Anda di halaman 1dari 304

ADSORPSI ION LOGAM BERAT: Pb2+, Cu2+, DAN Cd2+

MENGGUNAKAN BENTONIT ACEH MODIFIKASI


POLIKATION Al DARI AlCl3 SEBAGAI AGEN PEMILAR

DISERTASI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk


Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Teknik
pada Program Doktor Ilmu Teknik

Oleh :

JAKFAR
NPM : 1309300060002

PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU TEKNIK


PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim.Puji dan syukur, penulis ucapkan kehadirat Allah


Subhanahu Wa Ta'ala yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-NYA kepada
kita semua. Shalawat dan Salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad
Sallallahu ‘Alaihi Wasallam yang telah membawa umat manusia dari alam kegelapan
ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Husni Husin, MT, sebagai Promotor, Prof. Dr.
Abrar Muslim, ST, M. Eng, dan Bapak Dr. Ir. Darmadi, M.T, sebagai Ko-Promotor 1
dan Ko-Promotor 2 atas segala motivasi, arahan, bimbingan, masukan dan saran yang
telah diberikan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Rektor Universitas Syiah
Kuala, Bapak Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M. Eng, beserta seluruh jajarannya. Ucapan
terima kasih kepada Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Syiah Kuala, Bapak
Prof. Dr. Ir. Darusman, M.Sc beserta seluruh jajarannya. Terima kasih kepada Ketua
Program Studi Doktor Ilmu Teknik (DIT) Ibu Prof. Dr. Ir. Husni Husin, M.T. Terima
kasih kepada Ibu Prof. Dr. Hamidah Harahap M. Sc, selaku external examiner dari
Universitas Sumatera Utara (USU), serta penguji bidang konsentrasi dari Unsyiah
Bapak Dr. Ir. Komala Pontas dan Ibu Dr. Ir. Mariana, M.Sc. Terima kasih kepada
seluruh dosen, laboran serta mahasiswa yang membantu dalam penelitian ini, yaitu
pada Program Studi DIT, Jurusan Teknik Kimia (JTK) Universitas Syiah Kuala yang
telah memberikan dukungannya selama ini. Terima kasih kepada karyawan/karyawati
pelaksana administrasi pada Program Studi DIT. Ucapan terima kasih yang tak
hingga, penulis sampaikan kepada istri, anak serta seluruh anggota keluarga tercinta
yang telah memberikan doa dan dukungan secara moril dan materil. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan disertasi ini tak lepas dari kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
positif dan membangun untuk kesempurnaan disertasi ini. Penulis berharap semoga
penelitian ini dapat bermanfaat serta menambah pengetahuan baik bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Banda Aceh, Agustus 2020


Penulis,

Jakfar

ii
Abstrak

Penelitian ini telah dilakukan dengan judul “Adsorpsi Ion Logam Berat: Pb2+, Cd2+,
dan Cu2+ Menggunakan Bentonit Aceh Modifikasi Terpilar Al dengan Agen
Pemilar AlCl3 ”. Penelitian ini dimulai dengan preparasi dan purifikasi dari impuritis
kemudian memodifikasi dengan proses interkalasi Ion Na dari interkalator NaCl
kemudian dipilar dengan promotor pemilar AlCl3. Bentonit alam hasil purifikasi,
interkalasi, dan pilarisasi dikarakterisasi dan diuji kemampuan serapan terhadap ion
logam berat: Pb2+, Cd2+, dan Cu2+, Hasil karakterisasi menunjukkan peningkatan ion
Na dalam bentonit interkalasi dan peningkatan ion Al dalam bentonit terpilar Al atau
bentonit pilarisasi. Kapasitas penyerapan ion logam berat Pb2+, Cd2+, dan Cu2+ juga
meningkat. Optimasi dilakukan dengan menggunakan Design Expert 12, Box Bhenken
Design ,tipe Respon Surface Methodology, menjelaskan bahwa pengaruh massa
bentonit, waktu pengadukan(waktu adsorpsi), dan konsentrasi adsorbat Pb2+, Cd2+,
dan Cu2+ terhadap penyerapan ion Pb2+, Cd2+, dan Cu2+ sangat signifikan. Demikian
juga pengaruh interaksi sangat signifikan. Persamaan matematik yang yang
dihasilkan juga menunjukan hasil yang sinkron yaitu pengaruh individual masing-
masing variabel dan pengaruh interaksi sangat signifikan dengan nilai korelasi 0,99.
Peningkatan penyerapan(removal) Pb(II) dari 176,844 mg/l menjadi 198,461 mg/g,
serapan Cd(II) dari 148,851mg/l meningkat menjadi 184,457mg/l,dan Cu(II) serapan
meningkat dari 271,002 mg/l menjadi 289,689 mg/l. Isoterm adsorpsi Langmuir,
dengan R2=0,88 sedangkan isotherm adsorpsi Freundlich R2 = 0,938. Model
kinetika yang lebih sesuai Model Model Kinetika Order 2 Semu dengan R2 =0,96,
difusi intrapartikel dengan R2 = 0,71. Entalpi yang terjadi dalam adsorpsi pada
kisaran suhu 30oC -60oC, ΔH =26152,756 kj/kg mol K, ΔS = 45,4006 kj/K, ΔG =
125,699 kj/kg mol. Hasil karakterisasi dengan XRF terhadap interkalasi NaCl ke
dalam Bentonit alam menunjukkan adanya peningkan ion Na dalam bentonit alam
sebesar 7 %, sedangkan hasil pilarisasi menunjukkan terbentuk polikation Al dengan
terpilarnya Al 3+ menggantikan Na+ dalam bentonit interkalasi sebesar 26 %. Hal ini
menyebabkan terjadi peningkatan serapan ion logam untuk bentonit pilarisasi
Karena pembesaran volume pori, dan pembesaran jarak interlayer. Kondisi optimal
adsorpsi ion Pb(II) menggunakan adsorben bentonit (0,5-2 g), waktu adsorpsi (30-200
menit), konsentrasi adsorbat ion Pb(II) (11-500mg/l) diperoleh: massa bentonit 1,5 g,
waktu adsorpsi 115 menit, konsentrasi adsorbat ion Pb(II) 305,82 mg/l serapan
(removal) ion Pb(II) dengan menggunakan bentonit alam(Y 1) 176,26 mg/l, serapan
bentonit interkalasi (Y2) 187,62 mg/l, serapan bentonit pilarisasi(Y 3) 197,42 mg/l,
desirability 0,8037. Untuk ion Cd(II) : massa bentonit 1,528 g, waktu adsorpsi 116,12
menit, konsentrasi adsorbat Cd(II) 314,888 mg/l, serapan (Y 1) 148,851 mg/l, (Y2)
172,372 mg/l, (Y3) 182,457 mg/l. Untuk ion Cu(II): massa bentonit 2 g, waktu
adsorpsi 75,9006 menit, konsentrasi adsorbat Cu(II) 300 mg/l, serapan (Y1) 271,017

ii
mg/l, (Y2) 275,685 mg/l Y3 = 289,699 mg/l, desirability 0,935Adsorpsi ion Pb(II)
dengan menggunakan adsorben(0,5-2 g)

Kata Kunci: bentonit, adsorpsi, interkalasi,Pilarisasi, isoterm

iii
Abstract

This research has been carried out with the title "Adsorption of Heavy Metal Ions:
Pb2+, Cd2+, and Cu2+ Using Al-Pillar Modified Aceh Bentonite with AlCl3 Pillar
Agent". This research begins with the preparation and purification of impuritis then
modifies with the Na Ion intercalation process from the NaCl intercalator then is
pillared with the AlCl3 pillar promoter. Purification, intercalation, and pilarization of
natural bentonite were characterized and tested for the absorption ability of heavy
metal ions Pb2+, Cd2+, and Cu2+. The characterization results showed an increase in
Na ions in intercalation bentonite and an increase in Al ions in the pillared Al or
bentonite bentonite. The absorption capacity of heavy metal ions Pb 2+, Cd2+, and
Cu2+ also increases. The test was carried out using Design Expert 12, Box Bhenken
Design, Surface Methodology Response type, Box Bhenken design explained that the
influence of bentonite mass, stirring time (adsorption time), and adsorbate
concentrations of Pb2+, Cd2+, and Cu2+ on the absorption capacity of Pb2+, Cd2+, and
Cu2+ is very significant. Likewise the interaction effect is very significant. The
resulting mathematical equation also shows synchronous results, namely the
individual influence of each variable and the effect of interaction is very significant
with a correlation value of 0.99. Increased Pb (II) removal from 176,844 mg / l to
198,461 mg / g, Cd (II) uptake from 148,851mg / l increased to 184,457mg / l, and
Cu (II) uptake increased from 271,002 mg / l to 289,689 mg / l. The Langmuir
adsorption isotherm, with R2 = 0.88 while the Freundlich adsorption isotherm R 2 =
0.938. The kinetics model is more suitable for the Quasi Order 2 Kinetic Model with
R2 = 0.96, intraparticle diffusion with R2 = 0.71. The enthalpy that occurs in
adsorption in the temperature range of 30oC - 60oC, ΔH = 26152.756 kj / kg mol K,
ΔS = 45.4006 kj / K, ΔG = 125.699 kj / kg mol. The results of XRF characterization
of NaCl intercalation into natural Bentonite showed an increase in Na ions in
natural bentonite by 7%, while the results of pilarization showed the formation of Al
polycation with Al 3+ dispersion replacing Na + in intercalation bentonite by 26%.
This causes an increase in the absorption of metal ions for pilarization bentonite.
Due to enlargement of pore volume, and enlargement of interlayer distances. Optimal
conditions of Pb (II) ion adsorption using bentonite adsorbents (0.5-2 g), adsorption
time (30-200 minutes), Pb (II) ion adsorbate concentrations (11-500mg / l) were
obtained: bentonite mass 1.5 g, 115 minutes adsorption time, Pb (II) ion adsorbate
concentration 305.82 mg / l Pb (II) ion removal using natural bentonite (Y 1) 176.26
mg / l, intercalation bentonite uptake (Y 2) 187 , 62 mg / l, pilarial bentonite uptake
(Y3) 197.42 mg / l, desirability 0.8037. For Cd (II) ions: bentonite mass 1.528 g,
adsorption time 116.12 minutes, Cd (II) adsorbate concentration 314.888 mg / l,
uptake (Y1) 148,851 mg / l, (Y2) 172,372 mg / l, (Y3) 182,457 mg / l. For Cu (II) ions:

iv
2 g bentonite mass, adsorption time 75,9006 minutes, Cu (II) adsorbate concentration
300 mg / l, absorption (Y1) 271,017 mg / l, (Y2) 275,685 mg / l Y3 = 289,699 mg / l,
desirability 0,935 Pb (II) ion adsorption using adsorbents (0.5-2 g)

Keywords: bentonite, adsorption, intercalation, Pilarization, isotherm

v
ABSTRACT

This research has been carried out with the title “ Adsorption of Heavy Metal Ions: Pb 2+, Cd2+,
and Cu2+ Using Al-Pillar Modified Aceh Bentonite with AlCl 3 Pilar Agent”. This research begins
with the preparation and purification of impuritis then modifies with the Na ion intercalation
process from the NaCl intercalator then is pillared with the AlCl 3 pillar promoter. Purification,
intercalation, and pilarization of natural bentonite were characterized and tested for the
adsorption ability of heavy metal ions Pb2+, Cd2+, Cu2+. The characterization results showed an
increase in Na ions in intercalation bentonite and an increase in Al ions in the pillared bentonite
Al or bentonite. The adsorption capacity of heavy ions Pb 2+, Cd2+, and Cu2+ also increases. The
test carried out using Design Expert 12, Box Bhenken Design, Surface Methodology Response
type, Box Bhenken design explaned that the influence of bentonite mass, stirring time
(adsorption time), and adsorbate concentration of Pb2+, Cd2+, Cu2+ on the adsorption capacity of
Pb2+, Cd2+, Cu2+ are very significant. Likewise the interaction effect these interaction effect are
very significant. The resulting mathematical equation also shows synchronous results, namely
the individual influence of each variable and the effect of interaction is very significant with a
correlation value of 0,99. Increased Pb2+ removal from 176,844 mg/l to 198,461 mg/l, Cd 2+
uptake from 148,851 mg/l incread to 184,457 mg/l, and Cu2+ uptake increased from 271,002
mg/l to 289,689 mg/l. The Langmuir adsorption isotherm, with 2 = 0,88 while the Freundlich
adsorption isotherm R2 = 0,96, intraparticle diffusion with R2 = 0,71. The enthalpy that occurs
in adsorption in the temperature range of 30 oC – 70oC, ∆H = 26152,756 kj/kg mol K, ∆S =
45,4006kj/K, ∆G =125,699 kj/kg mol. The results of XRF characterization of NaCl intercalation
into natural bentonite showed an increase in Na ions innatural bentonite by 7 %, while the
results of pilarization showed the formation of Al polycation with Al3 dispersion replacing Na+
in intercalation bentonite by 26 %. This causes an increase in the adsorption of metal ions for
pilarization bentonite. Due to enlargement of pore volume, and enlargement of interlayer
distances. Optimal conditions of Pb2+ ion adsorption using bentonite adsorbents (0,5-2 g),
adsorption time (30-200 minutes), Pb2+ ion adsorbate concentrations(100-500mg/l) were
obtained: bentonite mass 1,5 g, 115 minutes adsorption time, Pb2+ ion adsorbate
concentration305,82 mg/l Pb2+ ion removal using natural bentonite (Y1) 176,26 mg/l,
intercalated bentonite uptake (Y2) 187,62 mg/l, pillared bentonite uptake (Y3) 197,42 mg/l,
desirability 0,8037. For Cd2+ ions: bentonite mass 1,528 g, adsorption time 116,12 minutes, Cd2+
adsorbate concentration 314,888 mg/l, uptake (Y1) 148,851 mg/l, (Y2) 172,372 mg/l, (Y3)
275,685 mg/l, (Y3)= 289,699 mg/l, desirability 0,935 Pb2+ ion adsorption using adsorbents (0,5-
2 g).

Keywords: bentonite, adsorption ,intercalation, pilarization, isotherm


DAF TAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN KOMISI PEMBIMBING..........................................i


KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
ABSTRAK................................................................................................................iii
ABSTRACT..............................................................................................................iv
DAFTAR ISI............................................................................................................v
DAFTAR TABEL...................................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xvii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xviii
DAFTAR SINGKATAN.........................................................................................xx

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah …………,…..............................................................4
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................5
1.4 Hipotesis Penelitian…..............................................................................6
1.5 Manfaat Penelitian....................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................7


2.1 Adsorpsi....................................................................................................7
2.2 Kajian Adsorpsi dari Penelitian yang Sudah dilakukan.......................10
2.3 Bentonit..................................................................................................15
2.3.1 Sifat Bentonit dan Kegunaannya..................................................17
2.3.2 Karakterisasi.................................................................................19
2.3.3 Kegunaan Bentonit.......................................................................21
2.3.4 Bentoit Aceh.................................................................................22
2.3.5 Purifikasi Bentonit........................................................................23

v
2.4 Pilarisasi................................................................................................24
2.5 Logam Berat.........................................................................................26
2.5.1 LogamTimbal (Pb)......................................................................30
2.5.2 Logam Cadmium (Cd)................................................................31
2.5.3 Logam Cuprum...........................................................................31
2.6 Spekroskopi Serapan Atom (SSA).......................................................32
2.7 X-Ray Flourescen (XRF)......................................................................34
2.8 Kesetimbangan dan Studi Pemodelan Adsorpsi Logam Berat...........34
2.8.1 Percobaan Batch adsorpsi...........................................................34
2.8.2 Model Adsorpsi IsotermdalamSistem Bacth..............................33
2.8.3 Dua Parameter Isoterm Adsorpsi..............................................35
2.8.4 Isoterm Adsorpsi Langmuir......................................................35
2.8.5 Isoterm Adsorpsi Freundlich...................................................39
2.8.6 Model Brunaeur- Emmer-Teller (BET)....................................40
2.8.7 IsotermAdsorpsi Temkin...........................................................41
2.8.8 Isoterm Adsorpsi Dubinin-Radushkevich (DR)........................42
2.8.9 Isoterm Adsorpsi Jovanovic.......................................................44
2.8.10 Isoterm Adsorpsi Halsey..........................................................44
2.8.11 IsotermAdsorpsi Harkin- Jura.................................................45
2.9 Model Kinetika Adsorpsi dalam Sistem Bacth.................................45
2.9.1 Model Lagergren.......................................................................47
2.9.2 Model Kinetik Order Kedua Semu (Oeder Kedua Semu).......48
2.9.3 Model Elovich...........................................................................49
2..9.4 Model Diffusi Intrapartikel......................................................50
2.10 Termodinamika Adsorpsi...................................................................50
2.11 Metodologi Permukaan Respon (Response Surface Methodology) 52

BAB III METODOLOGI PENELITIAN........................................................53


3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian..............................................................53
3.2 Bahan dan Alat Penelitian...................................................................53

vi
3.3 Metode Kerja..........................................................................................54
3.3.1 Pemisahan Bentonit....................................................................54
3.3.1.1 Penyaringan dan Pemanasan............................................54
3.3. 1.2 Penghilangan Karbonat dalam Bentonit..........................54
3.3.2 Pembuatan bentonit interkalas.....................................................54
3.3.3 Pembuatan Bentonit Terpilar Al..................................................55
3.3.3.1 Persiapan Larutan Polikation Al...........................................55
3.3.3.2 Persiapan viiuspense Bentonit..............................................55
3.3.3.3 Pilarisasi Bentonit dengan Polikation Al (AlCl3 6H2O)… 55
3.4 Variabel-Variabel Penelitian.................................................................55
3.4.1 Variabel Tetap Pembuatan Bentonit Interkalasi..........................56
3.4.2 Variabel Tetap Pembuatan Bentonit Pilarisasi............................56
3.4.2.1 Pembuatan Polikation Al.......................................................56
3.4.2.2 Pembuatan Bentonit Pilarisasi..............................................56
3.4.2.3 Penelitian Adsorpsi...............................................................60

BAB IV KARAKTERISASI MATERIAL..........................................................61


4.1 Karakterisasi Bentonit Aceh dengan XRF (X-Ray Flourescence)…......61
4.1.1 Karakterisasi Bentonit Aceh dengan XRF...................................61
4.1.2 Karakterisasi Bentonit Interkalasi dengan XRF...........................62
4.1.3 Karakterisasi Bentonit Pilarisasii dengan XRF............................62
4.2 Karakterisasi BET (Brunauer-Emmer- Teller).......................................65
4.2.1 Karakterisasi BET Bentonit Aceh.................................................65
4.2.2 Karakterisasi BET Bentonit Interkalasi.......................................65
4.2.3 Karakterisasi Bentonit Pilarisasi...................................................65

BAB V KESETIBANGAN ADSORPSI..............................................................67


5.1 Kesetimbangan dan Studi Pemodelan Adsorpsi Logam Berat...............67
..........................
5.2 Pengaruh Waktu Adsorpsi Terhadap Serapan Ion Pb2+ 68
5.3 Isoterm Adsorpsi Bentonit Aceh............................................................68

vii
...........................................................
5.3.1 Isoterm Langmuir Ion Pb2+ 68
5.3.2 Isoterm Adsorpsi Freundlich........................................................71
5.3.3 Termodinamika Adsorpsi.............................................................72

BAB VI KINETIKA ADSORPSI.........................................................................77


6.1 Model Lagergren (Model Kinetika Order 1 Semu)................................77
6.2 Model Kinetika Order Kedua Semu.......................................................78
6.3 Difusi Intrapartikel..................................................................................80
6.4 Model Elovick..........................................................................................82

BAB VII OPTIMASI ADSORPSI........................................................................84


7.1 Bentonit Aceh..........................................................................................84
7.1.1 Data dan Hasil Pengolahan Data untuk Serapan ion Pb2+
dengan Menggunakan Bentonit Aceh...........................................84
7.1.2 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Ion Pb2+ dengan
Bentonit Aceh..............................................................................86
7.1.3 Analisa Varian Serapan Ion Pb Menggunakan Bentonit Aceh 89
7.1.4 Analisa Response Surface terhadap Serapan Ion Pb2+ dengan
Bentonit Aceh...............................................................................90
7.2 Data dan Hasil Pengolahan Data untuk Serapan Ion Pb2+
dengan Menggunakan Bentonit Interkalasi...................................94
7.2.1 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Ion Pb2+
Menggunakan Adsorben Bentonit Interkalasi.....................95
7.2.2 Analisa Varian untuk Serapan Ion Pb Menggunakan
Bentonit Interkalasi..............................................................97
7.2.3 Analisa Response Surfase terhadap Serapan Ion Pb2+
Menggunakan Bentonit Interkalasi......................................99
7.3 Data Hasil Pengolahan Data untuk Serapan Ion Pb2+ dengan
Menggunakan Bentonit Pilarisasi.................................................104
7.3.1 Bentonit Aceh dan Modifikasi untuk Serapan

viii
...............................................................................
Ion Cu2+ 106
7.3.2 Analisa Varian (AOVA) untuk SerapanIonPb2+
Menggunakan Bentonit Pilarisasi.....................................109

7.3.3 Analisa Respon Surface Terhadap Serapan Ion Pb2+


Menggunakan Bentonit Pilarisasi....................................110
7.4 Data Hasil Pengolahan Data untuk Serapan Ion Pb2+ dengan
Menggunakan Bentonit Aceh......................................................116
7.4.1 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Ion Pb2+
dengan Bentonit Aceh.....................................................118
7.4.2 Analisa Varian untuk Serapan Ion Pb2+ Menggunakan
Bentonit Aceh................................................................120
7.4.3 Analisa Response Surface terhadap Serapan Ion Pb2+
dengan Bentonitn Alam.................................................121
7.5 Hasil Pengolahan Data untuk Serapan Ion Pb2+ dengan
Menggunakan Bentonit Interkalasi..........................................126
7.5.1 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Ion Pb2+
Menggunakan Adsorben Bentonit Interkalasi...................128
7.5.2 Analisa Varian untuk Serapan Ion Pb2+ Menggunakan
Bentonit Interkalasi...........................................................130
7.5.3 Analisa Response Surfase terhadap Serapan Ion Pb2+
Menggunakan Bentonit Interkalasi...................................131
7.6 Data dan Hasil Pengolahan Data untuk Serapan Ion Pb+
dengan Menggunakan Bentonit Pilarisasi.....................................137
7.6.1 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Ion Pb2+
Menggunakan Bentonit Pilarisasi.........................................139
7.6.2 Analisa Varian (ANOVA) untuk Serapan Ion Pb2+
Menggunakan Bentonit Pilarisasi.......................................141
7.6.3 Analisa Response Surface Terhadap Serapan Ion Pb2+
Menggunakan Bentonit Pilarisasi.....................................142

ix
7.7 Data dan Hasil Pengolahan Data untuk Serapan Ion Cd2+
dengan Menggunakan Bentonit Alceh......................................148
7.7.1 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Ion Cd2+
dengan Bentonit Aceh.....................................................150
7.7.2 Analisa Varian (ANOVA) untuk Serapan Ion Cd2+
Menggunakan Bentonit Aceh...................................152
7.7.3 Analisa Response Surface Terhadap Serapan Ion Cd2+
Menggunakan Bentonit Aceh.....................................154
7.8 Data dan Hasil Pengolahan Data untuk Data untuk Serapan Ion
Cd(II) denggunakan bentonit interkalasi...................................159
7.8.1 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Ion Cd2+
dengan Menggunakan Adsorben Bentonit Interkalasi.....161
7.8.2 Analisis Varian (ANOVA) untuk Serapan Ion Cd2+
Menggunakan Bentonit Interkalasi....................................163
7.8.3 Analisa Response Surface Terhadap Serapan Ion Cd2+
Menggunakan Bentonit Interkalasi......................................165
7.9 Data dan Hasil Pengolahan Data untuk Serapan Ion Cd2+
dengan MenggunkanBentonit Pilarisasi........................................170
7.9.1 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Ion Cd2+
dengan Menggunakan Adsorben Bentonit Pilarisasi...........172
7.9.2 Analisa Varian (ANOVA) untuk Serapan Ion Cd2+
Menggunakan Bentonit Pilarisasi........................................174
7.9.3 Analisa Rensponse Surface Terhadap Serapan Ion Cd2+
Menggunakan Bentonit Pilarisasi.........................................175
7.10 Data dan Hasil Pengolahan Data untuk Serapan Ion Cu2+
Dengan Menggunakan Bentonit Alceh.......................................182
7.10.1 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Ion Cu2+
dengan Menggunakan Adsorben Bentonit Aceh...............185
7.10.2 Analisa Varian (ANOVA) untuk Serapan Ion Cu2+
Menggunakan Bentonit Aceh............................................187

x
7.10.3 Analisa Rensponse Surface Terhadap Serapan Ion Cu2+
Menggunakan Bentonit Alam............................................190
7.10.4 Analisa Varian (ANOVA) untuk Serapan Ion Cu2+
Menggunakan Bentonit Interkalasi...................................192
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN......................................................198
8.1 Kesimpulan.................................................................................198
8.2 Saran............................................................................................201
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................202
LAMPIRAN...........................................................................................................216

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kapasitas Adsorpsi ion logam berat Pb2+, Cu2+ , dan Cd2+ dengan
adsorben material alam yang dimodifikasi (hasilpenelitian
sebelumnya)...........................................................................................11
Tabel 2.2 Kapasitas Adsorpsi ion logam berat Pb(II), Cu(II), dan Cd2+
dengan Adsorben limbah pertanian danlimbah bilogis............................12
Tabel 2.3 Kapasitas Adsorpsi ion logam berat Pb2+, Cu2+ dan Cd2+ dengan
Adsorben fly ash dan modifikasi...............................................................12
Tabel 2.4 Kapasitas Adsorpsi ion logam berat Cu2+ dan Cd2+ dengan
Adsorben sekam padi (rice husk) dan sekam modifikasi/aktivasi............13
Tabel 2.5 Kapasitas Adsorpsi ion logam berat Cu2+ dengan Adsorben
sekam padi (rice husk) dan sekam modifikasi/aktivasi..............................13
Tabel 2.6 Kapasitas Adsorpsi ion logam berat Pb2+ dengan Adsorben
sekam padi (rice husk) dan sekam modifikasi/aktivasi..............................14
Tabel 2.7 Kapasitas Adsorpsi ion logam berat Pb2+, Cu2+, dan Cd2+ dengan
Adsorben bahan yang berbasis gandum...................................................14
Tabel 2.8 Kapasitas Adsorpsi ion logam berat Pb2+, Cu2+ , dan Cd2+ dengan
Adsorben Biopolimer yang dimodifikasi..................................................15
Tabel 2.9 Kapasitas Adsorpsi ion logam Adsorben sekam padi (rice husk) dan
sekam modifikasi/aktivasi........................................................................15
Tabel 2.10 Interpretasi Spektra Bentonit.................................................................19
Tabel 2.11 Komposisi Bentonit Aceh......................................................................20
Tabel 2.12 Komposisi Bentonit Aceh/Cot Mambo/BlangKarieng Kec.Nisam
Aceh Utara..............................................................................................20
Tabel 2.13 Statistik Bentonit Indonesia Tahun 1998-2003......................................21
Tabel 4.1 Komposisi Senyawa Kimia Bentonit Alam Cot Mambo/Blang
Karieng Aceh Hasil Karakterisasi XRF...................................................62
Tabel 4.2 Komposisi Unsur Kimia Bentonit Alam Cot Mambo/Blang Karieng
Aceh Hasil Karakterisasi XRF...............................................................62

xii
Tabel 4.3 Komposisi Senyawa Kimia Bentonit Interkalasi Cot Mambo Aceh
Hasil Karakterisasi XRF.........................................................................62
Tabel 4.4 Komposisi Unsur Kimia Bentonit Interkalasi Cot Mambo Aceh
Hasil Karakterisasi XRF..........................................................................63
Tabel 4.5 Komposisi Senyawa Kimia Bentonit Pilarisasi Cot Mambo Aceh
Hasil Karakterisasi XRF..........................................................................63
Tabel 4.6 Komposisi Unsur Kimia Bentonit Pilarisasi Cot Mambo Aceh
Hasil Karakterisasi XRF..........................................................................63
Tabel 4.7 Komposisi Senyawa/unsur Kimia Bentonit Alam, Interkalasi,
dan Pilarisasi Cot Mambo Aceh Hasil Karakterisasi XRF...................64
.......................................................
Tabel 5.1 Isoterm Adsorpsi Langmuir Ion Pb2+ 69
Tabel 5.2 Data dan Hasil Pengolahan Data Isoterm Adsorpsi Freundlich
......................................................................................................
ion Pb2+ 71
Tabel 5.3 Hubungan Suhu dan Konstanta Isoterm Langmuir..................................73
Tabel 5.4 Hubungan antara 1/T vs Ln KD.................................................................75
Tabel 6.1 Hubungan Waktu kontak (adsorpsi) terhadap Ln(qe - qt)........................77
Tabel 6.2 Hubungan t dan t/qt untuk Model kinetika order dua semu....................79
Tabel 6.3 Hubungan Ln t dan Rt...............................................................................81
Tabel 6.4 Data hubungan Ln t dan qt Model Elovick..............................................82
Tabel 7.1 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Pb2+ dengan Bentonit Aceh pada
Berbagai Massa Bentonit, Waktu Kontak dan Konsentrasi Adsorpbat
....................................................................................................
Ion Pb2+ 85
Tabel 7.2 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Ion Pb(II) dengan Adsorben
Bentonit Aceh..........................................................................................86
Tabel 7.3 Anova Data Hasil Penelitian Pengaruh Massa Bentonit Alam, waktu
Adsorpsi dan konsentrasi Ion Pb2+ pada Adsorpsi Ion Pb2+
Menggunakan Bentonit Aceh..................................................................88
Tabel 7.4 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Pb2+ dengan Bentoit Interkalasi
Pada Berbagai Waktu Adsorpsi dan Konsentrasi Adsorbat Ion Pb2+ … 94
Tabel 7.5 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Serapan Ion Pb2+ dengan

xiii
Adsorben Bentonit Interkalasi..................................................................95
Tabel 7.6 Anova Data Hasil Penelitian Pengaruh Massa Bentonit Interkalasi,
Waktu adsorpsi, dan konsentrasi Ion Pb2+ pada Adsorpsi Ion Pb2+
Menggunakan Bentonit Interkalasi.......................................................98
Tabel 7.7 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Pb2+ dengan Bentonit Pilarisasi
Pada Berbagai Waktu Adsorpsi, dan Konsentrasi Adsorbat Ion Pb2+ 106
Tabel 7.8 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Serapan Ion Pb2+ dengan
Adsorben Bentonit Pilarisasi..............................................................,, 106
Tabel 7.9 Anova Data Hasil Penelitian Pengaruh Massa Bentonit Pilarisasi,
Waktu adsorpsi, dan konsentrasi Ion Pb2+ pada Adsorpsi Ion Pb2+
Menggunakan Bentonit Pilari............................................................109
Tabel 7.10 Perbandingan Serapan Ketiga Bentonit Hasil Optimasi.......................116
Tabel 7.11 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Pb2+ dengan Bentonit Aceh
Pada BerbagaiMassaBentonit Aceh, Waktu Adsorpsi dan
............................................................
Konsentrasi Adsorbat Ion Pb2+ 117
Tabel 7.12 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Serapan Ion Pb2+
dengan Adsorben Bentonit Aceh.......................................................118
Tabel 7.13 Anova Data Hasil Penelitian Pengaruh Massa Bentonit Aceh
Waktu adsorpsi, dan konsentrasi Ion Pb2+ pada Adsorpsi Ion Pb2+
Menggunakan Bentonit Aceh..........................................................120
Tabel 7.14 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Pb2+ dengan Bentonit
Interkalasi Pada Berbagai Waktu Adsorpsi, dan
...........................................................
Kosentrasi Adsorbat Ion Pb2+ 127
Tabel 7.15 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Serapan Ion Pb2+
dengan Adsorben Bentonit Interkalasi................................................128
Tabel 7.16 Anova Data Hasil Penelitian Pengaruh Massa Bentonit Interkalasi,
Waktu adsorpsi, dan konsentrasi Ion Pb2+ pada Adsorpsi
Ion Pb2+ Menggunakan Bentonit Interkalasis...................................131
Tabel 7.17 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Pb2+ dengan Bentonit Pilarisasi
pada Berbagai Waktu Adsorpsi, dan Konsentrasi Adsorbat

xiv
..............................................................................................
ion Pb2+ 138
Tabel 7.18 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Serapan Ion Pb2+
dengan Adsorben Bentonit Pilarisasi...................................................139
Tabel 7.19 Anova Data Hasil Penelitian Pengaruh Massa Bentonit
Pilarisasi, Waktu Adsorpsi, dan Konsentrasi Ion Pb2+ pada
..................................................................................
Adsorpsi Ion Pb2+ 141
Tabel 7.20 Perbandingan Serapan Ketiga Bentonit Hasil Optimasi......................148
Tabel 7.21 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Cd2+I dengan Bentonit Aceh
pada Berbagai Waktu Adsorpsi, dan Konsentrasi Adsorbat
..............................................................................................
ion Cd2+ 149
Tabel 7.22 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Serapan Ion Cd2+
dengan Adsorben Bentonit Aceh......................................................150
Tabel 7.23 Anova Data Hasil Penelitian Pengaruh Massa Bentonit
Aceh, Waktu adsorpsi, dan konsentrasi Ion Cd2+ pada
.................................................................................
Adsorpsi Ion Cd2+ 153
Tabel 7.24 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Cd2+I dengan Bentonit
Interkalasi pada Berbagai Waktu Adsorpsi, dan
....................................................
Konsentrasi Adsorbat ion Cd2+ 160
Tabel 7.25 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Serapan Ion Cd2+
dengan Adsorben Bentonit Interkalasi.............................................161
Tabel 7.26 Anova Data Hasil Penelitian Pengaruh Massa Bentonit
Interkalasi, Waktu adsorpsi, dan konsentrasi Ion Cd2+ pada
.................................................................................
Adsorpsi Ion Cd2+ 164
Tabel 7.27 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Cd2+I dengan Bentonit
Pilarisasi pada Berbagai Waktu Adsorpsi, dan
.....................................................
Konsentrasi Adsorbat ion Cd2+ 171
Tabel 7.28 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Serapan Ion Cd2+
dengan Adsorben Bentonit Pilarisasi................................................172
Tabel 7.29 Anova Data Hasil Penelitian Pengaruh Massa Bentonit
Pilarisasi, Waktu adsorpsi, dan konsentrasi Ion Cd2+ pada

xv
.................................................................................
Adsorpsi Ion Cd2+ 174
Tabel 7.30 Perbandingan Serapan Ketiga Bentonit Hasil Optimasi
.................................................................................
Adsorpsi Ion Cd2+ 181
Tabel 7.31 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Cu2+ dengan Bentonit Aceh,
Bentonit Aceh, dan Bentonit Pilarisasi pada Berbagai Waktu
Adsorpsi , dan Kosentrasi Adsorbat..................................................183
Tabel 7.32 Anova Data Hasil Penelitian Pengaruh Massa Bentonit Aceh, Waktu
adsorpsi, dan konsentrasi Ion Cu2+ pada Adsorpsi Ion Cu2+
Menggunakan Bentonit Aceh..........................................................184
Tabel 7.33 Anova Data Hasil Penelitian Pengaruh Massa Bentonit
Interkalasi, Waktu adsorpsi, dan konsentrasi Ion Cu2+ pada
adsorpsi, dan konsentrasi Ion Cu2+ pada Adsorpsi Ion Cu2+
Menggunakan Bentonit Interkalasi.................................................184
Tabel 7.34 Anova Data Hasil Penelitian Pengaruh Massa Bentonit Pilarisasi,
Waktu adsorpsi, dan konsentrasi Ion Cu2+ pada Adsorpsi Ion Cu2+
Menggunakan Bentonit Pilarisasi......................................................184
Tabel 7.35 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Serapan Ion Cu2+
dengan Adsorben Bentonit Aceh........................................................185
Tabel 7.36 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Serapan Ion Cu2+
dengan Adsorben Bentonit Interkalasi...............................................187
Tabel 7.37 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Serapan Ion Cu2+
dengan Adsorben Bentonit Pilarisasi..................................................189

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Bentonit..................................................................................15


Gambar 2.2 Mekanisme Pilarisasi............................................................................24
Gambar 2.3 Polihidroksi Al dala lempung................................................................25
Gambar 2.6 Hubungan 1/T dan Ln KL......................................................................37
Gambar 2.7 Hubungan Ce dan Ce /qe pada Isoterm Adsorpsi Langmuir................37
Gambar 2.8 Hubungan Ln Ce dan qe pada IsotermTemkin......................................42
Gambar 2.9 Pengaruh suhu terhadap Konstanta Langmuir (KL) untuk
Nilai Perubahan Entalpi Adsorpsi........................................................50
Gambar 2.10 Hubungan antar 1/T vs Ln KK........................................................... 51
Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Bentonit Interkalasi.......................58
Gambar 3.2 Diagram Alir Prses Pembuatan Bentoit Pilarisasi dengan
Agen Pemilar AlCl3............................................................................59
Gambar 4.1 Karakterisasi XRF Bentonit Alam Aceh..............................................61
Gambar 5.1 Hubungan 1/Ce vs 1/qe.......................................................................69
Gambar 5.2 Hubungan 1/Ce dan 1/qe untuk Isoterm Langmuir.............................70
Gambar 5.3 Grafik Isoterm Adsorpsi Freundlich....................................................71
Gambar 5.4 Pengaruh Suhu dan Konstanta Isoterm Langmuir..............................72
Gambar 5.5 Pengaruh Suhu terhadap Konstanta Langmuir (KL)............................73
Gambar 5.7 Hubungan antara 1/T vs Ln KD......................................................74
Gambar 5.8 Hubungan antara 1/T vs Ln KD........................................................75
Gambar 6.1 Kurva Model Kinetika Order Satu Semu...........................................78
Gambar 6.2 Hubungan antara Waktu Adsorpsi (t) dan t/qt untuk Model
Kinetika Order 2 Semu......................................................................79
Gambar 6.3 Hubungan Ln t dan Rt untuk Difusi Intrapartikel...............................81
Gambar 6.4 Hubungan Ln t dan qt untuk Model Elovick......................................83
Gambar 7.1 Hubungan Antara Nilai Hasil Penelitian dan Nilai Prediksi Serapan
Ion Pb2+ dengan Menggunakan Bentonit Aceh…............................87
Gambar 7.2 Pengaruh Massa Bentonit dan Waktu Adsorpsi Terhadap Serapan

xvii
Ion Pb(II) pada Proses Adsorpsi Menggunakan Bentonit Aceh.
(a) Plot Kontur . (b) Plot.....................................................................90

Gambar 7.3 Pengaruh Massa Bentonit dan Waktu Adsorpsi Terhadap Serapan
Ion Pb(II) pada Proses Adsorpsi Menggunakan Bentonit Aceh.
(a) Plot Kontur . (b) Plot 3-D.................................................................91
Gambar 7.4 Pengaruh Massa Bentonit dan Konsentrasi Ion Pb(II) Terhadap
Serapan Ion Pb(II) pada Proses Adsorpsi Menggunakan
Bentonit Aceh.

(a) Plot Kontur . (b) Plot 3-D.................................................................92


Gambar 7.5 Desirabilitas Kountur Optimasi Adsorpsi Ion Pb2+ Pengaruh Massa
Bentonit (g), Waktu Adsorpsi(menit), dan Konsentrasi Adsorbat Ion
Pb2+(mg/l) Terhadap Serapan (removal) Ion Pb2+ Menggunakan
Bentonit Aceh....................................................................................93
Gambar 7.6 Desirabilitas Plot 3D Optimasi Adsorpsi Ion Pb2+ Pengaruh Massa
Bentonit(g), Waktu Adsorpsi(menit),dan Konsentrasi Adsorbat (mg/l)
Terhadap Serapan (removal) Menggunakan Bentonit Aceh................93
Gambar 7.7 Diagram Pareto Desirabilitas Adsorpsi Ion Pb(II) Pengaruh Massa
Bentonit (g),Waktu Adsorpsi (g), dan Konsentrasi Adsorbat Ion Pb2+
Menggunakan Bentonit aceh.................................................................93
Gambar 7.8 Hubungan antara Nilai Hasil Penelitian dan Nilai Prediksi Serapan
Ion Pb2+ dengan Menggunakan Adsorben Bentonit Interkalasi...........97
Gambar 7.9 Pengaruh Massa Bentonit, dan Waktu Adsorpsi terhadap
Serapan Ion Pb2+ Pada Proses Adsorpsi Menggunakan Bentonit
nterkalasi.

(a) Plot Kontur (b) Plot 3-D..............................................................100

Gambar 7.10 Pengaruh Massa Bentonit dan Konsentrasi Ion Pb(II) Terhadap

xviii
Serapan Ion Pb2+ pada Proses Adsorpsi Menggunakan Bentonit
Interkalasi.
(a) Plot Kontur . (b) Plot 3-D............................................................101
Gambar 7.11 Pengaruh Waktu Adsorpsi dan Konsentrasi Adsorbat Ion Pb2+
Terhadap Serapan Ion Pb2+ pada Proses Adsorpsi Menggunakan
Adsorben Bentonit Interkalasi.
(a) Plot Kontur (b) Plot 3-D.............................................................102

Gambar 7.12 Desirabilitas Kountur Optimasi Adsorpsi Ion Pb2+ Pengaruh Massa
Bentonit(g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi
Asorbat Pb2+(mg/l) Menggunakan Bentonit Interkalasi..................103
Gambar 7.13 Desirabilitas 3-D Optimasi Adsorpsi Ion Pb2+ Pengaruh Massa
Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat
Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan Ion Pb2+(mg/l) dengan
Menggunakan Bentonit
Interkalasi........................................................................................103
Gambar 7.14 Desirabilitas Pareto Adsorpsi Pb2+ Menggunakan Bentonit
Interkalasi........................................................................................103
Gambar 7.15 Hubungan antara Nilai Hasil Penelitian dan Nilai Prediksi Serapan
Ion Pb2+ dengan Menggunakan Adsorben Bentonit Pilarisasi........108
Gambar 7.16 Pengaruh Massa Bentonit dan Waktu Adsorpsi Terhadap Serapan
Ion Pb2+ pada Proses Adsorpsi Menggunakan Pilarisasi.
(a) Plot Kontur . (b) Plot 3-D............................................................111
Gambar 7.17 Pengaruh Massa Bentonit dan Konsentrasi Ion Pb2+ Terhadap
Serapan Adsorben Bentonit Pilarisasi

(a) Plot Kontur . (b) Plot 3-D............................................................112


Gambar 7.18 Pengaruh Waktu Adsorpsi dan Konsentrasi Ion Pb2+ Terhadap
Serapan Adsorben Bentonit Aceh

(a) Plot Kontur . (b) Plot 3-D............................................................113

xix
Gambar 7.19 Desirabilitas Kountur Optimasi Adsorpsi Pb 2+ Pengaruh Massa
Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat
Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan Ion Pb2+ (mg/l) Menggunakan
Bentonit Pilarisasi............................................................................114
Gambar 7.20 Desirabilitas 3-D Optimasi Adsorpsi Pb2+ Pengaruh Massa
Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat
Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan Ion Pb2+ (mg/l) Menggunakan
Bentonit Pilarisasi….......................................................................114
Gambar 7.21 Desirabilitas Pareto Optimasi Adsorpsi Pb2+ (mg/l) Pengaruh
Pengaruh Massa Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan
Konsentrasi Ion Pb2+(mg/l) dengan Menggunakan Adsorben
Bentonit Pilarisasi….......................................................................115
Gambar 7.22 Diagram Optimasi Numerik Adsorpsi Pb2+ Pengaruh Massa
Bentonit(g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi
Adsorbat Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan Ion Pb2+ (mg/l)
Menggunakan Adsorben Bentonit Pilarisasi...................................115
Gambar 7.23 Hubungan antara Nilai Hasil Penelitian dan Nilai
Prediksi Serapan Ion Pb2+ dengan
Menggunakan Adsorben
Bentonit Aceh...................................................................................119
Gambar 7.24 Pengaruh Massa Bentonit dan Waktu Adsorpsi Terhadap Serapan
Ion Pb2+ pada Proses Adsorpsi Menggunakan Aceh
(a) Plot Kontur . (b) Plot 3-D............................................................122
Gambar 7.25 Pengaruh Massa Bentonit dan Konsentrasi Ion Pb2+ Terhadap
Serapan Ion Pb2+ pada Proses Adsorpsi Menggunakan
Bentonit Aceh
(a) Plot Kontur . (b) Plot 3-D............................................................123
Gambar 7.26 Pengaruh Waktu Adsorpsi dan Konsentrasi Ion Pb2+ Terhadap
Serapan Ion Pb2+ pada Proses Adsorpsi Menggunakan
xx
Bentonit Aceh
(a) Plot Kontur . (b) Plot 3-D............................................................124
Gambar 7.27 Desirabilitas Kountur Optimasi Adsorpsi Pb 2+ Pengaruh Massa
Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat
Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan Ion Pb2+ (mg/l) Menggunakan
Bentonit Aceh…...............................................................................125
Gambar 7.28 Desirabilitas 3-D Optimasi Adsorpsi Pb2+ Pengaruh Massa
Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat
Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan Ion Pb2+ (mg/l) Menggunakan
Bentonit Aceh …………………..………….…………..,…............125
Gambar 7.29 Desirabilitas Pareto Optimasi Adsorpsi Pb2+ (mg/l) Pengaruh
Pengaruh Massa Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan
Konsentrasi Ion Pb2+(mg/l) dengan Menggunakan Adsorben
Bentonit Aceh...................................................................................126
Gambar 7.30 Hubungan antara Nilai Hasil Penelitian dan Nilai
Prediksi Serapan Ion Pb2+ dengan
Menggunakan Adsorben
Bentonit Interkalasi...........................................................................130
Gambar 7.31 Pengaruh Massa Bentonit dan Waktu Adsorpsi Terhadap Serapan
Ion Pb2+ pada Proses Adsorpsi Menggunakan Interkalasi
(b) Plot Kontur . (b) Plot 3-D............................................................133
Gambar 7.32 Pengaruh Massa Bentonit dan Konsentrasi Ion Pb2+ Terhadap
Serapan Ion Pb2+ pada Proses Adsorpsi Menggunakan
Bentonit Interkalasi
(b) Plot Kontur . (b) Plot 3-D............................................................134
Gambar 7.33 Pengaruh Waktu Adsorpsi dan Konsentrasi Ion Pb2+ Terhadap
Serapan Ion Pb2+ pada Proses Adsorpsi Menggunakan
Bentonit Interkalasi
(b) Plot Kontur . (b) Plot 3-D............................................................135

xxi
Gambar 7.34 Desirabilitas Kountur Optimasi Adsorpsi Pb 2+ Pengaruh Massa
Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat
Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan Ion Pb2+ (mg/l) Menggunakan
Bentonit Interkalasi…......................................................................135
Gambar 7.35 Desirabilitas 3-D Optimasi Adsorpsi Pb2+ Pengaruh Massa
Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat
Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan Ion Pb2+ (mg/l) Menggunakan
Bentonit Interkalasi ………..……………...………….,….............136
Gambar 7.36 Desirabilitas Pareto Optimasi Adsorpsi Pb2+ (mg/l) Pengaruh
Pengaruh Massa Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan
Konsentrasi Ion Pb2+(mg/l) dengan Menggunakan Adsorben
Bentonit Interkalasi...........................................................................136
Gambar 7.37 Hubungan antara Nilai Hasil Penelitian dan Nilai
Prediksi Serapan Ion Pb2+ dengan Menggunakan
Adsorben
Bentonit Pilarisasi.............................................................................140
Gambar 7.38 Pengaruh Massa Bentonit dan Waktu Adsorpsi Terhadap Serapan
Ion Pb2+ pada Proses Adsorpsi Menggunakan Bentonit Pilarisasi.
(b) Plot Kontur . (b) Plot 3-D............................................................143
Gambar 7.39 Pengaruh Massa Bentonit dan Konsentrasi Ion Pb2+ Terhadap
Serapan Adsorben Bentonit Pilarisasi
(b) Plot Kontur . (b) Plot 3-D............................................................144
Gambar 7.40 Pengaruh Waktu Adsorpsi dan Konsentrasi Ion Pb2+ Terhadap
Serapan Adsorben Bentonit Pilarisasi
(b) Plot Kontur . (b) Plot 3-D............................................................145
Gambar 7.41 Desirabilitas Kountur Optimasi Adsorpsi Pb 2+ Pengaruh Massa
Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat
Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan Ion Pb2+ (mg/l) Menggunakan
Bentonit Pilarisasi............................................................................146

xxii
Gambar 7.42 Desirabilitas 3-D Optimasi Adsorpsi Pb2+ Pengaruh Massa
Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat
Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan Ion Pb2+ (mg/l) Menggunakan
Bentonit Pilarisasi….......................................................................146
Gambar 7.43 Desirabilitas Pareto Optimasi Adsorpsi Pb2+ (mg/l) Pengaruh
Pengaruh Massa Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan
Konsentrasi Ion Pb2+(mg/l) dengan Menggunakan Adsorben
Bentonit Pilarisasi….......................................................................147
Gambar 7.44 Diagram Optimasi Numerik Adsorpsi Pb2+ Pengaruh Massa
Bentonit(g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi
Adsorbat Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan Ion Pb2+ (mg/l)
Menggunakan Adsorben Bentonit Pilarisasi...................................147
Gambar 7.45 Hubungan antara Nilai Hasil Penelitian dan Nilai
Prediksi Serapan Ion Pb2+ dengan
Menggunakan Adsorben
Bentonit Aceh...................................................................................152
Gambar 7.46 Pengaruh Massa Bentonit dan Waktu Adsorpsi Terhadap Serapan
Ion Pb2+ pada Proses Adsorpsi Menggunakan Bentonit Aceh.
(c) Plot Kontur . (b) Plot 3-D............................................................155
Gambar 7.47 Pengaruh Massa Bentonit dan Konsentrasi Ion Pb2+ Terhadap
Serapan Adsorben Bentonit Aceh
(c) Plot Kontur . (b) Plot 3-D............................................................156
Gambar 7.48 Pengaruh Waktu Adsorpsi dan Konsentrasi Ion Pb2+ Terhadap
Serapan Adsorben Bentonit Aceh
(c) Plot Kontur . (b) Plot 3-D............................................................157
Gambar 7.49 Desirabilitas Kountur Optimasi Adsorpsi Pb 2+ Pengaruh Massa
Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat
Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan Ion Pb2+ (mg/l) Menggunakan

xxiii
Bentonit Aceh..................................................................................158
Gambar 7.50 Desirabilitas 3-D Optimasi Adsorpsi Pb2+ Pengaruh Massa
Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat
Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan Ion Pb2+ (mg/l) Menggunakan
Bentonit Aceh..................................................................................158
Gambar 7.51 Desirabilitas Pareto Optimasi Adsorpsi Pb2+ (mg/l) Pengaruh
Pengaruh Massa Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan
Konsentrasi Ion Pb2+(mg/l) dengan Menggunakan Adsorben
Bentonit Aceh..................................................................................159
Gambar 7.52 Hubungan antara Nilai Hasil Penelitian dan Nilai
Prediksi Serapan Ion Pb2+ dengan
Menggunakan Adsorben
Bentonit Interkalasi….......................................................................163
Gambar 7.53 Pengaruh Massa Bentonit dan Waktu Adsorpsi Terhadap Serapan
Ion Pb2+ pada Proses Adsorpsi Menggunakan Bentonit Interkalasi.
(d) Plot Kontur . (b) Plot 3-D............................................................166
Gambar 7.54 Pengaruh Massa Bentonit dan Konsentrasi Ion Pb2+ Terhadap
Serapan Adsorben Bentonit Interkalasi
(d) Plot Kontur . (b) Plot 3-D............................................................167
Gambar 7.55 Pengaruh Waktu Adsorpsi dan Konsentrasi Ion Pb2+ Terhadap
Serapan Adsorben Bentonit Interkalasi
(d) Plot Kontur . (b) Plot 3-D............................................................168
Gambar 7.56 Desirabilitas Kountur Optimasi Adsorpsi Pb 2+ Pengaruh Massa
Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat
Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan Ion Pb2+ (mg/l) Menggunakan
Bentonit Interkalasi...........................................................................168
Gambar 7.57 Desirabilitas 3-D Optimasi Adsorpsi Pb2+ Pengaruh Massa
Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat
Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan Ion Pb2+ (mg/l) Menggunakan

xxiv
Bentonit Interkalasi..........................................................................169
Gambar 7.58 Desirabilitas Pareto Optimasi Adsorpsi Pb2+ (mg/l) Pengaruh
Pengaruh Massa Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan
Konsentrasi Ion Pb2+(mg/l) dengan Menggunakan Adsorben
Bentonit Interkalasi...........................................................................169
Gambar 7.59 Diagram Optimasi Numerik Adsorpsi Pb2+ Pengaruh Massa
Bentonit(g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi
Adsorbat Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan Ion Pb2+ (mg/l)
Menggunakan Adsorben Bentonit Interkalasi.................................170

Gambar 7.60 Hubungan antara Nilai Hasil Penelitian dan Nilai


Prediksi Serapan Ion Pb2+ dengan Menggunakan
Adsorben
Bentonit Pilarisasi…..........................................................................173
Gambar 7.61 Pengaruh Massa Bentonit dan Waktu Adsorpsi Terhadap Serapan
Ion Pb2+ pada Proses Adsorpsi Menggunakan Bentonit Pilarisasi.
(e) Plot Kontur . (b) Plot 3-D............................................................176
Gambar 7.62 Pengaruh Massa Bentonit dan Konsentrasi Ion Pb2+ Terhadap
Serapan Adsorben Bentonit Pilarisasi
(e) Plot Kontur . (b) Plot 3-D............................................................177
Gambar 7.63 Pengaruh Waktu Adsorpsi dan Konsentrasi Ion Pb2+ Terhadap
Serapan Adsorben Bentonit Pilarisasi
(e) Plot Kontur . (b) Plot 3-D............................................................178
Gambar 7.64 Desirabilitas Kountur Optimasi Adsorpsi Pb 2+ Pengaruh Massa
Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat
Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan Ion Pb2+ (mg/l) Menggunakan
Bentonit Pilarisasi............................................................................179
Gambar 7.65 Desirabilitas 3-D Optimasi Adsorpsi Pb2+ Pengaruh Massa
Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat
Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan Ion Pb2+ (mg/l) Menggunakan
xxv
Bentonit Pilarisasi.............................................................................179
Gambar 7.66 Desirabilitas Pareto Optimasi Adsorpsi Pb2+ (mg/l) Pengaruh
Pengaruh Massa Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan
Konsentrasi Ion Pb2+(mg/l) dengan Menggunakan Adsorben
Bentonit Pilarisasi............................................................................180
Gambar 7.67 Diagram Optimasi Numerik Adsorpsi Pb2+ Pengaruh Massa
Bentonit(g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi
Adsorbat Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan Ion Pb2+ (mg/l)
Menggunakan Adsorben Bentonit Pilarisasi....................................180

Gambar 7.68 Hubungan antara Nilai Hasil Penelitian dan Nilai


Prediksi Serapan Ion Pb2+ dengan Menggunakan
Adsorben
Bentonit Aceh...................................................................................186
Gambar 7.69 Hubungan antara Nilai Hasil Penelitian dan Nilai
Prediksi Serapan Ion Pb2+ dengan Menggunakan
Adsorben
Bentonit Interkalasi...........................................................................188
Gambar 7.70 Hubungan antara Nilai Hasil Penelitian dan Nilai
Prediksi Serapan Ion Pb2+ dengan Menggunakan
Adsorben
Bentonit Interkalasi...........................................................................190
Gambar 7.71 Pengaruh Konsentrasi Ion Cu2+ dan Waktu Adsorpsi (menit)
Terhadap Serapan Adsorben Bentonit Aceh
(a) Plot Kontur . (b) Plot 3-D............................................................193
Gambar 7.72 Pengaruh Konsentrasi Ion Cu2+ dan Waktu Adsorpsi (menit)
Terhadap Serapan Adsorben Bentonit Interkalasi
(a) Plot Kontur . (b) Plot 3-D...........................................................194
Gambar 7.73 Pengaruh Konsentrasi Ion Cu2+ dan Waktu Adsorpsi (menit)
Terhadap Serapan Adsorben Bentonit Pilarisasi

xxvi
(a) Plot Kontur . (b) Plot 3-D...........................................................195

xxvii
Gambar 7.74 Desirabilitas Kountur, 3-D, dan Pareto Optimasi Adsorpsi Pb2+
Pengaruh Massa Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan
Konsentrasi Adsorbat Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan Ion Pb2+
(mg/l) Menggunakan Bentonit Aceh, Interkalasi , Pilarisasi ..… 196
Gambar 7.75 Diagram Optimasi Numerik Adsorpsi Pb2+ Pengaruh Massa
Bentonit(g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi
Adsorbat Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan Ion Pb2+ (mg/l)
Menggunakan Adsorben Bentonit Aceh, Interkalasi, dan
Pilarisasi..........................................................................................197

xxvii
i
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN.............................................................214


LAMPIRAN B DATA KALIBRASI AAS DAN KURVA STANDAR..............219
LAMPIRAN C DATA DAN ANALISIS PENDAHULUAN..............................222
LAMPIRAN D DATA DAN PENGOLAHAN DATA ISOTERM
ADSORPSI..................................................................................224
LAMPIRAN D DATA DAN PENGOLAHAN DATA KINETIKA
ADSORPSI..................................................................................229
LAMPIRAN F DATA HASIL KARAKTERISASI BET..................................235
LAMPIRAN G HASIL KARAKTERISASI BENTONIT XRF.........................261

xxix
DAFTAR SINGKATAN DAN SIMBOL

AAS = Atomic Absorption Spectrophotometry


SSA = Spekrofotometri Serapan Atom
BET = Brunaur- Emmer-Teller
XRF = X-Ray Flouresscence
NB = Natural Bentonite ( Bentonit Aceh, Bentonit Alam)
IB = Intercalated Bentonite ( Bentonit Interkalasi, Na-Bentonit)
PB = Pilared Bentonite ( Bentonit Plarisasi, Bentonit Terpilar, Al-Bentonit)
A, X1, = Massa Bentonit Aceh (g)
B, X2 = Waktu Adsorpsi (menit)
C, X3 = Konsentrasi Adsorbat Ion (Pb2+, Cd2+, Cu2+), mg/l
Y1 = Serapan Ion (Pb2+, Cd2+, Cu2+) oleh Bentonit Aceh , mg/l
Y2 = Serapan Ion (Pb2+, Cd2+, Cu2+) oleh Bentonit Interkalasi, mg/l
Y3 = Serapan Ion (Pb2+, Cd2+, Cu2+) oleh Bentonit Pilarisasi, mg/l
Co = Konsentrasi Adsorbat Mula-mula, mg/l
Ct = Konsentrasi Adsorbat pada Waktu t , mg/l
Ce = Konsentrasi Adsorbat pada Waktu Mencapai Kesetimbangan, mg/l
Cs = Konsentrasi Adsorbat pada Semua Lapisan Jenuh
qt = KapasitasAdsorpsi pada Waktu t, mg/g
qe = KapasitasAdsorpsi pada Waktu kesetimbangan, mg/g
qmax = KapasitasAdsorpsi maksimum, mg/g
KL = Konstanta Langmuir
KF = Kostanta Freundlich yang Berkaitan dengan Kapasitas Adsorpsi
KB = Konstanta yang Berhubungan dengan Energi Adsorpsi
a = Konstanta Isoterm Temkin
b = Konstanta Isoterm Temkin
n = Konstanta Freundlich yang Berkaitan dengan Intensitas Adsorpsi
pada Suhu Tertentu

xxx
Ko = Parameter Persamaan Van’t Hoff
 = Laju Adsorpsi Awal pada Model Elovich
Β = Konstanta Desorpsi
H = Entalpi
S =Entropi
G =Energi Bebas

xxxi
xxxii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semakin maju ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat juga
pertumbuhan industri di dunia untuk menutupi berbagai kebutuhan manusia.
Seiring dengan hal tersebut maka semakin banyak pula permasalahan terhadap
lingkungan hidup. Salah satu penyebab rusaknya lingkungan hidup adalah
pencemaran logam berat terhadap sumber air, tanah, dan udara [1]. Pencemaran
air yang disebabkan oleh logam berat dan polutan organik yang berbahaya tidak
mudah terurai dan bertahan dalam lingkungan [2].
Proses alam yang menyebabkan lingkungan tidak berfungsi sebagaimana
mestinya serta dapat mencemarkan air, udara, dan tanah disebut dengan
pencemaran lingkungan. Kerusakan lingkungan secara serius akibat masuknya
residu logam ke dalam badan air yang berasal dari industri seperti industri cat,
industri tekstil dan lain-lain [3].
Pesatnya perkembangan industri dapat menimbulkan dampak positif
berupa lapangan pekerjaan, dan pemanfaatan teknologi baru, serta produk-produk
baru yang sangat bermanfaat, akan tetapi dapat juga menimbulkan dampak negatif
berupa limbah-limbah berbahaya seperti limbah logam berat, yaitu: merkuri,
plumbum, cuprum dan, cadmium. Logam-logam ini apabila tidak ditangani
dengan baik dapat merusak keseimbangan ekosistem lingkungan hidup [4].
Metode konvensional untuk menghilangkan ion logam berat dari air
limbah antara lain: presipitasi kimia, membran filtrasi, elektrodialisis, dan
adsorpsi [5][6], namun untuk berbagai metode lain tersebut membutuhkan biaya
operasional tinggi dan waktu durasinya lama [7][8].
Penghilangan logam berat dalam air pada konsentrasi tinggi dapat
dilakukan dengan menggunakan metode pengendapan kimia atau elektrokimia
tetapi metode ini sangat tidak efektif dilakukan untuk logam berat konsentrasi
rendah. Metode yang paling tepat dan murah untuk untuk penghilangan logam
berat konsentrasi rendah yaitu metode adsorpsi [9].

1
2

Proses adsorpsi lebih menguntungkan karena biaya operasionalnya rendah,


kapasitas mengikat ion logam tinggi [10]. Proses adsorpsi sangat baik untuk
menyerap ion logam berat [11][12].
Bentonit merupakan material murah (cheap material) yang sangat baik
untuk digunakan sebagai adsorben ion logam berat, metode ini paling praktis,
dan prosesnya sederhana [13][14][15].
Bentonit merupakan mineral yang terdapat di Indonesia dalam jumlah
yang besar dapat digunakan sebagai adsorben karena memiliki kelebihan
disebabkan terdiri dari struktur antar lapis yang dapat dimodifikasi sehingga dapat
meningkatkan daya serap [16].
Beberapa adsorben sering digunakan untuk adsorpsi ion logam berat, yaitu
zeolit, bentonit, dan arang aktif. Bentonit relatif murah dan sangat melimpah di
alam. Penyerapan dengan bentonit kurang maksimal jika tidak dimodifikasi [8].
Kandungan pengotor dalam bentonit menyebabkan kapasiats penyerapan
rendah, karena itu perlu dipisahkan dari pengotornya, dan diaktifkan dan
dimodifikasi dengan senyawa atau ion lain, Bentonit memiliki kemampuan
menyerap air pada lapisan struktur, mempunyai sifat tahanan jenis rendah, sangat
ekonomis dan tidak menyebabkan korosi [17].
Keunggulan lainnya, bentonit stabil secara kimia, murah dan
ketersediaannya yang melimpah di alam. Berdasarkan informasi dari Kementerian
Energi dan Sumber Mineral (ESDM) tahun 2005. Indonesia merupakan salah satu
negara pengekspor bentonit yang cukup diperhitungkan dunia. Cadangan bentonit
Indonesia berjumlah sekitar 380 juta yang tersebar di pulau Jawa dan Sumatra. Di
Provinsi Aceh bentonit tersebar di kabupaten-kabupaten, di antaranya yang terdata
yaitu: Bentonit di Desa Teupin Reusep, Kecamatan Muara Batu mempunyai
sumber daya terukur 10.858.984,1 ton [18]. Desa Jamuan, Kecamatan Muara Batu
mempunyai sumber daya hipotetik 2.000.000 ton. Desa Blangkaring, Kecamatan
Nisam mempunyai sumber daya terukur 2.674.574.2 ton dan Desa Blang dalam,
Kecamatan Nisam mempunyai sumber daya hipotetik 1.500.000 ton. Data tentang
cadangan bentonit yang melimpah yaitu yaitu Aceh besar, Sabang, dan Bener
meriah, sedangkan daerah lain belum ada data yang akurat [19].
3

Bentonit sebelum digunakan di industri harus dimurnikan dari


pengotornya dan dilakukan aktivasi sehingga dapat meningkatkan kualitas daya
serapnya [20].
Daya serap bentonit dapat ditingkatkan dengan cara memodifikasi dengan
cara melapisinya dengan asam, basa, surfaktan kationik, dan kation polihidroksi
[21].
Kualitas daya serap dapat ditingkatkan dengan cara aktifasi dan modifikasi
melalui proses pilarisasi sehingga memiliki luas permukaan, jarak antar lapisan
dan volume pori yang besar [22].
Metode pilarisasi interlayer (Pillared interlayered clays) atau disingkat
PILC telah dikembangkan dengan cara mensubstitusi poliketon hidroksi pada
lempung dan kemudian dikalsinasi sehingga membentuk pilar oksida logam [23].
Bentonit terpilar logam yang pertama dibuat adalah (Al-FILC) dan paling
banyak diteliti [16][24]. Bentonit terpilar logam Al ( Al-FILC) banyak dipakai
untuk pemisahan ion logam vanadium, cobalt [25], dan Kadmium [26], Agen
pemilar dapat juga digunakan berbagai jenis logam, antara lain: T4+ dan Zr4+
[26].
Perkembangan penelitian tentang pilarisasi bentonit terus ditingkatkan,
antara lain dengan cara mengkombinasikan senyawa anorganik dan senyawa
organik melalui penggunaan polikationik logam bersama surfaktan atau polimer
sehingga menghasilkan jarak interlayer (basal spacing) yang lebih tinggi. Hal ini
disebabkan masuknya ion-ion logam yang bermuatan besar mengisi ruang
interlayer sehingga meningkatkan jarak interlayer [27].
Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dan ramah
terhadap lingkungan yaitu dengan memanfaatkan sumber daya alam yang terlantar
dan belum dimanfaatkan berupa bentonit Aceh. Judul penelitian:
“Adsorpsi Ion Logam Berat Pb2+, Cd2+, dan Cu2+ Menggunakan Modifikasi
Bentonit Aceh Modifikasi Polikation Al dari AlCl3 Sebagai Agen Pemilar”.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya terletak pada pemanfaatan bentonit Aceh atau bentonit yang berbasis
lokal lokal yang berasal dari Blang Karing dan Cot Mambo, dan Blang Dalam.
komposisi kimia bentonit yang digunakan berbeda dengan bentonit daerah lain,
4

proses dan modifikasi bentonit sebagai adsorben yaitu bentonit Aceh (bentonit
lokal Aceh) yang belum ditingkatkan kualitas daya serapnya dengan
menghilangkan impuritis seperti karbonat, memperbesar daya ikat ion, rongga
pori dan jarak interlayer bentonit alam dengan cara memodifikasi secara
interkalasi dan pilarisasi dengan bahan lain, dalam hal ini dilakukan dengan NaCl,
dan AlCl3 sebagai agen pemilar. Penelitian ini dilakukan dalam reaktor bacth
berpengaduk. Aplikasi dari adsorben termodifikasi ini yaitu untuk adsorpsi ion
logam Pb2+, Cd2+, dan Cu2+ karena ion logam Pb2+, Cd2+, dan Cu2+ termasuk ion
logam katagori berbahaya, Ketiga ion logam ini juga sangat banyak terdapat
dalam air buangan limbah industri, di tanah dan udara dan masuk ke badan air dan
jarang di olah pada hal logamini termasuk kagori logam berat sangat berbahaya
menurut peraturan kementrian kependudukan dan lingkungan hidup tahun 1990.

1.2 Rumusan Masalah


Peningkatan kualitas Bentonit Aceh dengan cara memodifikasi melalui
interkalasi ion Na dari NaCl dan pilarisasi dengan Al menggunakan agen pemilar
AlCl3. Perlakuan ini dilakukan dengan cara memperbanyak ion Na agar mudah
digantikan oleh ion Al untuk memperbesar luas permukaan, dan rongga pori dan
jarak interlayer. Sehubungan dengan hal tersebut perlu mengkaji pengaruh pH,
suhu, massa bentonit (g), waktu adsorpsi (menit), dan konsentrasi adsorbat (mg/l)
terhadap daya serap bentonit alam dan bentonit hasil modifikasi melalui
interkalasi ion Na dengan interkalan NaCl dan pilarisasi dengan agen pemilar
AlCl3. Hal-hal yang ingin diperoleh pada penelitian ini yaitu: membandingkan
serapan Bentonit Aceh sebelum dan sesudah modifikasi, mengkaji isotherm
adsorpsi, kinetika dan termodinamika adsorpsi, mengkaji optimasi adsorpsi
terhadap bentonit Aceh, bentonit interkalasi dan bentonit pilarisasi. Di samping itu
juga dilakukan pengkajian terhadap penyerapan (removal), kapasitas penyerapan,
dan kinetika adsorpsi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan proses bacth
dalam reaktor berpengaduk. Semua data hasil penelitian dikarakterisasi kembali
dengan XRF, BET dan diuji serapannya dengan AAS dan kemudian dianalisis
serta dilakukan optmasi dengan Design Expert Model Box Bhenken untuk melihat
5

pengaruh masing-masing variabel, pengaruh interaksi terhadap variabel respon,


dan mencari kondisi optimal serta persamaan model matematikanya. Dari upaya-
upaya yang dilakukan dengan berbagai perlakuan pada berbagai kondisi, dan
pengamatan tersebut, sebagai rumusan permasalahan dapat dirumuskan dalam
bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana serapan (removal) dan kapasitas penyerapan adsorben bentonit
Aceh, bentonit interkalasi, dan bentonit pilarisasi?
2. Bagaimana Isoterm adsosorpsi yang lebih sesuai untuk digunakan?
3. Bagaimana model kinetika adsorpsi yang lebih sesuai untuk digunakan?
4. Bagaimana pengaruh individual dan interaksi dari masing-masing variabel
proses dalam penelitian terhadap variabel respon?.
5. Bagaimana model matematika dari pengaruh individual dan interaksi
masing variabel proses terhadap variabel respon?
6. Bagaimana kondisi optimal dari pengaruh individual dan interaksi
terhadap variabel respon?
7. Bagaimana perbandingan serapan dan daya serap bentonit alam bentonit
interkalasi, dan bentonit pilarisasi?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui serapan dan kapasitas penyerapan bentonit Aceh, bentonit
interkalasi, dan bentonit pilarisasi.
2. Mengetahui isotherm adsorpsi, termodinamika, dan model kinetika
adsorpsi yang lebih sesuai untuk digunakan.
3. Mengetahui pengaruh individual dan interaksi dari masing-masing
variabel.
4. Mengetahui model persamaan matematik dari pengaruh individual, dan
pengaruh interaksi terhadap variabel respon untuk bentonit Aceh, bentonit
interkalasi, dan bentonit pilarisasi.
5. Mengetahui kondisi optimal dari pengaruh individual dan interaksi secara
menyeluruh
6

6. Membandingkan kapasitas penyerapan bentonit Aceh, bentonit interkalasi,


dan bentonit pilarisasi.

1.4 Hipotesis Penelitian


Hipotesis dari penelitian yang dilakukan adalah seperti berikut ini.
1. Adsorben Aceh (bentonit Aceh) dapat ditingkatkan penyerapan dengan
adanya interkalasi Na+ dan pilarisasi dengan polikation Al3+ dengan agen
pemilar AlCl3.
2. Pengaruh individual pH, suhu, massa bentonit, waktu kontak, dan
konsentrasi adsorbat berpengaruh secara individual, interaksi dan
kuadratik pada serapan (removal) dan kapasitas penyerapan.
3. Isoterm adsorpsi dapat menjelaskan arah terjadi adsorpsi.
4. Ditemukan model matematika yang menjelaskan pengaruh individual dan
interaksi masing-masing variabel terhadapvariabel respon.
5. Kondisi optimum dipengaruhi oleh semua variabel proses dalam
penelitian.
6. Peningkatan kualitas bentonit dapat dibuktikan membandingkan serapan
atau kapasitas optimal bentonit Aceh dengan bentonit modifikasi.

1.5 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan baru pada
kemajuan ilmu pengetahuan dan masukan bagi industri untuk digunakan sebagai
salah satu bahan adsorben ion logam berat dalam pengolahan air buangan limbah.
Sebagai literatur bagi peneliti lanjutan.
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Adsorpsi
Adsorpsi yaitu proses penjerapan pada lapisan permukaan atau antar fasa.
dimana molekul dari suatu zat terkumpul pada adsorben. Pada proses ini terjadi
ikatan yang kuat antara permukaan adsorben dengan partikel-partikel adsorbat
karena adanya gaya tarik-menarik sehingga membentuk lapisan pada permukaan
adsorben. sebagian ada yang memasuki pori-pori adsorben dan terikat di dalam
pori-pori adsorben, proses ini akan terjadi sampai mencapai kesetimbangan antara
kecepatan adsorpsi dan desorpsi [20].
Masalah pencemaran logam berat telah diatasi dengan berbagai cara di
antaranya, yaitu presipitasi kimia, pertukaran ion, bioreduksi dan lain-lain, namun
metode tersebut kurang efektif dan efisien karena membutuhkan biaya yang
mahal dan tidak efektif pada konsentrasi 1–100 ppm. Metode alternatif yang
paling tepat untuk mengatasi masalah tersebut dengan metode adsorpsi [28].
Peristiwa terserapnya suatu zat, molekul atau ion pada adsorben baik pada
permukaan maupu dalam pori dikenal dengan adsorpsi, mekanisme penyerapan
terjadi secara fisika dan kimia. Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses
adsorpsi atau kedalam pori, yaitu: konsentrasi adsorbat, luas permukaan, suhu,
ukuran partikel, pH, dan waktu kontak. Bentonit adalah salah satu adsorben yang
baik namun perlu dilakukan pengaktipan dengan pemanasan, serta kontak asam,
interkalasi dan pilarisasi [29][30].
Dalam pengolahan air limbah, metode adsorpsi cukup efisien dari segi
waktu pelaksanaannya, perlakuan sederhana, mudah operasinya, ekonomis,
fleksibilitas dalam desain dan operasi, penghapusan logam efisiensinya tinggi dan
dapat diregenerasi ulang untuk dimanfaatkan kembali adsorben [31][32][33][34].
Penarikan adsorbat pada permukaan atau ke dalam pori oleh adsorben
merupakan peristiwa adsorpsi. Adsorben yang ramah lingkungan yang
ketersediaannya melimpah seperti bentonit sangat potensial untuk digunakan
untuk adsorpsi. Luas permukaan dan porositas yang besar, kekuatan mekanis yang

7
8

baik, ketahanan terhadap abrasi, efek termal karena terkadang harus diregenerasi
berulang-ulang pada saat digunakan agar bahan adsorben bisa dipisahkan dengan
baik, dan transfer massa juga harus bagus [28].
Adsorpsi fisika (fisosorpsi) terjadi akibat adanya gaya tarik-menarik
(interaksi elektrolisis antar dipol) antara permukaan adsorben dengan molekul
adsorbat yang disebabkan oleh ikatan Van der Walls, sedangkan adsorpsi kimia,
partikel adsorbat melekat pada permukaan adsorben dan membentuk ikatan
kimia. Adsorben itu sendiri dapat bersifat polar seperti silika dan alumina ataupun
non polar seperti lempung dan bentonit, ikatan rangkap dan struktur rantai dari
senyawa serapan, selain itu diameter logam juga berpengaruh pada proses
adsorpsi [4].
Adsorpsi fisika berlangsung pada suhu rendah, semakin tinggi suhu, jumlah
zat yang terjerap semakin menurun, tidak terjadi pemutusan ikatan, zat yang
teradsorpsi secara fisika utuh, permukaan adsorben mempunyai ikatan yang lemah,
dan bersifat reversibel sehingga zat yang teradsorpsi dapat terlepas kembali
dengan penurunan tekanan atau menurunnya konsentrasi zat terlarut. Hal ini
menyebabkan ikatannya lemah sehingga mudah terjadi desorpsi pada suhu yang
yang sama, sedang adsorpsi kimia prosesnya melibatkan terjadinya ikatan
koordinasi dengan penggunaan elektron bersama antra adsorben dan adsorbat,
adsorpsi kimia menghasilkan panas yang besar. Banyak zat yang teradsorpsi
dipengaruhi oleh tekanan, konsentrasi dan suhu [35][36].
Adsorpsi merupakan proses perpindahan massa dimana zat ditransfer dari
gas atau fasa cair ke permukaan yang solid dan terikat secara fisika atau kimia
atau interaksi elektrostatik. Adsorpsi fisika disebabkan oleh adanya ikatan van der
Waals sedangkan adsorpsi kimia yang terlibat interaksi elek tronik antara situs
spesifik pada permukaan dan molekul zat terlarut. Jenis interaksi elektrostatik
umumnya disebut gaya tarik menarik antara ion dan gugus fungsi. Tiga langkah
yang terlibat dalam proses adsorpsi adalah: (i) pengangkutan zat terlarut dari
larutan bulk ke permukaan sorben; (ii) adsorpsi pada permukaan partikel; dan (iii)
transportasi dalam partikel adsorben.
9

Proses adsorpsi dapat terjadi pada permukaan pori-pori dalam butir


adsorben sehingga untuk dapat terjadi adsorpsi maka logam yang terdapat di
dalam cairan mengalami proses seri seperti berikut ini.
a. Perpindahan massa logam dari cairan ke permukaan adsorben melalui suatu
lapisan film.
b. Terjadi difusi dari permukaan adsorben ke dalam butir adsorben melalui pori.
c. Perindahan massa dari cairan yang terdapat dalam pori ke dinding pori.
d. Terjadi adsorpsi pada diding pori [37].
Daya adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a. Luas permukaan adsorben, semakin luas permukaan adsorben maka semakin
besar kemampuan menyerap. Hal ini sangat berhungan dengan diameter
partikel adsorben itu sendiri.
b. Volume pori dan ukuran pori, untuk mendapat adsorben yang dapat
megadsorpsi molekul spesifik.
c. Jenis adsorbat, molekul polar cenderung memiliki kemampuan tarik menarik
terhadap adsorben polar dan struktur molekul adsorbat.
d. Kepolaran adsorben, sifat polar adsorben berhubungan dengan sifat atau
karakteristik adsorbat itu sendiri.
e. Temperatur, pengaktifan adsorben dengan pemanasan akan menyebabkan air
dan zat volatil lainnya menguap sehingga memperbesar pori-pori adsorben dan
dapat meningkatkan daya serap adsorben. Demikian juga pemanasan pada
temperatur terlalu tinggi dapat menyebabkan adsorben menjadi rusak sehingga
dapat menurunkan daya serap.
f. Konsentrasi adsorbat berhubungan dengan kemampuan daya serap adsorben
itu sendiri. Hal ini juga sangat tergantung pada karakteristik dan struktur kimia
dari adsorben dan adsorbat.
g. pH larutan ikut mempengaruhi kelarutan ion logam, aktivitas gugus fungsi
pada adsorben dan kompetisi ion logam dalam proses adsorpsi.
h. Pengadukan, proses ini ikut mempengaruhi dalam mempercepat terjadi kontak
antara adorbat dan adsorben, memperintim kontak, jika pengadukan terlalu
10

cepat ada kemungkinan merusak struktur adsorben itu sendiri sehingga


mengurangi daya serap.
i. Waktu kontak, lamanya kontak mempengaruhi adsorpsi, pencampuran dan
difusi.
j. Ukuran moleku adsorbat, berhubungan dengan masuknya molekul adsorbat ke
dalam mikropori suatu partikel adsorben untuk diserap.
k. Kelarutan adsorbat, semakin mudah adsorbat larut semakin sulit terjadi
adsorpsi karena semakin kuat afinitas larutannya sehingga lebih sulit
diadsorpsi dibandingkan dengan senyawa yang sukar larut [36].

2.2 Kajian Adsorpsi dari Penelitian yang Sudah dilakukan


Berbagai penelitian terkait yang telah dilakukan antara lain Sintesis dan
karakterisasi bentonit terpilar Al[38]. Modifikasi bentonit dengan kation
polihidroksi, Karakterisasi monmorillonit, Bentonit terpilar Al dari Al2O3,
Adsorpsi logam Pb2+, Cd2+, Zn2+, Cu2+, dan Fe3+ dengan adsorben Ca-Bentonit.
Penyerapan ion logam Pb2+, Zn2+, Cu2+ dan Ni2+dengan adsorben bentonit terpilar
Al (Al-pillared bentonite) pada ion Co2+ . Adsorben bentonit,bentonit-ziolit untuk
penyerapan logam Pb2+, Cd2+, Zn(II), Cu2+ dan Fe3+[39].
Penelitian yang dilakukan mempunyai beberapa perbedaan dengan
penelitian yang sudah pernah dilakukan, antara lain bahan baku adsorben yang
digunakan berupa lempung/bentonit berbasis Aceh (berbasis lokal Aceh),
Bentonit Aceh belum pernah ditingkatkan kualitasnya baik cara menginterkalasi
ion logam lain yang lebih reaktif atau menyeragamkan ion logam supaya lebih
mudah dilakukan pilarisasi dengan ion logam yang bermuatan besar untuk
memperbesar rongga pori dan jarak interlayer. Membentuk polikation Al dari
hasil reaksi Al3+ dengan H2O. Larutan polikation Al sebagai agen pemilar dibuat
dengan menambah NaOH secara perlahan-lahan ke dalam larutan AlCl3 sambil
dilakukan pengadukan pada suhu kamar (30oC) dan mencegah terrjadi reaksi yang
membentuk endapan Al(OH)3 sehingga terjadi reaksi hidrasi dengan Al3+ dan
membentuk [Al13O4(OH)24]7+yang dapat memperbesar rongga pori, dan juga luas
permukaan karena muatan polikation Al sangat besar memasuki rongga pori
11

bentonit. Penelitian yang dilakukan ini banyak melibatkan modifikasi sedangkan


penelitian terkait yang dilakukan sebelumnya tergolong sederhana dan belum
dilakukan modifikasi, penelitian ini sangat komplek dengan banyak melibatkan
variabel proses sehingga hasilnya lebih sempurna. Komposisi dari
lempung/bentonit lokal Aceh ini berbeda jauh dengan bentonik lokal lainnya.
Dalam penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya umumnya
dilakukan dengan interkalasi Na dengan menggunakan natrium oksida dan
natrium karbonat dalam penelitian ini menggunakan ion Na dari garam dapur
(NaCl) sebagai interkalan, kemudian ion Na menggantikan ion Ca, Mn dan Mg
yang yang terikat kuat dengan bentonit dan memperburuk kuantitas penyerapan.
Penggantian ion Na+ untuk untuk menyeragamkan dan juga mempermudah
pergantian dengan Al pada proses pilarisasi, Al juga mudah dibentuk polikation
yang akan diinterkalasi dalam bentonit untuk terjadi pilarisasi untuk memperbesar
rongga pori. Penelitian ini merupakan penyempurnaan dari penelitian-penelitian
sebelumnya.
Studi kapasitas adsorpsi ion logam berat: Pb2+, Cu2+, dan Cd2+ dengan
adsorben material alam dan material dimodifikasi seperti tercantum dalam Tabel
2.1 sampai Tabel 2.9.

Tabel 2.1 Kapasitas Adsorpsi ion l ogam berat Pb2+, Cu2+, dan Cd2+ dengan adsorben
material alam yang dimodifikasi (Hasil penelitian sebelumnya).
Kapasitas Adsorpsi
Adsorben ( mg/g) Referensi
No
Pb2+ Cu2+ Cd2+
1 Zeolite, clinoptilolite 1,6 1,64 2,4 [40][41]
2 Modified Zeolite, MMZ 123 [42][41]
3 HCl-treted clay 83,3 [41][43]
4 81,02 29,8 [41][44]
5 Clay/Poly (methoxyethyl)acrylamide 85,6 [41][10]
6 Calcined phosphate 155,0 [41][45]
7 Activated phosphate 4 [41][46]
8 Zirconium phosphate 398 [41][46]

Kapasitas adsorpsi ion logam berat: Pb2+, Cu2+, dan Cd2+ dengan limbah
pertanian, dan limbah biologi seperti tercantum dalam Tabel 2.2. Kapasitas
adsorpsi dengan menggunakan fly ash dan fly ash modifikasi sebagaimana
tercantum dalam Tabel 2. Demikian juga beberapa studi kapasitas adsorpsi ion
12

logam Pb2+, Cd2+ dalam berbagai adsorben diperlihatkan Tabel 2.2 sampai Tabel
2.9.

Tabel 2.2 Kapasitas Adsorpsi ion logam berat Pb2+, Cu2+, dan Cd2+ dengan
adsorben limbah pertanian dan limbah biologis
Kapasitas Adsorpsi (mg/g)
No Adsorben Referensi
Pb2+ Cu2+ Cd2+
1 Maize cob and husk 456 493,7 [41][47]
2 Pecan shells activated carbon 31,7 [41][48]
3 Rice husk 2,0 [41][49]
4 Spirogyra (green alga) 133 [41][49]
5 Ecklonia maxima marine alga 235 90 [41][50]
6 Oedogonium species 145 [41][51]
7 Nostoc species 93,5 [41][51]
8 Bacillus-bacterial biomass 467 381 85,3 [41][52]

Tabel 2.3 Kapasitas Adsorpsi ion logam berat Pb2+, Cu2+, dan Cd2+ dengan
Adsorben fly ash dan modifikasi.
Kapasitas
Temp
No, Adsorbat Adsorben Adsorpsi Referensi
(oC)
(mg/g)
1,6-8,0 - [41][53]
0,67-0,83 20 [41][54]
1 Cd 2+ Fly ash 198,2 25 [41][55]
0,05 25 [41][56]
2 Cd2+ Fly ash -acid 180,4 25 [41][55]
3 Cd2+ Fly ash -washed 195,2 25 [41][55]
4 Cd2+ Fly ash pellets 1892 - [41][57]
5 Cd2+ Coal Fly ash 18,98 25 [41][57]
Cd2+ Fly ash ziolite 95,6 20 [41][53]
6 Fly ash ziolite x 97,78 - [41][58]
1,24-2,0 30-50 [41][59]
7 Cd2+ Bagsse fly ash 6,19 - [41][60]
0,1825 - [61][41]
1,39 30 [41][62]
1,7 – 8,1 - [41][53]
207,3 25 [41][63]
8 Fly ash 0,63-0,81 25 [41][64]
Cu2+ 0,76 32 [41][65]
7,5 - [41][66]
7,0 - [41][67]
7,0 - [41][68]
9 Cu2+ Fly ash-washed 205,8 25 [41][66]
10 Cu2+ Fly ash acid 198,5 25 [41][66]
11 Cu2+ Bagasse Fly ash 2,26-2,36 30-50 [41][69]
12 Cu2+ Coal Fly ash Pellets 20,92 25 [41][57]
13 Cu2+ Coal Fly ash (CFA) 178,5-249,1 30-60 [41][70]
14 Cu2+ CFA-600 126,4-214,1 30-60 [41][70]
15 Cu2+ CFA-NaOH 76,7-137,1 30-60 [41][70]
16 Cu2+ Fly ash zeolit X 90,86 - [41][58]
17 Cu2+ Fly ash mixed willow sawdust 7,716 - [41][71]
Fly ash mixed white popular 6,2305
18 Cu2+ - [41][71]
sawdust
19 Pb2+
Fly ash 444,7 25 [41][62]
20 Pb2+ Fly ash 753 32 [41][62]
21 Pb2+ Fly ash 18,8 - [41][72]
22 Pb2+ Fly ash zeolite 70,6 20 [41][73]
23 Pb2+ Fly ash zeolite X 420,61 - [41][74]
24 Pb2+ Fly ash -washed 483,4 25 [41][62]
25 Pb2+ Fly ash -acid 437,0 25 [41][62]
26 Pb2+ Bagase Fly ash 285-566 30-50 [41][75]
27 Pb2+ Fly ash porous pellet 45,54 25 [41][57]
28 Pb2+ NaOH activated Fly ash 2000,0 20-25 [41][76]
13

Tabel 2.4 Kapasitas Adsorpsi ion logam berat Pb2+, Cu2+, dan Cd2+ dengan
adsorben sekam padi (rice husk) dan sekam modifikasi/aktivasi.
Kapasitas T,
No, Adsorbat Adsorben Adsorpsi o
Referensi
(mg/g) C
Partial alkali digested and autoclaved 16,7 [77][31]
1 Cd2+ -
rice husk
2 Cd2+ Phosphate-treated rice husk 103,09 20 [77][78]
3 Cd2+ Rice husk 73,96 - [77][79]
4 Cd2+ Rice husk 21,36 - [77][80]
5 Cd2+ Rice husk 4 - [77][81]
6 Cd2+ Rice husk 8,58 ±0,19 - [77][82]
7 Cd2+ Rice husk 0,16 - [77][83]
8 Cd2+ Rice husk 0,32 - [77][84]
9 Cd2+ Rice husk 3,04 - [77][85]
10 Cd2+ NaOH activated Rice husk 125,,94 - [77][79]
11 Cd2+ NaOH activated Rice husk 7 - [77][81]
12 Cd2+ NaOH activated Rice husk 20,24±0,44 - [77][82]
13 Cd2+ NaHCO3 activated rice husk 16,18±0,35 - [77][82]
14 Cd2+ Epycholohydrin treated rice husk 11,12±0,24 - [77][82]
15 Cd2+ Polyarylamide grafted rice husk 0,889 - [77][86]
0,044±0,1 mmol
16 Cd2+ HNO3, K2CO3 treated rice husk 30 [77][87]
g-1
Partial alkali digested and
17 Cd2+ 9,57 - [77][31]
autoclaved rice husk

Tabel 2.5 Kapasitas Adsorpsi ion logam berat Pb2+, Cu2+, dan Cd2+ dengan
adsorben sekam padi (rice husk) dan sekam modifikasi/aktivasi.
Kapasitas T,
No, Adsorbat Adsorben Adsorpsi o
Referensi
(mg/g) C
1 Cu2+ Rice husk 1,21 - [77][84]
2 Cu2+ Rice husk 0,2 20 [77][85]
3 Cu2+ Rice husk 7,1 - [77] [88]
4 Cu2+ Rice husk ash 11,5191 - [77][89]
5 Cu2+ Raw rice hush 4,90 - [77][90]
6 Cu2+ Expending Rice husk 8,02 - [77][90]
7 Cu2+ RH-cellulose 7,7 - [77][90]
8 Cu2+ Rice husk heated to 300 oC(RHA300) 6,5 - [77][88]
9 Cu2+ Rice husk heated to 500oC(RHA500) 16,1 - [77][88]
10 Cu2++ Microwave incinerated Rice husk(500oC) 3,279 - [77][91]
11 Cu2+ Microwave incinerated Rice husk(800oC) 3,497 - [77][91]
12 Cu2++ Tartaric acid modified Rice husk 29 27 [77][92]
13 Cu2+ Tartaric acid modified Rice husk 22 50 [77][92]
14 Cu2+ Tartaric acid modified Rice husk 18 70 [77][92]
15 Cu2+ Tartaric acid modified Rice husk 31,85 - [77][93]
Cu2+ 0,036±0,2
16 HNO3, K2CO3 treated rice husk mmol g-1 30 [77][87]
Cu 2+ Partial alkali digested and autoclaved
17 rice husk 10,9 - [77][31]
18 Cu 2+ Carnized rice husk 42,1 15 [77][94]
19 Cu2+ Carnized rice husk 45,5 25 [77][94]
20 Cu2+ Carnized rice husk 55,2 35 [77][94]
14

Tabel 2.6 Kapasitas Adsorpsi ion logam berat Pb2+, Cu2+, dan Cd2+ dengan
adsorben sekam padi (rice husk) dan sekam modifikasi/aktivasi.
Kapasitas T, Referensi
No, Adsorbat Adsorben Adsorpsi o
(mg/g) C
1 Pb2+ Rice husk ash 12,61 30 [77][95]
2 Pb2+ Rice husk ash 12,35 15 [77][95]
Pb2+ 0,058± 0,1
3 HNO3, K2CO3 treated rice husk Mmol g-1 30 [77][87]
4 Pb2+ Rice husk ash 207,50 - [77][96]
5 Pb2+ Rice husk ash 91,74 - [77][97]
Copolimer of iron and aluminium 416
6 Pb2+ impregnated with active silica - [77][98]
derived from Rice husk ash
7 Pb2+ Tartaric acid modified Rice husk 120,48 - [77][92]
8 Pb2+ Tartaric acid modified Rice husk 108 27 [77][93]
9 Pb2+ Tartaric acid modified Rice husk 105 50 [77][93]
10 Pb2+ Tartaric acid modified Rice husk 96 70 [77] [93]
11 Pb2+ Tartaric acid modified Rice husk 21,55 - [77][81]
Pb2+ Partial alkali digested and autoclaved
12 58,1 - [77][31]
rice husk
13 Pb2+ rice husk 6,385 25 [77][99]
14 Pb2+ rice husk 5,69 30 [77][100]
15 Pb2+ rice husk 45 - [77][81]
16 Pb2+ rice husk 11,40 - [77][80]

Tabel 2.7 Kapasitas Adsorpsi ion logam berat Pb2+, Cu2+, dan Cd2+ dengan
adsorben bahan yang basis gandum
Kapasitas
No, Adsorbat Adsorben Adsorpsi Referensi
(mg/g)
1 Cd2+ Wheat straw 39,22 [77][101]
2 Cd2+ Wheat straw 14,56 [77][102]
3 Cd2+ Wheat straw 11,60 [77][103]
5 Cd2+ Wheat bran 51,58 [77][104]
4 Cd2+ Wheat straw 40,48 [77][105]
6 Cd2+ Wheat bran 15,71 [77][106]
7 Cd2+ Wheat bran 21,0 [77][107]
8 Cd2+ Wheat bran 101 [77][108]
9 Cu2+ Wheat Straw 11,43 [77][102]
10 Cu2+ Wheat Straw-citric acid treated 78,13 [77][109]
11 Cu2+ Wheat bran 12,7 [77][110]
12 Cu2+ Wheat bran 17,42 [77][111]
13 Cu2+ Wheat bran 8,34 [77][112]
14 Cu2+ Wheat bran 6,85 [77][113]
15 Cu2+ Wheat bran 51,5 [77][114]
16 Cu2+ Wheat bran 15,0 [77][107]
17 Pb2+ Wheat bran 87,0 [77][115]
18 Pb2+ Wheat bran 62,0 [77][107]
19 Pb2+ Wheat bran 79,4 [77][108]
15

Tabel 2.8 Kapasitas Adsorpsi ion logam berat Pb2+, Cu2+, dan Cd2+ dengan
adsorben Biopolimer yang di modifikasi
Kapasitas Adsorpsi (mg/g)
No Adsorben 2+ 2+ 2+ Referensi
Pb Cu Cd
1 Crosslinked chitosan 164 150
2 Crossslinked starch gel 453 135 [41][116]
3 Alumina/chitosan composite 200

Tabel 2.9 Kapasitas Adsorpsi ion logam berat Pb2+, Cu2+, dan Cd2+ dengan
adsorben sekam padi (rice husk) dan sekam modifikasi/aktivasi
Kapasitas
T, Referensi
No, Adsorbat Adsorben Adsorpsi o
(mg/g) C
1 Cd2+ Chitosan/clay beads 72,31 25 [77][117]
Chitosan/cotton fibers(via Schiff base 15,74
2 Cd2+ 25 [77][118]
bond)
3 Cd2+ Chitosan/glutaraldehyde 32,9 25 [77][119]
4 Cd2+ Chitosan/perlite 178,6 25 [77][120]
5 Cd2+ Chitosan/PVA 142,9 50 [77] [121]
6 Cd2+ Chitosan/xanthate 357,14 RT [77][122]
7 Cu2+ Chitosan/alginate 67,66 - [77][123]
8 Cu2+ Chitosan/ceramic alumina 86,20 25 [77][124]
9 Cu2+ Chitosan/clinoptilolite 719,39 25 [77][125]
10 Pb2+ Tartaric acid modified Rice husk 96 70 [77] [93]

2.3 Bentonit
Bentonit yaitu tanah liat alami dari keluarga smektit. Bentonit merupakan
istilah dari lempung yang termasuk kelompok dioktahedral. Gambar struktur
bentonit seperti pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur Bentonit [126]


16

Bentonit alam dapat dibedakan dalam 2 jenis.


1. Na -betonit
Bentonit ini mempunyai kemampuan mengembang hingga delapan kali
apabila dicelupkan di dalam air dan tetap terdispersi beberapa lama di dalam
air. Dalam keadaan kering berwarna putih atau kream. pada keadaan basah dan
terkena sinar matahari akan berwarna mengkilap mempunyai pH 8.5–9.8.
2. Ca-bentonit
Bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air,
mempunyai pH 4–7. Dalam keadaan kering berwarna abu-abu, biru, kuning,
merah dan coklat [127].
Bentonit mengandung montmorilonit dan sisanya sebagai mineral pengotor
yang terdiri dari campuran mineral kuarsa, feldspar, kalsit, gipsum, dan lain-lain.
Bentonit dapat digunakan sebagai material paduan karena merupakan
nanoreinforcement yang memiliki lapisan-lapisan berukuran nano [128].
Bentonit merupakan mineral lempung yang mampu menyerap air dan
mengembang. Sifat-sifat tersebut menjadikan bentonit memiliki banyak kegunaan.
Bentonit jenis mineral yang banyak mengandung monmorilonit, memiliki
struktur mineral lempung TOT (2:1), struktur lembarannya tersusun oleh dua
lapisan tetrahedral(T) dan satu lapisan oktohedral (O). Bentonit termasuk mineral
tanah liat (clay) golongan smektit dioktahedral yang mengandung sekitar 80 %
monmorillonit dan sisanya antara lain: koalin, illite, gipsum, fielspar, gipsum, abu
vulkanik, pasir kuarsa dan monmorillonite yang berada di antara dua lapisan
tetrahedral.
Dalam sel monmorillonit terdapat daerah interlayer yang terisi oleh molekul
air dan kation-kation. Daerah interlayer dapat mengembang jika tercelup dalam
air. Struktur monmorillonit secara alami mengalami isomorfis, yaitu posisi Al3+
digantikan oleh Mg2+, Fe3+ dan Si4+ digantikan Al3+ dan Fe3+ sehingga terdapat
netto muatan negatif pada permukaan dan harus dinetralkan oleh kation seperti
natrium, kalium dan kalsium yang terserap di daerah interlayer monmorillonit.
Kation yang terserap di daerah interlayer monmorillonit disebut kation interlayer
(exchangeable cations).
17

Ada dua jenis bentonit yaitu Na-Bentonit dan Ca-Bentonit. Na-Bentonit


mudah untuk mengembang sementara Ca-Bentonit sulit untuk mengembang. Hal
ini disebabkan ikatan antara Ca dengan lembaran interlayer bentonit yang
mengandung gugus O- dari ikatan SiO 4- lebih kuat dibandingkan ikatan Na
sehingga Na-Bentonit lebih cocok digunakan dalam pertukaran kation.

2.3.1 Sifat Bentonit dan Kegunaannya


Ditinjau dari berbagai sifat fisis dan kimia, bentonit memiliki banyak
kegunaan terutama di bidang industri. Sifat-sifat bentonit antara lain dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1. Komposisi dan jenis mineral dapat diketahui dengan pengujian difraksi sinar-x.
2. Sifat kimia dan sifat fisis dapat menentukan kualitas bentonit (hanya sebagai
galian pembanding saja sebab komposisi hampir sama dengan illit mau pun
kaolinit).
3. Sifat teknologi, erat kaitannya dengan pemanfaatannya seperti sifat pemucatan,
plastis, suspensi, mengikat dan sifat melapisi.
4. Pertukaran ion, sifat ini menentukan jumlah air (uap air) yang dapat diserap
bentonit. Hal ini disebabkan karena struktur kisi-kisi kristal mineral bentonit
serta adanya unsur kation (ion bermuatan positif) yang mudah tertukar maupun
menarik air. Kation/ion Na mempunyai daya serap air lebih besar dari pada ion
Mg. Ca. K dan H. Maka jika dimasukan ke dalam air akan mengembang dan
membentuk larutan koloid. Bila air dikeluarkan akan membentuk masa yang
kuat, liat dan keras serta tidak tembus air di samping itu bersifat lembab dan
tahan terhadap reaksi kimia. Karena sifat tersebut bentonit digunakan dalam
pemboran sehingga mampu melapisi dinding dan menahan rembesan air.
Sifat-sifat bentonit selain sifat di atas adalah sifat fisis bentonit seperti
berikut ini.
1. Kapasitas pertukaran kation/cation excange capacity.
Sifat ini menentukan jumlah kadar air yang diserap oleh bentonit di dalam
keseimbangan reaksi kimia. Karena struktur kisi-kisi montmorilonit ion dan
kation yang mudah tertukar dan menarik air (ion Na) menyebabkan bentonit
18

segar mengembang bila dimasukan dalam air, semakin tinggi harga serapan
maka mutu semakin baik.
2. Daya serap
Adanya ruang pori antar ikatan mineral lempung serta ketidakseimbangan
muatan listrik dalam ion-ionnya maka bentonit dapat digunakan sebagai
penyerap untuk berbagai keperluan. Daya serap bentonit dapat ditingkatkan
dengan menambahkan larutan asam atau dengan dengan cara aktivasi
3. Luas permukaan
Biasa dinyatakan sebagai jumlah luas permukaan kristal/butir bentonit yang
berbentuk tepung setiap g massa (m2/gr), makin luas permukaan makin besar
zat yg melekat atau terserap.
4. Sifat mengikat dan melapisi
Kemampuan bentonit mengikat bijih/logam dan melapisi membuat bentonit
dapat digunakan untuk pengikat pelet konsentrat/bijih dan pelekat cetakan
logam.
5. Sifat plastis
Mineral ini memiliki luas permukaan yang besar dan kapasitas penukar kation
yang baik. Dengan memanfaatkan sifat khas dari montmorillonit tersebut.
maka antarlapis silikat lempung montmorillonit dapat disisipi (diinterkalasi)
dengan suatu bahan yang lain (misalnya: senyawa organik atau oksida-oksida
logam) untuk memperoleh suatu bentuk komposit yang sifat fisik kimianya
berbeda dibandingkan lempung sebelum dimodifikasi. Sifat-sifat fisik dan
kimia tersebut merupakan bagian yang penting pada setiap karakterisasi
lempung baik sebagai katalis, pendukung katalis maupun adsorben. Sifat dan
wujud bentonit dapat dilihat dari ciri-ciri menyerap air [129][130].

2.3.2 Karakterisasi
Spektroskopi inframerah merupakan salah satu metode analisis yang
umum digunakan untuk mengkaji perubahan struktur bentonit. Spektra inframerah
ini dapat mengetahui keberadaan gugus-gugus fungsional utama di dalam struktur
senyawa yang diidentifikasi. Metode analisis spektroskopi inframerah bermanfaat
19

untuk melengkapi data karakteristik difraksi sinar-x, surface area analyzer, dan
hasil scanning electron microscopy. Identifikasi yang dihasilkan lebih bersifat
kualitatif yakni pengenalan keberadaan gugus -gugus fungsional yang ada pada
bentonit. Interpretasi spektra bentonit dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.10 Interpretasi Spektra Bentonit [131].


Bilangan gelombang (cm-1) Jenis Vibrasi
3500 – 3200 Vibrasi ulur H-O-H
1637.5 – 1641 Vibrasi tekuk H-O-H
1400 – 1500 Regangan O-H
1035 – 1045 Regangan Asimetris Si-O-Si
913 – 927 Regangan Al-O-Al
850 – 950 Regangan C-H
785 – 790 Vibrasi tekuk Al-O-Al

X-ray fluorescence spectrometry (XRF) merupakan teknik analisa non-


destruktif yang digunakan untuk identifikasi serta penentuan konsentrasi elemen
yang ada pada padatan, bubuk ataupun sample cair. XRF mampu mengukur
elemen dari berilium (Be) hingga Uranium pada level trace element, bahkan di
bawah level ppm. Secara umum, XRF spektrometer mengukur panjang
gelombang komponen material secara individu dari emisi flourosensi yang
dihasilkan sampel saat diradiasi dengan sinar-X.
Metode XRF secara luas digunakan untuk menentukan komposisi unsur
suatu material. Karena metode ini cepat dan tidak merusak sampel. Metode ini
dipilih untuk aplikasi di lapangan dan industri untuk kontrol material. Tergantung
pada penggunaannya, XRF dapat dihasilkan tidak hanya oleh sinar-X tetapi juga
sumber eksitasi primer yang lain seperti partikel alfa, proton atau sumber elektron
dengan energi yang tinggi. Berdasarkan hasil analisis komposisi kimia terhadap
bentonit menggunakan metode XRF diperoleh komposisi bentonit pada Tabel 2.2.
20

Tabel 2.11 Komposisi Bentonit Aceh [19].


Komposisi Berat (%)
Senyawa Bentonit Bentonit Bentonit
Aceh Utara Bener Meriah Sabang
SiO2 62.31 - 72.29 54.43 - 76.35 26.37 - 66.48
Al2O3 14.08 - 15.61 10.18 - 23.02 2.67 - 17.56
Fe2O3 1.94 - 10.15 1.25 - 4.12 0.08 - 4.32
CaO 0.08 - 0.77 0.04 - 0.14 1.12 - 3.25
MgO 0.84 - 1.15 0.32 - 1.35 0.43 - 9.10
Na2O 0.48 - 1.19 0.12 - 1.39 0.02 - 0.93
K2O 0.02 - 0.91 0.04 - 1.63 0.05 - 0.83

Tabel 2.12 Komposisi Bentonit Aceh (Blang Karieng Cot Mambo, Kec.
Nisam Aceh Utara), 2018
( Data penelitian hasil Pemeriksaan XRF Lab ITS).
Senyawa Komposisi Berat (%)
SiO2 60,0 %
Al2O3 18,2 %
CaO 8,82 %
MgO 0,3 %
K2O 1,70 %
P2O5 0,86 %
TiO2 2,20 %
V2O5 0,34 %
Cr2O3 0,75 %
MnO 4,2 %
BaO 2,50 %

2.3.3 Kegunaan Bentonit


Bentonit adalah salah satu bahan pengisi bukan arang yang sering dipakai
sebagai bahan pengisi pada industri karet. Bentonit adalah mineral murah dan
telah menjadi bagian penting dalam industri karet dimana penggunaannya sebagai
bahan pengisi ekonomis untuk memodifikasi penciptaan dan performan karet
alami maupun karet sintetis. Penggunaan sumber daya alam mineral secara
ekonomis berupa bahan bentonit di Indonesia masih bernilai rendah secara
industri. Hal ini dapat dilihat pada data statistik impor dan ekspor bentonit di
Indonesia dari tahun 1997 hingga tahun 2003 dari Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral yang ditunjukkan dalam Tabel 2.4.
21

Tabel 2.13 Statistik Bentonit Indonesia Tahun 1998–2003.


Tahun 2003 2002 2001 2000 1999 1998
Produksi 99.666 270.000 225.000 231.000 155.500 117.500
(ton)
Konsumsi 224.718 196.928 193.031 128.607 108.251
(ton)
Ekspor (ton) 72.513 114.502 62.835 63.083 41.651 18.614
Impor (ton) 35.141 43.883 35.514 25.005 14.785 9.488
Sumber: Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral 2005 [132].

Penggunaan dalam berbagai sektor membuat bentonit dikenal secara


pasaran dengan beberapa istilah. Na-bentonit alam dikenal sebagai bentonit
Wyoming dan bentonit sintetis yang disebut brekbond 2 (Inggris) dan berkonit
(Italia). Sedangkan Ca-bentonit juga dikenal dengan produk seperti NKH. Tonsil,
Galleon dan lain-lain. Na-bentonit dipakai untuk bahan perekat, pengisi (filler)
dan lumpur bor. Penggunaan Na-bentonit untuk pengeboran sebenarnya bersaing
dengan jenis lempung lain yang telah diaktivasi. Bentonit mempunyai
kemampuan yang tinggi untuk menjernihkan warna seperti pada pengolahan
minyak yang berasal dari binatang atau tumbuh-tumbuhan, misalnya pada
pengeboran di daerah bergaram dan geothermal, pemakaian Na-bentonit tidak
memperoleh hasil baik karena dapat terjadi pengendapan dan kerak-kerak akibat
pengaruh cairan elektrolit. Pemakaian yang lain adalah untuk pengecoran logam,
pembuatan pelet konsentrat besi dan logam lain, sebagai bahan pemucat, katalis
dan lain-lain. Penggunaan utama Ca-bentonit adalah untuk pembuatan Na-
bentonit sintetis dan lempung aktif. Selain itu juga digunakan untuk pembersih
minyak bakar, pelumas. minyak goreng, farmasi, kimia, kertas, keramik dan
lainnya. Ca-bentonit untuk pembuatan Na-bentonit sintetis mempunyai lebih
banyak keuntungan daripada lempung lain, kecuali lempung asam, misalnya saat
pengerusan, penyaringan dan pengeringan. Selain itu menghasilkan produk
sampingan yaitu precipitated calcium carbonate. Selain Na-bentonit dan Ca-
bentonit terdapat lempung sejenis yang penggunaannya hampir sama, yaitu:
atapulgit, sepiolit dan lempung asam. Atapulgit mempunyai sifat mengembang
22

yang baik sehingga mudah membentuk spesifikasi yang diinginkan konsumen.


Aktivasi dilakukan sama seperti terhadap Ca-bentonit atau lempung asam.
Lapangan penggunannya adalah sebagai bahan penyerap dan penjernih di industri
minyak goreng dan penyulingan minyak bumi, bahan pembuatan wol mineral,
pembersih lemak. bahan obat-obatan, cat, keramik, campuran semen, bahan
pengisi di industri kertas dan bahan lumpur bor[28].

2.3.4 Bentonit Aceh


Provinsi Aceh yang terletak di ujung barat laut Pulau Sumatera, luasnya
sekitar 55.390 km2. Provinsi ini memiliki 23 kota kabupaten dengan berbagai
kekayaan di antaranya mineral non logam. Bentonit merupakan salah satu bahan
galian non logam di Aceh yang belum dikembangkan dan dioptimalkan. Daerah-
daerah yang mempunyai bentonit di Aceh adalah Kabupaten Aceh Utara,
Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Sabang, Kabupaten Aceh Tengah, dan
Kabupaten Simeulue[133].
Bentonit di kabupaten Aceh Utara dianggap sangat prospek dan
mempunyai sumber daya terukur yang terdapat di Desa Teupin Reusep
Kecamatan Muara Batu dengan sumber daya terukur 10.858.948.1 ton. Desa
Jamuan Kecamatan Muara Batu dengan sumber daya 2.000.000 ton. Desa
Blangkaring Kecamatan Nisam dengan sumber daya terukur 2.674.574 ton dan
Desa Blangdalam Kecamatan Nisam dengan sumber daya 1.500.000 ton. Hasil
pemeriksaan XRF ( X-ray fluorescence) terhadap bentonit yang terdapat di Desa
Teupin Reusep, Kecamatan Muara Batu mempunyai komposisi mineral kuarsa,
tridimit, anortit, montmorilonit dan haloysit, sedangkan bentonit di Desa
Blangkaring, Kecamatan Nisam mempunyai komposisi mineral kuarsa, muskovit,
bentonit, anortit dan haloysit [19].

2.3.5 Purifikasi Bentonit


Kandungan utama bentonit adalah mineral montmorilonit dan kandungan
lainnya terdiri dari beberapa jenis mineral seperti kwarsa, ilit, kalsit, mika dan
klorit. Sebelum dimodifikasi menjadi organoclay harus dilakukan purifikasi
terlebih dahulu terhadap bentonit untuk menghilangkan berbagai mineral yang
23

terdapat di dalamnya. Purifikasi terutama meliputi pengurangan kadar besi dan


pemisahan beberapa mineral dengan metoda pengendapan. Kandungan beberapa
mineral terutama kandungan logam besi yang terdapat dalam bentonit dapat
mempengaruhi kualitas produk akhir nanocomposite [128].
Tidak ada prosedur yang khusus untuk purifikasi dari bentonit. Metode
pemurnian yang spesifik untuk setiap bentonit butuh pengembangan yang
tergantung pada sifat-sifat mineral clay dan nonoclay yang dikandungnya. Untuk
memisahkan beberapa mineral ini ada dua cara yang dapat dilakukan yaitu cara
kimia dan cara sedimentasi. Calcite. iron oxide dan humic acid dapat dipisahkan
dengan cara kimia, sedangkan quartz, feldspar, clinoptilolite yang mempunyai
ukuran partikel yang lebih besar dapat dipisahkan dengan cara sedimentasi.
Dalam hal pemurnian bentonit dari beberapa mineral yang harus diperhatikan
adalah tidak merubah secara signifikan sifat fisik dan kimia dari bentonit. Cara
sedimentasi adalah cara yang paling aman untuk purifikasi bentonit supaya tidak
terjadi perubahan sifat fisik dan kimianya. Prosedur ini biasanya meliputi
pelarutan sampel di dalam air demineral, anti penggumpalan (disaggregating)
dengan menggunakan ultrasonik dan pengendapan/sedimentasi (cara grafitasi atau
sentrifugasi) untuk mengambil fraksi dimana semakin lama waktu endapan
semakin kecil fraksi yang diperoleh. Montmorilonit dalam kandungan bentonit
secara alamiah mempunyai ukuran partikel yang sangat halus (<2 μm) dan salah
satu cara untuk memisahkannya dari partikel kasar adalah dengan cara
sedimentasi ini. Biasanya partikel kasar yang mempunyai ukuran partikel >2 μm
adalah mineral quartz, feldspar, clinoptitolite dan calcite [134]. Dengan proses
sedimentasi partikel kasar akan mengendap akibat pengaruh gravitasi, partikel
kecil yang dikandung dalam suspensi akan lebih mudah dipisahkan menggunakan
variasi waktu pengendapan.

2.4 Pilarisasi
Barrer dan Macleod orang yang pertama mengembangkan lempung
terpilar pada tahun 1955. Monmorillonit dipilar dengan kation organik
NCH )  dan C H )

yang menghasilkan monmorillonit dengan luas
4

3 4 2 5 4
24

permukaan yang besar, tetapi memiliki ketahanan dan kestabilan hidrotermal yang
rendah.
Sintesis lempung terpilar yang memiliki jarak basal spacing 0.5 – 0.6 nm
dilakukan oleh Berkheiser dan Shaptai pada tahun 1976, namun tidak stabil
karena terdegradasi pada suhu > 250 oC, akan tetapi lempung terpilar tersebut
sangat berguna sebagai penyaring molekul, adsorben dan katalis.
Pengembangan penelitian terus dikembangkan untuk memperbaiki
kestabilan termal bentonit terpilar. Pemilaran bentonit dengan senyawa anorganik
yang stabil di atas suhu 300oC dengan polihidroksi aluminium dan dipublikasi
pada tahun 1977 [135]. Pemilaran bermaksud melakukan penggantian kation pada
daerah interlayer dengan kation logam lain yang memiliki muatan dan ukuran
yang besar. Pada proses pemilaran terjadi pembesaran lembaran sehingga dapat
digunakan untuk peningkatan kapasitas adsorpsi. Ada tiga bagian proses pilarisasi
oleh polikation, yaitu:
a. polimerisasi dari polikation seperti Al3+, Ga3+, Ti3+, Zn3+, Fe3+, Cr4+ dan lain-
lain;
b. interkalasi polikation ke dalam interlayer lempung sehingga terjadi substitusi
dengan kation alami (Na dan Ca);
c. kalsinasi pada suhu tinggi yang merupakan bagian terpenting karena pada
kalsinasi polikation logam yang dimasukkan akan mengalami dehidrasi dan
dehidroksilasi membentuk kluster oksida logam yang menjaga ruang antar
lembaran secara permanen. seperti terlihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.2 Mekanisme Pilarisasi [135].


25

Kondisi yang dapat mempengaruhi kekuatan lempung terpilar dan


homogenitas sangat ditentukan pada saat sintesis lempung terpilar, antara lain
konsentrasi ion logam berat, derajat hidrolisis, temperatur preparasi, waktu dan
temperatur aging, rasio logam dan lempung, dan suhu kalsinasi [135][136].
Polihidroksi Al di dalam lempung hasil pilarisasi seperti pada Gambar 2.5.

Gambar 2.3. Polihidroksi Al dalam lempung [135].

2.5 Logam Berat


Keberadaan logam berat di lingkungan berbahaya terhadap kehidupan
organisme. dan kesehatan manusia. Logam sulit didegradasi sehingga mudah
terakumulasi dalam lingkungan perairan dan cenderung terakumulasi dalam rantai
makanan melalui proses biomagnifikasi. Logam berat dapat terakumulasi dalam
organisme seperti kerang dan ikan. sehingga membahayakan kesehatan manusia
yang mengkomsumsinya. Mudah terakumulasi di sedimen sehingga
konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi logam dalam air. Di samping
itu sedimen mudah tersuspensi karena pergerakan masa air yang akan melarutkan
26

kembali logam yang dikandungnya ke dalam air sehingga sedimen menjadi


sumber pencemar potensial dalam skala waktu tertentu.
Daya racun logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke
rendah) sebagai berikut merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam
(Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan kobalt (Co) [137].
Daftar urutan toksisitas logam berat dari paling tinggi ke paling rendah
terhadap manusia yang mengkomsumsi ikan adalah sebagai berikut Hg2+ >
Cd2+ >Ag2+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+ Sn2+> Zn2+ [138].
Daya racun logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke
rendah) sebagai berikut merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam
(Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan kobalt (Co)[137].
Menurut Kementrian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup
(1990) sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokan ke dalam 3 kelompok,
yaitu:
1. Bersifat toksik tinggi yang terdiri dari atas unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn;
2. Bersifat toksik sedang terdiri dari unsur Cr, Ni, dan Co;
3. Bersifat tosik rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe.

Pencemaran logam berat ini menimbulkan berbagai permasalahan di


antaranya:
4. Berhubungan dengan estetika (perubahan bau, warna dan rasa air);
5. Berbahaya bagi kehidupan tanaman dan binatang;
6. Berbahaya bagi kesehatan manusia;
7. Menyebabkan kerusakan ekosistem.

Logam berat biasanya sangat sedikit dalam air secara alamiah kurang
dari 1 g/L. Kelarutan dari unsur-unsur logam dan logam berat dalam badan air
dikontrol oleh:
(1) pH badan air;
(2) Jenis dan konsentrasi logam dan khelat;
(3) Keadaan komponen mineral teroksida dan sistem berlingkungan redoks.
27

Logam berat yang dilimpahkan ke perairan, baik di sungai ataupun laut


akan dipindahkan dari badan airnya melalui beberapa proses yaitu: pengendapan,
adsorpsi dan absorpsi oleh organisme perairan. Logam berat mempunyai sifat
yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan
bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi
dibandingkan dalam air.
Konsentrasi logam berat tertinggi terdapat dalam sedimen yang berupa
lumpur, tanah liat, pasir berlumpur dan campuran dari ketiganya dibandingkan
dengan yang berupa pasir murni. Hal ini sebagai akibat dari adanya gaya tarik
elektro kimia partikel sedimen dengan partikel mineral, pengikatan oleh partikel
organik dan pengikatan oleh sekresi lendir organisme. Logam berat masuk ke
dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu: saluran
pernafasan, pencernaan dan penetrasi melalui kulit. Di dalam tubuh hewan logam
diabsorpsi darah berikatan dengan protein darah yang kemudian didistribusikan ke
seluruh jaringan tubuh. Akumulasi logam yang tertinggi biasanya dalam
detoksikasi (hati) dan ekskresi (ginjal). Akumulasi logam berat dalam tubuh
organisme tergantung pada konsentrasi logam berat dalam air/lingkungan, suhu,
keadaan spesies dan aktifitas fisiologis.
Kandungan logam berat pada sedimen umumnya rendah pada musim
kemarau dan tinggi pada musim penghujan. Penyebab tingginya kadar logam
berat dalam sedimen pada musim penghujan kemungkinan disebabkan oleh
tingginya laju erosi pada permukaan tanah yang terbawa ke dalam badan sungai
sehingga sedimen dalam sungai yang diduga mengandung logam berat akan
terbawa oleh arus sungai menuju muara dan pada akhirnya terjadi proses
sedimentasi. Mengendapnya logam berat bersama-sama dengan padatan
tersuspensi akan mempengaruhi kualitas sedimen di dasar perairan dan juga
perairan sekitarnya. Jika kapasitas angkut sedimen cukup besar. maka sedimen di
dasar perairan akan terangkat dan terpindahkan. Sesuai teori gravitasi, apabila
partikulat memiliki massa jenis lebih besar dari massa jenis air maka partikulat
akan mengendap di dasar atau terjadi proses sedimentasi.
28

Jenis-jenis industri pembuang limbah yang mengandung logam berat antara


lain seperti di bawah ini[137][138]:
1. Kertas: Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, dan Zn.
2. Petrokimia: Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, dan Zn.
3. Pengelantang: Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, dan Zn.
4. Pupuk: Cd,Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, dan Zn.
5. Kilang minyak: Cd, Cr, Cu, Pb, Ni, dan Zn.
6. Baja: Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Sn, dan Zn.
7. Logam bukan besi: Cr, Cu, Hg, Pb, dan Zn.
8. Kendaraan bermotor, pesawat terbang: Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Sn, Zn.
9. Gelas. semen. keramik: Cr.
10. Tekstil: Cr.
11. Industri kulit: Cr.
12. Pembangkit listrik tenaga uap: Cr, Zn.

Logam Berat termasuk golongan B3 adalah sisa suatu usaha atau kegiatan
yang mengandung bahan berbahaya atau beracun yang karena sifat atau
konsentrasinya atau jumlahnya, baik secara langsung dapat mencemarkan atau
merusak lingkungan hidup, membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. (PP 18 Tahun 1999
tentang pengelolaan limbah B3). Definisi lain dari B3 adalah bahan buangan
bentuk (padat. gas. dan cair) yang dihasilkan baik dari proses produksi maupun
dari proses pemanfaatan produksi industri tersebut yang memiliki sifat berbahaya
dan sifat beracun terhadap ekosistem karena dapat bersifat korosif, eksplosif,
toksik, reaktif, mudah terbakar, menghasilkan bahan radioaktif dan bersifat
karsinogenik maupun mutagenik terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.
Intinya adalah setiap materi yang karena konsentrasi dan atau sifat dan atau
jumlahnya mengandung B3 dan membahayakan manusia, mahluk hidup dan
lingkungan apapun jenis sisa bahannya.
Dari definisi di atas, semua limbah yang sesuai dengan definisi tersebut
dapat dikatakan sebagai limbah B3 kecuali bila limbah tersebut dapat mentaati
peraturan tentang pengendalian air dan atau pencemaran udara. Misalnya limbah
29

cair yang mengandung logam berat tetapi dapat diolah dengan water treatment dan
dapat memenuhi standard effluent limbah yang dimaksud maka limbah tersebut
tidak dikatakan sebagai limbah B3 tetapi dikategorikan limbah cair yang
pengawasannya diatur oleh Pemerintah.
Sumber limbah B3 adalah setiap orang atau Badan Usaha yang
menghasilkan Limbah B3 dan menyimpannya untuk sementara waktu di dalam
lokasi kegiatan sebelum Limbah B3 tersebut diserahkan kepada pihak yang
bertanggungjawab untuk dikumpulkan dan diolah. Limbah B3 dapat berbentuk
padat, cair dan gas yang dihasilkan baik dari proses produksi maupun proses
pemanfaatan produksi industri tersebut yang mempunyai sifat berbahaya dan sifat
beracun terhadap ekosistem. Yang termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan
baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa
kemasan, tumpahan, sisa proses. dan oli bekas kapal yang memerlukan
penanganan dan pengolahan khusus.
Golongan limbah B3 yang berdasarkan sumber dibagi menjadi:
1. Limbah B3 dari sumber spesifik.
2. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik.
3. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan
buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
Golongan limbah B3 yang berdasarkan karakteristik ditentukan dengan:
mudah meledak, pengoksidasi, sangat mudah sekali menyala, sangat mudah
menyala, mudah menyala, amat sangat beracun, sangat beracun, beracun,
berbahaya, berbahaya bagi lingkungan, korosif, bersifat iritasi, karsinogenik,
teratogenik, dan mutagenik.
Berdasar keterangan di atas, limbah logam berat memenuhi keempat
karakteristik terakhir limbah B3, yakni bersifat iritasi, karsinogenik,
teratogenik dan mutagenik [140][141][142].

2.5.1 Logam Timbal (Pb)


Timbal (Pb) terdapat dalam kerak bumi, tersebar di alam dalam jumlah
kecil yang berasal dari proses alam termasuk letusan gunung berapi. Timbal
30

berwarna kebiru-biruan atau abu-abu perak dengan titik leleh 327,7 oC dan titik
didih 1740 oC pada tekanan atmosfer. Pb mempunyai nomor atom terbesar dari
semua unsur yang stabil yaitu 82. Logam ini mempunyai isotop 204 Pb (1,4 %),
206 Pb (24,1%), 207 Pb (22,1%), dan 208 Pb (52,4%), sangat beracun serta
dapat merusakkan sistem syaraf jika terakumulasi dalam jaringan halus dan tulang
dalam jangka waktu yang lama. Timbal merupakan logam yang termasuk dalam
golongan IV, periode 6 dari tabel periodik, nomor atomnya 82, massa atom
207,2, kepadatan 11,4 g/cm3, titik lebur 327,4 oC, dan titik didihnya 1725 oC.
Secara alami logam ini ditemukan dalam bentuk mineral yang bersenyawa dengan
unsur lain seperti PbS, PbCO3, PbSO4, di dalam kerak bumi keberadaannya
berkisar antara 10 – 30 mg/kg [139]. Kadar Pb rata-rata pada tanah permukaan di
seluruh dunia 32 mg/kg, berada pada kisaran antara 10-67 mg/kg [140].
Industri logam di Amirika Serikat memproduksi timbal pada urutan kelima
setelah Fe, Cu, Al dan Zn. Sekitar separuh dari Pb digunakan untuk pembuatan
baterai, sedangkan yang lainnya untuk solder, penutup kabel, bantalan , amunisi,
pipa ledeng, dan pigmen, dan amunisi. Logam yang sering dicampur dengan Pb
yaitu; antimon dalam baterai penyimpan arus, kalsium (Ca) dan timah (Sn) pada
baterai bebas perawatan, perak (Ag) untuk solder dan anoda, strontium (Sr) dan
Sn sebagai anoda dalam proses elektrowinning, telurium (Te) pada pipa dan
lembaran dalam instalasi kimia dan pelidung nuklir, Sn dan Sb, dan Sn untuk
bantalan lengan, pencetakan, dan koran. Ion timbal Pb 2+ , timbal oksida, timbal
hidroksida, dan komplek timbal yang biasa dilepas ke tanah, air tanah, dan air
permukaan. Komplek timbal dan timbal hidroksi paling stabil, sedangkan Pb 2+
paling reaktif, membentuk oksida, hidroksida mononuklear dan polinuklear.
[141]. Menghirup dan menelan timbal adalah dua rute paparan yang berefek sama,
Pb terakumulasi pada organ tubuh seperti otak, dapat menyebabkan keracunan
(plumbism) atau bahkan kematian. Timbal juga dapat mempengaruhi saluran
pencernaan, sistem saraf pusat, dan ginjal. Anak-anak yang terpapar Pb beresiko
mengalami gangguan perkembangan, IQ lebih rendah, hiperaktif, dan
kemunduran mental [141].
31

2.5.2 Logam Cadmium (Cd)


Cadmium umumnya dalam air berasal dari pembuangan industri dan
limbah pertambangan. Logam Cd sering digunakan sebagai pigmen pada keramik,
penyapuhan listrik, pembuataan alloy, dan baterai alkali. Lagam Cd sangat
beracun, bersifat akut dan kronis. Efek keracunan yang dapat ditimbulkan antara
lain: penyakit paru-paru, hati, tekanan darah tinggi, gangguan pada sistem ginjal,
kerapuhan tulang, dan gangguan kelenjar pencernaan.

2.5.3 Logam Cuprum (Cu)


Logam Cuprum atau tembaga pada tabel priodik mempunyai nomor atom
29. Logam ini mempunyai sifat konduktifitas termal dan elektrik yang cukup
tinggi, sehingga banyak digunakan untuk konduktifitas termal dan listrik.
Tembaga juga banyak digunakan sebagai bahan bangunan, peralatan rumah
tangga, bahan campuran logam (alloy) seperti uang logam coin, sebagai zat
pewarna. Kadar tembaga yang yang aman dalam minuman antara 1,5 sampai
dengan 2 mg/l (ppm).

2.6 Spektroskopi Serapan Atom (SSA)


Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif
logam dalam jumlah sangat kecil. Metode SSA berprinsip pada absorpsi cahaya
oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang
tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Proses SSA melalui dua tahap, yaitu:
a. Atomisasi sampel.
b. Absorpsi radiasi dari sumber sinar oleh atom bebas.
Atomisasi dapat dilakukan dengan baik menggunakan nyala maupun tungku.
Untuk mengubah unsur logam menjadi uap diperlukan energi panas, oleh
karena itu temperatur harus benar-benar terkendali agar proses atomisasi
sempurna. Bila ditinjau dari sumber radiasi, harus bersifat kontinyu.
Disamping itu sistem dengan penguraian optis yang sempurna diperlukan
untuk memperoleh sinar dengan garis absorpsi yang semonokromator
mungkin.
32

2.7 X-Ray Flourescence ( XRF)


X-Ray Flourescence adalah instrumen yang dapat menaganalisa unsur-
unsur dalam suatu senyawa. Instrumen ini terdiri dari sumber radiasi, tempat
sampel, dan detektor. Elektron pada kulit dalam dieksitasi oleh foton dalam
wilayah sinar X. Pada proses deeksitasi terjadi, elektron berpindah dari tingkat
energi tinggi untuk mengisi kekosongan pada kulit dalam. Perbedaan energi di
antara kedua kulit atom tersebut muncul sebagai suatu sinar X yang dieminasikan
atom. Spektrum sinar X yang berasal dari proses tersebut muncul sebagai peak
yang khas. Energi tiap peak dapat digunakan pada analisis kualitatif untuk
identifikasi unsur yang ada dalam sampel sedangkan intensitas peak memberikan
informasi kadar unsur pada analisis kuantitatif.

2.8 Kesetimbangan dan Studi Pemodelan Adsorpsi Logam Berat


2.8.1 Percobaan Batch adsorpsi
Faktor penting yang mempengaruhi adsorpsi di antaranya:
- Adsorben mempunyai luas permukaan efektif yang besar
- Adsorben harus memiliki sejumlah besar jaringan pori-pori yg
menuju ke dalam adsorben [143].
Bentonit mempunyai pori dan saluran yang cukup terbuka, sehingga
memungkinkan molekul lain untuk masuk melalui proses adsorpsi [143]. Untuk
berlangsungnya proses tidak hanya pada permukaan pori dalam adsorben dan
dapat berlangsung adsorpsi dengan baik, maka logam dalam cairan mengalami
proses seri, yaitu:
- Perpindahan massa adsorbat dari larutan ke permukaan adsorben.
- Difusi melalui pori dari permukaan adsorben ke dalam adsorben.
- Perpindahan massa logam dari cairan dalam pori ke diding pori adsorben.
- Adsorpsi logam pada dinding pori adsorben.
Pada adsorpsi sistem batch, jumlah ion logam yang terjerap dalam adsorben
selama waktu t dapat dinyatakan dengan rumus:
33

(C0 Ct )
qV 
t
................................................... (2.1)
m
Dimana:
qt = jumlah logam yang terjerap pada waktu t
(mg/g) C0 = Konsentrasi adsorbat mula-mula, mg/l
Ct = Konsentrasi adsorbat pada waktu t, mg/l
m = massa (g)
V = Volume pelarut, l

Kontak yang efisien antara adsorben dan adsorbat untuk jangka waktu
yang diinginkan dalam percobaan batch sangat penting dalam suatu proses
adsorpsi. Hal ini bermaksud untuk mempercepat tercapainya kesetimbangan
antara adsorbat dalam larutan dengan adsorbat di permukaan dan di dalam pori
adsorben. Hal-hal yang sering mempengaruhi dan menjadi faktor kunci untuk
waktu pencapaian kesetimbangan anatara lain: ukuran partikel, pH, konsentrasi
dan agitasi. Adsorben berpori seperti karbon aktif dan bahan silika mesopori
secara luas digunakan dalam operasi batch kesetimbangan untuk luas permukaan
yang sangat luas. membawa lebih efektif kontak adsorben-adsorbat dan
mengurangi resistensi difusi dalam pori-pori. Proses pemisahan selalu dilakukan
setelah proses adsorpsi. adsorbat terserap pada fase padat dapat dipisahkan dari
residu adsorbat dalam larutan melalui beberapa metode seperti pengendapan.
filtrasi. atau sentrifugasi. Dalam industri. adsorben yang digunakan biasanya
diregenerasi untuk digunakan lebih lanjut atau dibuang. tergantung pada biaya
yang dibutuhkan. Kedua adsorpsi isoterm dan pemodelan kinetika biasanya
diterapkan dalam diskusi studi adsorpsi batch.

2.8.2 Model Adsorpsi Isoterm dalam Sistem Batch


Secara umum. adsorpsi isoterm menggambarkan bagaimana adsorbat
berinteraksi dengan adsorben dalam proses adsorpsi. Adsorpsi isoterm selalu
terkait dengan karakteristik adsorpsi dan kesetimbangan yang diperoleh dalam
sistem adsorpsi. Hal ini merupakan sebuah korelasi yang tepat dan benar untuk
34

data kesetimbangan dan sangat penting untuk memahami interaksi antara adsorbat
dan adsorben yang berkontribusi terhadap perbaikan suatu sistem adsorpsi. Selain
itu. data harus sesuai dengan model matematika untuk dapat diandalkan prediksi
parameter adsorpsi. Pemenuhan data juga akan memungkinkan perbandingan
kuantitatif pada kegiatan adsorpsi sistem adsorpsi pada berbagai kondisi operasi
yang berbeda. Selama proses adsorpsi adsorbat diserap ke dalam adsorben dan
pada saat yang sama proses desorpsi adsorbat dari adsorben mungkin juga terjadi
dengan tingkat yang lebih lambat. Ketika proses adsorpsi dan desorpsi adalah
sama. keseimbangan adsorpsi tercapai. Biasanya kondisi kesetimbangan ditandai
dalam grafik konsentrasi adsorbat dalam fase padat dibandingkan dalam fase cair.
Satu atau lebih model isoterm mungkin digunakan untuk menjelaskan distribusi
molekul adsorbat antara adsorben dan fase cair. yang memberikan informasi
posisi kesetimbangan dalam proses adsorpsi. Tingkat kesesuaian dari Model
isoterm sistem adsorpsi sering bervariasi dari bentuk yang dihasilkan dalam grafik
isoterm. Model isoterm yang sangat sesuai oleh sistem adsorpsi jika nilai R2
grafik kemiringan adalah sama atau sangat dekat dengan satu. Selain itu. Bentuk
isoterm juga memberikan informasi kualitatif pada sifat zat terlarut pada
permukaan interaksi. Dalam sistem adsorpsi. kinerja adsorben yang berbeda selalu
ditinjau dari kapasitas adsorpsi maksimum yang dapat diperoleh dari isotem
adsorpsi. Informasi kapasitas juga memungkinkan pemilihan adsorben yang
paling tepat untuk aplikasi adsorpsi tertentu di bawah kondisi tertentu.
Dua dan tiga parameter secara luas diterapkan dalam hubungan adsorpsi
kesetimbangan pada adsorpsi fase cair meskipun awalnya digunakan untuk
adsorpsi fase gas. Asumsi termodinamika dibuat dan persamaan yang berbeda
parameter yang digunakan dalam model ini sering memberikan wawasan tentang
sifat permukaan dan afinitas adsorben serta mekanisme adsorpsi yang jelas,
korelasi yang tepat dan data kesetimbangan sangat penting untuk dioptimalkan
kondisi adsorpsi serta peningkatan kinerja adsorben itu.
35

2.8.3 Dua Parameter Isoterm Adsorpsi


Ada sejumlah isoterm adsorpsi yang mempunyai dua parameter untuk
menggambarkan kesetimbangan adsorpsi dalam fase cair. Namun, asumsi yang
mendasari dalam model ini sering membatasi penerapan masing-masing model
untuk sistem adsorpsi. Di antara model-model yang digunakan yaitu: Langmuir,
Freundlich, dan Brunauer-Emmet-Teller (BET) sebagai model yang isoterm yang
paling populer, Selanjutnya, model dua parameter lainnya seperti Temkin dan
Dubinin-Radushkevich Jovanovic, Halsey dan Hurkins Juga juga disajikan.

2.8.4 Isoterm Adsorpsi Langmuir


Model Langmuir digunakan untuk menghitung jumlah adsorbat yang
teradsorpsi pada adsorben sebagai fungsi konsentrasi pada suhu tertentu dalam
sistem adsorpsi homogen [144]. Isoterm ini mengasumsikan proses adsorpsi yang
terjadi homogen pada permukaan adsorbat. Oleh karena itu, model Langmuir
berlaku untuk adsorpsi homogen, lapisan adsorbat monolayer di atas permukaan
adsorben homogen, tidak terjadi adsorpsi setelah permukaan adsorben ditempati
oleh molekul adsorbat. Model adsorpsi ini mengasumsi energi aktivasi adsorpsi
sama dengan entalpi adsorpsi dan tidak tergantung pada luas permukaan. Dengan
kata lain Isoterm adsorpsi Langmuir didasarkan pada beberapa asumsi, yaitu:

a. Adsorpsi hanya terjadi membentuk satu lapisan (monolayer).


b. Panas adsorpsi tidak bergantung pada penutupan permukaan.
c. Semua situs dan permukaannya bersifat homogen.
Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat diturunkan secara teoritis
berdasarkan kecepatan adsorpsi dan desorpsi pada kesetimbangan.
Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat ditulis sebagai berikut:

qmax KL Ce
q  ..........................................................(2.2)
e
1 K C
L e

Dimana:
qe : massa adsorbat terserap / massa adsorben pada kesetimbangan atau
konsentrasi adsorbat teradsorpsi dalam setiap g adsorben
36

qmax : massa adsorbat terserap/massa adsorben untuk monolayer


KL : konstanta Langmuir
Ce : konsentrasi adsorbat pada kesetimbangan

Karakteristik isoterm Langmuir dapat jelaskan dengan memplot qe vs Ce.


Selain itu. isoterm Langmuir digunakan dalam mengukur serapan maksimum dan
memperkirakan kapasitas adsorpsi qmax adsorben yang berbeda. Karena Langmuir
mengasumsikan semua situs permukaan memiliki afinitas yang sama untuk
adsorbat, qmax tidak tergantung suhu. Dalam praktek, kehadiran gugus-gus
fungsional dalam adsorben, perubahan suhu telah membawa perubahan kapasitas
adsorpsi. Selain itu, beberapa faktor lainnya termasuk jumlah situs aktif pada
adsorben. keadaan situs kimia. aksesibilitas adsorbat ke situs dan kedekatan antara
situs seperti kekuatan mengikat sangat mempengaruhi kapasitas adsorpsi dari
adsorben dalam situasi nyata.
Proses adsorpsi dapat diklasifikasikan sebagai adsorpsi fisika atau
adsorpsi kimia. Pada adsorpsi fisika, kekuatan fisik yang dominan dalam ikatan
antara adsorbat dan permukaan. Adsorpsi menurun dengan meningkatnya suhu.
Karena itu. sifat eksothermal dari proses adsorpsi dapat dibuktikan dari penurunan
nilai KL dengan meninggikan suhu [145]. Energi termal yang dibutuhkan untuk
interaksi antara adsorbat dan adsorben dalam proses chemisorption. Kenaikan
suhu menguntungkan pada proses chemisorption untuk mengikat adsorbat ke
situs aktif pada proses endotermik [146]. Plot van't Hoff digunakan untuk
verifikasi sifat eksothermal atau endothermal dari proses adsorpsi dengan
mempertimbangkan entalpi adsorpsi. Persamaan van't Hoff berhubungan dengan
konstanta Langmuir KL seperti terlihat pada persamaan (2.3 ) di bawah ini.

KL   ΔH ...................................................
KO exp  (2.3)
 RT
Δ H 1....................................................
ln K  ln K  . (2.4)
L o
R T
37

1
Gambar 2.6 Hubungan dan ln KL
T
Dari Gambar 2.6 dapat diperoleh nilai Ko dan nilai ∆H, sedangkan KL diperoleh
dari Gambar 2.7.
Dimana:
Ko = parameter persamaan Van’t Hoff
H = entalpi adsorpsi
Penentuan parameter adsorpsi mungkin tidak mudah karena persamaan
(1) adalah dalam bentuk non-linear. Untuk mengatasi masalah ini, persamaan
Langmuir adalah sering dinyatakan dalam bentuk linear yang berbeda sebagai
berikut:
1 1
Ce C  ........................................................(2.5)

qe qmax
e
KL q ma
x

Untuk mendapatkan nilai KL, dan qmax dapat ditentukan dengan grafik hubungan
Ce dan Ce/qe melalui Gambar 2.7 di bawah ini.

Ce 1

qe qmax

1
KL qmax

Ce
Gambar 2.7 Hubungan Ce dan Ce /qe pada Isotrm Adsorpsi Langmuir
38

1  1  1 1
  .................................................. (2.5)
q K q  C q
e  L max  max

 1  qe
  ......................................................... (2.6)
qe qmax  
K C
 L e
qe
K
Ce
L qmax  KL qe .............................................................(2.7)

Dibandingkan dengan persamaan non-linear, empat persamaan linear


Langmuir (persamaan: 2.3, 2.4, 2.5, 2,6 and 2.7) lebih menguntungkan bagi para
peneliti karena kesederhanaan dan kemudahan dalam memperoleh data isoterm.
Namun demikian, parameter isoterm yang diperoleh dengan menggunakan empat
persamaan Langmuir linear dapat bervariasi dalam beberapa kasus, tetapi identik
ketika metode non-linear digunakan. Karakteristik penting dari isoterm adsorpsi
Langmuir dapat dinyatakan dalam parameter konstanta kesetimbangan berdimensi
RL sebagai faktor pemisahan yang didefinisikan seperti persamaan berikut ini
[147].

RL  1
.............................................. (2.8)
1  KL CO

Dimana Co = konsentrasi adsorbat mula-mula. Bentuk isoterm dapat ditafsirkan


sesuai dengan nilai perhitungan RL (Tabel 2.4). Meskipun adsorpsi Langmuir
dianggap mengalami beberapa kelemahan karena mengabaikan interaksi adsorbat-
adsorben. Ada dua jenis interaksi adsorbat-adsorben, yaitu interaksi langsung dan
interaksi tak langsung.

Tabel 2.4 Parameter Konstanta Kesetimbangan Isoterm Adsorpsi Langmuir


Nilai RL (RL value) Jenis Isoterm (Type of Isoterm)
RL > 1 Tidak baik (unfavorable)
RL = 1 Linier
0 < RL < 1 Baik (favorable)
RL = 1 Tidak bolak balik (irreversible)
39

Dalam interaksi langsung. molekul adsorbat yang lebih berdekatan dengan


adsorben lebih cenderung terserap terlebih dahulu dan yang lebih jauh kurang
menguntungkan. Sementara itu, interaksi tidak langsung mempengaruhi perilaku
adsorpsi hampir semua situs dengan mengubah permukaan di sekitar lokasi
teradsorpsi. Karena keberadaan kedua interaksi adsorbat-adsorben telah
dibuktikan dalam data panas adsorpsi, mereka harus dipertimbangkan dalam
estimasi yang tepat dari parameter adsorpsi. Selain itu, model adsorpsi Langmuir
menganggap hanya adsorbat permukaan halus dan homogen sehingga gagal
untuk memperhitungkan permukaan kasar dari adsorbat. Karena permukaan
homogen kasar dapat membuat berbagai jenis situs dan mengubah sifat dari situs
seperti panas adsorpsi, penyimpangan yang signifikan dari model ini terjadi dalam
banyak kasus.

2.8.5 Isoterm Adsorpsi Freundlich


Isoterm Freundlich [148] adalah yang tertua dari isoterm non-linear.
Berbeda dengan isoterm Langmuir yang mengasumsikan energi situs homogen
dan terbatas tingkat adsorpsi, ini menunjukkan adsorpsi ke permukaan heterogen,
karena adsorpsi multilayer diperbolehkan dalam model ini. Konsentrasi adsorbat
pada permukaan adsorben meningkat dengan meningkatnya konsentrasi adsorbat
dalam sistem. Persamaan Freundlich menghubungkan konsentrasi suatu adsorbat
pada permukaan adsorben dengan konsentrasi adsorbat dalam cairan yang berada
dalam kontak. Persamaan empiris Freundlich secara matematis ditulis sebagai:

1/n
qe  Kf Ce ................................................................(2.9)

Dimana:
Qe = massa adsorbat terserap adsorben / massa
Ce = konsentrasi adsorbat pada kesetimbangan
Kf = Freundlich konstanta yang berkaitan dengan kapasitas adsorpsi pada suhu
tertentu
n = konstanta Freundlich terkait dengan intensitas adsorpsi pada suhu tertentu.
Jika (n> 1). Persamaan dapat disajikan dalam bentuk logaritmik linierisasi.
40

Persamaan 8, juga dapat disajikan dalam bentuk logaritmik linierisasi:

log qe  1
log KF  log C e ...................................................(2.10)
n

KF penting dalam penetapan kapasitas adsorpsi yang muncul dari pengaruh


sebagian besar dari sifat-sifat adsorben. Biasanya, kapasitas adsorpsi dipengaruhi
oleh pH dan suhu sistem serta sifat adsorben, seperti pori dan distribusi ukuran
partikel, luas permukaan spesifik, kapasitas tukar kation dan permukaan
kelompok fungsional, seperti ditunjukkan dalam persamaan (2.9), baik konstanta
Freundlich konstanta KF dan n dapat dihitung dari intersep dan slope masing-
masing dalam grafik dari log qe vs log Ce. Nilai KF tergantung pada satuan qe dan
Ce. jika 1/n ≠ 1, KF setara dengan qe ketika Ce sama dengan 1. Dalam kasus ini
jika 1/n sama dengan satu, energi adsorpsi identik untuk semua situs. Konstanta n
adalah eksponen persamaan Freundlich yang mencirikan heterogenitas energik
kuasi-Gaussian dari permukaan adsorpsi. Biasanya nilai n yang lebih besar
menyiratkan kuatnya interaksi adsorben-adsorbat. Untuk adsorpsi
menguntungkan, konstanta n Freundlich harus memiliki nilai kisaran 1-10.
Bahkan, Freundlich isotermis merupakan salah satu model isoterm yang paling
mapan dalam penelitian adsorpsi karena cocok hampir semua percobaan adsorpsi–
desorpsi. Data terutama dalam sistem adsorben yang sangat heterogen, meskipun
Freundlich isoterm tidak tepat selama rentang konsentrasi yang luas. keterbatasan
ini selalu diabaikan oleh para peneliti karena konsentrasi moderat selalu
digunakan di sebagian besar studi adsorpsi.

2.8.6 Model Brunauer-Emmer-Teller (BET)


Stephen Brunauer, Paul Hugh Emmett, and Edward Teller pada tahun
1938 telah memperkenalkan isoterm pertama untuk adsorpsi lapisan
multimolecular[149]. Teori adsorpsi ini di kenal dengan teori Brunauer-Emmer-
Teller(BET). Teori BET merupakan perluasan dari teori Langmuir yang
mengusulkan adsorpsi multilayer dari adsorbat pada permukaan adsorbat.
41

Model BET digunakan secara luas dalam sistem yang melibatkan


material heterogen dan gas non polar sederhana.
Bentuk sederhana dari dari persamaan BET seperti berikut:

qe  qmax
 KB Ce  ...................................(2.11)
 
Ce  Cs 1  KB  Ce /Cs
1

Dimana:
qmax = massa adsorbat yang terserap / massa adsorben untuk lapisan
monolayer yang sempurna.
KB = Konstanta yang berhubungan dengan energi adsorpsi
Cs = Konsentrasi adsorbat pada semua lapisan jenuh
Persamaan (2.11) dapat disusun kembali dalam bentuk persaman
linier:
Ce   KB  1  Ce 
1
C  C q K q   .................................. (2.12)
K q  C
s e
B ma  B max  s 
x

2.8.7 Isoterm Adsorpsi Temkin


Setelah mempertimbangkan keterbatasan isoterm adsorpsi langmuir,
Model Temkin memperhitungkan interaksi molekul adsorbat yang tidak langsung
pada isoterm adsorpsi [150].
Permukaan adsorben yang tertutup oleh adsorbat, isoterm Temkin
menganggap panas adsorpsi dari semua molekul dalam lapisan akan berkurang
secara linier dengan cakupan karena interaksi yang tidak langsung. Dengan
demikian model Temkin tidak sama dengan model Freudlich yang mengusulkan
logaritmik dalam adsorpsi. Persamaan Temkin sebagai berikut:

RT
q  ln a ...................................................................................(2.13)
C
e e
b
a = Konstanta isoterm Temkin
42
b = Konstanta Temkin yang berhubungan dengan panas adsorpsi
43

Bentuk linier dari persamaan Temkin sebagai berikut:


RT RT
q  ln a  ln
................................................................. ( 2.14)
C
e e
b b

Kedua konstanta a dan b dapat ditentukan dari plot ln Ce versus qe, seperti
berikiut:
RT RT
qe  ln a  ln Ce
b b

RT
b

qe

RT ln a
b

ln Ce

Gambar 2.8 Hubungan ln Ce dan qe pada Isoterm Temkin

2.8.8 Isoterm Adsorpsi Dubinin-Radushkevich (D-R)


Isoterm adsorpsi Dubinin dan Raidushkevich (D-R) secara luas digunakan
untuk menyatakan isoterm adsorpsi dalam mikropori [151]. Didasarkan pada
asumsi permukaan tidak homogen atau potensial adsorpsi konstan, model ini
dapat digunakan untuk menaksir struktur pori dari adsorben dan karakteristik dari
adsorpsi. Disamping itu model ini dapat juga menentukan energi bebas dari
proses adsorpsi.
Isoterm D-R dapat dinyatakan dengan rumus:

e m

q Q exp  Kε2 .........................................................................(2.15)

Dimana:
Qm = Kapasitas adsorpsi dari adsorben per satuan massa
K = Konstanta yang berhubungan koefisien afinitas dan energi adsorpsi
ε = Potensial adsorpsi Polanyi yang ber korelasi dengan suhu
44

Persamaan D-R dapat juga dinyatakan dengan persamaan linier:

ln q  ln Q  Kε2 ............................................................. (2.16)


e m

Dengan memplot ln qe versus ε 2 , konstanta K dan kapasitas adsorpsi


masing-masing dapat ditentukan dari slope dan interscept. Konstanta K
didifinisikan sebagai 1/β Ε , berkorelasi dengan koefisien afinitas (  ) yang
terkait erat dengan interaksi adsorbat-adsorben. Hal ini juga tergantung pada
energi bebas rata-rata dari adsorpsi (E) per mole adsorbat selama proses
transportasi dari jarak yang tidak ada batas dalam larutan ke permukaan adsorben.
Oleh karena itu E dapat dihitung dari nilai K dengan menggunakan persamaan
berikut ini.
1
E .....................................................................................( 2.17)
2K
Selain itu, energi bebas rata-rata dapat dihitung dengan persamaan berikut:

 1 
ε  R T ln 1 C  ......................................................... (2.18)
 e 

Jika Isoterm D-R tergantung temperatur, suatu kurva karakteristik dengan


semua data yang cocok pada kurva yang sama diharapkan dengan memplot data
adsorpsi ln versus ε2 pada berbagai temperatur. Dengan kata lain penerapan
qe
persamaan D-R dalam mengekpresikan data kesetimbangan dikonfirmasikan
dengan pencapaian kurva yang identik. Dengan demikian ia akan ragu pada
validity dari parameter yang pasti ketika deviasi dalam kurva karakteristik yang
dihasilkan dari koreksi yang tinggi. Isoterm D-R dapat dipakai tidak hanya untuk
satu adsorbat tetapi juga untuk sistem dua adsorbat [152]. Isoterm D-R hanya
cocok untuk kisaran konsentrasi adsorbat yang menengah.
45

2.8.9 Isoterm Adsorpsi Jovanovic


Model Jovanovic mempunyai asumsi yang sama dengan model Langmuir
yang mengusulkan adsorpsi monolayer pada permukaan zat padat yang homogen.
Akan tetapi model Jonovic juga mempertimbangkan kemungkinan kontak
mekanis antara molekul-molekul yang teradsorpsi dan yang terdesorpsi [153].
Persamaan umum yang diturunkan oleh Jovanovic sebagai berikut:

qe  qmax 1 exp a C ...........................................................(2.19)


v

Dimana:
C = Consentrasi adsorbat dalam bulk
v = parameter heterogenias ( 0 < v < 1)
a = Konstanta yang merupakan fungsi temperatur
Konstanta a mencirikan besarnya energi interaksi adsorbat-adsorben [77][154].
Menurut Wuinones at al (1999) [155], konstanta a didifinisikan seperti
persamaan berikut:
a  K exp Ea/R T................................................... (2.20)

Dimana:
K = Konstanta kesetimbangan pada tekanan rendah atau konstanta Heny
Ea = Karakteristik distribusi energi (energi pengaktipan)
Isoterm adsorpsi Jovanovic menekankan pada vibrasi sepesies ikatan
permukaan dari spesies yang terserap dimana laju desorpsi proporsional terhadap
cakupan permukaan adsorbat yang ditentukan dari qe/qmax [155].

2.8.10 Isoterm Adsorption Halsey


Model isoterm Halsey dapat digunakan untuk adsorpsi multilayer [156]
[77]. Kemampuan untuk memastikan sifat heteroporous dari adsorben membuat
berbeda dari isoterm adsorpsi Preundlich yang juga digunakan untuk adsorpsi
multilayer. Persamaan Helsey dapat ditulis sebagai berikut:
46

 kH  ln Ce ............................................................ (2.21)
q  Exp 
ln n 

Dimana: e

kH = Konstanta isoterm Halsey
n = Exponen isoterm Halsey

2.8.11 Isoterm Adsorption Harkin – Jura


Isoterm adsorpsi Harkin-Jura (H-J) mengusulkan adanya distribusi pori
heterogen dalam adsorben [77][157]. Isoterm Adsorpsi Freundlich dan Hasley
mempunyai kesamaan, model ini berguna dalam menjelaskan adsorpsi multilayer.

AH
qe  .............................................................(2.22)
B2  log Ce
Dimana:
AH = Parameter isoterm
B2 = Konstanta isoterm

2.9 Model Kinetika Adsorpsi dalam sistem Batch


Efisiensi dari proses adsorpsi sangat dipengaruhi oleh tingkat adsorbat
yang akan menempel di permukaan adsorben. Adsorben yang baik tidak hanya
memiliki kapasitas adsorpsi yang tinggi tetapi juga laju adsorpsinya cepat. Oleh
karena itu. Studi kinetik yang melibatkan penyelidikan laju reaksi sangat penting
dalam mengidentifikasi adsorben ideal untuk adsorbat tertentu. Studi kinetik juga
dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi proses
adsorpsi yang menyebabkan sistem adsorpsi optimal. Dalam proses adsorpsi
model kinetik selalu digunakan untuk memeriksa laju adsorpsi, menentukan
mekanisme adsorpsi pada permukaan, reaksi kimia, dan mekanisme difusi. Secara
umum mekanisme adsorpsi digambarkan sebagai berikut: (i) Difusi massa yang
melibatkan transportasi adsorbat dari larutan bulk ke permukaan adsorben. (ii)
Difusi film adsorbat melalui lapisan batas ke permukaan adsorben. (iii) Difusi pori
47

atau difusi intrapartikel adsorbat dari permukaan ke dalam pori-pori partikel, dan
(iv) Adsorpsi adsorbat pada situs aktif yang tersedia pada permukaan internal
pori-pori. Dalam sebagian besar kasus, difusi massal pada langkah (i) diabaikan
dengan memberikan pengadukan yang cukup untuk menghindari partikel zat
terlarut dan gradien dalam sistem batch. Dengan demikian dinamika adsorpsi
dapat didekati dengan tiga langkah-langkah berturut-turut [(ii)-(iv)] saja. Sebuah
serapan cepat selalu terjadi pada adsorpsi. Proses yang merupakan langkah (iv)
mekanisme. Proses cepat beragam ini dapat dianggap sebagai proses seketika
terutama dalam hal adsorpsi fisika. Laju keseluruhan proses adsorpsi ditentukan
baik oleh difusi film atau difusi intrapartikel dalam langkah-langkah (ii) dan (iii).
masing-masing atau kombinasi dari keduanya [1]. Dengan mempertimbangkan
difusi Film maka langkah laju pengendali ditentukan oleh mekanisme adsorpsi
perubahan konsentrasi adsorbat terhadap waktu dapat disajikan sebagai berikut:

dC
  k L AC  Cs  ........................................ (2.11)
dt
Dimana:
C = konsentrasi massal fase cair dari adsorbat pada waktu t
Cs = konsentrasi adsorbat pada permukaan
kL = koefisien perpindahan massa eksternal
A = luas permukaan spesifik untuk perpindahan massa

Pada tahap awal adsorpsi. diasumsikan bahwa transportasi terutama


disebabkan oleh mekanisme difusi film dan resistance intraparticle dapat
diabaikan. Pada t = 0, C = C0 dan konsentrasi adsorbat di permukaan, Cs
diabaikan. Dengan asumsi yang dibuat di atas. Persamaan (11) dapat
disederhanakan seperti persamaan di bawah ini.

dC/CO 
 k A........................................ ( 2.12)
 dt  L
 
48

Tidak seperti adsorpsi fisik pada adsorpsi kimia laju adsorpsi dikendalikan
oleh reaksi kimia itu sendiri. Sebagai kinetika adsorpsi memberikan wawasan
berharga untuk aplikasi praktis dari proses desain dan operasi kontrol, pemodelan
lengkap kinetika harus mempertimbangkan persamaan difusi, kondisi batas dan
persamaan isoterm adsorpsi. Hal ini telah menyebabkan rumit sistem persamaan.
Oleh karena itu untuk dapat diselesaikan dengan cara memisahkan langkah-
langkah difusi. Mekanisme difusi dapat dianggap independen dengan asumsi laju
adsorpsi awal dikendalikan oleh intraparticle difusi dan itu ditandai dengan difusi
eksternal. Studi kinetik yang dilakukan praktis dalam reaksi batch menggunakan
berbagai dosis adsorben, ukuran partikel adsorben. konsentrasi adsorbat awal.
kecepatan pengadukan. nilai pH dan suhu bersama dengan adsorben yang berbeda
dan jenis adsorbat. Sebuah regresi linier digunakan untuk menentukan kinetik
terbaik persamaan laju reaksi. Kepatuhan data eksperimen dengan persamaan laju
kinetik sering dikonfirmasi dengan menggunakan metode linear kuadrat-terkecil.
Model Lagergren, model kinetika orde dua semu, model Elovich dan model difusi
intraparticle adalah empat model umum yang diterapkan sebagai model kinetik
oleh para peneliti.

2.9.1 Model Lagergren


Model Lagergren dikenal sebagai model kinetika order pertama semu.
merupakan model kinetik sederhana yang banyak digunakan dalam kinetika
adsorpsi [158]. Model kinetika Lagergren orde pertama disajikan sebagai berikut:

dq q  qt .......................................... (2.13)
dt  k1 e
Dimana:
qe = kapasitas adsorpsi pada keadaan kesetimbangan
k1 = konstanta laju adsorpsi order psido pertama
Pada t = 0. qt = 0. dan pada t = t, qt = qt. persamaan (2-13) dapat diintegralkan
sebagai berikut:
ln (qe - qt) = ln qe - k1 t..............................................(2.14)
49

Jika dilakukan plot ln (qe - qt) vs t maka akan diperoleh nilai k1 dan qe.

Persamaan (2-14) dapat ditulis dalam bentuk non linier sebagai berikut:

qt = qe (1-exp(- k1 t)).....................................................(2.15)

Sebuah garis lurus dari ln (qe - qt) versus t adalah indikator yang baik dari
penerapan model kinetik ini. Nilai qe diperoleh dengan metode ini harus
dibandingkan dengan nilai eksperimental untuk mengidentifikasi penyimpangan.
Sebuah jeda waktu akibat perpindahan massa eksternal atau lapisan difusi batas
pada awal proses adsorpsi dapat menyebabkan perbedaan dalam nilai-nilai q e. Jika
perbedaan nilai qe yang diamati besar, meskipun proses kuadrat terkecil cocok
karena menghasilkan koefisien korelasi yang tinggi, reaksi masih belum dapat
diklasifikasikan sebagai orde pertama. Dalam hal ini, qe dan k1 dapat diperkirakan
melalui prosedur yang tepat non-linear dari persamaan (17). Di sisi lain, baik
tingkat serapan adsorbat konstan dan kesetimbangan dapat ditentukan dari garis
lurus plot ln (qe - qt) terhadap t dari persamaan (16).

2.9.2 Model Kinetik Order Kedua semu (Order Kedua Semu)


Ho dan McKay memperkenalkan model Order Kedua Semu atas dasar
kapasitas adsorpsi dari fase padat [159]. Model kinetik order kedua semu
menyatakan chemisorption mirip dengan Model Lagergren atau model kinetik
order pertama semu. model ini memperhitungkan semua langkah adsorpsi
termasuk difusi Film eksternal. difusi intraparticle dan adsorpsi. Secara khusus.
Model order kedua semu-detik ini berguna untuk sistem adsorpsi dengan
menggunakan berbagai dosis adsorben dan konsentrasi adsorbat. Model ini ditulis
sebagai berikut:

dq q 2q .................................................(2.16)
dt  k2
e  t

Dimana k2 = konstanta laju adsorpsi order kedua semu.


50

Pada t = 0, q = 0, dan t = t, q = qt, integrasi persamaan (2.16)


menghasilkan persamaan berikut ini.

1 1
 k t ...............................................(2.17)
qe q qe  2
Bentuk linier dari persamaan (2.17) ditunjukkan sebagai berikut:

1 1 1
q  qe  2 e2 ................................................. (2.18)
k q
Model orde kedua semu memungkinkan penentuan kapasitas adsorpsi.
konstanta kecepatan orde kedua semu dan laju adsorpsi awal tanpa pengetahuan
sebelumnya dari parameter eksperimental.

2.9.3 Model Elovich


Model Elovich adalah model kinetik untuk chemisorption yang telah
banyak digunakan untuk menggambarkan adsorpsi gas ke sistem padat [160].
Sejak dekade terakhir, model ini juga telah diterapkan untuk membahas perilaku
adsorpsi penghapusan logam berat dari larutan air [161]. Persamaan Elovich
dinyatakan sebagai berkut ini.

dqe
 αexp( βq t ).............................................(2.19)
dt
Dimana:
α = laju adsorpsi awal
β = konstanta desorpsi
Dengan menganggap α β t >> t dan dengan menerapkan kondisi batas qt = 0 pada
t = 0 dan qt = qt pada t = t, persamaan (2.18) dapat disederhanakan menjadi [162]:

1 1
q  ln (αβ)  ln .......................................................(2-20)
(t)
t
β β

Jika data adsorpsi sesuai dengan model Elovich. plot qt terhadap ln(t)
harus menghasilkan hubungan linear. β dan α dapat dihitung dari kemiringan
(slope) dan dan titik potong dengan sumbu y masing-masing.
51

2.9.4 Model Difusi Intrapartikel


Model ini dijelaskan dengan persamaan:

Rt  k (t)a
id
.......................................................................(2-21)

Dimana Rt yaitu presentase jumlah logam yang terjerap.

( Co  Ct
Rt (%) 
) (100)
..............................................(2-22)
Co

Jika di plot ln Rt vs ln(t), maka akan diperoleh nilai kid dan a.


Model yang sesuai dengan data percobaan dinyatakan dengan ralat relatif
yang paling kecil [143].

2.10 Termodinamika Adsorpsi

Termodinamika untuk adsopsi ion Pb(II) dengan Bentonit Aceh dan


bentonit hasil pilarisasi dari Bentonit Aceh, dengan persamaan di bawah ini:

 ΔH
KL  KO exp ………………………..………... (2-23)
  
RT 

ln K
 ln K  ΔH ……………………………….... (2-24)
1 .
L o
R T
Persamaan ini di plot 1/T vs ln KL seperti Gambar 5.5.

Gambar 2.9 Pengaruh suhu terhadap Konstanta Langmuir (KL) untuk


mendapatkan nilai perubahan entalpi adsorpsi
52

Kurva hubungan 1/T vs Ln KL pa Gambar 2.9 untuk parameter persamaan


Van’t Hoff (Ko) dan perubahan Entalpi adsorpsi (∆H ).
ΔH 1
Dari persamaan ln KL  ln Ko  . , maka berdasarkan Gambar 2.9,
R T
diperoleh nilai Ko, dan ΔH .

Parameter termodinamika: perubahan energi bebas (∆G), perubahan entalpi


(∆H), dan perubahan entropi (∆S) dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

 ΔS
Ln K  Δ 
    R  ....................................................(2.25)
D
HT
R
   
Ln K 1 ΔS ΔH ....................................................(2.26)
  .
D
R R T
C
K  e
D ...........................................................................(2.27)
qe
ΔG  RTLn KD...................................................................................................... (2.28)
1
Dari persamaan di atas dapat dibuat kurva dengan plot versus Ln KD seperti
T
pada Gambar 2.10, sehingga diperoleh nilai ΔH , dan ΔS [99][163].

 S  H . 1
Ln K D
RR T

Ln KD

1
T 1
Gambar 2.10 Hubungan antara vs Ln KD
T
Dari Gambar 2.10 diperoleh nilai entalpi dan entropi dari slope dan
intersept.
53

2.11 Metodologi Permukaan Respon (Response Surface Methology)


Metodologi permukaan respon (RSM) adalah teknik multi variasi secara
matematik yang sesuai domain percobaan yang mempelajari rancangan teoritis
dengan fungsi respon. Metode ini digunakan untuk merancang eksperimen,
membangun model numerik, mengevalusi pengaruh variabel-variabel, dan
mencari kondisi optimum dari pengaruh kombinasi faktor–faktor untuk suatu
sitem [164].
Target dari RSM dalam suatu rancangan eksperimen dipengaruhi oleh
beberapa variabel bebas, responnya menunjukan pengukuran performan, atau
karakteristik suatu produk atau proses, varibel-variabel bebas disebut variabel
input. Percobaan yang dilakukan pemeriksaan secara seri disebut run.Perubahan
yang dibuat dalam variabel input untuk mengidentifikasi masalah alasan-alasan
untuk perubahan dalam respon ouput.
Metode-metode konvensional prosesnya hanya menggunakan satu faktor
sementara semua faktor lainnya yang terlibat konstan sehingga tidak dapat
menjelaskan pengaruh gabungan dari semua faktor yang terlibat. Metode
kovensional membutuh waktu yang cukup lama dan efisiensinya juga rendah,
serta membutuhkan sejumlah percobaan untuk menentukan kondisi optimum,
sehingga hal ini tidak realistis. Batasan metode klasik dapat dihapuskan dengan
optimasi semua parameter yang berpengaruh secara kolektif dengan teknik
statistik RSM [165].
53

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dan dianalisis di laboratorium Teknik Kimia,


FMIPA dan laboratorium Terpadu Unsyiah.
Untuk mewujudkan tujuan penelitian ini digunakan metode penelitian
dengan langkah-langkah sebagai berikut: persiapan bahan dan alat penelitian,
metode kerja persiapan bentonit dan karakterisasinya, penelitian pendahuluan,
penentuan karakteristik adsorben, eksperimen kesetimbangan adsorpsi,
eksperimen kinetika adsorpsi, dan penentuan kondisi optimum

Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk memilih kondisi operasi yang


paling baik untuk dilaksanakan guna menghasilkan pekerjaan yang lebih baik.

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan Juni 2015, dilkakukan di
laboratorium Teknik Kimia Fakultas Teknik Unsyiah, Laboratorium FMIA dan
Laboratorium terpadu Unsyiah.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian


Bahan yang dipakai yaitu: Bentonit Aceh Balng Karieng kecamatan Nisam
Kabupaten Aceh Utara, HCl (Merck), AlCl3 6H2O (Merck), NaCl (Merck),
NaOH (Merck), AgNO3. Kation-kation logam yang digunakan berasal dari
padatan Pb(NO3)2 (Merck), Cd(CH3COO)2 (Merck), Cu(NO3)2. 3H2O (Merck),
Buffer acetat, dan pelarut yang digunakan untuk melarutkan padatan logam
aquabidest.
Peralatan yang dipakai dalam penelitian ini yaitu:
a. Reaktor batch berpengaduk.
b. Peralatan gelas: gelas piala 500 ml, gelas piala 200 ml, gelas piala 100 ml,
termometer, labu ukur 1 l, labu ukur 500 ml, labu ukur 250 ml, labu ukur

53
54

100 ml, pipet ukur, mortar, magnetik stirrer, ayakan, dan pH meter,
termometer, dan Oven.
c. Alat pengujian, alat yang dipakai untuk pengujian karakristik dalam penelitian
ini, yaitu: spektrofotometer X-Ray Fluorescennce (XRF), Brunauer- Emmer-
Teller (BET) dan Atomic Absoption Spectroscopy (AAS).

3.3 Metode Kerja


Penelian ini dilakukan dengan mengacu pada cara kerja yang dilakukan
oleh peneliti sebelumnya [38][166][9].

3.3.1 Persipan Bentonit dan Karakterisasinya


3.3.1.1 Penyaringan dan pemanasan
Penyaringan bentonit dilakukan dengan mengambil Bentonit Aceh
sebanyak 300 g dan dihaluskan dengan mortar atau grinding mill/ball mill, di ayak
dengan ayakan ukuran 200 mesh kemudian dipanaskan pada 105oC selama 2 jam,
lalu disimpan di dalam desikator.

3.3.1.2 Penghilangan Karbonat dalam Bentonit


Bentonit yang telah diayak dan dipanaskan ditebarkan dalam larutan buffer
asetat, pH=4,8. Campuran diaduk selama 5 jam sampai tidak terbentuk gelembung
gas CO2. Campuran dipisahkan selama 10 menit dengan menggunakan
sentrifugal.

3.3.2 Pembuatan Bentonit Interkalasi


Bentonit hasil purifikasi yang telah dihaluskan sebanyak 25 g ditebarkan
dalam 500 ml larutan natrium klorida (NaCl) 1 M. Suspensi diaduk selama 24 jam
dengan pengaduk magnit pada suhu 70oC. Pemisahan campuran dilakukan dengan
cara dekantasi, dan endapan dicuci dengan aquades untuk menghilangkan sisa ion
klorida. Filtrat hasil pencucian endepan diuji dengan larutan AgNO3 1 M sampai
tidak terbentuk endapan putih AgCl. Endapan bentonit yang sudah bebas dari ion
Cl- dikeringkan pada suhu 105oC. Bentonit hasil pengeringan tersebut
55

dikarakterisasi dengan menggunakan alat uji XRF(spektrofotometer X-Ray


Fluorescence). Bentonit ini dinamakan Na-Bentonit (Bentonit interkalasi)

3.3.3 Pembuatan Bentonit Pilarisasi Al

Pembuatan bentonit terpilar-Al dapat dilakukan melalui langkah-langkah


berikut ini.

3.3.3.1 Persiapan Larutan Polikation Al


Larutan polikation Al dibuat dengan menambahkan 660 ml larutan NaOH
0,2 M secara perlahan-lahan ke dalam 300 ml AlCl3 0,1 M. Dengan rasio volume
OH/Al 2,2 sambil diaduk. Selanjutnya larutan diaduk selama 48 jam.

3.3.3.2 Persiapan Suspensi Bentonit


Bentonit sebanyak 3,333 g Na-Bentonit (agar proporsi Al/Bentonit yang
didapat sebanyak 9 mmol/g) dilarutkan ke dalam 166,7 ml. air untuk memperoleh
suspensi 2,0% , kemudian diaduk selama 1 jam.

3.3.3.3 Pilarisasi Bentonit dengan Polikation Al (AlCl3 6H2O (Merck)


Hasil yang diperoleh pada preparasi larutan polikation Al (sub bab 3.3.3.1)
diambil sebanyak 960 ml dan ditambahkan secara bersamaan secara perlahan-
lahan ke dalam suspensi bentonit 2,0% dan diaduk selama 24 jam pada suhu
kamar. Kemudian endapan dicuci dengan aquadest, untuk menghilangkan ion
khlorida dan diuji dengan AgNO3 sampai tidak terbentuk endapan. Endapan
dikeringkan pada suhu 40oC selama 3 hari kemudian dikalsinasi secara bertahap
sampai 600oC selama 3 jam. Suhu dijaga secara bertahap tiap 50 oC. Hasilnya
dikarakterisasi dengan XRF, dan BET.

3.4 Variabel- Variabel Penelitian


Penelitian pendahuluan dimulai persiapan bentonit Aceh dari Blang
Karieng Kecamatan Nisam, kemudian dihancurkan dengan menggunakan griding
mill atau bola mill.
56

Variabel-variabel dalam penelitian ini.


3.4.1 Variabel Tetap Pembuatan Bentoit Interkalasi
- Berat bentonit Aceh : 200 g
- Ukuran bentonit 200 mesh
- Penghilangan air pada suhu 105 0C
- pH buffer asetat 4,8
- Konsentrasi interkalan NaCl 1M
- Suhu Reaktor interkalator 70oC

3.4.2 Variabel Tetap Pembuatan Bentoit Pilarisasi

3.4.2.1 Pembuatan polikaton Al

- Konsentrasi NaOH 0,2 M


- Volume AlCl3 300 ml
- Waktu Pengadukan 3 jam
3.4.2.2 Pembuatan bentonit Pilarisasi
- Konsentrasi Bentonit Intekalasi 2 % (w/w)
- Waktu pengadukan 2 jam
- Suhu Kalsinasi 600oC

Varibel pada penelitian pendahuluan untuk mendapatkan hasil terbaik dan


dijadikan patokan pada penelitian , varibel tersebut yaitu : suhu (30, 40,50,60, 70,
80 oC), dan suhu yang tebaik dijadikan patokan 70oC, waktu adsorpsi (10, 30, 90,
120, 150, 180, 200 menit, waktu mencapai kesetimbangan pada waktu 180 menit.
Variasi pH dilakukan pada pH 4,0 , 5,0 dan 7,0, pH yang terbaik pada pH 6,8.
Kondisi ini dimanfaatkan pada kesetimbangan kimia dan berhubungan dengan
isotherm adsorpsi kinetika adsorpsi dan termodinamika. Kondisi terbaik ini juga
dijadikan landasan pada optimasi.

Optimasi dilakukan terhadap serapan bentonit aceh, bentonit interkalasi,


dan bentonit pilarisasi, variasi dilakukan massa bentonit alam, bentonit interkalasi,
dan bentonit pilarisasi (0,1 – 2,0 g) , waktu adsorpsi (30 – 200 menit) dan
konsentrasi adsorbat Pb2+, Cd2+, dan Cu2+ ( 100 - 500 g), Masing-masing bentonit
57

(bentonit aceh, interkalasi, dan pilarisasi ) untuk maing-masing ion Pb2+, Cd2+,
dan Cu2+ dianalisis menggunakan Box Bhenken Design versi 12, Data percobaan
mengikuti yang disarankan oleh Box Bhenken Design. Tujuannya untuk mendapat
kondisi optimal dari semua variabel bebas, dan variabel respon.

Skema kerja penelitian dan rangkaian peralatan adsorpsi seperti terlihat


pada Gambar 3.1, dan Gambar 3.2.
58

Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Bentonit Interkalasi


59

FTIR
XRD
60

3.4.2.3 Penelitian Adsorpsi


Penelitian adsorpsi dilakukan dengan percobaan secara batch di dalam
reactor berpengaduk dengan kecepatan 100 rpm pada tekanan 1 atm. Besarnya
removal adsorbat (ion Pb2+, Cu 2+
dan Cd2+) dan kapasitas adsorpsi dari adsorben
(bentonit alam, bentonit interkalasi dan pilarisasi) diuji dalam sistem adsorbat-
adsorben dengan kondisi operasi yaitu:

a. Konsentrasi adsorbat: 10 – 2000 mg/l


b. Volume larutan uji adsorpsi: 100 – 200 ml
c. Massa adsorben: 0,5 – 2 g
d. Waktu agitasi (waktu adsorpsi): 5 – 180 menit
e. Temperatur adsorpsi: 303 – 333 K

Untuk setiap percobaan adsorpsi, sampel larutan sebanuyak 2 mL diambil


dengan menggunakan adjustable volume pipette (makropipet volume) pada waktu
adsorpsi yang sesuai. Sebelum pengambilan sampel, pengadukan diberhentikan
sejenak (10 detik) agar adsorbent tidak terikut banyak pada saat pengambilan
sampel. Sample diencerkan dengan menggunakan sebanyak 18 mL dan kemudian
disaring dengan menggunakan vacum filter. Selanjutnya filtrate dianalisa dengan
menggunakan Atomic Absoption Spectroscopy (AAS) untuk mengetahui
konsentrasi adsorbat setelah adsorpsi, dan faktor pengenceran (10 x) dimasukkan
dalam perhitungan untuk mengetahui konsentrasi adsorbat sebenarnya sebelum
pengenceran.
61

BAB IV

KARAKTERISASI MATERIAL

4.1 Karakterisasi Bentonit dengan XRF (X-Ray Flourescence)

4.1.1 Karakterisasi Bentonit Aceh dengan XRF

Untuk mengetahui kandungan bentonit aceh maka perlu dilakukan


karakterisasi dengan XRF, hasil karakterisasi bentonit aceh dengan XRF
equipment menunjunjukkan kurva komposisi bentonit aceh seperti gambar
berikut:

Gambar 4.1 Kurva Karakterisasi XRF Bentonit Aceh Blang Karieng

Komposisi senyawa kimia yang terkandung dalam bentonit aceh


Blang Karieng Aceh Utara yang diperlihatkan dari grafik pada Gambar 4.1
merupakan komposisi Bentonit Aceh untuk lokasi desa Cot Blang Karieng,
kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, bentuk pick merupakan
jenis komponen senyawa atau unsur yang terkandung dalam material yang

61
62

diperiksa. Adapun komposisi yang terkandung dalam lempung Bentonit Aceh Cot
Mambo, seperti dalam Tabel 4.1, dan Tabel 4.2.
Tabel 4.1 Komposisi Senyawa Kimia Bentonit Alam Cot Mambo Aceh Hasil
Karakterisasi XRF
Senyawa MgO Al2O3 SiO2 P2O5 K2O CaO TiO2 V2O5 Cr2O3 MnO BaO
Konsentrasi 0,3 18,2 60,0 0,86 1,70 8,82 2,2 0,34 0,75 4,2 2,5

satuan % % % % % % % % % % %

Tabel 4.2 Komposisi Senyawa Kimia Bentonit Aceh Blang Karieng Aceh Hasil
Karakterisasi XRF
Mg Al Si P K Ca Ti V Cr Mn Ba
Senyawa
- 14,9 34,1 0,54 1,67 6,32 1,61 0,074 0,56 0,39 0,08
Konsentrasi
% % % % % % % % % % %
Satuan

Dari Tabel 4.1, dan Tabel 4.2, hasil karakterisasi XRF terlihat komposisi
bentonit alam lebih dominan ditentukan oleh pasir silika SiO2 = 60 % (Si =34,1
%) , Aluminium oksida Al2O3 = 18,2 % (Al= 14,9 % ), berarti Bentonit Aceh
termasuk baik digunakan untuk adsorben dan termasuk bentonit Al, bukan
bentonit Na (ion Na = 0 %), senyawa-senyawa: Al3+, Si4+ ini memperbesar rogga
pori sering digunakan sebagai agen pemilar, demikian juga Ti4+, P4+, dan Cr4+
sering digunakan sebagai agen pemilar pada proses pilarisasi oleh polikation yaitu
pada interkalasi polikation ke dalam interlayer lempung sehingga terjadi substitusi
kation alami ion Na+, Ca2+, Mg2+, dan Ba2+. Dalam bentonit Aceh (Blang
Karieng, hasil karakterisasi, ion Na+ dan Mg2+ tidak ada, Ba juga sedikit (0,08 %),
Ca2+ yang tinggi yaitu sekitar 6,32 % tetapi konsentrasi ion Ca2+ tidak terlalu
terpengaruh dibandingkan dengan ion Al3+ dan Si4+.

4.1.2 Karakterisasi Bentonit Interkalasi dengan XRF


Komposisi bentonit hasil interkalasi ion Na (Na+) yang dikarakterisasi
XRF seperti ditunjukkan dalam Tabel 4.3 dan Tabel 4.4.

Tabel 4.3 Komposisi Senyawa Kimia Bentonit Alam Cot Mambo Aceh Hasil
Karakterisasi XRF
Senyawa MgO Al2O3 SiO2 P2O5 Na2O CaO TiO2 V2O5 Cr2O3 MnO BaO
Konsentrasi 0,3 18,2 60,2 0,86 12,1 1,52 2,2 0,34 0,77 2,1 1,52

Satuan % % % % % % % % % % %
63

Tabel 4.4 Komposisi Senyawa Kimia Bentonit Aceh Blang Krieng Aceh Hasil
Karakterisasi XRF
Compound Mg Al Si P Na Ca Ti V Cr Mn Ba
Conc - 15,01 33,2 0,50 7,5 0,71 2,11 0,08 0,501 1.502 0,091

Unit % % % % % % % % % % %

Dari Tabel 4.3, dan Tabel 4.4, hasil karakterisasi XRF terlihat komposisi
bentonit interkalasi mengalami perubahan, hal ini menunjukkan interkalasi ion Na
(Na+) dari NaCl telah berhasil. Komposisi kimia yang diperlihatkan dalam Tabel
4.3 dan Tabel 4.4 menunjukkan terjadi interkalasi dan membentuk senyawa Na2O
sebesar 12,1 % atau ion Na (Na+) sebesar 7,5 %.

4.1.3 Karakterisasi Bentonit Pilarisasi dengan XRF


Hasil karakterisasi Bentonit pilarisasi dengan XRF menunjunjukkan
komposisi senyawa kimia yang terkandung dalam bentonit alam terpilar Al3+
seperti pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 berikut ini.

Tabel 4.5 Komposisi Senyawa Kimia Bentonit Aceh Blang Karieng terpilar Al
Hasil Karakterisasi XRF.
Compound MgO Al2O3 SiO2 P2O5 K2O CaO TiO2 V2O5 Cr2O3 MnO BaO
Conc 0,3 26,5 54,2 0,73 1,57 7,07 2,0 0,37 0,82 3,9 2,1

Unit % % % % % % % % % % %

Tabel 4.6 Komposisi Senyawa Kimia Bentonit Aceh Blang Karieng terpilar
Al3+ Hasil Karakterisasi XRF
Compound Mg Al Si P K Ca Ti V Cr Mn Ba
0,07
Conc 0,3 20 34,1 0,54 1,67 6,32 1,61 0,11 0,39 5,4
4
nit % % % % % % % % % % %

Hasil karakterisasi XRF, Komposisi Bentonit Aceh dan Bentonit hasil


pilarisasi, dari Tabel 4.1, Tabel 4.2, 4.3 dan Tabel 4.4,Tabel 4.5 dan Tabel 4.6
hasil karakterisasi XRF, di gabungkan dan di tabelkan seperti pada Tabel 4.7
berikut ini.
64

Tabel 4.7 Komposisi senyawa Kimia Bentonit Aceh dan Bentonit setelah
Pilarisasi dengan agen pemilar AlCl3 Hasil Karakterisasi XRF
Bentonit Aceh Bentonit Interkalasi Ion Na+ Bentonit Pilarisasi Ion Al dengan
(Blang Karieng) dengan interkalator NaCl Agen pemilar AlCl3
% seny % Unsur % % %
Seny % Unsur Senyawa Unsur
(w/w) (w/w)
0,3 Mg 0,3 MgO 0,3 Mg - MgO 0,3 Mg 0,3
MgO
18,2 14, Al2O 18,3 Al 15,01 Al2O3 26,5 Al 20
Al2O3 Al 9 3
60,0 48, SiO2 60,2 Si 33,2 SiO2 54,2 Si 34,1
SiO2 Si 6 0
0,86 0,7 P2O5 0,86 P 0,50 P2O5 0,73 P 0,54
P2O5 P 5
1,70 2,9 Na2 12,1 Na 7,5 K2O 1,57 K 1,67
K2O K 7 O
8,82 13, CaO 1,52 Ca 0,71 CaO 7,07 Ca 6,32
CaO Ca 9
2,2 Ti 3,2 TiO2 2,2 Ti 2,11 TiO2 2,0 Ti 1,61
TiO2
0,34 0,4 V2O5 0,34 V 0,08 V2O5 0,37 V 0,074
V2O5 V 6
0,75 1,3 Cr2O 0,77 Cr 0,50 Cr2O3 0,82 Cr 0,11
Cr2O3 Cr
3
4,2 Mn 8,3 MnO 2,1 Mn 1,50 MnO 3,9 Mn 0,39
MnO
- Zr - BaO 1,52 Ba 0,091 ZrO2 0,4 Zr -
ZrO2
- Fe - Fe2O3 - Fe -
Fe2O3
- Cu - CuO - Cu -
CuO
- Zn - ZnO - Zn -
ZnO
- Sr - SrO - Sr -
SrO
2,5 Ba - BaO 2,1 Ba 0,08
BaO

Dari hasil karakterisasi XRF kandungan Al2O3 dalam bentonit dalam


bentonit Aceh sebesar 18,2% dapat ditingkatkan menjadi 26,5%, atau kandungan
ion Al3+ dalam bentonit alam sebesar 14,9 % berhasil ditingkatkan menjadi 20 %
Pilarisasi menunjukkan dengan agen pemilar AlCl3 berhasil menaikkan
kandungan Al2O3 8,3% atau ion Al3+ sebesar 5,1 % sehingga dapat memperbesar
rongga pori bentonit dan dapat memperbesar volume pori atau jarak inter layer.
Dengan demikian dapat memperbesar kemampuan serap adsorben bentonit.
Dari Tabel 4.7 di atas memperlihatkan bahwa interkalasi berupa Na2O
sebesar 12,1% atau ion Na+ sebesar 7,5% hal ini menyebabkan terjadi peningkatan
kapasitas penyerapan baik untuk ion Pb2+, Cu2+ dan Cd2+.
Pada proses pilarisasi ion Na berhasil digantikan oleh ion Al 3+ yang
berasal dari agen pemilar AlCl3 sehingga dengan masuknya ion Al yang
muatannya lebih besar dari ion Na+ dapat menyebabkan pembesaran rongga
65

pori dan meningkatnya jarak interlayer hal ini menyebabkan terjadi peningkatan
kapasitas penyerapan ion logam berat: Pb2+, Cu2+ dan Cd2+.

4.2 Karakterisasi BET (Brunauer-Emmer-Teller)

4.2.1 Karakterisasi BET Bentonit Aceh

Hasil Anlisisis BET: Surface Area, Pore Volume , dan


Pore Diameter Bentonit Aceh:

Average pore Diameter = 1.01340e+01 nm


Surface Area = 16.390 m²/g
Pore Volume = 0.087
cc/g Pore Diameter Dv(d) =
4.660 nm

4.2.2 Karakterisasi BET Bentonit Interkalasi

Hasil Anlisisis BET: Surface Area, Pore Volume, dan


Pore Diameter Bentonit interkalasi Aceh

Surface Area = 21.630 m²/g


Pore Volume = 0.159 cc/g
Pore Diameter Dv(d) = 4.791 nm

4.2.3 Karakterisasi Bentonit Pilarisasi

Hasil Anlisisis BET: Surface Area, Pore Volume, dan Pore


Diameter Bentonit pilarisasi Aceh

Surface Area = 68.973 m²/g


Pore Volume = 7.255 cc/g
Micropore area = 17.065 m²/g
External surface area = 51.908
m²/g

Dari data yang diperlihatkan oleh hasil analisis BET menunjukkan terjadinya
peningkatan luas permukaan, volume pori, luas mikro pori dan luas permukaan dari
66

bentonit aceh ke bentonit interkalasi dari bentonit interkalasi ke bentonit pilarisasi


hal ini juga meningkatkan kapasitas penyerapan dari bentonit alam ke bentonit
interkalasi dan pilarisasi.
Kapasitas serapan yang dihasilkan: bentonit Pilarisasi> bentonit interkalasi
> bentonit aceh. Terjadinya peningkatan luas permukaan dan volume pori karena
komponen pengotorair dan karbonat telah dihilangkan. Pada saat interkalasi ion
Na dari interkalan NaCl menggantikan ion Ca2+, Mn2+ dan Mg2+ karena ion-ion
logam tersebut lebih kuat terikat pada bentonit dan bentonit tidak mampu
mengembang sehingga kurang mampu menyerap. Masuknya ion Na+ dapat
meningkatkan luas permukaan dan volume pori. Pada proses pilarisasi ion Na + di
gantikan oleh Al3+. Terjadi reaksi hidrolisis pembentukan spesi-spesi Al sehingga
membentuk polikation Al yang bermuatan muatan besar:
Tahap-tahap reaksi pembentukan polikation sebagai berikut:

Al3+ + H2O → Al(OH)2+ + H+ K1,1 = 10-5,02


Al3+ + 2H2O → Al2(OH) 2+ + 2H+ K1,2 = 10-8,71
2Al3+ + 2H2O → Al2(OH) 24+ + 2H+ K2,2 = 10-6,27
3Al3+ + 28 H2O → [Al13O4(OH)24]7+ + 32 H+ K13,24 = 10-97,6

Masuknya polikation Al [Al13O4(OH)24]7 yang muatan lebih besar dapat


meningkatkan volume pori dan luas permukaan seperti diperlihatkan pada analisis
BET.
Di samping itu terjadi reaksi yang membentuk neto muatan negatif yang
dapat mengikat ion logam berat.
67

BAB V

KESETIMBANGAN ADSORPSI

5.1 Kesetimbangan, dan Studi Pemodelan Adsorpsi Logam Berat


Pada adsorpsi batch, Faktor penting yang mempengaruhi adsorpsi di
antaranya: adsorben mempunyai luas permukaan efektif yang besar, memiliki
sejumlah besar jaringan pori-pori yg menuju ke dalam adsorben, memiliki
sejumlah besar jaringan pori-pori yg menuju ke dalam adsorben, mempunyai pori
dan saluran yang cukup terbuka, sehingga memungkinkan molekul lain untuk
masuk melalui proses adsorpsi [143]
Untuk berlangsungnya proses adsorpsi tidak hanya pada permukaan pori
dalam adsorben dan dapat berlangsung adsorpsi dengan baik, maka logam dalam
cairan mengalami proses seri, yaitu: perpindahan massa adsorbat dari larutan ke
permukaan adsorben, difusi melalui pori dari permukaan adsorben ke dalam
adsorben, perpindahan massa logam dari cairan dalam pori ke dinding pori
adsorben, adsorpsi logam pada dinding pori adsorben.
Pada adsorpsi sistem batch, jumlah ion logam yang terjerap dalam
adsorben selama waktu t dapat dinyatakan dengan rumus:

(C0 Ct )
q 
V
t
m ..................................................................(5.1)

Dimana: qt = jumlah logam yang terjerap pada waktu t


(mg/g) C0 = Konsentrasi adsorbat mula-mula, mg/l
Ct = Konsentrasi adsorbat pada waktu t, mg/l
m = massa (g)
V = Volume pelarut, ml, l

Kontak yang efisien antara adsorben dan adsorbat untuk jangka waktu
yang diinginkan dalam percobaan batch sangat penting dalam suatu proses
67
68

adsorpsi. Hal ini bermaksud untuk mempercepat tercapainya kesetimbangan


antara adsorbat dalam larutan dengan adsorbat di permukaan dan di dalam pori
adsorben. Hal-hal yang sering mempengaruhi dan menjadi faktor kunci untuk
waktu pencapaian kesetimbangan anatara lain: ukuran partikel, pH, konsentrasi
dan agitasi.
Dalam industri, adsorben yang digunakan biasanya diregenerasi untuk
digunakan lebih lanjut atau dibuang. tergantung pada biaya yang dibutuhkan.
Kedua adsorpsi isoterm dan pemodelan kinetika biasanya diterapkan dalam
diskusi studi adsorpsi batch.

Untuk mendapat kondisi operasi yang optimal pada proses adsorpsi


menggunakan Bentonit Aceh, dan bentonit alam termodifikasi dengan interkalasi
ion Na dari NaCl dan pilarisasi dengan senyawa agen pemilar AlCl3 dalam
rangka meningkakan kualitas bentonit alam menjadi bentonit yang lebih
berkualitas. Kajian terhadap kesetimbangan adsorpsi sangat penting untuk
merancang kinerja adsorber yang efektif jika operasi dilakukan dalam skala
besar. Prosedur untuk menyelesaikan data kesetimbangan dilakukan dengan
menggunakan cara matematika menggunakan model isotrm adsorpsi. Dari hasil
eksperimen dapat diketahui berbagai tatapan adsorpsi yang menggambarkan
tentang kapasitas adsorpsi.

5.2 Pengaruh Waktu Adsorpsi Terhadap Serapan Ion Pb2+

Pengaruh waktu kontak terhadap kapasitas serapan ion Pb2+, Cu2+, dan
Cd2+ dari percobaan pendahuluan diperoleh waktu kesetimbangan dicapai pada
waktu 180 menit. Dan waktu ini dijadikan te, pada qe sedangkan pH
kesetimbangan dicapai pada pH 6,8

5.3 Isoterm Adsorpsi Bentonit Aceh


5.3.1 Isoterm Langmuir Ion Pb2+

qmax K L Ce
qe 
1  K C
L e ..................................................................... (5.2)
69

Gambar 5.1 Hubungan 1 1 pada isoterm Langmuir


antara vs
Ce qe
Tabel 5.1 Isoterm Adsorpsi Langmuir ion Pb2+
Co Pb
Ce(mg/l) V (l) qe 1/qe 1/Ce
(mg/l)
1100 249,12 0,1 85,088 0,01175254 0,00401413
1107,01 249,12 0,1 85,789 0,01165 0,004014
1200 320,17 0,1 87,983 0,01136583 0,00312334
1228,31 320,17 0,1 90,814 0,01101 0,003123
1300 335,53 0,1 96,447 0,01036839 0,00298036
1400 361,84 0,1 103,816 0,00963243 0,00276365
1500 596,5 0,1 90,35 0,01106807 0,00167645
1537,28 335,53 0,1 120,175 0,0083 0,002980
1750 361,84 0,1 138,816 0,00720 0,002763
1964,91 596,5 0,1 136,841 0,007308 0,001676
2000 630,14 0,1 136,986 0,0073 0,0017

Dari data pada Tabel 5.1 di atas dapat dibuat Gambar 5.2.
70

1/qe = {1/(KL qmax}1/Ce +1/qmax


0,016

0,014
R² = 0,8874
0,012

0,01
y = 2,1907x + 0,0023
1/qe

0,008

0,006

0,004

0,002

0
0 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006
1/ce

Gambar 5.2 Hubungan 1/Ce dan 1/qe untuk isoterm Langmuir.

Dari Gambar 5.4 di atas: intercept sama dengan 1/qm dan slope
1
, sehingga:
K L qmax

1
qmax  0,0023
qmax  434,783 mg adsorben
adsorbat/g
1
 2,1907
KL qmax
1
 2,1907,
434,783 KL
KL  0,00105

Jika Co maximum = 2000 mg/l, maka:

RL  1
....................................................................................(5.3)
1  KL Co

RL  1
 0,323
1  (0,00105)(2000)
71

Jika Co minimum (Co = 1100 mg/l) , maka RL = 0,565

Jadi nilai: RL = 0,45 - 0,56 = 0 < RL< 1 (Favorable)

5.3.2 Isoterm Adsorpsi Freundlich

qe  Kf C 1/n
e ……………………………………………..... (5.4)
1
 og Ce
log qe  log Kf n
……………………………….. (5.5)
Tabel 5.2 Data dan Hasil Pengolahan Data Isoterm Adsorpsi Freunlich
ion Pb(II)
C0 Pb (II),ppm Ce qe (mg/g) Log Ce log qe
1000 100,01 33,432 2,000043 1,524162
1100 50,021 24,713 1,699152 1,392925
1200 33,3333 21 1,522878 1,324529
1250 320,17 36,435 2,505381 1,561519
1300 25,1121 13,323 1,399883 1,124602
1400 16,6667 11,454 1,22185 1,058957
1500 14,286 8,651 1,154911 0,937066
1560 12,3457 8,1234 1,091516 0,909738
1750 9,073 8,84173 0,957751 0,946537
1900 8,333 6,9354 0,920801 0,841072
2000 8,212 7,452 0,914449 0,872273

Dari data pada Tabel 5.2 dapat digambarkan grafik isotherm adsorpsi
Freundlich seperti pada Gambar 5.3.

log qe log Kf + 1/n log Ce


1,8
1,6
1,4
1,2
Log qe

1 y = 0,5085x + 0,4244
0,8
R² = 0,907
0,6 log qe
0,4
0,2
0
00,51 1,5 2 2,5 3
Log Ce

Gambar 5.3 Grafik isoterm adsorpsi Freundlich


72

log K f
 0,8398
Kf  0,8398
10
Kf
6,92

Nilai konstanta Freundlich Kf = 6,92 >> nilai konstanta Langmuir

Kf = 6,92 sedangkan nilai KL = 0,001505

Nilai Korelasi Freundlich R2 = 0,91 sedangkan nilai korelasi Langmuir

R2 = 0,89. Isoterm adsorpsi dikendalikan oleh isotrm adsorpsi Freundlich dengan

korelasi 91%.

5.3.3 Termodinamika Adsorpsi

Termodinamika untuk adsopsi ion Pb2+ dengan Bentonit Aceh dan bentonit
hasil pilarisasi dari Bentonit Aceh, dengan persamaan di bawah ini:
 ΔH 
KL  KO exp 
 RT  …………………………………………… (5.6)

ln K  ln  ΔH ……………………...………………….. (5.7)
K 1 .
L o
R T

Persamaan ini di plot 1/T vs ln KL seperti Gambar 5.5.

Gambar 5.4 Pengaruh suhu terhadap Konstanta Langmuir (KL) untuk


mendapatkan nilai perubahan entalpi adsorpsi
73

Tabel 5.3 Hubungan suhu dan Konstanta Isoterm Langmuir

T (K) KL 1/T Ln KL
303 0,0015 0,0033 -6,52323
318 0,00266 0,003145 -5,94852
333 0,0038 0,003003 -5,5907

Dari Tabel 5.3 dapat dibuat kurva hubungan 1/T vs Ln KL seperti Gambar
5.6 untuk parameter persamaan Van’t Hoff (Ko) dan perubahan Entalpi adsorpsi
(∆H ).

1/T
-5,4
0,00295 0,003 0,00305 0,0031 0,00315 0,0032 0,00325 0,0033 0,00335

-5,6

-5,8
Ln KL

-6 Ln KL

-6,2

y = -3145,5x + 3,8854
-6,4 R² = 0,9888

-6,6
Gambar 5.5 Pengaruh suhu terhadap Konstanta Langmuir (KL) untuk
mendapatkan nilai perubahan entalpi adsorpsi
ΔH 1
Dari persamaan ln  ln  . , maka berdasarkan Gambar 5.6,
K K
L o
R T
diperoleh:
Ln Ko = 3,8854
2,3 log Ko = 3,8854
Log Ko = 1,6893
Ko = 48,899
74

 ΔH
R = - 3145,5
Δ H = ( 3145,5)(R)

Δ H = (3145,5)(8314,34) = 26152756,47 J/kgmol .K

Δ H =26152, 756 kj/kg mol K

Termodinamika untuk pemindahan ion Pb(II) dengan adsorbent bentonit


diselidiki dalam kisaran temperatur tertentu, dalam penelitian ini kisaran
temperatur antara 30oC–60oC (303K–333K), dan pengaruh suhu terhadap
kapasitas adsorpsi. Parameter termodinamika: perubahan energi bebas (∆G),
perubahan entalpi (∆H), dan perubahan entropi (∆S) dapat ditentukan dengan
persamaan berikut:

Ln KD  ΔS Δ 
  R  ................................................... (5.8)
  HT
R   
Ln K 1 ΔS ΔH .................................................... (5.9)
  .
D
R R T
C
K  e
D ........................................................................... (5.10)
qe
ΔG  RT Ln KD.......................................................................................................... (5.11)
1
Dari persamaan di atas dapat dibuat kurva dengan plot versus Ln KD seperti
T
pada Gambar 5.7, sehingga diperoleh nilai ΔH , dan ΔS
. Nilai KD

Ln K D S  H . 1
RR T

Ln KD

1
T
1
Gambar 5.7 Hubungan antara vs Ln KD
T
75

Berdasarkan data adsorpsi pada suhu 30oC (303 K), 45oC (318K),60oC
(333K), maka dapat disusun seperti Tabel 5.6.

Tabel 5.4 Hubungan antara 1/T vs Ln KD

T(K) 1/T Ce (mg/l) qe(mg/g) KD Ln KD

303 0,003300 129,4494 55,62884 2,327019 0,844588

318 0,003145 249,1151 85,78276 2,904023 1,066097

333 0,003003 320,1843 90,80296 2,606754 1,260205

Dari data pada Tabel 5.6 dapat digambarkan grafik seperti pada
Gambar 5.8.

1,4 Ln K D 
ΔS ΔH 1
 .
R R T
1,2

0,8
Ln KD

y = -1399,8x + 5,4655
0,6 R² = 0,9998 Ln KD
0,4

0,2

0
0,00295 0,003 0,003050,00310,003150,00320,003250,00330,00335
1/T

1
Gambar 5.8 Hubungan antara vs Ln KD
T

Berdasarkan persamaan (5.8) dan Gambar.


 ΔS
Ln K  Δ 
 D    RHT

R
   
ΔS
= 5,4505
R
76

ΔS = 45,4006 Kj/K

ΔG = - R T Ln KD

ΔG = (-8,31434 kj/kg mol) (333 K) (1,260205)

ΔG = - 3.489,0984 Kj/kg mol

Dari uraian di atas bahwa total energi pada proses adsorpsi yang
berlangsung pada kisaran suhu dari 303K sampai 333K dibutuhkan sebesar
26152, 756 kj/kg mol K berupa panas yang diperlukan pembentukan polikatian
Al, dan penguraian energi yang dibutuhkan untuk penguraian senyawa Karbonat
sebesar 3.489,0984 Kj/kg mol.
77

BAB VI

KINETIKA ADSORPSI

6.1 Model Lagergren (Model Kinetka Order 1 Semu)


Model Lagergren dikenal sebagai model kinetika order pertama semu.
merupakan model kinetik sederhana yang banyak digunakan dalam kinetika
adsorpsi [158].

dq q  qt ...................................(6.1)
dt  k1 e
Dimana:
qe = kapasitas adsorpsi pada keadaan kesetimbangan
k1 = konstanta laju adsorpsi order psido pertama
Pada t = 0. qt = 0. dan pada t = t. qt = qt. persamaan (6-1) dapat diintegralkan
sebagai berikut:
ln (qe - qt) = ln qe - k1 t...................................(6.2)

Jika dilakukan plot ln (qe - qt) = vs t maka akan diperoleh nilai k1 dan

Tabel 6.1 Hubungan Waktu adsorpsi (menit) terhadap ln (qe-qt)


qe
t (menit) Co,ppm) Ce(ppm) Ct (ppm) qt(mg/g) qe-qt Ln(qe-qt)
(mg/g)
10 907,255 577,821 783,9423 329,434 123,3127 206,1213 5,328465
20 907,255 591,132 806,345 316,123 100,91 215,213 5,371628
30 907,255 611,231 777,4372 296,024 129,8178 166,2062 5,113229
40 907,255 619,4041 787,955 287,8509 119,3 168,5509 5,127238
50 907,255 667,0094 834,887 240,2456 72,368 167,8776 5,123235
60 907,255 703,9383 840,149 203,3167 67,106 136,2107 4,914203
70 907,255 715,3703 843,221 191,8847 64,034 127,8507 4,850863
80 907,255 774,7253 857,431 132,5297 49,824 82,7057 4,415289

Dari Tabel 6.1 hubungan waktu kontak (menit) dan ln (qe-qt) dapat
dgambarkan Kurva Model Kinetika Order Satu seperti Gambar 6.1 seperti di
bawah ini.

77
78

Ln(qe-qt) = ln qe - k1 t
6

4 y = -0,0114x + 5,5447
R² = 0,838
Ln (qe-qt)

3
Ln(qe-qt)
2

0
0 20 40 60 80 100
t (menit)

Gambar 6.1 Kurva Model Kinetka Order Satu semu

Dari persamaan (6.2):

Slope = -k = -0,0114 , k = 0,0114

Intersept = ln qe = 5,5447
qe = 232,861 mg/g

6.2 Model Kinetik Order Kedua semu


Ho dan McKay memperkenalkan model Order Kedua Semu atas dasar
kapasitas adsorpsi dari fase padat [159]. Model kinetik order kedua semu
menyatakan chemisorption mirip dengan Model Lagergren atau model kinetik
order pertama semu. model ini memperhitungkan semua langkah adsorpsi
termasuk difusi Film eksternal. difusi intraparticle dan adsorpsi. Model ini ditulis
sebagai:

dq q 2q ....................................................(6.3)
dt  k2
e  t

Dimana k2 = konstanta laju adsorpsi order kedua semu.


79

Pada t = 0. q = 0. dan t = t. q = qt . integrasi persamaan (6.3) mendapatkan


persamaan:

1 1
 k t .............................................(6.4)
qe q qe  2
Bentuk linier dari persamaan (6.4) ditunjukkan sebagai berikut:

t t 1
q  qe  2 ................................................. (6.5)
k 2 qe
Model orde kedua semu memungkinkan penentuan kapasitas adsorpsi.
konstanta kecepatan orde kedua semu. dan laju adsorpsi awal tanpa pengetahuan
sebelumnya dari parameter eksperimental.

Tabel 6.2 Hubungan t dan t/qt untuk Model kinetika order dua semu
t (mnt) Co (ppm) Ce(ppm) Ct (ppm) qe (mg/g) qt (mg/g) t/qt
10 907,255 774,7253 857,431 132,5297 49,824 0,200706
20 907,255 715,3703 843,221 191,8847 64,034 0,312334
30 907,255 703,9383 840,149 203,3167 67,106 0,447054
40 907,255 667,0094 834,887 240,2456 72,368 0,55273
50 907,255 619,4041 810,337 287,8509 96,918 0,5159
60 907,255 611,231 800,303 296,024 106,952 0,560999
70 907,255 591,132 790,1295 316,123 117,1255 0,59765
80 907,255 577,821 786,824 329,434 120,431 0,664281

Dari data pada Tabel 6.2 dapat dibuat kurva seperti pada Gambar 6.3 di
bawah ini.

0,8 t  t 1
 q 2
qq k
0,7 e 2e

0,6
0,5
t/qt

0,4 y = 0,0059x + 0,2149


R² = 0,8768
0,3 t/qt
0,2
0,1
0
0 20 40 60 80 100
t (menit)

Gambar 6.2 Hubungan antara waktu adsorpsi (t) dan t/qt untuk model
kinetika order 2 semu
80

Dari Gambar 6.2 untuk kinetika order dua semu:

Slope = 1/qe = 0,0059


qe = 169,492 mg/g
Intersept = 1/k2 q e2 = 0,2149
1/k2 = 0,2149 (169,492)2
1/k2 = 6.173,5479
k2 = 0,000162

Menurut Levenspiel (1999), waktu reaksi dapat juga dihitung dengan


menggunakan rumus sebagai berikut ini [167][168].

F1n  1 1n
tF  ....................................................... (6.6)
k n  1
CA

Log F1n  1
1n
Log tF   Log CA ....................................(6.7)
k n 
1

Log t F CA /CAo 1n  1


  1 nLog CA...................(6.8)
Log k n 

1

Dimana:
F = nilai fraksional CA/CAo dalam waktu tF
n = order reaksi
k = konstanta laju reksi
CAo = konsentrasi rektan /adsorbat mula-mula
CA = konsentrasi reaktan pada waktu t

Parameter kinetik adsorpsi ditentukan dengan memplot: Log CA Versus


Log tF [167][168].

6.3 Model Difusi Intrapartikel

Model ini dijelaskan dengan persamaan:


81

Rt  k (t)a
id
..........................................................................(6.9)
Ln Rt = Ln kid + n Ln t......................................................(6.10)

Dimana Rt yaitu prosentase jumlah logam yang terjerap, dapat dijelaskan


dalam rumus berikut.

(Co  Ct
Rt (%) 
) (100)
..................................................(6.11)
Co

Jika di plot ln Rt vs ln(t), maka akan diperoleh nilai kid dan a. Model yang
sesuai dengan data percobaan dinyatakan dengan ralat relatif yang paling kecil [143].
Hubungan Co dan Rt, t dan Ln Rt seperti pada Tabel 6.3 dan Tabel 6.4. Gambar
hubungan ln t vs Ln Rt diperlihatkan pada Gambar 6.3.
Tabel 6.3 Hubungan Ln t dan Rt
t (menit) Co, mg/l Ce (mg/l) Ct(mg/l) Ln t Ln Rt
5 907,255 774,7253 857,431 1,609438 5,491731
10 907,255 715,3703 843,221 2,302585 7,057994
15 907,255 703,9383 840,149 2,70805 7,396597
20 907,255 667,0094 834,887 2,995732 7,976589
25 907,255 619,4041 787,955 3,218876 13,14956
30 907,255 611,231 777,437 3,401197 14,30888
35 907,255 591,132 806,345 3,555348 11,12256
40 907,255 577,821 783,982 3,688879 13,58747

16
14 y = 4,218x - 2,3684
12 R² = 0,7472
10
Ln Rt

8
6
4
2
0
00,511,5 2 2,5 3 3,5 4
Ln t

Gambar 6.3 Hubungan Ln t dan Rt untuk Difusi Intra Partikel


82

Dari persamaan (6.10) :

Ln Rt = Ln kid + n Ln t

Ln kid = -2,3684

Kid = 0,0935

n = 4,218

Dari Gambar 6.3 menunjukkan terjkadi difusi intrapartikel secara


signifikan (R2 = 0,75)

6.4 Model Elovick

Model ini dijelaskan dengan persamaan :

qt  1 1
 Ln ()  Ln(t) …………………………………….(6.12)

Tabel 6.4 Hubungan Ln t dan qt Model Elovick


t (menit) Co (mg/l) Ce(mg/l) Ct (mg/l) Ln t qt (mg/g)
10 907,255 774,725 857,431 2,302585 49,824
20 907,255 715,37 843,221 2,995732 64,034
30 907,255 703,938 840,149 3,401197 67,106
40 907,255 667,009 834,887 3,688879 72,368
50 907,255 619,404 787,96 3,912023 119,295
60 907,255 611,231 777,417 4,094345 129,838
70 907,255 591,132 806,345 4,248495 100,91
80 907,255 577,82 783,982 4,382027 123,273
83

140

120 y = 38,27x - 48,019


R² = 0,7471
100
qt , mg/g

80

60 qt
40

20

0
0 1 2 3 4 5
Ln t

Gambar 6.4 Hubungan Ln t dan qt untuk Model Elovick

Dari Gambar 6.4 menjelaskan berdasarkan model Elovick terjadi adsorpsi


secara kimia(chemosorption) dengan R2 = 0,75
84

BAB VII
OPTIMASI ADSORPSI

7.1 Bentonit Aceh


Penelitian ini menggunakan sampel bentonit yang diambil dari Desa
Blang Karing Kecamatan Nisam. Kabupaten Aceh Utara Propinsi Aceh.
Preparasi bentonit, melalui tahap penghalusan, pemanasan, dan
pemisahan pengotor kemudian dilakukan pengujian daya serap terhadap ion
Pb2+ dan Cd2+ dan Cu2+.

7.1.1 Data dan Hasil Pengolahan Data untuk Serapan Ion Pb2+ dengan
Menggunakan Bentonit Aceh

Dengan mengunakan adsorban bentonit aceh hasil preparasi yang diambil


dari Blang Karieng, Kecamatan Nisam Aceh Utara. kemudian dilakukan
pengujian daya serap terhadap ion logam berat Pb2+, dan Cd2+, dan Cu2+. Data
hasil eksperimen serapan ion Pb2+ dengan bentonit aceh seperti ditunjukkan
dalam Tabel 7.1.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Design Expert Sofwere
(versi 12.0.7.0) yaitu suatu kumpulan dari teknik–teknik statistika dan matematika
yang berguna untuk design eksperimen, kecocokan model serta menentukan
kondisi operasi optimum untuk respon yang sudah ditentukan. Design Expert
Sofwere menggunakan beberapa metode yang dapat menentukan kondisi optimal
dari suatu respon.
Dalam penelitian ini menggunakan Metode Box Bhenken untuk
mengoptimasi dan melihat pengaruh adsorban bentonit alam, waktu adsorpsi,
konsentrasi adsorbat Ion Pb terhadap serapan ion Pb 2+. Di samping itu, menguji
peningkatan kemampuan serapan dari bentonit alam sebelum modifikasi dan
sesudah modifikasi yaitu interkalasi ion Na+ (IB), dan pilarisasi dengan agen
pemilar AlCl3 (PB).

84
85

Berdasarkan Design Expert softwere menggunakan metode Box Bhenken


menghasilkan design percobaan dengan 17 Run eksperimen untuk tiga varibel
respon, dengan adanya pada titik pusat (center point) sebanyak 5 run.
Pengulangan tersebut berguna untuk menghitung kesalahan murni dari sum of
squares.
Data Hasil Penelitian Serapan Ion Pb2+ dengan Bentonit Alam pada
Berbagai Waktu adsorpsi. dan Konsentrasi Adsorbat diperlihatkan pada Tabel
7.1.

Tabel 7.1 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Pb2+ dengan Bentonit Alam
pada Berbagai Waktu Kontak dan Konsentrasi Adsorbat Ion Pb2+
Serapan Serapan
Bentonit Waktu Konsentrasi Serapan (Y1) (Y2) (Y3)
Run
Aceh (g) (menit) Ion Pb2+ (mg/l) Ion Pb2+ (mg/l) Ion Pb2+ Ion Pb2+
(mg/l) (mg/l)
1 1,25 17,50 55,00 3,94 7,21 9,323
2 0,50 17,50 10,00 1,12 2,23 3,320
3 2,00 5,00 55,00 4,33 6,34 6,230
4 1,25 5,00 100,00 3,05 5,58 6,011
5 1,25 17,50 55,00 3,94 7,21 9,323
6 0,50 5,00 55,00 1,08 2,11 2,570
7 1,25 30,00 100,00 5,22 6,71 8,310
8 1,25 5,00 10,00 1,92 2,75 3,211
9 2,00 30,00 55,00 7,42 8,55 9,271
10 1,25 30,00 10,00 3,30 4,41 5,81
11 0,50 30,00 55,00 1,85 4,21 5,751
12 1,25 17,50 55,00 3,94 5,51 6,671
13 1,25 17,50 55,00 3,94 4,95 5,984
14 2,00 17,00 100,00 7,11 8,11 9,256
15 1,25 17,50 55,00 3,94 4,81 5,934
16 0,50 17,50 100,00 1,78 2,78 3,934
17 2,00 17,50 10,00 4,49 5,21 6,051
Keterangan : Y1 serapan untuk bentonit alam, Y2 serapan untuk bentonit
Interkalasi, Y3 serapan untuk bentonit pilarisasi

Dari Tabel 7.1 di atas konsentrasi ion Pb 2+ yang diserap oleh bentonit
alam dipengaruhi oleh massa bentonit. waktu adsorpsi. dan konsentrasi
adsorbat. Konsentrasi ion Pb2+ yang terserap maksimum 7,42 mg/l, dicapai pada
Run 17, waktu kontak 30 menit, jumlah adsorben bentonit aceh yang digunakan
86

sebanyak 2 g, adsorbat Pb2+ yang digunakan 55 mg/l. Jumlah adsorbat Pb2+ yang
terserap kendalinya lebih ditentukan adsorben kemudian baru konsentrasi adsorbat
ion Pb2+ dan waktu adsorpsi. Perbedaan konsentrasi juga berpengaruh pada
driving force sedangkan kecepatan pengaduk dan waktu kontak berpengaruh pada
difusivitas dan laju perpindahan massa.

Faktor-faktor lain yang juga ikut berpengaruh pada penyerapan ini yang
disebab oleh difusi longitudinal. dan difusi termal yang disebabkan oleh
pengadukan yang sangat cepat dan panas yang ditimbulkan oleh sebab efek dari
pengadukan tersebut. Faktor-faktor dianggap terlalu kecil sehingga dapat
diabaikan.

7.1.2 Ringkasan Model Statistik Untuk Serapan Ion Pb 2+ dengan Bentonit


Aceh

Model Statistik yang sesuai yang disaran oleh Design Expert seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 7.2. adalah model statistik yang dihasilkan oleh Disain
Box Behnken. Pemilihannya sesuai dengan di sarankan dengan nilai R2 yang lebih
tinggi.

Model Summary Statistik dari Disign Expert untuk serapan ion Pb2+
dengan bentonit alam seperti Tabel 7.2 di bawah ini.

Tabel 7.2 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Pb2+ dengan Adsorben
Bentonit Aceh
Respon Sumber Standar deviasi R-kuadrat (R2 ) Adj-R2 R2 prediksi
Serapan Ion Linier 0,50 0,9400 0,9261 0,8810
Pb2+ (mg/l) 2 FI 0,27 0,9860 0,9776 0,9558
Quadratik 0,054 0,9996 0,9991 0.9939

Dari Tabel 7.2 Model yang disarankan adalah adalah Model Kuadratik
yang menunjukkan nilai R2 mendekati 1 (R2 = 0,9996). yaitu Adj-R2 yaitu
0.9939. Model ini sangat tepat karena menunjukkan R2 mendekati 1 sehingga nilai
korelasinya sangat cocok dan menunjukkan hampir sama antara nilai aktual
87

dengan prediksi.Sedangkan model nilai yang lain lebih besar penyimpangan


seperti ditunjukkan dalam Tabel 7.2 di atas.
Model Matematika secara aktual yang diperoleh untuk memprediksi nilai
serapan Ion Pb2+ pada proses adsorpsi ion Pb2+ dengan menggunakan bentonit
alam adalah sebagai berikut:

Y1 = 3,94 + 2,19 X1 + 0,93 X2 + 0,79 X3 – 0,00875X 12 – 0,26 X 22 –


0,31X32 + 0.58 X 1 X 2 + 0,49 X 1X 3 +0,20 X 2 X.......................(7.1)
3

Persamaan tersebut di atas berdasarkan faktor aktual dari masing-masing


variabel yaitu X1 = massa Bentonit Alam (g), X 2 = Waktu adsorpsi (menit), X3 =
Konsentrasi ion Pb2+ (mg/l). X1X2 = interaksi dari kedua variabel X1 dan X2
demikian juga X1X3 dan X2X3 adalah pengaruh interaksi dari kedua variabel
tersebut. Variabel-variabel yang yang menyusun persamaan tersebut memberi
pengaruh positif terhadap serapan ion Pb2+.
Hubungan antara hasil eksperimen dan hasil prediksi serapan ion Pb2+
dengan menggunakan bentonit aceh seperti diperlihatkan pada Gambar 7.1.

Gambar 7.1 Hubungan Antara Nilai Hasil Penelitian (aktual) dan NilaiPrediksi
Serapan Ion Pb(II) dengan Menggunakan bentonit Aceh
88

Dari Gambar 7.1 menunjukkan nilai prediksi berdasarkan persamaan


yang diusulkan (persamaan 7.1) oleh Design expert), tipe response surface, Box-
Behnken Design, keakuratannya sangat tinggi dan penyimpangannya sangat kecil.
Hal ini terlihat dari distribusi titik tersebar di atas garis prediksi dengan R2 = 0,99.

7.1.3 Analisa Varian untuk Serapan Ion Pb2+ Menggunakan Bentoni Aceh
Berdasarkan Design Box Bhenken perhitungan ANOVA menunjukkan
pengaruh individul secara linier dan kuadratik dari masing-masing variabel dan
pengaruh interaksi dari masing-masing variabel tersebut serta kekeliruan dari
ekspereimen. Nilai F hitung atau F-Value dibandingkan dengan nilai F Tabel atau
P-Value Pro>F nilai dari design expert itu sendiri untuk tingkat kepercayaan
(degree of confidence) 95 %.
Analisa varian untuk pengaruh bentonit(g), waktu adsorpsi dan
konsentrasi adsorbat ion Pb2+ terhadap serapan ion Pb2+ pada pH 6,8 seperti pada
Tabel 7.3.

Tabel 7.3 Anova Data Hasil Penelitian Pengaruh Massa Bentonit Alam,
Waktu adsorpsi dan konsentrasi Ion Pb2+ pada Adsorpsi
Ion Pengadukan dan konsentrasi Ion Pb2+ pada Adsorpsi Ion Pb2+
Sumber JK DK KT Nilai F Prob>F Karakteristik
Model 53.43 9 5.94 2034.58 < 0.0001 Signifikan
A - Bentonit 38.37 1 38.37 13149.65 < 0.0001 Signifikan
Aceh (g)
B- Waktu 6.86 1 6.86 2352.24 < 0.0001 Signifikan
Adsorpsi (menit)
C - Konsentrasi 5.01 1 5.01 1716.54 < 0.0001 Signifikan
Adsorbat Pb
(mg/l)
A2 0.0069 1 0.0069 2.35 0.1688 Tidak
Signifikan
B2 0.32 1 0.32 111.32 < 0.0001 Signifikan
C2 0.39 1 0.39 135.34 < 0.0001 Signifikan
AB 1.35 1 1.35 461.16 < 0.0001 Signifikan
AC 0.96 1 0.96 329.15 < 0.0001 Signifikan
BC 0.16 1 0.16 53.47 0.002 Signifikan
Residual 0.020 7 0.00292 - - -
Keterangan : JK = jumlah kuadrat, DK = derajat kebebasan, KT = Kuadrat Tengah
89

Dari Tabel 7.3 hasil analisa varian menunjukkan semua variabel yang
mempengaruhi serapan ion Pb2+ baik secara individual, interaksi variabel dan
pengaruh individual kuadratik semua sangat signifikan. Varibel yang tidak
signifikan hanya pengaruh individual kuadratik dari bentonik aceh. Secara
menyeluruh model statistik yang diusulkan layak dan valid untuk digunakan
karena keakuratannya dapat dibuktikan dengan nilai pada Daftar ANOVA untuk
F-value dan P-value model Prof >F untuk tingkat kepercayaan 95 % bahkan
untuk tingkat yang lebih tinggi lagi.

7.1.4 Analisis Response Surface Terhadap Serapan Ion Pb2+ dengan


Adsorben Bentonit Aceh
Model yang disarankan adalah model kuadratik. pemilihan yang
disarankan oleh sofwere Design Expert untuk analisa response surface metode
Box Bhenken dengan mempertimbangkan beberapa faktor antara lain nilai R 2.
Berdasarkan analisa respon dan model yang disarankan, maka digunakan dua
jenis plot, yaitu plot kontur dan plot 3D. Kegunaan dari plot ini untuk
memudahkan gambaran pengaruh variabel kontol terhadap variabel respon serta
untuk menganalisis pengaruh interaksi antarfaktor pada respon. Plot 3D
menjelaskan hubungan pengaruh dua variabel kontrol terhadap respon yang satu
variabel dibuat dalam kondisi tetap. Model persamaan yang disarankan oleh
Design Expert adalah quadratik, menganalisa model ini digunakan plot tiga
dimensi dan plot kontur. Hubungan antara bentonit aceh dan waktu adsorpsi.
Bentonit aceh dan konsentrasi adsorbat ion Pb2+ terhadap serapan Ion Pb2+
digambarkan pada Gambar 7.2. 7.3. dan 7.4.
90

(a)

(b)
Gambar 7.2 Pengaruh Massa Bentonit Aceh dan Waktu Adsorpsi Terhadap Serapan
(removal) Ion Pb(II) dengan Menggunakan Adsorben Bentonit Aceh.
(a) Plot Kontur). (b) Plot 3 D
91

(a)

(b)
Gambar 7.3 Pengaruh Massa Bentonit Aceh dan Konsentrasi Ion Pb(II) Terhadap Serapan
(removal) Ion Pb(II) dengan Menggunakan Adsorben Bentonit Aceh.
(a) Plot Kontur). (b) Plot 3 D
92

(a)

Gambar 7.4 Pengaruh Massa Bentonit dan Konsentrasi Adsorbat Pb(II) Terhadap
Serapan Ion Pb(II) dengan Menggunakan Adsorben Bentonit Aceh.
(a) Plot Kontur). (b) Plot 3 D
93

Deseribilitas dari pengaruh massa bentonit (X1) dan waktu adsorpsi (X2),
pengaruh massa bentonit(X1) dan konsentrasi adsorbat ion Pb2+ (X2), pengaruh
waktu adsorpsi dan konsentrasi adsorbat ion Pb 2+ terhadap serapan ion Pb2+(Y3)
seperti ditunjukkan dalam Gambar 7.5, 7.6, dan Gambar 7.7.

(a) (b) (c)


Gambar 7.5 Desiribilitas Kountur Optimasi Adsorpsi Ion Pb(II) Pengaruh massa bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat Pb(II) , mg/l
Terhadap Serapan (removal) Ion Pb(II) dengan Menggunakan Adsorben Bentonit Aceh

(a) (b) (c)


Gambar 7.6 Desiribilitas Kountur Optimasi Adsorpsi Ion Pb(II) Pengaruh massa bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat Pb(II) , mg/l
Terhadap Serapan (removal) Ion Pb(II) dengan Menggunakan Adsorben Bentonit Aceh

Gambar 7.7 Diagram Pareto Desirabilitas Adsorpsi Ion Pb(II) Pengaruh massa Bentonit (g), Waktu
Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat Ion Pb(II) (mg/l) Terhadap Serapan (removal) Ion
Pb(II)(mg/l) dengan Menggunakan Adsorben Bentonit Aceh.
94

7.2 Data dan Hasil Pengolahan Data untuk Serapan Ion Pb2+
dengan Menggunakan Bentonit interkalasi

Dengan mengunakan adsorban bentonit interkalasi dari hasil pembuatan


dengan cara tnterkalasi logam natrium dari NaCl ke dalam bentonit alam Aceh
hasil preparasi bentonit Aceh yang diambil dari desa Blang Karieng. Kecamatan
Nisam Kabupaten Aceh Utara Propinsi Aceh. kemudian dilakukan pengujian
daya serap terhadap ion logam berat Pb2+.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Design Expert Sofwere
(versi 12.0.7.0) yaitu suatu kumpulan dari teknik –teknik statistika dan
matematika yang berguna untuk design eksperimen, kecocokan model serta
menentukan kondisi operasi optimum untuk respon yang sudah ditentukan.
Design Expert Sofwere menggunakan beberapa metode yang dapat menentukan
kondisi optimal dari suatu respon. Dalam penelitian ini menggunakan Metode
Box Bhenken untuk mengoptimasi dan melihat pengaruh berat adsorban bentonit
interkalasi (g), waktu adsorpsi (menit), konsentrasi adsorbat Ion Pb2+ (mg/l)
terhadap serapan Ion Pb2+ (mg/l).
Berdasarkan Design Expert softwere menggunakan metode Box Bhenken.
penelitian ini menghasilkan design percobaan dengan 17 run eksperimen dengan adanya
pada titik pusat (center point) sebanyak 5 run. Pengulangan tersebut berguna untuk
menghitung kesalahan murni dari jumlah kuadrat (sum of squares).
Data hasil penelitian serapan ion Pb2+ pada berbagai massa bentonit (g) waktu
adsorpsi (menit), dan konsentrasi adsorbat Ion Pb2+ ditunjukkan pada Tabel 7.4.
Tabel 7.4 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Pb2+ dengan Bentonit Interkalasi pada Berbagai Waktu
Kontak dan Konsentrasi Adsorbat Ion Pb2+
Bentonit Aceh Waktu Konsentrasi Serapan (Y1) Serapan (Y2) Serapan (Y3)
Run
(g) (menit) Ion Pb2+ (mg/l) Ion Pb2+ (mg/l) Ion Pb2+ (mg/l) Ion Pb2+ (mg/l)
1 1,25 17,50 55,00 3,94 7,21 9,323
2 0,50 17,50 10,00 1,12 2,23 3,320
3 2,00 5,00 55,00 4,33 6,34 6,230
4 1,25 5,00 100,00 3,05 5,58 6,011
5 1,25 17,50 55,00 3,94 7,21 9,323
6 0,50 5,00 55,00 1,08 2,11 2,570
7 1,25 30,00 100,00 5,22 6,71 8,310
8 1,25 5,00 10,00 1,92 2,75 3,211
9 2,00 30,00 55,00 7,42 8,55 9,271
10 1,25 30,00 10,00 3,30 4,41 5,81
11 0,50 30,00 55,00 1,85 4,21 5,751
12 1,25 17,50 55,00 3,94 5,51 6,671
13 1,25 17,50 55,00 3,94 4,95 5,984
14 2,00 17,00 100,00 7,11 8,11 9,256
15 1,25 17,50 55,00 3,94 4,81 5,934
16 0,50 17,50 100,00 1,78 2,78 3,934
17 2,00 17,50 10,00 4,49 5,21 6,051
Keterangan : Y1 serapan untuk bentonit aceh, Y2 serapan untuk bentonit Interkalasi, Y3 serapan untuk bentonit pilarisasi
95

Dari data pada Tabel 7.4 di atas memperlihatkan bahwa konsentrasi ion
Pb2+ yang diserap oleh bentonit interkalasi dipengaruhi oleh massa bentonit,
waktu adsorpsi dan konsentrasi adsorbat ion Pb2+.
Konsentrasi ion Pb2+ yang terserap maksimum 8.55 mg/l dicapai pada
Run 9, massa adsorben bentonit interkalasi yang digunakan 2 g, waktu kontak
30 menit, dan konsentrasi adsorbat ion Pb2+ yang digunakan 55 mg/l.
Konsentrasi ion adsorbat Pb2+ yang terserap kendalinya lebih ditentukan
oleh konsentrasi adsorbat ion Pb2+, massa bentonit, dan waktu adsorpsi.
Penyerapan adsorbat minimum sebesar 2,23 mg/l pada kondisi: Run 2,
bentonit interkalasi yang digunakan 0.5 g, waktu adsorpsi17,5 menit dan
konsentrasi awal adsorbat 10 mg/l.
Perbedaan konsentrasi juga berpengaruh pada driving force, sedangkan
kecepatan pengaduk dan waktu adsorpsi berpengaruh pada difusivitas dan laju
perpindahan massa. Faktor-faktor lain yang juga ikut berpengaruh pada
penyerapan ini yang disebabkan oleh difusi longitudinal, dan difusi termal yang
disebabkan oleh pengadukan yang cepat dan panas yang ditimbulkan oleh sebab
efek dari pengadukan tersebut. Faktor-faktor ini dianggap terlalu kecil. Faktor-
faktor tersebut tidak terukur dan harganya terlalu kecil dan tidak dijadikan bagian
dari ekperimen dalam penelitian ini, harganya dapat diabaikan.

7.2.1 Ringkasan Model Statistik Untuk Serapan Ion Pb2+ dengan


Menggunakan Adsorben Bentonit interkalasi

Model Statistik yang sesuai yang disaran oleh Design Expert seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 7.5 adalah model statistik yang dihasilkan oleh Disain
Box Behnken.

Model Summary Statistik dari Disign Expert.


Tabel 7.5 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Ion Pb(II) dengan Adsorben Bentonit Interkalasi
Respon Source R-Kuadrat Adj-R2 Pre-R2

Linier 0.8726 0.8432 0.7278

Serapan Ion 2 FI 0.9982 0.9971 0.9901


Pb2+ (mg/l)
Quadratik 0.9995 0.9998 0.9896 Diusulkan
96

Dari Tabel 7.5 Model yang disarankan adalah adalah Model Kuadratik
yang menunjukkan nilai R2 mendekati 1 (R2 = 0.9995). yaitu Adj-R2 yaitu
0.9998, R2 prediksi 0.9896. Model ini sangat tepat karena menunjukkan R2
mendekati 1 sehingga nilai korelasinya sangat cocok dan menunjukkan hampir
sama antara nilai aktual dengan prediksi, sedangkan nilai yang lain lebih besar
penyimpangan seperti ditunjukkan dalam Tabel 7.5 di atas.
Model matematika secara aktual yang diperoleh untuk memprediksi nilai
serapan ion Pb(II) dengan menggunakan adsorben bentonit interkalasi adalah
sebagai berikut:
Y2 = 172.89 + 101.24X1 – 21.94 X2 + 112.96X3 -0.026X12 – 7.63 X22 +
0.53X32 – 13.02 X1X2 + 69.84 X1X3 + 15.42 X2 X3..............................(7.2)
Persamaan di atas berdasarkan aktual faktor dari masing-masing variabel.
Dimana:
Y2 = serapan ion Pb2+ menggunakan interkalasi, mg/l
X1 = massa bentonit interkalasi yang digunakan, g
X2 = Waktu adsorpsi, menit
X3 = Konsentrasi adsorbat ion Pb2+, mg/l
Persamaan di atas menjelaskan tentang pengaruh individual masing-masing
variabel (berat natrium bentonit. waktu adsorpsi. konsentrasi adsorbat) baik secara
linier. maupun kuadratik dan interaksi secara linier kedua variabel tersebut.
Variabel-variabel yang yang menyusun persamaan tersebut memberi
pengaruh positif terhadap serapan ion Pb2+.
Hubungan antara hasil eksperimen dan hasil prediksi serapan ion Pb2+
dengan menggunakan bentonit alam seperti diperlihatkan pada Gambar 7.6.
97

Gambar 7.8 Hubungan Antara Data Aktual Serapan Ion Pb(II) dan Nilai Prediksi Serapan Ion
Pb(II) dengan Menggunakan Adsorben Bentonit Interkalasi

Dari Gambar 7.8 di atas memperlihatkan keakuratan model persamaan


model prediksi untuk serapan ion Pb2+ untuk adsorben bentonit interkalasi
(persamaan 7.2) yang diusulkan dengan data serapan actual hasil penelitian ini
dengan R2 = 0,99.
Persamaan 7.2 di atas berlaku untuk pengaruh massa bentonit, waktu
adsorpsi, dan konsentrasi adsorbat ion Pb2+ terhadap serapan bentonit ion Pb2+,
% reduksi ion Pb2+, dan laju perpindahan massa serapanion Pb2+ untuk adsorben
interkalasi ion Na+ dari NaCl ke dalam bentonit aceh asal Desa Blang Karieng
Kecamatan Nisam Aceh Utara yang dilakukan dalam penelitian ini atau bentonit
yang komposisinya sama sehingga data atualnya sama.

7.2.2 Analisa Varian untuk Serapan Ion Pb2+ Menggunakan Bentonit


Interkalasi
Berdasarkan Design Box Bhenken perhitungan ANOVA menunjukkan
pengaruh individul secara linier dan kuadratik dari masing-masing variabel dan
pengaruh interaksi dari masing-masing variabel tersebut serta kekeliruan dari
ekspereimen. Nilai F hitung atau F-Value dibandingkan dengan nilai F Tabel atau
P-Value Pro>F nilai dari design expert itu sendiri untuk tingkat kepercayaan
(degree of confidence) 95 %.
98

Analisa varian untuk pengaruh massa bentonit interkalasi (g, waktu


adsorpsi dan konsentrasi adsorbat ion Pb terhadap serapan ion Pb, seperti
ditunjukkan dalam Tabel 7.6.

Tabel 7.6 Anova Data Hasil Penelitian Pengaruh Bentonit Interkalasi.


Waktu adsorpsi. dan konsentrasi Ion Pb2+ pada Adsorpsi Ion
Pb2+ Menggunakan Bentonit Interkalasi
Sumber JK DK KT Nilai F Prob>F Karakteristik
Model 193900 9 21539.17 1428.76 < 0.0001 Signifikan
A – Bentonit 46685.90 1 46685.90 3096.82 < 0.0001 Signifikan
Interkalasi (g)
B- Waktu 67.25 1 67.25 4.46 < 0.0726 Kurang
Adsorpsi Signifikan
(menit)
C - Konsentrasi 122500 1 122500 8125.29 < 0.0001 Signifikan
Adsorbat Ion
Pb2+ (mg/l)
A2 468.96 1 468.96 31.11 0.0008 Signifikan
B 2 1259.56 1 1259.56 83.65 < 0.0001 Signifikan
C 2 16.49 1 16.49 1.09 0.3304 Tidak
Signifikan
AB 277.80 1 277.80 18.43 0.0036 Signifikan
AC 21568.82 1 21568.82 1430.73 < 0.0001 Signifikan
BC 1015.47 1 1015.47 67.36 < 0.0001 Signifikan
Residual 105.53 7 15.08 - -

Dari Tabel 7.6 hasil analisa varian menunjukkan semua variabel yang
mempengaruhi serapan ion Pb2+ baik secara individual, interaksi dan pengaruh
individual kuadratik semua sangat signifikan. Varibel yang tidak signifikan hanya
pengaruh individual kuadratik dari konsentrasi adsorbat ion Pb2+. Secara
menyeluruh model statistik yang diusulkan layak dan valid untuk digunakan
karena keakuratannya dapat dibuktikan dengan nilai pada Daftar ANOVA untuk
F-value dan P-value model Prof >F untuk tingkat kepercayaan 95 % bahkan
untuk tingkat yang lebih tinggi lagi.
Model yang signifkan dapat diaplikasi pada proses adsorpsi ion logam berat
ion Pb2+ dengan menggunakan bentonit interkalasi.
99

7.2.3 Analisa Response Surface Terhadap Serapan Ion Pb2+ Menggunakan


Bentonit Interkalasi
Model yang disarankan adalah model kuadratik. pemilihan yang disarankan
oleh sofwere Design Expert untuk analisa response surface metode Box Bhenken
dengan mempertimbangkan beberapa faktor. antara lain nilai R2. Berdasarkan
analisa respon dan model yang disarankan. maka digunakan dua jenis plot. yaitu
plot kontur dan plot 3D. Kegunaan dari plot ini untuk memudahkan gambaran
pengaruh variabel kontrol terhadap variabel respon. serta untuk menganalisis
pengaruh interaksi antarfaktor pada respon. Plot 3D menjelaskan hubungan
pengaruh dua variabel kontrol terhadap respon yang satu variabel dibuat dalam
kondisi tetap. Model Persamaan yang disarankan oleh Design Expert adalah
quadratik. Menganalisa model ini digunakan plot tiga dimensi dan plot kontur.
Hubungan antara bentonit interkalasi dan waktu adsorpsi dan konsentrasi
adsorbat ion Pb2+ terhadap serapan Ion Pb2+ seperti digambarkan pada Gambar
7.9, 7.10, dan 7,11.

(a)
100

(b)
Gambar 7.9 Pengaruh Massa bentonit dan Konsentrasi Adsorbat Ion Pb2+ Terhadap
Serapan Ion Pb2+ Pada Proses Adsorpsi Menggunakan Bentonit
Interkalasi
a. Plot Kontur). (b) Plot 3 D

(a)
101

(b)
Gambar 7.10 Pengaruh Massa Bentonit dan Konsentrasi Adsorbat Ion Pb2+
Terhadap Serapan Ion Pb2+ Pada Proses Adsorpsi Menggunakan
Bentonit Interkalasi
(a) Plot Kontur). (b) Plot 3 D

(a)
102

(b)
Gambar 7.11 Pengaruh Waktu Adsorpsi dan Konsentrasi adsorbat Ion Pb2+
Pada Proses Adsorpsi Menggunakan Bentonit Interkalasi.
(a) Plot Kontur). (b) Plot 3 D

Desiribilitas dari pengaruh waktu adsorpsi(menit) dan konsentrasi


adsorbat ion Pb2+(mg/l) diperlihatkan pada Gambar 7.12, 7.13, dan Gambar 7.14.

Gambar 7.12 Desiribilitas Kountur Optimasi Adsorpsi Ion Pb(II) Pengaruh massa bentonit (g),
Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat Pb 2+( mg/l) Terhadap Serapan
(removal) Ion Pb2+ dengan Menggunakan Adsorben Bentonit Interkalasi
103

Gambar 7.13 Desiribilitas Kountur Optimasi Adsorpsi Ion Pb(II) Pengaruh massa bentonit (g),
Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat Pb 2+ (mg/l) Terhadap Serapan
Terhadap Serapan (removal) Ion Pb2+ dengan Menggunakan Adsorben Bentonit
Interkalasi.

Gambar 7.14 Diagram Pareto Desirabilitas Adsorpsi Ion Pb2+ Pengaruh massa
Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat
Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan (removal) Ion Ion Pb2+ (mg/l) dengan
Menggunakan Adsorben Bentonit Interkalasi.

.
104

Dari hasil optimasi adsorpsi ion Pb2+, pengaruh massa bentonit


interkalasi(g), waktu adsorpsi (menit), dan konsentrasi ion Pb 2+ terhadap serapan
bentonit aceh (removal) ion Pb2+ diperoleh kondisi optimal: massa bentonit 1,5
g, waktu adsorpsi 17,5 menit, dan konsentrasi ion Pb 2+ 55,0001 mg/l diperoleh
serapan ion Pb2+ sebesar 6,59229 mg/l.

7.3 Data dan Hasil Pengolahan Data untuk Serapan Ion Pb 2+ dengan
Menggunakan Bentonit Pilarisasi
Dengan mengunakan adsorban bentonit pilarisasi dari hasil pembuatan
dengan cara pilarisasi dengan agen pemilar AlCl3 untuk menggantikan ion Na
dalam bentonit interkalasi kemudian dilakukan pengujian serapan(removal)
terhadap ion logam berat Pb2+.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Design Expert Sofwere
(versi 12.0.7.0) yaitu suatu kumpulan dari teknik–teknik statistika dan matematika
yang berguna untuk design eksperimen, kecocokan model serta menentukan
kondisi operasi optimum untuk respon yang sudah ditentukan. Design Expert
Sofwere menggunakan beberapa metode yang dapat menentukan kondisi optimal
dari suatu respon. Dalam penelitian ini menggunakan Metode Box Bhenken untuk
mengoptimasi dan melihat pengaruh berat adsorban bentonit pilarisasi (g). waktu
adsorpsi (menit). konsentrasi adsorbat ion Pb2+ (mg/l) terhadap serapan ion logam
Pb2+.
Berdasarkan Design Expert softwere menggunakan metode Box Bhenken.
penelitian ini menghasilkan design percobaan dengan 17 run eksperimen dengan
adanya pada titik pusat (center point) sebanyak 5 run. Pengulangan tersebut
berguna untuk menghitung kesalahan murni dari sum of squares.
Data Hasil Penelitian Serapan Ion Pb 2+ dengan Bentonit Pilarisasi pada
berbagai waktu adsorpsi. dan konsentrasi adsorbat diperlihatkan pada Tabel 7.7.
105

Tabel 7.7 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Pb2+ dengan Bentonit
Pilarisasim pada Berbagai Massa Bentonit Pilarisasi, Waktu
Kontak dan Konsentrasi Adsorbat Ion Pb2+
Serapan Serapan
Bentonit
Waktu Konsentrasi Serapan (Y1) (Y2) (Y3)
Run Pilarisasi
(menit) Ion Pb2+ (mg/l) Ion Pb2+ (mg/l) Ion Pb2+ Ion Pb2+
(g)
(mg/l) (mg/l)
1 1,25 17,50 55,00 3,94 7,21 9,323
2 0,50 17,50 10,00 1,12 2,23 3,320
3 2,00 5,00 55,00 4,33 6,34 6,230
4 1,25 5,00 100,00 3,05 5,58 6,011
5 1,25 17,50 55,00 3,94 7,21 9,323
6 0,50 5,00 55,00 1,08 2,11 2,570
7 1,25 30,00 100,00 5,22 6,71 8,310
8 1,25 5,00 10,00 1,92 2,75 3,211
9 2,00 30,00 55,00 7,42 8,55 9,271
10 1,25 30,00 10,00 3,30 4,41 5,81
11 0,50 30,00 55,00 1,85 4,21 5,751
12 1,25 17,50 55,00 3,94 5,51 6,671
13 1,25 17,50 55,00 3,94 4,95 5,984
14 2,00 17,00 100,00 7,11 8,11 9,256
15 1,25 17,50 55,00 3,94 4,81 5,934
16 0,50 17,50 100,00 1,78 2,78 3,934
17 2,00 17,50 10,00 4,49 5,21 6,051
Keterangan : Y1 = serapan untuk bentonit alam, Y2 serapan untuk bentonit
Interkalasi, Y3 serapan untuk bentonit pilarisasi

Dari Tabel 7.7 di atas konsentrasi ion Pb2+ yang diserap oleh bentonit
pilarisasi dipengaruhi oleh massa bentonit, waktu adsorpsi, dan konsentrasi
adsorbat. Konsentrasi ion Pb2+ yang terserap maksimum 9,321 mg/l, dicapai pada
run 1, dan run 5, waktu kontak 17,5 menit, jumlah adsorben bentonit aceh yang
digunakan sebanyak 1,25 g, adsorbat Pb2+ yang digunakan 55 mg/l. Jumlah
adsorbat Pb2+ yang terserap kendalinya lebih ditentukan adsorben kemudian baru
konsentrasi adsorbat ion Pb2+ dan waktu adsorpsi. Perbedaan konsentrasi juga
berpengaruh pada driving force sedangkan kecepatan pengaduk dan waktu kontak
berpengaruh pada difusivitas dan laju perpindahan massa.

Faktor-faktor lain yang juga ikut berpengaruh pada penyerapan ini yang
disebab oleh difusi longitudinal. dan difusi termal yang disebabkan oleh
pengadukan yang sangat cepat dan panas yang ditimbulkan oleh sebab efek dari
106

pengadukan tersebut. Faktor-faktor dianggap terlalu kecil sehingga dapat


diabaikan.

Penyerapan adsorbat ion Pb2+ minimum sebesar 3,211 mg/l pada kondisi:
Run 8 bentonit pilarisasi yang digunakan 1,25 g, waktu adsorpsi 5 menit dan
konsentrasi awal adsorbat ion Pb2+10 mg/l.
Perbedaan konsentrasi juga berpengaruh pada driving force sedangkan
kecepatan pengaduk dan waktu kontak berpengaruh pada difusivitas. dan laju
perpindahan massa. Faktor-faktor lain yang juga ikut berpengaruh pada
penyerapan ini yang disebab oleh difusi longitudinal dan difusi termal yang
disebabkan oleh pengadukan yang sangat cepat dan panas yang ditimbulkan oleh
sebab efek dari pengadukan tersebut. Faktor-faktor ini dianggap terlalu kecil.
Faktor-faktor tersebut tidak terukur dan harganya terlalu kecil dan tidak dijadikan
bagian dari ekperimen dalam penelitian ini, harganya dapat diabaikan.

7.3.1 Ringkasan Model Statistik Untuk Serapan Ion Pb2+ dengan


Menggunakan Adsorben Bentonit Pilarisasi

Model Statistik yang sesuai yang disaran oleh Design Expert seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 7.5. adalah model statistik yang dihasilkan oleh Disain
Box Behnken.

Model Summary Statistik dari Disign Expert sepertipadaTabel 7.8

Tabel 7.8 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Ion Pb2+ dengan
Adsorben Bentonit Pilarisasi
Std
Respon Sumber Adj-R2 Pre-R2
Dev R2
Linier 59.02 0.8987 0.8753 0.7904

Serapan Ion 2 FI 16.17 0.9942 0.9906 0.9803


Pb2+ (mg/l)
Quadratik 5.98 0.9987 0.9910 0.9910 Diusulkan
107

Dari Tabel 7.8 Model yang disarankan adalah adalah Model Kuadratik yang
menunjukkan nilai R2 mendekati 1 (R2 = 0.9987). yaitu Adj-R2 yaitu 0.9910. R2
prediksi 0.9910. Model ini sangat tepat karena menunjukkan R2 mendekati 1
sehingga nilai korelasinya sangat cocok dan menunjukkan hampir sama antara
nilai aktual dengan prediksi. Sedangkan model nilai yang lain lebih besar
penyimpangan seperti ditunjukkan dalam Tabel 7.8 di atas.
Model matematika secara aktual yang diperoleh untuk memprediksi nilai
serapan ion Pb2+ dengan menggunakan adsorben bentonit pilarisasi sebagai
berikut:

Y3 = 284 + 160.37X1 + 67.84 X2 + 141.03X3 – 0.38X 12 – 19.04 X 22 – 12.91X 32


+ 41.53 X1X2 + 87.55 X1X3 + 35.75 X2 X3....................................(7.3)

Persamaan di atas berdasarkan aktual faktor dari masing-masing variabel.


Dimana:
Y = serapan Ion Pb2+
X1 = massa bentonit pilarisasi yang digunakan, g
X2 = Waktu adsorpsi/waktu kontak, menit
X3 = Konsentrasi adsorbat ion Pb2+, mg/l

Persamaan di atas menjelaskan tentang pengaruh individual masing-masing


variabel (massa bentonit pilarisasi, waktu adsorpsi, konsentrasi adsorbat) baik
secara linier, maupun kuadratik dan interaksi secara linier kedua variabel tersebut.
Variabel-variabel yang yang menyusun persamaan tersebut memberi
pengaruh positif terhadap serapan ion Pb2+.
Hubungan antara hasil eksperimen dan hasil prediksi serapan ion Pb2+
dengan menggunakan bentonit pilarisasi seperti diperlihatkan pada Gambar 7.15.
108

Gambar 7.15 Hubungan antara Nilai Hasil Penelitian dan Nilai Prediksi
Serapan Ion Pb2+ Pada Adsorpsi Ion Pb2+ Menggunakan
Bentonit Pilarisasi

Dari Gambar 7.15 di atas memperlihatkan keakuratan model persamaan


model prediksi untuk serapan ion Pb2+ untuk adsorben bentonit interkalasi
(persamaan 7.3) yang diusulkan dengan data serapan aktual hasil penelitian ini
dengan R2 = 0,99.
Persamaan 7.3 di atas berlaku untuk pengaruh massa bentonit, waktu
adsorpsi, dan konsentrasi adsorbat ion Pb2+ terhadap serapan bentonit ion Pb2+,
% reduksi ion Pb2+, dan laju perpindahan massa serapan ion Pb 2+ untuk adsorben
interkalasi ion Na+ dari NaCl ke dalam bentonit aceh asal Desa Blang Karieng
Kecamatan Nisam Aceh Utara yang dilakukan dalam penelitian ini atau bentonit
yang komposisinya sama sehingga data atualnya sama.
109

7.3.2 Analisa Varian (ANOVA) untuk Serapan Ion Pb(II) Menggunakan


Bentonit pilarisasi
Berdasarkan Design Box Bhenken perhitungan ANOVA menunjukkan
pengaruh individul secara linier dan kuadratik dari masing-masing variabel dan
pengaruh interaksi dari masing-masing variabel tersebut. serta kekeliruan dari
ekspereimen. Nilai F hitung atau F-Value dibandingkan dengan nilai F Tabel atau
P-Value Pro>F nilai dari design expert itu sendiri untuk tingkat kepercayaan
(degree of confidence) 95 %.
Analisa varian untuk pengaruh bentonit pilarisasi, waktu adsorpsi dan
konsentrasi adsorbat ion Pb2+ terhadap serapan ion Pb2+. seperti ditunjukkan
dalam Tabel 7.9.

Tabel 7.9 Anova Data Hasil Penelitian Pengaruh Massa Bentonit Pilarisasi,
Waktu adsorpsi dan konsentrasi Ion Pb2+ Menggunakan Bentonit
Pilarisasi
Source Sum of DF Mean of F Value Prob>F Karakteristik
Square Squares
Model 446700 9 49634.81 1385.73 < 0.0001 Signifikan
A–
Bentonit Signifikan
205700 1 205700 5744.09 < 0.0001
Pilarisasi
(g)
B- Waktu
Kontak 36819.48 1 36819.48 1027.94 < 0.0001 Signifikan
(menit)
C-
Konsentrasi
Adsorbat 159100 1 159100 4442.11 < 0.0001 Signifikan
Ion Pb2+
(mg/l)
Tidak
A2 19.69 1 19.69 0.55 0.4825 Signifikan
B2 1641.25 1 1641.25 45.82 0.0003 Signifikan
C2 702.17 1 702.17 19.60 0.0031 Signifikan
AB 6899.79 1 6899.79 192.63 <0.0001 Signifikan
AC 30663.51 1 30663.51 856.08 < 0.0001 Signifikan
BC 5112.25 1 5112.25 142.73 < 0.0001 Signifikan
Residual 250.73 7 35.82 - - -
110

Berdasarkan Tabel 7.9, model secara statistik sangat signifikan yang


dijelaskan dengan F-value model 1385,73 dan P-value < 0.0001. P-value (nilai
prob>F) lebih kecil dari 0,05 (untuk degree of confidence 95 %)
mengidendentifikasi bahwa model tersebut sangat signifikan. karena itu model
tersebut dapat diaplikasi pada adsorpsi ion Pb2+ dengan menggunakan adsorben
bentonit pilarisasi untuk mencari kondisi optimum.
Dari Tabel 7.9 hasil analisa varian menunjukkan semua variabel yang
mempengaruhi serapan ion Pb2+ baik secara individual, interaksi variabel dan
pengaruh individual kuadratik semua sangat signifikan. Varibel yang tidak
signifikan hanya pengaruh individual kuadratik dari bentonit pilarisasi. Secara
menyeluruh model statistik yang diusulkan layak dan valid untuk digunakan
karena keakuratannya dapat dibuktikan dengan nilai pada Daftar ANOVA untuk
F-value dan P-value model Prof >F untuk tingkat kepercayaan 95 % bahkan
untuk tingkat yang lebih tinggi lagi.
Model yang signifkan dapat diaplikasi pada pada proses adsorpsi ion logam
berat ion Pb2+ dengan menggunakan bentonit pilarisasi hasil pembuatan
menggunakan bentonit bentonit interkalasi secara pilarisasi dengan polikation Al
dengan agen pemilar AlCl3.

7.3.3 Analisa Response Surface Terhadap Serapan Ion Pb2+ Menggunakan


Bentonit pilarisasi
Model yang disarankan adalah model kuadratik, pemilihan yang disarankan
oleh sofwere Design Expert untuk analisa response surface metode Box Bhenken
dengan mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain nilai R2. Berdasarkan
analisa respon dan model yang disarankan. maka digunakan dua jenis plot, yaitu
plot kontur dan plot 3D. Kegunaan dari plot ini untuk memudahkan gambaran
pengaruh variabel kontrol terhadap variabel respon serta untuk menganalisis
pengaruh interaksi antar faktor pada respon plot 3D menjelaskan hubungan
pengaruh dua variabel kontrol terhadap respon yang satu variabel dibuat dalam
kondisi tetap. Model Persamaan yang disarankan oleh Design Expert adalah
kuadratik, menganalisa model ini digunakan plot tiga dimensi dan plot kountur.
111

Hubungan antara bentonit pilarisasi dan waktu adsorpsi dan konsentrasi adsorbat
ion Pb2+ terhadap serapan Ion Pb2+ seperti digambarkan pada Gambar 7.16, 7.17,
dan 7.18.

(a)

Gambar 7.16 Pengaruh Massa Bentonit dan Waktu Adsorpsi Pada Proses
Adsorpsi Menggunakan Bentonit Pilarisasi.
(a) Plot Kontur). (b) Plot 3 D
112

(a)

Gambar 7.17 Pengaruh Massa Bentonit dan Konsentrasi adsorbat Ion Pb2+
Pada Proses Adsorpsi Menggunakan Bentonit Pilarisasi.
(a) Plot Kontur). (b) Plot 3 D
113

(a)

(b)
Gambar 7.18 Pengaruh Waktu Adsorpsi dan Konsentrasi adsorbat Ion Pb(II)
Pada Proses Adsorpsi Menggunakan Bentonit Pilarisasi.
(a) Plot Kontur). (b) Plot 3 D
114

Desiribilitas dari pengaruh massa bentonit pilarisasi, waktu adsorpsi dan


konsentrasi adsorbat ion Pb2+ diperlihatkan pada Gambar 7.19,7.20, 7.21,

Gambar 7.19 Desiribilitas Kountur Optimasi Adsorpsi Ion Pb2+ Pengaruh massa bentonit (g),
Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat Pb2+( mg/l) Terhadap Serapan
(removal) Ion Pb2+ dengan Menggunakan Adsorben Bentonit Pilarisasi .

Gambar 7.20 Desiribilitas Kountur Optimasi Adsorpsi Ion Pb(II) Pengaruh massa bentonit (g),
Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan
Terhadap Serapan (removal) Ion Pb2+ dengan Menggunakan Adsorben Bentonit
Pilarisasi.
115

Gambar 7.21 Diagram Pareto Desirabilitas Adsorpsi Ion Pb2+ Pengaruh massa
Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat
Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan (removal) Ion Ion Pb2+ (mg/l) dengan
Menggunakan Adsorben Bentonit Pilarisasi.

Gambar 7.22 Diagram Optimasi Numerik Adsorpsi Ion Pb(II) Pengaruh massa
Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat
Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan (removal) Ion Ion Pb2+ (mg/l) dengan
Menggunakan Adsorben Bentonit Pilarisasi.
116

Dari hasil optimasi adsorpsi tentang pengaruh massa bentonit(g), waktu


adsorpsi (menit), dan konsentrasi adsorbat ion Pb2+ terhadap serapan ion Pb2+
dengan menggunakan adsorben bentonit aceh, bentonit interkalasi, dan bentonit
pilarisasi diperoleh data optimasi sebagai berikut :
Massa bentonit (0,5-2g), waktu adsorpsi (5-30 menit), konsentrasi
adsorbat ion Pb2+ (10-100 mg/l), adsorben yang digunakan sebagai penyerap :
bentonit aceh (NB), bentonit interkalasi (IB) , dan bentonit pilarisasi (PB), Run
masing bentonit 17 Run. Hasil optimasi diperoleh terlihat pada Tabel 10

Tabel 7.10 Perbandingan Serapan Ketiga Bentonit Hasil Optimasi.


Massa bentonit Waktu adsorpsi Konsentrasi adsorbat Serapan(removal)
(g) (menit) Pb2+(mg/l) (mg/l)
NB =1,5 17,5 55 4,67367
IB = 1,5 17,5 55 6,29229
PB = 1,5 17,5 55 8,10427

Terjadi peningkatan serapan : PB>IB>NB (8,10427>6,29229>4,67367)


Serapan dari bentonit aceh ke bentonit interkalasi naik 34,63274 %
Serapan dari bentonit interkalasi ke bentonit Pilarisasi naik 28,79683 %
Serapan dari bentonit Aceh ke bentonit pilarisasi naik 73,4027 %

7.4 Data dan Hasil Pengolahan Data untuk Serapan Ion Pb2+ dengan
Menggunakan Bentonit Aceh

Dengan mengunakan adsorben bentonit aceh dari desa Blang Karieng.


Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara Propinsi Aceh. kemudian dilakukan
pengujian daya serap terhadap ion logam berat Pb2+.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Design Expert Sofwere
(versi 12.0.7.0) yaitu suatu kumpulan dari teknik–teknik statistika dan matematika
yang berguna untuk design eksperimen, kecocokan model serta menentukan
kondisi operasi optimum untuk respon yang sudah ditentukan. Design Expert
Sofwere menggunakan beberapa metode yang dapat menentukan kondisi optimal
dari suatu respon. Dalam penelitian ini menggunakan Metode Box Bhenken untuk
mengoptimasi dan melihat pengaruh berat adsorban bentonit aceh (g), waktu
117

adsorpsi (menit), konsentrasi adsorbat Ion Pb2+ (mg/l) terhadap serapan Ion logam Pb 2+.
Berdasarkan Design Expert softwere menggunakan metode Box Bhenken.
penelitian ini menghasilkan design percobaan dengan 17 run eksperimen dengan
adanya pada titik pusat (center point) sebanyak 5 run. Pengulangan tersebut
berguna untuk menghitung kesalahan murni dari Jumlah kuadrat (sum of squares).

Tabel 7.11 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Pb2+ dengan Bentonit
Aceh pada Berbagai Massa Bentonit Aceh, Waktu Adsorpsi dan
Konsentrasi Adsorbat Ion Pb2
Serapan (Y ) Serapan (Y ) Serapan (Y )
Massa Bentonit Waktu Konsentrasi 1 2 3
Run
Aceh, Adsorpsi, Adsorbat Pb2+ . Pb 2+
Pb 2+
Pb 2+
g menit mg/l mg/l mg/l mg/l
1 1,00 115,00 500,00 118,912 125,00 128,91
2 1,00 200,00 300,00 121,212 130,72 137,72
3 2,00 30,00 300,00 125,531 131,32 136,44
4 1,50 115,00 500,00 175,252 186,71 200,75
5 1,50 200,00 500,00 200,322 205,72 212,72
6 1,00 115,00 100,00 51,091 66,00 62,12
7 2,00 115,00 500,00 235,271 237,32 240,32
8 1,50 115,00 300,00 175,25 186,71 190,75
9 1,50 30,00 500,00 88,067 90,23 92,32
10 1,50 200,00 100,00 88,067 90,23 92,32
11 1,50 115,00 300,00 175,252 186,71 190,72
12 1,50 30,00 100,00 65,054 67,24 69,24
13 2,00 115,00 100,00 90,35 95,20 97,20
14 1,50 115,00 300,00 175,252 186,71 200,75
15 1,500 115,00 300,00 175,252 186,71 200,75
16 2,00 200,00 300,00 250,12 255,76 260,77
17 1,00 30,00 300,00 60,231 62,23 65,23

Data Hasil Penelitian serapan Ion Pb 2+ dengan bentonit aceh pada berbagai
waktu adsorpsi, dan konsentrasi adsorbat memperlihatkan bahwa konsentrasi ion
Pb2+ yang diserap oleh bentonit aceh dipengaruhi oleh massa bentonit, waktu
adsorpsi dan konsentrasi adsorbat ion Pb2+.
Konsentrasi ion Pb2+ yang terserap maksimum dicapai pada Run 16,
adsorben bentonit aceh yang digunakan 2 g, waktu adsorpsi 200 menit,
konsentrasi adsorbat ion Pb2+ 300 mg/l, konsentrasi ion Pb2+ yang terserap
maksimum 250,12 mg/l
118

Penyerapan adsorbat minimum sebesar 51,091 mg/l pada Run 6, bentonit


aceh yang digunakan 1 g, waktu adsorpsi 115 menit dan konsentrasi awal adsorbat
100 mg/l.
Perbedaan konsentrasi juga berpengaruh pada driving force, sedangkan
kecepatan pengaduk dan waktu kontak berpengaruh pada difusivitas dan laju
perpindahan massa. Faktor-faktor lain yang juga ikut berpengaruh pada
penyerapan ini yang disebabkan oleh difusi longitudinal, dan difusi termal yang
disebabkan oleh pengadukan yang sangat cepat dan panas yang ditimbulkan oleh
sebab efek dari pengadukan tersebut. Faktor-faktor ini dianggap terlalu kecil.
Faktor-faktor tersebut tidak terukur dan harganya terlalu kecil dan tidak dijadikan
bagian dari ekperimen dalam penelitian ini, harganya dapat diabaikan.

7.4.1 Ringkasan Model Statistik Untuk Serapan Ion Pb2+ dengan


Menggunakan Adsorben Bentonit Aceh

Model Statistik yang sesuai yang disaran oleh Design Expert seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 7.5 adalah model statistik yang dihasilkan oleh Disain
Box Behnken.

Model Summary Statistik dari Disign Expert.

Tabel 7.12 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Ion Pb2+ dengan
Adsorben Bentonit Aceh
Respon Sumber R2 Adj-R2 Pre-R2

Linier 0.8726 0.8432 0.7278

Serapan Ion 2 FI 0.9982 0.9971 0.9901


Pb2+ (mg/l)
Quadratik 0.9995 0.9998 0.9896 Diusulkan

Dari Tabel 7.12 Model yang disarankan adalah adalah Model Kuadratik
yang menunjukkan nilai R2 mendekati 1 (R2 = 0.9995). yaitu Adj-R2 yaitu
0.9971, R2 prediksi 0.9901. Model ini sangat tepat karena menunjukkan R2
mendekati 1 sehingga nilai korelasinya sangat cocok dan menunjukkan hampir
sama antara nilai aktual dengan prediksi, sedangkan nilai yang lain lebih besar
penyimpangan seperti ditunjukkan dalam Tabel 7.12 di atas.
119

Model matematika secara aktual yang diperoleh untuk memprediksi nilai


serapan ion Pb(II) dengan menggunakan adsorben bentonit interkalasi adalah
sebagai berikut:
Y1 = 172.89 + 101.24X1 – 21.94 X2 + 112.96X3 -0.026X
1
2
– 7.63
2 X
2
+
0.53X32 – 13.02 X 1X 2 + 69.84 X 1X 3 + 15.42 X 2 X............................(7.4)
3

Persamaan di atas berdasarkan aktual faktor dari masing-masing variabel.


Dimana:
Y1 = serapan bentonit aceh ion Pb2+, mg/l
X1 = massa bentonit aceh yang digunakan, g
X2 = Waktu adsorpsi, menit
X3 = Konsentrasi adsorbat ion Pb2+, mg/l
Persamaan di atas menjelaskan tentang pengaruh individual masing-masing
variabel (massa bentonit aceh, waktu adsorpsi, dan konsentrasi adsorbat ion Pb2+)
baik secara linier, maupun kuadratik dan interaksi secara linier kedua variabel
tersebut.
Variabel-variabel yang yang menyusun persamaan tersebut memberi
pengaruh positif terhadap serapan ion Pb2+.
Hubungan antara hasil eksperimen dan hasil prediksi serapan ion Pb2+
dengan menggunakan bentonit alam seperti diperlihatkan pada Gambar 7.6.

Gambar 7.23 Hubungan antara Nilai Hasil Penelitian dan Nilai Prediksi
Serapan Ion Pb2+ dengan Menggunakan Adsorben Bentonit
Aceh.
120

Gambar 7.23 yang menjelaskan hubungan antara data aktual hasil


penelitian dengan prediksi dari model matematik pada persamaan (7.4) sangat
dekat dengan tingkat validitas 99 % (R2 = 0,99) seperti diperlihatkan pada Tabel
7.12.

7.4.2 Analisa Varian untuk Serapan Ion Pb2+ Menggunakan Bentonit


Aceh
Berdasarkan Design Box Bhenken perhitungan ANOVA menunjukkan
pengaruh individul secara linier dan kuadratik dari masing-masing variabel dan
pengaruh interaksi dari masing-masing variabel tersebut serta kekeliruan dari
ekspereimen. Nilai F hitung atau F-Value dibandingkan dengan nilai F Tabel atau
P-Value Pro>F nilai dari design expert itu sendiri untuk tingkat kepercayaan
(degree of confidence) 95 %.
Analisa varian untuk pengaruh massa bentonit interkalasi (g, waktu
adsorpsi dan konsentrasi adsorbat ion Pb terhadap serapan ion Pb, seperti
ditunjukkan dalam Tabel 7.13.

Tabel 7.13 Anova Data Hasil Penelitian Pengaruh Massa Bentonit Aceh,
Waktu adsorpsi, dan konsentrasi Ion Pb2+ pada Adsorpsi Ion
Pb2+ Menggunakan Bentonit Aceh
Sumber JK DK KT Nilai F Prob>F Karakteristik
Model 193900 9 21539.17 1428.76 < 0.0001 Signifikan
A, X1 (Bentonit 46685.90 1 46685.90 3096.82 < 0.0001 Signifikan
Aceh ), g
B,X2 (Waktu 67.25 1 67.25 4.46 < 0.0726 Kurang
Adsorpsi) , menit Signifikan
C, X3 122500 1 122500 8125.29 < 0.0001 Signifikan
(Konsentrasi
Adsorbat Ion
Pb2+), mg/l
A2 468.96 1 468.96 31.11 0.0008 Signifikan
B2 1259.56 1 1259.56 83.65 < 0.0001 Signifikan
C2 16.49 1 16.49 1.09 0.3304 Tidak Signifikan
AB 277.80 1 277.80 18.43 0.0036 Signifikan
AC 21568.82 1 21568.82 1430.73 < 0.0001 Signifikan
BC 1015.47 1 1015.47 67.36 < 0.0001 Signifikan
Residual 105.53 7 15.08 - -
Keterangan: JK=Jumlah Kuadrat, DK Derajat Kebebasan, KT = Kuadrat Tengah
121

Dari Tabel 7.13 hasil analisa varian menunjukkan semua variabel yang
mempengaruhi serapan ion Pb2+ baik secara individual, interaksi variabel dan
pengaruh individual kuadratik semua sangat signifikan. Varibel yang tidak
signifikan hanya pengaruh individual kuadratik dari konsentrasi ion Pb 2+. Secara
menyeluruh model statistik yang diusulkan layak dan valid untuk digunakan
karena keakuratannya dapat dibuktikan dengan nilai pada Daftar ANOVA untuk
F-value dan P-value model Prof >F untuk tingkat kepercayaan 95 % bahkan
untuk tingkat yang lebih tinggi lagi.
Model yang signifkan dapat diaplikasi pada proses adsorpsi ion logam berat
ion Pb2+ dengan menggunakan bentonit aceh.

7.4.3 Analisa Response Surface Terhadap Serapan Ion Pb2+ Menggunakan


Bentonit Aceh
Model yang disarankan adalah model kuadratik. pemilihan yang disarankan
oleh sofwere Design Expert untuk analisa response surface metode Box Bhenken
dengan mempertimbangkan beberapa faktor. antara lain nilai R2. Berdasarkan
analisa respon dan model yang disarankan. maka digunakan dua jenis plot. yaitu
plot kontur dan plot 3D. Kegunaan dari plot ini untuk memudahkan gambaran
pengaruh variabel kontrol terhadap variabel respon. serta untuk menganalisis
pengaruh interaksi antarfaktor pada respon. Plot 3D menjelaskan hubungan
pengaruh dua variabel kontrol terhadap respon yang satu variabel dibuat dalam
kondisi tetap. Model Persamaan yang disarankan oleh Design Expert adalah
quadratik. Menganalisa model ini digunakan plot tiga dimensi dan plot kontur.
Hubungan antara bentonit interkalasi dan waktu adsorpsi dan konsentrasi
adsorbat ion Pb2+ terhadap serapan Ion Pb2+ seperti digambarkan pada Gambar
7.24, 7.25, dan 7.26
122

(a)

Gambar 7.24 Pengaruh Massa Bentonit dan Waktu Adsorpsi Pada Proses Adsorpsi
Menggunakan Bentonit Aceh
(a) Plot Kontur (b) Plot 3D
.
123

(a)

Gambar 7.25 Pengaruh Massa Bentonit dan Konsentrasi Ion Pb2+ Pada Proses Adsorpsi
Menggunakan Bentonit Aceh
Plot Kontur (b) Plot 3D
124

(a)

Gambar 7.26 Pengaruh Waktu Adsorpsi dan Konsentrasi Ion Pb2+ Pada Proses Adsorpsi
Menggunakan Bentonit Aceh
Plot Kontur (b) Plot 3D
125

Desiribilitas dari massa bentonit(g), waktu adsorpsi(menit), konsentrasi


adsorbat ion Pb2+(mg/l) ditunjukan Gambar 7.27, 7.28, dan Gambar 7.29.

Gambar 7.27 Desiribilitas Kountur Optimasi Adsorpsi Ion Pb2+ Pengaruh massa bentonit (g),
Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat Pb2+( mg/l) Terhadap Serapan
(removal) Ion Pb2+ dengan Menggunakan Adsorben Bentonit Aceh

Gambar 7.28 Desiribilitas Kountur Optimasi Adsorpsi Ion Pb2+ Pengaruh massa bentonit (g),
Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan
Terhadap Serapan (removal) Ion Pb2+ dengan Menggunakan Adsorben Bentonit
Aceh.
126

Gambar 7.29 Diagram Pareto Desirabilitas Adsorpsi Ion Pb2+ Pengaruh massa
Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat
Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan (removal) Ion Ion Pb2+ (mg/l) dengan
Menggunakan Adsorben Bentonit Aceh.

Dari hasil optimasi adsorpsi ion Pb2+, pengaruh massa bentonit aceh(g),
waktu adsorpsi (menit), dan konsentrasi ion Pb2+ terhadap serapan bentonit aceh
(removal) ion Pb2+ diperoleh kondisi optimal: massa bentonit 1,5 g, waktu
adsorpsi 115 menit, dan konsentrasi ion Pb2+ 305,86 mg/l diperoleh serapan ion
Pb2+ sebesar 176,266 mg/l, dan desiribilitas 0,804.

7.5 Data dan Hasil Pengolahan Data untuk Serapan Ion Pb2+ dengan
Menggunakan Bentonit Interkalasi

Dengan mengunakan adsorben bentonit aceh dari desa Blang Karieng.


Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara Propinsi Aceh. kemudian dilakukan
pengujian serapan terhadap ion logam berat Pb2+.
127

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Design Expert Sofwere


(versi 12.0.7.0) yaitu suatu kumpulan dari teknik–teknik statistika dan matematika
yang berguna untuk design eksperimen, kecocokan model serta menentukan
kondisi operasi optimum untuk respon yang sudah ditentukan. Design Expert
Sofwere menggunakan beberapa metode yang dapat menentukan kondisi optimal
dari suatu respon. Dalam penelitian ini menggunakan Metode Box Bhenken untuk
mengoptimasi dan melihat pengaruh berat adsorban bentonit aceh(g), waktu
adsorpsi (menit), konsentrasi adsorbat Ion Pb2+ (mg/l) terhadap serapan Ion logam
Pb2+.
Berdasarkan Design Expert softwere menggunakan metode Box Bhenken.
penelitian ini menghasilkan design percobaan dengan 17 run eksperimen dengan
adanya pada titik pusat (center point) sebanyak 5 run. Pengulangan tersebut
berguna untuk menghitung kesalahan murni dari Jumlah kuadrat (sum of squares).

Tabel 7.14 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Pb2+ dengan Bentonit
Interkalasi pada Berbagai Massa Bentonit Interkalasi, Waktu
Adsorpsi dan Konsentrasi Adsorbat Ion Pb2
Serapan (Y ) Serapan (Y ) Serapan (Y )
Massa Bentonit Waktu Konsentrasi 1 2 3
Run
Interkalasi, Adsorpsi, Adsorbat Pb2+. Pb 2+
Pb 2+
Pb 2+
g menit mg/l mg/l mg/l mg/l
1 1,00 115,00 500,00 118,912 125,00 128,91
2 1,00 200,00 300,00 121,212 130,72 137,72
3 2,00 30,00 300,00 125,531 131,32 136,44
4 1,50 115,00 500,00 175,252 186,71 200,75
5 1,50 200,00 500,00 200,322 205,72 212,72
6 1,00 115,00 100,00 51,091 66,00 62,12
7 2,00 115,00 500,00 235,271 237,32 240,32
8 1,50 115,00 300,00 175,25 186,71 190,75
9 1,50 30,00 500,00 88,067 90,23 92,32
10 1,50 200,00 100,00 88,067 90,23 92,32
11 1,50 115,00 300,00 175,252 186,71 190,72
12 1,50 30,00 100,00 65,054 67,24 69,24
13 2,00 115,00 100,00 90,35 95,20 97,20
14 1,50 115,00 300,00 175,252 186,71 200,75
15 1,500 115,00 300,00 175,252 186,71 200,75
16 2,00 200,00 300,00 250,12 255,76 260,77
17 1,00 30,00 300,00 60,231 62,23 65,23
128

Data Hasil Penelitian serapan Ion Pb 2+ dengan bentonit aceh pada berbagai
waktu adsorpsi, dan konsentrasi adsorbat memperlihatkan bahwa konsentrasi ion
Pb2+ yang diserap oleh bentonit aceh dipengaruhi oleh massa bentonit, waktu
adsorpsi dan konsentrasi adsorbat ion Pb2+.
Konsentrasi ion Pb2+ yang terserap maksimum dicapai pada Run 16,
adsorben bentonit aceh yang digunakan 2 g, waktu adsorpsi 200 menit,
konsentrasi adsorbat ion Pb2+ 300 mg/l, konsentrasi ion Pb2+ yang terserap
maksimum 255,76 mg/l
Penyerapan adsorbat minimum sebesar 60,00 mg/l pada Run 6, bentonit
aceh yang digunakan 1 g, waktu adsorpsi 115 menit dan konsentrasi awal adsorbat
100 mg/l.
Perbedaan konsentrasi juga berpengaruh pada driving force, sedangkan
kecepatan pengaduk dan waktu kontak berpengaruh pada difusivitas dan laju
perpindahan massa. Faktor-faktor lain yang juga ikut berpengaruh pada
penyerapan ini yang disebabkan oleh difusi longitudinal, dan difusi termal yang
disebabkan oleh pengadukan yang sangat cepat dan panas yang ditimbulkan oleh
sebab efek dari pengadukan tersebut. Faktor-faktor ini dianggap terlalu kecil.
Faktor-faktor tersebut tidak terukur dan harganya terlalu kecil dan tidak dijadikan
bagian dari ekperimen dalam penelitian ini, harganya dapat diabaikan.

7.5.1 Ringkasan Model Statistik Untuk Serapan Ion Pb2+ dengan


Menggunakan Adsorben Bentonit Interkalasi

Model Statistik yang sesuai yang disaran oleh Design Expert seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 7.15 adalah model statistik yang dihasilkan oleh Disain
Box Behnken.

Model Summary Statistik dari Disign Expert.


Tabel 7.15 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Ion Pb2+ dengan Adsorben Bentonit
Interkalasi
Respon Sumber R2 Adj-R2 Pre-R2

Linier 0.8726 0.8432 0.7278

Serapan Ion 2 FI 0.9982 0.9971 0.9901


Pb2+ (mg/l)
Quadratik 0.9995 0.9998 0.9896 Diusulkan
129

Dari Tabel 7.15 Model yang disarankan adalah adalah Model Kuadratik
yang menunjukkan nilai R2 mendekati 1 (R2 = 0.9995). yaitu Adj-R2 yaitu
0.9971, R2 prediksi 0.9901. Model ini sangat tepat karena menunjukkan R2
mendekati 1 sehingga nilai korelasinya sangat cocok dan menunjukkan hampir
sama antara nilai aktual dengan prediksi, sedangkan nilai yang lain lebih besar
penyimpangan seperti ditunjukkan dalam Tabel 7.15 di atas.
Model matematika secara aktual yang diperoleh untuk memprediksi nilai
serapan ion Pb(II) dengan menggunakan adsorben bentonit interkalasi adalah
sebagai berikut:
Y21 = 185.99 + 42,71X1 + 36,82 X2 + 47,08X3 + 13,99 X1X2 + 19,28 X1X3 +
..................................
13,92 X2 X3 - 16,72X 12 - 23,54 X 22 – 40,61 X 32 (7.5)
Persamaan di atas berdasarkan aktual faktor dari masing-masing variabel.
Dimana:
Y2 = serapan bentonit interkalasi ion Pb2+, mg/l
X1 = massa bentonit aceh yang digunakan, g
X2 = Waktu adsorpsi, menit
X3 = Konsentrasi adsorbat ion Pb2+, mg/l
Persamaan di atas menjelaskan tentang pengaruh individual masing-masing
variabel (massa bentonit aceh, waktu adsorpsi, dan konsentrasi adsorbat ion Pb2+)
baik secara linier, maupun kuadratik dan interaksi secara linier kedua variabel
tersebut.
Variabel-variabel yang yang menyusun persamaan tersebut memberi
pengaruh positif terhadap serapan ion Pb2+.
Hubungan antara hasil eksperimen dan hasil prediksi serapan ion Pb2+
dengan menggunakan bentonit alam seperti diperlihatkan pada Gambar 7.30.
130

Gambar 7.30 Hubungan antara Nilai Hasil Penelitian dan Nilai Prediksi
Serapan Ion Pb2+ dengan Menggunakan Adsorben Bentonit
Interkalasi

Gambar 7.30 yang menjelaskan hubungan antara data aktual hasil


penelitian dengan prediksi dari model matematik pada persamaan (7.4) sangat
dekat dengan tingkat validitas 99 % (R2 = 0,99) seperti diperlihatkan pada Tabel
7.15.

7.5.2 Analisa Varian untuk Serapan Ion Pb2+ Menggunakan Bentonit


Interkalasi
Berdasarkan Design Box Bhenken perhitungan ANOVA menunjukkan
pengaruh individul secara linier dan kuadratik dari masing-masing variabel dan
pengaruh interaksi dari masing-masing variabel tersebut serta kekeliruan dari
ekspereimen. Nilai F hitung atau F-Value dibandingkan dengan nilai F Tabel atau
P-Value Pro>F nilai dari design expert itu sendiri untuk tingkat kepercayaan
(degree of confidence) 95 %.
Analisa varian untuk pengaruh massa bentonit interkalasi , waktu
adsorpsi, dan konsentrasi adsorbat ion Pb2+ terhadap serapan ion Pb2+, seperti
ditunjukkan dalam Tabel 7.16.
131

Tabel 7.16 Anova Data Hasil Penelitian Pengaruh Massa Bentonit Aceh,
Waktu adsorpsi, dan konsentrasi Ion Pb2+ pada Adsorpsi Ion
Pb2+ Menggunakan Bentonit Interkalasi
Sumber JK DK KT Nilai F Prob>F Karakteristik
Model 193900 9 21539.17 1428.76 < 0.0001 Signifikan
A –Bentonit 46685.90 1 46685.90 3096.82 < 0.0001 Signifikan
Interkalasi(g)
B- Waktu 67.25 1 67.25 4.46 < 0.0726 Kurang
Adsorpsi (menit) Signifikan
C - Konsentrasi 122500 1 122500 8125.29 < 0.0001 Signifikan
Adsorbat Ion Pb2+
(mg/l)
A2 468.96 1 468.96 31.11 0.0008 Signifikan
B2 1259.56 1 1259.56 83.65 < 0.0001 Signifikan
C2 16.49 1 16.49 1.09 0.3304 Tidak Signifikan
AB 277.80 1 277.80 18.43 0.0036 Signifikan
AC 21568.82 1 21568.82 1430.73 < 0.0001 Signifikan
BC 1015.47 1 1015.47 67.36 < 0.0001 Signifikan
Residual 105.53 7 15.08 - -
Keterangan: JK=Jumlah Kuadrat, DK Derajat Kebebasan, KT = Kuadrat Tengah

Dari Tabel 7.16 hasil analisa varian menunjukkan semua variabel yang
mempengaruhi serapan ion Pb2+ baik secara individual, interaksi variabel dan
pengaruh individual kuadratik semua sangat signifikan. Varibel yang tidak
signifikan hanya pengaruh individual kuadratik dari konsentrasi ion Pb 2+. Secara
menyeluruh model statistik yang diusulkan layak dan valid untuk digunakan
karena keakuratannya dapat dibuktikan dengan nilai pada Daftar ANOVA untuk
F-value dan P-value model Prof >F untuk tingkat kepercayaan 95 % bahkan
untuk tingkat yang lebih tinggi lagi.
Model yang signifkan dapat diaplikasi pada proses adsorpsi ion logam berat
ion Pb2+ dengan menggunakan bentonit aceh.

7.5.3 Analisa Response Surface Terhadap Serapan Ion Pb2+ Menggunakan


Bentonit Interkalasi
Model yang disarankan adalah model kuadratik. pemilihan yang disarankan
oleh sofwere Design Expert untuk analisa response surface metode Box Bhenken
dengan mempertimbangkan beberapa faktor. antara lain nilai R2. Berdasarkan
analisa respon dan model yang disarankan. maka digunakan dua jenis plot. yaitu
132

plot kontur dan plot 3D. Kegunaan dari plot ini untuk memudahkan gambaran
pengaruh variabel kontrol terhadap variabel respon. serta untuk menganalisis
pengaruh interaksi antarfaktor pada respon. Plot 3D menjelaskan hubungan
pengaruh dua variabel kontrol terhadap respon yang satu variabel dibuat dalam
kondisi tetap. Model Persamaan yang disarankan oleh Design Expert adalah
quadratik. Menganalisa model ini digunakan plot tiga dimensi dan plot kontur.
Hubungan antara bentonit interkalasi dan waktu adsorpsi dan konsentrasi
adsorbat ion Pb2+ terhadap serapan Ion Pb2+ seperti digambarkan pada Gambar
7.31, 7.32, dan 7.33

(a)
133

(a)

Gambar 7.31 Pengaruh Massa Bentonit dan Waktu Adsorpsi Pada Proses Adsorpsi
Menggunakan Bentonit Interkalasi
(a) Plot Kontur (b) Plot 3D

(a)
134

(b)
Gambar 7.32 Pengaruh Massa Bentonit dan Konsentrasi Ion Pb2+ Pada Proses Adsorpsi
Menggunakan Bentonit Interkalasi
(a) Plot Kontur (b) Plot 3D

(a)
135

(b)
Gambar 7.33 Pengaruh WaktuAdsorpsi dan Konsentrasi Ion Pb2+ Pada Proses Adsorpsi
Menggunakan Bentonit Interkalasi
(a) Plot Kontur (b) Plot 3D

Desiribilitas dari massa bentonit(g), waktu adsorpsi(menit), konsentrasi


adsorbat ion Pb2+(mg/l) ditunjukan Gambar 7.33, 7.34, dan Gambar 7.35.

Gambar 7.34 Desiribilitas Kountur Optimasi Adsorpsi Ion Pb2+ Pengaruh massa bentonit (g),
Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat Pb2+( mg/l) Terhadap Serapan
(removal) Ion Pb2+ dengan Menggunakan Adsorben Bentonit Interkalasi.
136

Gambar 7.35 Desiribilitas 3D Optimasi Adsorpsi Ion Pb2+ Pengaruh massa bentonit (g),
Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan
Terhadap Serapan (removal) Ion Pb2+ dengan Menggunakan Adsorben Bentonit
Interkalasi.

Gambar 7.36 Diagram Pareto Desirabilitas Adsorpsi Ion Pb2+ Pengaruh massa
Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat
Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan (removal) Ion Ion Pb2+ (mg/l) dengan
Menggunakan Adsorben Bentonit Interkalasi.
137

Dari hasil optimasi adsorpsi ion Pb2+, pengaruh massa bentonit aceh(g),
waktu adsorpsi (menit), dan konsentrasi ion Pb2+ terhadap serapan bentonit aceh
(removal) ion Pb2+ diperoleh kondisi optimal: massa bentonit 1,5 g, waktu
adsorpsi 115 menit, dan konsentrasi ion Pb2+ 305,86 mg/l diperoleh serapan ion
Pb2+ sebesar 187,63 mg/l, dan desiribilitas 0,804.

7.6 Data dan Hasil Pengolahan Data untuk Serapan Ion Pb2+ dengan
Menggunakan Bentonit Pilarisasi

Dengan mengunakan adsorben bentonit aceh dari desa Blang Karieng.


Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara Propinsi Aceh. kemudian dilakukan
pengujian serapan terhadap ion logam berat Pb2+.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Design Expert Sofwere
(versi 12.0.7.0) yaitu suatu kumpulan dari teknik–teknik statistika dan matematika
yang berguna untuk design eksperimen, kecocokan model serta menentukan
kondisi operasi optimum untuk respon yang sudah ditentukan. Design Expert
Sofwere menggunakan beberapa metode yang dapat menentukan kondisi optimal
dari suatu respon. Dalam penelitian ini menggunakan Metode Box Bhenken untuk
mengoptimasi dan melihat pengaruh berat adsorban bentonit aceh(g), waktu
adsorpsi (menit), konsentrasi adsorbat Ion Pb2+ (mg/l) terhadap serapan Ion logam
Pb2+.
Berdasarkan Design Expert softwere menggunakan metode Box Bhenken.
penelitian ini menghasilkan design percobaan dengan 17 run eksperimen dengan
adanya pada titik pusat (center point) sebanyak 5 run. Pengulangan tersebut
berguna untuk menghitung kesalahan murni dari Jumlah kuadrat (sum of squares).
138

Tabel 7.17 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Pb2+ dengan


Bentonit Pilarisasi pada Berbagai Massa Bentonit Pilarisasi,
Waktu Adsorpsi dan Konsentrasi Adsorbat Ion Pb2
Serapan (Y ) Serapan (Y ) Serapan (Y )
Massa Bentonit Waktu Konsentrasi 1 2 3
Run
Pilarisasi, Adsorpsi, Adsorbat Pb2+ . Pb 2+
Pb 2+
Pb 2+
g menit mg/l mg/l mg/l mg/l
1 1,00 115,00 500,00 118,912 125,00 128,91
2 1,00 200,00 300,00 121,212 130,72 137,72
3 2,00 30,00 300,00 125,531 131,32 136,44
4 1,50 115,00 500,00 175,252 186,71 200,75
5 1,50 200,00 500,00 200,322 205,72 212,72
6 1,00 115,00 100,00 51,091 66,00 62,12
7 2,00 115,00 500,00 235,271 237,32 240,32
8 1,50 115,00 300,00 175,25 186,71 190,75
9 1,50 30,00 500,00 88,067 90,23 92,32
10 1,50 200,00 100,00 88,067 90,23 92,32
11 1,50 115,00 300,00 175,252 186,71 190,72
12 1,50 30,00 100,00 65,054 67,24 69,24
13 2,00 115,00 100,00 90,35 95,20 97,20
14 1,50 115,00 300,00 175,252 186,71 200,75
15 1,500 115,00 300,00 175,252 186,71 200,75
16 2,00 200,00 300,00 250,12 255,76 260,77
17 1,00 30,00 300,00 60,231 62,23 65,23

Data Hasil Penelitian serapan Ion Pb2+ dengan bentonit interkalasi pada
berbagai waktu adsorpsi, dan konsentrasi adsorbat memperlihatkan bahwa
konsentrasi ion Pb2+ yang diserap oleh bentonit aceh dipengaruhi oleh massa
bentonit, waktu adsorpsi dan konsentrasi adsorbat ion Pb2+.
Konsentrasi ion Pb2+ yang terserap maksimum dicapai pada Run 16,
adsorben bentonit aceh yang digunakan 2 g, waktu adsorpsi 200 menit,
konsentrasi adsorbat ion Pb2+ 300 mg/l, konsentrasi ion Pb2+ yang terserap
maksimum 260,77 mg/l
Penyerapan adsorbat minimum sebesar 62,16 mg/l pada Run 6, bentonit
aceh yang digunakan 1 g, waktu adsorpsi 115 menit dan konsentrasi awal adsorbat
100 mg/l.
Perbedaan konsentrasi juga berpengaruh pada driving force, sedangkan
kecepatan pengaduk dan waktu kontak berpengaruh pada difusivitas dan laju
perpindahan massa. Faktor-faktor lain yang juga ikut berpengaruh pada
139

penyerapan ini yang disebabkan oleh difusi longitudinal, dan difusi termal yang
disebabkan oleh pengadukan yang sangat cepat dan panas yang ditimbulkan oleh
sebab efek dari pengadukan tersebut. Faktor-faktor ini dianggap terlalu kecil.
Faktor-faktor tersebut tidak terukur dan harganya terlalu kecil dan tidak dijadikan
bagian dari ekperimen dalam penelitian ini, harganya dapat diabaikan.

7.6.1 Ringkasan Model Statistik Untuk Serapan Ion Pb2+ dengan


Menggunakan Adsorben Bentonit Pilarisasi

Model Statistik yang sesuai yang disaran oleh Design Expert seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 7.18 adalah model statistik yang dihasilkan oleh Disain
Box Behnken.

Model Summary Statistik dari Disign Expert.


Tabel 7.18 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Ion Pb2+ dengan Adsorben Bentonit
Pilarisasi
Respon Sumber R2 Adj-R2 Pre-R2

Linier 0.8726 0.8432 0.7278

Serapan Ion 2 FI 0.9982 0.9971 0.9901


Pb2+ (mg/l)
Quadratik 0.9995 0.9998 0.9896 Diusulkan

Dari Tabel 7.18 Model yang disarankan adalah adalah Model Kuadratik
yang menunjukkan nilai R2 mendekati 1 (R2 = 0.9995). yaitu Adj-R2 yaitu
0.9971, R2 prediksi 0.9901. Model ini sangat tepat karena menunjukkan R2
mendekati 1 sehingga nilai korelasinya sangat cocok dan menunjukkan hampir
sama antara nilai aktual dengan prediksi, sedangkan nilai yang lain lebih besar
penyimpangan seperti ditunjukkan dalam Tabel 7.18 di atas.
Model matematika secara aktual yang diperoleh untuk memprediksi nilai
serapan ion Pb(II) dengan menggunakan adsorben bentonit Pilarisasi adalah
sebagai berikut:
Y3 = 195.73 + 42,59X1 + 37,82 X2 + 48,88X3 + 12,96 X1X2 + 19,08 X1X3 +
..................................
14,90 X2 X3 - 19,81X12 - 25,87 X22 – 43,79 X32 (7.6)
Persamaan di atas berdasarkan aktual faktor dari masing-masing variabel.
Dimana:
140

Y3 = serapan bentonit pilarisasi ion Pb2+, mg/l


X1 = massa bentonit aceh yang digunakan, g
X2 = Waktu adsorpsi, menit
X3 = Konsentrasi adsorbat ion Pb2+, mg/l
Persamaan di atas menjelaskan tentang pengaruh individual masing-masing
variabel (massa bentonit aceh, waktu adsorpsi, dan konsentrasi adsorbat ion Pb2+)
baik secara linier, maupun kuadratik dan interaksi secara linier kedua variabel
tersebut.
Variabel-variabel yang yang menyusun persamaan tersebut memberi
pengaruh positif terhadap serapan ion Pb2+.
Hubungan antara hasil eksperimen dan hasil prediksi serapan ion Pb2+
dengan menggunakan bentonit alam seperti diperlihatkan pada Gambar 7.37.

Gambar 7.37 Hubungan antara Nilai Hasil Penelitian dan Nilai Prediksi
Serapan Ion Pb2+ dengan Menggunakan Adsorben Bentonit
Pilarisasi.
141

Gambar 7.37 yang menjelaskan hubungan antara data aktual hasil


penelitian dengan prediksi dari model matematik pada persamaan (7.4) sangat
dekat dengan tingkat validitas 99 % (R2 = 0,99) seperti diperlihatkan pada Tabel
7.18.

7.6.2 Analisa Varian untuk Serapan Ion Pb2+ Menggunakan Bentonit


Pilarisasii
Berdasarkan Design Box Bhenken perhitungan ANOVA menunjukkan
pengaruh individul secara linier dan kuadratik dari masing-masing variabel dan
pengaruh interaksi dari masing-masing variabel tersebut serta kekeliruan dari
ekspereimen. Nilai F hitung atau F-Value dibandingkan dengan nilai F Tabel atau
P-Value Pro>F nilai dari design expert itu sendiri untuk tingkat kepercayaan
(degree of confidence) 95 %.
Analisa varian untuk pengaruh massa bentonit interkalasi (g), waktu
adsorpsi(menit) dan konsentrasi adsorbat ion Pb2+(mg/l) terhadap serapan ion Pb2+
(mg/l), seperti ditunjukkan dalam Tabel 7.19.

Tabel 7.19 Anova Data Hasil Penelitian Pengaruh Massa Bentonit


Pilarisasi, Waktu adsorpsi, dan konsentrasi Ion Pb2+ pada
Adsorpsi Ion Pb2+ Menggunakan Bentonit Pilarisasi
Sumber JK DK KT Nilai F Prob>F Karakteristik
Model 62341,94 9 6926,88 31,80 < 0.0001 Signifikan
A –Bentonit 14512,80 1 14512,80 66,62 < 0.0001 Signifikan
Pilarisasi(g)
B- Waktu 11443,95 1 11443,95 52,53 < 0.0002 Signifikan
Adsorpsi (menit)
C - Konsentrasi 21025,11 1 21025,11 96,51 < 0.0001 Signifikan
Adsorbat Ion Pb2+
(mg/l)
AB 672,03 1 672,03 3,08 0,1223 Tidak Signifikan
AC 1456,45 1 1456,45 6,69 0,0362 Signifikan
A2 1645,28 1 1645,28 7,55 0,0286 Signifikan
B 2 2804,83 1 2804,83 12,87 0.0089 Signifikan
C 2 8035,69 1 8035,69 36,88 0.0001 Signifikan
BC 1015.47 1 1015.47 67.36 < 0.0001 Signifikan
Residual 1525,02 7 217,86 - -
Keterangan: JK=Jumlah Kuadrat, DK Derajat Kebebasan, KT = Kuadrat Tengah
142

Dari Tabel 7.19 hasil analisa varian menunjukkan semua variabel yang
mempengaruhi serapan ion Pb2+ baik secara individual, interaksi variabel dan
pengaruh individual kuadratik semua sangat signifikan. Varibel yang tidak
signifikan hanya pengaruh interaksi pengaruh interaksi massa bentonit dan waktu
adsorpsi. Secara menyeluruh model statistik yang diusulkan layak dan valid untuk
digunakan karena keakuratannya dapat dibuktikan dengan nilai pada Daftar
ANOVA untuk F-value dan P-value model Prof >F untuk tingkat kepercayaan 95
% bahkan untuk tingkat yang lebih tinggi lagi.
Model yang signifkan dapat diaplikasi pada proses adsorpsi ion logam berat
ion Pb2+ dengan menggunakan bentonit pilarisasi.

7.6.3 Analisa Response Surface dan Optimasi Adsorpsi Terhadap Serapan


Ion Pb2+ Menggunakan Bentonit Pilarisasi
Model yang disarankan adalah model kuadratik. pemilihan yang disarankan
oleh sofwere Design Expert untuk analisa response surface metode Box Bhenken
dengan mempertimbangkan beberapa faktor. antara lain nilai R2. Berdasarkan
analisa respon dan model yang disarankan. maka digunakan dua jenis plot. yaitu
plot kontur dan plot 3D. Kegunaan dari plot ini untuk memudahkan gambaran
pengaruh variabel kontrol terhadap variabel respon. serta untuk menganalisis
pengaruh interaksi antarfaktor pada respon. Plot 3D menjelaskan hubungan
pengaruh dua variabel kontrol terhadap respon yang satu variabel dibuat dalam
kondisi tetap. Model Persamaan yang disarankan oleh Design Expert adalah
quadratik. Menganalisa model ini digunakan plot tiga dimensi dan plot kontur.
Hubungan antara bentonit interkalasi dan waktu adsorpsi dan konsentrasi
adsorbat ion Pb2+ terhadap serapan Ion Pb2+ seperti digambarkan pada Gambar
7.38, 7.39, dan 7.40
143

(a)

(b)
Gambar 7.38 Pengaruh Massa Bentonit dan Waktu Adsorpsi Pada Proses Adsorpsi
Menggunakan Bentonit Pilarisasi
(a) Plot Kontur (b) Plot 3D
144

(a)

Gambar 7.39 Pengaruh Massa Bentonit dan Konsentrasi Ion Pb2+ Pada Proses Adsorpsi
Menggunakan Bentonit Pilarisasi
(a) Plot Kontur (b) Plot 3D
145

(a)

Gambar 7.40 Pengaruh Waktu Adsorpsi dan Konsentrasi Ion Pb2+ Pada Proses Adsorpsi
Menggunakan Bentonit Pilarisasi
(a) Plot Kontur (b) Plot 3D

Desiribilitas dari massa bentonit(g), waktu adsorpsi(menit), konsentrasi


adsorbat ion Pb2+(mg/l) ditunjukan Gambar 7.41, 7.42, dan Gambar 7.43.
146

Gambar 7.41 Desiribilitas Kountur Optimasi Adsorpsi Ion Pb2+ Pengaruh massa bentonit (g),
Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat Pb2+( mg/l) Terhadap Serapan
(removal) Ion Pb2+ dengan Menggunakan Adsorben Bentonit Pilarisasi.

Gambar 7.42 Desiribilitas 3D Optimasi Adsorpsi Ion Pb(II) Pengaruh massa bentonit (g),
Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan
Terhadap Serapan (removal) Ion Pb(II) dengan Menggunakan Adsorben Bentonit
Pilarisasi.
147

Gambar 7.43 Diagram Pareto Desirabilitas Adsorpsi Ion Pb(II) Pengaruh massa
Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat
Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan (removal) Ion Ion Pb2+ (mg/l) dengan
Menggunakan Adsorben Bentonit Pilarisasi

Dari hasil optimasi adsorpsi ion Pb2+, pengaruh massa bentonit aceh(g),
waktu adsorpsi (menit), dan konsentrasi ion Pb2+ terhadap serapan bentonit aceh
(removal) ion Pb2+ diperoleh kondisi optimal: massa bentonit 1,5 g, waktu
adsorpsi 115 menit, dan konsentrasi ion Pb2+ 305,86 mg/l diperoleh serapan ion
Pb2+ sebesar 197,423 mg/l, dan desiribilitas 0,804.

Gambar 7.44 Diagram Optimasi Numerik Adsorpsi Ion Pb(II) Pengaruh massa
Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat
Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan (removal) Ion Ion Pb2+ (mg/l) dengan
Menggunakan Adsorben Bentonit Pilarisasi.
148

Dari hasil optimasi adsorpsi tentang pengaruh massa bentonit(g), waktu


adsorpsi (menit), dan konsentrasi adsorbat ion Pb2+ terhadap serapan ion Pb2+
dengan menggunakan adsorben bentonit aceh, bentonit interkalasi, dan bentonit
pilarisasi diperoleh data optimasi sebagai berikut :
Massa bentonit (0,5-2g), waktu adsorpsi (5-30 menit), konsentrasi
adsorbat ion Pb2+ (10-100 mg/l), adsorben yang digunakan sebagai penyerap :
bentonit aceh (NB), bentonit interkalasi (IB) , dan bentonit pilarisasi (PB), Run
masing bentonit 17 Run. Hasil optimasi diperlihatkan pada Tabel 7.20

Tabel 7.20 Perbandingan Serapan Ketiga Bentonit Hasil Optimasi.


Massa bentonit Waktu adsorpsi Konsentrasi adsorbat Serapan(removal)
(g) (menit) Pb2+(mg/l) (mg/l)
NB =1,5 115 300 176,266
IB = 1,5 115 300 187,67
PB = 1,5 115 300 197,42
Keterangan : NB = Bentonit alam, IB= Bentonit Interkalasi, PB= Bentonit pilarisasi

Terjadi peningkatan serapan : PB>IB>NB (197,42>187,67>176,266)


Serapan dari bentonit aceh ke bentonit interkalasi naik 6,5 %
Serapan dari bentonit interkalasi ke bentonit Pilarisasi naik 5,2 %
Serapan dari bentonit Aceh ke bentonit pilarisasi naik 12,002 %

7.7 Data dan Hasil Pengolahan Data untuk Serapan Ion Cd2+ dengan
menggunakan Bentonit Aceh

Dengan mengunakan adsorban Bentonit Aceh hasil preparasi yang diambil


dari Blang Karieng. Kecamatan Nisam Aceh Utara. kemudian dilakukan
pengujian daya serap terhadap ion logam berat Cd. Data hasil eksperimen
Serapan ion Cd dengan bentonit alam seperti ditunjukkan dalam Tabel 7.21
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Design Expert Sofwere (versi
12.0.7.0) yaitu suatu kumpulan dari teknik–teknik statistika dan matematika yang
berguna untuk design eksperimen, kecocokan model serta menentukan kondisi
operasi optimum untuk respon yang sudah ditentukan. Design Expert Sofwere
menggunakan beberapa metode yang dapat menentukan kondisi optimal dari
suatu respon. Dalam penelitian ini menggunakan Metode Box Bhenken untuk
149

mengoptimasi dan melihat pengaruh adsorban massa bentonit alam, waktu


adsorpsi, dan konsentrasi adsorbat terhadap serapan Ion Cd2+
Berdasarkan Design Expert softwere menggunakan metode Box Bhenken
menghasilkan design percobaan dengan 17 Run eksperimen dengan adanya pada
titik pusat (center point) sebanyak 5 run. Pengulangan tersebut berguna untuk
menghitung kesalahan murni dari sum of squares.
Data Hasil Penelitian Serapan Ion Cd2+ dengan Bentonit Alam pada
Berbagai Waktu adsorpsi, dan Konsentrasi Adsorbat diperlihatkan pada Tabel
7.21.

Tabel 7.21 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Cd2+ dengan Bentonit Aceh
pada Berbagai Waktu Kontak. dan Konsentrasi Adsorbat Cd2+
Massa Waktu Konsentrasi Serapan Serapan Serapan
Run Bentonit adsorpsi Ion Cd2+ Ion Cd2+ Ion Cd2+ Ion Cd2+
Aceh (g) (menit) (mg/l) (mg/l),Y1 (mg/l),Y2 (mg/l),Y3
1 1 115 500 100,812 107,812 102,912
2 1 200 300 102,212 111,621 118,821
3 2 30 300 105,531 112,321 116,438
4 1,5 115 300 166,254 167,712 181,753
5 1,5 200 500 180,326 185,721 182,52
6 1 115 100 58,091 61,12 63,12
7 2 115 500 211,271 217,326 220,325
8 1,5 115 300 155,251 166,718 170,758
9 1,5 30 500 88,788 107,943 110,049
10 1,5 200 100 78,067 92,238 72,328
11 1,5 115 300 155,258 166,719 170,721
12 1,5 30 100 64,055 66,243 69,241
13 2 115 100 61,35 65,208 71,208
14 1,5 115 300 115,256 166,714 180,758
15 1,5 115 300 115,256 166,714 180,758
16 2 200 300 230,221 235,766 240,76
17 1 30 300 61,238 62,239 65,235

Dari Tabel 7.21 di atas konsentrasi ion Cd 2+ yang diserap oleh bentonit
aceh dipengaruhi oleh massa bentonit, waktu adsorpsi, dan konsentrasi adsorbat.
Konsentrasi ion Cd2+ yang terserap maksimum 230,221 mg/l, dicapai pada Run
150

16. waktu kontak 200 menit. jumlah adsorben bentonit aceh yang digunakan
sebanyak 2 g, dan adsorbat Cd2+ yang digunakan 300 mg/l. Konsentrasi ion Cd 2+
yang terserap minimum 58,091 mg/l , dicapai pada Run 6, waktu adsorpsi 115
menit, jumlah adsorben bentonit aceh yang digunakan sebanyak 1,0 g, adsorbat
Cd2+ yang digunakan 100 mg/l. Jumlah adsorbat Cd 2+ yang terserap kendalinya
lebih ditentukan adsorben. kemudian baru konsentrasi adsorbat ion Cd2+ dan
waktu adsorpsi. Perbedaan konsentrasi juga berpengaruh pada driving force,
sedangkan kecepatan pengaduk dan waktu kontak berpengaruh pada difusivitas.
dan laju perpindahan massa.

Faktor-faktor lain yang juga ikut berpengaruh pada penyerapan ini yang
disebab oleh difusi longitudinal. dan difusi termal yang disebabkan oleh
pengadukan yang sangat cepat dan panas yang ditimbulkan oleh sebab efek dari
pengadukan tersebut. Faktor-faktor dianggap terlalu kecil sehingga dapat
diabaikan.

7.7.1 Ringkasan Model Statistik Untuk Serapan Ion Cd2+ dengan


Menggunakan Adsorben Bentonit Aceh

Model Statistik yang sesuai yang disaran oleh Design Expert seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 7.22. adalah model statistik yang dihasilkan oleh Disain
Box Behnken.

Model Summary Statistik dari Disign Expert.

Tabel 7.22 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Ion Cd2+ dengan
Adsorben Bentonit Aceh
Respon Sumber Std R2 Adj-R2 Pre-R2
Dev
Serapan Ion Linier 0.51 0.9337 0.9184 0.8634

Cd2+ (mg/l) 2 FI 0.17 0.9940 0.9904 0.9882

Quadratik 0.080 0.9991 0.9980 0.9893 Diusulkan

Dari Tabel 7.22 Model yang disarankan adalah adalah Model Kuadratik
yang menunjukkan nilai R2 mendekati 1 (R2 = 0.9991). yaitu Adj-R2 yaitu
151

0.9980. R2 prediksi 0.9893. Model ini sangat tepat karena menunjukkan R2


mendekati 1 sehingga nilai korelasinya sangat cocok dan menunjukkan hampir
sama antara nilai aktual dengan prediksi sedangkan model nilai yang lain lebih
besar penyimpangan seperti ditunjukkan dalam Tabel 7.22 di atas.
Model matematika secara aktual yang diperoleh untuk memprediksi nilai
serapan ion Cd2+ dengan menggunakan adsorben bentonit aceh adalah sebagai
berikut:

Y1 = 141,45 + 35,75X1 + 33,90 X2 + 39,95X3 – 5,79X 12 – 10,86 X 22 – 27,78X 32


+ 20,93 X1X2 + 26,80 X1X3 + 19,38 X2 X3.........................................(7.7)

Persamaan di atas berdasarkan aktual faktor dari masing-masing variabel.


Dimana:
Y1 = serapan Ion Cd2+ menggunakan aceh
X1 = massa bentonit aceh yang digunakan , g
X2 = Waktu adsorpsi/waktu kontak, menit
X3 = Konsentrasi adsorbat ion Cd2+, mg/l

Peresamaan di atas menjelaskan tentang pengaruh individual masing-


masing variabel (massa bentonit, waktu adsorpsi, konsentrasi adsorbat) baik
secara linier. maupun kuadratik dan interaksi secara linier kedua variabel tersebut.
Variabel-variabel yang yang menyusun persamaan tersebut memberi
pengaruh positif terhadap serapan ion Cd2+.
Hubungan antara hasil eksperimen dan hasil prediksi serapan ion Cd2+
dengan menggunakan bentonit alam seperti diperlihatkan pada Gambar 7.45.
152

Gambar 7.45. Hubungan antara Nilai Hasil Penelitian dan Prediksi


Serapan Ion Cd2+ pada Adsorpsi Mengggunakan Adsorben
Bentonit Aceh

Gambar 7.45 yang menjelaskan hubungan antara data aktual hasil


penelitian dengan prediksi dari model matematik pada persamaan (7.7) sangat
dekat dengan tingkat validitas 99 % (R2 = 0,99) seperti diperlihatkan pada Tabel
7.22.

7.7.2 Analisa Varian (ANOVA) untuk Serapan Ion Cd2+ Menggunakan


Bentonit Aceh
Berdasarkan Design Box Bhenken perhitungan ANOVA menunjukkan
pengaruh individul secara linier dan kuadratik dari masing-masing variabel dan
pengaruh interaksi dari masing-masing variabel tersebut. serta kekeliruan dari
ekspereimen. Nilai F hitung atau F-Value dibandingkan dengan nilai F Tabel atau
153

P-Value Pro>F nilai dari design expert itu sendiri untuk tingkat kepercayaan
(degree of confidence) 95 %.
Analisa varian untuk pengaruh bentonit(g). waktu adsorpsi . dan
konsentrasi adsorbat ion Pb terhadap serapan ion Pb. seperti ditunjukkan dalam
Tabel 7.23.

Tabel 7.23 Anova Data Hasil Penelitian Pengaruh Massa Bentonit Aceh,
Waktu adsorpsi, dan konsentrasi Ion Cd2+ pada Adsorpsi Ion
Cd2+ Menggunakan Bentonit Aceh
Sumber JK DK KT Nilai Prob>F Karakteristik
F
Model 42477,27 9 4719,70 8,72 0,0047 Signifikan
A, X1 10225,93 1 10225,93 18,90 0,0034 Signifikan
(massa bentonit) , g
B, X2
(Waktu adsorpsi), 9194,63 1 9194,63 16,99 0,0044 Signifikan
menit
C , X3
(Konsentrasi 12770,74 1 12770,74 23,60 0,0018 Signifik an
Adsorbat), mg/l
AB 1752,09 1 1752,09 3,24 0,1150 Tidak Signifikan
AC 2872,96 1 2872,96 5,31 0,0547 Tidak Signifikan
BC 1502,57 1 1502,57 2,78 0,1396 Tidak Signifikan
A2 141,22 1 141,22 0,2610 0,6252 Tidak Signifikan
B2 496,89 1 496,89 0,9182 0,3699 Tidak Signifikan
C2 3250,03 1 3250,03 6,01 0,0441 Signifikan
Residual 0.045 7 6378 - - -
Keterangan: JK= jumlahkuadrat, DK = Derajat kebebasan, KT = kuadrat tengah

Berdasarkan Tabel 7.23, model secara statistik sangat signifikan. yang


dijelaskan dengan nilai F model 880.19dan P-value < 0.0001. P-value (nilai
prob>F) lebih kecil dari 0.05 (untuk degree of confidence 95 %)
mengidendentifikasi bahwa model tersebut sangat signifikan. karena itu model
tersebut dapat diaplikasi pada adsorpsi ion Cd2+ dengan menggunakan adsorben
bentonit alam untuk mencari kondisi optimum.
Dari Tabel 7.23 hasil analisa varian menunjukkan semua variabel yang
mempengaruhi serapan ion Pb baik secara individual, interaksi variabel dan
pengaruh individual kuadratik semua sangat signifikan. Varibel yang tidak
154

signifikan hanya pengaruh individual kuadratik dari bentonit alam. Secara


menyeluruh model statistik yang diusulkan layak dan valid untuk digunakan
karena keakuratannya dapat dibuktikan dengan nilai pada Daftar ANOVA untuk
nilai F dan nilai P model Prob >F untuk tingkat kepercayaan 95 % bahkan untuk
tingkat yang lebih tinggi lagi.
Model yang signifkan dapat diaplikasi pada pada proses adsorpsi ion logam
berat ion Cd2+ dengan menggunakan bentonit aceh.

7.7.3 Analisa Response Surface Terhadap Serapan Ion Cd 2+ Menggunakan


Bentonit Aceh
Model yang disarankan adalah model kuadratik. pemilihan yang disarankan
oleh sofwere Design Expert untuk analisa response surface metode Box Bhenken
dengan mempertimbangkan beberapa faktor. antara lain nilai R2. Berdasarkan
analisa respon dan model yang disarankan. maka digunakan dua jenis plot. yaitu
plot kontur dan plot 3D. Kegunaan dari plot ini untuk memudahkan gambaran
pengaruh variabel kontrol terhadap variabel respon. serta untuk menganalisis
pengaruh interaksi antarfaktor pada respon. Plot 3D menjelaskan hubungan
pengaruh dua variabel kontrol terhadap respon yang satu variabel dibuat dalam
kondisi tetap. Model Persamaan yang disarankan oleh Design Expert adalah
quadratik. menganalisa model ini digunakan plot tiga dimensi dan plot kontur.
Hubungan antara konsentrasi ion Cd2+, waktu adsorpsi, dan konsentrasi
adsorbation Pb2+ terhadap kapasitas adsorpsi Ion Cd2+ seperti digambarkan pada
Gambar 7.46, 7.47, dan 7.48.
155

(a)

(b)
Gambar 7.46 Pengaruh Massa Bentonit dan Waktu Adsorpsi Pada Proses Adsorpsi
Menggunakan Bentonit Aceh
(a) Plot Kontur (b) Plot 3D
156

(a)

(b)
Gambar 7.156 Pengaruh Massa Bentonit dan Konsentrasi Adsorbat Cd2+
Terhadap Serapan Ion Cd2+ pada Proses Adsorpsi
Menggunakan Bentonit Aceh
(a) Plot Kontur (b) Plot 3D
157

(a)

Gambar 7.157 Pengaruh Massa Bentonit dan Konsentrasi Adsorbat Cd2+


Terhadap Serapan Ion Cd2+ pada Proses Adsorpsi
Menggunakan Bentonit Aceh
(a) Plot Kontur (b) Plot 3D
158

Desiribilitas dari massa bentonit(g), waktu adsorpsi(menit), konsentrasi


adsorbat ion Cd2+(mg/l) ditunjukkan Gambar 7.49, 7.50, dan Gambar 7.51.

Gambar 7.49 Desiribilitas Kountur Optimasi Adsorpsi Ion Cd2+ Pengaruh massa bentonit (g),
Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat Cd2+( mg/l) Terhadap Serapan
(removal) Ion Pb2+ dengan Menggunakan Adsorben Bentonit Aceh

Gambar 7.50 Desiribilitas 3D Optimasi Adsorpsi Ion Cd2+ Pengaruh massa bentonit (g),
Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan
Terhadap Serapan (removal) Ion Cd2+ dengan Menggunakan Adsorben Bentonit
Aceh.
159

Gambar 7.51 Diagram Pareto Desirabilitas Adsorpsi Ion Cd2+ Pengaruh


Massa Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi
Adsorbat Ion Pb2+ (mg/l) Terhadap Serapan (removal) Ion Ion
Pb2+ (mg/l) dengan Menggunakan Adsorben Bentonit Aceh.

Dari hasil optimasi adsorpsi ion Cd2+, pengaruh massa bentonit aceh(g),
waktu adsorpsi (menit), dan konsentrasi ion Cd2+ terhadap serapan bentonit aceh
(removal) ion Cd2+ diperoleh kondisi optimal: massa bentonit 1,52875 g, waktu
adsorpsi 116,081 menit, dan konsentrasi ion Pb 2+ 315,009 mg/l diperoleh serapan
ion Cd2+ sebesar 146,913 mg/l, dan desiribilitas 0,76.

7.8 Data dan Hasil Pengolahan Data untuk Serapan Ion Cd2+ dengan
Menggunakan Bentonit Interkalasi
Dengan mengunakan adsorban bentonit interkalasi dari hasil pembuatan
dengan cara tnterkalasi logam natrium dari NaCl ke dalam bentonit alam Aceh
hasil preparasi bentonit Aceh yang diambil dari Desa Blang Karieng, Kecamatan
Nisam Kabupaten Aceh Utara Propinsi Aceh, kemudian dilakukan pengujian
daya serap terhadap ion logam berat Cd2+.
160

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Design Expert Sofwere


(versi 12.0.7.0) yaitu suatu kumpulan dari teknik statistika dan matematika yang
berguna untuk design eksperimen, kecocokan model serta menentukan kondisi
operasi optimum untuk respon yang sudah ditentukan. Design Expert Sofwere
menggunakan beberapa metode yang dapat menentukan kondisi optimal dari
suatu respon. Dalam penelitian ini menggunakan Metode Box Bhenken untuk
mengoptimasi dan melihat pengaruh massa adsorban bentonit interkalasi (g),
waktu adsorpsi (menit), konsentrasi adsorbat Ion Cd2+ (mg/l) terhadap serapan
Ion logam Cd2+.
Berdasarkan Design Expert softwere menggunakan metode Box Bhenken.
penelitian ini menghasilkan design percobaan dengan 17 run eksperimen dengan
adanya pada titik pusat (center point) sebanyak 5 run.
Pengulangan tersebut berguna untuk menghitung kesalahan murni dari
sum of squares. Data hasil penelitian Kapasitas serapan Ion Cd 2+ dengan bentonit
interkalasi pada berbagai waktu adsorpsi dan konsentrasi ddsorbat diperlihatkan
pada Tabel 7.24.

Tabel 7.24 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Cd2+ pada berbagan Massa Bentonit
interkalasi, Waktu adsorpsi, dan Konsentrasi Adsorbat
Bentonit Serapan Serapan Serapan
Waktu adsorpsi Konsentrasi
Run Interkalasi Ion Cd Ion Cd Ion Cd
(menit) Ion Cd (mg/l)
(g) (mg/l),Y1 (mg/l),Y2 (mg/l),Y3
1 1 115 500 100,812 107,812 102,912
2 1 200 300 102,212 111,621 118,821
3 2 30 300 105,531 112,321 116,438
4 1,5 115 300 166,254 167,712 181,753
5 1,5 200 500 180,326 185,721 182,52
6 1 115 100 58,091 61,12 63,12
7 2 115 500 211,271 217,326 220,325
8 1,5 115 300 155,251 166,718 170,758
9 1,5 30 500 88,788 107,943 110,049
10 1,5 200 100 78,067 92,238 72,328
11 1,5 115 300 155,258 166,719 170,721
12 1,5 30 100 64,055 66,243 69,241
13 2 115 100 61,35 65,208 71,208
14 1,5 115 300 115,256 166,714 180,758
15 1,5 115 300 115,256 166,714 180,758
16 2 200 300 230,221 235,766 240,76
17 1 30 300 61,238 62,239 65,235
161

Dari Tabel 7.24 di atas konsentrasi ion Cd2+ yang diserap oleh bentonit
interkalasi dipengaruhi oleh jumlah atau massa bentonit. waktu adsorpsi. dan
konsentrasi adsorbat ion Cd2+. Konsentrasi ion Cd2+ yang terserap maksimum
396.31 mg/l . dicapai pada Run 5, adsorben bentonit interkalasiyang digunakan 2
g. waktu kontak 35 menit, adsorbat Cd2+ yang yang digunakan 500 mg/l. Dan
konsentrasi ion adsorbat Cd2+ yang terserap kendalinya lebih ditentukan oleh
adsorben. kemudian baru konsentrasi adsorbat ion Cd2+ dan waktu adsorpsi.
Penyerapan adsorbat minimum sebesar 29.63.01 mg/l pada kondisi: Run 1.
Natrium yang digunakan 0.5 g. waktu adsorpsi 35 menit dan konsentrasi awal
adsorbat 100 mg/l.
Perbedaan konsentrasi juga berpengaruh pada driving force. sedangkan
kecepatan pengaduk dan waktu kontak berpengaruh pada difusivitas dan laju
perpindahan massa. Faktor-faktor lain yang juga ikut berpengaruh pada
penyerapan ini yang disebab oleh difusi longitudinal dan difusi termal yang
disebabkan oleh pengadukan yang sangat cepat dan panas yang ditimbulkan oleh
sebab efek dari pengadukan tersebut. Faktor-faktor ini dianggap terlalu kecil.
Faktor-faktor tersebut tidak terukur dan harganya terlalu kecil dan tidak dijadikan
bagian dari ekperimen dalam penelitian ini. harganya dapat diabaikan.

7.8.1 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Ion Cd2+ dengan


Menggunakan Adsorben Bentonit Interkalasi

Model Statistik yang sesuai yang disaran oleh Design Expert seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 7.25. adalah model statistik yang dihasilkan oleh Disain
Box Behnken.

Model Summary Statistik dari Disign Expert.

Tabel 7.25 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Ion Cd2+ dengan
Adsorben Bentonit Interkalasi
Respon Sumber Std R2 Adj-R2 Pre-R2
Dev
Serapan Ion Linier 35.12 0.8986 0.8752 0.7902

Cd2+ (mg/l) 2 FI 9.64 0.9941 0.9906 0.9803

Quadratik 3.56 0.9994 0.9987 0.9910 diusul


162

Dari Tabel 7.25 Model yang disarankan adalah adalah Model Kuadratik
yang menunjukkan nilai R2 mendekati 1 (R2 = 0.9994). yaitu Adj-R2 yaitu
0.9987. R2 prediksi 0.9910. Model ini sangat tepat karena menunjukkan R2
mendekati 1 sehingga nilai korelasinya sangat cocok dan menunjukkan hampir
sama antara nilai aktual dengan prediksi.Sedangkan model nilai yang lain lebih
besar penyimpangan seperti ditunjukkan dalam Tabel 7.25 di atas.
Model matematika secara aktual yang diperoleh untuk memprediksi nilai
serapan ion Cd(II) dengan menggunakan adsorben bentonit interkalasiyang
dihasilkan dari interkalasi natrium ke dalam Bentonit Aceh adalah sebagai
berikut:
Y2 = 168.86 + 95.44X1 + 40.30 X2 + 83.82X3 -0.27X 12 – 11.36 X 22 – 7.70X 32+
24.76X1X2 + 52.08 X1X3 + 21.22 X2 X3......................................(7.8)
Persamaan di atas berdasarkan aktual faktor dari masing-masing variabel.
Dimana:
Y2 = serapan Ion Cd2+
X1 = massa bentonit interkalasiyang digunakan , g
X2 = Waktu adsorpsi/waktu kontak , menit
X3 = Konsentrasi adsorbat ion Cd2+, mg/l

Peresamaan di atas menjelaskan tentang pengaruh individual masing-masing


variabel (massa bentonit interkalasi, waktu adsorpsi, konsentrasi adsorbat) baik
secara linier, maupun kuadratik, dan interaksi secara linier kedua variabel
tersebut.
Variabel-variabel yang yang menyusun persamaan tersebut memberi
pengaruh positif terhadap serapan ion Cd2+.
Hubungan antara hasil eksperimen dan hasil prediksi serapan ion Cd2+
dengan menggunakan Bentonit interkalasi seperti diperlihatkan pada
Gambar 7.52.
163

Gambar 7.52 Hubungan antara Nilai Hasil Penelitian dan Nilai Prediksi Serapan
Ion Cd2+ pada Adsorpsi Ion Cd2+ Menggunakan Adsorben Bentonit
Interkalasi

Gambar 7.52 menjelaskan hubungan antara data aktual hasil penelitian


dengan prediksi dari model matematik pada persamaan (7.4) sangat dekat dengan
tingkat validitas 99 % (R2 = 0,99) seperti diperlihatkan pada Tabel 7.25.

7.8.2 Analisa Varian (ANOVA) untuk Serapan Ion Cd2+ Menggunakan


Bentonit interkalasi
Berdasarkan Design Box Bhenken perhitungan ANOVA menunjukkan
pengaruh individul secara linier dan kuadratik dari masing-masing variabel dan
pengaruh interaksi dari masing-masing variabel tersebut. serta kekeliruan dari
ekspereimen. Nilai F hitung atau F-Value dibandingkan dengan nilai F Tabel atau
P-Value Pro>F nilai dari design expert itu sendiri untuk tingkat kepercayaan
(degree of confidence) 95 %.
Analisa varian untuk pengaruh bentonit (g) waktu adsorpsi dan
konsentrasi adsorbat ion Cd2+ terhadap serapan ion Cd2+ seperti ditunjukkan
dalam Tabel 7.26.
164

Tabel 7.26 Anova Data Hasil Penelitian Pengaruh Massa Bentonit


Interkalasi. Waktu adsorpsi, dan konsentrasi Ion Cd2+ pada
Adsorpsi Ion Cd2+ Menggunakan Bentonit interkalasi
Sumber JK DK KT Nilai F Nilai P Karakteristik
Model 476754 9 5297,28 23,73 0,0002 Signifikan
A,X1 103556 1 1035569 46,40 0,0003 Signifikan
(massa bentonit), g 9
B, X2 9563,44 1 9563,44 42,85 0,0003
(waktu adsorpsi), Signifikan
menit
C, X3 1343,92 1 1343,92 62,48 <0,0001 Signifikan
(Konsentrasi
adsorbat), mg/l
AB 1371,33 1 1371,33 6,14 0,0423 Signifikan
AC 2778,66 1 2778,66 12,45 0,0096 Signifikan
BC 670,37 1 670,37 3,00 0,1267 Tidak
Signifikan
A2 1409,94 1 1409,94 6,32 0,0402 Signifikan
B 2 1383,90 1 1383,90 6,20 0,0416 Signifikan
C 2 5381,23 1 5381,23 24,11 0,0017 Signifikan
Residual 88.68 7 12.67 - - -
Keterangan:JK = jumlah kuadrat, DK = Derajat kebebasan , KT=Kuadrat Tengah,

Berdasarkan Tabel 7.26, model secara statistik sangat (untuk degree of


confidence 95 %) mengidendentifikasi bahwa model tersebut sangat signifikan.
karena itu model tersebut dapat diaplikasi pada adsorpsi ion Cd2+ dengan
menggunakan adsorben bentonit interkalasi untuk mencari kondisi optimum.
Dari Tabel 7.26 hasil analisa varian menunjukkan semua variabel yang
mempengaruhi serapan ion Cd2+ baik secara individual. interaksi variabel dan
pengaruh individual kuadratik semua sangat signifikan. Varibel yang tidak
signifikan hanya pengaruh interaksi pengaruh waktu adsorpsi dan konsentrasi
adsorbat. Secara menyeluruh model statistik yang diusulkan layak dan valid untuk
digunakan karena keakuratannya dapat dibuktikan dengan nilai pada Daftar
ANOVA untuk nilai- F dan nilai P untuk tingkat kepercayaan 95 % bahkan untuk
tingkat yang lebih tinggi lagi.
Model yang signifkan dapat diaplikasi pada pada proses adsorpsi ion logam
berat ion Cd2+ dengan menggunakan bentonit interkalasi.
165

7.8.3 Analisa Response Surface Terhadap Serapan Ion Cd2+ Menggunakan


Bentonit interkalasi
Model yang disarankan adalah model kuadratik. pemilihan yang disarankan
oleh sofwere Design Expert untuk analisa response surface metode Box Bhenken
dengan mempertimbangkan beberapa faktor. antara lain nilai R2. Berdasarkan
analisa respon dan model yang disarankan. maka digunakan dua jenis plot. yaitu
plot kontur dan plot 3D. Kegunaan dari plot ini untuk memudahkan gambaran
pengaruh variabel kontrol terhadap variabel respon. serta untuk menganalisis
pengaruh interaksi antarfaktor pada respon. Plot 3D menjelaskan hubungan
pengaruh dua variabel kontrol terhadap respon yang satu variabel dibuat dalam
kondisi tetap. Model Persamaan yang disarankan oleh Design Expert adalah
quadratik. menganalisa model ini digunakan plot tiga dimensi dan plot kontur.
Hubungan antara Cd2+ terhadap serapan Ion Cd2+ seperti digambarkan pada
Gambar 7.53. 7.54. dan 7.55.

(a)
166

(b)
Gambar 7.53 Pengaruh Massa Bentonit dan Waktu adsorpsi Pada Proses
Adsorpsi Cd2+ Menggunakan Bentonit interkalasi
(a) Plot Kontur . (b) Plot 3D

(a)
167

(b)
Gambar 7.54 Pengaruh Massa Bentonit dan Konsentrasi Adsorbat Cd2+ Pada
Proses Adsorpsi Cd2+ Menggunakan Bentonit interkalasi
(a) Plot Kontur . (b) Plot 3D

(a)
168

(b)
Gambar 7.55 Pengaruh Waktu dan Konsentrasi Adsorbat Cd2+ Pada
Proses Adsorpsi Cd2+ Menggunakan Bentonit Interkalasi
(a) Plot Kontur . (b) Plot 3D

Desiribilitas dari massa bentonit(g), waktu adsorpsi(menit), konsentrasi


adsorbat ion Cd2+(mg/l) ditunjukkan Gambar 7.56, 7.5748, dan Gambar 7.589.

Gambar 7..56 Desiribilitas Kountur Optimasi Adsorpsi Ion Cd2+ Pengaruh massa bentonit (g),
Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat Cd2+( mg/l) Terhadap Serapan
(removal) Ion Cd2+ dengan Menggunakan Adsorben Bentonit Interkalasi
169

Gambar 7.57 Desiribilitas 3D Optimasi Adsorpsi Ion Cd2+ Pengaruh massa bentonit(g),
Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat Cd2+ (mg/l) Terhadap Serapan
Terhadap Serapan (removal) Ion Cd2+ dengan Menggunakan Adsorben Bentonit
Interkalasi.

Gambar 7.58 Diagram Pareto Desirabilitas Adsorpsi Ion Cd2+ Pengaruh


Massa Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi
Adsorbat Ion Cd2+ (mg/l) Terhadap Serapan (removal) Ion Ion
Cd2+ (mg/l) dengan Menggunakan Adsorben Bentonit Interkalasi.
170

Dari hasil optimasi adsorpsi ion Cd2+, pengaruh massa bentonit


Interkalasi(g), waktu adsorpsi (menit), dan konsentrasi ion Cd2+ terhadap serapan
bentonit aceh (removal) ion Cd2+ diperoleh kondisi optimal: massa bentonit
1,52875 g, waktu adsorpsi 116,081 menit, dan konsentrasi ion Pb 2+ 315,009 mg/l
diperoleh serapan ion Cd2+ sebesar 172,432 mg/l, dan desiribilitas 0,76.

Gambar 7.59 Diagram Optimum Numerik Asorpsi Ion Cd2+ Pengaruh Massa
Bentonit(g), Waktu Adsorpsi(menit), dan Konsentrasi Adsorbat
Ion Cd2+(mg/l) Terhadap Serapan (removal) Ion Cd2+ (mg/l)
dengan Menggunakan Adsorbent Bentonit Interkalasi

Dari hasil optimasi adsorpsi tentang pengaruh massa bentonit(g), waktu


adsorpsi (menit), dan konsentrasi adsorbat IonCd2+ (mg/l) terhadap serapan ion
Cd2+ (mg/l) dengan menggunakan

7.9 Data dan Hasil Pengolahan Data untuk Serapan Ion Cd2+ dengan
Menggunakan Bentonit pilarisasi

Dengan mengunakan adsorban bentonit interkalasi dari hasil pembuatan


dengan cara pilarisasi logam aluminium dari AlCl3 ke dalam Bentonit
interkalasi untuk menggantikan ion Na, kemudian dilakukan pengujian serapan
terhadap ion logam berat Cd2+.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Design Expert Sofwere (versi
12.0.7.0) yaitu suatu kumpulan dari teknik–teknik statistika dan matematika yang
berguna untuk design eksperimen. kecocokan model serta menentukan kondisi
operasi optimum untuk respon yang sudah ditentukan.
171

Tabel 7.27 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Cd2+ pada berbagai Massa Bentonit Pilarisasi ,
Waktu adsorpsi, dan Konsentrasi Adsorbat
Bentonit Konsentrasi Serapan Serapan Serapan
Waktu adsorpsi
Run Pilarisasi Ion Cd2+ Ion Cd2+ Ion Cd2+ Ion Cd2+
(menit)
(g) (mg/l) (mg/l),Y1 (mg/l),Y2 (mg/l),Y3
1 1 115 500 100,812 107,812 102,912
2 1 200 300 102,212 111,621 118,821
3 2 30 300 105,531 112,321 116,438
4 1,5 115 300 166,254 167,712 181,753
5 1,5 200 500 180,326 185,721 182,52
6 1 115 100 58,091 61,12 63,12
7 2 115 500 211,271 217,326 220,325
8 1,5 115 300 155,251 166,718 170,758
9 1,5 30 500 88,788 107,943 110,049
10 1,5 200 100 78,067 92,238 72,328
11 1,5 115 300 155,258 166,719 170,721
12 1,5 30 100 64,055 66,243 69,241
13 2 115 100 61,35 65,208 71,208
14 1,5 115 300 115,256 166,714 180,758
15 1,5 115 300 115,256 166,714 180,758
16 2 200 300 230,221 235,766 240,76
1 30 300 61,238 62,239 65,235
7

Dari Tabel 7.27 di atas konsentrasi ion Cd2+ yang diserap oleh bentonit
pilarisasi dipengaruhi oleh massa bentonit. waktu adsorpsi. dan konsentrasi
adsorbat ion Cd2+. Konsentrasi ion Cd2+ yang terserap maksimum 240,76 mg/l,
dicapai pada Run 16, adsorben bentonit interkalasi yang digunakan 2 g, waktu
kontak 200 menit, adsorbat Cd2+ yang yang digunakan 300 mg/l. Dan
konsentrasi ion adsorbat Cd2+ yang terserap kendalinya lebih ditentukan oleh
adsorben, kemudian baru konsentrasi adsorbat ion Cd2+ dan waktu adsorpsi.
Penyerapan adsorbat minimum sebesar 63,12 mg/l pada kondisi: Run 6,
bentonit pilarisasi yang digunakan 1,0 g, waktu adsorpsi 115 menit dan
konsentrasi awal adsorbat 100 mg/l.
Perbedaan konsentrasi juga berpengaruh pada driving force. sedangkan
kecepatan pengaduk dan waktu kontak berpengaruh pada difusivitas. dan laju
perpindahan massa. Faktor-faktor lain yang juga ikut berpengaruh pada
penyerapan ini yang disebab oleh difusi longitudinal. dan difusi termal yang
disebabkan oleh pengadukan yang sangat cepat dan panas yang ditimbulkan oleh
172

sebab efek dari pengadukan tersebut. Faktor-faktor ini dianggap terlalu kecil.
Faktor-faktor tersebut tidak terukur dan harganya terlalu kecil dan tidak dijadikan
bagian dari ekperimen dalam penelitian ini. harganya dapat diabaikan.

7.9.1 Ringkasan Model Statistik Untuk Serapan Ion Cd2+ dengan


Menggunakan Adsorben Bentonit pilarisasi

Model Statistik yang sesuai yang disaran oleh Design Expert seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 7.28. adalah model statistik yang dihasilkan oleh Disain
Box Behnken.

Model Summary Statistik dari Disign Expert.

Tabel 7.28 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Ion Cd2+ dengan
Adsorben Bentonit Pilarisasi
Respon Sumber Std R2 Adj-R2 Pre-R2
Dev
Serapan Ion Linier 32.97 0.8990 0.8757 0.7912

Cd2+ (mg/l) 2 FI 9.14 0.9940 0.9904 0.9800

Quadratik 3.33 0.9994 0.9987 0.9911 Diusulkan

Dari Tabel 7.28 Model yang disarankan adalah adalah Model Kuadratik yang
menunjukkan nilai R2 mendekati 1 (R2 = 0.9994). yaitu Adj-R2 yaitu 0.9987. R2
prediksi 0.9911. Model ini sangat tepat karena menunjukkan R2 mendekati 1
sehingga nilai korelasinya sangat cocok dan menunjukkan hampir sama antara
nilai aktual dengan prediksi.Sedangkan model nilai yang lain lebih besar
penyimpangan seperti ditunjukkan dalam Tabel 7.28 di atas.

Model matematika secara aktual yang diperoleh untuk memprediksi nilai


serapan ion Cd2+ dengan menggunakan adsorben bentonit pilarisasi adalah
sebagai berikut:

Y3 = 176,95 + 37,33X1 + 31,68X2 + 42,49X3 – 17,89X12 -23,75X22 – 44,67


X32+ +17,68X1X2 + +23,33X1X3 +17,35 X2 X3...................................(7.9)
173

Persamaan di atas berdasarkan aktual faktor dari masing-masing variabel.


Dimana:
Y3 = serapan Ion Cd2+, mg/l
X1 = massa bentonit interkalasiyang digunakan , g
X2 = Waktu adsorpsi/waktu kontak , menit
X3 = Konsentrasi adsorbat ion Cd(II) , mg/l

Peresamaan di atas menjelaskan tentang pengaruh individual masing-


masing variabel (massa bentonit pilarisasi. waktu adsorpsi. konsentrasi adsorbat)
baik secara linier. maupun kuadratik dan interaksi secara linier kedua variabel
tersebut.
Variabel-variabel yang yang menyusun persamaan tersebut memberi
pengaruh positif terhadap serapan ion Cd2+.
Hubungan antara hasil eksperimen dan hasil prediksi serapan ion Cd2+
dengan menggunakan Bentonit pilarisasi seperti diperlihatkan pada
Gambar 7.60.

Gambar 7.60 Hubungan antara Nilai Hasil Penelitian dan Nilai Prediksi
Serapan Ion Cd2+ dengan Menggunakan Bentonit pilarisasi
174

Dari Tabel 7.28 ringkasan model statistik R2 = 0,99, ini menjelaskan model
mamatik pada persaman (7.9) sangat akurat.

7.9.2 Analisa Varian (ANOVA) untuk Serapan Ion Cd2+ Menggunakan


Bentonit pilarisasi
Berdasarkan Design Box Bhenken perhitungan ANOVA menunjukkan
pengaruh individul secara linier dan kuadratik dari masing-masing variabel dan
pengaruh interaksi dari masing-masing variabel tersebut. serta kekeliruan dari
ekspereimen. Nilai F hitung atau F-Value dibandingkan dengan nilai F Tabel atau
P-Value Pro>F nilai dari design expert itu sendiri untuk tingkat kepercayaan
(degree of confidence) 95 %.
Analisa varian untuk pengaruh bentonit (g). waktu adsorpsi . dan
konsentrasi adsorbat ion Cd2+ terhadap serapan ion Cd2+. seperti ditunjukkan
dalam Tabel 7.29

Tabel 7.29 Anova Data Hasil Penelitian Pengaruh Massa bentonit pilarisasi.
Waktu adsorpsi. dan konsentrasi Ion Cd2+ pada Adsorpsi Ion Cd2+
Menggunakan Bentonit pilarisasi
Sumber JK DK KT Nilai F Nilai P Karakteristik
Model 52333,25 9 5814,81 21,40 0,0003 Signifikan
A, X1 11148,46 1 11148,46 41,03 0,0004 Signifikan
(massa bentonit)
B, X2 8030,63 1 8030,63 29,56 0,0010 Signifikan
(waktu adsorpsi), menit
C, X2 14442,27 1 14442,27 53,15 0,0002 Signifikan
(konsentrasi adsorbat Cd2+), mg/l
AB 1250,90 1 1250,90 4,60 0,0691 Tidak
Signifikan
AC 2987,99 1 2987,99 11,0 0,0128 Signifikan
BC 1203,53 1 1203,53 4,43 0,0734 Tidak
Signifikan
A2 1347,54 1 1347,54 4,96 0,0612 Tidak
Signifikan

B2 2374,29 1 2374,29 8,74 0,0212 Signifikan

C 2 840122 1 271,71 - - -
Residual 1902,00 7 11.11 - - -
Keterangan:JK = jumlah kuadrat, DK = Derajat kebebasan , KT=Kuadrat Tengah,
175

Berdasarkan Tabel 7.29. model secara statistik sangat signifikan. yang dijelaskan
dengan F-value model 1398.87dan P-value < 0.0001. P-value (nilai prob>F) lebih
kecil dari 0.05 (untuk degree of confidence 95 %) mengidendentifikasi bahwa
model tersebut sangat signifikan. karena itu model tersebut dapat diaplikasi pada
adsorpsi ion Cd2+ dengan menggunakan adsorben bentonit alam untuk mencari
kondisi optimum.
Dari Tabel 7.29 hasil analisa varian menunjukkan semua variabel yang
mempengaruhi serapan ion Cd2+ baik secara individual. interaksi variabel dan
pengaruh individual kuadratik semua sangat signifikan. Varibel yang tidak
signifikan hanya pengaruh individual kuadratik dari Bentonit pilarisasi. Secara
menyeluruh model statistik yang diusulkan layak dan valid untuk digunakan
karena keakuratannya dapat dibuktikan dengan nilai pada Daftar ANOVA untuk
F-value dan P-value model Prof >F untuk tingkat kepercayaan 95 % bahkan
untuk tingkat yang lebih tinggi lagi.

Model yang signifkan dapat diaplikasi pada pada proses adsorpsi ion logam berat
ion Cd2+ dengan menggunakan bentonit pilarisasi.

7.9.3 Analisa Response Surface Terhadap Serapan Ion Cd 2+ Menggunakan


Bentonit pilarisasi
Model yang disarankan adalah model kuadratik. pemilihan yang disarankan
oleh sofwere Design Expert untuk analisa response surface metode Box Bhenken
dengan mempertimbangkan beberapa faktor. antara lain nilai R2. Berdasarkan
analisa respon dan model yang disarankan. maka digunakan dua jenis plot. yaitu
plot kontur dan plot 3D. Kegunaan dari plot ini untuk memudahkan gambaran
pengaruh variabel kontrol terhadap variabel respon. serta untuk menganalisis
pengaruh interaksi antarfaktor pada respon. Plot 3D menjelaskan hubungan
pengaruh dua variabel kontrol terhadap respon yang satu variabel dibuat dalam
kondisi tetap. Model Persamaan yang disarankan oleh Design Expert adalah
quadratik. menganalisa model ini digunakan plot tiga dimensi dan plot kontur.
Hubungan antara konsentrasi adsorbat ion Cd2+ terhadap serapan Ion Cd2+ seperti
digambarkan pada Gambar 7.61, 7.62. dan 7.63.
176

(a)

(b)
Gambar 7.61 Pengaruh Bentonit pilarisasi (gr) dan Waktu adsorpsi Terhadap
Serapan Ion Cd2+ pada Adsorpsi dengan Menggunakan
Adsorben Bentonit Pilarisasi
177

(a)

(b)
Gambar 7.62 Pengaruh Massa Bentonit Pilarisasi dan Konsentrasi
Adsorbat Terhadap Serapan Ion Cd2+ pada Adsorpsi dengan
Menggunakan Adsorben Bentonit Pilarisasi
178

(a)

(b)
Gambar 7.63 Pengaruh Bentonit pilarisasi (g) dan Konsentrasi Adsorbat
Terhadap Serapan Ion Cd2+ pada Adsorpsi dengan Menggunakan
Adsorben BentonitPilarisasi
(a) Plot Kontur
(b) Plot 3D
179

Desiribilitas dari massa bentonit(g), waktu adsorpsi(menit), konsentrasi


adsorbat ion Cd2+(mg/l) ditunjukkan Gambar 7.64, 7.65, dan Gambar 7.66.

Gambar 7.64 Desiribilitas Kountur Optimasi Adsorpsi Ion Cd2+ Pengaruh massa bentonit (g),
Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi Adsorbat Cd2+( mg/l) Terhadap Serapan
(removal) Ion Cd2+ dengan Menggunakan Adsorben Bentonit Pilarisasi

Gambar 7.65 Desiribilitas 3D Optimasi Adsorpsi Ion Cd2+ Pengaruh massa bentonit (g),
Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi AdsorbatCd+ (mg/l) Terhadap
SerapanTerhadap Serapan (removal) Ion Cd2+ dengan Menggunakan Adsorben
Bentonit Pilarisasi.
180

Gambar 7.66 Diagram Pareto Desirabilitas Adsorpsi Ion Cd2+ Pengaruh


Massa Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi
Adsorbat Ion Cd2+ (mg/l) Terhadap Serapan (removal) Ion Ion
Cd2+ (mg/l) dengan Menggunakan Adsorben Bentonit Pilarisasi.

Gambar 7.67 Diagram Pareto Desirabilitas Adsorpsi Ion Cd2+ Pengaruh


Massa Bentonit (g), Waktu Adsorpsi (menit), dan Konsentrasi
Adsorbat Ion Cd2+ (mg/l) Terhadap Serapan (removal) Ion Ion
Cd2+ (mg/l) dengan Menggunakan Adsorben Bentonit Pilarisasi.
181

Dari hasil optimasi adsorpsi ion Cd2+, pengaruh massa bentonit


pilarisasi(g), waktu adsorpsi (menit), dan konsentrasi ion Cd2+ terhadap serapan
bentonit aceh (removal) ion Cd2+ (mg/l) diperoleh kondisi optimal: massa
bentonit 1,52875 g, waktu adsorpsi 116,081 menit, dan konsentrasi ion Pb2+
315,009 mg/l diperoleh serapan ion Cd2+ sebesar 182,456 mg/l, dan desiribilitas
0,80.
Massa bentonit (1-2 g), waktu adsorpsi adsorpsi (30- 200 menit),
konsentrasi adsorbat ion Cd2+ (100-500 mg/l), adsorben yang digunakan sebagai
penyerap: bentonit aceh(NB), bentonit interkalasi(IB), dan bentonit pilarisasi.
Run masing-masing bentonit 17 Run, Hail optimasi seperti pada Tabel 30

Tabel 7.30 Perbandingan Serapan Ketiga Bentonit Hasil Optimasi Adsorpsi


Ion Cd2+
Massa bentonit Waktu adsorpsi Konsentrasi adsorbat Serapan (removal)
(g) (menit) Cd2+ (mg/l) (mg/l)

NB = 1,52842 116,051 314,912 146,857

IB = 1,52842 116,051 314,912 172,377

PB = 1,52842 116,051 314,912 182,466

Terjadi peningkatan serapan dari NB ke IB = 25,52 mg/l ( 17,38 %)


Terjadi peningkatan serapan dari IB ke PB = 8,089 mg/l (4,693 %)
Terjadi peningkatan serapan dari NB ke PB = 22,073 mg/l ( 22,07 %)

7.10 Data dan Hasil Pengolahan Data untuk Serapan Ion Cu2+ dengan
Menggunakan Bentonit Aceh
Dengan mengunakan adsorban Bentonit Aceh hasil preparasi yang diambil
dari Blang Karieng. Kecamatan Nisam Aceh Utara. kemudian dilakukan
pengujian daya serap terhadap ion logam berat Cu2+. Data hasil eksperimen
Serapan ion Cu2+ dengan bentonit alam seperti ditunjukkan dalam Tabel 7.31
182

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Design Expert Sofwere (versi


12.0.7.0) yaitu suatu kumpulan dari teknik–teknik statistika dan matematika yang
berguna untuk design eksperimen, kecocokan model serta menentukan kondisi
operasi optimum untuk respon yang sudah ditentukan.
Data hasil penelitian serapan ion Cu2+ dengan Bentonit Aceh pada
Berbagai Waktu adsorpsi. dan Konsentrasi Adsorbat diperlihatkan pada Tabel
7.31.

Tabel 7.31 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Cu2+ dengan Bentonit Aceh
pada Berbagai Waktu Kontak. dan Konsentrasi Adsorbat
Serapan Serapan
Konsentrasi Serapan
Waktu Ion Cu(mg/l) Ion Cu(mg/l)
Run Ion Cu Ion Cu(mg/l) Y2
(menit)) Y1 Y3
(mg/l) (mg/L)
(mg/L) (mg/L)
1 300 75 275.532 280.351 290.211
2 300 130 296.234 298.234 299.511
3 300 75 275.532 280.351 290.211
4 100 30 40.322 40.322 40.500
5 500 75 300.321 304.234 310.211
6 500 30 60.231 61.547 65.212
7 300 75 275.532 280.351 290.211
8 100 120 95.251 96.131 98.430
9 300 75 275.532 280.351 290.211
10 100 75 60.431 61.671 63.912
11 300 75 275.532 280.351 290.211
12 300 30 50.673 52.120 53.0321
13 500 120 300.573 303.211 97.202

Dari Tabel 7.31 di atas konsentrasi ion Cu2+ yang diserap oleh
bentonit alam dipengaruhi oleh massa bentonit, waktu adsorpsi, dan konsentrasi
adsorbat. Konsentrasi ion Cu yang terserap maksimum 300,573 mg/l dicapai pada
run 13. waktu kontak 120 menit. jumlah adsorben bentonit Aceh yang digunakan
sebanyak 1,5 g, dan adsorbat Cu2+ yang digunakan 300,573 mg/l. Untuk bentonit
Interkalasi serapan maksimum dicapai 304,234mg/l pada run 5, konsentrasi
adsorbat ion Cu2+ 500mg/l, waktu adsorpsi 75 menit. Untuk adsorben bentonit
183

pilarisasi, serapan maksimum dicapai pada 310,211 mg/l, bentonit 1,5 g, dan
waktu adsorpsi 75 menit.

Analisa varian untuk pengaruh konsentrasi adsorbat ion Cu2+ dan waktu
adsorpsi dan terhadap serapan ion Cu2+. seperti ditunjukkan dalam Tabel 7.31
7.32 dan 7.33. Berdasarkan Design Box Bhenken perhitungan ANOVA
menunjukkan pengaruh individul secara linier dan kuadratik dari masing-masing
variabel dan pengaruh interaksi dari masing-masing variabel tersebut, serta
kekeliruan dari ekspereimen. Nilai F hitung atau F-Value dibandingkan dengan
nilai F Tabel atau P-Value Pro>F nilai dari design expert itu sendiri untuk tingkat
kepercayaan (degree of confidence) ≥ 95 % dengan quadratic model, R2= 0.93.

Tabel 7.32 Anova Data Hasil Penelitian Pengaruh Massa bentonit pilarisasi. Waktu
adsorpsi. dan konsentrasi Ion Cu2+ pada Adsorpsi Ion Cu2+ Menggunakan
Bentonit Aceh

Sumber JK DK KT Nilai F Nilai P

Model 1.45E+005 5 2.90E+004 19.0 0.000609


A, X1 3.61E+004 1 3.61E+004 23.6 0.00184
B, X2 5.53E+004 1 5.53E+004 36.2 0.000534
2
X1 1.81E+004 1 1.81E+004 11.9 0.0108
2
X2 1.89E+004 1 1.89E+004 12.4 0.00976
X1 X2 8.59E+003 1 8.59E+003 5.62 0.0495
Residual 1.07E+004 7 1.53E+003 - -
Keterangan : JK = Jumlah Kuadrat, DK= Derajat kebebasan, KT= Kuadrat Tengah, A=X 1= waktu adsorpsi (menit),
B=X2= konsentrasi adsorbat Cu2+ (mg/l), massa bentonit pilarisasi 1,5 g

Tabel 7.33 Anova Data Hasil Penelitian Pengaruh Massa bentonit pilarisasi. Waktu
adsorpsi. dan konsentrasi Ion Cu2+ pada Adsorpsi Ion Cd2+ Menggunakan
Bentonit Interkalasi
Sumber JK DK KT Nilai F Prob > F
Model 1.49E+005 5 2.98E+004 19.1 0.000594
A, X1 3.70E+004 1 3.70E+004 23.7 0.00182
B, X2 5,61E+004 1 5,61E+004 36.0 0.000542
X12 1.89E+004 1 1.89E+004 12.1 0.0102
X22 1.99E+004 1 1.99E+004 12.8 0.00904
X1 X2 8,64E+003 1 8,64E+003 5.54 0.0508
Residual 1.09E+004 7 1.56+003 - -
Keterangan : JK = Jumlah Kuadrat, DK= Derajat kebebasan, KT= Kuadrat Tengah, A=X 1= waktu adsorpsi (menit),
B=X2= konsentrasi adsorbat Cu2+ (mg/l), massa bentonit pilarisasi 1,5
184

Tabel 7.34 Anova Data Hasil Penelitian Pengaruh Massa bentonit pilarisasi. Waktu
adsorpsi. dan konsentrasi Ion Cu2+ pada Adsorpsi Ion Cu2+
Menggunakan Bentonit Pilarisasi
F
Sumber JK DK KT Prob > F
Value
Model 1.57+005 5 3.13E+004 19.9 0.000519
A, X1 3.89E+005 1 3.89E+005 24.7 0.00161
B, X2 5.71E+004 1 5.71E+004 36.4 0.000526
2
X1 2.03E+004 1 2.03E+004 12.9 0.00883
2
X2 2.23E+004 1 2.23E+004 14.2 0.00702
X1 X2 8.76E+003 1 8.76E+003 5.58 0.0502
Residual 1.10E+004 7 1.57E+003 - -
Keterangan : JK = Jumlah Kuadrat, DK= Derajat kebebasan, KT= Kuadrat Tengah, A=X 1= waktu adsorpsi (menit),
B=X2= konsentrasi adsorbat Cu2+ (mg/l), massa bentonit pilarisasi 1,5 g

7.10.1 Ringkasan Model Statistik Untuk Serapan Ion Cu2+ dengan


Menggunakan Adsorben Bentonit Aceh

Model Statistik yang sesuai yang disaran oleh Design Expert seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 7.35 adalah model statistik yang dihasilkan oleh Disain
Box Behnken.

Model Summary Statistik dari Disign Expert seperti ditunjukkan pada Tabel 7.35.

Tabel 7.35 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Ion Cu2+ dengan
Adsorben Bentonit Aceh
Respon Sumber Std R2 Adj- Pre-
Dev R2 R2
Serapan Linier 0.50 0. 76 0.75 0.76
Ion Cu2+
(mg/l) 2 FI 0.22 0.79 0.78 0.77

Quadratik 0.064 0.89 0.888 0.871 Diusulkan


185

Dari Tabel 7.35 Model yang disarankan adalah adalah Model Kuadratik
yang menunjukkan nilai R2 mendekati 1 (R2 = 0.9995). yaitu Adj-R2 yaitu
0.9988. R2 prediksi 0.9921. Model ini sangat tepat karena menunjukkan R2
mendekati 1 sehingga nilai korelasinya sangat cocok dan menunjukkan hampir
sama antara nilai aktual dengan prediksi. sedangkan model nilai yang lain lebih
besar penyimpangan seperti ditunjukkan dalam Tabel 7.35 di atas.
Model matematika secara aktual yang diperoleh untuk memprediksi nilai
serapan ion Cu2+ dengan menggunakan adsorben bentonit Alam adalah sebagai
berikut:

Y1 = 269,18+77,52X1+93,41X2+46,35X1X2–78,09X 12–72,35X 22 .................. ( 7.10)

Persamaan di atas berdasarkan aktual faktor dari masing-masing variabel.


Dimana:
Y1 = serapan Ion Cu2+menggunakan bentonit interkalasi
X1 = Waktu adsorpsi, menit
X2 = Konsentrasi adsobat ion Cu2+,mg/l

Peresamaan di atas menjelaskan tentang pengaruh individual masing-masing


variabel (massa bentonit. waktu adsorpsi. konsentrasi adsorbat) baik secara linier.
maupun kuadratik dan interaksi secara linier kedua variabel tersebut.
Variabel-variabel yang yang menyusun persamaan tersebut memberi
pengaruh positif terhadap serapan ion Cu2+.
Hubungan antara hasil eksperimen dan hasil prediksi serapan ion Cu 2+
dengan menggunakan bentonit alam seperti diperlihatkan pada Gambar 7.68.
186

Gambar 7.68 Hubungan antara Nilai Hasil Penelitian dan Nilai Prediksi Serapan
Ion Cu2+ dengan Menggunakan adsorben Bentonit Aceh

Gambar 7.68 menunjukkan korelasi antara data actual hasil penelitian dan
prediksi yang ditunjukkan pada persamaan 7.7 untuk adsorpsi asdsorbat Cu2+
sangat tnggi dimana R2= 0,89 seperti ditunjukkan pada Tabel 7.35.

7.10.2 Ringkasan Model Statistik Untuk Serapan Ion Cu2+ dengan


Menggunakan Adsorben Bentonit Interkalasi

Model Statistik yang sesuai yang disaran oleh Design Expert seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 7.36 adalah model statistik yang dihasilkan oleh Disain
Box Behnken.

Model Summary Statistik dari Disign Expert.


187

Tabel 7.36 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Ion Cu2+ dengan
Adsorben Bentonit Interkalasi
Respon Sumber Std R2 Adj-R2 Pre-R2
Dev
Serapan Ion Linier 0.50 0,781 0,741 0,743
Cu2+(mg/l)
2 FI 0.22 0,756 0,751 0,734

Quadratik 0.064 0.882 0,851 0,848 Diusulkan

Dari Tabel 7.36 Model yang disarankan adalah adalah Model Kuadratik
yang menunjukkan nilai R2 mendekati 1 (R2 = 0.9995). yaitu Adj-R2 yaitu
0.9988. R2 prediksi 0.9921. Model ini sangat tepat karena menunjukkan R2
mendekati 1 sehingga nilai korelasinya sangat cocok dan menunjukkan hampir
sama antara nilai aktual dengan prediksi. sedangkan model nilai yang lain lebih
besar penyimpangan seperti ditunjukkan dalam Tabel 7.36 di atas.
Model matematika secara aktual yang diperoleh untuk memprediksi nilai
serapan ion Cu2+ dengan menggunakan adsorben bentonit interkalasi adalah
sebagai berikut:

Y2 = 273,83+78,48X1+94,04X2+46,46X1X2–79,69X 12–74,43X 22 .................. ( 7.11)

Persamaan di atas berdasarkan aktual faktor dari masing-masing variabel.


Dimana:
Y2 = serapan Ion Cu2+menggunakan bentonit interkalasi
X1 = Waktu adsorpsi, menit
X2 = Konsentrasi adsobat ion Cu2+,mg/l

Peresamaan di atas menjelaskan tentang pengaruh individual masing-masing


variabel (massa bentonit. waktu adsorpsi. konsentrasi adsorbat) baik secara linier.
maupun kuadratik dan interaksi secara linier kedua variabel tersebut.
Variabel-variabel yang yang menyusun persamaan tersebut memberi
pengaruh positif terhadap serapan ion Cu2+.
188

Hubungan antara hasil eksperimen dan hasil prediksi serapan ion Cu2+
dengan menggunakan bentonit alam seperti diperlihatkan pada Gambar 7.69.

Gambar 7.69 Hubungan antara Nilai Hasil Penelitian dan Nilai Prediksi Serapan
Ion Cu2+ dengan Menggunakan adsorben Bentonit Interkalasi

Gambar 7.69 menunjukkan korelasi antara data actual hasil


penelitian dan prediksi yang ditunjukkan pada persamaan 7.12 untuk adsorpsi
asdsorbat Cu2+ sangat tnggi dimana R2= 0,88 seperti ditunjukkan pada Tabel
7.36.
189

7.10.3 Ringkasan Model Statistik Untuk Serapan Ion Cu2+ dengan


Menggunakan Adsorben Bentonit Pilarisasi

Model Statistik yang sesuai yang disaran oleh Design Expert seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 7.37 adalah model statistik yang dihasilkan oleh Disain
Box Behnken.

Model Summary Statistik dari Disign Expert

Tabel 7.37 Ringkasan Model Statistik untuk Serapan Ion Cu2+ dengan
Adsorben Bentonit Pilarisasi
Respon Sumber Std R2 Adj-R2 Pre-R2
Dev
Serapan Ion Linier 0.50 0,851 0,823 0,841
Cu2+(mg/l)
2 FI 0.22 0,871 0,853 0.0,861

Quadratik 0.064 0,911 0,891 0,891 Diusulkan

Dari Tabel 7.37 Model yang disarankan adalah adalah Model Kuadratik
yang menunjukkan nilai R2 mendekati 1 (R2 = 0.9995). yaitu Adj-R2 yaitu
0.9988. R2 prediksi 0.9921. Model ini sangat tepat karena menunjukkan R2
mendekati 1 sehingga nilai korelasinya sangat cocok dan menunjukkan hampir
sama antara nilai aktual dengan prediksi. sedangkan model nilai yang lain lebih
besar penyimpangan seperti ditunjukkan dalam Tabel 7.37 di atas.
Model matematika secara aktual yang diperoleh untuk memprediksi nilai
serapan ion Cu2+ dengan menggunakan adsorben bentonit interkalasi adalah
sebagai berikut:

Y3 = 288,46+44,96X1+63,90X2- 6,48X1X2–114,45X 12–92,15X 22 .................. ( 7.12)

Persamaan di atas berdasarkan aktual faktor dari masing-masing variabel.


Dimana:
Y3= serapan Ion Cu2+menggunakan bentonit pilarisasi
X1 = Waktu adsorpsi, menit
190

X2 = Konsentrasi adsobat ion Cu2+,mg/l


Peresamaan di atas menjelaskan tentang pengaruh individual masing-masing
variabel (massa bentonit. waktu adsorpsi. konsentrasi adsorbat) baik secara linier.
maupun kuadratik dan interaksi secara linier kedua variabel tersebut.
Variabel-variabel yang yang menyusun persamaan tersebut memberi
pengaruh positif terhadap serapan ion Cu2+.
Hubungan antara hasil eksperimen dan hasil prediksi serapan ion Cu2+
dengan menggunakan bentonit alam seperti diperlihatkan pada Gambar 7.70.

Gambar 7.70 Hubungan antara Nilai Hasil Penelitian dan Nilai Prediksi Serapan
Ion Cu2+ dengan Menggunakan adsorben Bentonit Pilarisasi

Gambar 7.70 menunjukkan korelasi antara data actual hasil


penelitian dan prediksi yang ditunjukkan pada persamaan 7.9 untuk adsorpsi
191

asdsorbat Cu2+ sangat tnggi dimana R2= 0,99 seperti ditunjukkan pada Tabel
7.37.

7.10.3 Analisa Varian (ANOVA) untuk Serapan Ion Cu2+ Menggunakan


Bentonit Interkalasi
Berdasarkan Design Box Bhenken perhitungan ANOVA menunjukkan
pengaruh individul secara linier dan kuadratik dari masing-masing variabel dan
pengaruh interaksi dari masing-masing variabel tersebut. serta kekeliruan dari
ekspereimen. Nilai F hitung atau F-Value dibandingkan dengan nilai F Tabel atau
P-Value Pro>F nilai dari design expert itu sendiri untuk tingkat kepercayaan
(degree of confidence) 95 %.
Analisa varian untuk pengaruh bentonit alam (g). waktu adsorpsi . dan
konsentrasi adsorbat ion Cu2+ terhadap serapan ion Cu2+ seperti ditunjukkan
dalam Tabel 7.38.

Tabel 7.38 Anova Data Hasil Penelitian Pengaruh Massa Bentonit Aceh.
Waktu adsorpsi. dan konsentrasi Ion Cu2+ pada Adsorpsi Ion
Cu2+ Menggunakan Bentonit Interkalasi
D F
Sumber JK KT Prob > F Sumber
K Value
Model 53.70 9 5.97 1673.72 < 0.0001 Signifikan
A –Bentonit
38.37 1 38.37 0763.31 < 0.0001 Signifikan
Aceh (g)
B- Waktu
Adsorpsi 6.74 1 6.74 1891.29 < 0.0001 Signifikan
(menit)
C - Konsentrasi
Adsorbat Ion Cu 5.32 1 5.32 1492.09 < 0.0001 Signifikan
(mg/l)
A2 2.448E- Tidak
1 2.448E-003 0.69 0.4347
003 Signifikan
B2 0.27 1 0.27 76.66 < 0.0001 Signifikan
C2 0.32 1 0.32 89.72 < 0.0001 Signifikan
AB 1.35 1 1.35 378.26 < 0.0001 Signifikan
AC 1.18 1 1.18 332.21 < 0.0001 Signifikan
BC 0.14 1 0.14 39.26 0.0004 Signifikan
Residual 0.025 7 3.565E- -
- -
0030,004
Keterangan : JK = Jumlah Kuadrat, DK= Derajat kebebasan, KT= Kuadrat Tengah
192

Berdasarkan Tabel 7.38. model secara statistik sangat signifikan. yang


dijelaskan dengan F-value model 880.19dan P-value < 0.0001. P-value (nilai
prob>F) lebih kecil dari 0.05 (untuk degree of confidence 95 %)
mengidendentifikasi bahwa model tersebut sangat signifikan. karena itu model
tersebut dapat diaplikasi pada adsorpsi ion Cu2+ dengan menggunakan adsorben
bentonit interkalasiuntuk mencari kondisi optimum.
Dari Tabel 7.38 hasil analisa varian menunjukkan semua variabel yang
mempengaruhi serapan ion Cu2+ baik secara individual. interaksi variabel dan
pengaruh individual kuadratik semua sangat signifikan. Variabel yang tidak
signifikan hanya pengaruh individual kuadratik dari natrium bentonit. Secara
menyeluruh model statistik yang diusulkan layak dan valid untuk digunakan
karena keakuratannya dapat dibuktikan dengan nilai pada Daftar ANOVA untuk
F-value dan P-value model Prof >F untuk tingkat kepercayaan 95 % bahkan
untuk tingkat yang lebih tinggi lagi.
Model yang signifkan dapat diaplikasi pada pada proses adsorpsi ion logam
massa ion Cu2+ dengan menggunakan bentonit aceh.

7.10.3 Analisa Response Surface Terhadap Serapan Ion Cu 2+ Menggunakan


Bentonit Aceh
Model yang disarankan adalah model kuadratik. pemilihan yang disarankan
oleh sofwere Design Expert untuk analisa response surface metode Box Bhenken
dengan mempertimbangkan beberapa faktor. antara lain nilai R2. Berdasarkan
analisa respon dan model yang disarankan maka digunakan dua jenis plot. yaitu
plot kontur dan plot 3D. Kegunaan dari plot ini untuk memudahkan gambaran
pengaruh variabel kontrol terhadap variabel respon. serta untuk menganalisis
pengaruh interaksi antarfaktor pada respon. Plot 3D menjelaskan hubungan
pengaruh dua variabel kontrol terhadap respon yang satu variabel dibuat dalam
kondisi tetap. Model Persamaan yang disarankan oleh Design Expert adalah
quadratik. menganalisa model ini digunakan plot tiga dimensi dan plot kontur.
Hubungan anta Cu2+ terhadap serapan Ion Cu2+ seperti digambarkan pada Gambar
7.71, 7.72, dan 7.73.
193

(a)

(b)
Gambar 7.71 Pengaruh Konsentrasi Adsorbat (mg/l) dan Waktu adsorpsi
(menit) terhadap Serapan Ion Cu2+ (mg/l) pada Proses
Adsorpsi Menggunakan Bentonit Aceh
(a) Plot Kontur,
(b) Plot 3D
194

(b)
Gambar 7.72 Pengaruh Konsetrasi Adsorbat ion Cu2+(mg/l) dan Waktu adsorpsi
(menit) terhadap Serapan Ion Cu (mg/l) pada Proses
Adsorpsi Menggunakan Bentonit Interkalasi,
: (a) Plot Kontur,
(b) Plot 3D
195

(a)

(b)
Gambar 7.73 Pengaruh Konsentrasi Adsorbat (mg/l) dan Waktu Adsorpsi
(menit) terhadap Serapan Ion Cu2+ (mg/l) pada Proses
Adsorpsi Menggunakan Bentonit Pilarisasi
(a) Plot Kontur, (b) Plot 3D.
196

Desirabilitas seperti terlihat pada Gambar 7.74 sedangkan Gambar


optimasi numerical ram seperti pada Gambr 7.75.

(a) (b)

(c)
Gambar 7.74 Desirabitas Optimasi Adsorpsi Adsorbat ion Cu2+
Mengunakan Bentonit Aceh, Bentonit Interkalasi dan
Bentonit Pilarisasi
197

Gambar 7.75 Desirabitas Optimasi Numerical Ram Adsorpsi Adsorbat ion


Cu2+ Mengunakan Bentonit Aceh, Bentonit Interkalasi dan
Bentonit Pilarisasi.

Dari hasil optimasi adsorpsi ion Cu2+ dengan menggunakan adsorben


bentonit aceh,bentonit interkalasi, dan bentonit pilarisasi diperoleh :massa
bentonit 1,5 g, konsentrasi adosrbat Cu2+300mg/l,dan waktu agitasi (waktu
adsorpsi) 75,9 menit, sedangkan kapasitas masing-masing : bentonit alam 270,985
mg/g, bentonit interkalasi 275, 653 mg/g, dan bentonit pilarisasi 310,211 mg/g.
dengan desirabilitas 0,94
Terjadi peningkatan kapasitas penyerapan ion Cu2+ dari bentonit Aceh
270,985 mg/g menjadi 275,693mg/g (bentonit interkalasi) dan menjadi
289,678mg/g.
198

BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

1. Peningkatan kualitas bentonit aceh dengan cara memodifikasi melalui


interkalasi ion logam natrium (Na+) dari NaCl sebagai interkalan, dan
pilarisasi dengan agen pemilar AlCl3 digunakan sebagai adsorben ion logam
berat: Pb2+, Cd2+, dan Cu2+ berhasil meningkatkan daya serap ion logam berat
Pb2+, Cd2+, dan Cu2+ (15- 73%).
2. Hasil modifikasi bentonit aceh berpengaruh secara sangat signifikan terhadap
peningkatan daya serap ion logam berat (Pb2+, Cd2+, dan Cu2+, dari hasil
pengujian Design Expert 12, model Box Bhenken Design (BBD) . Peningkatan
daya serap (removal) dan kapasitas penyerapan ini disebabkan adanya
peningkan luas permukaan, dan volume pori.
3. Persamaan model metematik yang diperoleh mempunyai nilai keakuratannya
sangat tinggi, dan dapat menjelaskan pengaruh individual, interaksi semua
variabel secara linier dan secara kuadratik, serta dapat memprediksi
interpolasi, dan ekstrapolasi dari penelitian ini.
4. Optimasi adsorpsi ion Pb2+ menggunakan adsorben bentonit (1-2 g), waktu
adsorpsi (30-200 menit), konsentrasi adsorbat ion Pb2+ (100-500 mg/l), Run
=17, masing-masing untuk variabel respon bentonit aceh (NB), bentonit
interkalasi (IB), bentonit pilarisasi (PB), design expert yang digunakan ,
RSM, BBD, hasil diperoleh: kondisi optimal didapat : massa bentonit
(NB,IB,PB) 1,5 g, waktu adsorpsi 115 menit, konsentrasi adsorbat 305,82
mg/l, serapan yang diperoleh masing-masin: NB 176,26 mg/l, IB
187,62mg/l, PB 197, 42 mg/l , Desiberitas 0,91, peningkatan serapan 15 %.
5. Untuk adsorpsi ion Pb2+, massa bentonit NB, Ib, dan PB (1-2 g), waktu
adsorpsi (5-30 menit), konsentrasi adsorbat Pb2+ (10-100 mg/l) , kondisi
optimal diperoleh : massa bentonit 1,5 g, waktu adsorpsi 17,5 menit, dan
konsentrasi adsorbat 55 mg/l:

198
199

Serapan untuk NB 4,67mg/l, untk IB 6,29 mg/l,dan untuk PB 8,104 mg/l


.Terjadi peningkatan daya serap 73%
6. Kondisi optimal untuk adsorpsi ion Cd2+ dengan menggunakan adsorben (1-
2 g), waktu adsorpsi (30-200 menit), konsentrasi adsorbat ion Pb2+ (100- 500
mg/l), Run =17, masing-masing untuk variabel respon bentonit aceh (NB),
bentonit interkalasi (IB), bentonit pilarisasi (PB), design expert yang
digunakan , RSM, BBD. Diperoleh:
Kondisi optimal : massa bentonit 1,5 g, waktu adsorpsi 115 menit,
konsentrasi adsorbat 305,82 mg/l, serapan bentonit aceh 146,857 mg/l, serapan
bentonit interkalasi 172,377 mg/l, serapan bentonit Pilarisasi 182,466 mg/l,
desirabilitas 0,8037. Terjadi peningkatan serapan 15%.
7. Kondisi optimal untuk adsorpsi ion Cu2+ dengan menggunakan adsorben (1-
2 g), waktu adsorpsi (30-200 menit), konsentrasi adsorbat ion Pb2+ (100-
500 mg/l), Run =17, masing-masing untuk variabel respon bentonit aceh
(NB), bentonit interkalasi (IB), bentonit pilarisasi (PB), design expert yang
digunakan , RSM, BBD. Diperoleh: Kondisi optimal : massa bentonit
1,5 g, waktu adsorpsi 115 menit, konsentrasi adsorbat 305,82 mg/l,
serapan bentonit aceh 271,002 mg/l, serapan bentonit interkalasi 275,669
mg/l, serapan bentonit Pilarisasi 289,689 mg/l, desirabilitas, 0,935. Terjadi
peningkatan Serapan 15%.
8. Isoterm adsorpsi untuk Pb2+, Cd2+, dan Cu2+ yaitu Isoterm Freundlich, serapan
multilayer, sedangkan model kinetka order dua semu.
9. Dari hasil pengujian XRF dan BET terhadap Bentonit Aceh dan bentonit
modifikasi bahwa terjadi perubahan komposisi kimia setelah bentonit
dimodifikasi. Terjadi peningkatan Na 12,1% dan Al 26,5 % peningkatan
konsentrasi konsentrasi Na dan Al menjukan telah terjadi interkalasi dan juga
pilarisasi dengan membentuk polikation yang memperbesar rongga poridan
netto muatan negatif pada bentonit interkalasi dan bentonit pilarisasi.
8.2 Saran-Saran
1. Perlu dicoba interkalasi dengan interkalan zat anorganik dan zat organik lain.
2. Perlu pilarisasi dengan agen pemilar lain dari senyawa anorganik atau organik.
200

DAFTAR PUSTAKA

[1] Pei-Sin Keng. Siew-Ling Lee. Sie Tiong Ha. Yung-Tse Hung. Siew-Teng
Ong., “Cheap Materials to Clean Heavy Metal Polluted Waters.
Environmental Chemistry for a sustainable Word,” Chem. Eng., vol.
3.2013, p. 335–414., 2016.

[2] Kus Sri Martini. Ashadi. & Sulistyo Saputro., “Pengembangan Metode
Regenerasi dan Kestabilan Sistem Adsorben Surfaktan Kationik,” Chem.
Eng. Sci., 2015.

[3] Permanasari , A., Wiwi, S., dan Irnawat, W, “Uji Kinerja Adsorben Kitosan
-Bentonit terhadap Logam Berat dan Diazinon,” J. sains dan Teknol. Kim.,
vol. 1, no. 2, pp. 121–134, 2015.

[4] I. S. Hardyanti, I. Nurani, D. Septyaningsih, H. Hp, E. Apriliani, and E. A.


Prastyo, “Pemanfaatan Silika (SiO2) dan Bentonit sebagai Adsorben Logam
Berat Fe pada Limbah Batik Batik merupakan salah satu kekayaan budaya
bangsa Indonesia yang telah mendapat pengakuan internasional dari
UNESCO pada setiap tahun . Pada tahun 2010 nilai produ,” J. SAINS
Terap., vol. 3, no. 2, 2017.

[5] C.M. Futalan.. C. Kan.. M.L.. Dalida.. C. Pascua.. M.W. Wan., “Fixed-bed
column studies on the removal of copper using chitosan immobilized on
bentonite. Journal of Carbohydrate Polymers,” J. Carbohydr. Polym. 83.
697-704., vol. 83, pp. 697–704, 2016.

[6] A. Aeisyah et al., “Modification and Characterization of Ordered


Mesoporous Carbons for Resorcinol RemovaL (Thesis)).” ,” J. Articel, vol.
154, no. 4, pp. 503–511, 2014.

[7] Kurniawan et al., “Physico-chemical treatment techniques for wastewater


laden with heavy metals.,” Chem. Eng. J., vol. 118, pp. 83–98, 2015.

[8] M. S. Nugraha, F. W. Mahatmanti, and T. Sulistyaningsih, “Indonesian


Journal of Chemical Science Pemanfaatan Bentonit Teraktivasi HCl
sebagai Adsorben Ion Logam Cd (II),” Indones. J. Chem. Sci., vol. 6, no. 3,
pp. 2–7, 2017.

[9] A. Nugroho CS, N. Dwi Nurhayati, and B. Utami, “Sintesis Dan


Karakterisasi Membran Kitosan Untuk Aplikasi Sensor Deteksi Logam
Berat,” Molekul, vol. 6, no. 2, p. 123, 2014.

[10] A. A. . M. M. . S. S, “Removal of heavy metal ions from water by using


calcined phosphate as a new adsorbent.,” J. Hazard. Mater., no. A. 112, pp.
831–190, 2016.
200
201

[11] Liang-guo Yan. X.Q. Shan. B. Wen. G. Owens, “Adsorption of cadmium


onto Al-13-pillared acid-activated montmorillonite.,”J.Hazard. Mater.156.,
pp. 499–508, 2015.

[12] S. Y. J. Huang C C, “Removal of copper ions from wastewater by


adsorption/electrosorption on modi fied activated carbon cloths.,” J.
Hazard. Mater., vol. 175, pp. 477 – 483, 2015.

[13] Sudjana, Desain dan Analisis Eksperimen, Ke III. Bandung: Tarsito, 1989.

[14] S. Utomo and S. R. Cardosh, “PENGARUH WAKTU ADSORBSI


DALAM PROSES PEMURNIAN TANDAN KOSONG KELAPA
SAWIT,” jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek p-, pp. 1–6, 2017.

[15] L. D. Tanheitafino S., Titin, “Modifikasi Kitosan dengan Kaolin dan


Aplikasinya sebagai Adsorben Timbal(II).,” J. KK, vol. 5, no. 2, pp. 33–42,
2016.

[16] M. Faisal, “Efisiensi Penyerapan Logam Pb2+ dengan Menggunakan


Campuran Bentonit dan Enceng Gondok,” J. Tek. Kim. USU, vol. 4, no. 1,
pp. 20–25, 2015.

[17] G. Andini, D., Yul Martin, dan Herri, “Perbaikan Tahanan Pertanahan
dengan Menggunakan Bentonit Teraktivasi,” J. Rekayasa dan Teknol.
Elektro, vol. 10, no. 1, pp. 44–53, 2016.

[18] G. Ahmady-Asbchin, S., Andre‘s, Y., ´, and P. rente, C., Le Cloirec,


“Biosorption of Cu(II) from aqueous solution by Fucus serratus: surface
characterization and sorption mechanisms. Bioresour. Technol,” Bioresour.
Technol, vol. 99, pp. 6150–6155, 2014.

[19] Y. A. M. Sodik Kaelani, Iwan Aswan Harahap, Irwan Mukhsin, Asep


Sunardi, Jubbel Bakara, Abdul Fatah, “Inventarisasi Mineral Non Logam
Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Bireuen Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam,” Prceeding Pemaparan Has. Lapangan dan Non Lapangan,
2016.

[20] Sandy, V. Maramis, A. Kurniawan, A. Ayucitra, J. Sunarso, and S. Ismadji,


“Removal of copper ions from aqueous solution by adsorption using
LABORATORIES-modified bentonite (organo-bentonite),” Front. Chem.
Sci. Eng., vol. 6, no. 1, pp. 58–66, Mar. 2014.

[21] S. Mohammad, J. Mirzaei, M. Heidarpour, S. H. Tabatabaei, and P. Najafi,


“Immobilization of leachate ’ s heavy metals using soil-zeolite column,”
Int. J. Recycl. Org. Waste Agric., vol. 2, no. 20, pp. 1–9, 2015.

[22] Z. Q. . P. Y. . I. Z. . H. H. . D. L. . S.Yanga., “Influences of thermal


pretreatment temperature and solvent on the organosilane modification of
202

All 3-intercalated/Al-pillared montmorillonite. Journal of Applied Clay


Science,” J. Appl. Clay Sci., no. 50, pp. 546–543, 2015.

[23] J. A. Ritter and S. A. Al-muhtaseb, “New Model That Describes


Adsorption of Laterally Interacting Gas Mixtures on Random
Heterogeneous Surfaces. 1. Parametric Study and Correlation with Binary
Data,” Langmuir, vol. 14, no. 18, pp. 6528–6538, 2014.

[24] S. Figure, No Title No Title_2015, no. c. .

[25] D. M. M. . B. F. N. . T. S. Anirudhan, “Removal of Vanadium(IV) from


Aqueus Solutions by Adsorption Process with Aluminum-Pillared
Bentonite. Journal of Chemistry,” J. Chem., no. 44, pp. 6676–6684, 2015.

[26] I. N. Suardana, “Optimalisasi daya adsorpsi zeolit terhadap ion kromium


(III),” J. Penelit. dan Pengemb. Sains Hum., vol. 2, no. 1, pp. 17–33, 2014.

[27] F. S. S. Sriatun, T. Taslimah, E. E. Cahyo, “Sintesis dan Karakterisasi


Zeolit Y,” J. Kim. Sainces dan Apl., vol. 20, no. 1, pp. 19–24, 2017.

[28] L. W. .-J. K. V. U. P. G. Kusuma, ID., Ni Made, W., dan I Gusti, I Gusti,


“Isoterm Adsorpsi Cu(II) oleh Biomassa Rumput Laut Euchema
Spinosum,” vol. 2, no. 1, pp. 1–9, 21014.

[29] D. . Bath, J. . Siregar, and M. . Lubis, “Penggunaan Tanah Bentonit sebagai


Adsorben Logam Cu,” J. Tek. Kim., vol. 1, no. 1, pp. 8–11, 2015.

[30] I. dan R. Fathoni, “Pemanfaatan Bentonit Teknis sebagai Adsorben Zat


Warna,” UNESA J. Chem., vol. 4, no. 1, pp. 20–24, 2016.

[31] K. K. M. X. C. C. B. VM, “Biosorption mechanism of nine different heavy


metals onto biomatrix from rice husk. J Hazard Mate,” J Hazard Mater
153, no. 153, pp. 1222–1234, 2014.

[32] B. H. Afkhami A, Saber Tehrani M, “Simultaneous removal of heavy metal


ions in wastewater samples using nano alumina modified with 2,4
dinitrophenylhydrazine,” J Haz ard Mater, vol. 181, no. 836, p. 844, 2015.

[33] H. F. Salehi E, Madaeni SS, “Dynamic adsorption of Ni(II) and Cd(II) ions
from water using 8 hydroxyquinoline ligand immobilized PVDF
membrane: isotherms, thermodynamics and kinetics,” Sep Purif Technol,
vol. 94, no. 18, 2014.

[34] J. M. D. Nor AzimahAhmad, Mohd Ariffin Abu Hassan, Zainura Zainon


Noor, Abdullah Mohammad Evuti, “Optimization of Nickel Removal from
Electroless Plating Industry Wastewater using Response Surface
Methodology,” J. Teknol. (Sciences Eng., vol. 67, no. 4, pp. 33–40, 2014.
203

[35] W. Udyanni, K., dan Yustia, “Aktifasi Zeolit Alam Untuk Peningkatan
Kemampuan sebagai Adsorben pada Pemurnian Biodiesel,” J. Semin. Nas.
Sains dan Teknol. Terap. II, 2014.

[36] F. Hasyim, U.H dan Gema, “Pengaruh Konsentrasi HCl dan Massa
Adsorben dalam Pengolahan Limbah Pelumas Bekas dengan Kajian
Keseimbangan Adsorpsi Bentonit terhadap Logam Fe,” J. Integr. Proses,
vol. 6, no. 4, pp. 191–196, 2014.

[37] P. T. 2010 Kwartiningsih, E., Novi, A., Putukeda, “Transfer Massa pada
Adsorpsi Logam Khrom dari Limbah Elektroplating Menggunakan Eceng
Gondok sebagai Adsorben,” J. Ekuilibrium, vol. 9, no. 1, pp. 35–40, 2015.

[38] dan K. E. Tabak A, Afsin B, Caglar B, “Characterization and Pillaring of a


Turkish Bentonite,” urnal Koloid dan Interface Sci. 313 5-11., vol. 313,
pp. 5–11, 2014.

[39] P. S. Keng, S. L. Lee, S. T. Ha, Y. T. Hung, and S. T. Ong, “Removal of


hazardous heavy metals from aqueous environment by low-cost adsorption
materials,” Environ. Chem. Lett., vol. 12, no. 1, pp. 15–25, 2014.

[40] T. A. K. S. Babel, “Low - Cost adsorbents for heavy metals uptake from
contaminanated watewr,” J. Hazard. Matter, vol. 97, pp. 219–243, 2016.

[41] MA Barakat, “New trends in removing heavy metals from industrial


wastewater,” Arab. J. Chem., vol. 4, no. 4, pp. 361–377, 2015.

[42] H. . C. Nah et al., I.W. Nah, K.Y. Hwang, C. Jeon, “Removal of Pb ion
from water by magnetically modified zeolite,” Min. Eng, vol. 19, no. 14,
pp. 1452–1455, 2015.

[43] A. S. Vengris et al., T. Vengris, R. Binkinkiene, “Nickel, copper, and zinc


removal from wastewater by a modified clay sorbent,” Appl. Clay Sci, vol.
18, pp. 183–190, 2014.

[44] Solenera et al., “Adsorption Characteristics of lead(II) ions onto the


clay/poly(methoxyethyl) acrylamide (PMEA) composite from aqueous
solutions,” Desalanation, vol. 223, pp. 308–322, 2013.

[45] S. S. H. M. M. Moufliha, A. Aklila, “Removal of Lead from aqueous


solutions by activated phosphate,” J. Hazard. Mater., vol. 119, pp. 183–
188, 2016.

[46] Q. X. Z. B.C. Pan, Q.R. Zhang, W.M. Zhang, B.J. Pana, W. Dua, L. Lvb,
Q.J. Zhanga, Z. W.Xua, “Highly effective removal of heavy metals by
polymer-based zirconium phosphate: a case study of lead ion,” J. Colloid
Interface Sci, vol. 310, pp. 99–105, 2014.
204

[47] A. A. A. J.C. Igwe, D.N. Ogunewe, “Competitive adsorption of Zn(II),


Cd(II) and Pb(II) ions from aqueous and non-aqueous solution by maize
cob and husk,” J. Biotechnol, vol. 4, no. 10, pp. 1113–1116, 2014.

[48] R. M. R. R. J. P. P.R.Bansode, J.N. Losso, W.E. Marshall, “Adsorption of


metal ions by pecan shell-based granular activated carbons,” Bioresour
Technol, vol. 89, pp. 115–119, 2015.

[49] A. G. N.R. Bishnoi, M. Bajaj, N. Sharma, “Adsorption on activated rice


husk carbon and activated alumina,” Bioresour TECHNOL, vol. 91, no. 3,
pp. 305–307, 2014

[50] C. A. D. Fenga, “Adsorption of heavy metals by biomaterials derived from


the marine alga Ecklonia maxima,” Hydrometallurgy, vol. 73, pp. 1–10,
2014.

[51] A. R. V.K. Gupta, “Biosorption of lead(II) from aqueous solutions by non-


living algal biomass Oedogonium sp. and Nostoc sp.a comparative study,”
Colloids Surf, B Biointerfaces, vol. 64, pp. 170–178, 2016.

[52] D. Ahluwalia, S.S., Goyal, “Microbial and plant derived biomass removal
of heavy metals from wastewater.,” Bioresour. Technol, vol. 98, no. 12, pp.
2243–2257, 2015.

[53] Ayala J. Blanco F. Garcia P. Rodriguez P. Sancho J, “Asturian fly ash as a


heavy metalsremoval material,” Fuel, vol. 77, pp. 115447–11, 2014.

[54] Bayat B, “Combined removal of Zinc (II) and Cadmium(II) from aquaeous
solutions by adsorption onto high calcium Turkish fly ash,” Water Air Soil
Pollut, vol. 136, p. 6992, 2014

[55] H. J. Apak R, Tutem E Hugul M, “Heavy metal cation retention by


uncoventional sorbents (redmuds and fly ashes),” Water Res, vol. 32, pp.
430–440, 2014.

[56] H. C. Weng CH, “Treatment of metal industrial wastewater by fly ash and
cement fixation,” J Env. Eng, vol. 120, pp. 1470–1487, 2014.

[57] P. D. Papandreou A, Staur naras CJ, “Copper and cadmium adsorption on


pellets made from fired coal fly ash,” J Hazard Matter, vol. 148, pp. 438–
547, 2014.

[58] P. P. Apiratikul R, “Sorption of Cu(II) , Cd(II), and Pb(II) using modified


zeolite from coal fly ash,” Chem Eng J, vol. 144, pp. 245–258, 2015.

[59] S. S. Gupta VK, “Removal of zinc from aqueous solution using bagasse fly
ash- a low cost adsorbent,” Ind Eng Chem Res, vol. 42, pp. 6619–6624.
205

[60] N. P. Ho GE, Mathe K, “Leachate quality from gypsum neutralized red


mud applied to sandy soils,” Water Air Soil Pollute, vol. 47, pp. 1–18,
2013.

[61] E. M. Salam OEA, Reaid NA, “A study of removal characteristic of heavy


metals from wastewater by low-cost adsorbent,” J Adv Res, vol. 2, pp. 297–
303, 2011.

[62] S. V. Yadava KP, Tyagi BS, Panday KK, “Fly ash for the treatment of
Cd(II) rich effluents,” Env. Technol Lett, vol. 8, pp. 225–234, 2013

[63] C. P. Ricau P, Lecuyer I, “Removal of Cu(II), Zn(II), and Pb(II) by


adsorption onto fly ash and fly ash/lime mixing,” Water Sci Technol, vol.
39, pp. 239–247, 2014.

[64] C. J. Lin CJ, “Effect of fly ash characteristics on removal of Cu(II) from
aqueous solution,” Chemosphere, vol. 44, pp. 1185–1192, 2014.

[65] K. P. Rao M, Parwate AV, Bhole AG, “Performance of low-cost adsorbents


for the removal of copper and lead,” J Water Supply Res Technol AQUA,
vol. 52, pp. 49–58, 2014.

[66] C. P. Ricou P, Lecuyer I, “Removal of CU(II), Zn(II), dan Pb(II) by


adsorption onto fly ash/lime mixing,” Water Sci Technol, vol. 39, pp. 239–
247, 2015.

[67] M. S. Hossain MA, Kumita M, Miichigami Y, “Optimization of parameter


for Cr(VI) adsorption on use black tea leaves.,” Adsorption, vol. 11, pp.
561–568, 2013.

[68] Gupta VK, “Equilibrium uptake, sorption dynamics, process development,


and column operation for the removal of copper and nickel from aqueous
solution and wastewater using activated slag, a low cost adsorbent,” Ind
Eng Chem Res, vol. 37, pp. 192–202, 2013.

[69] A. I. Gupta VK, “Utilization of bagasse fly ash (a sugar industry waste) for
the removal of copper and zinc from wastewater,” Sep Purif Technol, vol.
18, pp. 131–140, 2013.

[70] Y. C. Hsu TC, Yu CC, “Adsorption of Cu(II) from water using raw and
mofied coal fly ash,” Fuel, vol. 87, pp. 1355–1359, 2014.

[71] D. A. Lucaci D, Visa M, “Copper removal on wood -fly ash subtrates-


thermodynamic studi,” Rev. Chim., vol. 56, no. 10–11, pp. 1067–1074,
2014.

[72] S. G. Diamadopoulos E, Loannidis S, “As(V) removal from aqueous


solutions by fly ash,” Water Res, vol. 27, pp. 1773–1777, 2014
206

[73] Gan Q, “A case study of microwave processing of mineral hydroxide


sendiment sludge from printed circuit board manufacturing wash water,”
Waste Manag., vol. 20, pp. 695–701, 2014.

[74] P. P. Apiratikul R, “Sorpton Cu(II), Cd(II) and Pb(II) using modified zeolit
from coal fly coal ash,” Chem Engi J, vol. 44, pp. 245–258, 2014.

[75] D. Aki. J. W. Goswami D, “Removal of arsenic from drinking water using


modified fly ash bed,” Int J Water, vol. 1, pp. 61–70, 2015.

[76] D. A. Lucaci D, Visa M, “Fly ash adsorbents for multi-cation wastewater


treatment,” Appl Surf Sci, vol. 258, pp. 6345–6352, 2015.

[77] and S.-T. O. Pei-Sin-keng , Siew-Ling Lee, Sie-Tiong Ha, Yung-Tse


Hung, “Chapter 8 Cheap Material to Clean Heavy Metal Pollulted Waters,”
Env. Ment. Chem. a Sustain. World, 2015.

[78] A. R. Ajmal M, Rao RAK, Anwar S, “Adsorption studies on rice husk :


removal and recovery of Cd(II) from wastewater,” Bioresour Technol, vol.
86, pp. 147–149, 2014.

[79] Q. Z. and D. Y. Du H. P. Ye, “Adsorptive Removal of Cd(II) from


Aqueous Solution Using Natural and Modified Rce Technology,” ice
Husk,” Bioresour, vol. 101, no. 14, pp. 5175–5179, 2015

[80] S. B. Roy D, Greenlaw PN, “Adsorption of heavy metals by green algae


and ground rice hulls,” J Env. Sci Heal., vol. 28, pp. 37–50, 2014.

[81] da A. M. Tarley CRT, Ferreira SLC, “Use of modified rice husks as a


natural solid adsorbent of trace metals : characterisation and development
of an on-line preconcentration system for cadmium and lead determination
by FAAS,” Microchem J, vol. 77, pp. 163–175, 2014.

[82] B. M. Kumar U, “Sorption of cadmium from aquaeos soluton using


pretreated rice husk,” Bioresour Technol, vol. 97, pp. 104–109, 2014.

[83] Z. R. Munaf E, “The use of rice husk for removal of toxic metals from
wastewater,” Env. Technol, vol. 18, pp. 359–362, 2014

[84] E. W. Marshall WE, Champagne ET, “Use of rice milling byproducts (hulls
and bran) to remove metal ions from aqueous solution,” J Env. Sci Heal.,
vol. 28, pp. 1977–1992, 2015.

[85] M. C. Srivastava NK, “Novel biofiltration methodes for the treatment of


heavy metals from industrial wastewater,” J Hazard Mater, vol. 151, pp. 1–
8, 2013.

[86] K. S. Sharma N, Kaur K, “Kinetic and equilibrium studies on the removal


207

of Cd(II) ions from water using polyacrylamide grafted rice (oryza sativa)
husk and (Tectona grandis) saw dust,” J. Hazard. Mater., vol. 163, pp.
1338–1344, 2013.

[87] S. M. Akhtar M, Iqbal S, Kausar A, Bhanger MI, “An economically viable


method for the removal of selected divalent metal husk from aqueous
solutions using activated rice,” Colloids surf B Biointerfaces, vol. 75, pp.
149–155, 2014.

[88] T. vetyan P. Nakbanpote W, “Copper adsorption on rice husk derived


materials studied by EPR and FTIR,” Colloid surf A Physicochem Eng
Asp., vol. 304, pp. 7–13, 2014.

[89] C. I. Feroze N, Ramzan N, Khan A, “Kinetic and equilibrium studies for


Zn(II) and Cu(II) metal ions removal using biomass (rice husk) Ash,” J
Chem Soc Pak, vol. 40, pp. 1361–1368, 2015.

[90] Z. C. Luo X, Deng Z, Lin X, “Fixed- bed column study for Cu(II) removal
from solution using expanding rice husk,” J Hazard Mater, vol. 187, pp.
182–189, 2015.

[91] H. H. Johan NA, Kutty SRM, , Isa MH, Muhammad NS, “Adsorption of
copper by using microwave incinerated rice husk ash (MIRHA),” Int J
WaterCivil Env. Eng, vol. 3, pp. 211–215, 2014.

[92] L. Ksh. M. Wong KK, Lee CK, “Removal of Cu(II) and Pb(II) by tartaric
acid modified rice husk from aqueous solutions,” Chemosphere, vol. 50,
pp. 23–28, 2014.

[93] H. M. Wong KK, Lee CK, Low KS, “Removal Cu(II) and Pb(II) from
electropating wastewater using tartaric acid modified rice husk,” Process
Biochem, vol. 39, pp. 437–445, 2014.

[94] D. D. Ye H, Zhang L, Zhang B, Wu G, “Adsorptive removal of Cu(II) from


aqueus solution using modified rice husk,” Int J Eng Res Appl, vol. 2, no. 2,
pp. 855–863, 2014.

[95] S. M. Feng Q, Lin Q, Gong F, Sugita S, “Adsorption of lead and mercury


by rice husk ash,” J Colloid interface Sci, vol. 278, pp. 1–8, 2015.

[96] Wang LH, Lin CI, “Adsorption of lead(II) ion from aqueous solution using
rice hull ash,” Ind Eng Chem Res, vol. 47, pp. 4891–4897, 2014.

[97] D. S. Naiya TK, Bhattacharya AK, Mandal S, “The sorption of lead(II) ions
on rice husk ash,” J hazard Mater, vol. 163, pp. 1254–1264, 2015.

[98] M. F. Abo-EI-Encin SA, Eissa MA, Diafullah AA, Rizk MA, “Removal of
some heavy metals ions from wastewater by copolymer of iron and
208

aluminium impregnated with active silica derived from rice husk ash,”
J Hazard Mater, vol. 172, pp. 574–579, 2014.

[99] Kafia M . Sharreeef Surchi, “Agricultural Wastes as Low Cost Adsorbents


for Pb Removal: Kinetics, Equilibrium and Thermodynamics,” Int. J.
Chem., vol. 3, no. 3, pp. 103–112, 2015.

[100] S. N. Zulkali MMD, Ahmad AL, Norulakmal NH, “Comparative studies of


oriza sativa L,Husk and chitosan as lead adsorbent,” J Chem Technol
Biotechnol, vol. 81, pp. 1324–1327, 2012.

[101] K. J. Farooq U, Khan MA, Atharc M, “Effect of modification of


environmentally friendly biosorbent wheat,” J Hazard Mater, vol. 171, pp.
400–410, 2014.

[102] L. A. Dang VBH, Doan HD, Dang Vu T, “Equilibrium and kinetics of


biosorption of cadmium(II) and copper(II) ions by weat straw,” Bioresour
Technol, vol. 100, pp. 211–219, 2014.

[103] X. D. Tan G, “Adsorption of cadmium(II) ion from aqueous solution by


ground wheat stems,” J Hazard Mater, vol. 164, pp. 1359–1363, 2014.

[104] H. O. Nouri L, “Ultrasonication-assisted sorption of cadmium from


aqueous phase by wheat bran,” J phys Chem A, vol. 111, pp. 8456–8463,
2014.

[105] K. R. Dhir B, “Adsorption of heavy metals by salvinia biomass and


agricultural residues,” Int J Env. Res, vol. 4, pp. 427–432, 2015.

[106] C. M. Nouri L, Ghodbane I, Hamdaoui O, “Batch sorption dynamics and


equilibrium for the removal of cadmium ions from aqueous phase using
wheat bran,” J Hazard Mater, vol. 149, pp. 115–125, 2016.

[107] M. A. Farajzadeh MA, “Adsorption characteristics of wheat bran towards


heavy metal cations,” Sep Purif Technol, vol. 38, pp. 197–207, 2014.

[108] P. H. Ozer A, “The adsorption of Cd(II) ions on sulfuric acid- treated wheat
bran,” J Hazard Matter, vol. 137, pp. 849–855, 2016.

[109] N. S. Gong R, Guan R, Zhao J, Liu X, “Citric acid functionalizing wheat


straw as sorbent for copper removal from aqueous solutions,” J Heal. Sci,
vol. 54, pp. 174–178, 2015.

[110] A. M. Dupont L, Bouanda J, Dumonceau J, “Biosorption Of Cu(II) and


Zn(II) onto a lignocellulocic substrate extracted from wheat bran,” E
Lettnviron Chem Lett, vol. 2, pp. 165–168, 2015.

[111] Y. C. Aydin H, Bulut Y, “Adsorption of Cu(II) from aqueous solution by


209

adsorption onto low- cost adsorpbent,” J environt Manag., vol. 87, pp. 37–
45, 2016.

[112] K. B. Basci N, “Biosorption of cupper(II) from aqueous solutions by wheat


shell,” Desalination, vol. 164, pp. 135–140, 2014.

[113] S. C. Wang XS, Li ZZ, “A comparative study of removal of Cu(II) from


aqueous solutions by locally low- cost materias: marine macroalgae and
agricultural by products,” Desalination, vol. 235, pp. 146–159, 2015.

[114] O. A. Ozer A, Ozer D, “The adsorption of copper(II) ions on to dehydrate


wheat bran (DWB): determination of the equilibrium and thermodynamic
parameters.,” Process Biochem, vol. 39, pp. 2183–2191, 2015.

[115] B. Z. Bulut Y, “Removal of Pb(II) from wastewater using wheat bran,” J


environt Manag., vol. 78, pp. 107–113, 2016.

[116] CriniG, “Non Convensional low cost adsorbents for dye removal,”
Bioresour Technol, no. 97, pp. 1061–1085, 2016.

[117] C. A. Tirtom VN, Dincer A, Becerik S, Aydemir T, “Comparative


adsorption of Ni(II) and Cd(II) ions on epiclorohydrin crosslinked chitosan-
clay composite beads in aquaeous solution,” Cheem Eng J, vol. 197, pp.
379–386, 2012.

[118] W. C. Zhang GY, Qu RJ, Sun CM, Chen H, “Adsorption for metal ions of
chitosan coated cotton fiber,” J Appl Polym. Sci, vol. 110, pp. 2321–2327,
2014.

[119] F. V. Vitali L, Laranjeira MCM, Goncalves NS, “Spray- dried chitosan


microspheres containing 8-hydroxyquinoline- 5 sulphonic acid as a new
adsorbent for Cd(II) and Zn(II) ions,” Int J Biol Macromol, vol. 42, pp.
152–157, 2014.

[120] E. D. Shameem H, Abburi K, Tushar KG, Dabir SV, Veera MB,


“Adsorption of divalent cadmium((Cd(II) from aquoeus solutions onto
chitosan-coated perlite beads,” Ind Eng Chem Res, vol. 45, pp. 5066–5077,
2014.

[121] V. K. Kumar M, Bijay PT, “Crosslinked chitosan/polivinyl alkohol blend


beads for removal and recovery of Cd(II) from wastewater,” J Hazard
Mater, vol. 172, pp. 1041–1048, 2014.

[122] Sankararamakrishnan, “Novel chitosan derivative for the removal of


cadmium in the presence of cyanide from electroplating wastewater,” J
Hazard Mater, vol. 148, pp. 353–359, 2017.

[123] K. Wan NgahWS, Kamari A, “Equilibrium Kinetics studies of adsorption


210

of copper(II) on chitosan and chitosan/PVA beads,” Int J Biol Macromol,


vol. 34, pp. 155–161, 2018.

[124] L. D. Sun XQ, Peng B, Jing Y, Chen J, “Chtosan(chitin)/cellulose


composite biosorbents prepared using ionic liquid for heavy metal ions
adsorption,” Seperations, vol. 3, pp. 103–112, 2017.

[125] Dinu MV, Dragan ES, “Evaluation of Cu(II), Co(II), and Ni(II) ions
removal from aqueous solution using a novel chitosan/clinoptilolite
composites: kinetics and isotherms,” Cheem Eng J, vol. 160, pp. 157–163,
2015.

[126] Y. dan T. K. Presetiowati, “Kapasitas Adsorpsi Bentonit Teknis Sebagai


Adsorben Ion Cd (II),” J. Chem., vol. 3, no. 3, pp. 194–200, 2014.

[127] T. Koestiari, “Karakter Bentonit Terpilar Logam Aluminium pada Variasi


Suhu Kalsinasi,” J. Mol., vol. 9, no. 2, pp. 144–154, 2014.

[128] J. Syuhada, Wijaya R, “Syuhada, Wijaya R, Jayatin, 2008. Modifikasi


Bentonit (Clay) menjadi Organo Clay dengan Penambahan Surfaktan.
Jurnal Nanosains dan Nano Teknologi. ISSN : 1979 – 0880.,” J. Nanosains
dan Nano Teknol. ISSN 1979 – 0880., 2018.

[129] Siti Wardiyanti dan Adel Fasli, “Penyerapan Pb oleh Nano Komposit
Oksida besi Bentonit,” Pus. Teknol. Bahan Ind. Nukl., vol. 536, pp. 135–
138, 2017.

[130] I. A. G. Widihati, “ADSORPSI ION Pb 2+ OLEH LEMPUNG


TERINTERKALASI SURFAKTAN I. A. Gede Widihati,” New York, pp.
27–32, 2007.

[131] I. A. Gede Widihati, “Adsorpsi ion Pb(II) oleh lempung terinterkalasi


surfaktan,” J. Kim., vol. 3, no. 1, pp. 27–32, 2017.

[132] H. Ibach, Physics of Surfaces and Interfaces (Google eBook), vol. 2006, no.
March. 2015.

[133] V. Krstić, T. Urošević, and B. Pešovski, “A review on adsorbents for


treatment of water and wastewaters containing copper ions[1] V. Krstić, T.
Urošević, and B. Pešovski, ‘A review on adsorbents for treatment of water
and wastewaters containing copper ions,’ Chemical Engineering Science,
vol. 192,” Chemical Engineering Science, vol. 192. pp. 273–287, 2018.

[134] dan M. Fisli A, Sumardjo, “Isolasi dan Karakterisasi Montmorilonite dari


Bentonit Sukabumi,” J. Sains Indones. ISSN 1411-1098, 2015.

[135] and T. M. F. Bergaya A, Aoua, “Pillared Clays and Clay Minerals.


Handbook of Clay Science,” Dev. Clay Sciense, vol. 1, 2015
211

[136] G. L. F. Bergaya, “General Introduction : Clays, Clay Minerals, and Clay


Science. In: Bergaya F. Theng, B.K.G., Lagaly, G. (Eds.). Hand Book of
Clay Science. Development in Clay Science,” Elsivier, vol. 1, pp. 1–18,
2016.

[137] M. Habuda-Stanic and M. Nujic, “Arsenic removal by nanoparticles: a


review.,” Environmental science and pollution research international, vol.
22, no. 11. pp. 8094–8123, 2015.

[138] F. C. Hidayati and I. Yulianti, “Pemurnian Minyak Goreng Bekas Pakai


(Jelantah) dengan Menggunakan Arang Bonggol Jagung,” [1] F. C.
Hidayati I. Yulianti, “Pemurnian Miny. Goreng Bek. Pakai ( Jelantah )
dengan Menggunakan Arang Bonggol Jagung,” no. Sept. pp. 67–70, 2016.,
no. September, pp. 67–70, 2016.

[139] USDHHS, Toxicological profile for lead, United States Departement of


Health and Human Services, Atlanta, Ga, USA. 2009.

[140] A. K.-P. and H. Pendias, Trace Metals in Soils and Plants, CRS Press,
Boca Raton, Fla, USA., 2nd editio. USA, 2011.

[141] S. E. Manahan, Toxicological Chemistry and Biiochemistry, 3rd editio.


CRC Press, Limited Liability Company (LLC), 2013.

[142] F. Sima, C. Ristoscu, L. Duta, O. Gallet, K. Anselme, I.N. Mihailescu, 3 -


Laser thin films deposition and characterization for biomedical
applications, Editor(s): Rui Vilar, Laser Surface Modification of
Biomaterials, Woodhead Publishing, pp. 77-125, 2016,

[143] YC.Danarto, “Kinetika Adsorpsi Logam Berat Cr(VI) dengan Adsorben


Pasir yang Di lapisi Besi Oksida,” Ekuilibrium, vol. 6, no. 2, pp. 65–70,
2016.

[144] Langmuir, “The adsorption of gases on plane surfaces of glass, mica and
platinum.,” J. Am Chem Soc, vol. 40, pp. 1361–1368, 1918.

[145] O. A. Ho Y, “Biosorption thermodynamics of cadmium on coconat copra


meal as biosorbent,” Biochem Eng J, vol. 30, pp. 117–123, 2015.

[146] I. S. Febrianto J, Kokasih AN, Sunarso J, Ju YS, Indraswati N, “Equibrium


and kinetic studies in adsorption of heavy metals using biosorbent: a
summerry of recent studies,” J Hazard Mater, vol. 162, pp. 616–645, 2009.

[147] Ho Y, “Isotherms for sorption of lead onto peat: comparison of linier and
non-linear methods.,” Pol J Env. Stud, vol. 15, pp. 81–86, 2015.

[148] Freundlich H, “Adsorption in solution,” Phys Chem Soc, vol. 40, pp. 1361–
1368, 1906.
212

[149] T. E. Brunauer S, Emmett PH, “Adsorption of gases in multimolecular


layers, vol. 60, pp. 309–319, 1938.

[150] Temkin MI, “Adsorption equilibrium and the kinetics of processes on non
homogeneous surfaces and in the interaction between adsorbed molecules,”
Zh Fiz Chim, vol. 15, pp. 296–332, 1941.

[151] R. L. Dubinin MM, “Equation of the characteristic curve of activated


charcoal,” Proc Acad Sci Phys Chem USSR, vol. 55, pp. 331–333, 1947.

[152] a. W. Marczewski, a. Derylo-Marczewska, and M. Jaroniec, “Unified


theoretical description of physical adsorption from gaseous and liquid
phases on heterogeneous solid surfaces and its application for predicting
multicomponent adsorption equilibria,” Chem. Scripta, vol. 28. pp. 173–
184, 2014.

[153] W. Wrudzinski W, “On the Jovanovic model of adsorption,” Colloid Polym


Sci, vol. 255, pp. 859–880, 1977.

[154] G. G. Quinones I, “Extension of a Jovanovic-Freudlich isoterm model to


multi-component adsorption on heteroneous surface,” J Chromatoger A,
vol. 796, pp. 15–40, 2015.

[155] G. G. Quinones I, Stanley B, “Estimation of the adsorption energy


distributions for the Jovanovic-Freundlich isoterm model with Jovanovic
local behaviour,” J. Chromatogr A, vol. 849, pp. 45–60, 1999.

[156] Halsey G, “Physical adsorption on non uniform surfaces,” J Chem Phys,


vol. 16, pp. 931–937, 2014.

[157] J. E. Harkins WD, “The decrease of frree surface energy as a basis for the
development of equations for adsorption isotherms; and the existence of
two condensed phases in films on solids,” J. Chem Phys, vol. 12, pp. 112–
113, 2015.

[158] Lagergren S, “Zur theorie der sogenannten adsorption geloster stoffe,


Kungliga Svenska Vetenskapsakademiens,” Handlingar, vol. 24, pp. 1–39,
1898.

[159] M. G. Ho YS, “Pseudo-second order model for sorption processes,”


Process Biochem, vol. 34, pp. 451–465, 1999.

[160] P. T. Rudzinski W, “Kinetics of isothermal adsorption on energetically


heterogeneous solid surfaces: a new theoretical description based on the
statistical rate theoryof interfacial transport,” J Phys Chem, vol. 104, no.
39, pp. 9149–9162, 2014.

[161] M. G. Cheung CW , Ponter JF, “Sorption Kinetic analysis for the removal
213

of cadmiumions from effluents using bone char,” Water Res, vol. 35, no. 3,
pp. 605–612, 2014.

[162] C. W. Chien SH, “Application of Elovick Equetion to the kinetics of


phosphate release and sorption on soils.,” Soil Sci Soc Am J, vol. 44, pp.
265–268, 2015.

[163] & M. K. Mehmet Emin Argun, Sukru Dursun, “Heavy metal adsorption by
modified Oak sawdust : Thermodynamic and Kinetics.,” J. Hazard. Mater.,
vol. 141, pp. 77–85, 2016.

[164] M. D. Myer RH, Response surface methodology : process and product


optimization using experiments ., 2nd edn. New York, 2012.

[165] Elibo M, “Response surface methodology approach for inclusion of


perfluorocarbon in actinorhodin fermentation medium,” Process Biochem,
vol. 38, pp. 667–773.

[166] dan T. Y. Zhang H, Tong Z, Wei T, “Sorption Characteristic of Pb (II) on


Alkaline Ca-Bentonite,” Appl. Clay Sci., no. 65–60, pp. 21–23, 2014.

[167] Levenspiel, Chemical reakction engineering. USA: United States of


Amirica : John Willey and Sons, 1999.

[168] T. K. and S. Y. Y. Hawa Turkyyilmaz, “Optimization of lead adsorption of


modernite by response surface methodology : Characterization and
modification,” J. Environ. Heal. Sci. Eng., vol. 12, p. 5, 2014.

[169] F. M. Muslim A, Zulfian, Ismayanda M.H, Devrina E, “Adsorption of


Cu(II) from The Aqueous Solution by Chemical Activated Adsorbent of
Areca Catechu Shell, Journal of Engineering Science and Technology,” J.
Eng. Sci. Technol., vol. 12, no. 10, 2015.
214

LAMPIRAN A

DATA PENGAMATAN

Tabel A.1 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Pb2+ dengan Bentonit Aceh
pada Berbagai Waktu Asorpsi, dan Konsentrasi Adsorbat
(Design Expert, Model Box Bhenken Design)
Waktu Konsentrasi Serapan
Run Bentonit Aceh(g) (menit) Ion Pb2+ (mg/l) Ion Pb2+ (mg/l)
1 1,25 17,50 55,00 3,94
2 0,50 17,50 10,00 1,12
3 2,00 5,00 55,00 4,33
4 1,25 5,00 100,00 3,05
5 1,25 17,50 55,00 3,94
6 0,50 5,00 55,00 1,08
7 1,25 30,00 100,00 5,22
8 1,25 5,00 10,00 1,92
9 2,00 30,00 55,00 7,42
10 1,25 30,00 10,00 3,30
11 0,50 30,00 55,00 1,85
12 1,25 17,50 55,00 3,94
13 1,25 17,50 55,00 3,94
14 2,00 17,00 100,00 7,11
15 1,25 17,50 55,00 3,94
16 0,50 17,50 100,00 1,78
17 2,00 17,50 10,00 4,49

Tabel A.2 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Pb2+ dengan Bentonit
pada Berbagai Waktu Asorpsi, dan Konsentrasi
Adsorbat
(Design Expert, Model Box Bhenken Design)
Bentonit Waktu Konsentrasi Serapan
Run Interkalasi (g) (menit) Ion Pb2+ (mg/l) Ion Pb2+ (mg/l)
1 1,25 17,50 55,00 7,21
2 0,50 17,50 10,00 2,23
3 2,00 5,00 55,00 6,34
4 1,25 5,00 100,00 5,58
5 1,25 17,50 55,00 7,21
6 0,50 5,00 55,00 2,11
7 1,25 30,00 100,00 6,71
8 1,25 5,00 10,00 2,75
9 2,00 30,00 55,00 8,55
10 1,25 30,00 10,00 4,41
11 0,50 30,00 55,00 4,21
12 1,25 17,50 55,00 5,51
13 1,25 17,50 55,00 4,95
14 2,00 17,00 100,00 8,11
15 1,25 17,50 55,00 4,81
16 0,50 17,50 100,00 2,78
17 2,00 17,50 10,00 5,21

214
215

Tabel A.3 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Pb2+ dengan Bentonit Pilarisasi
pada Berbagai Waktu Asorpsi, dan Konsentrasi Adsorbat
(Design Expert, Model Box Bhenken Design)
Bentonit Pilarisasi Waktu Konsentrasi Serapan
Run
(g) (menit) Ion Pb2+ (mg/l) Ion Pb2+ (mg/l)
1 1,25 17,50 55,00 9,323
2 0,50 17,50 10,00 2,23
3 2,00 5,00 55,00 6,34
4 1,25 5,00 100,00 5,58
5 1,25 17,50 55,00 7,21
6 0,50 5,00 55,00 2,11
7 1,25 30,00 100,00 6,71
8 1,25 5,00 10,00 2,75
9 2,00 30,00 55,00 8,55
10 1,25 30,00 10,00 4,41
11 0,50 30,00 55,00 4,21
12 1,25 17,50 55,00 5,51
13 1,25 17,50 55,00 4,95
14 2,00 17,00 100,00 8,11
15 1,25 17,50 55,00 4,81
16 0,50 17,50 100,00 2,78
17 2,00 17,50 10,00 5,21

Tabel A.4 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Pb2+ dengan Bentonit Aceh pada
Berbagai Waktu Adsorpsi, dan Konsentrasi Adsorbat
(Design Expert, Model Box Bhenken Design)
Waktu Konsentrasi Serapan
Run Bentonit Aceh (g) (menit) Ion Pb2+ (mg/l) Ion Pb2+ (mg/l)
1 1,00 115,00 500,00 118,912
2 1,00 200,00 300,00 121,212
3 2,00 30,00 300,00 125,531
4 1,50 115,00 500,00 175,252
5 1,50 200,00 500,00 200,322
6 1,00 115,00 100,00 51,091
7 2,00 115,00 500,00 235,271
8 1,50 115,00 300,00 175,25
9 1,50 30,00 500,00 88,067
10 1,50 200,00 100,00 88,067
11 1,50 115,00 300,00 175,757
12 1.50 30,00 100,00 65,054
13 2,00 115,00 100,00 90,35
14 1,5 115,00 300,00 175,252
15 1,50 115,00 300,00 175.252
16 2,00 200,00 300,00 250.120
17 1,00 30,00 300,00 60,31.586
216

Tabel A.5 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Pb2+ dengan Bentonit interkalasi
pada Berbagai Waktu Kontak, dan Konsentrasi Adsorbat
Bentonit Waktu Konsentrasi Serapan
Run Interkalasi (g) (menit) Ion Pb2+ (mg/l) Ion Pb2+ (mg/l)
1 1,00 115,00 500,00 125,00
2 1,00 200,00 300,00 130,72
3 2,00 30,00 300,00 131,32
4 1,50 115,00 500,00 186,71
5 1,50 200,00 500,00 205,72
6 1,00 115,00 100,00 66,00
7 2,00 115,00 500,00 237,32
8 1,50 115,00 300,00 186,71
9 1,50 30,00 500,00 90,23
10 1,50 200,00 100,00 90,23
11 1,50 115,00 300,00 186,71
12 1.50 30,00 100,00 67,24
13 2,00 115,00 100,00 95,20
14 1,5 115,00 300,00 186,71
15 1,50 115,00 300,00 186,71
16 2,00 200,00 300,00 255,76
17 1,00 30,00 300,00 62,23

Tabel A.6 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Pb2+ dengan Bentonit Pilarisasi
Adsorbat pada Berbagai Waktu Kontak, dan Konsentrasi Adsorbat
Bentonit Waktu Konsentrasi Serapan
Run Pilarisasi (g) (menit) Ion Pb2+ (mg/l) Ion Pb2+ (mg/l)
1 1,00 115,00 500,00 128,91
2 1,00 200,00 300,00 137,72
3 2,00 30,00 300,00 136,44
4 1,50 115,00 500,00 200,75
5 1,50 200,00 500,00 212,72
6 1,00 115,00 100,00 62,12
7 2,00 115,00 500,00 240,32
8 1,50 115,00 300,00 190,75
9 1,50 30,00 500,00 92,32
10 1,50 200,00 100,00 92,32
11 1,50 115,00 300,00 190,72
12 1.50 30,00 100,00 69,24
13 2,00 115,00 100,00 97,20
14 1,5 115,00 300,00 200,75
15 1,50 115,00 300,00 200,75
16 2,00 200,00 300,00 260,77
17 1,00 30,00 300,00 65,23
217

Tabel A.7 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Cd2+ dengan Bentonit Aceh
Adsorbat pada Berbagai Waktu Adsorpsi, dan Konsentrasi Adsorbat
Bentonit Waktu Konsentrasi Serapan
Run Aceh (g) (menit) Ion Cd2+ (mg/l) Ion Cd2+ (mg/l)
1 1,00 115,00 500,00 100,812
2 1,00 200,00 300,00 102,212
3 2,00 30,00 300,00 105,531
4 1,50 115,00 500,00 166,254
5 1,50 200,00 500,00 180,326
6 1,00 115,00 100,00 58,091
7 2,00 115,00 500,00 211,271
8 1,50 115,00 300,00 155,251
9 1,50 30,00 500,00 88,788
10 1,50 200,00 100,00 78,067
11 1,50 115,00 300,00 155,258
12 1.50 30,00 100,00 64,055
13 2,00 115,00 100,00 61,35
14 1,5 115,00 300,00 115,256
15 1,50 115,00 300,00 115,256
16 2,00 200,00 300,00 230,221
17 1,00 30,00 300,00 61,238

Tabel A.8 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Cd2+ dengan Bentonit Interkalasi
Adsorbat pada Berbagai Waktu Adsorpsi, dan Konsentrasi Adsorbat
Bentonit Waktu Konsentrasi Serapan
Run Interkalasi (g) (menit) Ion Cd2+ (mg/l) Ion Cd2+ (mg/l)
1 1,00 115,00 500,00 107,812
2 1,00 200,00 300,00 111,621
3 2,00 30,00 300,00 112,321
4 1,50 115,00 500,00 167,712
5 1,50 200,00 500,00 185,721
6 1,00 115,00 100,00 61,12
7 2,00 115,00 500,00 217,326
8 1,50 115,00 300,00 166,718
9 1,50 30,00 500,00 107,943
10 1,50 200,00 100,00 92,238
11 1,50 115,00 300,00 166,719
12 1.50 30,00 100,00 66,243
13 2,00 115,00 100,00 65,208
14 1,5 115,00 300,00 166,714
15 1,50 115,00 300,00 166,714
16 2,00 200,00 300,00 235,766
17 1,00 30,00 300,00 62,239
218

Tabel A.9 Data Hasil Penelitian Serapan Ion Cd2+ dengan Bentonit Interkalasi
Adsorbat pada Berbagai Waktu Adsorpsi, dan Konsentrasi Adsorbat
Bentonit Waktu Konsentrasi Serapan
Run Interkalasi (g) (menit) Ion Cd2+ (mg/l) Ion Cd2+ (mg/l)
1 1,00 115,00 500,00 112,912
2 1,00 200,00 300,00 118,821
3 2,00 30,00 300,00 116,438
4 1,50 115,00 500,00 181,753
5 1,50 200,00 500,00 182,52
6 1,00 115,00 100,00 63,12
7 2,00 115,00 500,00 220,325
8 1,50 115,00 300,00 170,758
9 1,50 30,00 500,00 110,049
10 1,50 200,00 100,00 92,328
11 1,50 115,00 300,00 170,721
12 1.50 30,00 100,00 69,241
13 2,00 115,00 100,00 71,208
14 1,5 115,00 300,00 180,758
15 1,50 115,00 300,00 180,758
16 2,00 200,00 300,00 240,78
17 1,00 30,00 300,00 65,235

Tabel A.10 Daa Hasil Penelitian Serapan Ion Cu2+ dengan Massa Bentonit Aceh
2 g pada Berbagai Waktu Kontak dan Konsentrasi Adsorbat
Konsentrasi Serapan NB Serapan (IB) Serapan(PB)
Waktu
Run Ion Cu2+ Ion Cu2+ Ion Cu2+ Ion Cu2+
(menit)
(mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l)
1 75 300 275,532 280,351 290,211
2 130 300 296,234 298,234 299,511
3 75 300 275,532 280,351 290,211
4 30 100 40,322 40,322 40,500
5 75 500 300,321 304,234 310,211
6 30 500 60,231 61,547 65,212
7 75 300 275,532 280,351 290,211
8 120 100 95,251 96,131 98,430
9 75 300 275,532 280,351 290,211
10 75 100 60,431 61,671 63,912
11 75 300 275,532 280,351 290,211
12 30 300 50,673 52,120 53,0321
13 120 500 300,573 303,211 97,202
219

LAMPIRAN B
DATA KALIBRASI AAS DAN KURVA STANDAR

TABEL B.1 Data AAS Pb2+ untuk Pembuatan Kurva Kalibrasi


Larutan Standar
Absorbansi Pb2+
mg/l
3 0,0144
4,5 0,02145
6 0,0287
9 0,0429
12 0,0566
15 0,0744

B.1.1 Kurva Standar (kalibrasi) Pb2+


0,08

0,07 y = 0,0049x - 0,0009


R² = 0,998
0,06
Absorbansi

0,05

0,04

0,03

0,02

0,01

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Konsentrasi Larutan Standar (Kalibrasi)
Ion Pb(II), ( ppm)

Gambar B.1.1 Kurva Kalibrasi Larutan Standar Pb2+

219
220

B.1.2 Data Larutan Standar Cu2+

Tabel B.1.2 Data Kurva Standar Cu2+


Konsentrasi Lart. Std Absorbansi
(ppm, Sb x sb y
1,5 0,087
3 0,244
6 0,487
7,5 0,651
12 1,024

Kurva Standar Cu2+


1,2
y = 0,0888x - 0,0345
1 R² = 0,9984

0,8
Absorbansi

0,6

0,4

0,2

0 2 4 6 8 10 12 14
Konsentrasi Lart Std (ppm)

Gambar B.1.2 Kurva Standar Cu2+

B.1.3 Data AAS adsorpsi Cd2

Tabel B.1.3 Data Kurva Standar Cd2+


Larutan Std Absorbansi
0,3 0,047
0,6 0,1264
0,9 0,225
1,2 0,354
1,5 0,503
1,8 0,618
221

0,7

0,6 y = 0,3918x - 0,0991


R² = 0,9903
0,5
Absorbansi

0,4

0,3

0,2

0,1

0 0 0,5 1 1,5 2
Konsentrasi Cd , ppm
2+

Gambar B.1.3 Kurva Standar Larutan Cd2+


222

LAMPIRAN C
DATA DAN ANALISIS PENDAHULUAN

C. 1 Pengaruh pH terhadap Daya Serap


Tabel C.1 Hubungan pH dan Absorbansi Pb2+
pH Absorbansi Pb2+
4 0,0138
5 0,0124
6 0,0039
7 0,0009

Tabel C.2 Hubungan pH terhadap Konsentrasi Serapan ion Pb2+


Konsentrasi Konsentrasi
Co (Pb),
pH Terukur Terserap % Terserap
(mg/l)
(mg/l) (mg/l)
4 1000 250 750 75
5 1000 175 825 82,5
6 1000 85 915 91,5
7 1000 30 970 97

Tabel C.3 Data Kurva Hubungan pH dan Konsentrasi Pb2+ yang


Terserap
Konsentrasi Pb Tereserap
pH
(mg/l)
4 750
5 825
6 915
7 970

222
223

1100

1000
y = 75x + 452,5
Serapan Ion Pb 2+ ppm 900 R² = 0,9921

800

700

600

500

400
0 1 2 3 4 5 6 7 8
pH

Gambar C.1 Hubungan pH terhadap Serapan Pb2+

Tabel C.4 Data dan Hasil Perhitungan Pengaruh Waktu , konsentrasi awal
adsorbat Pb2+, Kontak Kontak Konsentrasi Terserap setimbang,
terhadap Serapan adsorbat
Ce %
Waktu Absorbansi Fp Co (Pb )
2+
(Pb )
2+
Ct (Pb )
2+
serapan
Kontak Pb2+ (ml) mg/l mg/l mg/l Pb2+
(menit)
30 0,0039 250 1486,4 314,68 1171,72 78,8293864
60 0,0023 250 1486,4 288,46 1197,94 80,5933799
90 0,0047 250 1486,4 328,67 1157,73 77,8881862
120 0,0052 250 1486,4 33,41 1452,99 97,7522874
150 0,0066 250 1486,4 361,88 1124,52 75,6539289
180 0,004 250 1486,4 318,18 1168,22 78,5939181
224

LAMPIRAN D
DATA DAN PENGOLAHAN DATA ISOTERM ADSORPSI

D.1 Data Isoterm dan Pengolahan Data Isotrm

Adsorpsi Tabel D.1 Data Untuk Isoterm Adsorpsi Pb2+


Konsentrasi
Larutan Konsentrasi Konsentrasi
Faktor Kesetimbangan
Standar Absorbansi Awal (Co) Absorbansi Tereserap
Pengenceran (Ce, mg/l)
(mg/l) (mg/l) Cte, ppm

3 0,0232 250 1107,01 0,0023 249,12 857,89


4,5 0,0397 250 1228,31 0,0027 320,17 908,14
4,6 0,0582 250 1537,28 0,0034 335,53 1201,75
9 0,0844 250 1750 0,0046 361,84 1388,16
15 0,1609 250 1964,91 0,0039 596,5 1368,41

D.2 Isoterm Adsorpsi Langmuir

Ct  Co  Ce
 (Co  Ct ).V
qt
m
 ( Co  Ce ).V
qe
m

(Co  C ).
q t
t
Vm

Tabel D.2 Data dan Hasil Pengolahan Untuk Isoterm Langmuir Pb2+
C0 Pb2+ , mg/l Ce qe (mg/g) 1/qe 1/Ce
1100 100,01 85,0847 0,011753 0,009999
1107,01 50,021 46,17445 0,021657 0,019992
1200 33,3333 16 0,061 0,03
1228,31 320,17 22,17295 0,0451 0,010229
1300 25,1121 15,873 0,063 0,039821
1400 16,6667 8,8889 0,1125 0,06
1500 14,286 6,993 0,143 0,069999
1537,28 12,3457 8,1234 0,123101 0,081
1750 11,1111 8,84173 0,1131 0,09
1964,91 8,333 7,0922 0,141 0,120005
2000 7,6923 6,5746 0,152101 0,13

224
225

1/qe = {1/KL qmax}1/Ce + 1/qmax

0,18 y = 0,0144x + 0,0039


R² = 0,8681
0,16
0,14
0,12
0,1
1/qe

0,08
1/qe
0,06
0,04
0,02
0
0 5 10 15
I/Ce

D.2 Kurva Isoterm Adsorpsi Langmuir Pb2+

Tabel D.3 Isoterm Adsorpsi Langmuir ion Pb2+


Co Pb
Ce(mg/l) V (l) qe 1/qe 1/Ce
(mg/l)
1100 249,12 0,1 85,088 0,01175254 0,00401413
1107,01 249,12 0,1 85,789 0,01165 0,004014
1200 320,17 0,1 87,983 0,01136583 0,00312334
1228,31 320,17 0,1 90,814 0,01101 0,003123
1300 335,53 0,1 96,447 0,01036839 0,00298036
1400 361,84 0,1 103,816 0,00963243 0,00276365
1500 596,5 0,1 90,35 0,01106807 0,00167645
1537,28 335,53 0,1 120,175 0,0083 0,002980
1750 361,84 0,1 138,816 0,00720 0,002763
1964,91 596,5 0,1 136,841 0,007308 0,001676
2000 630,14 0,1 136,986 0,0073 0,0017

Dari data pada Tabel D.3 di atas dapat dibuat Gambar D.3.
226

1/qe = {1/(KL qmax}1/Ce +1/qmax


0,016

0,014

R² = 0,8874
0,012

0,01
y = 2,1907x + 0,0023
1/qe

0,008

0,006

0,004

0,002

0
0 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006
1/ce

Gambar D.3 Hubungan 1/Ce vs 1/qe untuk isoterm Langmuir ion Pb2+

Persamaan Isoterm Langmuir:

Ce
1  1 .C
qe  e
qm KL qm

qe = Kapasitas kesetimbangan (mg/g)


Ce = Konsentrasi adsorbat dalam larutan dalam kesetimbangan (ppm)
qm = Kapasitas adsorpsi lapisan tunggal (mg/g)
Kl = Konstanta Isoterm (L/mg)

Persamaan Freundlich:

Log qe = log Kf + (1/n) log Ce

Keterangan:
Kf = konstanta isoterm freunlich (mg/g)
1/n = Konstanta yang menunjukkan intensitas proses adsorpsi
[169]
227

Tabel D.4 Data dan Hasil Pengolahan Data untuk Adsorpsi Preundlich
C0 Pb
(II),ppm Ce qe (mg/g) Log Ce log qe
1000 100,01 33,432 2,000043 1,524162
1100 50,021 24,713 1,699152 1,392925
1200 33,3333 21 1,522878 1,324529
1250 320,17 36,435 2,505381 1,561519
1300 25,1121 13,323 1,399883 1,124602
1400 16,6667 11,454 1,22185 1,058957
1500 14,286 8,651 1,154911 0,937066
1560 12,3457 8,1234 1,091516 0,909738
1750 9,073 8,84173 0,957751 0,946537
1900 8,333 6,9354 0,920801 0,841072
2000 8,212 7,452 0,914449 0,872273

log qe log Kf + 1/n log Ce


1,8
1,6
1,4
1,2
Log qe

1 y = 0,5085x + 0,4244
0,8 R² = 0,907
0,6 log qe
0,4
0,2
0
00,51 1,5 2 2,5 3
Log Ce

Gambar D.4 Isoterm Adsorpsi Freundlich untuk Pb2+

Tabel D.5 Isoterm Adsorpsi Freundlich Ion Cd2+


q log q Ce log Ce
85,789 1,933431605 249,12 2,396408595
90,814 1,958152805 320,17 2,505380636
120,175 2,079814131 335,53 2,525731357
138,816 2,142439526 361,84 2,558516575
136,841 2,136216239 596,5 2,775610448
228

2,5

2,4

2,3
log qe

2,2
y = 1,3347x - 1,3142
R² = 0,9235

2,1

1,9
2,32,42,52,62,72,82,9 3
log Ce

Gambar D.5. Isoterm Adsorpsi Freunlich untuk Cd2+


229

LAMPIRAN E
DATA DAN PENGOLAHAN DATA KINETIKA ADSORPSI

E.1 Model Kinetika Adsorpsi Order Satu Semu

Tabel E.1 Data dan Hasil Perhitungan Hubungan Konsentrasi Awal,


Konsentrasi Setimbang Terhadap serapan
Co (mg/l) Ce(mg/l) Ct V (l) m (g) qt
1100 249,12 850,88 0,1 0,5 49,824
1200 320,17 879,83 0,1 0,5 64,034
1300 335,53 964,47 0,1 0,5 67,106
1400 361,84 1038,16 0,1 0,5 72,368
1500 596,5 903,5 0,1 0,5 119,3

Tabel E.2 Data Hasil Perhitungan Hubungan Waktu Adsorpsi Terhadap


Jumlah Adsorbat Pb2+ Terjerap Dalam Keadaan Setimbang
pada Waktu t
t (menit) qe qt qe - qt ln(qe - qt)
5 85,088 49,824 35,264 1,547332
10 96,47079 64,034 32,43679 1,511038
15 125,0188 67,106 57,91276 1,762774
20 107,4832 72,368 35,11519 1,545495
25 262,6626 119,3 143,3626 2,156436

Tabel E.3 Pengaruh Waktu Terhadap ln (qe-qt), untuk Kuva Model


Kinetika Adsorpsi Order Dua Semu
t (menit) qt t/qt
5 49,824 0,100353
10 64,034 0,156167
15 67,106 0,223527
20 78,0137 0,256365
25 97,82537 0,255557

229
230

Tabel E.4 Hubungan Waktu adsorpsi (menit) terhadap ln (qe-qt)


qe
t (menit) Co,ppm) Ce(ppm) Ct (ppm) qt(mg/g) qe-qt Ln(qe-qt)
(mg/g)
10 907,255 577,821 783,9423 329,434 123,3127 206,1213 5,328465
20 907,255 591,132 806,345 316,123 100,91 215,213 5,371628
30 907,255 611,231 777,4372 296,024 129,8178 166,2062 5,113229
40 907,255 619,4041 787,955 287,8509 119,3 168,5509 5,127238
50 907,255 667,0094 834,887 240,2456 72,368 167,8776 5,123235
60 907,255 703,9383 840,149 203,3167 67,106 136,2107 4,914203
70 907,255 715,3703 843,221 191,8847 64,034 127,8507 4,850863
80 907,255 774,7253 857,431 132,5297 49,824 82,7057 4,415289

Dari Tabel E.4 hubungan waktu kontak (menit) dan ln (q e-qt) dapat
dgambarkan Kurva Model Kinetika Order Satu seperti Gambar E.1 seperti
di bawah ini.

Ln(qe-qt) = ln qe - k1 t
6

4 y = -0,0114x + 5,5447
Ln (qe-qt)

R² = 0,838
3
Ln(qe-qt)
2

0
020406080100
t (menit)

Gambar E.1 Kurva Model Kinetka Order Satu semu

Dari persamaan ln(qe-qt) = ln qe – k1 t

Slope = -k = -0,0114 , k = 0,0114

Intersept = ln qe = 5,5447
qe = 232,861 mg/g
231

E.2 Model Kinetika Adsorpsi Order Dua Semu

Tabel E.5 Data Hubungan Waktu dan Hasil Perhitungan qt dan t/qt
Untuk Kurva Kinetika Order Dua Semu
t
qt (mg/g) t/qt
Menit)
5 49,824 0,100353
10 64,034 0,156167
15 67,106 0,223527
20 72,368 0,276365
25 119,3 0,209556

0,3
y = 0,0072x + 0,0872
0,25 R² = 0,7009

0,2
t/qt

0,15

0,1

0,05

2 7 12 17 22 27
t, menit

Gambar E.2 Kurva Model Kinetika Adsorpsi Order Dua Semu

Tabel E.2 Hubungan t dan t/qt untuk Model kinetika order dua semu
t (mnt) Co (ppm) Ce(ppm) Ct (ppm) qe (mg/g) qt (mg/g) t/qt
10 907,255 774,7253 857,431 132,5297 49,824 0,200706
20 907,255 715,3703 843,221 191,8847 64,034 0,312334
30 907,255 703,9383 840,149 203,3167 67,106 0,447054
40 907,255 667,0094 834,887 240,2456 72,368 0,55273
50 907,255 619,4041 810,337 287,8509 96,918 0,5159
60 907,255 611,231 800,303 296,024 106,952 0,560999
70 907,255 591,132 790,1295 316,123 117,1255 0,59765
80 907,255 577,821 786,824 329,434 120,431 0,664281

Dari data pada Tabel 6.2 dapat dibuat kurva seperti pada Gambar 6.3 di
bawah ini.
232

0,8
t  t 1
 q 2
qq k
0,7 e 2e

0,6
0,5
t/qt

0,4 y = 0,0059x + 0,2149


R² = 0,8768
0,3 t/qt
0,2
0,1
0
0 20 40 60 80 100
t (menit)

Gambar E.2 Hubungan antara waktu adsorpsi (t) dan t/qt untuk model
kinetika order 2 semu

Dari Gambar E.2 untuk kinetika order dua semu:


Slope = 1/qe = 0,0059
qe = 169,492 mg/g
Intersept = 1/k2 q e2 = 0,2149
1/k2 = 0,2149 (169,492)2
1/k2 = 6.173,5479
k2 = 0,000162

E.5 Model Elovick

Tabel E.5 Hubungan ln(t) Terhadap qt pada Berbagai waktu


adsorpsi
t (mnt) Co Ce Ct Ln t qt
10 907,255 774,725 857,431 2,302585 49,824
20 907,255 715,37 843,221 2,995732 64,034
30 907,255 703,938 840,149 3,401197 67,106
40 907,255 667,009 834,887 3,688879 72,368
50 907,255 619,404 787,96 3,912023 119,295
60 907,255 611,231 777,417 4,094345 129,838
70 907,255 591,132 806,345 4,248495 100,91
80 907,255 577,82 783,982 4,382027 123,273
233

140

120
y = 38,27x - 48,019
R² = 0,7471
100

80
qt , mg/g

60
qt

40

20

0 1 2 3 4 5
Ln t

Gambar E.3 Kurva Model Kinetika Adsorpsi Elovick

E. 6 Model Difusi Intrapartikel

Rt  kid(t)a

Ln Rt = Ln kid + n Ln t
(Co  Ct
Rt (%) 
) (100)

Co
Tabel E.6 Hubungan Ln t dan Rt
t (menit) Co, mg/l Ce (mg/l) Ct(mg/l) Ln t Ln Rt
5 907,255 774,7253 857,431 1,609438 5,491731
10 907,255 715,3703 843,221 2,302585 7,057994
15 907,255 703,9383 840,149 2,70805 7,396597
20 907,255 667,0094 834,887 2,995732 7,976589
25 907,255 619,4041 787,955 3,218876 13,14956
30 907,255 611,231 777,437 3,401197 14,30888
35 907,255 591,132 806,345 3,555348 11,12256
40 907,255 577,821 783,982 3,688879 13,58747
234

16

14
y = 4,218x - 2,3684
R² = 0,7472
12

10
Ln Rt

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4


Ln t

Gambar E.6 Hubungan Ln t dan Rt untuk Difusi Intra Partikel


235

LAMPIRAN F
DATA HASIL KARAKTERISASI

F.1 DATA KARAKTERISASI BET Bentonit Aceh (Blang Karieng /Cot Mambo)

F.1.1 Average Pore Size summary

Quantachrome NovaWin - Data Acquisition and Reduction


for NOVA instruments
©1994-2007, Quantachrome Instruments
version 10.01

Analysis Report
Operator:ITS Date:2019/03/26 Operator:ITS Date:3/29/2019
Sample ID: Ayu Rizkia Thursina Filename: C:\QCdata\Physisorb\2018\19032501 Bentonit Alam.qps
Sample Desc: serbuk Comment: 25 Maret 2019
Sample weight: 0.30354 g Sample Volume: 0.06416
cc Outgas Time: 3.0 hrs OutgasTemp: 300.0 C
Analysis gas: Nitrogen Bath Temp: 77.3 K
Press. Tolerance:0.100/0.100 (ads/des)Equil time: 240/240 sec (ads/des)Equil timeout:480/480 sec (ads/des)
Analysis Time: 967.9 min End of run: 2019/03/26 12:29:05 Instrument: Nova Station A
Cell ID: 30
Adsorbate Nitrogen Temperature 77.350K
Molec. Wt.: 28.013 g Cross Section: 16.200 Ų Liquid Density: 0.808 g/cc

Average Pore Size summary


Average pore Diameter = 1.01340e+01 nm

F.1.2 Hasil Anlisisis BET (Adsorpsi): Surface Area, Pore Volume , dan Pore Diameter
Bentonit Aceh
Quantachrome NovaWin - Data Acquisition and Reduction
for NOVA instruments
©1994-2007, Quantachrome Instruments
version 10.01

Analysis Report

Operator:ITS Date:2019/03/26 Operator:ITS Date:3/29/2019


Sample ID: Ayu Rizkia Thursina Filename: C:\QCdata\Physisorb\2018\19032501 Bentonit Alam.qps
Sample Desc: serbuk Comment: 25 Maret 2019
Sample weight: 0.30354 g Sample Volume: 0.06416 cc
Outgas Time: 3.0 hrs OutgasTemp: 300.0 C
Analysis gas: Nitrogen Bath Temp: 77.3 K
Press. Tolerance:0.100/0.100 (ads/des)Equil time: 240/240 sec (ads/des)Equil timeout:480/480 sec
(ads/des) Analysis Time: 967.9 min End of run: 2019/03/26 12:29:05 Instrument: Nova Station A
Cell ID: 30
t-Method Calc. method: Carbon black
BJH/DH method Moving pt. avg.: off Ignoring P-tags below 0.35 P/Po
Adsorbate Nitrogen Temperature 77.350K
Molec. Wt.: 28.013 g Cross Section: 16.200 Ų Liquid Density: 0.808 g/cc
Contact Angle: 0.0 degreesSurf. Tension: 8.850 erg/cm²

Diameter Pore Volume Pore Surf dV(d) dS(d) dV(log d) dS(logd)


nm cc/g m²/g cc/nm/g m²/nm/g cc/g cc/g
3.4042 0.0000e+00 0.0000e+00 0.0000e+00 0.0000e+00 0.0000e+00 0.0000e+00
3.7981 0.0000e+00 0.0000e+00 0.0000e+00 0.0000e+0 0.0000e+00 0.0000e+00
4.1201 8.4094e-04 8.1643e-01 3.4763e-03 3.3750e+00 3.2969e-02 3.2008e+01
4.3694 1.7441e-03 1.6432e+00 3.5168e-03 3.2195e+00 3.5373e-02 3.2382e+0

235
236

Diameter Pore Volume Pore Surf dV(d) dS(d) dV(log d) d S(logd)


nm cc/g m²/g cc/nm/g m²/nm/g cc/g cc/g

4.6605 3.0464e-03 2.7610e+00 4.0035e-03 3.4361e+00 4.2945e-02 3.6859e+01


4.9745 4.1262e-03 3.6292e+00 3.5672e-03 2.8684e+00 4.0847e-02 3.2845e+01
5.2934 4.2087e-03 3.6916e+00 2.4642e-04 1.8621e-01 3.0025e-03 2.2689e+00
5.6791 4.5807e-03 3.9536e+00 8.5239e-04 6.0037e-01 1.1141e-02 7.8469e+00
6.1084 4.6619e-03 4.0067e+00 1.9227e-04 1.2591e-01 2.7032e-03 1.7702e+00
6.5996 5.2392e-03 4.3567e+00 1.0302e-03 6.2442e-01 1.5646e-02 9.4831e+00
7.1933 6.6833e-03 5.1597e+00 2.3032e-03 1.2807e+00 3.8124e-02 2.1200e+01
7.8574 8.0353e-03 5.8480e+00 1.9285e-03 9.8175e-01 3.4868e-02 1.7750e+01
8.6217 9.4377e-03 6.4986e+00 1.6946e-03 7.8620e-01 3.3615e-02 1.5596e+01
9.6210 1.2023e-02 7.5735e+00 2.2079e-03 9.1795e-01 4.8851e-02 2.0310e+01
10.9119 1.4234e-02 8.3841e+00 1.5673e-03 5.7454e-01 3.9325e-02 1.4416e+01
12.4548 1.6685e-02 9.1712e+00 1.4632e-03 4.6991e-01 4.1898e-02 1.3456e+01
14.4315 2.0146e-02 1.0130e+01 1.5189e-03 4.2099e-01 5.0367e-02 1.3960e+01
17.6555 2.5808e-02 1.1413e+01 1.3580e-03 3.0767e-01 5.4949e-02 1.2449e+01
22.4630 3.2963e-02 1.2687e+01 1.3139e-03 2.3397e-01 6.7627e-02 1.2042e+01
31.1626 4.5955e-02 1.4355e+01 1.0869e-03 1.3951e-01 7.7021e-02 9.8863e+00
55.1084 6.6727e-02 1.5863e+01 5.7799e-04 4.1953e-02 7.0665e-02 5.1292e+00
154.7851 8.7138e-02 1.6390e+01 1.2490e-04 3.2278e-03 4.0019e-02 1.0342e+00

BJH adsorption summary

Surface Area = 36.390 m²/g


Pore Volume = 0.087 cc/g
Pore Diameter Dv(d) = 4.660 nm

F.1.3 Hasil Anlisisis BET (Desorpsi): Surface Area, Pore Volume , dan Pore
Diameter Bentonit Aceh
Quantachrome NovaWin - Data Acquisition and
Reduction for NOVA instruments
©1994-2007, Quantachrome Instruments
version 10.01
Analysis Report
Operator:ITS Date:2019/03/26 Operator:ITS Date:3/29/2019
Sample ID: Ayu Rizkia Thursina Filename: C:\QCdata\Physisorb\2018\19032501 Bentonit Alam.qps
Sample Desc: serbuk Comment: 25 Maret 2019
Sample weight: 0.30354 g Sample Volume: 0.06416
cc Outgas Time: 3.0 hrs OutgasTemp: 300.0 C
Analysis gas: Nitrogen Bath Temp: 77.3 K
Press. Tolerance:0.100/0.100 (ads/des)Equil time: 240/240 sec (ads/des)Equil timeout:480/480 sec (ads/des)
Analysis Time: 967.9 min End of run: 2019/03/26 12:29:05 Instrument: Nova Station A
Cell ID: 30
t-Method Calc. method: Carbon black
BJH/DH method Moving pt. avg.: off Ignoring P-tags below 0.35 P/Po
Adsorbate Nitrogen Temperature 77.350K
Molec. Wt.: 28.013 g Cross Section: 16.200 Ų Liquid Density: 0.808 g/cc
Contact Angle: 0.0 degreesSurf. Tension: 8.850 erg/cm²

Diameter Pore Volume Pore Surf dV(d) dS(d) dV(logd) dS(logd)


Area
nm cc/g m²/g cc/nm/g m²/nm/g cc/g cc/g

3.3526 1.0566e-03 1.2606e+00 4.0452e-03 4.8263e+00 3.1211e-02 3.7238e+01


3.7651 2.0295e-02 2.1700e+01 3.4126e-02 3.6256e+01 2.9530e-01 3.1373e+02
4.2956 2.7169e-02 2.8100e+01 1.3820e-02 1.2869e+01 1.3654e-01 1.2715e+02
4.8597 3.3185e-02 3.3052e+01 9.5350e-03 7.8482e+00 1.0655e-01 8.7698e+01
5.5811 3.9670e-02 3.7700e+01 7.9892e-03 5.7259e+00 1.0249e-01 7.3453e+01
6.2267 4.3124e-02 3.9919e+01 7.2033e-03 4.6273e+00 1.0323e-01 6.6312e+01
7.2792 4.3124e-02 3.9919e+01 0.0000e+00 0.0000e+00 0.0000e+00 0.0000e+00
9.1714 5.3530e-02 4.4457e+01 4.8200e-03 2.1022e+00 1.0132e-01 4.4188e+01
11.7127 6.5272e-02 4.8467e+01 4.0163e-03 1.3716e+00 1.0775e-01 3.6799e+01
16.8361 8.1573e-02 5.2340e+01 2.2260e-03 5.2886e-01 8.4916e-02 2.0175e+01
30.7770 9.8612e-02 5.4555e+01 8.2880e-04 1.0772e-01 5.6481e-02 7.3407e+00
138.7746 1.1338e-01 5.4980e+01 7.5550e-05 2.1776e-03 1.9417e-02 5.5966e-01

BJH desorption summary

Surface Area = 34.980 m²/g


Pore Volume = 0.113 cc/g
Pore Diameter Dv(d) = 3.765 nm

F.1.4 Hasil Anlisisis BET: Isotherm .txt Bentonit Aceh


Quantachrome NovaWin - Data Acquisition and Reduction
for NOVA instruments
©1994-2007, Quantachrome Instruments
version 10.01
Analysis Report
Operator:ITS Date:2019/03/26 Operator:ITS Date:3/29/2019
Sample ID: Ayu Rizkia Thursina Filename: C:\QCdata\Physisorb\2018\19032501 Bentonit
Alam.qps Sample Desc: serbuk Comment: 25 Maret 2019
237

Sample weight: 0.30354 g Sample Volume: 0.06416 cc


Outgas Time: 3.0 hrs OutgasTemp: 300.0 C
Analysis gas: Nitrogen Bath Temp: 77.3 K
Press. Tolerance:0.100/0.100 (ads/des)Equil time: 240/240 sec (ads/des)Equil timeout:480/480 sec (ads/des)
Analysis Time: 967.9 min End of run: 2019/03/26 12:29:05 Instrument: Nova Station A
Cell ID: 30
Relative|Pressure Volume @ STP
cc/g
2.58330e-02 7.5253
4.89630e-02 8.3119
7.27940e-02 8.8113
9.73420e-02 9.1799
1.22271e-01 9.5034
1.47437e-01 9.7930
1.72679e-01 10.0609
1.97935e-01 10.3192
2.22934e-01 10.5602
2.47919e-01 10.8075
2.72960e-01 11.0424
2.97730e-01 11.3074
3.45636e-01 10.2258
3.98372e-01 8.9557
4.49391e-01 7.6161
4.95818e-01 6.0162
5.20824e-01 6.4361
5.45218e-01 6.8724
5.73261e-01 7.4601
5.96807e-01 7.9524
6.20354e-01 8.1111
6.47584e-01 8.3921
6.70769e-01 8.5483
6.97547e-01 8.9104
7.23088e-01 9.6073
7.47239e-01 10.2735
7.71057e-01 10.9728
7.98238e-01 12.2186
8.23695e-01 13.3250
8.46818e-01 14.5688
8.70136e-01 16.3493
8.98567e-01 19.3517
9.21204e-01 23.2707
9.47175e-01 30.6867
9.73501e-01 43.1771
9.91893e-01 56.0308
9.52331e-01 46.7563
9.02458e-01 37.0503
8.45387e-01 28.5846
7.99148e-01 22.9398
7.43522e-01 18.1535
6.78203e-01 18.8907
6.52753e-01 17.4442
6.00434e-01 14.7442
5.49408e-01 12.2651
5.00925e-01 9.5655
4.35016e-01 2.9040
238

Relative|Pressure Volume @ STP


cc/g
3.99873e-01 1.9249
3.45873e-01 0.4183
2.92248e-01 -0.9996
2.54548e-01 -1.9870
1.94281e-01 -3.5377
1.50953e-01 -4.7627
9.37290e-02 -6.3591
1.92740e-02 -4.89

F.1.5 Hasil Anlisisis BET: Bentonit Aceh

Gambar A.1 Kurva hasil Analis BET Bentonit Aceh

F.1.6 Hasil Anlisisis BET: Bentonit Aceh

Quantachrome NovaWin - Data Acquisition and Reduction


for NOVA instruments
©1994-2007, Quantachrome Instruments
version 10.01
Analysis Report
Operator:ITS Date:2019/03/26 Operator:ITS Date:3/29/2019
Sample ID: Ayu Rizkia Thursina Filename: C:\QCdata\Physisorb\2018\19032501 Bentonit
Alam.qps Sample Desc: serbuk Comment: 25 Maret 2019
Sample weight: 0.30354 g Sample Volume: 0.06416
cc Outgas Time: 3.0 hrs OutgasTemp: 300.0 C
Analysis gas: Nitrogen Bath Temp: 77.3 K
Press. Tolerance:0.100/0.100 (ads/des)Equil time: 240/240 sec (ads/des)Equil timeout:480/480 sec
(ads/des) Analysis Time: 967.9 min End of run: 2019/03/26 12:29:05 Instrument: Nova Station A
Cell ID: 30
239

Adsorbate Nitrogen Temperature 77.350K


Molec. Wt.: 28.013 g Cross Section: 16.200 Ų Liquid Density: 0.808 g/cc
Relative|Pressure Volume @ STP 1 / [ W((Po/P) - 1) ]
P/Po cc/g
9.73420e-02 9.1799 9.3992e+00
1.47437e-01 9.7930 1.4129e+01
1.97935e-01 10.3192 1.9135e+01
2.47919e-01 10.8075 2.4405e+01
2.97730e-01 11.3074 2.9999e+01

BET summary
Slope = 102.685
Intercept = -8.847e-01
Correlation coefficient, r = 0.999401
C constant = -115.067
Surface Area = 34.209 m²/g

F.1.7 Hasil Anlisisis BET: Distribusi ukuran pori Bentonit Aceh


Quantachrome NovaWin - Data Acquisition and Reduction
for NOVA instruments
©1994-2007, Quantachrome Instruments
version 10.01
Analysis Report
Operator:ITS Date:2019/03/26 Operator:ITS Date:3/29/2019
Sample ID: Ayu Rizkia Thursina Filename: C:\QCdata\Physisorb\2018\19032501 Bentonit Alam.qps
Sample Desc: serbuk Comment: 25 Maret 2019
Sample weight: 0.30354 g Sample Volume: 0.06416
cc Outgas Time: 3.0 hrs OutgasTemp: 300.0 C
Analysis gas: Nitrogen Bath Temp: 77.3 K
Press. Tolerance:0.100/0.100 (ads/des)Equil time: 240/240 sec (ads/des)Equil timeout:480/480 sec
(ads/des) Analysis Time: 967.9 min End of run: 2019/03/26 12:29:05 Instrument: Nova Station A
Cell ID: 30
HK method Tabulated data interval: 1

Adsorbate Nitrogen Temperature 77.350K


Molec. Wt.: 28.013 g Cross Section: 16.200 Ų Liquid Density: 0.808 g/cc
Avg. Diameter:0.300 nm Polarizability:1.460 (cc/molec) x 10-24Magn. Suscept.:2.000
Molec. Density6.700 (mol/cm²)x1014
Adsorbent Oxygen/Zeolite
Atom Diameter: 0.276 nm Surf. Atom Dens.: 13.100 (mol/cm²)x1014 Polarizability: 2.500 (cc/molec)x10-24
Density: 2.150 g/cc Magn. Susc.: 1.300 (cc/molec)x10-29

Pore width dV()


nm cc/nm/g

0.3765 0.00833
0.3815 0.00834
0.3865 0.00836
0.3915 0.00837
0.3965 0.00839
0.4015 0.00840
0.4065 0.00842
0.4115 0.00844
0.4165 0.00845
0.4215 0.00847
0.4265 0.00850
0.4315 0.00852
0.4365 0.00030
0.4415 0.00032
0.4465 0.00034
0.4515 0.00036
0.4565 0.00039
0.4615 0.00041
0.4665 0.00044
0.4715 0.00046
0.4765 0.00049
0.4815 0.00052
0.4865 0.00055
240

Pore width dV()


nm cc/nm/g
0.4915 0.00057
0.4965 0.00060
0.5015 0.00063
0.5065 0.00066
0.5115 0.00069
0.5165 0.00072
0.5215 0.00075
0.5265 0.00078
0.5315 0.00081
0.5365 0.00085
0.5415 0.00088
0.5465 0.00091
0.5515 0.00094
0.5565 0.00097
0.5615 0.00100
0.5665 0.00103
0.5715 0.00106
0.5765 0.00109
0.5815 0.00112
0.5865 0.00115
0.5915 0.00118
0.5965 0.00121
0.6015 0.00124
0.6065 0.00127
0.6115 0.00130
0.6165 0.00133
0.6215 0.00136
0.6265 0.00136
0.6315 0.00136
0.6365 0.00136
0.6415 0.00136
0.6465 0.00136
0.6515 0.00135
0.6565 0.00135
0.6615 0.00135
0.6665 0.00134
0.6715 0.00134
0.6765 0.00133
0.6815 0.00132
0.6865 0.00131
0.6915 0.00131
0.6965 0.00128
0.7015 0.00126
0.7065 0.00123
0.7115 0.00121
0.7165 0.00118
0.7215 0.00116
0.7265 0.00113
0.7315 0.00110
0.7365 0.00107
0.7415 0.00104
0.7465 0.00101
0.7515 0.00100
0.7565 0.00100
0.7615 0.00099
0.7665 0.00097
0.7715 0.00096
0.7765 0.00095
0.7815 0.00094
0.7865 0.00092
0.7915 0.00091
0.7965 0.00090
0.8015 0.00088
0.8065 0.00087
0.8115 0.00085
0.8165 0.00084
241

Pore width dV()


nm cc/nm/g

0.8215 0.00084
0.8265 0.00083
0.8315 0.00083
0.8365 0.00082
0.8415 0.00081
0.8465 0.00081
0.8515 0.00080
0.8565 0.00079
0.8615 0.00079
0.8665 0.00078
0.8715 0.00077
0.8765 0.00077
0.8815 0.00076
0.8865 0.00076
0.8915 0.00075
0.8965 0.00075
0.9015 0.00074
0.9065 0.00074
0.9115 0.00073
0.9165 0.00072
0.9215 0.00072
0.9265 0.00071
0.9315 0.00071
0.9365 0.00070
0.9415 0.00070
0.9465 0.00069
0.9515 0.00069
0.9565 0.00069
0.9615 0.00068
0.9665 0.00068
0.9715 0.00067
0.9765 0.00067
0.9815 0.00067
0.9865 0.00066
0.9915 0.00066
0.9965 0.00066
1.0015 0.00065
1.0065 0.00065
1.0115 0.00065
1.0165 0.00064
1.0215 0.00064
1.0265 0.00064
1.0315 0.00063
1.0365 0.00063
1.0415 0.00063
1.0465 0.00062
1.0515 0.00062
1.0565 0.00062
1.0615 0.00061
1.0665 0.00061
1.0715 0.00061
1.0765 0.00060
1.0815 0.00060
1.0865 0.00060
1.0915 0.00060
1.0965 0.00060
1.1015 0.00059
1.1065 0.00059
1.1115 0.00059
1.1165 0.00059
1.1215 0.00058
1.1265 0.00058
1.1315 0.00058
1.1365 0.00058
1.1415 0.00058
242

Pore width dV()


nm cc/nm/g

1.1465 0.00057
1.1515 0.00057
1.1565 0.00057
1.1615 0.00057
1.1665 0.00057
1.1715 0.00056
1.1765 0.00056
1.1815 0.00056
1.1865 0.00056
1.1915 0.00056
1.1965 0.00055
1.2015 0.00055
1.2065 0.00055
1.2115 0.00055
1.2165 0.00055
1.2215 0.00055
1.2265 0.00055
1.2315 0.00055
1.2365 0.00055
1.2415 0.00055
1.2465 0.00055
1.2515 0.00055
1.2565 0.00055
1.2615 0.00055
1.2665 0.00055
1.2715 0.00055
1.2765 0.00055
1.2815 0.01346
1.2865 0.01348
1.2915 0.01350
1.2965 0.01352
1.3015 0.01354
1.3065 0.01356
1.3115 0.01358
1.3165 0.01360
1.3215 0.01363
1.3265 0.01365
1.3315 0.01367
1.3365 0.01369
1.3415 0.01371
1.3465 0.01374
1.3515 0.01376
1.3565 0.01378
1.3615 0.01381
1.3665 0.01383
1.3715 0.01385
1.3765 0.01387
1.3815 0.01390
1.3865 0.01392
1.3915 0.01394
1.3965 0.01396
1.4015 0.01399
1.4065 0.00000
1.4115 0.00000
1.4165 0.00000
1.4215 0.00000
1.4265 0.00000
1.4315 0.00000
1.4365 0.00000
1.4415 0.00000
1.4465 0.00000
1.4515 0.00000
1.4565 0.00000
1.4615 0.00000
1.4665 0.00000
243

Pore width dV()


nm cc/nm/g

1.4715 0.00000
1.4765 0.00000
1.4815 0.00000
1.4865 0.00000
1.4915 0.00000
1.4965 0.00000
1.5015 0.00000
1.5065 0.00000
1.5115 0.00000
1.5165 0.00000
1.5215 0.00000
1.5265 0.00000
1.5315 0.00000
1.5365 0.00000
1.5415 0.00000
1.5465 0.00000
1.5515 0.00000
1.5565 0.00000
1.5615 0.00000
1.5665 0.00000
1.5715 0.00000
1.5765 0.00000
1.5815 0.00000
1.5865 0.00000
1.5915 0.00000
1.5965 0.00000
1.6015 0.00000
1.6065 0.00000
1.6115 0.00150
1.6165 0.00434
1.6215 0.00000
1.6265 0.00000
1.6315 0.00000
1.6365 0.00000
1.6415 0.00000
1.6465 0.00000
1.6515 0.00000
1.6565 0.00000
1.6615 0.00000
1.6665 0.00000
1.6715 0.00000
1.6765 0.00000
1.6815 0.00000
1.6865 0.00000
1.6915 0.00000
1.6965 0.00000
1.7015 0.00000
1.7065 0.00000
1.7115 0.00000
1.7165 0.00000
1.7215 0.00000
1.7265 0.00000
1.7315 0.00000
1.7365 0.00150
1.7415 0.00434
1.7465 0.00000
1.7515 0.00000
1.7565 0.00000
1.7615 0.00000
1.7665 0.00000
1.7715 0.00000
1.7765 0.00000
1.7815 0.00000
1.7865 0.00000
1.7915 0.00000
1.7965 0.00000
244

Pore width dV()


nm cc/nm/g

1.8015 0.00000
1.8065 0.00000
1.8115 0.00000
1.8165 0.00000
1.8215 0.00000
1.8265 0.00000
1.8315 0.00000
1.8365 0.00000
1.8415 0.00000
1.8465 0.00000
1.8515 0.00000
1.8565 0.00000
1.8615 0.00000
1.8665 0.00000
1.8715 0.00000
1.8765 0.00000
1.8815 0.00000
1.8865 0.00000
1.8915 0.00000
1.8965 0.00000
1.9015 0.00000
1.9065 0.00000
1.9115 0.00000
1.9165 0.00000
1.9215 0.00000
1.9265 0.00000
1.9315 0.00000
1.9365 0.00000
1.9415 0.00000
1.9465 0.00000
1.9515 0.00000
1.9565 0.00000
1.9615 0.00000
1.9665 0.00000
1.9715 0.00000
1.9765 0.00000
1.9815 0.00000
1.9865 0.00000
1.9915 0.00000
1.9965 0.00000
2.0015 0.00000

HK method summary
Mode: 1.401

F.1.8 Hasil Analisisis BET: Data Analisis Bahan Baku Bentonit Aceh
Quantachrome NovaWin - Data Acquisition and Reduction
for NOVA instruments
©1994-2007, Quantachrome Instruments
version 10.01

Analysis Report
Operator:ITS Date:2019/03/26 Operator:ITS Date:3/29/2019
Sample ID: Ayu Rizkia Thursina Filename: C:\QCdata\Physisorb\2018\19032501 Bentonit
Alam.qps Sample Desc: serbuk Comment: 25 Maret 2019
Sample weight: 0.30354 g Sample Volume: 0.06416
cc Outgas Time: 3.0 hrs OutgasTemp: 300.0 C
Analysis gas: Nitrogen Bath Temp: 77.3 K
Press. Tolerance:0.100/0.100 (ads/des)Equil time: 240/240 sec (ads/des)Equil timeout:480/480 sec
(ads/des) Analysis Time: 967.9 min End of run: 2019/03/26 12:29:05 Instrument: Nova Station A
Cell ID: 30
245

P/Po Po Volume @ STP


mmHg cc

0.025833 770.96 2.2842


0.048963 770.96 2.5230
0.072794 770.96 2.6746
0.097342 770.96 2.7865
0.122271 770.96 2.8840
0.147437 770.96 2.9726
0.172679 770.96 3.0539
0.197935 770.96 3.1323
0.222934 770.96 3.2055
0.247919 770.96 3.2805
0.27296 770.96 3.3518
0.29773 770.96 3.4322
0.345636 770.96 3.1039
0.398372 770.96 2.7184
0.449391 770.96 2.3118
0.495818 770.96 1.8262
0.520824 770.96 1.9536
0.545218 770.96 2.0860
0.573261 770.96 2.2644
0.596807 770.96 2.4139
0.620354 770.96 2.4620
0.647584 770.96 2.5473
0.670769 770.96 2.5947
0.697547 770.96 2.7047
0.723088 770.96 2.9162
0.747239 770.96 3.1184
0.771057 770.96 3.3307
0.798238 770.96 3.7088
0.823695 770.96 4.0447
0.846818 770.96 4.4222
0.870136 770.96 4.9627
0.898567 770.96 5.8740
0.921204 770.96 7.0636
0.947175 770.96 9.3146
0.973501 770.96 13.1060
0.991893 770.96 17.0076
0.952331 770.96 14.1924
0.902458 770.96 11.2463
0.845387 770.96 8.6766
0.799148 770.96 6.9632
0.743522 770.96 5.5103
0.678203 770.96 5.7341
0.652753 770.96 5.2950
0.600434 770.96 4.4755
0.549408 770.96 3.7229
0.500925 770.96 2.9035
0.435016 770.96 0.8815
0.399873 770.96 0.5843
0.345873 770.96 0.1270
0.292248 770.96 -0.3034
0.254548 770.96 -0.6031
0.194281 770.96 -1.0738
0.150953 770.96 -1.4457
0.093729 770.96 -1.9302
0.019274 770.96 -1.4845
246

F.1.9 Hasil Analisisis BET: Data Analisis Bahan Baku Bentonit Aceh

Quantachrome Nova Win - Data Acquisition and


Reduction for NOVA instruments
©1994-2007, Quantachrome Instruments
version 10.01

Analysis Report
Operator:ITS Date:2019/03/26 Operator:ITS Date:3/29/2019
Sample ID: Ayu Rizkia Thursina Filename: C:\QCdata\Physisorb\2018\19032501 Bentonit Alam.qps
Sample Desc: serbuk Comment: 25 Maret 2019
Sample weight: 0.30354 g Sample Volume: 0.06416
cc Outgas Time: 3.0 hrs OutgasTemp: 300.0 C
Analysis gas: Nitrogen Bath Temp: 77.3 K
Press. Tolerance:0.100/0.100 (ads/des)Equil time: 240/240 sec (ads/des)Equil timeout:480/480 sec
(ads/des) Analysis Time: 967.9 min End of run: 2019/03/26 12:29:05 Instrument: Nova Station A
Cell ID: 30
t-Method Calc. method: Carbon black
Adsorbate Nitrogen Temperature 77.350K

Molec. Wt.: 28.013 g Cross Section: 16.200 Ų Liquid Density: 0.808 g/cc
Thickness Volume @ STP
Relative|Pressure
(nm) A.1.7 Hasil Analisisis BET: Data Analisis Bahan Baku Bentonit Aceh
(cc/g)
2.583300e-02 3.1472e-01 7.525
4.896300e-02 3.2979e-01 8.312
7.279400e-02 3.4542e-01 8.811
9.734200e-02 3.6162e-01 9.180
1.222710e-01 3.7818e-01 9.503
1.474370e-01 3.9501e-01 9.793
1.726790e-01 4.1200e-01 10.061
1.979350e-01 4.2912e-01 10.319
2.229340e-01 4.4617e-01 10.560
2.479190e-01 4.6332e-01 10.807
2.729600e-01 4.8062e-01 11.042
2.977300e-01 4.9784e-01 11.307
3.456360e-01 5.3145e-01 10.226
3.983720e-01 5.6892e-01 8.956
4.493910e-01 6.0563e-01 7.616
4.958180e-01 6.3944e-01 6.016
5.208240e-01 6.5780e-01 6.436
5.452180e-01 6.7582e-01 6.872
5.732610e-01 6.9667e-01 7.460
5.968070e-01 7.1428e-01 7.952
6.203540e-01 7.3199e-01 8.111
6.475840e-01 7.5260e-01 8.392
6.707690e-01 7.7024e-01 8.548
6.975470e-01 7.9074e-01 8.910
7.230880e-01 8.1040e-01 9.607
7.472390e-01 8.2911e-01 10.273
7.710570e-01 8.4765e-01 10.973
7.982380e-01 8.6894e-01 12.219
8.236950e-01 8.8899e-01 13.325
8.468180e-01 9.0730e-01 14.569
8.701360e-01 9.2587e-01 16.349
8.985670e-01 9.4863e-01 19.352
9.212040e-01 9.6685e-01 23.271
9.471750e-01 9.8788e-01 30.687
9.735010e-01 1.0093e+00 43.177
9.918930e-01 1.0243e+00 56.031
9.523310e-01 9.9206e-01 46.756
9.024580e-01 9.5176e-01 37.050
8.453870e-01 9.0617e-01 28.585
7.991480e-01 8.6965e-01 22.940
7.435220e-01 8.2622e-01 18.153
6.782030e-01 7.7592e-01 18.891
6.527530e-01 7.5652e-01 17.444
247

Thickness Volume @
STP Relative|Pressure
(nm) A.1.7 Hasil Analisisis BET: Data Analisis Bahan Baku Bentonit Aceh
(cc/g)

6.004340e-01 7.1701e-01 14.744


5.494080e-01 6.7893e-01 12.265
5.009250e-01 6.4318e-01 9.565
4.350160e-01 5.9524e-01 2.904
3.998730e-01 5.6999e-01 1.925
3.458730e-01 5.3162e-01 0.418
2.922480e-01 4.9402e-01 -1.000
2.545480e-01 4.6789e-01 -1.987
1.942810e-01 4.2663e-01 -3.538
1.509530e-01 3.9737e-01 -4.763
9.372900e-02 3.5923e-01 -6.359
1.927400e-02 3.1046e-01 -4.891

V-t method summary


Thickness method: Carbon-black
Slope = 4.005
Intercept = -14.022
Correlation coefficient, r = 0.715842

Micropore volume = 0.015 cc/g


Micropore area = 0.020 m²/g
External surface area = 34.209 m²/g

F.1.10 Hasil Analisisis BET: Data Analisis Bahan Baku Bentonit Aceh
Aceh
Quantachrome NovaWin - Data Acquisition and Reduction
for NOVA instruments
©1994-2007, Quantachrome Instruments
version 10.01
Analysis Report
Operator:ITS Date:2019/03/26 Operator:ITS Date:3/29/2019
Sample ID: Ayu Rizkia Thursina Filename: C:\QCdata\Physisorb\2018\19032501 Bentonit Alam.qps
Sample Desc: serbuk Comment: 25 Maret 2019
Sample weight: 0.30354 g Sample Volume: 0.06416
cc Outgas Time: 3.0 hrs OutgasTemp: 300.0 C
Analysis gas: Nitrogen Bath Temp: 77.3 K
Press. Tolerance:0.100/0.100 (ads/des)Equil time: 240/240 sec (ads/des)Equil timeout:480/480 sec (ads/des)
Analysis Time: 967.9 min End of run: 2019/03/26 12:29:05 Instrument: Nova Station A
Cell ID: 30 Adsorbate Nitrogen Temperature 77.350K Molec. Wt.: 28.013 g Cross Section:
16.200 Ų Liquid Density: 0.808 g/cc

Total Pore Volume summary


Total Pore Volume
Total pore volume = 8.667e-02 cc/g for
pores smaller than 236.5 nm (Diameter)
at P/Po = 0.99189

F.2 DATA KARAKTERISASI BET Bentonit -Al Hasil Pilarisasi Bentonit


Aceh

F.2.1 Average Pore Size summary


Quantachrome NovaWin - Data Acquisition and Reduction
for NOVA instruments
©1994-2007, Quantachrome Instruments
version 10.01
Analysis Report
Operator:ITS Date:2019/03/27 Operator:ITS Date:3/29/2019
Sample ID: Ayu Rizkia Thursina Filename: C:\QCdata\Physisorb\2018\19032701 PBentonit.qps
Sample Desc: serbuk Comment: 27 Maret 2019
248

Sample weight: 0.08226 g Sample Volume: 0 cc


Outgas Time: 3.0 hrs OutgasTemp: 300.0 C
Analysis gas: Nitrogen Bath Temp: 77.3 K
Press. Tolerance:0.100/0.100 (ads/des)Equil time: 120/120 sec (ads/des)Equil timeout:240/240 sec
(ads/des) Analysis Time: 510.4 min End of run: 2019/03/27 9:34:18 Instrument: Nova Station A
Cell ID: 30
Adsorbate Nitrogen Temperature 77.350K
Molec. Wt.: 28.013 g Cross Section: 16.200 Ų Liquid Density: 0.808 g/cc

Average Pore Size summary


Average pore Diameter = 3.87072e+00 nm

F.2.2 Hasil Anlisisis BET (Adsorpsi): Surface Area, Pore Volume , dan Pore

Quantachrome NovaWin - Data Acquisition and Reduction


for NOVA instruments
©1994-2007, Quantachrome Instruments
version 10.01

Analysis Report
Operator:ITS Date:2019/03/27 Operator:ITS Date:3/29/2019
Sample ID: Ayu Rizkia Thursina Filename: C:\QCdata\Physisorb\2018\19032701 PBentonit.qps
Sample Desc: serbuk Comment: 27 Maret 2019
Sample weight: 0.08226 g Sample Volume: 0 cc
Outgas Time: 3.0 hrs OutgasTemp: 300.0 C
Analysis gas: Nitrogen Bath Temp: 77.3 K
Press. Tolerance:0.100/0.100 (ads/des)Equil time: 120/120 sec (ads/des)Equil timeout:240/240 sec
(ads/des) Analysis Time: 510.4 min End of run: 2019/03/27 9:34:18 Instrument: Nova Station A
Cell ID: 30
t-Method Calc. method: Carbon black
BJH/DH method Moving pt. avg.: off Ignoring P-tags below 0.35 P/Po
Adsorbate Nitrogen Temperature 77.350K
Molec. Wt.: 28.013 g Cross Section: 16.200 Ų Liquid Density: 0.808 g/cc
Contact Angle: 0.0 degreesSurf. Tension: 8.850 erg/cm²

Diameter Pore Volume Pore Surf dV(d) dS(d) dV(logd) dS(logd)


Area
nm cc/g m²/g cc/nm/g m²/nm/g cc/g cc/g

3.3982 0.0000e+00 0.0000e+00 0.0000e+00 0.0000e+00 0.0000e+00 0.0000e+00


3.7893 0.0000e+00 0.0000e+00 0.0000e+00 0.0000e+00 0.0000e+00 0.0000e+00
4.1226 2.8488e-03 2.7641e+00 1.1469e-02 1.1128e+01 1.0884e-01 1.0560e+02
4.3802 5.6471e-03 5.3195e+00 1.0482e-02 9.5723e+00 1.0569e-01 9.6514e+01
4.6592 8.6849e-03 7.9275e+00 1.0439e-02 8.9623e+00 1.1196e-01 9.6118e+01
4.9673 8.6849e-03 7.9275e+00 0.0000e+00 0.0000e+00 0.0000e+00 0.0000e+00
5.3105 9.7549e-03 8.7334e+00 2.9611e-03 2.2304e+00 3.6194e-02 2.7263e+01
5.6897 9.9582e-03 8.8764e+00 5.1206e-04 3.5999e-01 6.7058e-03 4.7143e+00
6.1151 9.9582e-03 8.8764e+00 0.0000e+00 0.0000e+00 0.0000e+00 0.0000e+00
6.5973 9.9582e-03 8.8764e+00 0.0000e+00 0.0000e+00 0.0000e+00 0.0000e+00
7.1420 9.9582e-03 8.8764e+00 0.0000e+00 0.0000e+00 0.0000e+00 0.0000e+00
7.8318 1.0433e-02 9.1191e+00 5.9307e-04 3.0290e-01 1.0686e-02 5.4576e+00
8.6285 1.0930e-02 9.3492e+00 6.2659e-04 2.9047e-01 1.2440e-02 5.7670e+00
9.5772 1.5591e-02 1.1296e+01 4.2163e-03 1.7610e+00 9.2875e-02 3.8790e+01
10.7875 1.9729e-02 1.2830e+01 3.1467e-03 1.1668e+00 7.8065e-02 2.8947e+01
12.3185 2.2624e-02 1.3770e+01 1.6572e-03 5.3812e-01 4.6927e-02 1.5238e+01
14.4656 2.8964e-02 1.5524e+01 2.4891e-03 6.8827e-01 8.2692e-02 2.2866e+01
17.6170 3.6793e-02 1.7301e+01 2.0846e-03 4.7331e-01 8.4240e-02 1.9127e+01
22.5230 4.2532e-02 1.8320e+01 9.4764e-04 1.6830e-01 4.8848e-02 8.6753e+00
31.1506 5.2228e-02 1.9565e+01 8.6577e-04 1.1117e-01 6.1424e-02 7.8874e+00
51.6411 6.0706e-02 2.0222e+01 2.8467e-04 2.2049e-02 3.2889e-02 2.5475e+00
158.0083 8.2042e-02 2.0762e+01 1.1662e-04 2.9522e-03 3.7170e-02 9.4095e-01

BJH adsorption summary

Surface Area = 200.762 m²/g


Pore Volume = 780.082 cc/g
Pore Diameter Dv(d) = 14.123 nm
249

F.2.3 Hasil Anlisisis BET (Desorpsi): Surface Area, Pore Volume , dan
Pore Diameter Bentonit Aceh

Quantachrome NovaWin - Data Acquisition and Reduction


for NOVA instruments
©1994-2007, Quantachrome Instruments
version 10.01

Analysis Report
Operator:ITS Date:2019/03/27 Operator:ITS Date:3/29/2019
Sample ID: Ayu Rizkia Thursina Filename: C:\QCdata\Physisorb\2018\19032701 PBentonit.qps
Sample Desc: serbuk Comment: 27 Maret 2019
Sample weight: 0.08226 g Sample Volume: 0 cc
Outgas Time: 3.0 hrs OutgasTemp: 300.0 C
Analysis gas: Nitrogen Bath Temp: 77.3 K
Press. Tolerance:0.100/0.100 (ads/des)Equil time: 120/120 sec (ads/des)Equil timeout:240/240 sec
(ads/des) Analysis Time: 510.4 min End of run: 2019/03/27 9:34:18 Instrument: Nova Station A
Cell ID: 30
t-Method Calc. method: Carbon black
BJH/DH method Moving pt. avg.: off Ignoring P-tags below 0.35 P/Po
Adsorbate Nitrogen Temperature 77.350K
Molec. Wt.: 28.013 g Cross Section: 16.200 Ų Liquid Density: 0.808 g/cc
Contact Angle: 0.0 degreesSurf. Tension: 8.850 erg/cm²

Diameter Pore Volume Pore Surf dV(d) dS(d) dV(logd) dS(logd)


Area
nm cc/g m²/g cc/nm/g m²/nm/g cc/g cc/g

3.0190 2.7517e-03 3.6458e+00 1.0712e-02 1.4192e+01 7.4419e-02 9.8600e+01


3.3673 7.7873e-03 9.6276e+00 1.1454e-02 1.3607e+01 8.8685e-02 1.0535e+02
3.7910 1.9214e-02 2.1684e+01 2.8021e-02 2.9566e+01 2.4436e-01 2.5783e+02
4.2458 2.7600e-02 2.9585e+01 1.6711e-02 1.5744e+01 1.6318e-01 1.5374e+02
4.7965 3.6420e-02 3.6941e+01 1.4713e-02 1.2270e+01 1.6229e-01 1.3534e+02
5.4892 4.7296e-02 4.4866e+01 1.3836e-02 1.0082e+01 1.7458e-01 1.2722e+02
6.4146 6.2366e-02 5.4263e+01 1.4155e-02 8.8266e+00 2.0859e-01 1.3007e+02
7.6321 8.2214e-02 6.4665e+01 1.4484e-02 7.5909e+00 2.5384e-01 1.3304e+02
9.2655 1.0217e-01 7.3280e+01 1.0522e-02 4.5424e+00 2.2370e-01 9.6571e+01
11.8410 1.1627e-01 7.8044e+01 4.3336e-03 1.4639e+00 1.1741e-01 3.9661e+01
16.9218 1.2978e-01 8.1237e+01 1.9555e-03 4.6224e-01 7.5123e-02 1.7758e+01
30.6504 1.4524e-01 8.3254e+01 7.5211e-04 9.8153e-02 5.1029e-02 6.6594e+00
145.2050 1.5886e-01 8.3630e+01 6.5329e-05 1.7996e-03 1.7355e-02 4.7810e-01

BJH desorption summary

Surface Area = 3.62 m²/g


Pore Volume = 0.11 cc/g
Pore Diameter Dv(d) = 2.711 nm

F.2.4 Hasil Anlisisis BET: Isotherm .txt Bentonit Aceh


Quantachrome NovaWin - Data Acquisition and Reduction
for NOVA instruments
©1994-2007, Quantachrome Instruments
version 10.01
Analysis Report
Operator:ITS Date:2019/03/27 Operator:ITS Date:3/29/2019

Sample ID: Ayu Rizkia Thursina Filename: C:\QCdata\Physisorb\2018\19032701 PBentonit.qps


Sample Desc: serbuk Comment: 27 Maret 2019
Sample weight: 0.08226 g Sample Volume: 0 cc
Outgas Time: 3.0 hrs OutgasTemp: 300.0 C
Analysis gas: Nitrogen Bath Temp: 77.3 K
Press. Tolerance:0.100/0.100 (ads/des)Equil time: 120/120 sec (ads/des)Equil timeout:240/240 sec
(ads/des) Analysis Time: 510.4 min End of run: 2019/03/27 9:34:18 Instrument: Nova Station A
Cell ID: 30
250

Relative|Pressure Volume @ STP


cc/g
3.77200e-02 18.1454
5.51220e-02 19.0621
7.82990e-02 19.9833
1.02455e-01 20.5814
1.27049e-01 21.1939
1.51732e-01 21.6644
1.76701e-01 21.9752
2.01849e-01 22.2297
2.26554e-01 22.5314
2.51453e-01 22.8191
2.76324e-01 23.1668
3.01035e-01 23.4981
3.49931e-01 17.9351
3.99041e-01 11.5386
4.47305e-01 5.6145
4.95735e-01 -0.7623
5.21390e-01 0.2997
5.46657e-01 1.3464
5.71751e-01 2.4734
5.97101e-01 2.1618
6.22360e-01 2.6644
6.47058e-01 2.8660
6.71922e-01 2.7146
6.96349e-01 2.5195
7.20220e-01 2.4190
7.48014e-01 2.7569
7.70768e-01 3.0826
7.96652e-01 5.2355
8.20926e-01 7.2087
8.45603e-01 8.6613
8.71585e-01 11.8621
8.97240e-01 15.9579
9.22368e-01 19.1005
9.46601e-01 24.6287
9.70854e-01 29.7053
9.92317e-01 43.1492
9.52175e-01 34.5799
9.01850e-01 25.7801
8.48907e-01 18.7614
7.98388e-01 11.9916
7.50652e-01 3.0850
7.00486e-01 -5.3782
6.46704e-01 -11.7468
5.94602e-01 -16.4211
5.45116e-01 -20.2818
4.95360e-01 -23.9806
4.48145e-01 -28.5268
3.89261e-01 -31.5982
3.50583e-01 -33.4829
2.93962e-01 -36.0530
2.52897e-01 -37.8157
1.91097e-01 -40.3396
1.46346e-01 -42.3063
1.03781e-01 -44.3863
4.19610e-02 -47.9593
251

F.2.5 Hasil Anlisisis BET: Bentonit- Al Hasil Pilarisasi dengan AlCl3

Gambar A.1 Kurva hasil Analis BET Bentonit Aceh

F.2.6 Hasil Anlisisis BET: Bentonit Aceh


Quantachrome NovaWin - Data Acquisition and Reduction
for NOVA instruments
©1994-2007, Quantachrome Instruments
version 10.01
Analysis Report
Operator:ITS Date:2019/03/27 Operator:ITS Date:3/29/2019
Sample ID: Ayu Rizkia Thursina Filename: C:\QCdata\Physisorb\2018\19032701
PBentonit.qps Sample Desc: serbuk Comment: 27 Maret 2019
Sample weight: 0.08226 g Sample Volume: 0 cc
Outgas Time: 3.0 hrs OutgasTemp: 300.0 C
Analysis gas: Nitrogen Bath Temp: 77.3 K
Press. Tolerance:0.100/0.100 (ads/des)Equil time: 120/120 sec (ads/des)Equil timeout:240/240 sec
(ads/des) Analysis Time: 510.4 min End of run: 2019/03/27 9:34:18 Instrument: Nova Station A
Cell ID: 30
Adsorbate Nitrogen Temperature 77.350K
Molec. Wt.: 28.013 g Cross Section: 16.200 Ų Liquid Density:
0.808 g/cc

Relative|Pressure Volume@STP 1/[W((Po/P) - 1)]


P/Po cc/g
1.02455e-01 20.5814 4.4376e+00
1.51732e-01 21.6644 6.6062e+00
2.01849e-01 22.2297 9.1024e+00
2.51453e-01 22.8191 1.1779e+01
3.01035e-01 23.4981 1.4665e+01
252

BET summary
Slope = 51.576
Intercept = -1.085e+00
Correlation coefficient, r = 0.998588
C constant = -46.525
Surface Area = 68.973 m²/g

F.2.7 Hasil Anlisisis BET: Distribusi ukuran pori Bentonit Al Aceh

Quantachrome NovaWin - Data Acquisition and Reduction


for NOVA instruments
©1994-2007, Quantachrome Instruments
version 10

Analysis Report
Operator:ITS Date:2019/03/27 Operator:ITS Date:3/29/2019

Sample ID: Ayu Rizkia Thursina Filename: C:\QCdata\Physisorb\2018\19032701 PBentonit.qps


Sample Desc: serbuk Comment: 27 Maret 2019
Sample weight: 0.08226 g Sample Volume: 0 cc
Outgas Time: 3.0 hrs OutgasTemp: 300.0 C
Analysis gas: Nitrogen Bath Temp: 77.3 K
Press. Tolerance:0.100/0.100 (ads/des)Equil time: 120/120 sec (ads/des)Equil timeout:240/240 sec
(ads/des) Analysis Time: 510.4 min End of run: 2019/03/27 9:34:18 Instrument: Nova Station A
Cell ID: 30
HK method Tabulated data interval: 1
Adsorbate Nitrogen Temperature 77.350K
Molec. Wt.: 28.013 g Cross Section: 16.200 Ų Liquid Density: 0.808 g/cc
Avg. Diameter:0.300 nm Polarizability:1.460 (cc/molec) x 10-24Magn. Suscept.:2.000
Molec. Density6.700 (mol/cm²)x1014
Adsorbent Oxygen/Zeolite
Atom Diameter: 0.276 nm Surf. Atom Dens.: 13.100
(mol/cm²)x1014Polarizability: 2.500 (cc/molec)x10-24
Density: 2.150 g/cc Magn. Susc.: 1.300 (cc/molec)x10-29

Pore width dV
nm cc/nm/g

0.3765 0.02016
0.3815 0.02018
0.3865 0.02020
0.3915 0.02022
0.3965 0.02024
0.4015 0.02027
0.4065 0.02029
0.4115 0.02032
0.4165 0.02035
0.4215 0.02038
0.4265 0.02041
0.4315 0.02045
0.4365 0.00046
0.4415 0.00049
0.4465 0.00053
0.4515 0.00056
253

Pore width dV
nm cc/nm/g

0.4565 0.00060
0.4615 0.00064
0.4665 0.00068
0.4715 0.00072
0.4765 0.00076
0.4815 0.00080
0.4865 0.00084
0.4915 0.00089
0.4965 0.00093
0.5015 0.00098
0.5065 0.00103
0.5115 0.00107
0.5165 0.00112
0.5215 0.00117
0.5265 0.00121
0.5315 0.00126
0.5365 0.00131
0.5415 0.00136
0.5465 0.00141
0.5515 0.00145
0.5565 0.00150
0.5615 0.00155
0.5665 0.00160
0.5715 0.00165
0.5765 0.00169
0.5815 0.00174
0.5865 0.00179
0.5915 0.00183
0.5965 0.00188
0.6015 0.00192
0.6065 0.00197
0.6115 0.00201
0.6165 0.00206
0.6215 0.00210
0.6265 0.00214
0.6315 0.00218
0.6365 0.00222
0.6415 0.00226
0.6465 0.00227
0.6515 0.00228
0.6565 0.00229
0.6615 0.00230
0.6665 0.00231
0.6715 0.00232
0.6765 0.00232
0.6815 0.00233
0.6865 0.00233
0.6915 0.00234
0.6965 0.00234
0.7015 0.00234
0.7065 0.00234
0.7115 0.00230
0.7165 0.00226
0.7215 0.00223
0.7265 0.00219
0.7315 0.00215
0.7365 0.00211
0.7415 0.00206
0.7465 0.00202
0.7515 0.00197
0.7565 0.00193
0.7615 0.00188
0.7665 0.00184
0.7715 0.00181
0.7765 0.00179
0.7815 0.00177
254

Pore width dV
nm cc/nm/g

0.7865 0.00174
0.7915 0.00172
0.7965 0.00170
0.8015 0.00167
0.8065 0.00164
0.8115 0.00162
0.8165 0.00159
0.8215 0.00156
0.8265 0.00153
0.8315 0.00150
0.8365 0.00149
0.8415 0.00148
0.8465 0.00147
0.8515 0.00146
0.8565 0.00145
0.8615 0.00144
0.8665 0.00143
0.8715 0.00142
0.8765 0.00141
0.8815 0.00140
0.8865 0.00139
0.8915 0.00137
0.8965 0.00134
0.9015 0.00131
0.9065 0.00128
0.9115 0.00125
0.9165 0.00122
0.9215 0.00119
0.9265 0.00116
0.9315 0.00113
0.9365 0.00110
0.9415 0.00107
0.9465 0.00104
0.9515 0.00101
0.9565 0.00098
0.9615 0.00095
0.9665 0.00093
0.9715 0.00091
0.9765 0.00089
0.9815 0.00086
0.9865 0.00084
0.9915 0.00082
0.9965 0.00079
1.0015 0.00077
1.0065 0.00075
1.0115 0.00072
1.0165 0.00070
1.0215 0.00070
1.0265 0.00070
1.0315 0.00070
1.0365 0.00069
1.0415 0.00069
1.0465 0.00069
1.0515 0.00069
1.0565 0.00069
1.0615 0.00068
1.0665 0.00068
1.0715 0.00068
1.0765 0.00068
1.0815 0.00068
1.0865 0.00068
1.0915 0.00068
1.0965 0.00069
1.1015 0.00069
1.1065 0.00069
1.1115 0.00069
255

Pore width dV
nm cc/nm/g

1.1165 0.00069
1.1215 0.00070
1.1265 0.00070
1.1315 0.00070
1.1365 0.00070
1.1415 0.00070
1.1465 0.00070
1.1515 0.00070
1.1565 0.00070
1.1615 0.00071
1.1665 0.00071
1.1715 0.00071
1.1765 0.00071
1.1815 0.00071
1.1865 0.00072
1.1915 0.00072
1.1965 0.00072
1.2015 0.00072
1.2065 0.00072
1.2115 0.00073
1.2165 0.00073
1.2215 0.00073
1.2265 0.00073
1.2315 0.00074
1.2365 0.00074
1.2415 0.00074
1.2465 0.00074
1.2515 0.00074
1.2565 0.00074
1.2615 0.00075
1.2665 0.00075
1.2715 0.00075
1.2765 0.00075
1.2815 0.00074
1.2865 0.00074
1.2915 0.02836
1.2965 0.02840
1.3015 0.02843
1.3065 0.02846
1.3115 0.02849
1.3165 0.02852
1.3215 0.02855
1.3265 0.02858
1.3315 0.02861
1.3365 0.02864
1.3415 0.02867
1.3465 0.02870
1.3515 0.02873
1.3565 0.02876
1.3615 0.02879
1.3665 0.02882
1.3715 0.02885
1.3765 0.02888
1.3815 0.02890
1.3865 0.02893
1.3915 0.02896
1.3965 0.02899
1.4015 0.02902
1.4065 0.02904
1.4115 0.02907
1.4165 0.00000
1.4215 0.00000
1.4265 0.00000
1.4315 0.00000
1.4365 0.00000
256

Pore width dV
nm cc/nm/g

1.4415 0.00000
1.4465 0.00000
1.4515 0.00000
1.4565 0.00000
1.4615 0.00000
1.4665 0.00000
1.4715 0.00000
1.4765 0.00000
1.4815 0.00000
1.4865 0.00000
1.4915 0.00000
1.4965 0.00000
1.5015 0.00000
1.5065 0.00000
1.5115 0.00000
1.5165 0.00000
1.5215 0.00000
1.5265 0.00000
1.5315 0.00000
1.5365 0.00000
1.5415 0.00000
1.5465 0.00000
1.5515 0.00000
1.5565 0.00000
1.5615 0.00000
1.5665 0.00000
1.5715 0.00000
1.5765 0.00000
1.5815 0.00000
1.5865 0.00000
1.5915 0.00000
1.5965 0.00000
1.6015 0.00000
1.6065 0.00000
1.6115 0.00000
1.6165 0.00185
1.6215 0.00000
1.6265 0.00000
1.6315 0.00000
1.6365 0.00000
1.6415 0.00000
1.6465 0.00000
1.6515 0.00000
1.6565 0.00000
1.6615 0.00000
1.6665 0.00000
1.6715 0.00000
1.6765 0.00000
1.6815 0.00000
1.6865 0.00000
1.6915 0.00000
1.6965 0.00000
1.7015 0.00000
1.7065 0.00000
1.7115 0.00000
1.7165 0.00000
1.7215 0.00000
1.7265 0.00000
1.7315 0.00000
1.7365 0.00000
1.7415 0.00185
1.7465 0.00000
1.7515 0.00000
1.7565 0.00000
1.7615 0.00000
1.7665 0.00000
257

Pore width dV
nm cc/nm/g

1.7715 0.00000
1.7765 0.00000
1.7815 0.00000
1.7865 0.00000
1.7915 0.00000
1.7965 0.00000
1.8015 0.00000
1.8065 0.00000
1.8115 0.00000
1.8165 0.00000
1.8215 0.00000
1.8265 0.00000
1.8315 0.00000
1.8365 0.00000
1.8415 0.00000
1.8465 0.00000
1.8515 0.00000
1.8565 0.00000
1.8615 0.00000
1.8665 0.00000
1.8715 0.00000
1.8765 0.00000
1.8815 0.00000
1.8865 0.00000
1.8915 0.00000
1.8965 0.00000
1.9015 0.00000
1.9065 0.00000
1.9115 0.00000
1.9165 0.00000
1.9215 0.00000
1.9265 0.00000
1.9315 0.00000
1.9365 0.00000
1.9415 0.00000
1.9465 0.00000
1.9515 0.00000
1.9565 0.00000
1.9615 0.00000
1.9665 0.00000
1.9715 0.00000
1.9765 0.00000
1.9815 0.00000
1.9865 0.00000
1.9915 0.00000
1.9965 0.00000
2.0015 0.00000

HK method summary
Mode: 1.411

F.2.8 Hasil Anlisisis BET: Distribusi ukuran pori Bentonit Al Aceh

Quantachrome NovaWin - Data Acquisition and Reduction


for NOVA instruments
©1994-2007, Quantachrome Instruments
version 10.01

Analysis Report
Operator:ITS Date:2019/03/27 Operator:ITS Date:3/29/2019
Sample ID: Ayu Rizkia Thursina Filename: C:\QCdata\Physisorb\2018\19032701 PBentonit.qps
Sample Desc: serbuk Comment: 27 Maret 2019
Sample weight: 0.08226 g Sample Volume: 0 cc
258

Outgas Time: 3.0 hrs OutgasTemp: 300.0 C


Analysis gas: Nitrogen Bath Temp: 77.3 K
Press. Tolerance:0.100/0.100 (ads/des)Equil time: 120/120 sec (ads/des)Equil timeout:240/240 sec
(ads/des) Analysis Time: 510.4 min End of run: 2019/03/27 9:34:18 Instrument: Nova Station A
Cell ID: 30

P/Po Po Volume @ STP


mmHg cc

0.03772 771.70 1.4926


0.055122 771.70 1.5681
0.078299 771.70 1.6438
0.102455 771.70 1.6930
0.127049 771.70 1.7434
0.151732 771.70 1.7821
0.176701 771.70 1.8077
0.201849 771.70 1.8286
0.226554 771.70 1.8534
0.251453 771.70 1.8771
0.276324 771.70 1.9057
0.301035 771.70 1.9330
0.349931 771.70 1.4753
0.399041 771.70 0.9492
0.447305 771.70 0.4619
0.495735 771.70 -0.0627
0.52139 771.70 0.0247
0.546657 771.70 0.110
0.571751 771.70 0.2035
0.597101 771.70 0.1778
0.62236 771.70 0.2192
0.647058 771.70 0.2358
0.671922 771.70 0.2233
0.696349 771.70 0.2073
0.72022 771.70 0.1990
0.748014 771.70 0.2268
0.770768 771.70 0.2536
0.796652 771.70 0.4307
0.820926 771.70 0.5930
0.845603 771.70 0.7125
0.871585 771.70 0.9758
0.89724 771.70 1.3127
0.922368 771.70 1.5712
0.946601 771.70 2.0260
0.970854 771.70 2.4436
0.992317 771.70 3.5495
0.952175 771.70 2.8445
0.90185 771.70 2.1207
0.848907 771.70 1.5433
0.798388 771.70 0.9864
0.750652 771.70 0.2538
0.700486 771.70 -0.4424
0.646704 771.70 -0.9663
0.594602 771.70 -1.3508
0.545116 771.70 -1.6684
0.49536 771.70 -1.9726
0.448145 771.70 -2.3466
0.389261 771.70 -2.5993
0.350583 771.70 -2.7543
0.293962 771.70 -2.9657
0.252897 771.70 -3.1107
0.191097 771.70 -3.3183
0.146346 771.70 -3.4801
0.103781 771.70 -3.6512
0.041961 771.70 -3.9451
259

F.2.9 Hasil Anlisisis BET: Metoda Analisis Mikro Pori Bentonit Al Aceh

Quantachrome NovaWin - Data Acquisition and Reduction


for NOVA instruments
©1994-2007, Quantachrome Instruments
version 10.01

Analysis Report
Operator:ITS Date:2019/03/27 Operator:ITS Date:3/29/2019
Sample ID:Ayu Rizkia Thursina Filename: C:\QCdata\Physisorb\2018\19032701 PBentonit.qps
Sample Desc: serbuk Comment: 27 Maret 2019
Sample weight: 0.08226 g Sample Volume: 0 cc
Outgas Time: 3.0 hrs OutgasTemp: 300.0 C
Analysis gas: Nitrogen Bath Temp: 77.3 K
Press. Tolerance:0.100/0.100 (ads/des)Equil time: 120/120 sec (ads/des)Equil timeout:240/240 sec (ads/des)
Analysis Time: 510.4 min End of run: 2019/03/27 9:34:18 Instrument: Nova Station A
Cell ID: 30
t-Method Calc. method: Carbon black
Adsorbate Nitrogen Temperature 77.350K
Molec. Wt.: 28.013 g Cross Section: 16.200 Ų Liquid Density: 0.808 g/cc
P/Po Po Vol ume @ STP
mmHg cc

3.772000e-02 3.2245e-01 18.145


5.512200e-02 3.3382e-01 19.062
7.829900e-02 3.4904e-01 19.983
1.024550e-01 3.6501e-01 20.581
1.270490e-01 3.8137e-01 21.194
1.517320e-01 3.9789e-01 21.664
1.767010e-01 4.1472e-01 21.975
2.018490e-01 4.3178e-01 22.230
2.265540e-01 4.4864e-01 22.531
2.514530e-01 4.6575e-01 22.819
2.763240e-01 4.8295e-01 23.167
3.010350e-01 5.0014e-01 23.498
3.499310e-01 5.3448e-01 17.935
3.990410e-01 5.6939e-01 11.539
4.473050e-01 6.0412e-01 5.615
4.957350e-01 6.3938e-01 -0.762
5.213900e-01 6.5822e-01 0.300
5.466570e-01 6.7689e-01 1.346
5.717510e-01 6.9555e-01 2.473
5.971010e-01 7.1450e-01 2.162
6.223600e-01 7.3351e-01 2.664
6.470580e-01 7.5220e-01 2.866
6.719220e-01 7.7112e-01 2.715
6.963490e-01 7.8982e-01 2.519
7.202200e-01 8.0819e-01 2.419
7.480140e-01 8.2971e-01 2.757
7.707680e-01 8.4742e-01 3.083
7.966520e-01 8.6769e-01 5.236
8.209260e-01 8.8680e-01 7.209
8.456030e-01 9.0634e-01 8.661
8.715850e-01 9.2702e-01 11.862
8.972400e-01 9.4756e-01 15.958
9.223680e-01 9.6779e-01 19.101
9.466010e-01 9.8741e-01 24.629
9.708540e-01 1.0071e+00 29.705
260

9.923170e-01 1.0247e+00 43.149


9.521750e-01 9.9194e-01 34.580
9.018500e-01 9.5127e-01 25.780
8.489070e-01 9.0896e-01 18.761
7.983880e-01 8.6905e-01 11.992
7.506520e-01 8.3176e-01 3.085
7.004860e-01 7.9299e-01 -5.378
6.467040e-01 7.5193e-01 -11.747
5.946020e-01 7.1263e-01 -16.421
5.451160e-01 6.7575e-01 -20.282
4.953600e-01 6.3910e-01 -23.981
4.481450e-01 6.0473e-01 -28.527
3.892610e-01 5.6241e-01 -31.598
3.505830e-01 5.3494e-01 -33.483
2.939620e-01 4.9521e-01 -36.053
2.528970e-01 4.6675e-01 -37.816
1.910970e-01 4.2447e-01 -40.340
1.463460e-01 3.9428e-01 -42.306
1.037810e-01 3.6589e-01 -44.386
4.196100e-02 3.2522e-01 -47.959

V-t method summary


Thickness method: Carbon-black
Slope = 3.356
Intercept = -19.338
Correlation coefficient, r = 0.932297

Pore Diameter Dv(d) = 8.123 nm


Micropore volume = 0.030 cc/g
Micropore area = 17.065 m²/g
External surface area = 91.908 m²/g

F.2.9 Hasil Anlisisis BET: Metoda Analisis Mikro Pori Bentonit Al Aceh

Quantachrome NovaWin - Data Acquisition and Reduction


for NOVA instruments
©1994-2007, Quantachrome Instruments
version 10.01

Analysis Report
Operator:ITS Date:2019/03/27 Operator:ITS Date:3/29/2019
Sample ID:Ayu Rizkia Thursina Filename: C:\QCdata\Physisorb\2018\19032701 PBentonit.qps
Sample Desc: serbuk Comment: 27 Maret 2019
Sample weight: 0.08226 g Sample Volume: 0 cc
Outgas Time: 3.0 hrs OutgasTemp: 300.0 C
Analysis gas: Nitrogen Bath Temp: 77.3 K
Press. Tolerance:0.100/0.100 (ads/des)Equil time: 120/120 sec (ads/des)Equil timeout:240/240 sec (ads/des)
Analysis Time: 510.4 min End of run: 2019/03/27 9:34:18 Instrument: Nova Station A
Cell ID: 30
Adsorbate Nitrogen Temperature 77.350K
Molec. Wt.: 28.013 g Cross Section: 16.200 Ų Liquid Density: 0.808 g/cc
261

Total Pore Volume summary


Total Pore Volume
Total pore volume = 6.674e-02 cc/g for
pores smaller than 249.5 nm (Diameter)
at P/Po = 0.99232

LAMPIRAN G
HASIL KARAKTERISASI BENTONIT (XRF)

G.1 Hasil Karakterisasi (XRF) Bentonit Alam Cot Mambo Aceh Utara

Gambar G.1 Kurva Kurva XRF Bentonit Alam Cot Mambo Aceh Utara

G.2 Komposisi Bentonit Alam Hasil XRF


262

260
263

G.2.3 Komposisi unsur-unsur lempung bentonit Alam Cot Mambo Aceh


G.3 Hasil Karakterisasi (XRF) Bentonit Terpilar- Al Cot Mambo Aceh
Utara

G.2.1 Kurva Hasil Karakterisasi (XRF) Bentonit Terpilar- Al Cot Mambo


Aceh Utara

G.4 Komposisi Bentonit Aceh Hasil XRF


264
265

Anda mungkin juga menyukai