1. Definisi Performa akademik merupakan tingkat pengetahuan yang diperoleh seseorang selama periode akademik untuk suatu mata pelajaran atau sekelompok mata pelajaran yang dipelajari seseorang pada tahun akademik ataupun dalam satu semester(Kayani et al., 2018). Menurut MacFarlane (2002) dalam Dube & Mlotshwa, (2018) performa akademik merupakan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan pembelajaran dengan berbagai tugas dan ujian yang diberikan oleh instruktur ataupun guru mereka. Performa akademik adalah bagaimana kemampuan seorang peserta didik dalam mencapai hasil belajar yang melalui grade point average (GPA) (Gardner & Brooks, 2018). Performa akademik merupakan hasil yang dicapai peserta didik berupa tambahan pengetahuan,pengalaman, dan latihan yang baru dan diwujudkan dalam bentuk nilai dari guru kepada peserta didik pada jangka waktu tertentu yang dioperasionalkan dalam bentuk indikator–indikator berupa nilai rapor, indeks prestasi studi, angka kelulusan, predikat keberhasilan, dan semacamnya (Zafirah, 2017). 2. Faktor yang Mempengaruhi Beberapa penelitian menemukan beberapa faktor yang berpengaruh signifikan pada performa akademik remaja yaitu: a) Umur Berdasarkan penelitian yang ada, umur tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap performa akademik karena semua sistem pendidikan biasanya telah mempertimbangkan proporsi pelajaran yang akan diberikan berdasarkan usia-usia tertentu. Selain itu, pada usia-usia tertentu penjagaan orang tua juga perlu diperhatikan agar seorang anak tidak terpengaruh oleh pergaulan yang salah karena pada usia yang belum dewasa, seorang anak akan mudah mengikuti sesuatu yang baru menurut dia tanpa mempertimbangkan dampak yang akan ditimbulkan. Sehingga hal ini akan berdampak pula pada performa akademiknya (Navarro, García-Rubio, & Olivares, 2015). b) Gender Hubungan antara gender dengan performa akademik telah menjadi bahan diskusi untuk beberapa dekade belakangan ini. Dapat ditemukan celah antara performa akademik antara laki-laki dan perempuan, dimana perempuan lebih baik dibanding laki-laki dalam hal performa akademik (Navarro, García-Rubio, & Olivares, 2015). Beberapa penelitian secara signifikan menunjukkan bahwa gender menjadi salah satu variabel yang berpengaruh dalam menentukan performa akademik. Sebagai contohnya, peneliti telah menemukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam pencapaian di bidang ilmu sains. Dalam sebuah meta analisis yang dilakukan terhadap 77 studi pada tahun 1980-1991 antara peserta didik sekolah menengah pertama dengan sekolah menengah atas, ditemukan secara signifikan bahwa laki-laki lebih unggul untuk dibidang sains (Navarro, García-Rubio, & Olivares, 2015). Berdasarkan data dari National Assessment of Educational Progress (NAEP) menyimpulkan bahwa peserta didik laki-laki lebih memungkinkan dibanding perempuan dalam mencoba memperbaiki peralatan mekanik dan elektrik. Sebaliknya peserta didik perempuan lebih cenderung mencoba melakukan diagnosis masalah pada tumbuhan dan hewan dibanding laki-laki. Jadi, pada umumnya meskipun dikatakan bahwa laki-laki lebih cenderung memiliki tingkat prestasi yang lebih baik dibanding perempuan tapi hal itu bergantung lagi pada jenis dan bidang ilmunya (Navarro, García-Rubio, & Olivares, 2015). c) Aktivitas Fisik Dalam ilmu kesehatan masyarakat, aktivitas fisik merupakan suatu bentuk pergerakan yang memiliki banyak dampak positif bagi kesehatan termasuk dalam hal kognitif. Menurut Kayani S. et al (2018) beberapa literatur menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara aktivitas fisik dengan performa akademik. Penelitian yang dilakukan oleh Trudeau & Shephard (2008) dalam Kayani S. et al. (2018), menguji perbandingan antara peserta didik yang aktif dengan peserta didik yang tidak aktif melakukan aktivitas fisik, menunjukkan hasil yang signifikan terkait korelasi positif antara aktivitas fisik dengan performa akademik karena latihan fisik yang teratur efektif dalam meningkatkan koneksi inter-neuron serta meningkatkan atensi. Selain itu, terdapat pula penelitian yang mengemukakan terkait korelasi antara aktivitas fisik dengan performa akademik masih lemah karena efek dari aktivitas fisik tidak secara langsung memperbaiki ataupun meningkatkan performa akademik melainkan melalui sistem di dalam tubuh seperti kesehatan jasmani, penurunan tingkat depresi dan meningkatkan kualitas tidur sehingga hal tersebut mampu mempengaruhi kemampuan belajar (Kayani et al., 2018). d) Kualitas Tidur Tidur dapat mempengaruhi bagian-bagian tertentu dari otak, terutama lobus frontal. Lobus frontal berfungsi mengontrol membuat keputusan, rencana untuk masa depan dan menghambat perilaku yang tidak diinginkan secara sosial (Williams dan Aderanti, 2014 dalam Zafirah, 2017). Selain itu, tidur memiliki fungsi yang sangat penting terutama dalam proses konsolidasi memori, belajar, pengambilan keputusan, dan berpikir kritis. Hal-hal tersebut sangat diperlukan untuk operasi yang optimal dari fungsi kognitif terkait dengan keberhasilan dalam bidang akademik dan sosial. Pada saat tidur ada dua macam efek fisiologis utama yaitu efek pada sistem sarafnya sendiri dan sistem fungsional tubuh lainnya. Tidur memiliki banyak fungsi seperti maturasi persarafan, fasilitas belajar atau memori, kognisi, dan lalu lintas energi metabolisme (Mirghani et al., 2015). e) Etnik Mulai abad ke-21 ini, multikultural di sekolah semakin banyak baik antar suku bangsa maupun antar Negara. Hal ini dapat berdampak pada performa akademik anak disekolah karena dengan adanya perbedaan kultural maka kemungkinan besar cara bersikap seseorang akan berbeda pula sehingga hal ini bisa mempengaruhi konsentrasi dan kenyamanan 13 dalam belajar di dalam ruangan (Mok, Martiny, Gleibs, Keller, & Froehlich, 2016). Menurut Osterman, sebenarnya tidak terlalu penting untuk menilai hubungan antara etnik dan performa akademik. Akan tetapi, dampak dari perbedaan kultural akan mempengaruhi kondisi psikologis peserta didik yang selanjutnya berdampak pada kualitas atensi sehingga penelitian tentang variabel ini mulai banyak dilakukan. Salah satu contohnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Ejik V. & Sleegers ,2010 dalam Mok et al., (2016) tentang pengaruh komposisi etnik di dalam kelas terhadap performa peserta didik dan hasilnya adalah peserta didik yang minoritas yang dalam penelitian ini mengambil sampel orang afrika-amerika. Lingkungan Keluarga Beberapa tinjauan literatur mengemukakan bahwa lingkungan keluarga sangat berperan penting dalam menentukan performa akademik peserta didik. Menurut Saleh M. (2014), keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama dalam masyarakat, karena dalam keluargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Bentuk dan isi serta cara-cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya watak,budi pekerti dan kepribadian tiap manusia. Lingkungan keluarga meliputi pendidikan orang tua serta sosial dan ekonomi. Pada umumnya pengetahuan orang tua sangat menentukan pendidikan keluarga (anak-anaknya). Tingkat pendidikan orang tua akan berpengaruh pada proses pendidikan dan pencapaian akademik anak-anaknya (Gardner & Brooks, 2018). Perhatian dengan penuh kasih sayang terhadap pendidikan anak harus selalu dilakukan Karena hal tersebut akan menumbuhkan aktivitas positif pada anak sebagai suatu potensi yang sangat berharga untuk menghadapi masa depan. Perhatian yang dimaksud adalah bagaimana orang tua mampu bijak dalam memberikan bimbingan belajar terhadap anaknya di rumah, memperhatikan kebutuhan yang berpotensi menunjang pelajaran, memberikan semangat dan motivasi belajar, memberikan pengawasan serta menanamkan kepada anak terkait pentingnya belajar (Gardner & Brooks, 2018). Tingginya tingkat pendidikan orang tua diharapkan dapat menunjang kualitas perhatian orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya karena orang tua yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih percaya diri pada kemampuan mereka dalam membantu anak-anaknya belajar. Dengan adanya tingkat keyakinan dan kepercayaan diri yang tinggi maka diperkirakan hal tersebut berpengaruh signifikan terhadap kemampuan akademis anak-anak (Gardner & Brooks, 2018). f) Kebiasaan Belajar Kebiasaan belajar biasanya dapat diprediksi melalui tingkatan kelas karena kemungkinan besar tingkatan kelas peserta didik berhubungan terhadap kebiasaan belajar mereka. Maka dari itu, peserta didik dengan tingkatan kelas yang rendah biasanya memiliki kebiasaan belajar yang rendah dibanding peserta didik dengan tingkatan kelas lebih tinggi. Kemampuan belajar dan pendekatan yang digunakan dalam belajar meliputi, manajemen waktu, penggunaan sumber informasi, catatan dalam kelas, komunikasi dengan guru, persiapan sebelum ujian dan beberapa strategi belajar lainnya. Penelitian menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara kebiasaan belajar terhadap performa akademik (Soares, et al. 2009 dalam Shahzadi & Ahmad, 2015). g) Kemampuan Belajar Penelitian baru-baru ini mengembangkan bahwa kebiasaan dan kemampuan belajar sangat berpengaruh penting terhadap performa akademik dan ingatan peserta didik. Maka dari itu, ketika kita ingin meningkatkan performa akademik peserta didik salah satu yang perlu difokuskan adalah strategi belajar yang tepat (Soares, et al. 2009 dalam Shahzadi & Ahmad, 2015). Selain itu, pengaruh strategi pembelajaran terhadap prestasi akademik jauh lebih sedikit diselidiki, terlepas dari kepentingan teoritis dan prevalensinya dalam laporan internasional. Pada tahun 1998 Jere Brophy dalam Shahzadi A. & Ahmad Z. (2015) menunjukkan bahwa peningkatan waktu yang dihabiskan untuk kegiatan pembelajaran menghasilkan peningkatan pembelajaran, asalkan guru itu kompeten dan bahwa kegiatan belajar dirancang dan diimplementasikan secara efektif. h) Lingkungan akademik Penelitian menunjukkan bahwa kegiatan seperti memberikan nasihat pada peserta didik dapat meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam menambah pengalaman pendidikan mereka. Sekolah maupun perguruan tinggi dapat menggunakan perencanaan strategis untuk merancang program dalam memberikan masukan dan nasehat berdasarkan hubungan tanggung jawab bersama dan fokus pada keberhasilan peserta didik. Penelitian tentang hasil positif dari peran sekolah atau staf akademika terhadap beragam kebutuhan peserta didik yang membentuk populasi peserta didik saat ini menunjukkan bahwa metode baru dalam membangun interaksi antara pihak sekolah dengan peserta didik. Penelitian juga menunjukkan bahwa interaksi yang intens dan bermakna antara seluruh subjek yang ada di sekolah termasuk antara peserta didik maupun tenaga pendidik, terutama kontak yang berfokus pada masalah intelektual atau yang berhubungan dengan karir, tampaknya meningkatkan keaktifan dan motivasi peserta didik. Beberapa penelitian tersebut dapat menjadi pedoman penting bagi para pendidik, karena mereka memiliki kapasitas untuk meningkatkan interaksi yang berkesan dengan peserta didik dan mendorong mereka untuk bertahan di sekolah. Ketika ada dasar yang kuat dari komunitas perguruan tinggi merencanakan untuk, mengimplementasikan, dan mengevaluasi penyedia layanan konseling, memberi nasihat dapat menjadi cara yang efektif dari institusi untuk dapat meningkatkan hasil pendidikan di sekolah. Faktor lain yang sangat penting dalam menetapkan tingkat retensi tinggi di sebuah perguruan tinggi adalah sejauh mana peserta didik membangun hubungan pribadi dan profesional yang erat dan mendukung dengan fakultas dan orang-orang penting lainnya di kampus (Shahzadi & Ahmad, 2015).
B. Tinjauan Umum Tentang Aktivitas Fisik
1. Definisi Aktivitas Fisik Aktivitas fisik merupakan pergerakan tubuh dihasilkan otot-otot rangka dan membutuhkan energi. Aktivitas fisik melibatkan proses biokimia dan biomekanik. Aktivitas fisik merupakan semua kegiatan dari tidur, menonton TV, hiburan dan kegiatannya lainnya. Aktivitas fisik dikelompokkan berdasarkan jenis dan intensitas. Kebanyakan orang seringkali menggunakan istilah aktivitas fisik dengan latihan olahraga atau exercise. Secara definisi, latihan olahraga adalah bagian dari aktivitas fisik dan dapat dikatakan sebagai aktivitas fisik yang terencana, teratur, repetitif dan bertujuan untuk menjaga kesehatan tubuh. Energi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu aktivitas dapat diukur dalam kilojoule atau kilocalories. satu kalori sama dengan 4,16 joule atau satu kilogram kalori sama dengan 1.000 kalori atau 4.186 kalori (Kristiyandaru et al., 2020). Menurut WHO, aktivitas fisik merupakan gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya dari setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian global (Prasetya et al., 2019) 2. Jenis Aktivitas Fisik Menurut Swartawan (2018) terdapat 2 jenis aktivitas fisik yang biasanya dilakukan yaitu : a. Aktivitas Aerobik Aktivitas aerobik biasa disebut dengan aktivitas ketahanan yang berarti dimana orang yang melakukannya melibatkan pergerakan 11 otot-otot besar dengan intensitas yang berkelanjutan. Aktivitas ini terdiri dari tiga komponen yaitu intensitas, frekuensi serta durasi. Contohnya adalah aktivitas berjalan, bersepeda, basket, menari, berenang. Aktivitas aerobik juga menyebabkan detak jantung seseorang menjadi lebih cepat dari biasanya. Jika aktivitas ini dilakukan secara rutin maka akan dapat bermanfaat untuk kesehatan kardiovaskular. b. Aktivitas Penguatan Otot Aktivitas ini dapat memberi manfaat tambahan yang tidak didapatkan pada aktivitas aerobik, dimana aktivitas ini dapat menambah kekuatan otot dan tulang seseorang. Aktivitas ini juga sebagai upaya untuk mempertahankan massa otot dan dapat membuat otot melakukan lebih banyak pekerjaan dari yang biasa dilakukan seseorang. Contoh dari aktivitas ini adalah latihan ketahanan (push up, sit up, pull up), membawa beban berat, serta aktivitas perkebunan yang berat seperti menggali. Terdapat tiga komponen dari aktivitas penguatan otot yaitu intensitas, frekuensi, serta pengulangan. 3. Klasifikasi Aktivitas Fisik Menurut tingkat intensitasnya, aktivitas fisik dibagi menjadi aktivitas fisik ringan, sedang, dan berat. Aktivitas fisik berat dilakukan secara terus menerus selama 10 menit hingga denyut nadi dan napas bertambah lebih dari aktivitas biasanya, seperti memompa, memanjat, lari cepat, menebang pohon, mencangkul, dan lainnya. Sedangkan aktivitas fisik dengan intensitas sedang, seperti menyapu, mengepel, dan lainnya dilakukan setidaknya lima hari atau lebih, dan aktivitas seminggu setidaknya selama 150 menit. Selain kriteria di atas, maka termasuk ke dalam aktivitas fisik dengan intensitas yang ringan (Kristiyandaru, et al., 2020) Emma Pandi Wirakusumah (dalam Erwinanto, 2017) menjelaskan bahwa terdapat 3 klasifikasi aktivitas fisik, yaitu: a. Aktivitas Fisik Ringan Aktivitas fisik ringan merupakan kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari seperti istirahat (tidur) selama 8 jam, bekerja sejenis pekerjaan kantor selama 4 jam, kegiatan rumah tangga 2 jam, ½ jam kegiatan olahraga, dan 9½ sisanya adalah kegiatan ringan atau sangat ringan. b. Aktivitas Fisik Sedang Aktivitas fisik sedang meliputi setara istirahat (tidur) selama 8 jam, 8 jam pekerjaan lapangan (industri, perkebunan, dan sejenisnya), 2 jam pekerjaan rumah tangga, dan 6 jam sisanya pekerjaan ringan atau sangat ringan. c. Aktivitas Fisik Berat Aktivitas fisik berat meliputi 8 jam tidur, 4 jam pekerjaan berat seperti pekerjaan pertanian, 2 jam pekerjaan ringan, dan 10 jam sisanya pekerjaan ringan atau sangat ringan. Menurut Kemenkes (2018) berdasarkan intensitas dan besar kalorinya, aktivitas fisik diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu : 1) Aktivitas Fisik Ringan Aktivitas ini hanya membutuhkan sedikit tenaga dan biasanya tidak terlalu menimbulkan perubahan dalam pernafasan. Saat seseorang melakukan aktivitas fisik ringan masih dapat bicara hingga menyanyi dengan baik. Energi yang 13 dikeluarkan selama melakukan aktivitas fisik ringan ini sekitar 7 Kcal/ menit. 2) Aktivitas Fisik Sedang Saat seseorang melakukan aktivitas fisik sedang, maka tubuh akan sedikit berkeringat, frekuensi bernafas dan denyut jantung meningkat. Energi yang dikeluarkan selama melakukan aktivitas fisik sedang yaitu 3,5 – 7 Kcal/menit. 3) Aktivitas Fisik Berat Aktivitas fisik dapat dikatakan berat apabila selama melakukannya tubuh menghasilkan banyak keringat, adanya peningkatan frekuensi bernafas dan detak jantung hingga menyebabkan nafas tersengal-sengal. Energi yang dikeluarkan selama beraktivitas fisik berat yaitu >7 Kcal/ menit. 4. Frekuensi dan Intensitas Aktivitas Fisik Intensitas menggambarkan seberapa banyak berat atau gaya yang dapat digunakan terhadap seberapa banyak yang dapat diangkat oleh seseorang. Sedangkan frekuensi menggambarkan seberapa sering seseorang melakukan aktivitas penguatan otot. Set dan pengulangan menggambarkan berapa kali seseorang melakukan aktivitas penguatan otot, contohnya mengangkat beban atau melakukan push-up yang sebanding dengan durasi untuk aktivitas aerobik (Widayati, 2020). Seseorang yang tidak aktif berkegiatan fisik cenderung memiliki frekuensi denyut jantung lebih tinggi. Hal tersebut menyebabkan otot-otot jantung bekerja lebih keras di setiap kontraksi. Semakin keras usaha otot jantung saat memompa darah, semakin besar tekanan yang dibebankan pada dinding arteri. Sehingga dapat meningkatkan tahanan perifer yang mengakibatkan kenaikan tekanan darah (Prasetya et al., 2019). Pedoman aktivitas fisik nasional dan internasional saat ini merekomendasikan orang dewasa harus mengakumulasi aktivitas fisik sedang hingga kuat atau aktivitas fisik yang kuat dalam serangan setidaknya 10 menit (Tarp et al., 2018). Intensitas aktivitas aerobik dapat dilacak dengan dua cara, yaitu intensitas absolut dan intensitas relatif. Intensitas absolut merupakan jumlah energi yang dikeluarkan seseorang selama melakukan aktivitas, tanpa mempertimbangkan kebugaran kardiorespirasi seseorang atau kapasitas aerobik. Intensitas absolut dinyatakan dalam unit metabolik yang setara dengan tugas (MET). Pada nilai satu meter setara dengan laju metabolisme saat beristirahat atau pengeluaran energi ketika bangun dan duduk tenang. Aktivitas intensitas sedang memiliki nilai MET dari 3 – 5,9 MET, aktivitas intensitas tinggi memiliki nilai MET 6 atau lebih besar (Pramono et al., 2019). Intensitas adalah tingkat pengeluaran energi dari aktivitas. Semakin intens aktivitasnya, semakin besar biaya metabolisme per unit waktu. Seseorang dianggap aktif ketika melakukan aktivitas fisik setidaknya selama 30 menit per hari, tiga hari per minggu selama tiga bulan. Kepatuhan pada latihan dicapai ketika dalam latihan konsisten setidaknya selama enam bulan lamanya. Latihan harus pada intensitas yang menimbulkan peningkatan detak jantung dan 12 Universitas Hasanuddin pernapasan.. Latihan intensitas sedang sesuai kemampuan seseorang untuk berolahraga, membuat latihan intensitas sedang dapat dicapai oleh kebanyakan orang (Kyral et al., 2019). Masih belum cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa 50 menit aktivitas fisik pada 3 hari berbeda lebih baik daripada 30 menit pada 5 hari 34 dalam seminggu. Selain itu, aktivitas aerobik sangat berhubungan terhadap penurunan risiko penyakit kronik dan aktivitas fisik aerobik ini lebih efektif apabila dilakukan selama 3 kali atau lebih dalam seminggu. Saat ini, beberapa pedoman tentang aktivitas fisik menjelaskan intensitas aktivitas fisik yang tergolong moderat adalah 3.0 sampai 5.9 METs. Intensitas rendah adalah 1.1 sampai 2.9 METs dan intensitas berat 6.0 METs ke atas. Tapi, sampai sekarang masih belum terdapat bukti yang cukup untuk menentukan intensitas yang cocok adalah yang moderat atau berat sehingga disarankan untuk melakukan aktivitas fisik direntan antara keduanya (Kyral et al., 2019). Intensitas aktivitas fisik dapat diperkirakan menggunakan metode sebagai berikut. 1) Tes Berbicara Metode tes berbicara mengukur intensitas dengan cara yang sederhana, sebagai berikut: (a) Intensitas rendah : seseorang yang beraktivitas dengan level intensitas yang rendah seharusnya mampu untuk bernyanyi atau melakukan percakapan norma selama aktivitas. Contohnya berjalan biasa atau membersihkan. (b) Intensitas moderat: seseorang yang beraktivitas dengan level intensitas yang moderat biasanya mampu melakukan percakapan tapi dengan sedikit kesulitan ketika dilakukan bersamaan dengan aktivitas fisik. Contohnya berjalan cepat, bersepeda ataupun menari. (c) Intensitas berat : jika seseorang mulai kesulitan untuk bernapas atau tidak bisa melakukan percakapan dengan mudah, maka aktivitas itu menunjukkan tingkat aktivitas fisik yang berat. Contohnya sepak bola, berlari, dan lain– lain. 2) Detak jantung Detak jantung dapat diukur dengan mudah salah satunya di bagian pergelangan tangan (Arteri radial) atau di leher (arteri karotis) dan bisa dikonversi kedalam jumlah detak jantung per menit /beats per minute (bpm). Seseorang dapat mengukur denyut jantungnya dalam satu menit penuh atau dengan menggunakan waktu yang lebih singkat (15,20 atau 30 detik). Pengetahuan seseorang tentang denyut nadi istirahat dengan denyut nadi maksimal dibutuhkan untuk mengukur intensitas aktivitas fisik secara efektif. Denyut nadi istirahat cocok diukur ketika seseorang benar–benar dalam keadaan istirahat. Denyut nadi maksimal seringkali diukur menggunakan persamaan sederhana “220 – umur”. Contohnya jika seorang anak berusia 15 tahun, maka estimasi denyut nadi maksimalnya adalah 220 – 15 = 205 bpm. Metode terbaik untuk menentukan target denyut nadi seseorang untuk memantau intensitas aktivitas fisik dalam menggunakan teknik yang disebut the heart rate reserve (HRR). Juga dikenal sebagai the karvonen method. Pada metode ini denyut nadi maksimal dikurang denyut nadi istirahat. 3) Rating of perceived exertion (RPE) menggunakan skala borg RPE adalah tingkatan seberapa besar tingkat aktivitas fisik yang seseorang rasakan (Gambar 7). Gambar 2.1. Skala Borg
Sumber:Physical activity guidelines for children & adolescent
4) Tingkat Metabolic Equivalent (MET) MET merupakan jumlah energy (oksigen) yang digunakan oleh tubuh saat duduk diam, contohnya membaca buku. Semakin tinggi intensitas kerja maka semakin tinggi tingkat MET. Setiap aktivitas yang membakar 3-6 MET menunjukkan intensitas yang moderat dan setiap aktivitas yang membakar lebih dari 6 MET menunjukkan intensitas yang berat. Lebih lanjut, dapat dilihat dari tabel berikut:
Table 2.1 Intensity (METS) Berdasarkan Aktivitas
Activity Intensity Intensity Energy expenditure
(METS) (kcal equivalent, for a person of 30kg doing the activity for 30 mins)
Adapun tingkat aktivitas fisik yang disarankan WHO untuk remaja
yaitu dalam rentan moderat sampai intensitas berat. Aktivitas fisik yang dengan intensitas moderat dapat dilakukan dengan waktu 150 menit dalam seminggu dan untuk intensitas berat dapat dilakukan sekitar 75 menit dalam seminggu. Selain itu, berdasarkan American College of Sport Medicine (ACSM) intensitas untuk aktivitas fisik yaitu minimal 30 menit dalam 5 hari atau intensitas berat minimal 20 menit dalam 3 hari (Riebe, Ehrman, Liguori, & Magal, 2018). 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik menurut Besty (2019) sebagai berikut: a. Umur Aktivitas fisik pada remaja hingga dewasa dapat meningkat sampai mencapai maksimal di usia 25 – 30 tahun, kemudian akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, diperkirakan sebesar 0,8-1% per tahun, akan tetapi jika seseorang rajin berolahraga penurunan tersebut bisa dikurangi hingga separuhnya. b. Jenis Kelamin Saat mengalami masa pubertas biasanya aktivitas fisik pada laki-laki hampir sama dengan perempuan, akan tetapi setelah pubertas laki-laki biasanya mempunyai nilai yang jauh lebih besar dibandingkan perempuan. c. Pola Makan Makanan menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas. Hal ini dikarenakan apabila jumlah makanan dan porsi pada makanan lebih banyak, maka tubuh akan merasa mudah lelah dan tidak ingin menjalankan aktivitas seperti olahraga atau terlibat dengan aktivitas lainnya. Kandungan makanan yang berlemak banyak mempengaruhi tubuh untuk melakukan aktivitas sehari-hari ataupun berolahraga. Untuk itu, diharapkan makanan yang akan dikonsumsi dipertimbangkan terlebih dahulu kandungan gizi di dalamnya sehingga tubuh tidak mengalami kelebihan energi namun tidak dapat dikeluarkan secara maksimal. d. Penyakit atau Kelainan pada Tubuh Penyakit atau kelainan pada tubuh ini berpengaruh terhadap postur tubuh, obesitas, kapasitas jantung paru, hemoglobin atau sel darah dan serat otot. Apabila terdapat kelainan pada tubuh tersebut, maka akan mempengaruhi aktivitas yang akan dilakukan. Misalnya, jika seseorang kekurangan sel darah merah, maka tidak diizinkan untuk melakukan olahraga atau aktivitas yang berat. Selain itu, obesitas juga menjadikan kesulitan ketika melakukan aktivitas fisik. 6. Manfaat Aktivitas Fisik Ada beberapa manfaat dari aktivitas yang dilakukan secara reguler serta dengan frekuensi dan intensitas yang teratur yaitu sebagai berikut. a) Kesehatan Otak Penemuan yang dipublikasi dalam jurnal cell metabolism menunjukkan bahwa terdapat pengaruh tingkat aktivitas fisik terhadap fungsi kognitif. Karena aktivitas fisik yang teratur akan memperbaiki metabolisme dalam otak dan membuat peredaran lancar ke otak. Aktivitas fisik yang rutin dan sederhana dapat meningkatkan kesehatan sistem saraf pusat Terdapat bukti yang kuat bahwa aktivitas fisik dapat mempengaruhi kondisi kesehatan otak. Banyak studi yang menunjukkan bahwa aktivitas fisik memiliki pengaruh yang luas terhadap otak manusia termasuk dalam mempengaruhi tingkat depresi, memori, fungsi eksekutif maupun belajar (Powers & Howley, 2018). b) Menurunkan Resiko Penyakit Jantung Jantung dibungkus oleh otot dan butuh aktivitas fisik yang baik untuk membuat otot-otot jantung tersebut tetap dalam kondisi yang sama. Ketika seseorang melakukan aktivitas fisik, jantung akan memompa lebih banyak darah ke seluruh tubuh serta kerja optimal jantung yang berkelanjutan. Hal ini akan membuat jantung tetap sehat. Aktivitas fisik yang teratur akan membuat pembuluh darah arteri dan pembuluh darah lainnya menjadi lebih fleksibel sehingga membuat peredaran darah menjadi lancar dan menjaga tekanan darah tetap normal. Hal ini juga akan membuat tingkat kolesterol dalam darah tetap normal (Elmagd, 2016). Aktivitas fisik yang teratur juga akan mengurangi resiko stroke. Berdasarkan American Heart Association (AHA) aktivitas fisik optimal selama 30 menit dalam sehari dan dilakukan selama 5 hari dalam seminggu dapat meningkatkan kesehatan jantung dan mengurangi resiko penyakit jantung (Elmagd, 2016). c) Kekuatan Otot dan Tulang Aktivitas fisik melibatkan kontraksi otot yang berkelanjutan baik untuk durasi yang pendek maupun durasi yang panjang tergantung pada jenis aktivitas fisiknya. Aktivitas penguatan otot akan membantu meningkatkan ataupun menjaga massa dan kekuatan otot. Dengan adanya kekuatan otot dan ligamen akan mengurangi resiko cedera pada sendi. Selain itu, peningkatan intensitas aktivitas fisik akan meningkatkan sistem sirkulasi dan respirasi sehingga bisa memberikan suplai oksigen dan glukosa ke otot. Penelitian menunjukkan bahwa dengan melakukan aktivitas fisik yang teratur setidaknya dengan intensitas yang moderat bisa menghambat penurunan densitas tulang karena penuaan (Elmagd, 2016). d) Mencegah Obesitas Obesitas dan kelebihan berat badan sangat berhubungan dengan peningkatan risiko hipertensi, osteoarthritis, kolesterol dan trigliserida, diabetes tipe 2, penyakit jantung koroner, kanker dan penyakit pernapasan. Aktivitas fisik yang teratur akan membantu mencegah obesitas ataupun kelebihan berat badan karena aktivitas fisik tersebut mampu membakar kalori dalam tubuh. Semakin tinggi tingkat aktivitas fisik maka semakin tinggi pula kalori yang dibakar (Elmagd, 2016). e) Mengurangi Stres dan Kecemasan Mengurangi tingkat stres adalah salah satu manfaat aktivitas fisik dari segi mental. Aktivitas fisik yang teratur dapat meningkatkan konsentrasi norepinefrin yaitu sebuah neurotransmitter dalam otak yang merespon terhadap stres. Jadi, semakin tinggi tingkat aktivitas fisik maka semakin 40 rendah kemungkinan untuk mengalami stres. Selain itu, aktivitas fisik juga mampu meningkatkan kualitas tidur sehingga hal tersebut juga mampu menurunkan tingkat stres (Elmagd, 2016). C. Tinjauan Umum Tentang Kualitas Tidur 1. Definisi Tidur adalah suatu keadaan tak sadar yang dapat dibangunkandengan pemberian rangsang sensorik atau rangsang lainnya (Guyton, 2012 dalam Zafirah, 2017). Sedangkan menurut Reza et al., (2019) tidur adalah proses yang memberikan istirahat total bagi mental dan aktivitas fisik manusia, kecuali fungsi beberapa organ vital seperti jantung, paru-paru, hati, sirkulasi darah dan organ dalam lainnya. Kualitas tidur didefinisikan sebagai suatu bentuk kepuasan seseorang selama keadaan tidur, mengintegrasikan terhadap aspek inisiasi sebelum tidur, kondisi saat sedang tidur, kuantitas tidur dan kesegaran saat bangun tidur (Ohayon et al., 2017). Kualitas tidur adalah suatu kemampuan seseorang untuk tetap tertidur dan mendapatkan jumlah tidur REM dan NREM yang baik sehingga tidur akan merasa tenang, segar dipagi hari dan semangat melakukan aktivitas. Penilaian kualitas tidur dapat diukur dengan menggunakan suatu kuesioner yang telah diakui secara internasional yaitu kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan interval penilaiannya satu bulan (Agustin, 2012 dalam Zafirah, 2017). 2. Fungsi Tidur Adapun fungsi tidur adalah sebagai berikut. a) Sistem kardiovaskular Pada saat dalam kondisi tidur, terjadi aktivitas sistem saraf otonom sehingga terjadi perubahan tekanan darah dan denyut jantung. Pada Saat tidur dengan Rapid Eye Movement (REM) kecepatan jantung dan tekanan darah terjadi penurunan secara ringan sedangkan tidur Non Rapid Eye Movement (NREM) irregular sehingga hal ini sangat baik bagi penderita tekanan darah tingg (hipertensi). Selain itu, risiko infark miokard biasanya terjadi pada pagi hari karena denyut jantung dan tekanan darah meningkat ketika pagi hari saat bangun dari kondisi tidur (Frank, 2015). Tidur NREM dan REM mempunyai pengaruh terhadap memori dan kemampuan belajar. Pada tidur NREM berhubungan dengan kemampuan memori deklaratif sedangkan tidur REM berpengaruh terhadap memori prosedural (Pratyaksa, 2015). Adanya gelombang sleep spindel pada tidur NREM sebagai konsolidasi memori atau perubahan memori jangka pendek ke jangka panjang yang sering disebut memori deklaratif (Zafirah, 2017). b) Aliran darah serebral Adanya peningkatan metabolisme dan aliran darah di daerah otak tertentu selama tidur REM, dibandingkan dengan terjaga, seperti sistem limbik (yang daerah terlibat dengan emosi) dan visual. Hal itu sangat penting karenaaliran darah yang tersumbat dapat menyebabkan gangguan pada otak (Zafirah, 2017). c) Ginjal Ada ekskresi penurunan natrium, kalium, klorida dan kalsium selama tidur yang memungkinkan untuk lebih terkonsentrasi da mengurangi aliran urin. Perubahan Yang terjadi selama tidur dalam fungsi ginjal kompleks dan termasuk perubahan dalam aliran darah ginjal, filtrasi glomerulus, sekresi hormon, dan stimulasi saraf simpatis.Hal ini berarti tidur memiliki fungsi penting untuk orang yang memiliki penyakit pada ginjal (Zafirah, 2017). d) Endokrin Fungsi endokrin seperti hormon pertumbuhan, tiroid hormon, dan sekresi melatonin dipengaruhi oleh tidur.Selain itu kekurangan tidur dapat meningkatkan nafsumakan. Insufisiensi tidur dikaitkan dengan penurunan hormon leptin, yang diproduksi oleh adiposa. Hormon iniberungsi menekan nafsu makan sehingga kekurangan hormon ini dapat menyebabkan kegemukan bahkan obesitas pada tubuh (Zafirah, 2017). Penilaian Kualitas Tidur Menurut Yi et al (2006) kualitas tidur secara umum mempengaruhi kesehatan dan kualitas hidup secara keseluruhan. Hermawati, dkk (2010) menyebutkan bahwa kualitas tidur diperkirakan melibatkan estimasi kualitas istirahat sebagai polling atau jurnal istirahat, polisomnografi nokturnal, dan multiple sleep latency test. (Adrianti, 2017) 3. Penilaian Kualitas Tidur Menurut Yi et al (2006) kualitas tidur secara umum mempengaruhi kesehatan dan kualitas hidup secara keseluruhan. Hermawati, dkk (2010) menyebutkan bahwa kualitas tidur diperkirakan melibatkan estimasi kualitas istirahat sebagai polling atau jurnal istirahat, polisomnografi nokturnal, dan multiple sleep latency test. Pengukuran kualitas tidur telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Yi, Si, dan Shin (2006) memperkirakan kualitas tidur yang disebut Sleep Quality Scale (SQS). (J.Buysse et al., 1989) dalam Rush (2000) mengarahkan tinjauan pada estimasi kualitas tidur menggunakan instrumen estimasi kualitas tidur yang disebut Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI (Adrianti, 2017). PSQI adalah instrumen menarik yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur dan desain tidur pada orang dewasa. PSQI diciptakan untuk mengukur dan memisahkan orang dengan kualitas tidur yang baik dan kualitas tidur yang buruk. Kualitas tidur adalah kekhasan yang rumit dan mencakup beberapa aspek yang semuanya dapat tercakup dalam PSQI. Aspek-aspek ini mencakup: a. Kualitas tidur subjektif Evaluasi subjektif kualitas tidur adalah evaluasi singkat tidur seseorang tentang apakah tidurnya sangat baik atau sangat buruk (J.Buysse et al., 1989). b. Latensi tidur Latensi tidur adalah lamanya dari mulainya tertidur. Seseorang dengan kualitas istirahat yang baik menghabiskan waktu kurang dari 15 menit untuk memiliki pilihan untuk memasuki fase istirahat total berikutnya. Kemudian lagi, lebih dari 20 menit menunjukkan tingkat kurang tidur, misalnya seseorang yang mengalami masalah memasuki fase istirahat berikutnya (J.Buysse et al., 1989). c. Durasi tidur Waktu tidur ditentukan dari waktu seseorang tertidur sampai dia bangun menjelang awal hari tanpa mengacu pada bangun di malam hari. Orang dewasa yang dapat beristirahat lebih dari 7 jam secara konsisten dapat dikatakan memiliki kualitas tidur yang baik (J.Buysse et al., 1989). d. Efisiensi kebiasaan tidur Efektivitas kebiasaan tidur adalah proporsi tingkat antara jumlah total waktu istirahat panjang yang dipisahkan dengan jumlah jam yang dihabiskan di tempat tidur. Seseorang dikatakan memiliki kualitas tidur yang baik dengan asumsi kemampuan kecenderungan tidurnya lebih dari 85% (J.Buysse et al., 1989) e. Gangguan tidur Gangguan tidur adalah keadaan terganggunya tidur di mana istirahat individu dan bangun berubah dari kebiasaan mereka, hal ini menyebabkan penurunan baik jumlah dan sifat tidur seseorang (J.Buysse et al., 1989). f. Penggunaan obat Penggunaan obat-obatan yang mengandung sedatif menunjukkan masalah istirahat. Obat-obatan mempengaruhi tidur yang mengganggu pada tahap REM. Oleh karena itu, setelah mengkonsumsi obat-obatan yang mengandung obat penenang, seseorang akan dihadapkan pada masalah mengantuk yang disertai dengan berulangnya bangun di malam hari dan kesulitan untuk tertidur kembali, yang semuanya secara langsung akan mempengaruhi sifat tidurnya (J.Buysse et al., 1989). g. Disfungsi di siang hari Seseorang dengan kualitas tidur yang kurang baik menunjukkan kondisi lesu ketika beraktivitas di siang hari, tidak adanya energi atau pertimbangan, tertidur sepanjang hari, kelelahan, depresi, mudah mengalami masalah, dan penurunan kapasitas untuk bergerak (J.Buysse et al., 1989). Sejumlah besar aspek ini disurvei sebagai pertanyaan dan memiliki beban masing-masing sesuai standar (Smyth, 2012). Survei PSQI terdiri dari 9 pertanyaan dengan setiap pertanyaan memiliki skor 0-3. Skor lengkap diperoleh dengan memasukkan skor part 1-7 dengan cakupan 0-21. Skor lebih dari 5 menunjukkan desain istirahat yang tidak menguntungkan. Survei ini telah diuji validitas dan reliabilitas. (Cronbach's alpha) yaitu 0,83 (Adrianti, 2017).
D. Tinjauan Hubungan Aktivitas Fisik dengan Performa Akademik
Beberapa tahun terakhir, masyarakat dapat melihat secara tidak langsung mengenai dampak yang serius dari rendahnya aktivitas fisik di lingkungan peserta didik. Kurangnya aktivitas fisik dapat memicu terjadinya beberapa penyakit, salah satunya obesitas dan diabetes. Selain itu, rendahnya aktivitas fisik dalam prosedur belajar akan memberikan dampak bagi performa akademik peserta didik. Aktivitas fisik yang teratur dapat memberikan dampak yang positif terhadap kemampuan verbal maupun nonverbal, pemikiran yang kritis, spasial dan numerik pada remaja (Kayani et al., 2018). Sebagian besar penelitian telah menemukan hubungan positif antara aktivitas fisik, kinerja peserta didik dan kognisi di kalangan remaja (Esteban-Cornejo et al., 2015 dalam Herting & Chu, 2017). Sebagai contoh, tingkat aktivitas fisik telah ditemukan berhubungan positif dengan pengukuran kinerja akademik, seperti membaca dan prestasi matematika maupun linguistik pada remaja. Dalam sebuah laporan penelitian yang berskala besar di Minnesota, aktivitas fisik sekolah menengah dan tinggi dan partisipasi tim olahraga memprediksi nilai rata-rata poin yang lebih tinggi (Fox et al., 2010 dalam Herting & Chu, 2017); dengan hubungan yang serupa juga ditemukan di antara peserta didik sekolah menengah di Hong Kong, Islandia dan Australia. Sebuah studi yang lebih baru juga menemukan bahwa aktivitas fisik yang lebih tinggi di luar sekolah (dilaporkan melalui rentan waktu 3 hari) secara signifikan berkaitan dengan nilai akademik (Herting & Chu, 2017). Aktivitas fisik dapat mempengaruhi fungsi eksekutif di otak. Fungsi eksekutif ini berkaitan dengan atensi, perencanaan, penyelesaian masalah, memori kerja, membuat keputusan dan kontrol inhibisi (Herting & Chu, 2017). Selain itu, aktivitas fisik juga memiliki pengaruh terhadap self-esteem (Kayani et al., 2018) , kecemasan dan depresi (Kandola, Ashdown-Franks, Hendrikse, Sabiston, & Stubbs, 2019). Selain dampak positif yang signifikan, beberapa penelitian juga mengemukakan terkait lemahnya korelasi antara aktivitas fisik terhadap performa akademik berdasarkan. Terdapat 28 studi cross-sectional dan 16 studi perlakuan dengan subjek umur 4 sampai 18 tahun yang menunjukkan bahwa korelasi antara aktivitas fisik dengan performa akademik masih lemah bahkan beberapa menunjukkan tidak terdapat korelasi sama sekali (Kayani et al., 2018) Penelitian yang dilakukan Maria, 2019 didapatkan Hipotesis , yaitu terdapat pengaruh antara aktivitas fisik terhadap prestasi akademik mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida Angkatan 2019. data diuji dengan Uji T terhadap tingkat signifikansi tertentu. Berdasarkan uji parsial dengan nilai signifikansi 0,406 (>0,05) yang menunjukkan adanya pengaruh antara aktivitas fisik terhadap prestasi akademik.
E. Tinjauan Hubungan Kualitas Tidur dengan Performa Akademik
Defisit dalam fungsi kognitif sebagai konsekuensi dari kurang tidur sangat lazim di masyarakat modern di mana tuntutan sosial dan pekerjaan membuatnya harus mengorbankan waktu tidur, untuk meningkatkan produktivitas. Adanya defisit fungsi kognitif sangat merugikan karena secara langsung menyebabkan gangguan dalam proses belajar dan memori di tingkat sel. Hal ini menyiratkan bahwa tidur memainkan peran penting dalam fungsi kognitif seperti atensi, emosi dan memori sehingga akan berpengaruh signifikan terhadap performa akademik (Badicu, 2018). Tidur dapat mempengaruhi bagian-bagian tertentu dari otak, terutama lobus frontal (Zafirah, 2017). Tidur memiliki banyak fungsi seperti maturasi persarafan, fasilitas belajar atau memori, kognisi, dan lalu lintas energi metabolisme (Mirghani et al., 2015). Kualitas tidur memiliki korelasi yang signifikan terkait tingkat prestasi dan pencapaian akademik (Mirghani et al., 2015). Penelitian yang dilakukan Maria, 2019 didapatkan Hipotesis, yaitu terdapat pengaruh antara kualitas tidur terhadap prestasi akademik mahasiswa Kedokteran Ukrida Angkatan 2019. Data ini diuji dengan Uji T untuk melihat pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen dengan cara membandingkan p-value terhadap tingkat signifikansi tertentu. Berdasarkan uji parsial dengan nilai signifikansi 0,220 (>0,05) yang menunjukkan adanya pengaruh antara kualitas tidur terhadap prestasi akademik. 23
F. KerangkaTeori
Gambar 2.2 Kerangka Teori Sumber: Modifikasi Notoatmodjo, 2007; Bustan, 2007; Herlinawati, 2013