Anda di halaman 1dari 16

ِ ‫ وك رم عش ر‬،‫اإلميان فأصبح عنه ا حمبوس ا‬

‫احملرم‬ ِ ِ ‫قلوب‬
‫أهل‬ ِ ‫الشيطان َعن‬ ِ ‫كيد‬ ِ ِ ‫هلل‬
ِ َ‫الذي طَ َّهَر ِم ْن َدن‬ ِ ‫حلمد‬
َ ْ َ َ َّ َ َ ً َ َ ْ َ ‫ودفَ َع‬ َ ،‫نفوس ا‬ً ‫س الشرك‬ ُ
‫وَأش َه ُد َأن ال إلهَ إال‬ ْ ،‫وَأش ُكُرهُ ومَلْ َي َز ْل للشك ِر ُم ْس تَ ِحقًّا‬ ْ ،‫عددا‬ ً ‫صى‬
ِ
َ ْ‫أمحدهُ تع اىَل علَى ن َع ٍم اَل حُت‬ ُ ،‫موس ى‬ ِ
َ ُ‫وجَنَّى يِف عاشوراءَ مْن هُ نَبِيَّه‬
‫صل‬
ِّ ‫ اللهم‬،‫اخلالئق َخ ْل ًق ا َو ُخلًُق ا‬ ِ ‫ف‬ُ ‫عبدهُ ورسولُهُ َأ ْشَر‬ ُ ‫حممدا‬ ً ‫َأن‬ ْ ‫شريك له َك َّو َن األشياءَ كلَّ َها َو‬
َّ ‫ َوَأ ْش َه ُد‬،‫َأح َك َم َها َخ ْل ًقا‬ َ ‫وحدهُ ال‬
َ ُ‫اهلل‬
.‫وم ِن ا ْقَت َفى َأثََرهُ إىَل َي ْوِم اللِّ َقا‬ ِ ِ ٍ
َ ‫وسلم وبارك على سيدنا حممد وعلَى آله وصحبِه‬
ِ
ْ
ِ َّ ِ ِ ‫اهلل أوصيكم ونفسي بتقوى‬ ِ ‫عباد‬
َ ‫” يَ ا َأيُّ َه ا الذ‬:‫القائل يف كتابه العظي ِم‬
‫ين َآمنُ وا َّات ُق وا اللَّهَ َوقُولُ وا َق ْواًل‬ َ ‫ ات ُق وا اهللَ تع اىَل‬،‫اهلل العظيم‬ ْ َ
ِ ِ ‫) ي‬70 ( ‫يدا‬
‫يما‬ ِ ِ
ً ‫َأع َمالَ ُك ْم َو َي ْغف ْر لَ ُك ْم ذُنُوبَ ُك ْم َو َم ْن يُط ِع اللَّهَ َو َر ُسولَهُ َف َق ْد فَ َاز َف ْو ًزا َعظ‬
ْ ‫صل ْح لَ ُك ْم‬ ُْ ً ‫َس ِد‬

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,


Dari atas mimbar khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi, untuk senantiasa
berusaha meningkatkan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan cara melaksanakan semua
kewajiban dengan segenap keteguhan hati dan kemantapan jiwa, dan menjauhkan diri dari seluruh yang
diharamkan dengan penuh ketabahan dan kesabaran.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Sabtu besok, kita akan memasuki hari kesepuluh di bulan Muharram yang biasa kita kenal dengan sebutan hari
Asyura. Banyak peristiwa penting dan bersejarah yang terjadi pada hari Asyura. Pada khutbah yang singkat ini,
khatib akan menceritakan beberapa peristiwa penting yang pernah terjadi pada hari ‘Asyura. Peristiwa masa
lalu tidak hanya untuk dikenang. Tapi untuk diambil pelajaran bagi kehidupan kita di masa sekarang dan masa
mendatang. Untuk diambil ibrah dalam urusan dunia dan akhirat kita. Untuk diambil hikmahnya agar kita dapat
meningkatkan keimanan dan ketakwaan dan mempersiapkan bekal untuk kehidupan akhirat yang kekal.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya dari sahabat Abu Hurairah radliyallahu
‘anhu bahwa ia berkata:

ِ ِ َّ ‫ ما ٰه َذا ِمن‬:‫اس ِمن الْيهو ِد قَ ْد صاموا يوم عاشوراء َف َق َال‬ ِ


ُ‫ ٰه َذا الَْي ْو ُم الَّذ ْي جَنَّى اهلل‬:‫ قَالُْوا‬،‫الص ْوم‬ َ َ َ َ ْ ُ َ َ َْ ْ ُ َ ْ ُ َ َ ٍ َ‫َمَّر النَّيِب ُّ صلى اهلل عليه وسلم بُأن‬
‫ص َامهُ نُ ْو ٌح َو ُم ْو َسى ُشكًْرا لِلِه‬ َ َ‫ ف‬،‫ي‬ِّ ‫الس ِفْينَةُ َعلَى اجْلُْو ِد‬
َّ ‫ت فِْي ِه‬ ِ ِِ ِ ِ ‫ِئ‬
ْ ‫ َو ٰه َذا الَْي ْو ُم‬،‫ُم ْو َسى َوبَيِن ْ ِإ ْسَرا ْي َل م َن الْغََرق َو َغ ِر َق فْيه فْر َع ْو ُن‬
ْ ‫اسَت َو‬
‫الص ْوِم‬
َّ ِ‫َأص َحابَهُ ب‬ ِ ِ ِ‫ َأنَا َأح ُّق مِب وسى وَأح ُّق ب‬:‫ َف َق َال النَّيِب صلى اهلل عليه وسلم‬، ‫تعاىَل‬
ْ ‫ فَ ََأمَر‬،‫ص ْوم ٰه َذا الَْي ْوم‬َ َ َ َ ُْ َ ِّ ََ
“Suatu hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan melewati sekelompok orang Yahudi yang tengah
berpuasa hari Asyura, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Puasa hari apa ini?,” mereka
menjawab: Hari ini adalah hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan Bani Isra’il dari tenggelam, sedangkan
Fir’aun di hari ini tenggelam. Hari ini adalah hari ketika perahu Nabi Nuh berlabuh di bukit al Judiy. Karena
itu, Nuh dan Musa berpuasa di hari ini karena bersyukur kepada Allah ta’ala. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Aku lebih berhak terhadap Musa dan lebih berhak untuk berpuasa hari ini,” kemudian Nabi
memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa.” (HR Imam Ahmad).

Saudara-saudara seiman,
Dalam hadits di atas, disebutkan dua peristiwa dari sekian banyak peristiwa penting yang terjadi di
hari Asyura. Yaitu berlabuhnya perahu Nabi Nuh dengan selamat di bukit Judiy dan selamatnya
Nabi Musa dari kejaran Raja Fir’aun beserta bala tentaranya.

Hadirin rahimakumullah,
Nabi Nuh ‘alaihissalam diutus oleh Allah kepada kaum yang kafir. Beliau-lah nabi dan rasul pertama yang
diutus oleh Allah kepada orang-orang kafir. Para nabi dan rasul sebelumnya, yaitu Nabi Adam, Nabi Syits dan
Nabi Idris ‘alaihimussalam diutus oleh Allah kepada kaum Muslimin. Umat ketiga nabi tersebut semuanya
beragama Islam. Tidak ada satu pun yang kafir. 

Dengan penuh kesabaran, Nabi Nuh ‘alaihissalam berdakwah kepada mereka siang dan malam, secara rahasia
dan terang-terangan. Kadangkala dengan menyampaikan kabar gembira (targhib) dan terkadang dengan
1
memberi peringatan (tarhib). Beliau konsisten dalam berdakwah selama 950 tahun. Akan tetapi kebanyakan
kaumnya tidak beriman. Mereka tetap pada kesesatan dan kekufuran. Mereka memusuhi Nabi Nuh,
menyakitinya, melecehkannya bahkan memukulinya. Mereka tidak berhenti memukuli Nabi Nuh ‘alaihissalam
sampai beliau pingsan karena pukulan yang bertubi-tubi dan sangat keras, sehingga mereka mengiranya telah
mati, lalu Allah menyembuhkannya. Itu semua tidak mengendorkan dan mematahkan semangatnya dalam
berdakwah. Berkali-kali Nabi Nuh ‘alaihissalam mengalami siksaan demi siksaan, tapi beliau tetap kembali
mengajak mereka agar beriman. 

Hal ini dilakukan oleh Nabi Nuh ‘alaihissalam secara terus menerus tanpa patah semangat dan
tanpa bosan, hingga Allah mewahyukan kepadanya bahwa tidak akan beriman kepadanya di antara
kaumnya kecuali orang-orang yang telah beriman. Maka Nabi Nuh ‘alaihissalam berdoa agar
orang-orang kafir dimusnahkan semuanya. Allah ta’ala berfirman: 

ِ ِ ِ ‫ب اَل تَ َذر علَى اَأْلر‬


َ ‫ض م َن الْ َكاف ِر‬
( ٢٦ :‫(سورة نوح‬  ‫ين َديَّ ًارا‬ ْ َ ْ ِّ ‫وح َر‬
ٌ ُ‫َوقَ َال ن‬
Maknanya: “Nuh berkata: Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu
tinggal di atas bumi.”  (QS Nuh: 26)

Lalu Allah kirimkan kepada mereka adzab-Nya. Allah timpakan kepada mereka banjir besar sehingga tidak
menyisakan satu orang pun di antara orang-orang kafir. Allah selamatkan Nabi-Nya dan orang-orang beriman
di antara  kaumnya dengan perahu yang dibuat oleh Nabi Nuh dengan perintah Allah. Allah pun menjaga
perahu tersebut dengan pemeliharaan dan perhatian-Nya hingga berlabuh dengan selamat di bukit Judiy.

Saudara-saudara seiman,
Sedangkan Sayyidina Musa, beliau hidup di masa raja yang zalim dan melampaui batas, yaitu Fir’aun yang
mengaku sebagai tuhan. Allah memerintahkan Sayyidina Musa agar pergi kepada Fir’aun untuk mengajaknya
masuk ke dalam Islam, mentauhidkan Allah dan menyucikan-Nya dari sekutu dan serupa. Maka Nabi Musa
pergi dan memperlihatkan kepadanya mukjizat-mukjizat yang sangat menakjubkan dan membuktikan bahwa
beliau benar-benar utusan Allah ta’ala. Meskipun begitu, Fir’aun tetap kafir kepadanya, menolak dan bersikap
congkak serta menyiksa dan menindas kaum Nabi Musa yang beriman. Akhirnya Nabi Musa ‘alaihissalam dan
para pengikutnya dari kalangan Bani Isra’il keluar dari Mesir dengan jumlah 600 ribu orang. Fir’aun
mengejarnya bersama 1.600.000 pasukan karena ingin memusnahkan Musa dan orang-orang yang bersamanya.
Akan tetapi Allah menolong Rasul-Nya. Allah ta’ala berfirman: 

٦٣ :‫اك الْبَ ْحَر فَا ْن َفلَ َق فَ َكا َن ُك ُّل فِْر ٍق َكالطَّْو ِد الْ َع ِظي ِم (سورة الشعراء‬
َ‫ص‬ َ ‫ب بِ َع‬ ْ ‫وسى َِأن‬
ْ ‫اض ِر‬ ‫ِإ‬
َ ‫فَ َْأو َحْينَا ىَل ُم‬
Maknanya: “Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu,” maka terbelah-lah
lautan itu dan tiap-tiap belahan seperti gunung yang besar.”   (QS asy-Syu’ara’: 63) 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Laut terbelah menjadi 12 belahan dan setiap belahan seperti gunung yang besar. Di antara setiap dua belahan
ada jalan yang kering. Nabi Musa ‘alaihissalam dan orang-orang yang bersamanya masuk ke laut. Fir’aun dan
pasukannya pun mengejar mereka. Allah subhanahu wa ta’ala kemudian menenggelamkan mereka semua dan
Allah selamatkan Nabi Musa ‘alaihissalam dan orang-orang yang bersamanya. Allah ta’ala berfirman: 

‫ت بِ ِه َبنُو‬ ِ ِ ‫ِ ِإ ِئ‬
ْ َ‫ت َأنَّهُ اَل ِإلَهَ ِإاَّل الَّذي َآمن‬
ُ ‫ودهُ َب ْغيً ا َو َع ْد ًوا َحىَّت ِإ َذا َْأد َر َك هُ الْغَ َر ُق قَ َال َآمْن‬ َ ‫َو َج َاو ْزنَا ببَيِن ْسَرا‬
ُ ُ‫يل الْبَ ْحَر فََأْتَب َع ُه ْم ف ْر َع ْو ُن َو ُجن‬
 ٩١ – ٩٠ :‫ين (سورة يونس‬ ِِ ِ ‫ آآْل َن وقَ ْد عصيت َقبل و ُكْن‬،‫ِإسراِئيل وَأنَا ِمن الْمسلِ ِمني‬
َ ‫ت م َن الْ ُم ْفسد‬ َ َ ُ ْ َ َْ َ َ َ ْ ُ َ َ َ َْ
Maknanya: “Dan Kami menyelamatkan Bani Isra’il melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir´aun dan bala
tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir´aun itu telah hampir tenggelam
berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Isra’il, dan
saya termasuk orang-orang yang memeluk Islam.” Apakah sekarang (kamu baru percaya), padahal

2
sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan”
(QS Yunus: 90-91).

Yakni ketika Fir’aun hampir tenggelam dan mati, ia menyatakan taubat. Padahal taubat tidak lagi bermanfaat
dan tidak diterima dalam keadaan seperti itu. Karena di antara syarat taubat adalah dilakukan sebelum
seseorang putus asa dari hidup seperti ketika akan tenggelam dan tidak ada kemungkinan selamat. Inilah yang
terjadi pada Fir’aun. Allah ta’ala berfirman: 

ِ َّ ِ َّ ‫ت التَّوب ةُ لِلَّ ِذين يعملُو َن‬


‫َأعتَ ْدنَا‬
ْ ‫ك‬ َ ‫َّار ُأولَِئ‬
ٌ ‫ين مَيُوتُو َن َو ُه ْم ُكف‬ ُ ‫ت قَ َال ِإيِّن ُتْب‬
َ ‫ت اآْل َن َواَل الذ‬ ُ ‫َأح َد ُه ُم الْ َم ْو‬ َ ‫الس يَِّئات َحىَّت ِإ َذا َح‬
َ ‫ض َر‬ َ َْ َ َْ
ِ ‫ولَيس‬
ََْ
١٨ :‫يما (سورة النساء‬ ِ
ً ‫هَلُ ْم َع َذابًا َأل‬
Maknanya: “Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang  mengerjakan kejahatan (yang)
hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: “Sesungguhnya saya
bertaubat sekarang.” Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka dalam kekufuran.
Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih”  (QS an-Nisa’: 18).

Saudara-saudaraku yang kami cintai,


Para nabi Allah telah memberikan kepada kita contoh dan teladan dalam  berdakwah kepada Allah dan bersabar
untuk itu. Di atas garis  perjuangan mereka inilah para sahabat dan para ulama berjalan. Mereka
mendarmabaktikan jiwa dan raga untuk membela agama Allah. Teladan Sayyidina al-Husain radliyallahu
‘anhu yang gugur syahid pada hari Asyura selalu lekat dalam ingatan kita. Ketika beliau melihat orang yang
tidak cakap memimpin kaum muslimin ingin meraih puncak kepemimpinan tanpa bai’at dari tokoh-tokoh
pembesar kaum muslimin yang berilmu dan bertakwa, maka beliau terang-terangan menentang hal itu dan
menolak untuk diam.

Al-Husain berpegang teguh dengan kebenaran dan konsisten dengannya, menegakkan amar makruf nahi
mungkar hingga ia terbunuh padahal beliau adalah putra dari putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau gugur syahid secara zalim di tangan pasukan seorang  yang fasiq dan melanggar aturan-aturan agama. 

Kita memohon kepada Allah ta’ala agar memberikan taufiq kepada kita untuk mengambil pelajaran dari sepak
terjang dan sejarah hidup orang-orang shalih tersebut dan berjalan di atas manhaj mereka.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Terakhir, di antara perkara yang diriwayatkan dari Nabi adalah kesunnahan puasa hari Asyura sebagaimana
terdapat dalam hadits yang telah kami sebutkan di awal khutbah. Demikian pula disunnahkan puasa hari
Tasu’a’, yaitu tanggal 9 Muharram yang jatuh pada hari ini, berdasarkan sabda Nabi  shallallahu ‘alaihi wa
sallam: 

ِ َّ‫ْت ِإلَى قَابِ ٍل َأَلصُوْ َم َّن الت‬


  ‫اس َع (رواه مسل ٌم‬ ُ ‫لَِئ ْن بَقِي‬

Maknanya: “Jika aku masih hidup tahun depan, niscaya aku akan berpuasa tanggal sembilan”  (HR Muslim)

Hikmah dari puasa tanggal 9 di samping berpuasa pada tanggal 10 Muharram sebagaimana dikatakan oleh
sebagian ulama adalah menyalahi orang-orang Yahudi, karena mereka hanya berpuasa di tanggal 10 saja. Jika
seseorang tidak berpuasa tanggal 9 bersama tanggal 10, maka disunnahkan berpuasa tanggal 11 Muharram
bersama tanggal 10. Bahkan Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm menegaskan kesunnahan puasa tiga hari
sekaligus, yaitu tanggal 9, 10 dan 11 Muharram. 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Demikian khutbah yang singkat ini, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua.

َّ ‫ ِإنَّهُ ُه َو الْغَ ُف ْو ُر‬،ُ‫اسَت ْغ ِفُر ْوه‬


.‫الر ِحْي ُم‬ ِ ‫َأُقو ُل َقويِل ٰه َذا و‬
ْ َ‫ ف‬،‫َأسَت ْغفُر اهللَ يِل ْ َولَ ُك ْم‬
ْ َ ْ ْ ْ
Khutbah II

3
‫ ـ‬،‫َأص َحابِِه َْأه ِل الْ َوفَ ا‬ ِ ِ ٍ ِ ِ
ْ ‫ َو َعلَى آل ه َو‬،‫ص طََفى‬ ْ ‫ُأس لِّ ُم َعلَى َس يِّدنَا حُمَ َّمد الْ ُم‬ َ ‫ُأص لِّ ْي َو‬ َ ‫ َو‬،‫اَحْلَ ْم ُد هلل َو َك َفى‬
‫الص اَل ِة‬َّ ِ‫ ََأم َر ُك ْم ب‬،‫َأن اهللَ ََأم َر ُك ْم بِ َْأم ٍر َع ِظْي ٍم‬ َّ ‫اهلل الْ َعلِ ِّي الْ َع ِظْي ِم َو ْاعلَ ُم ْوا‬
ِ ‫ ُأو ِص ي ُكم ونَ ْف ِس ي بَِت ْق وى‬،‫ َفي ا َأيُّه ا الْمس لِمو َن‬،‫ ََّأما بع ُد‬ 
َ ْ َ ْ ْ ْ ُْ ْ ُ َ َ َْ
ٰ ِ ِ ِ َّ ‫ِئ‬ ِ ِ َّ ‫و‬
‫ص ِّل َعلَى‬ َ ‫ اَللّ ُه َّم‬،‫يما‬ً ‫ص لُّوا َعلَْي ه َو َس لِّ ُموا تَ ْس ل‬َ ‫ين َآمنُوا‬ َ ‫ يَا َأيُّ َها الذ‬،ِّ ‫صلُّو َن َعلَى النَّيِب‬ َ ُ‫ ِإ َّن اللَّهَ َو َماَل َكتَهُ ي‬:‫الساَل م َعلَى نَبِيِّه الْ َك ِرمْيِ َف َق َال‬ َ
‫ت َعلَى َس يِّ ِدنَا ِإْب َر ِاهْي َم َو َعلَى ِآل َس يِّ ِدنَا ِإْب َر ِاهْي َم َوبَ ا ِر ْك َعلَى َس يِّ ِدنَا حُمَ َّم ٍد َو َعلَى ِآل‬ َ ‫ص لَّْي‬
ٍ ِ ِ ٍ
َ ‫َس يِّدنَا حُمَ َّمد َو َعلَى آل َس يِّدنَا حُمَ َّمد َك َم ا‬
ِ
ِِ ِ ِ ٰ ِ ِ َ ‫ يِف الْع الَ ِم ِإن‬،‫س يِّ ِدنَا حُم َّم ٍد َكم ا ب ار ْكت علَى س يِّ ِدنَا ِإب ر ِاهيم وعلَى ِآل س يِّ ِدنَا ِإب ر ِاهيم‬
َ ‫ اَللّ ُه َّم ا ْغف ْر ل ْل ُم ْس لمنْي‬.‫َّك مَح ْي ٌد جَم ْي ٌد‬ َ ‫ْ َ ْ َ ْ َ نْي‬ َ َ َ َْ َ ْ َ َ َ َ َ َ َ َ
‫ اللهم ْادفَ ْع َعنَّا الْبَاَل ءَ َوالْغَاَل ءَ َوالْ َوبَ اءَ َوالْ َف ْح َش اءَ َوالْ ُمْن َك َر َوالَْب ْغ َي‬،‫ات‬ ِ ‫ات اَأْلحي ِاء ِمْنهم واَأْلم و‬ ِ َ‫ات والْم ْؤ ِمنِ والْمْؤ ِمن‬ ِ ‫والْمس لِم‬
َ ْ َ ُْ َْ ُ َ َ ‫ُ نْي‬ َ ُْ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ِئ‬ ِ
‫َّك َعلَى ُك ِّل‬ َ ‫ ِإن‬،ً‫اص ةً َوم ْن بُْل َدان الْ ُم ْس لمنْي َ َع َّامة‬ َّ ‫ م ْن َبلَ دنَا َه َذا َخ‬،‫ َم ا ظَ َه َر مْن َه ا َو َم ا بَطَ َن‬،‫الش َدا َد َوالْم َح َن‬ َّ ‫ف الْ ُم ْختَل َف ةَ َو‬ َ ‫الس ُي ْو‬
ُّ ‫َو‬
‫ِد ْيٌر‬ َ‫ْي ٍء ق‬ ‫َش‬
‫ فَاذ ُكُروا‬.‫ يَعِظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكُر ْو َن‬،‫الب ْغ ِي‬ ِ ِ ِ ‫ِ ِإ‬ ِ ِ ِ ‫ِعباد‬
َ ‫ويْن َهى َع ِن ال َف ْح َش اء َوالْ ُمْن َك ِر َو‬ َ ‫إن اهللَ يَْأ ُمُر بالْ َع ْدل َواإْل ْح َس ان َو ْيتَ اء ذي الْ ُق ْرىَب‬ َّ ،‫اهلل‬ ََ
ِ ‫اهلل الْع ِظيم ي ْذ ُكر ُكم ولَ ِذ ْكر‬
‫اهلل َأ ْكَبُر‬ ُ َ ْ ْ َ َْ َ َ

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,


Saat ini kita berada di bulan Muharram tahun baru Hijriah 1442. Disebut bulan Muharram, karena Allah ‫ﷻ‬
mengharamkan peperangan dan konflik di bulan ini. Selain itu, bulan ini juga termasuk salah satu dari bulan-
bulan yang mulia, yaitu Muharram, Dzulhijjah, Dzulqa’dah, dan Rajab. Sebagaimana firman Allah dalam surat
at-Taubah:36:

  ‫ض ِمْن َها َْأر َب َعةٌ ُحُر ٌم‬ ِ َّ ‫اب اللَّ ِه يوم خلَق‬
ِ َ‫ِإ َّن ِع َّد َة الشُّهو ِر ِعْن َد اللَّ ِه ا ْثنَا َع َشر َش ْهرا يِف كِت‬
َ ‫اَأْلر‬
ْ ‫الس َم َاوات َو‬ َ َ َ َْ ً َ ُ
Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu
(lauhul mahfudh). Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.” (QS at-Taubah: 36) 

Imam Fakhruddin ar-Razi dalam Tafsir al-Fakhrir Razi menjelaskan bahwa perbuatan maksiat di bulan haram
lebih dahsyat siksanya. Begitu pula ketaatan kepada Allah lebih banyak pahalanya. Beliau menyatakan:

ِ
ً‫اعةُ فِْي َها َأ ْكَثُر ثَ َوابا‬ ِ َ ‫صيةَ فِيها‬
َ َّ‫ َوالط‬، ً‫َأش ُّد ع َقابا‬
ِ
َ ْ َ ‫ َأ ّن الْ َم ْع‬:‫َو َم ْعىَن احْلََرم‬

“Maksud dari bulan haram adalah sesungguhnya kemaksiatan di bulan-bulan itu memperoleh siksa yang lebih
berat dan ketaatan di bulan-bulan tersebut akan mendapat pahala yang lebih banyak.”

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,


Di bulan Muharram ini kita disunnahkan untuk mengerjakan beberapa amal kebaikan, salah satu amalan yang
baik adalah memberikan kelapangan dan kebahagiaan pada keluarga di hari Asyura. Sebagaimana sabda Nabi
yang diriwayatkan oleh Imam ath-Thabrani dalam Mu’jam al-Kabir, juz 10 halaman 77: 

‫وراءَ مَلْ َيَز ْل يِف َس َع ٍة َساِئَر َسنَتِ ِه‬ ِ


ُ ‫َم ْن َو َّس َع َعلَى ِعيَال ِه َي ْو َم َع‬
َ ‫اش‬
“Barang siapa yang melapangkan keluarganya di hari Asyura, maka ia selalu dalam kelapangan di tahun
tersebut” (HR ath-Thabrani). 

Maksudnya di hari Asyura kita dianjurkan untuk bersedekah dengan harta halal pada keluarga dengan
mencukupi segala kebutuhannya, sehingga dapat membuat hati seluruh anggota keluarga menjadi tenang dan
bahagia. 

4
Selain itu, di bulan Muharram ini kita disunnahkan untuk berpuasa di hari Asyura. Sebagaimana sabda Nabi
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih Muslim: 

‫وراءَ فَ ُسِئلُوا َع ْن‬ ِ ِ ِ ُ ‫ قَ ِدم رس‬:‫ قَ َال‬،‫اس ر ِضي اهلل عْنهما‬


َ ‫اش‬ُ ‫ومو َن َي ْو َم َع‬ ُ ‫ص‬ َ ‫ َف َو َج َد الَْي ُه‬،َ‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم الْ َمدينَة‬
ُ َ‫ود ي‬ َ ‫ول اهلل‬ ََُ َ ُ َ ُ َ َ ٍ َّ‫َع ِن ابْ ِن َعب‬
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه‬ ِ ِ ‫ِإ ِئ‬ ِِ ِ ِ
َ ُّ ‫ َف َق َال النَّيِب‬،ُ‫يم ا لَه‬
ً ‫ومهُ َت ْعظ‬
ُ ‫ص‬ ُ َ‫ َفنَ ْح ُن ن‬،‫يل َعلَى ف ْر َع ْو َن‬ َ ‫ َوبَيِن ْس َرا‬،‫وس ى‬َ ‫ َه َذا الَْي ْو ُم الَّذي َأظْ َهَر اهللُ فيه ُم‬:‫ك؟ َف َقالُوا‬
َ ‫َذل‬
»‫ص ْو ِم ِه‬ ِ ُ ‫ «حَنْن َأوىَل مِب‬:‫وسلَّم‬
َ ِ‫وسى مْن ُك ْم فَ ََأمَر ب‬
َ ْ ُ َ ََ
Dari Ibnu Abbas RA, beliau berkata: Rasulullah ‫ ﷺ‬hadir di kota Madinah, kemudian beliau menjumpai orang
Yahudi berpuasa di bulan Asyura, kemudian mereka ditanya tentang puasanya tersebut, mereka menjawab: hari
ini adalah hari dimana Allah ‫ ﷻ‬memberikan kemenangan kepada Nabi Musa AS dan Bani Israil atas Fir’aun,
maka kami berpuasa untuk menghormati Nabi Musa. Kemudian Nabi bersabda: Kami (umat Islam) lebih utama
dengan Nabi Musa dibanding dengan kalian, Kemudian Nabi Muhammad memerintahkan untuk berpuasa di
hari Asyura. 

Di hari Asyura ini segenap umat Islam disunnahkan untuk melaksanakan puasa. Bahkan Nabi juga memberikan
penjelasan tentang keutamaan bagi orang yang berpuasa di hari Asyura. Sebagaimana hadits sahih yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitab Sunan Ibnu Majah, Juz 1 halaman 553:

َّ ‫ب َعلَى اللَّ ِه َأ ْن يُ َكفَِّر‬ ِ ‫ ِإيِّن‬،‫اشوراء‬ ِ ِ ِ ِ ُ ‫»قَ َال رس‬


ُ‫السنَةَ الَّيِت َقْبلَه‬ ُ ‫َأحتَس‬
ْ َ َ ُ ‫ «صيَ ُام َي ْوم َع‬:‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ

Berpuasa di hari Asyura, sesungguhnya saya mengira bahwa Allah akan menghapus kesalahan di tahun yang
telah lalu (HR Ibnu Majah). 

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,


Yang perlu kita ketahui, puasa yang bagaimana yang akan mendapatkan keutamaan dan pahala dari Allah ‫?ﷻ‬ 

Puasa sunnah Asyura merupakan puasa sunnah yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad ‫ﷺ‬. Namun kita juga
perlu tahu bahwa esensi puasa tidak hanya menahan diri dari makan, minum, dan sebagainya. Sebagaimana
sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dalam Sunan Ibnu Majah juz 1 halaman 539:

ِِ ِ ِ ٍ ‫ب َ ِئ‬
ُ‫س لَهُ م ْن صيَامه ِإاَّل اجْلُوع‬
َ ‫صا م لَْي‬ َّ ‫ُر‬
“Banyak orang berpuasa, puasanya hanya mendapatkan lapar” (HR Ibnu Majah).

Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin juz 1 halaman 236 menjelaskan, banyak orang berpuasa, tapi ia tidak
puasa. Maksudnya adalah orang yang puasa, menahan diri dari lapar dan dahaga, namun tidak dapat
mengendalikan anggota badannya. Ia tidak dapat mengendalikan mulutnya dari menggunjing orang lain,
mencela orang lain, dan tidak dapat mengendalikan diri dari maksiat. Inilah yang disebut orang puasa, namun
tidak puasa. 

Selanjutnya, Imam al-Ghazali sebagaimana dikutip Syekh Zainuddin al-Manawi dalam kitab Faidlul Qadir juz
3 halaman 459 menjelaskan bahwa hakikat puasalah yang diterima dan diberikan pahala secara sempurna,
bukan orang yang hanya menahan makan, minum, dan hal yang membatalkan puasa. Kesempurnaan puasa
diperoleh oleh orang yang dapat menahan diri dari hal yang dibenci Allah ‫ﷻ‬. Yaitu seseorang yang dapat
menahan lisan dari ujaran tercela, menahan mata dari pandangan hina, menghindarkan telinga dari pendengaran
yang terlarang, dan menahan segenap anggota tubuh dari kemaksiatan. Dengan mengetahui hakikat puasa,
semaksimal mungkin kita melatih diri dengan optimal, karena puasa secara hakiki merupakan dasar ibadah dan
kunci untuk menjernihkan hati dan mendekatkan diri kepada Allah ‫ﷻ‬. 

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,


Mengapa kita perlu berpuasa? Menurut Abdurrahman bin Khalaf dalam kitab Bulughul Ghayah juz 1 halaman
74, beliau menjelaskan bahwa puasa memiliki pengaruh yang luar biasa dalam menjaga kesehatan jiwa dan
raga. Beberapa penelitian tentang kesehatan menjelaskan bahwa puasa berguna untuk menjaga kesehatan,
5
seperti menurunkan gula darah, mengurangi peradangan, meningkatkan kesehatan jantung, meningkatkan
kesehatan otak, menurunkan berat badan, dan memperbaiki suasana hati. Puasa juga berpengaruh terhadap
kesehatan jiwa, karena puasa mendidik seseorang tidak hanya menahan makan dan minum, namun mendidik
untuk menahan diri dari penyakit hati, seperti menggunjing, mencela dan berbuat dusta. Puasa merupakan
sarana yang ampuh untuk meningkatkan kesehatan tubuh, kesehatan jiwa, dan yang lebih utama menjadi orang
yang bertaqwa dan mendekatkan diri kepada Allah yang maha kuasa.

Dengan Kesehatan jiwa dan raga, jasmani dan rohani, harapannya di bulan yang mulia ini kita menjadi manusia
yang bertakwa, menjadi manusia yang semakin baik, baik secara vertical maupun horizontal, baik kepada Allah
dan baik kepada sesama manusia. Karena pahala di bulan mulia ini lebih banyak. Sebaliknya selalu
menghindari terhadap gunjingan, permusuhan, perceraian, kejahatan lainnya. Karena kejahatan dan kejelekan
di bulan mulia ini lebih dahsyat siksanya. Na’udzubillah. Semoga kita dapat menjadi orang yang selalu diberi
rahmat Allah dalam kebaikan dan dijauhkan dari kejelekan. Allahumma Aamiin.

ِ ‫ بِس ِم‬،‫طان ال َّر ِجيم‬


ِ ‫اهلل الرَّمْح‬ ِ ‫الش ي‬ ِِ ِِ ِِ ِ ِِ ‫ِئ‬ ِ
‫ان‬ ْ ْ ْ َّ ‫ أعُ وذُ بِاهلل م َن‬: َ ‫ َو ْأد َخلَنَ ا وِإيَّاكم يِف ُز ْم َر ِة عبَ اده املُْؤ مننْي‬،‫َج َعلَن ا اهللُ َوإيَّاكم م َن ال َف ا ِزين اآلمنني‬
ً ‫ين َآمنُوا َّات ُقوا اللَّهَ َوقُولُوا َق ْواًل َس ِد‬ ِ َّ ِ َّ
  ‫يدا‬ َ ‫ يَا َأيُّ َها الذ‬:‫يم‬
ْ ‫الرح‬
‫ف َر ِحْي ٌم‬ ٌ ِ‫ إنّهُ تَعاَىَل َج ّو ٌاد َك ِرمْيٌ َمل‬.‫وذ ْك ِر احلَ ِكْي ِم‬
ٌ ‫ك َبٌّر َرُؤ ْو‬ ِ ‫اآليات‬
ِ ِ‫ و َن َفعيِن وِإيا ُكم ب‬،‫آن الع ِظي ِم‬
ْ ّ َ ْ َ َ ْ َ ‫لكم يِف ال ُق ْر‬
ِ
ْ ‫باََر َك اهللُ يِل ْ َو‬

.‫اب َوااْلِ ْعتِبَ ْار‬ ِ ‫ص رةً لِّ َذ ِوي اَأْللْب‬ ِ ِ ِ ِِ ِ


َ َ ‫ َو َتْب‬،‫ص ْار‬ َ ْ‫ تَ ْذكَرةً ُأِلوىِل الْ ُقلُ ْوب َواَأْلب‬،‫َّه ْار‬ َ ‫ ُم َك ِّو ِر اللَّْي ِل َعلَى الن‬،‫َّار‬ ْ ‫ اَلْ َع ِزيْ ِز الْغَف‬،‫الْ َواحد الْ َق َّه ْار‬  ‫حْلَ ْم ُد هلل‬
ٰ ‫ِئ‬ ِ
‫ص ِّل َو َس لِّ ْم‬َ ‫ اَللّ ُه َّم‬.‫ َس يِّ ُد اخْلَالَ ِق َوالْبَ َش ْر‬  ُ‫َأن حُمَ َّم ًدا َعْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه‬َّ ‫َأش َه ُد‬
ْ ‫ َو‬،‫َّار‬ْ ‫ك الْغَف‬ ُ ‫ك لَ ْه الْ َمل‬ َ ْ‫َأش َه ُد َأ ْن الَ ِٰإلهَ ِإالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬ ْ
‫ ََّأما َب ْع ُد‬.‫ص ْحبِ ِه اَأْلطْ َه ْار‬ ِِ‫ٍ ٰأ‬ ِ
َ ‫َعلَى َسيِّدنَا حُمَ َّمد َو له َو‬
 
ُ‫ َأعُ ْوذ‬:‫ َف َق َال اهللُ َت َع اىَل يِف ْ كِتَابِ ِه الْ َك ِرمْيِ يِف ْ ُس ْو َر ِة الَْب َق َر ِة‬.‫اعتِ ِه َف َق ْد فَ َاز َم ِن َّات َقى‬ ِ ِ ِ ِ
َ َ‫َفيَٓاَأيُّ َها الْ ُم ْسل ُم ْو َن! ُْأوص ْي ُك ْم َو َن ْفس ْي بَِت ْق َوى اهلل َوط‬
َّ ‫ بِ ْس ِم ٱل ٰلّ ِه ٱلرَّمْح ٰ ِن‬  ،‫الر ِجْي ِم‬
 ‫ٱلر ِحي ِم‬ َّ ‫ان‬ ِ َ‫اهلل ِمن الشَّيط‬
ْ َ ِ‫ب‬
ِ
 
‫اهلل َواهللُ َغ ُف ْوٌر َّر ِحْي ٌم‬
ِۚ ‫ك يرجو َن رمْح ت‬ ‫ِ ِٓئ‬ ِ ِ ‫ِإ‬
َ َ َ ْ ُ ْ َ َ َ‫اجُروا َو َٰج َه ُدوا يِف ْ َسبِْي ِل اهلل ُأول‬
َ ‫ َّن الَّذيْ َن اٰ َمنُوا َوالَّذيْ َن َه‬ 
 
 
Saudara-saudara Kaum Muslimin, jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah,
Bulan Muharram adalah satu di antara bulan-bulan yang mulia (al-asyhur al-hurum), yang diharamkan
berperang di bulan ini. Ia dipandang bulan yang utama setelah bulan Ramadhan. Oleh karenanya, kita
disunnahkan berpuasa terutama pada hari ‘Asyura, yakni menurut pendapat mayoritas ulama, tanggal 10
Muharram. Di antara fadhilah bulan Muharram, adalah ia dipilih oleh Allah subhanahu wata’ala sebagai
momen pengampunan umat Islam dari dosa dan kesalahan. 
 
Keistimewaan bulan Muharram ini lebih lanjut karena dipilih sebagai awal tahun dalam kalender Islam. Untuk
itu, marilah kita bersama-sama mengulas kembali sejarah tahun baru Hijriah, yakni sejarah penanggalan atau
penetapan kalender Islam, yang diawali dengan 1 Muharram. Mengapa para sahabat memilih bulan Muharram
sebagai awal penanggalan Islam? 
 
Dalam kitab Shahih al-Bukhari, pada kitab Manâqib al-Anshâr (biografi orang-orang Anshar) pada Bab
Sejarah Memulai Penanggalan, disebutkan, 
 
َ‫ث النَّيِب ِّ ﷺ َواَل ِم ْن َوفَاتِِه َما َعد ُّْوا ِإاَّل ِم ْن َم ْق َد ِم ِه الْ َم ِدينَة‬
ِ ‫عن سه ِل ب ِن سع ٍد قَ َال ما عدُّوا ِمن مبع‬
َ َْ ْ ْ َ َ َْ ْ َْ ْ َ
 
6
“Dari Sahl bin Sa’d ia berkata: mereka (para sahabat) tidak menghitung (menjadikan penanggalan) mulai dari
masa terutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak pula dari waktu wafatnya beliau, mereka
menghitungnya mulai dari masa sampainya Nabi di Madinah”. 
 
Hal itu dilakukan meskipun tidak diketahui bulan kehadirannya itu, karena sejarah itu sebenarnya merupakan
awal tahun. Sebagian sahabat berkata pada ‘Umar, ”Mulailah penanggalan itu dengan masa kenabian”;
sebagian berkata: ”Mulailah penanggalan itu dengan waktu hijrahnya Nabi”. ‘Umar berkata, ”Hijrah itu
memisahkan antara yang hak (kebenaran) dan yang batil, oleh karena itu jadikanlah hijrah itu untuk menandai
kalender awal tahun Hijriah”. 
 
Ma’âsyiral muslimîn hafidhakumullâh,
Setelah para sahabat sepakat mengenai peristiwa hijrah dijadikan sebagai awal penanggalan Islam, ada sebagian
sahabat yang berpendapat bahwa untuk awal bulan Hijriyah itu: ”Mulailah dengan bulan Ramadhan”, tetapi
‘Umar radliyallahu 'anh berpendapat: ”Mulailah dengan Muharram”, itu karena Muharram merupakan masa
selesainya umat Islam dari menunaikan hajinya. Lalu disepakatilah tahun baru hijriah itu dimulai dengan bulan
Muharram.
 
Ibn Hajar dalam kitab Fath al-Bârî Syarah Kitab Shahîh al-Bukhârî mengatakan bahwa: 
 
"Sebagian sahabat menghendaki awal tahun baru Islam itu dimulai dengan hijrahnya Nabi, itu sudah tepat. Ia
melanjutkan, ada empat hal atau pendapat yang mungkin dapat dijadikan sebagai awal penanggalan Islam, yaitu
masa kelahiran Nabi (maulid al-Nabi), masa diutusnya Nabi, masa hijrahnya Nabi, dan masa wafatnya Nabi.
Tetapi pendapat yang diunggulkan adalah menjadikan awal tahun baru itu dimulai dengan hijrah karena masa
maulid dan masa kenabian itu keduanya tidaklah terlepas dari kontradiksi atau pertentangan pendapat dalam
menentukan tahun. Adapun waktu wafatnya beliau itu, banyak tidak dikehendaki oleh para sahabat untuk
dijadikan sebagai awal tahun, karena mengingat masa wafatnya Nabi justru menjadikan kesedihan bagi umat.
Jadi kemudian pendapat dan pilihan itu jatuh pada peristiwa hijrah. Kemudian mengenai tidak dipilihnya bulan
Rabiul Awal sebagai awal tahun tetapi justru dipilih bulan Muharram sebagai awal tahun karena awal
komitmen berhijrah itu ada pada bulan Muharram, sehingga cocoklah hilal atau awal bulan Muharram itu
dijadikan sebagai awal tahun baru Islam.” 
 
