ABSTRAK
Tujuan studi ini untuk mengkaji perihal penjelasan daripada noodweerexces dalam tindak pidana
pembegalan yang menyebabkan kematian berdasarkan pasal 49 ayat (2) KUHP. Studi ini menggunakan
metode yuridis normatif dengan menggunakan jenis pendekatan kasus (case approach) dan perundang-
undangan (statue approach). Selain itu, studi kepustakaan (legal research) terhadap sejumlah buku
hukum, jurnal, dokumen, dokumen kasus, dan penelitian ilmiah lainnya turut menjadi sarana penunjang
dalam penelitian ini. Hasil studi menunjukkan bahwa penjelasan substansi norma dalam pasal 49 ayat
(2) KUHP terkait kriteria pembelaan yang harus dipenuhi sebagai syarat masuknya unsur pembelaan
terpaksa melampaui batas (noodweer exces) adalah terdiri dari 3 hal yakni melampaui batas pembelaan
yang diperlukan, terjadi guncangan jiwa yang hebat, dan adanya hubungan kausal antara serangan dan
guncangan jiwa. Sehingga apabila ingin berhasil dengan pembelaan atas dasar noodweer exces, maka
harus memenuhi kriteria terbut. Melihat akan pernyataan tersebut, terkait pertanggungjawaban pelaku
pembelaan terpaksa melampaui batas (noodweer exces) sesuai dengan yang tercantum dalam pasal 49
ayat (2) KUHP tidak dapat dihukum karena pembelaan terpaksa tersebut merupakan akibat langsung
dari gejolak hati atau keguncangan jiwa yang hebat dan ditimbulkan oleh suatu serangan yang melawan
hukum. Sehingga pertanggungjawabannya tidak dapat dimintakan.
ABSTRACT
The purpose of this study is to examine the explanation of noodweerexces in the crime of robbery that
causes death based on article 49 paragraph (2) of the Criminal Code. This study uses a normative
juridical method using a case approach and a statutory approach. In addition, literature studies (legal
research) on a number of legal books, journals, documents, case documents, and other scientific research
also become a means of supporting this research. The results of the study show that the explanation of the
substance of the norm in Article 49 paragraph (2) of the Criminal Code related to the defense criteria that
must be met as a condition for the entry of elements of the defense forced to exceed the limit (noodweer
excesses) consists of 3 things, namely exceeding the required defense limit, a great mental shock occurs. ,
and the existence of a causal relationship between attacks and mental shocks. So, if you want to succeed
with a defense on the basis of noodweer excesses, you must meet these criteria. In view of this statement,
regarding the liability of the defense actors who were forced to exceed the limits (noodweer excesses) as
stated in Article 49 paragraph (2) of the Criminal Code, they cannot be punished because the forced
defense is a direct result of heart turmoil or great mental shock and is caused by an unlawful attack. So, it
cannot be held accountable.
1
Sanjaya, Merta, I Gede Windu, Sugiartha, Gede, I Nyoman, dan Widyantara, Minggu, I
Made. “Pembelaan Terpaksa Melampaui Batas Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Begal
Sebagai Upaya Perlindungan Diri,” Jurnal Konstruksi Hukum 3, no. 2 (2022): 406-4013.
2
Julaiddin, Julaiddin, dan Prayitno, Rangga. "Penegakan Hukum Bagi Pelaku Tindak
Pidana Pembunuhan Dalam Pembelaan Terpaksa." UNES Journal of Swara Justisia 4, No. 1
(2020): 33-38.
Defendit, yang artinya keadaan terpaksa melindungi apa yang harus diperbuat.
Perlu diperhatikan bahwa tidak serta merta segala perbuatan pembelaan diri
yang dilakukan dapat dijustifikasi oleh pasal ini, setidaknya, terdapat tiga syarat
pembelaan terpaksa melampaui batas (noodweer exces), antara lain:3
a. Serangan dan ancaman yang melawan hak yang mendadak dan harus
bersifat seketika (sedang dan masih berlangsung) yang berarti tidak ada
jarak waktu yang lama, begitu orang tersebut mengerti adanya serangan,
seketika itu pula dia melakukan pembelaan.
b. Serangan tersebut bersifat melawan hukum (bersifat wederrechtelijk), dan
ditujukan kepada tubuh, kehormatan, dan harta benda baik punya sendiri
atau orang lain.
c. Pembelaan tersebut harus bertujuan untuk menghentikan serangan, yang
dianggap perlu dan patut untuk dilakukan berdasarkan asas
proporsionalitas dan subsidiaritas. Perbuatan dilakukan karena tidak ada
cara lain untuk melindungi diri kecuali dengan melakukan pembelaan
dimana perbuatan tersebut melawan hukum.
Setidaknya sejak awal 2022 kita dihebohkan dengan beberapa peristiwa
penetapan tersangka seorang korban begal yang membunuh pelaku begal. Hal
ini tentu menimbulkan polemik di masyarakat, sejatinya apakah boleh
melakukan pembelaan diri terhadap tindak pidana yang ditujukan pada
seseorang. Dampaknya, timbul opini bahwa korban tindak pidana hanya bisa
pasrah menghadapi suatu tindak pidana yang ditujukan kepadanya. Bahkan
sering kali pada kasus tersebut korban divonis oleh majelis hakim dengan
pembunuhan biasa (338 KUHP) dan penganiayaan yang mengakibatkan
hilangnya nyawa seseorang (351 ayat (3) KUHP).4 Wajar saja, permasalahan
tersebut terjadi karena ketentuan terkait pembelaan terpaksa melampaui batas
(noodweer exces) tidak dijelaskan lebih rinci lagi bahkan pada rumusan beberapa
pasal dalam KUHPpun tidak ditemukan penjelasan lebih lanjut mengenai
ketentuan yang mengatur terkait pembelaan terpaksa melampaui batas
(noodweer exces) sehingga menyebabkan kekaburan norma. Baik dari segi
bagaimana kriteria yang menjadi batas-batas dalam pembelaan terpaksa
melampaui batas (noodweer exces), bagaimana pertanggungjawaban pidana bagi
pelaku pembelaan terpaksa melampaui batas (noodweer exces), dan lain-lain.
Dalam penjelasan KUHP pada rumusan pasal 49 ayat (2) hanya memberikan
kata berupa “cukup jelas”.
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, penulis berkeinginan
mengadakan penelitian lebih mendalam lagi yang hasilnya akan dituangkan ke
dalam tulisan yang berbentuk jurnal dengan judul yang bertajuk “Noodweer
Exces Dalam Tindak Pidana Pembegalan Yang Menyebabkan Kematian
Berdasarkan Pasal 49 Ayat (2) KUHP”. Diharapkan dengan adanya sumbangan
pemikiran penulis melalui jurnal ini, dapat memberikan inforasi serta
pemahaman secara khusus kepada masyarakat untuk lebih mengetahui terkait
3
Dumgair, Wenlly. “Pembelaan Terpaksa (Noodweer) dan Pembelaan Terpaksa yang
Melampaui Batas (Noodweer Exces) sebagai Alasan Penghapus Pidana.” Jurnal Lex Crimen 5, No.
5 (2016): 61-68.
4
Marselino, Rendy. "Pembelaan Terpaksa yang Melampaui Batas (Noodweer Exces)
Pada Pasal 49 Ayat (2)." Jurist-Diction 3, No. 2 (2020): 633-648.
tindakan pembelaan terpaksa yang melampaui batas atau noodweer exces agar
nantinya, apabila dihadapkan dalam situasi tersebut masyarakat dapat
melakukan tindakan pembelaan. Apabila dalam upaya melindungi diri
sehingga menyebabkan pelaku pembegalan mengalami luka-luka atau sampai
meninggal dunia, tindakan pembelaan tersebut dapat dibenarkan oleh Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
2. Metode Penelitian
Pada dasarnya suatu kegiatan yang dikatakan tidak dapat terlepas dari metode,
sistematika, serta pemikiran rasionalitas yang memiliki tujuan untuk mempelajari
suatu hal ialah disebut sebagai penelitian. Pada hakikatnya, metode memiliki
makna untuk memberikan pedoman dalam melaksanakan analisis dan pemahaman
mengenai hukum. Maka dari itu, dapat dikatakan pula bahwa suatu ilmu
pengetahuan dapat diperoleh melalui metode ilmiah dan penelitiannya. 5 Metode
peneilitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam mengumpulkan data
penelitian dan membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan.
Dalam hal ini peneliti menggunakan beberapa perangkat penelitian yang sesuai
dalam metode penelitian ini guna memperoleh hasil yang maksimal.
Jenis penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah yuridis normatif.
Rumusan masalah akan dianalisis dengan menggunakan jenis pendekatan kasus
(case approach). Hal ini digunakan untuk mengetahui lebih dalam terkait noodweer
exces dalam tindak pidana pembegalan yang menyebabkan kematian
berdasarkan pasal 49 ayat (2) KUHP. Penelitian ini juga menggunakan
pendekatan perundang-undangan (statue approach). Yang mana, menggunakan
sejumlah peraturan perundang-undangan, asas hukum, serta putusan pengadilan
yang berkaitan dengan topik penelitian ini. Karena termasuk ranah penelitian
yuridis normatif, maka penelitian ini menggunakan data sekunder berupa bahan
5
Sunggono, Bambang. Metodelogi Penelitian Hukum (Jakarta, PT Raja Grafindo, 2007), 44.
hukum. Adapun bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini ialah
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sebagai bahan hukum sekunder
untuk menunjang penelitian ini terdapat perspektif hukum dari beberapa praktisi
hukum yang bermitra dengan kantor hukum LBH Lingkar Karma. Selain itu, studi
kepustakaan (legal research) terhadap sejumlah buku hukum, jurnal, dokumen,
dokumen kasus, dan penelitian ilmiah lainnya turut menjadi sarana penunjang
dalam penelitian ini.
10
Lamintang dan Lamintang, Theojunior, Franciskus. Dasar-dasar Hukum Pidana di
Indonesia (Jakarta, Sinar Grafika, 2014), 515.
11
Hidayat, Bakti Riza, Nurini Aprilianda, dan Lucky Endrawati. "Legal Implications of
Stopping the Investigation Because the Forced Defense (Noodweer) and Emergency Defense
Exceed the Limits (Noodweer Excesses)." International Journal of Multicultural and Multireligious
Understanding 9, No. 2 (2022): 244-251.
12
Kalensang, Andrio Jackmico. “Hubungan Sebab Akibat (Causaliteit) Dalam Hukum
Pidana Dan Penerapannya Dalam Praktek”. Jurnal Lex Crimen 5, No. 7 (2016): 12-19.
exces, maka harus ada situasi pembelaan terpaksa, yang berarti suatu situasi
dalam mana pembelaan raga, kehormatan, kesusilaan, atau harta benda
terhadap serangan yang bersifat melawan hukum menjadi keharusan. Selain itu
pelampauan batas dari keharusan dalam melakukan pembelaan, harus
merupakan akibat langsung dari guncangan jiwa yang hebat, yang pada
gilirannya disebabkan oleh serangan.13 Pada akhirnya batas yang lebih jelas
tentu bila serangan yang terjadi sudah selesai, namun seseorang masih
menyerang pelaku, maka ini tidak dianggap sebagai mempertahankan diri lagi.
Jadi, batas-batas tetap harus diperhatikan dalam hal mempertahankan diri.
4. Kesimpulan
Berdasarkan uraian penjelasan tersebut diatas, maka terkait dengan penjelasan
terkait noodweer exces dalam tindak pidana pembegalan yang menyebabkan
kematian berdasarkan pasal 49 ayat (2) KUHP, dapat disimpukan bahwa penjelasan
substansi norma dalam pasal 49 ayat (2) KUHP terkait kriteria pembelaan yang
harus dipenuhi sebagai syarat masuknya unsur pembelaan terpaksa melampaui
batas (noodweer exces) adalah terdiri dari 3 hal yakni melampaui batas pembelaan
yang diperlukan, terjadi guncangan jiwa yang hebat, dan adanya hubungan kausal
antara serangan dan guncangan jiwa. Sehingga apabila ingin berhasil dengan
pembelaan atas dasar noodweer exces, maka harus memenuhi kriteria terbut. Melihat
akan pernyataan tersebut, terkait pertanggungjawaban pelaku pembelaan terpaksa
melampaui batas (noodweer exces) sesuai dengan yang tercantum dalam pasal 49
ayat (2) KUHP tidak dapat dihukum karena pembelaan terpaksa tersebut
16
Fransisco, Wawan. "Status Hukum Korban Bertahan Dan Melawan Pelaku Begal
Hingga Meninggal." Lajour (Law Journal) 2, No. 2 (2022): 1-14.
17
Heatubun, Lance Heavenio R., dan Ferry Irawan. "Tindakan Noodweer Exces Dalam
Tindak Pidana Pembunuhan Sebagai Bentuk Mempertahankan Diri, Harta, Dan
Kehormatan." Journal of Law, Administration, and Social Science 2, No. 2 (2022): 91-99.
merupakan akibat langsung dari gejolak hati atau keguncangan jiwa yang hebat
dan ditimbulkan oleh suatu serangan yang melawan hukum. Sehingga
pertanggungjawabannya tidak dapat dimintakan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Bambang Sunggono. 2007. Metodelogi Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo.
I Gede Widhiana Suarda. 2012. Hukum Pidana: Materi Penghapus, Peringan dan Pemberat
Pidana. Malang: Bayu Media.
Ishaq. 2020. Hukum Pidana. Depok: Rajawali Pers.
M Hamdan. 2014. Alasan Penghapus Pidana Teori dan Studi Kasus. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Lamintang dan Lamintang, Franciskus Theojunior. 2014. Dasar-dasar Hukum Pidana di
Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Teguh Prasetyo. 2012. Hukum Pidana. Jakata: Raja Grafindo Persada.
Jurnal:
Andrio Jackmico Kalensang. 2016. “Hubungan Sebab Akibat (Causaliteit) Dalam
Hukum Pidana Dan Penerapannya Dalam Praktek”. Jurnal Lex Crimen Vol 5,
No. 7: 12-19.
Heatubun, Lance Heavenio R., dan Ferry Irawan. 2022. "Tindakan Noodweer Exces
Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Sebagai Bentuk Mempertahankan Diri,
Harta, Dan Kehormatan." Journal of Law, Administration, and Social Science Vol. 2,
No. 2: 91-99.
Hidayat, Bakti Riza, Nurini Aprilianda, and Lucky Endrawati. 2022. "Legal
Implications of Stopping the Investigation Because the Forced Defense
(Noodweer) and Emergency Defense Exceed the Limits (Noodweer
Excesses)." International Journal of Multicultural and Multireligious
Understanding Vol. 9, No. 2: 244-251.
Julaiddin, Julaiddin, dan Rangga Prayitno. 2020. "Penegakan Hukum Bagi Pelaku
Tindak Pidana Pembunuhan Dalam Pembelaan Terpaksa." UNES Journal of
Swara Justisia Vol 4, No. 1: 33-38.
Marselino, Rendy. 2020. "Pembelaan Terpaksa yang Melampaui Batas (Noodweer
Exces) Pada Pasal 49 Ayat (2)." Jurist-Diction Vol. 3, No. 2: 633-648.
Sanjaya, I Gede Windu Merta, Sugiartha, I Nyoman Gede,dan Widyantara, I Made
Minggu. 2022. “Pembelaan Terpaksa Melampaui Batas Dalam Tindak Pidana
Pembunuhan Begal Sebagai Upaya Perlindungan Diri,” Jurnal Konstruksi
Hukum Vol 3, no. 2: 406-4013.
Saiful Bahri. 2021. "Problema dan Solusi Peradilan Pidana yang Berkeadilan dalam
Perkara Pembelaan Terpaksa." Jurnal Wawasan Yuridika Vol. 5, No. 1: 131-147.
Wenlly Dumgair. 2016. “Pembelaan Terpaksa (Noodweer) dan Pembelaan Terpaksa
yang Melampaui Batas (Noodweer Exces) sebagai Alasan Penghapus
Pidana.” Jurnal Lex Crimen Vol 5, No. 5: 61-68.
Wawan Fransisco. 2022. "Status Hukum Korban Bertahan Dan Melawan Pelaku Begal
Hingga Meninggal." Lajour (Law Journal) Vol. 2, No. 2: 1-14.
Peraturan Perundang-undangan:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana