Anda di halaman 1dari 23

BAB II

A. Tinjauan Umum Tentang Performa Akademik


1. Definisi Performa akademik merupakan tingkat pengetahuan yang
diperoleh seseorang selama periode akademik untuk suatu mata
pelajaran atau sekelompok mata pelajaran yang dipelajari seseorang
pada tahun akademik ataupun dalam satu semester(Kayani et al., 2018).
Menurut MacFarlane (2002) dalam Dube & Mlotshwa, (2018) performa
akademik merupakan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan
pembelajaran dengan berbagai tugas dan ujian yang diberikan oleh
instruktur ataupun guru mereka. Performa akademik adalah bagaimana
kemampuan seorang peserta didik dalam mencapai hasil belajar yang
melalui grade point average (GPA) (Gardner & Brooks, 2018).
Performa akademik merupakan hasil yang dicapai peserta didik berupa
tambahan pengetahuan,pengalaman, dan latihan yang baru dan
diwujudkan dalam bentuk nilai dari guru kepada peserta didik pada jangka
waktu tertentu yang dioperasionalkan dalam bentuk indikator–indikator
berupa nilai rapor, indeks prestasi studi, angka kelulusan, predikat
keberhasilan, dan semacamnya (Zafirah, 2017).
2. Faktor yang Mempengaruhi
Beberapa penelitian menemukan beberapa faktor yang berpengaruh
signifikan pada performa akademik remaja yaitu:
a) Umur
Berdasarkan penelitian yang ada, umur tidak terlalu berpengaruh
signifikan terhadap performa akademik karena semua sistem
pendidikan biasanya telah mempertimbangkan proporsi pelajaran
yang akan diberikan berdasarkan usia-usia tertentu. Selain itu, pada
usia-usia tertentu penjagaan orang tua juga perlu diperhatikan agar
seorang anak tidak terpengaruh oleh pergaulan yang salah karena
pada usia yang belum dewasa, seorang anak akan mudah mengikuti
sesuatu yang baru menurut dia tanpa mempertimbangkan dampak
yang akan ditimbulkan. Sehingga hal ini akan berdampak pula pada
performa akademiknya (Navarro, García-Rubio, & Olivares, 2015).
b) Gender
Hubungan antara gender dengan performa akademik telah
menjadi bahan diskusi untuk beberapa dekade belakangan ini. Dapat
ditemukan celah antara performa akademik antara laki-laki dan
perempuan, dimana perempuan lebih baik dibanding laki-laki dalam
hal performa akademik (Navarro, García-Rubio, & Olivares, 2015).
Beberapa penelitian secara signifikan menunjukkan bahwa gender
menjadi salah satu variabel yang berpengaruh dalam menentukan
performa akademik. Sebagai contohnya, peneliti telah menemukan
perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam pencapaian di
bidang ilmu sains. Dalam sebuah meta analisis yang dilakukan
terhadap 77 studi pada tahun 1980-1991 antara peserta didik sekolah
menengah pertama dengan sekolah menengah atas, ditemukan
secara signifikan bahwa laki-laki lebih unggul untuk dibidang sains
(Navarro, García-Rubio, & Olivares, 2015).
Berdasarkan data dari National Assessment of Educational
Progress (NAEP) menyimpulkan bahwa peserta didik laki-laki lebih
memungkinkan dibanding perempuan dalam mencoba memperbaiki
peralatan mekanik dan elektrik. Sebaliknya peserta didik perempuan
lebih cenderung mencoba melakukan diagnosis masalah pada
tumbuhan dan hewan dibanding laki-laki. Jadi, pada umumnya
meskipun dikatakan bahwa laki-laki lebih cenderung memiliki tingkat
prestasi yang lebih baik dibanding perempuan tapi hal itu bergantung
lagi pada jenis dan bidang ilmunya (Navarro, García-Rubio, &
Olivares, 2015).
c) Aktivitas Fisik
Dalam ilmu kesehatan masyarakat, aktivitas fisik merupakan suatu
bentuk pergerakan yang memiliki banyak dampak positif bagi
kesehatan termasuk dalam hal kognitif. Menurut Kayani S. et al (2018)
beberapa literatur menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan antara aktivitas fisik dengan performa akademik. Penelitian
yang dilakukan oleh Trudeau & Shephard (2008) dalam Kayani S. et
al. (2018), menguji perbandingan antara peserta didik yang aktif
dengan peserta didik yang tidak aktif melakukan aktivitas fisik,
menunjukkan hasil yang signifikan terkait korelasi positif antara
aktivitas fisik dengan performa akademik karena latihan fisik yang
teratur efektif dalam meningkatkan koneksi inter-neuron serta
meningkatkan atensi.
Selain itu, terdapat pula penelitian yang mengemukakan terkait
korelasi antara aktivitas fisik dengan performa akademik masih lemah
karena efek dari aktivitas fisik tidak secara langsung memperbaiki
ataupun meningkatkan performa akademik melainkan melalui sistem
di dalam tubuh seperti kesehatan jasmani, penurunan tingkat depresi
dan meningkatkan kualitas tidur sehingga hal tersebut mampu
mempengaruhi kemampuan belajar (Kayani et al., 2018).
d) Kualitas Tidur Tidur dapat mempengaruhi bagian-bagian tertentu dari
otak, terutama lobus frontal. Lobus frontal berfungsi mengontrol
membuat keputusan, rencana untuk masa depan dan menghambat
perilaku yang tidak diinginkan secara sosial (Williams dan Aderanti,
2014 dalam Zafirah, 2017).
Selain itu, tidur memiliki fungsi yang sangat penting terutama
dalam proses konsolidasi memori, belajar, pengambilan keputusan,
dan berpikir kritis. Hal-hal tersebut sangat diperlukan untuk operasi
yang optimal dari fungsi kognitif terkait dengan keberhasilan dalam
bidang akademik dan sosial. Pada saat tidur ada dua macam efek
fisiologis utama yaitu efek pada sistem sarafnya sendiri dan sistem
fungsional tubuh lainnya. Tidur memiliki banyak fungsi seperti
maturasi persarafan, fasilitas belajar atau memori, kognisi, dan lalu
lintas energi metabolisme (Mirghani et al., 2015).
e) Etnik Mulai abad ke-21 ini, multikultural di sekolah semakin banyak
baik antar suku bangsa maupun antar Negara. Hal ini dapat
berdampak pada performa akademik anak disekolah karena dengan
adanya perbedaan kultural maka kemungkinan besar cara bersikap
seseorang akan berbeda pula sehingga hal ini bisa mempengaruhi
konsentrasi dan kenyamanan 13 dalam belajar di dalam ruangan
(Mok, Martiny, Gleibs, Keller, & Froehlich, 2016).
Menurut Osterman, sebenarnya tidak terlalu penting untuk menilai
hubungan antara etnik dan performa akademik. Akan tetapi, dampak
dari perbedaan kultural akan mempengaruhi kondisi psikologis
peserta didik yang selanjutnya berdampak pada kualitas atensi
sehingga penelitian tentang variabel ini mulai banyak dilakukan. Salah
satu contohnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Ejik V. &
Sleegers ,2010 dalam Mok et al., (2016) tentang pengaruh komposisi
etnik di dalam kelas terhadap performa peserta didik dan hasilnya
adalah peserta didik yang minoritas yang dalam penelitian ini
mengambil sampel orang afrika-amerika.
Lingkungan Keluarga Beberapa tinjauan literatur mengemukakan
bahwa lingkungan keluarga sangat berperan penting dalam
menentukan performa akademik peserta didik. Menurut Saleh M.
(2014), keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama
dalam masyarakat, karena dalam keluargalah manusia dilahirkan,
berkembang menjadi dewasa. Bentuk dan isi serta cara-cara
pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan
berkembangnya watak,budi pekerti dan kepribadian tiap manusia.
Lingkungan keluarga meliputi pendidikan orang tua serta sosial dan
ekonomi. Pada umumnya pengetahuan orang tua sangat menentukan
pendidikan keluarga (anak-anaknya). Tingkat pendidikan orang tua
akan berpengaruh pada proses pendidikan dan pencapaian akademik
anak-anaknya (Gardner & Brooks, 2018).
Perhatian dengan penuh kasih sayang terhadap pendidikan anak
harus selalu dilakukan Karena hal tersebut akan menumbuhkan
aktivitas positif pada anak sebagai suatu potensi yang sangat
berharga untuk menghadapi masa depan. Perhatian yang dimaksud
adalah bagaimana orang tua mampu bijak dalam memberikan
bimbingan belajar terhadap anaknya di rumah, memperhatikan
kebutuhan yang berpotensi menunjang pelajaran, memberikan
semangat dan motivasi belajar, memberikan pengawasan serta
menanamkan kepada anak terkait pentingnya belajar (Gardner &
Brooks, 2018).
Tingginya tingkat pendidikan orang tua diharapkan dapat
menunjang kualitas perhatian orang tua terhadap pendidikan
anak-anaknya karena orang tua yang memiliki tingkat pendidikan
yang lebih tinggi akan lebih percaya diri pada kemampuan mereka
dalam membantu anak-anaknya belajar. Dengan adanya tingkat
keyakinan dan kepercayaan diri yang tinggi maka diperkirakan hal
tersebut berpengaruh signifikan terhadap kemampuan akademis
anak-anak (Gardner & Brooks, 2018).
f) Kebiasaan Belajar Kebiasaan belajar biasanya dapat diprediksi
melalui tingkatan kelas karena kemungkinan besar tingkatan kelas
peserta didik berhubungan terhadap kebiasaan belajar mereka. Maka
dari itu, peserta didik dengan tingkatan kelas yang rendah biasanya
memiliki kebiasaan belajar yang rendah dibanding peserta didik
dengan tingkatan kelas lebih tinggi. Kemampuan belajar dan
pendekatan yang digunakan dalam belajar meliputi, manajemen
waktu, penggunaan sumber informasi, catatan dalam kelas,
komunikasi dengan guru, persiapan sebelum ujian dan beberapa
strategi belajar lainnya. Penelitian menunjukkan adanya korelasi yang
signifikan antara kebiasaan belajar terhadap performa akademik
(Soares, et al. 2009 dalam Shahzadi & Ahmad, 2015).
g) Kemampuan Belajar Penelitian baru-baru ini mengembangkan bahwa
kebiasaan dan kemampuan belajar sangat berpengaruh penting
terhadap performa akademik dan ingatan peserta didik. Maka dari itu,
ketika kita ingin meningkatkan performa akademik peserta didik salah
satu yang perlu difokuskan adalah strategi belajar yang tepat (Soares,
et al. 2009 dalam Shahzadi & Ahmad, 2015).
Selain itu, pengaruh strategi pembelajaran terhadap prestasi
akademik jauh lebih sedikit diselidiki, terlepas dari kepentingan teoritis
dan prevalensinya dalam laporan internasional. Pada tahun 1998 Jere
Brophy dalam Shahzadi A. & Ahmad Z. (2015) menunjukkan bahwa
peningkatan waktu yang dihabiskan untuk kegiatan pembelajaran
menghasilkan peningkatan pembelajaran, asalkan guru itu kompeten
dan bahwa kegiatan belajar dirancang dan diimplementasikan secara
efektif.
h) Lingkungan akademik Penelitian menunjukkan bahwa kegiatan seperti
memberikan nasihat pada peserta didik dapat meningkatkan
keterlibatan peserta didik dalam menambah pengalaman pendidikan
mereka. Sekolah maupun perguruan tinggi dapat menggunakan
perencanaan strategis untuk merancang program dalam memberikan
masukan dan nasehat berdasarkan hubungan tanggung jawab
bersama dan fokus pada keberhasilan peserta didik. Penelitian
tentang hasil positif dari peran sekolah atau staf akademika terhadap
beragam kebutuhan peserta didik yang membentuk populasi peserta
didik saat ini menunjukkan bahwa metode baru dalam membangun
interaksi antara pihak sekolah dengan peserta didik. Penelitian juga
menunjukkan bahwa interaksi yang intens dan bermakna antara
seluruh subjek yang ada di sekolah termasuk antara peserta didik
maupun tenaga pendidik, terutama kontak yang berfokus pada
masalah intelektual atau yang berhubungan dengan karir, tampaknya
meningkatkan keaktifan dan motivasi peserta didik. Beberapa
penelitian tersebut dapat menjadi pedoman penting bagi para
pendidik, karena mereka memiliki kapasitas untuk meningkatkan
interaksi yang berkesan dengan peserta didik dan mendorong mereka
untuk bertahan di sekolah. Ketika ada dasar yang kuat dari komunitas
perguruan tinggi merencanakan untuk, mengimplementasikan, dan
mengevaluasi penyedia layanan konseling, memberi nasihat dapat
menjadi cara yang efektif dari institusi untuk dapat meningkatkan hasil
pendidikan di sekolah. Faktor lain yang sangat penting dalam
menetapkan tingkat retensi tinggi di sebuah perguruan tinggi adalah
sejauh mana peserta didik membangun hubungan pribadi dan
profesional yang erat dan mendukung dengan fakultas dan
orang-orang penting lainnya di kampus (Shahzadi & Ahmad, 2015).

B. Tinjauan Umum Tentang Aktivitas Fisik


1. Definisi Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan pergerakan tubuh dihasilkan otot-otot
rangka dan membutuhkan energi. Aktivitas fisik melibatkan proses
biokimia dan biomekanik. Aktivitas fisik merupakan semua kegiatan dari
tidur, menonton TV, hiburan dan kegiatannya lainnya. Aktivitas fisik
dikelompokkan berdasarkan jenis dan intensitas. Kebanyakan orang
seringkali menggunakan istilah aktivitas fisik dengan latihan olahraga atau
exercise. Secara definisi, latihan olahraga adalah bagian dari aktivitas
fisik dan dapat dikatakan sebagai aktivitas fisik yang terencana, teratur,
repetitif dan bertujuan untuk menjaga kesehatan tubuh. Energi yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu aktivitas dapat diukur dalam
kilojoule atau kilocalories. satu kalori sama dengan 4,16 joule atau satu
kilogram kalori sama dengan 1.000 kalori atau 4.186 kalori (Kristiyandaru
et al., 2020).
Menurut WHO, aktivitas fisik merupakan gerakan fisik yang dilakukan
oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya dari setiap gerakan tubuh yang
dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi.
Kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor risiko independen untuk
penyakit kronis dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan
kematian global (Prasetya et al., 2019)
2. Jenis Aktivitas Fisik Menurut Swartawan (2018) terdapat 2 jenis aktivitas
fisik yang biasanya dilakukan yaitu :
a. Aktivitas Aerobik Aktivitas aerobik biasa disebut dengan aktivitas
ketahanan yang berarti dimana orang yang melakukannya melibatkan
pergerakan 11 otot-otot besar dengan intensitas yang berkelanjutan.
Aktivitas ini terdiri dari tiga komponen yaitu intensitas, frekuensi serta
durasi. Contohnya adalah aktivitas berjalan, bersepeda, basket,
menari, berenang. Aktivitas aerobik juga menyebabkan detak jantung
seseorang menjadi lebih cepat dari biasanya. Jika aktivitas ini
dilakukan secara rutin maka akan dapat bermanfaat untuk kesehatan
kardiovaskular.
b. Aktivitas Penguatan Otot Aktivitas ini dapat memberi manfaat
tambahan yang tidak didapatkan pada aktivitas aerobik, dimana
aktivitas ini dapat menambah kekuatan otot dan tulang seseorang.
Aktivitas ini juga sebagai upaya untuk mempertahankan massa otot
dan dapat membuat otot melakukan lebih banyak pekerjaan dari yang
biasa dilakukan seseorang. Contoh dari aktivitas ini adalah latihan
ketahanan (push up, sit up, pull up), membawa beban berat, serta
aktivitas perkebunan yang berat seperti menggali. Terdapat tiga
komponen dari aktivitas penguatan otot yaitu intensitas, frekuensi,
serta pengulangan.
3. Klasifikasi Aktivitas Fisik
Menurut tingkat intensitasnya, aktivitas fisik dibagi menjadi aktivitas
fisik ringan, sedang, dan berat. Aktivitas fisik berat dilakukan secara terus
menerus selama 10 menit hingga denyut nadi dan napas bertambah lebih
dari aktivitas biasanya, seperti memompa, memanjat, lari cepat,
menebang pohon, mencangkul, dan lainnya. Sedangkan aktivitas fisik
dengan intensitas sedang, seperti menyapu, mengepel, dan lainnya
dilakukan setidaknya lima hari atau lebih, dan aktivitas seminggu
setidaknya selama 150 menit. Selain kriteria di atas, maka termasuk ke
dalam aktivitas fisik dengan intensitas yang ringan (Kristiyandaru, et al.,
2020) Emma Pandi Wirakusumah (dalam Erwinanto, 2017) menjelaskan
bahwa terdapat 3 klasifikasi aktivitas fisik, yaitu:
a. Aktivitas Fisik Ringan Aktivitas fisik ringan merupakan kegiatan yang
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari seperti istirahat (tidur) selama
8 jam, bekerja sejenis pekerjaan kantor selama 4 jam, kegiatan rumah
tangga 2 jam, ½ jam kegiatan olahraga, dan 9½ sisanya adalah
kegiatan ringan atau sangat ringan.
b. Aktivitas Fisik Sedang Aktivitas fisik sedang meliputi setara istirahat
(tidur) selama 8 jam, 8 jam pekerjaan lapangan (industri, perkebunan,
dan sejenisnya), 2 jam pekerjaan rumah tangga, dan 6 jam sisanya
pekerjaan ringan atau sangat ringan.
c. Aktivitas Fisik Berat Aktivitas fisik berat meliputi 8 jam tidur, 4 jam
pekerjaan berat seperti pekerjaan pertanian, 2 jam pekerjaan ringan,
dan 10 jam sisanya pekerjaan ringan atau sangat ringan. Menurut
Kemenkes (2018) berdasarkan intensitas dan besar kalorinya,
aktivitas fisik diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu :
1) Aktivitas Fisik Ringan Aktivitas ini hanya membutuhkan sedikit
tenaga dan biasanya tidak terlalu menimbulkan perubahan dalam
pernafasan. Saat seseorang melakukan aktivitas fisik ringan
masih dapat bicara hingga menyanyi dengan baik. Energi yang 13
dikeluarkan selama melakukan aktivitas fisik ringan ini sekitar 7
Kcal/ menit.
2) Aktivitas Fisik Sedang Saat seseorang melakukan aktivitas fisik
sedang, maka tubuh akan sedikit berkeringat, frekuensi bernafas
dan denyut jantung meningkat. Energi yang dikeluarkan selama
melakukan aktivitas fisik sedang yaitu 3,5 – 7 Kcal/menit.
3) Aktivitas Fisik Berat Aktivitas fisik dapat dikatakan berat apabila
selama melakukannya tubuh menghasilkan banyak keringat,
adanya peningkatan frekuensi bernafas dan detak jantung hingga
menyebabkan nafas tersengal-sengal. Energi yang dikeluarkan
selama beraktivitas fisik berat yaitu >7 Kcal/ menit.
4. Frekuensi dan Intensitas Aktivitas Fisik
Intensitas menggambarkan seberapa banyak berat atau gaya yang
dapat digunakan terhadap seberapa banyak yang dapat diangkat oleh
seseorang. Sedangkan frekuensi menggambarkan seberapa sering
seseorang melakukan aktivitas penguatan otot. Set dan pengulangan
menggambarkan berapa kali seseorang melakukan aktivitas penguatan
otot, contohnya mengangkat beban atau melakukan push-up yang
sebanding dengan durasi untuk aktivitas aerobik (Widayati, 2020).
Seseorang yang tidak aktif berkegiatan fisik cenderung memiliki
frekuensi denyut jantung lebih tinggi. Hal tersebut menyebabkan otot-otot
jantung bekerja lebih keras di setiap kontraksi. Semakin keras usaha otot
jantung saat memompa darah, semakin besar tekanan yang dibebankan
pada dinding arteri. Sehingga dapat meningkatkan tahanan perifer yang
mengakibatkan kenaikan tekanan darah (Prasetya et al., 2019).
Pedoman aktivitas fisik nasional dan internasional saat ini
merekomendasikan orang dewasa harus mengakumulasi aktivitas fisik
sedang hingga kuat atau aktivitas fisik yang kuat dalam serangan
setidaknya 10 menit (Tarp et al., 2018). Intensitas aktivitas aerobik dapat
dilacak dengan dua cara, yaitu intensitas absolut dan intensitas relatif.
Intensitas absolut merupakan jumlah energi yang dikeluarkan seseorang
selama melakukan aktivitas, tanpa mempertimbangkan kebugaran
kardiorespirasi seseorang atau kapasitas aerobik. Intensitas absolut
dinyatakan dalam unit metabolik yang setara dengan tugas (MET). Pada
nilai satu meter setara dengan laju metabolisme saat beristirahat atau
pengeluaran energi ketika bangun dan duduk tenang. Aktivitas intensitas
sedang memiliki nilai MET dari 3 – 5,9 MET, aktivitas intensitas tinggi
memiliki nilai MET 6 atau lebih besar (Pramono et al., 2019).
Intensitas adalah tingkat pengeluaran energi dari aktivitas. Semakin
intens aktivitasnya, semakin besar biaya metabolisme per unit waktu.
Seseorang dianggap aktif ketika melakukan aktivitas fisik setidaknya
selama 30 menit per hari, tiga hari per minggu selama tiga bulan.
Kepatuhan pada latihan dicapai ketika dalam latihan konsisten setidaknya
selama enam bulan lamanya. Latihan harus pada intensitas yang
menimbulkan peningkatan detak jantung dan 12 Universitas Hasanuddin
pernapasan.. Latihan intensitas sedang sesuai kemampuan seseorang
untuk berolahraga, membuat latihan intensitas sedang dapat dicapai oleh
kebanyakan orang (Kyral et al., 2019).
Masih belum cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa 50 menit
aktivitas fisik pada 3 hari berbeda lebih baik daripada 30 menit pada 5
hari 34 dalam seminggu. Selain itu, aktivitas aerobik sangat berhubungan
terhadap penurunan risiko penyakit kronik dan aktivitas fisik aerobik ini
lebih efektif apabila dilakukan selama 3 kali atau lebih dalam seminggu.
Saat ini, beberapa pedoman tentang aktivitas fisik menjelaskan intensitas
aktivitas fisik yang tergolong moderat adalah 3.0 sampai 5.9 METs.
Intensitas rendah adalah 1.1 sampai 2.9 METs dan intensitas berat 6.0
METs ke atas. Tapi, sampai sekarang masih belum terdapat bukti yang
cukup untuk menentukan intensitas yang cocok adalah yang moderat
atau berat sehingga disarankan untuk melakukan aktivitas fisik direntan
antara keduanya (Kyral et al., 2019).
Intensitas aktivitas fisik dapat diperkirakan menggunakan metode
sebagai berikut.
1) Tes Berbicara
Metode tes berbicara mengukur intensitas dengan cara yang
sederhana, sebagai berikut:
(a) Intensitas rendah : seseorang yang beraktivitas dengan level
intensitas yang rendah seharusnya mampu untuk bernyanyi
atau melakukan percakapan norma selama aktivitas. Contohnya
berjalan biasa atau membersihkan.
(b) Intensitas moderat: seseorang yang beraktivitas dengan level
intensitas yang moderat biasanya mampu melakukan
percakapan tapi dengan sedikit kesulitan ketika dilakukan
bersamaan dengan aktivitas fisik. Contohnya berjalan cepat,
bersepeda ataupun menari.
(c) Intensitas berat : jika seseorang mulai kesulitan untuk bernapas
atau tidak bisa melakukan percakapan dengan mudah, maka
aktivitas itu menunjukkan tingkat aktivitas fisik yang berat.
Contohnya sepak bola, berlari, dan lain– lain.
2) Detak jantung Detak jantung dapat diukur dengan mudah salah
satunya di bagian pergelangan tangan (Arteri radial) atau di leher
(arteri karotis) dan bisa dikonversi kedalam jumlah detak jantung per
menit /beats per minute (bpm). Seseorang dapat mengukur denyut
jantungnya dalam satu menit penuh atau dengan menggunakan
waktu yang lebih singkat (15,20 atau 30 detik). Pengetahuan
seseorang tentang denyut nadi istirahat dengan denyut nadi
maksimal dibutuhkan untuk mengukur intensitas aktivitas fisik
secara efektif. Denyut nadi istirahat cocok diukur ketika seseorang
benar–benar dalam keadaan istirahat. Denyut nadi maksimal
seringkali diukur menggunakan persamaan sederhana “220 –
umur”. Contohnya jika seorang anak berusia 15 tahun, maka
estimasi denyut nadi maksimalnya adalah 220 – 15 = 205 bpm.
Metode terbaik untuk menentukan target denyut nadi seseorang
untuk memantau intensitas aktivitas fisik dalam menggunakan
teknik yang disebut the heart rate reserve (HRR). Juga dikenal
sebagai the karvonen method. Pada metode ini denyut nadi
maksimal dikurang denyut nadi istirahat.
3) Rating of perceived exertion (RPE) menggunakan skala borg RPE
adalah tingkatan seberapa besar tingkat aktivitas fisik yang
seseorang rasakan (Gambar 7).
Gambar 2.1. Skala Borg

Sumber:Physical activity guidelines for children & adolescent


4) Tingkat Metabolic Equivalent (MET)
MET merupakan jumlah energy (oksigen) yang digunakan oleh
tubuh saat duduk diam, contohnya membaca buku. Semakin tinggi
intensitas kerja maka semakin tinggi tingkat MET. Setiap aktivitas yang
membakar 3-6 MET menunjukkan intensitas yang moderat dan setiap
aktivitas yang membakar lebih dari 6 MET menunjukkan intensitas
yang berat. Lebih lanjut, dapat dilihat dari tabel berikut:

Table 2.1
Intensity (METS) Berdasarkan Aktivitas

Activity Intensity Intensity Energy expenditure


(METS) (kcal equivalent, for a
person of 30kg doing
the activity for 30
mins)

1. Ironing Light 2.3 35


2. Cleaning & dusting Light 2.5 37
3. Walking-strolling, Light 2.5 37
3-4 km/h
4. Painting/decorating Moderate 3.0 45
5. Walking-4-6 km/h Moderate 3.3 50
6. Hoovering Moderate 3.5 53
7. Golf-walking, Moderate 4.3 65
pulling clubs
8. Badminton-social Moderate 4.5 68
9. Tennis-doubles Moderate 5.0 75
10. Walking- brisk, >6 Moderate 5.0 75
km/h
11. Mowing Moderate 5.5 83
lawn-walking,
using power
mower Moderate 6.0 90
12. Cycling-16-19 Vigorous 6.5 93
km/h Vigorous 8.0 120
13. Aerobic dancing Vigorous 8.0 120
14. Cycling-19-22
km/h
15. Swimming - slow Vigorous 8.0 120
crawl, Vigorous 10.0 150
45m per minute Vigorous 11.5 173
16. Tennis-singles Vigorous 13.5 203
17. Running-9-10 km/h
18. Running-10-12
km/h
19. Running-12-14
km/h

Adapun tingkat aktivitas fisik yang disarankan WHO untuk remaja


yaitu dalam rentan moderat sampai intensitas berat. Aktivitas fisik yang
dengan intensitas moderat dapat dilakukan dengan waktu 150 menit
dalam seminggu dan untuk intensitas berat dapat dilakukan sekitar 75
menit dalam seminggu. Selain itu, berdasarkan American College of
Sport Medicine (ACSM) intensitas untuk aktivitas fisik yaitu minimal 30
menit dalam 5 hari atau intensitas berat minimal 20 menit dalam 3 hari
(Riebe, Ehrman, Liguori, & Magal, 2018).
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik menurut
Besty (2019) sebagai berikut:
a. Umur Aktivitas fisik pada remaja hingga dewasa dapat meningkat
sampai mencapai maksimal di usia 25 – 30 tahun, kemudian akan
terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh,
diperkirakan sebesar 0,8-1% per tahun, akan tetapi jika seseorang
rajin berolahraga penurunan tersebut bisa dikurangi hingga
separuhnya.
b. Jenis Kelamin Saat mengalami masa pubertas biasanya aktivitas fisik
pada laki-laki hampir sama dengan perempuan, akan tetapi setelah
pubertas laki-laki biasanya mempunyai nilai yang jauh lebih besar
dibandingkan perempuan.
c. Pola Makan Makanan menjadi salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi aktivitas. Hal ini dikarenakan apabila jumlah makanan
dan porsi pada makanan lebih banyak, maka tubuh akan merasa
mudah lelah dan tidak ingin menjalankan aktivitas seperti olahraga
atau terlibat dengan aktivitas lainnya. Kandungan makanan yang
berlemak banyak mempengaruhi tubuh untuk melakukan aktivitas
sehari-hari ataupun berolahraga. Untuk itu, diharapkan makanan yang
akan dikonsumsi dipertimbangkan terlebih dahulu kandungan gizi di
dalamnya sehingga tubuh tidak mengalami kelebihan energi namun
tidak dapat dikeluarkan secara maksimal.
d. Penyakit atau Kelainan pada Tubuh Penyakit atau kelainan pada
tubuh ini berpengaruh terhadap postur tubuh, obesitas, kapasitas
jantung paru, hemoglobin atau sel darah dan serat otot. Apabila
terdapat kelainan pada tubuh tersebut, maka akan mempengaruhi
aktivitas yang akan dilakukan. Misalnya, jika seseorang kekurangan
sel darah merah, maka tidak diizinkan untuk melakukan olahraga atau
aktivitas yang berat. Selain itu, obesitas juga menjadikan kesulitan
ketika melakukan aktivitas fisik.
6. Manfaat Aktivitas Fisik
Ada beberapa manfaat dari aktivitas yang dilakukan secara reguler serta
dengan frekuensi dan intensitas yang teratur yaitu sebagai berikut.
a) Kesehatan Otak Penemuan yang dipublikasi dalam jurnal cell
metabolism menunjukkan bahwa terdapat pengaruh tingkat aktivitas
fisik terhadap fungsi kognitif. Karena aktivitas fisik yang teratur akan
memperbaiki metabolisme dalam otak dan membuat peredaran lancar
ke otak. Aktivitas fisik yang rutin dan sederhana dapat meningkatkan
kesehatan sistem saraf pusat Terdapat bukti yang kuat bahwa
aktivitas fisik dapat mempengaruhi kondisi kesehatan otak. Banyak
studi yang menunjukkan bahwa aktivitas fisik memiliki pengaruh yang
luas terhadap otak manusia termasuk dalam mempengaruhi tingkat
depresi, memori, fungsi eksekutif maupun belajar (Powers & Howley,
2018).
b) Menurunkan Resiko Penyakit Jantung Jantung dibungkus oleh otot
dan butuh aktivitas fisik yang baik untuk membuat otot-otot jantung
tersebut tetap dalam kondisi yang sama. Ketika seseorang melakukan
aktivitas fisik, jantung akan memompa lebih banyak darah ke seluruh
tubuh serta kerja optimal jantung yang berkelanjutan. Hal ini akan
membuat jantung tetap sehat. Aktivitas fisik yang teratur akan
membuat pembuluh darah arteri dan pembuluh darah lainnya menjadi
lebih fleksibel sehingga membuat peredaran darah menjadi lancar dan
menjaga tekanan darah tetap normal. Hal ini juga akan membuat
tingkat kolesterol dalam darah tetap normal (Elmagd, 2016). Aktivitas
fisik yang teratur juga akan mengurangi resiko stroke. Berdasarkan
American Heart Association (AHA) aktivitas fisik optimal selama 30
menit dalam sehari dan dilakukan selama 5 hari dalam seminggu
dapat meningkatkan kesehatan jantung dan mengurangi resiko
penyakit jantung (Elmagd, 2016).
c) Kekuatan Otot dan Tulang Aktivitas fisik melibatkan kontraksi otot
yang berkelanjutan baik untuk durasi yang pendek maupun durasi
yang panjang tergantung pada jenis aktivitas fisiknya. Aktivitas
penguatan otot akan membantu meningkatkan ataupun menjaga
massa dan kekuatan otot. Dengan adanya kekuatan otot dan ligamen
akan mengurangi resiko cedera pada sendi. Selain itu, peningkatan
intensitas aktivitas fisik akan meningkatkan sistem sirkulasi dan
respirasi sehingga bisa memberikan suplai oksigen dan glukosa ke
otot. Penelitian menunjukkan bahwa dengan melakukan aktivitas fisik
yang teratur setidaknya dengan intensitas yang moderat bisa
menghambat penurunan densitas tulang karena penuaan (Elmagd,
2016).
d) Mencegah Obesitas Obesitas dan kelebihan berat badan sangat
berhubungan dengan peningkatan risiko hipertensi, osteoarthritis,
kolesterol dan trigliserida, diabetes tipe 2, penyakit jantung koroner,
kanker dan penyakit pernapasan. Aktivitas fisik yang teratur akan
membantu mencegah obesitas ataupun kelebihan berat badan karena
aktivitas fisik tersebut mampu membakar kalori dalam tubuh. Semakin
tinggi tingkat aktivitas fisik maka semakin tinggi pula kalori yang
dibakar (Elmagd, 2016).
e) Mengurangi Stres dan Kecemasan Mengurangi tingkat stres adalah
salah satu manfaat aktivitas fisik dari segi mental. Aktivitas fisik yang
teratur dapat meningkatkan konsentrasi norepinefrin yaitu sebuah
neurotransmitter dalam otak yang merespon terhadap stres. Jadi,
semakin tinggi tingkat aktivitas fisik maka semakin 40 rendah
kemungkinan untuk mengalami stres. Selain itu, aktivitas fisik juga
mampu meningkatkan kualitas tidur sehingga hal tersebut juga
mampu menurunkan tingkat stres (Elmagd, 2016).
C. Tinjauan Umum Tentang Kualitas Tidur
1. Definisi Tidur adalah suatu keadaan tak sadar yang dapat
dibangunkandengan pemberian rangsang sensorik atau rangsang lainnya
(Guyton, 2012 dalam Zafirah, 2017). Sedangkan menurut Reza et al.,
(2019) tidur adalah proses yang memberikan istirahat total bagi mental
dan aktivitas fisik manusia, kecuali fungsi beberapa organ vital seperti
jantung, paru-paru, hati, sirkulasi darah dan organ dalam lainnya.
Kualitas tidur didefinisikan sebagai suatu bentuk kepuasan
seseorang selama keadaan tidur, mengintegrasikan terhadap aspek
inisiasi sebelum tidur, kondisi saat sedang tidur, kuantitas tidur dan
kesegaran saat bangun tidur (Ohayon et al., 2017). Kualitas tidur adalah
suatu kemampuan seseorang untuk tetap tertidur dan mendapatkan
jumlah tidur REM dan NREM yang baik sehingga tidur akan merasa
tenang, segar dipagi hari dan semangat melakukan aktivitas. Penilaian
kualitas tidur dapat diukur dengan menggunakan suatu kuesioner yang
telah diakui secara internasional yaitu kuesioner Pittsburgh Sleep Quality
Index (PSQI) dan interval penilaiannya satu bulan (Agustin, 2012 dalam
Zafirah, 2017).
2. Fungsi Tidur
Adapun fungsi tidur adalah sebagai berikut.
a) Sistem kardiovaskular
Pada saat dalam kondisi tidur, terjadi aktivitas sistem saraf otonom
sehingga terjadi perubahan tekanan darah dan denyut jantung. Pada
Saat tidur dengan Rapid Eye Movement (REM) kecepatan jantung
dan tekanan darah terjadi penurunan secara ringan sedangkan tidur
Non Rapid Eye Movement (NREM) irregular sehingga hal ini sangat
baik bagi penderita tekanan darah tingg (hipertensi). Selain itu, risiko
infark miokard biasanya terjadi pada pagi hari karena denyut jantung
dan tekanan darah meningkat ketika pagi hari saat bangun dari
kondisi tidur (Frank, 2015).
Tidur NREM dan REM mempunyai pengaruh terhadap memori
dan kemampuan belajar. Pada tidur NREM berhubungan dengan
kemampuan memori deklaratif sedangkan tidur REM berpengaruh
terhadap memori prosedural (Pratyaksa, 2015). Adanya gelombang
sleep spindel pada tidur NREM sebagai konsolidasi memori atau
perubahan memori jangka pendek ke jangka panjang yang sering
disebut memori deklaratif (Zafirah, 2017).
b) Aliran darah serebral
Adanya peningkatan metabolisme dan aliran darah di daerah otak
tertentu selama tidur REM, dibandingkan dengan terjaga, seperti
sistem limbik (yang daerah terlibat dengan emosi) dan visual. Hal itu
sangat penting karenaaliran darah yang tersumbat dapat
menyebabkan gangguan pada otak (Zafirah, 2017).
c) Ginjal Ada ekskresi penurunan natrium, kalium, klorida dan kalsium
selama tidur yang memungkinkan untuk lebih terkonsentrasi da
mengurangi aliran urin. Perubahan Yang terjadi selama tidur dalam
fungsi ginjal kompleks dan termasuk perubahan dalam aliran darah
ginjal, filtrasi glomerulus, sekresi hormon, dan stimulasi saraf
simpatis.Hal ini berarti tidur memiliki fungsi penting untuk orang yang
memiliki penyakit pada ginjal (Zafirah, 2017).
d) Endokrin Fungsi endokrin seperti hormon pertumbuhan, tiroid hormon,
dan sekresi melatonin dipengaruhi oleh tidur.Selain itu kekurangan
tidur dapat meningkatkan nafsumakan. Insufisiensi tidur dikaitkan
dengan penurunan hormon leptin, yang diproduksi oleh adiposa.
Hormon iniberungsi menekan nafsu makan sehingga kekurangan
hormon ini dapat menyebabkan kegemukan bahkan obesitas pada
tubuh (Zafirah, 2017).
Penilaian Kualitas Tidur Menurut Yi et al (2006) kualitas tidur secara
umum mempengaruhi kesehatan dan kualitas hidup secara
keseluruhan. Hermawati, dkk (2010) menyebutkan bahwa kualitas
tidur diperkirakan melibatkan estimasi kualitas istirahat sebagai polling
atau jurnal istirahat, polisomnografi nokturnal, dan multiple sleep
latency test. (Adrianti, 2017)
3. Penilaian Kualitas Tidur
Menurut Yi et al (2006) kualitas tidur secara umum mempengaruhi
kesehatan dan kualitas hidup secara keseluruhan. Hermawati, dkk (2010)
menyebutkan bahwa kualitas tidur diperkirakan melibatkan estimasi
kualitas istirahat sebagai polling atau jurnal istirahat, polisomnografi
nokturnal, dan multiple sleep latency test. Pengukuran kualitas tidur telah
dilakukan oleh beberapa peneliti. Yi, Si, dan Shin (2006) memperkirakan
kualitas tidur yang disebut Sleep Quality Scale (SQS). (J.Buysse et al.,
1989) dalam Rush (2000) mengarahkan tinjauan pada estimasi kualitas
tidur menggunakan instrumen estimasi kualitas tidur yang disebut
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI (Adrianti, 2017).
PSQI adalah instrumen menarik yang digunakan untuk mengukur
kualitas tidur dan desain tidur pada orang dewasa. PSQI diciptakan untuk
mengukur dan memisahkan orang dengan kualitas tidur yang baik dan
kualitas tidur yang buruk. Kualitas tidur adalah kekhasan yang rumit dan
mencakup beberapa aspek yang semuanya dapat tercakup dalam PSQI.
Aspek-aspek ini mencakup:
a. Kualitas tidur subjektif Evaluasi subjektif kualitas tidur adalah evaluasi
singkat tidur seseorang tentang apakah tidurnya sangat baik atau
sangat buruk (J.Buysse et al., 1989).
b. Latensi tidur Latensi tidur adalah lamanya dari mulainya tertidur.
Seseorang dengan kualitas istirahat yang baik menghabiskan waktu
kurang dari 15 menit untuk memiliki pilihan untuk memasuki fase
istirahat total berikutnya. Kemudian lagi, lebih dari 20 menit
menunjukkan tingkat kurang tidur, misalnya seseorang yang
mengalami masalah memasuki fase istirahat berikutnya (J.Buysse et
al., 1989).
c. Durasi tidur Waktu tidur ditentukan dari waktu seseorang tertidur
sampai dia bangun menjelang awal hari tanpa mengacu pada bangun
di malam hari. Orang dewasa yang dapat beristirahat lebih dari 7 jam
secara konsisten dapat dikatakan memiliki kualitas tidur yang baik
(J.Buysse et al., 1989).
d. Efisiensi kebiasaan tidur Efektivitas kebiasaan tidur adalah proporsi
tingkat antara jumlah total waktu istirahat panjang yang dipisahkan
dengan jumlah jam yang dihabiskan di tempat tidur. Seseorang
dikatakan memiliki kualitas tidur yang baik dengan asumsi
kemampuan kecenderungan tidurnya lebih dari 85% (J.Buysse et al.,
1989)
e. Gangguan tidur Gangguan tidur adalah keadaan terganggunya tidur di
mana istirahat individu dan bangun berubah dari kebiasaan mereka,
hal ini menyebabkan penurunan baik jumlah dan sifat tidur seseorang
(J.Buysse et al., 1989).
f. Penggunaan obat Penggunaan obat-obatan yang mengandung
sedatif menunjukkan masalah istirahat. Obat-obatan mempengaruhi
tidur yang mengganggu pada tahap REM. Oleh karena itu, setelah
mengkonsumsi obat-obatan yang mengandung obat penenang,
seseorang akan dihadapkan pada masalah mengantuk yang disertai
dengan berulangnya bangun di malam hari dan kesulitan untuk
tertidur kembali, yang semuanya secara langsung akan
mempengaruhi sifat tidurnya (J.Buysse et al., 1989).
g. Disfungsi di siang hari Seseorang dengan kualitas tidur yang kurang
baik menunjukkan kondisi lesu ketika beraktivitas di siang hari, tidak
adanya energi atau pertimbangan, tertidur sepanjang hari, kelelahan,
depresi, mudah mengalami masalah, dan penurunan kapasitas untuk
bergerak (J.Buysse et al., 1989).
Sejumlah besar aspek ini disurvei sebagai pertanyaan dan
memiliki beban masing-masing sesuai standar (Smyth, 2012). Survei
PSQI terdiri dari 9 pertanyaan dengan setiap pertanyaan memiliki skor
0-3. Skor lengkap diperoleh dengan memasukkan skor part 1-7
dengan cakupan 0-21. Skor lebih dari 5 menunjukkan desain istirahat
yang tidak menguntungkan. Survei ini telah diuji validitas dan
reliabilitas. (Cronbach's alpha) yaitu 0,83 (Adrianti, 2017).

D. Tinjauan Hubungan Aktivitas Fisik dengan Performa Akademik


Beberapa tahun terakhir, masyarakat dapat melihat secara tidak langsung
mengenai dampak yang serius dari rendahnya aktivitas fisik di lingkungan
peserta didik. Kurangnya aktivitas fisik dapat memicu terjadinya beberapa
penyakit, salah satunya obesitas dan diabetes. Selain itu, rendahnya aktivitas
fisik dalam prosedur belajar akan memberikan dampak bagi performa
akademik peserta didik. Aktivitas fisik yang teratur dapat memberikan
dampak yang positif terhadap kemampuan verbal maupun nonverbal,
pemikiran yang kritis, spasial dan numerik pada remaja (Kayani et al., 2018).
Sebagian besar penelitian telah menemukan hubungan positif antara
aktivitas fisik, kinerja peserta didik dan kognisi di kalangan remaja
(Esteban-Cornejo et al., 2015 dalam Herting & Chu, 2017). Sebagai contoh,
tingkat aktivitas fisik telah ditemukan berhubungan positif dengan pengukuran
kinerja akademik, seperti membaca dan prestasi matematika maupun
linguistik pada remaja.
Dalam sebuah laporan penelitian yang berskala besar di Minnesota,
aktivitas fisik sekolah menengah dan tinggi dan partisipasi tim olahraga
memprediksi nilai rata-rata poin yang lebih tinggi (Fox et al., 2010 dalam
Herting & Chu, 2017); dengan hubungan yang serupa juga ditemukan di
antara peserta didik sekolah menengah di Hong Kong, Islandia dan Australia.
Sebuah studi yang lebih baru juga menemukan bahwa aktivitas fisik yang
lebih tinggi di luar sekolah (dilaporkan melalui rentan waktu 3 hari) secara
signifikan berkaitan dengan nilai akademik (Herting & Chu, 2017). Aktivitas
fisik dapat mempengaruhi fungsi eksekutif di otak. Fungsi eksekutif ini
berkaitan dengan atensi, perencanaan, penyelesaian masalah, memori kerja,
membuat keputusan dan kontrol inhibisi (Herting & Chu, 2017).
Selain itu, aktivitas fisik juga memiliki pengaruh terhadap self-esteem
(Kayani et al., 2018) , kecemasan dan depresi (Kandola, Ashdown-Franks,
Hendrikse, Sabiston, & Stubbs, 2019). Selain dampak positif yang signifikan,
beberapa penelitian juga mengemukakan terkait lemahnya korelasi antara
aktivitas fisik terhadap performa akademik berdasarkan. Terdapat 28 studi
cross-sectional dan 16 studi perlakuan dengan subjek umur 4 sampai 18
tahun yang menunjukkan bahwa korelasi antara aktivitas fisik dengan
performa akademik masih lemah bahkan beberapa menunjukkan tidak
terdapat korelasi sama sekali (Kayani et al., 2018)
Penelitian yang dilakukan Maria, 2019 didapatkan Hipotesis , yaitu
terdapat pengaruh antara aktivitas fisik terhadap prestasi akademik
mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida Angkatan 2019. data diuji dengan Uji
T terhadap tingkat signifikansi tertentu. Berdasarkan uji parsial dengan nilai
signifikansi 0,406 (>0,05) yang menunjukkan adanya pengaruh antara
aktivitas fisik terhadap prestasi akademik.

E. Tinjauan Hubungan Kualitas Tidur dengan Performa Akademik


Defisit dalam fungsi kognitif sebagai konsekuensi dari kurang tidur sangat
lazim di masyarakat modern di mana tuntutan sosial dan pekerjaan
membuatnya harus mengorbankan waktu tidur, untuk meningkatkan
produktivitas. Adanya defisit fungsi kognitif sangat merugikan karena secara
langsung menyebabkan gangguan dalam proses belajar dan memori di
tingkat sel. Hal ini menyiratkan bahwa tidur memainkan peran penting dalam
fungsi kognitif seperti atensi, emosi dan memori sehingga akan berpengaruh
signifikan terhadap performa akademik (Badicu, 2018).
Tidur dapat mempengaruhi bagian-bagian tertentu dari otak, terutama
lobus frontal (Zafirah, 2017). Tidur memiliki banyak fungsi seperti maturasi
persarafan, fasilitas belajar atau memori, kognisi, dan lalu lintas energi
metabolisme (Mirghani et al., 2015). Kualitas tidur memiliki korelasi yang
signifikan terkait tingkat prestasi dan pencapaian akademik (Mirghani et al.,
2015).
Penelitian yang dilakukan Maria, 2019 didapatkan Hipotesis, yaitu
terdapat pengaruh antara kualitas tidur terhadap prestasi akademik
mahasiswa Kedokteran Ukrida Angkatan 2019. Data ini diuji dengan Uji T
untuk melihat pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap
variabel dependen dengan cara membandingkan p-value terhadap tingkat
signifikansi tertentu. Berdasarkan uji parsial dengan nilai signifikansi 0,220
(>0,05) yang menunjukkan adanya pengaruh antara kualitas tidur terhadap
prestasi akademik.
23

F. KerangkaTeori

Gambar 2.2
Kerangka Teori
Sumber: Modifikasi Notoatmodjo, 2007; Bustan, 2007; Herlinawati, 2013

Anda mungkin juga menyukai