Anda di halaman 1dari 2

Aku memacu mobil dinas ini dengan kecepatan cukup tinggi karena waktu yang tersedia

cukup sempit hanya sekitar satu jam untuk istirahat di kantorku. Aku sangat malu kalu teman-teman
kantor tahu kalau aku terlambat masuk kantor di pagi hari atau setelah istirahat siang (ishoma
katanya). Maka dengan musik di mobil yang cukup keras dan kondisi jalan yang tidak terlalu mulus
kecepatan 90 kpj saja sudah termasuk kategori ngebut. Namun tiba-tiba ada semacam
benda/makhluk yang melintas dari tepi jalan bergerak ke tengah jalan, maka grubaaaaak......
Terjadilah apa yang terjadi, aku segera menginjak rem dan menepikan mobil ke pinggir jalan. Aku
lihat seeor ayam yang meregang nyawa dan segera aku singkirkan dari jalan. Karena lokasi kejadian
di sekitar persawahan maka tidak ada orang lain yang aku ajak bicara. Tapi aku lihat mobil dinasku,
hadeeeh di bumper kulihatkerusakan cukup parah dan aku pikir ini butuh reparasi dan cat ulang
dengan biaya yang tidak sedikit.

Aku sempat merenung, untuk apasih aku melakukan ini semua di sisa waktu yang sangat
sempit? Tidak lain demi sesosok wanita tua yang sangat pikun. Sudah tidak kenal orang demi orang
yang kerjanya cuma bermain di kebun, tidak disukai banyak orang karena sering mengumpat dan
mengeluarkan kata-kata kotor yang tidak pantas didengar oleh orang apalagi oleh anak-anak. Wanita
tua renta ini tidak akan mandi kalau tidak ada yang memandikan, tidak tidak terurus, kencing
sembarangan di sudut kamar dan rumah sekehendak dia. Berak di celana bukan lagi sesuatu yang
istimewa dan membuat bau dimana-mana. Oarang-orang kadang malas dan benci berurusan dengan
dia karena kalau diajak berbicara justru mendapat balasan dengan kata-kata kasar dan sumpah
serapah keluar dari mulutnya. Pernah suatu hari ada tukang tebas daun pisang yang berseteru
dengan dia karena tidak terima dikata-katai dengan kata-kata yang kotor/dikasih umpatan sehingga
hampir terjadi perkelahian, seandainya tidak di lerai oleh adik ipar saya. Setelah dikasih pengertian,
ternyata tukang bebas ini menepati dan mengalah.

Demi sosok ilmiah, aku rela meluangkan waktu untuk datang memandikannya 2-3x
seminggu, mengeramasi, menyabuni,membersihkan, mengeringkan dengan handuk, memberi
minyak wangi, menyisir rambutnya, dan menggosok daki-daki kakinya yang terkikis, memakaikan
pakaian dan celananya, serta mencium kedua pipinya untuk berpamitan.

Siapa sih dia? Dia adalah simbokku, ibukku yang dulu orang malu kalau panggil dengan
simbok, karena terlalu ndeso, karena bapakku adalah seorang guru PNS. Maka orang-orang
menyuruhku memanggil ibu bukan simbok. Tapi tetap saja simbok lebih berkesan akrab dan
membumi.

Teringat betul saat aku kelas 2 SD itu selalu diingatkan bahkan diwajibkan untuk selalu
sarapan meskipun dengan keadaan ekonomi kami sulit saat itu, untuk punya beras saja kadang
terpaksa harus ngutang ke Bu rusman penjual beras. Saat itu aku yang di utus Bapak untuk
mendapat pinjaman beras dari beliau. Bisa dibayangkan anak kelas 2 SD sudah diajarin untuk
berhutang. Tapi simbok tetap bersikukuh bahwa sarapan itu sangat penting untuk kecerdasan anak-
anaknya. Kalau kamu mau pinter, kalau mau jadi dokter harus sarapan dengan dua telur dan sayur
krecek sapi. Begitu menghunjam kata-kata itu di ingatan saya sampai sekarang sudah jadi dokter dan
tetap mewajibkan anak-anaknya untuk sarapan dengan lauk minimal 2 telur.

Seiring berjalannya waktu, ketika aku masuk SMP, keadaan ekonomi kami makin sulit. Bapak
yang hanya PNS rendahan tidak bisa mencukupi keperluan 3 anaknya yang sedang sekolah. Jadi
keluarga (simbok) memutuskan untuk mencari penghasilan ke Jakarta sebagai penjual buah,
mengikuti jejak om dan bulik saya yang sukses berjualan buah. Om Dadi dan Bulik Marni ini adalah
orang pertama di kampung yang punya motor vespa saat itu dan beliau orang pertama pasang listrik
PLN dan punya TV berwarna saat itu, makanya orang bilang dia sukses di Jakarta.

Tapi Kerjaannya sama belum tentu hasilnya sama. Simbok yang memang pandai bercakap
dengan Bahasa Indonesia semua hanya lulusan kerja paket A saat itu sudah bisa menjual dengan
baik. Dia hanya menyisihkan recehan-recehan koin untuk di tabung, kemana modal harus kembali
dibelanjakan buat jualannya. Teringat betul saat akan ditagih Pak Junaidi TU SMP saat itu, aku dan
kakakku membayar SPP 3 bulan sekalipun dengan uang receh hasil kerja simbok. Saat itu SPP SMP ku
sekitar Rp 4.500,-. Sampai aku menanggung malu tatkala harus membayarkan dan aku sembunyikan
kresek berisi uang recehan itu dari penglihatan teman-temanku. Prinsip simbok biarlah orang tua
sengsara asal anak bisa sukses bisa jadi dokter, dan terus terang cita-cita jadi dokter itu sudah ada
dan menghunjam sejak aku di SMP.

Waktu terus berlalu, akhirnya aku jadi dokter menikah dan punya anak satu. Saat ini anak
pertama belum satu tahun. Aku terpaksa harus opname di puskesmas rawat inap karena menderita
typus. Maka yang senantiasa menungguku adalah simbok. Kalu mengandalkan istri 24 jam jalan tidak
mungkin, dia harus bekerja sebagai PND dan juga harus mengurus anakku yang masih kecil. Disinilah
aku merasakan betapa kasih sayang simbokku luar biasa. Meskipun aku sudah mandiri, berkeluarga,
dan sudah dewasa, tapi beliau tetap memperlakukanku sebagai anak kecilnya yang masih kecil.
Dipijatnya tangan, punggung, dan kakiku dengan tiada lelah sampai tiada lagi rasa penat ditubuhku.
Beliau menungguku dengan sangat sabar & mencurahkan kasih sayang sampai aku sembuh dan bisa
beraktivitas lagi.

Itulah gambaran simbokku, meskipun sekarang hanya sebagai wanita tua yang pikun, tidak
tahu siapa-siapa, suka berkata-kata kotor, membuang kotoran di dalam rumah dan secara
sembarangan. Tetapi aku dan adikku bertekat tidak menitipkan beliau ke panti asuhan. Kami bekerja
sama memelihara beliau. Aku dapat seminggu 3 kali memandikan beliau di sela-sela kesibukanku
sebagai Kabid di DKK, dokter praktek dirumah, suami dari istriku, dan ayah dari anak-anakku.
Simbokku, engkaulah motivasiku agar senantiasa menebar manfaat buat orang-orang di sekitarku,
keluarga, dan masyarakat semua. Terimakasih simbok, semoga sehat selalu dan senantiasa
mendapat hidayah & kasih sayang dari Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai