.
Pasal 44 ayat (1) tidak merumuskan arti tidak mampu bertanggung jawab, melainkan
sekadar menyebut tentang dua macam keadaan jiwa orang yang tidak mampu bertanggung
jawab terhadap perbuatan yang dilakukannya. Sementara itu tidak dijelaskan mengenai kapan
keadaan orang yang mampu bertanggung jawab terhadap perbuatan yang dilakukannya.
Sementara itu, tidak dijelaskan mengenai kapan keadaan orang yang mampu bertanggung
jawab. Berpikir sebaliknya dari ketentuan Pasal 44 ayat (1), dapat disimpulkan bahwa orang
mampu bertanggung jawab atas perbuatannya ialah bila dalam berbuat itu, tidak terdapat dua
keadaan sebagaimana diterangkan dalam pasal tersebut.
Alasan undang-undang merumuskan mengenai pertanggungjawaban itu secara negatif,
artinya merumuskan tentang keadaan jiwa yang tidak mampu bertanggung jawab dan bukan
mengenai mampu bertanggungjawab, tidak lepas dari sikap pembentuk undang-undang yang
menganggap bahwa setiap orang itu mampu bertanggung jawab. Dengan berpijak pada
prinsip itu, dalam rangka mencapai keadilan dari vonis hakim maka dalam hal kemampuan
bertanggung jawab ini dirumuskan secara negatif, ditentukan keadaan tertentu mengenai jiwa
seseorang yang tidak mampu bertanggung jawab agar tidak dipidana karena melakukan
perbuatan. Dalam praktik hukum, sepanjang si pembuat tidak memperlihatkan gejala-gejala
kejiwaan abnormal, keadaan jiwa tidak dipermasalahkan. Sebaliknya, ketika tampak gejala-
gejala abnormal, gejala-gejala itu akan diselidiki apakah gejala-gejala yang tampak itu benar
dan merupakan alasan pemaaf sebagimana dimaksudkan oleh Pasal 44 (1).3
Keadaan jiwa yang tidak mampu bertanggung jawab seperti yang sudah diuraikan
diatas adalah bersifat umum (permanent insanity). Sedangkan yang sifatnya khusus
(temporary insanity) berkaitan erat dengan perbuatan itu sendiri serta keadaan-keadaan
objektif dan atau subjektif tertentu ketika seorang itu berbuat. Orang yang tidak mampu
bertanggung jawab secara khusus ini, ialah:
a) apabila keadaan jiwanya sedemikian rupa sehingga ia tidak bebas untuk
menentukan kehendaknya terhadap perbuatan apa yang dia lakukan;
b) apabila keadaan jiwanya sedemikian rupa sehingga ia tidak mengerti, tidak
menginsyafi atas suatu perbuatan yang dilakukannya itu sebagai perbuatan yang
tercela;
Ada tiga cara yang dapat digunakan dalam rangka menyelidiki keadaan jiwa si pembuat
untuk menentukan apakah si pembuat berada dalam keadaan tidak mampu bertanggung
jawabm yaitu:
1) dengan metode biologis, artinya dengan menyelidiki gejala-gejala atau keadaan
yang abnormal yang kemudian dihubungkan dengan ketidakmampuan bertanggung
jawab.
2) Dengan metode psikologis, artinya dengan menyelidiki ciri-ciri psikologis yang ada
yang kemudian dari ciri-ciri itu dinilai untuk menarik kesimpulan apakah orang itu
mampu bertanggung jawab ataukah tidak;
3) Dengan metode gabungan, kedua cara tersebut di atas digunakan secara bersama-
sama. Di samping menyelidiki tentang gejala gejala abnormal juga dengan meneliti
ciri-ciri psikologis orang itu untuk menarik kesimpulan apakah dia mampu
bertanggung jawab ataukah tidak.
6
Soedarto, Op.Cit. hal. 42.
7
Zainal Abidin, Op.Cit., hal. 194.
b. dalam hal terjadi pertentangan antara kewajiban hukum dengan kepentingan
hukum
c. dalam hal terjadinya pertentangan antara dua kewajiban hukum.
ad.2. Dasar Peniadaan Pidana karena Ketiadaan Unsur Kesalahan pada si Pembuat
Asas tiada pidana tampa kesalahan telah dianut sejak tahun 1930, hanya si pembuat
yang terbukti bersalah saja yang dapat dijatuhi pidana. Kesalahan adalah bagian penting
dalam tindak pidana dan demikian juga halnya untukmenjatuhkan pidana. Jika kesalahan
itu tidak ada pada si pembuat dalam suatu perbuatan tertentu, maka berdasrkan asas ini si
pembuatnya tidak boleh dipidana.
Ketiadaan kesalahan si pembuat atas perbuatannya terjadi karena ketidaktahuan atau
kekeliruan tentang keadaan nyata atau fakta yang ada ketika perbuatan dilakukan. Contoh
pada kasus pengusaha susu, dimana si pengusaha susu mencampur susu dengan air, yang
oleh liveransirnya dikirim pada pelanggannya yang menurut ketentuan hukum pidana
dilarang. Liveransirnya tersebut tidak dipdana oleh Hoge Raad dikarenakan dia tidak
mengetahui tentang susu yang dikirimkannya ke pelanggannya itu ternyata telah
dicampur dengan air oleh si pengusaha. Sesungguhnya arrest HR inilah yang menjiwai
asas tiada pidana tanpa kesalahan.
Mengenai penegakan hukum pidana berlaku prediksi bahwa setiap orang dianggap
mengetahui hukum, sehingga si pembuat tidak dapat membela diri dengan alasan bahwa
dia tidak mengetahui hukum. Tetapi dalam praktik ketidaktahuan atau kekeliruan
mengenai hukum kadang dapat dijadikan alasan peniadaan pidana. Contohnya adalah
pada kasus seorang pengendara sepeda motor yang sebelum mengendarai motornya itu
dia telah datang menghadap pejabat kepolisian yang berwenang untuk mendapatkan
informasi selengkapnya tentang surat-surat yang diperlukan untuk mengendarai
kendaraan bermotor, yang ternyata pejabat itu tidak memberikan informasi yang
sempurna, karena polisi itu tidak memberikan keterangan bahwa diperlukan juga surat
bukti kewarganegaraan, tidak dipersalahkan dan karenanya tidak dipidana oleh Hoge
Raad atas dakwaan mengendarai kendaraan bermotor tanpa kelengkapan surat-surat.10
10
Schaffmeister, D. dkk., Sahetapy (ed), Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1995, hal. 71 dan
147.
a. Melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya
Dalam hal ini, yang dilanggar dilakukan oleh pegawai negeri dalam melakukan
tindak pidana itu adalah kewajiban khusus dari jabatan, dan bukan kewajiban umum
jabatan.
Dalam suatu jabatan in casu jabatan publik yang dipangku oleh seorang pegawai
negeri terdapat suatu kewajiban khusus di dalamnya. Suatu kewajiban khusus adalah
suatu kewajiban yang berhubungan erat dengan tugas pekerjaan tertentu dari suatu
jabatan. Seorang polisi yang diperintah bertugas di Pos Keamanan sebuah Bank, maka
dia dibebani tugas khusus yaitu untuk menjaga keamanan dan keselamtan bank beserta
seluruh orang yang berhubungan dan berkepentingan dengan bank tersebut dimana dia
bertugas. Akan tetapi kewajiban khusus tersebut dapat pula dilanggarnya dengan
melakukan tindak pidana yang justru menyerang keselamatan dan keamanan bank itu
sendiri, misalnya dia berkomplotan dengan orang lain untuk merampok bank tersebut,
dia memberi informasi dan merancang kejahatan itu serta berlaku pasif untuk memberi
kesempatan pada teman-temannya tadi dalam menjalankan aksi perampokan tersebut.
RANGKUMAN
Dalam KUHP terdapat 7 (tujuh) alasan yang menyebabkan tidak dapat dipidananya si
pembuat, yaitu: karena kemampuan bertanggung jawab, daya paksa (overmacht), pembelaan
terpaksa (noodweer), pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodweer excess),
menjalankan perintah undang-undang dan karena melaksanakan perintah jabatan yang sah
serta menjalankan perintah jabatan yang tidak sah dengan itikad baik. Dasar peniadaan
pidana diluar undang-undang yaitu apa yang disebut dengan kehilangan sifat tercelanya
secara materiil dari suatu perbuatan atau melawan hukum materiil dalam fungsinya yang
negatif dan didasarkan pada asas tiada pidana tanpa kesalahan. (geen straft zonder schuld).
Tiga dasar (alasan) yang menyebabkan diperberatnya pidana umum, ialah:
1. karena jabatan
2. karena menggunakan bendera kebangsaan
3. karena pengulangan (recidive)
Adapun dasar-dasar dari peringanan pidana yaitu karena pelakunya yang masih dibawah
umur atau anak. Dengan disahkannya Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak maka Pasal 45, 46, 47 KUHP dinyatakan tidak berlaku lagi. Berdasarkan
undang-undang tersebut peringanan pidana terhadap anak nakal yaitu sepertiga dari ancaman
hukuman orang dewasa dan apabila diancam dengan hukuman mati atau seumur hidup maka
terhadap anak tersebut hanya dapat dijatuhkan pidana penjara paling lama 15 tahun penjara.
Penuntut Umum dalam hal-hal tertentu tidak mempunyai hak untuk menuntut pidana
terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana dikarenakan beberapa hal yaitu: Ne
bis in idem, meninggalnya si pembuat, lampau waktu atau kadaluarsa dan penyelesaian di
luar pengadilan, yaitu dengan dibayarnya denda maksimum dan biaya-biaya bila penuntutan
telah dimulai.
Hal-hal yang menyebabkan hapusnya hak negara untuk menjalankan pidana yaitu karena
meninggalnya si terpidana, daluarsa dan grasi.
GLOSSARIUM
overmacht adalah daya paksa
noodweer adalah pembelaan terpaksa
noodweer excess adalah pembelaan terpaksa yang melampaui batas
strafuitslutingsgrondena adalah alasan penghapus pidana
requisitoir adalah tuntutan Jaksa Penuntut Umum
veroordering adalah putusan pemidanaan
onslag van alle rechtvervolging adalah putusan pelepasan dari tuntutan hukum
geen straft zonder schuld adalah tiada pemidanaan tanpa kesalahan
ne bis in idem adalah asas yang melarang menuntut seorang pelaku kejahatan karena
perkaranya sudah pernah diputus oleh hakim pidana.
Recidive adalah pengulangan tindak pidana