Ma’âsyiral muslimîn hafidhakumullâh,
Menurut satu pendapat, ada banyak hikmah dipilihnya peristiwa hijrah sebagai penanda Kalender Islam, Tahun
Baru Hijriah. Di antaranya adalah dengan peristiwa hijrah itu, umat Islam mengalami pergeseran dan peralihan
status: dari umat yang lemah kepada umat yang kuat; dari perceraiberaian atau perpecahan kepada kesatuan
negara; dari siksaan yang dihadapi mereka dalam mempertahankan agama kepada dakwah dengan hikmah dan
penyebaran agama; dari ketakutan disertai dengan kesukaran kepada kekuatan dan pertolongan yang
menenteramkan; dan dari kesamaran kepada keterang-benderangan. Di samping itu, dengan adanya hijrah itu
terjadi peristiwa sungguh penting antara lain, perang Badar, Uhud, Khandaq dan Perjanjian Hudaibiyah (Shulh
al-Hudaibiyah), dan setelah 8 (delapan) tahun Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hijrah di Madinah, beliau
kembali ke Makkah al-Mukarramah dengan membawa kemenangan yang dikenal dengan Fath Makkah. Itulah
peristiwa-peristiwa yang penting kita ingat. Oleh karena itulah, Al-Quran menjadikan hijrah itu sebagai sebuah
pertolongan. Al-Quran mengingatkan kita:
 
ٗ‫ص ِحبِ ِهۦ اَل حَتْ َز ْن ِإ َّن اهللَ َم َعنَاۖ فََأْنَز َل اهللُ َس ِكْينَتَه‬ ِ ِ
َٰ ‫َأخَر َجهُ الَّذيْ َن َك َفُر ْوا ثَايِن َ ا ْثَننْي ِ ِإ ْذ مُهَا يِف الْغَا ِر ِإ ْذ َي ُق ْو ُل ل‬
ْ ‫صَرهُ اهللُ ِإ ْذ‬َ َ‫صُر ْوهُ َف َق ْد ن‬ ُ ‫ِإاَّل َتْن‬
‫الس ْف ٰلَ ۗى َو َكلِ َمةُ اللَّ ِه ِه َي الْعُ ْليَاۗ َواهللُ َع ِز ْيٌز َح ِكْي ٌم‬
ُّ ‫َعلَْي ِه َوَأيَّ َدهٗ جِب ُُن ْو ٍد مَلْ َتَر ْو َها َو َج َع َل َكلِ َمةَ الَّ ِذيْ َن َك َفُروا‬
 
“Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad), sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-
orang kafir mengusirnya (dari Mekah); sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam
gua, ketika itu dia berkata kepada sahabatnya: ”Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.”
Maka Allah menurunkan ketenangan kepadanya (Muhammad) dan membantu dengan bala tentara (malaikat-
malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menjadikan seruan orang-orang kafir itu rendah. Dan firman
Allah itulah yang tinggi. Allah Mahaperkasa Mahabijaksana” (QS. Al-Taubah [9]: 40).
 
Allah pun telah memuji orang-orang yang berhijrah, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. setelah hari
kemenangan Fath Makkah bersabda: 
 

7
‫ت َد َار ِإ ْسالٍَم‬ ِ ِ ِ ِ ‫الَ ِهجرةَ بع َد الْ َفْت ِح ولَ ِكن ِجهاد ونِيَّةٌ وِإذَا‬
َ ‫الَ ه ْجَرةَ م ْن َم َّكةَ َأِلن ََّها‬:ُ‫ َو َم ْعنَاه‬.)‫(مَّت ّف ٌق َعلَْيه‬
ْ ‫ص َار‬ ُ ‫اسُتْنف ْرمُتْ فَانْفُر ْوا‬
ْ َ ٌََ ْ َ َْ َْ
 
”Tidak ada hijrah setelah penaklukan kota Makkah, akan tetapi jihad dan niat, dan jika kalian diminta untuk
pergi berjihad maka pergilah” (Muttafaq ‘alaih dari jalur ‘Aisyah radliyallahu ‘anha) Maknanya: Tidak ada
hijrah dari Makkah karena dia telah menjadi negeri Islam. 
 
Hijrahnya Rasul dari Makkah ke Madinah yang terjadi pada tahun 622 M., bukanlah sekadar peristiwa dalam
sejarah Islam, tetapi banyak petuah dan pelajaran berharga bagi kita, yang terpenting di antaranya adalah bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika keluar dari Makkah berhijrah menuju Madinah itu tidaklah dalam
keadaan membenci penduduk Makkah, justru beliau cinta kepada penduduk Makkah. Oleh karena itu ketika
beliau keluar meninggalkan Makkah beliau berkata: 
 
ِ ِ ‫ُأخ ِرج‬ ِ ِ ِ ‫ب َأر‬ ِ ِ ‫َّك خَلَي ر َأر‬
ِ ِ
‫ت (رواه الرتمي ذي والنس ائي عن عب د اهلل بن‬ ُ ْ ْ ْ‫ َولَ ْواَل َأيِّن‬،‫ض اهلل ِإىَل اهلل‬
ُ ‫ت مْن ك َم ا َخ َر ْج‬ ْ ُّ ‫َأح‬
َ ‫ض اهلل َو‬ ْ ُ ْ ‫َواهلل ِإن‬
)‫عدي بن محراء رضي اهلل عنه‬
 
Artinya ”Demi Allah, sungguh kamu (Makkah) adalah sebaik-baik bumi Allah, dan bumi Allah yang paling
dicintai Allah, seandainya aku tidak dikeluarkan darimu (Makkah) maka tiadalah aku keluar --darimu.” (HR.
al-Tirmidzi, al-Nasa’i, Ibn Mâjah dll, dari ‘Abdullâh bin ‘Addî bin Hamrâ’ radliyallahu ‘anhum). 
 
Ini menunjukkan betapa kecintaan beliau kepada Makkah dan penduduk Makkah, sebagaimana maqalah
populer menyatakan hubbul wathan minal iman, cinta tanah air adalah ekspresi kesempurnaan iman.
 
Dan satu hal yang penting dalam hijrah adalah bahwa hijrah itu adalah bermakna luas, sebagaimana disebutkan
dalam hadits yang mulia bahwa: 
 
ِ ‫والْمه‬
)‫اجُر َم ْن َه َجَر َما َن َهى اهللُ َعْنهُ (رواه البخاري‬ َُ َ
 
Artinya: ”Orang yang berhijrah itu adalah orang yang berhijrah, meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh
Allah” (HR. al-Bukhârî). 
 
Hijrah di sini bermakna luas, meninggalkan adat atau tradisi fanatisme kesukuan, dan menegaskan hijrah itu
meninggalkan dari segala yang dilarang oleh Allah dan yang di dalamnya membahayakan manusia.
 
Ma’âsyiral muslimîn hafidhakumullâh,
 
Berdasarkan keterangan tersebut, dapat diambil kesimpulan berkaitan dengan memuliakan bulan Muharram dan
memperingati tahun baru Hijrah. Bahwa  dalam memuliakan dan memperingati tahun baru Hijriah harus
memperhatikan hikmah atau pelajaran yang berharga dari peristiwa hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam dan para sahabatnya, yang dapat disebutkan dalam tujuh poin penting berikut ini:
 
Kaum Muslimin yang dikasihi Allah,
Demikianlah keistimewaan bulan Muharram dan poin-poin penting dari hikmah hijrah. Sebagai penutup
khutbah ini, marilah kita renungkan firman Allah dalam surat al-Anfâl (8) ayat 74:
 
ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫صُر ْوا ۧ ُْأو ٓلَِئ‬
ٌ‫ك ُه ُم الْ ُمْؤ مُن ْو َن َحقًّاۗ هَّلُم َّم ْغفَرةٌ َو ِر ْز ٌق َك ِرمْي‬ َ َ‫اه ُد ْوا يِف ْ َسبِْي ِل اهلل َوالَّذيْ َن اٰ َو ْوا َون‬ َ ‫َوالَّذيْ َن اٰ َمُن ْوا َو َه‬
َ ‫اجُر ْوا َو َج‬
 
Artinya: Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang
memberi tempat kediaman dan memberi  pertolongan (kepada orang muhajirin), mereka itulah orang yang
benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia.
 
Demikian khutbah ini semoga bermanfaat. Semoga kita, keluarga kita, masyarakat kita, dan bangsa kita
Indonesia, dapat berhijrah kepada kebaikan dan kemuliaan. Amin. 
 
8
 
Alhamdulillah, pada bulan ini kita baru saja memasuki tahun baru Hijriah, yaitu bulan Muharram 1440 H. Perlu
kita syukuri karena bulan Muharram termasuk bulan yang mulia. Menurut Ibnu al-Jauzi dalam kitab at-
Tabshîrah juz 2 halaman 6, bulan Muharram adalah bulan yang mulia derajatnya. Dinamakan dengan bulan
Muharram, karena Allah ‫ ﷻ‬mengharamkan peperangan dan konflik di bulan mulia ini. Selain itu, bulan ini
juga termasuk salah satu dari bulan-bulan yang mulia, yaitu Muharram, Dzulhijjah, Dzulqa’dah, dan Rajab.
Sebagaimana firman Allah dalam Surat at-Taubah:36:
 
  ‫ض ِمْن َها َْأر َب َعةٌ ُحُر ٌم‬ ِ َّ ‫اب اللَّ ِه يوم خلَق‬
ِ َ‫ِإ َّن ِع َّد َة الشُّهو ِر ِعْن َد اللَّ ِه ا ْثنَا َع َشر َش ْهرا يِف كِت‬
َ ‫اَأْلر‬
ْ ‫الس َم َاوات َو‬ َ َ َ َْ ً َ ُ
 
Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu
(lauhul mahfudz). Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.” (QS at-Taubah: 36) 
 
Imam Fakhruddin ar-Razi dalam Tafsir al-Fakhrir Razi juz 16 halaman 53 menjelaskan bahwa setiap perbuatan
maksiat di bulan haram akan mendapat siksa yang lebih dahsyat, dan begitu pula sebaliknya, perilaku ibadah
kepada Allah akan dilipatgandakan pahalanya. Beliau menyatakan:
 
  ً‫اعةُ فِْي َها َأ ْك َث ُر ثَ َوابا‬ ِ َ ‫صيةَ فِيها‬ ِ ِ
َ َّ‫ َوالط‬، ً‫َأش ُّد ع َقابا‬ َ ْ َ ‫ َأ ّن الْ َم ْع‬:‫َو َم ْعىَن احْلََرم‬
Artinya: “Maksud dari haram adalah sesungguhya kemaksiatan di bulan-bulan itu memperoleh siksa yang lebih
berat dan ketaatan di bulan-bulan tersebut akan mendapat pahala yang lebih banyak."
 
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,
 
Bulan Muharram adalah momen terbaik untuk meningkatkan kebaikan dan ketakwaan kepada Allah ‫ﷻ‬. Di
bulan Muharram ini terdapat hari yang istimewa, yaitu hari ‘Asyura. Di hari tersebut umat Islam disunnahkan
untuk berpuasa. Imam An-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim, Juz 8 halaman 9 menjelaskan sebuah hadits
shahih riwayat Imam Muslim: 
 
‫وراءَ فَ ُسِئلُوا َع ْن‬ ِ ِ ِ ُ ‫ قَ ِدم رس‬:‫ قَ َال‬،‫اس ر ِضي اهلل عْنهما‬
َ ‫اش‬ُ ‫ومو َن َي ْو َم َع‬ ُ ‫ص‬ َ ‫ َف َو َج َد الَْي ُه‬،َ‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم الْ َمدينَة‬
ُ َ‫ود ي‬ َ ‫ول اهلل‬ ََُ َ ُ َ ُ َ َ ٍ َّ‫َع ِن ابْ ِن َعب‬
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه‬ ِ ِ ‫ِإ ِئ‬ ِِ ِ ِ
َ ُّ ‫ َف َق َال النَّيِب‬،ُ‫يم ا لَه‬
ً ‫ومهُ َت ْعظ‬
ُ ‫ص‬ ُ َ‫ َفنَ ْح ُن ن‬،‫يل َعلَى ف ْر َع ْو َن‬ َ ‫ َوبَيِن ْس َرا‬،‫وس ى‬َ ‫ َه َذا الَْي ْو ُم الَّذي َأظْ َهَر اهللُ فيه ُم‬:‫ك؟ َف َقالُوا‬
َ ‫ذَل‬
‫ص ْو ِم ِه‬ ِ ُ ‫ حَنْن َأوىَل مِب‬:‫وسلَّم‬
َ ِ‫وسى مْن ُك ْم فَ ََأمَر ب‬
َ ْ ُ َ ََ
 
Dari Ibnu Abbas RA, beliau berkata: "Rasulullah ‫ ﷺ‬hadir di kota Madinah, kemudian beliau menjumpai orang
Yahudi berpuasa di bulan ‘Asyura, kemudian mereka ditanya tentang puasanya tersebut, mereka menjawab:
hari ini adalah hari dimana Allah ‫ ﷻ‬memberikan kemenangan kepada Nabi Musa AS dan Bani Israil atas
Fir’aun, maka kami berpuasa untuk menghormati Nabi Musa. Kemudian Nabi bersabda: Kami (umat Islam)
lebih utama dengan Nabi Musa dibanding dengan kalian, Kemudian Nabi Muhammad memerintahkan untuk
berpuasa di hari ‘Asyura." 
 
Dalam riwayat lain, para sahabat kemudian bertanya pada Nabi, bahwa hari ‘Asyura adalah hari yang
dimuliakan oleh orang Yahudi dan Nasrani. Kemudian Nabi bersabda: Insya Allah tahun depan kita berpuasa di
hari yang ke Sembilan. Dari hadits tersebut di atas, Imam Syafi’i berpendapat bahwa disunnahkan berpuasa di
hari Sembilan dan sepuluh di bulan Muharram. Karena Nabi telah melaksanakan puasa di hari ‘Asyura dan
berniat puasa di hari ke Sembilan di bulan Muharram (dikutip Imam An-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim
juz 8 halaman 9). Puasa di hari ke sembilan memiliki tujuan untuk membedakan antara puasa orang Islam dan
orang Yahudi. Karena itu hukumnya makruh jika kita hanya puasa di hari ke sepuluh saja karena ada
keserupaan dengan orang Yahudi. Dari beberapa riwayat hadits di atas dapat kita simpulkan bahwa umat Islam
disunnahkan untuk melakukan puasa di hari ke Sembilan dan hari ‘Asyura di bulan Muharram. 
 
 
Mengapa hari Asyura disebut dengan Asyura (sepuluh)? Badaruddin al-‘Aini dalam kitab Umdatul Qari’
Syarah Shahih Bukhari, juz 11, halaman 117, beliau menjelaskan sebuah pendapat bahwa di hari ‘Asyura Allah
‫ ﷻ‬memberikan kemuliaan dan kehormatan kepada sepuluh nabi-Nya. Yaitu (1) kemenangan Nabi Musa atas
Fir’aun, (2) pendaratan kapal Nabi Nuh, (3) keselamatan Nabi Yunus dengan keluar dari perut ikan, (4)
9
ampunan Allah untuk Nabi Adam AS, (5) keselamatan Nabi Yusuf dengan keluar dari sumur pembuangan, (6)
kelahiran Nabi Isa AS, (7) ampunan Allah untuk Nabi Dawud, (8) kelahiran Nabi Ibrahim AS, (9) Nabi Ya’qub
dapat kembali melihat, dan (10) ampunan Allah untuk Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, baik kesalahan yang telah lampau
maupun yang akan datang.
 
Selain di atas, para ulama juga menjelaskan beberapa keistimewaan para nabi di hari ‘Asyura, yaitu kenaikan
Nabi Idris menuju tempat di langit, kesembuhan Nabi Ayub dari penyakit, dan pengangkatan Nabi Sulaiman
menjadi raja. Dari beberapa kejadian di atas, hari ‘Asyura adalah hari yang amat istimewa. Karena itu, hari
‘Asyura menjadi momen yang amat baik untuk meniru akhlak para nabi, akhlak yang mulia, lemah lembut, dan
menjunjung tinggi kasih sayang, dan kerukunan. Menghindari terhadap kejelekan, penghinaan, kekerasan,
permusuhan, dan adu domba. Ingat, kebaikan di bulan ini dilipatgandakan pahalanya. Kejelekan di bulan ini
dilipatkan siksa dan malapetakanya.
 
Puasa hari ‘Asyura sangat dianjurkan karena memiliki beberapa keutamaan, Imam Turmudzi meriwayatkan
hadits hasan dalam kitab Sunan Turmudzi juz 2 halaman 109, bahwa orang yang berpuasa di hari ‘Asyura akan
mendapatkan ampunan dari Allah ‫ﷻ‬. Sebagaimana sabda Nabi:
‫ َأي َش ْيء تَ ْأ ُمريِن َأن َأصوم بعد‬:‫ صلى اهلل َعلَْي ِه َوسلم‬، ‫َأل رجل النَّيِب‬
َ ‫(س‬ ِ ِ ِِ
َ :ُ‫ َرض ي اهلل َت َع اىَل َعنه‬،‫لي‬
ّ ‫ي من َح ديث َع‬
ّ ‫وروى الت ِّْرم ذ‬ 
  ‫ حسن َغ ِريب‬:‫ َوقَ َال‬. )‫آخرين‬ ِِ ِ ِ َ‫ وفِيه يوم ت‬،‫ فَِإنَّه شهر اهلل‬،‫ صم الْمحرم‬:‫رمضان؟ قَ َال‬
َ ‫اب فيه على قوم َو َيتُوب فيه على قوم‬ َ َْ َ ُ َ ََ
 
“Suatu ketika seorang laki-laki bertanya pada Nabi, apa yang akan engkau perintahkan kepadaku wahai Nabi
setelah saya berpuasa di bulan ramadhan? Nabi bersabda: Berpuasalah di bulan Muharram, Muharram adalah
bulan milik Allah, di bulan itu Allah menerima taubat satu kaum dan menerima taubat kaum yang lainnya.”
(HR. Tirmidzi)
 
Selain itu, Ibnu Majah meriwayatkan sebuah hadits sahih dalam kitab Sunan Ibnu Majah, juz 1 halaman 553,
bahwa barang siapa puasa di hari ‘Asyura akan dihapus kesalahan satu tahun yang telah lalu, sebagaimana
sabda Nabi:
 
َّ ‫ب َعلَى اللَّ ِه َأ ْن يُ َكفَِّر‬
»ُ‫السنَةَ الَّيِت َقْبلَه‬ ِ ‫ ِإيِّن‬،‫اشوراء‬ ِ ِ ِ ِ ُ ‫قَ َال رس‬
ُ ‫َأحتَس‬
ْ َ َ ُ ‫ «صيَ ُام َي ْوم َع‬:‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ
 
Berpuasa di hari ‘Asyura, sesungguhnya saya mengira bahwa Allah akan menghapus kesalahan di tahun yang
telah lalu (HR. Ibnu Majah). 
 
Ibnu al-Jauzi dalam kitab at-Tabshîrah juz 2 halaman 6 menyimpulkan bahwa bulan Muharram adalah bulan
yang mulia, hari ‘Asyura adalah hari yang mulia. Bulan Muharram adalah musim kebaikan, momen yang baik
untuk melakukan perdamaian, momen yang baik untuk meningkatkan amal, sedekah, menyantuni anak yatim,
dan menolong mereka yang membutuhkan. Bulan Muharram sebagai bulan awal tahun baru hijriah menjadi
momen yang terbaik untuk melakukan hijrah, hijrah dari sifat yang tercela menuju sifat yang terpuji. Abu
Sulaiman sebagaimana dikutip Abu Na’im dalam kitab Hilyatul Auliya’ juz 9 halaman 269 menyatakan:
 
ٍ ‫من َكا َن يومه ِمثْل َأم ِس ِه َفهو يِف نُ ْقص‬
‫ان‬ َ َ ُ ْ َ ُ ُ َْ َْ
 
“Barangsiapa hari ini keadaannya masih sama dengan kemarin, maka ia dalam keadaan kurang baik.”
 
Dari pernyataan tersebut, mari kita bangkitkan motivasi kita untuk berubah dan berhijrah ke perilaku yang baik,
semakin merekatkan persaudaraan, memanfaatkan potensi yang kita miliki sesuai dengan profesi masing-
masing untuk membantu orang lain, membantu agama, dan membantu negara. Seseorang hamba akan selalu
mendapatkan perlindungan dari Allah ‫ ﷻ‬selama ia bermanfaat dan membantu kesusahan saudaranya. Semoga
kita dapat menjadi orang yang selalu berhijrah menuju kebaikan dan menjadi orang yang bermanfaat untuk
masyarakat, agama, dan bangsa. Allahumma Aamiin.
 
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Dari atas mimbar khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi, untuk senantiasa
berusaha meningkatkan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan cara melaksanakan semua
kewajiban dengan segenap keteguhan hati dan kemantapan jiwa, dan menjauhkan diri dari seluruh yang
diharamkan dengan penuh ketabahan dan kesabaran.
10
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Sabtu besok, kita akan memasuki hari kesepuluh di bulan Muharram yang biasa kita kenal dengan sebutan hari
Asyura. Banyak peristiwa penting dan bersejarah yang terjadi pada hari Asyura. Pada khutbah yang singkat ini,
khatib akan menceritakan beberapa peristiwa penting yang pernah terjadi pada hari ‘Asyura. Peristiwa masa
lalu tidak hanya untuk dikenang. Tapi untuk diambil pelajaran bagi kehidupan kita di masa sekarang dan masa
mendatang. Untuk diambil ibrah dalam urusan dunia dan akhirat kita. Untuk diambil hikmahnya agar kita dapat
meningkatkan keimanan dan ketakwaan dan mempersiapkan bekal untuk kehidupan akhirat yang kekal.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya dari sahabat Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu bahwa ia
berkata:

ِ ِ َّ ‫ م ا ٰه َذا ِمن‬:‫اس ِمن الْيه و ِد قَ ْد ص اموا ي وم عاش وراء َف َق َال‬ ِ


ُ‫ ٰه َذا الَْي ْو ُم الَّذ ْي جَنَّى اهلل‬:‫ قَ الُْوا‬،‫الص ْوم‬ َ َ َ َ ْ ُ َ َ ْ َ ُْ َ ْ ُ َ َ ٍ َ‫َم َّر النَّيِب ُّ صلى اهلل عليه وسلم بُأن‬
‫ص َامهُ نُ ْو ٌح َو ُم ْو َس ى ُش كًْرا لِلِ ه‬ َ َ‫ ف‬،‫ي‬ ِّ ‫الس ِفْينَةُ َعلَى اجْلُ ْو ِد‬
َّ ‫ت فِْي ِه‬ ِِِ ِ ِ ‫ِئ‬
ْ ‫ َو ٰه َذا الَْي ْو ُم‬،‫ُم ْو َس ى َوبَيِن ْ ِإ ْس َرا ْي َل م َن الْغَ َرق َو َغ ِر َق فْي ه ف ْر َع ْو ُن‬
ْ ‫اس َت َو‬
‫الص ْوِم‬
َّ ِ‫َأص َحابَهُ ب‬ ِ ِ ِ‫ َأنَا َأح ُّق مِب وسى وَأح ُّق ب‬:‫ َف َق َال النَّيِب صلى اهلل عليه وسلم‬، ‫تعاىَل‬
ْ ‫ فَ ََأمَر‬،‫ص ْوم ٰه َذا الَْي ْوم‬
َ َ َ َ ُْ َ ِّ ََ

“Suatu hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan melewati sekelompok orang Yahudi yang tengah
berpuasa hari Asyura, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Puasa hari apa ini?,” mereka
menjawab: Hari ini adalah hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan Bani Isra’il dari tenggelam, sedangkan
Fir’aun di hari ini tenggelam. Hari ini adalah hari ketika perahu Nabi Nuh berlabuh di bukit al Judiy. Karena
itu, Nuh dan Musa berpuasa di hari ini karena bersyukur kepada Allah ta’ala. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Aku lebih berhak terhadap Musa dan lebih berhak untuk berpuasa hari ini,” kemudian Nabi
memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa.” (HR Imam Ahmad).

Saudara-saudara seiman,
Dalam hadits di atas, disebutkan dua peristiwa dari sekian banyak peristiwa penting yang terjadi di hari Asyura.
Yaitu berlabuhnya perahu Nabi Nuh dengan selamat di bukit Judiy dan selamatnya Nabi Musa dari kejaran
Raja Fir’aun beserta bala tentaranya.

Hadirin rahimakumullah,
Nabi Nuh ‘alaihissalam diutus oleh Allah kepada kaum yang kafir. Beliau-lah nabi dan rasul pertama yang
diutus oleh Allah kepada orang-orang kafir. Para nabi dan rasul sebelumnya, yaitu Nabi Adam, Nabi Syits dan
Nabi Idris ‘alaihimussalam diutus oleh Allah kepada kaum Muslimin. Umat ketiga nabi tersebut semuanya
beragama Islam. Tidak ada satu pun yang kafir. 

Dengan penuh kesabaran, Nabi Nuh ‘alaihissalam berdakwah kepada mereka siang dan malam, secara rahasia
dan terang-terangan. Kadangkala dengan menyampaikan kabar gembira (targhib) dan terkadang dengan
memberi peringatan (tarhib). Beliau konsisten dalam berdakwah selama 950 tahun. Akan tetapi kebanyakan
kaumnya tidak beriman. Mereka tetap pada kesesatan dan kekufuran. Mereka memusuhi Nabi Nuh,
menyakitinya, melecehkannya bahkan memukulinya. Mereka tidak berhenti memukuli Nabi Nuh ‘alaihissalam
sampai beliau pingsan karena pukulan yang bertubi-tubi dan sangat keras, sehingga mereka mengiranya telah
mati, lalu Allah menyembuhkannya. Itu semua tidak mengendorkan dan mematahkan semangatnya dalam
berdakwah. Berkali-kali Nabi Nuh ‘alaihissalam mengalami siksaan demi siksaan, tapi beliau tetap kembali
mengajak mereka agar beriman. 

Hal ini dilakukan oleh Nabi Nuh ‘alaihissalam secara terus menerus tanpa patah semangat dan tanpa bosan,
hingga Allah mewahyukan kepadanya bahwa tidak akan beriman kepadanya di antara kaumnya kecuali orang-
orang yang telah beriman. Maka Nabi Nuh ‘alaihissalam berdoa agar orang-orang kafir dimusnahkan
semuanya. Allah ta’ala berfirman: 
ِ ِ ِ ‫ب اَل تَ َذر علَى اَأْلر‬
َ ‫ض م َن الْ َكاف ِر‬
)٢٦ :‫(سورة نوح‬  ‫ين َديَّ ًارا‬ ْ َ ْ ِّ ‫وح َر‬
ٌ ُ‫َوقَ َال ن‬
Maknanya: “Nuh berkata: Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu
tinggal di atas bumi.”  (QS Nuh: 26)

Lalu Allah kirimkan kepada mereka adzab-Nya. Allah timpakan kepada mereka banjir besar sehingga tidak
menyisakan satu orang pun di antara orang-orang kafir. Allah selamatkan Nabi-Nya dan orang-orang beriman
11
di antara  kaumnya dengan perahu yang dibuat oleh Nabi Nuh dengan perintah Allah. Allah pun menjaga
perahu tersebut dengan pemeliharaan dan perhatian-Nya hingga berlabuh dengan selamat di bukit Judiy.

Saudara-saudara seiman,
Sedangkan Sayyidina Musa, beliau hidup di masa raja yang zalim dan melampaui batas, yaitu Fir’aun yang
mengaku sebagai tuhan. Allah memerintahkan Sayyidina Musa agar pergi kepada Fir’aun untuk mengajaknya
masuk ke dalam Islam, mentauhidkan Allah dan menyucikan-Nya dari sekutu dan serupa. Maka Nabi Musa
pergi dan memperlihatkan kepadanya mukjizat-mukjizat yang sangat menakjubkan dan membuktikan bahwa
beliau benar-benar utusan Allah ta’ala. Meskipun begitu, Fir’aun tetap kafir kepadanya, menolak dan bersikap
congkak serta menyiksa dan menindas kaum Nabi Musa yang beriman. Akhirnya Nabi Musa ‘alaihissalam dan
para pengikutnya dari kalangan Bani Isra’il keluar dari Mesir dengan jumlah 600 ribu orang. Fir’aun
mengejarnya bersama 1.600.000 pasukan karena ingin memusnahkan Musa dan orang-orang yang bersamanya.
Akan tetapi Allah menolong Rasul-Nya. Allah ta’ala berfirman: 

)٦٣ :‫اك الْبَ ْحَر فَا ْن َفلَ َق فَ َكا َن ُك ُّل فِْر ٍق َكالطَّْو ِد الْ َع ِظي ِم (سورة الشعراء‬
َ‫ص‬ َ ‫ب بِ َع‬ ْ ‫وسى َِأن‬
ْ ‫اض ِر‬ ‫ِإ‬
َ ‫فَ َْأو َحْينَا ىَل ُم‬
Maknanya: “Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu,” maka terbelah-lah
lautan itu dan tiap-tiap belahan seperti gunung yang besar.”   (QS asy-Syu’ara’: 63) 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Laut terbelah menjadi 12 belahan dan setiap belahan seperti gunung yang besar. Di antara setiap dua belahan
ada jalan yang kering. Nabi Musa ‘alaihissalam dan orang-orang yang bersamanya masuk ke laut. Fir’aun dan
pasukannya pun mengejar mereka. Allah subhanahu wa ta’ala kemudian menenggelamkan mereka semua dan
Allah selamatkan Nabi Musa ‘alaihissalam dan orang-orang yang bersamanya. Allah ta’ala berfirman: 

‫ت بِ ِه َبنُو‬ ِ ِ ‫ِ ِإ ِئ‬
ْ َ‫ت َأنَّهُ اَل ِإلَهَ ِإاَّل الَّذي َآمن‬
ُ ‫ودهُ َب ْغيً ا َو َع ْد ًوا َحىَّت ِإ َذا َْأد َر َك هُ الْغَ َر ُق قَ َال َآمْن‬ َ ‫َو َج َاو ْزنَا ببَيِن ْسَرا‬
ُ ُ‫يل الْبَ ْحَر فََأْتَب َع ُه ْم ف ْر َع ْو ُن َو ُجن‬
 )٩١ - ٩٠ :‫ين (سورة يونس‬ ِِ ِ ‫ آآْل َن وقَ ْد عصيت َقبل و ُكْن‬،‫ِإسراِئيل وَأنَا ِمن الْمسلِ ِمني‬
َ ‫ت م َن الْ ُم ْفسد‬ َ َ ُ ْ َ َْ َ َ َ ْ ُ َ َ َ َْ
Maknanya: “Dan Kami menyelamatkan Bani Isra’il melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir´aun dan bala
tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir´aun itu telah hampir tenggelam
berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Isra’il, dan
saya termasuk orang-orang yang memeluk Islam.” Apakah sekarang (kamu baru percaya), padahal
sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan”
(QS Yunus: 90-91).

Yakni ketika Fir’aun hampir tenggelam dan mati, ia menyatakan taubat. Padahal taubat tidak lagi bermanfaat
dan tidak diterima dalam keadaan seperti itu. Karena di antara syarat taubat adalah dilakukan sebelum
seseorang putus asa dari hidup seperti ketika akan tenggelam dan tidak ada kemungkinan selamat. Inilah yang
terjadi pada Fir’aun. Allah ta’ala berfirman: 

ِ َّ ِ َّ ‫ت التَّوب ةُ لِلَّ ِذين يعملُو َن‬


‫َأعتَ ْدنَا‬
ْ ‫ك‬ َ ‫َّار ُأولَِئ‬
ٌ ‫ين مَيُوتُو َن َو ُه ْم ُكف‬ ُ ‫ت قَ َال ِإيِّن ُتْب‬
َ ‫ت اآْل َن َواَل الذ‬ ُ ‫َأح َد ُه ُم الْ َم ْو‬ َ ‫الس يَِّئات َحىَّت ِإذَا َح‬
َ ‫ض َر‬ َ َْ َ َْ
ِ ‫ولَيس‬
ََْ
١٨ :‫يما (سورة النساء‬ ِ
ً ‫هَلُ ْم َع َذابًا َأل‬
Maknanya: “Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang  mengerjakan kejahatan (yang)
hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: “Sesungguhnya saya
bertaubat sekarang.” Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka dalam kekufuran.
Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih”  (QS an-Nisa’: 18).

Saudara-saudaraku yang kami cintai,


Para nabi Allah telah memberikan kepada kita contoh dan teladan dalam  berdakwah kepada Allah dan bersabar
untuk itu. Di atas garis  perjuangan mereka inilah para sahabat dan para ulama berjalan. Mereka
mendarmabaktikan jiwa dan raga untuk membela agama Allah. Teladan Sayyidina al-Husain radliyallahu
‘anhu yang gugur syahid pada hari Asyura selalu lekat dalam ingatan kita. Ketika beliau melihat orang yang
tidak cakap memimpin kaum muslimin ingin meraih puncak kepemimpinan tanpa bai’at dari tokoh-tokoh

12
pembesar kaum muslimin yang berilmu dan bertakwa, maka beliau terang-terangan menentang hal itu dan
menolak untuk diam.

Al-Husain berpegang teguh dengan kebenaran dan konsisten dengannya, menegakkan amar makruf nahi
mungkar hingga ia terbunuh padahal beliau adalah putra dari putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau gugur syahid secara zalim di tangan pasukan seorang  yang fasiq dan melanggar aturan-aturan agama. 

Kita memohon kepada Allah ta’ala agar memberikan taufiq kepada kita untuk mengambil pelajaran dari sepak
terjang dan sejarah hidup orang-orang shalih tersebut dan berjalan di atas manhaj mereka.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Terakhir, di antara perkara yang diriwayatkan dari Nabi adalah kesunnahan puasa hari Asyura sebagaimana
terdapat dalam hadits yang telah kami sebutkan di awal khutbah. Demikian pula disunnahkan puasa hari
Tasu’a’, yaitu tanggal 9 Muharram yang jatuh pada hari ini, berdasarkan sabda Nabi  shallallahu ‘alaihi wa
sallam: 

ِ ِ ‫ِئ‬
  )‫مسلم‬ ُ ‫ت ِإىَل قَابِ ٍل‬
ٌ ‫َأَلص ْو َم َّن التَّاس َع (رواه‬ ُ ‫لَ ْن بَقْي‬
Maknanya: “Jika aku masih hidup tahun depan, niscaya aku akan berpuasa tanggal sembilan”  (HR Muslim)

Hikmah dari puasa tanggal 9 di samping berpuasa pada tanggal 10 Muharram sebagaimana dikatakan oleh
sebagian ulama adalah menyalahi orang-orang Yahudi, karena mereka hanya berpuasa di tanggal 10 saja. Jika
seseorang tidak berpuasa tanggal 9 bersama tanggal 10, maka disunnahkan berpuasa tanggal 11 Muharram
bersama tanggal 10. Bahkan Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm menegaskan kesunnahan puasa tiga hari
sekaligus, yaitu tanggal 9, 10 dan 11 Muharram. 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Demikian khutbah yang singkat ini, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua.

Hari silih berganti. Bulan kian berganti. Tahun demi tahun terlewati. Tak terasa kita telah memasuki bulan
Muharram, awal bulan dalam kalender Hijriah. Maka dari itu timbul pertanyaan-pertanyaan dalam benak,
sudahkah kita meningkatkan semangat kita? Tekad-tekad yang baru itu sudahkah tertanam dalam jiwa? Atau
kita masih butuh menyervis diri kita? Semoga saja. Yang jelas kita masih perlu untuk introspeksi diri kembali.

Pada bulan Muharram ini—termasuk dalam bulan-bulan yang haram (asyhurul hurum)—Allah memiliki suatu
hari, yang merupakan hari mulia dalam Islam. Hari itu adalah hari Asyura. Banyak kejadian, hal-hal penting,
yang berhubungan dengan bulan ini. Berikut ulasan hari Asyura

Definisi Asyura

Ada dua pendapat dalam penamaan Asyura. Pendapat yang pertama adalah Asyura diambil dari kata Asyirah
(kesepuluh) untuk pleonastis (yang dilebih-lebihkan) dan diagungkan. Sedangkan pendapat yang kedua adalah
pendapat yang paling banyak yaitu, kata Asyura adalah hari kesepuluh dari bulan Muharram.

Sejarah dan Perintah Puasa Asyura

Setelah hijrah dari Makkah ke Madinah, Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬mendapati kaum Yahudi sedang berpuasa pada
hari Asyura, maka beliau memerintahkan para sahabat untuk berpuasa Asyura.

Dari sahabat Abdullah bin Abbas radliyallahu 'anh beliau berkata: “Tatkala Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬datang ke kota
Madinah, beliau mendapati kaum Yahudi sedang berpuasa di hari Asyura, lantas beliau bersabda kepada
mereka, 'Hari apa yang kalian sedang berpuasa ini?'

Mereka menjawab, 'Hari ini adalah hari yang agung. Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya pada hari ini
dan menenggelamkan Fir’aun beserta pasukannya. Maka Musa berpuasa pada hari ini sebagai rasa syukur dan
kami turut berpuasa.’

13
Maka Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, 'Maka kami dengan Musa lebih berhak dan lebih utama daripada kalian.’ Maka
Rasulullah ‫ ﷺ‬berpuasa dan memerintahkan berpuasa.” HR Bukhari dan Muslim.

Konon katanya, kaum Quraisy juga berpuasa pada hari Asyura.

Disebutkan dalam riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim bahwa Sayyidah Aisyah radliyallahu 'anha berkata:
“Dulu kaum Quraisy berpuasa Asyura pada masa jahiliah. Kemudian Rasulullah ‫ ﷺ‬memerintahkan berpuasa
Asyura pula, hingga diwajibkan puasa Ramadhan.

Maka Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, 'Barang siapa yang berkehendak (ingin berpuasa), maka silakan berpuasa. Dan
barang siapa yang berkehendak (tak ingin berpuasa), maka tidak berpuasa.’”

Tak hanya puasa Asyura yang dianjurkan, puasa Tasu’a (hari kesembilan dari bulan Muharam) dan hari
kesebelas pun juga diperintahkan oleh Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬untuk berpuasa juga. Hal ini guna untuk
membedakan antara ritual ibadah orang Muslim dan kaum Yahudi.

Diriwayatkan oleh sahabat Abdullah bin Abbas radliyallahu 'anh beliau berkata: “Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬beliau
bersabda, 'Jika aku masih hidup hingga tahun depan, pasti aku akan berpuasa pada hari kesembilan’” (HR
Muslim).

Diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dari sahabat Ibnu Abbas radliyallahu 'anh, marfu' (disandarkan kepada
Nabi Muhammad ‫ )ﷺ‬berkata, "Puasalah pada hari Asyura dan bedakanlah diri kalian dengan kaum Yahudi.
Puasalah sehari sebelumnya atau setelahnya."

Imam Syafi'i dalam kitabnya al-Um dan al-Imla' menegaskan bahwa disunahkan berpuasa 3 hari; puasa Asyura,
Tasu'a dan puasa hari kesebelas.

Nah, dari sini dapat disimpulkan bahwa puasa Asyura itu ada 3 tingkatan: Tingkatan yang paling rendah ialah
puasa Asyura saja, kemudian atasnya adalah puasa Asyura dan puasa Tasu'a, dan yang terakhir, tingkatan yang
paling tinggi adalah puasa Asyura, Tasu'a dan puasa hari kesebelas (bulan Muharram).

Asal Hukum Puasa Asyura

Para ulama berpendapat bahwa puasa Asyura itu hukumnya wajib sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan
pada tahun kedua hijriah. Maka, setelah diwajibkan puasa Ramadhan, puasa ini menjadi puasa sunah 'muakkad'
(sangat dianjurkan). Dan inilah pendapat kebanyakan ulama.

Namun, pendapat yang lain mengatakan bahwa puasa ini memang sejak dulu hukumnya sunah ’muakkad’,
tidak wajib, hingga diwajibkan puasa Ramadhan, maka hukumnya kembali menjadi sunah biasa. Namun
pendapat ini lemah, seperti yang ditegaskan Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani.

Keutamaan Puasa Asyura

Asyura juga termasuk puasa yang sangat dianjurkan oleh agama islam. Rasulullah ‫ ﷺ‬Bersabda, “Puasa yang
paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulannya Allah, Muharam” (HR Muslim).

Di antara keutamaan puasa ini ialah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu. Dari sahabat Abu Qatadah,
bahwa Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬bersabda, “Puasa hari Asyura, aku berharap kepada Allah agar Ia mengampuni
dosa setahun yang lalu” (HR at-Tirmidzi).

Disebutkan dalam riwayat yang lain pula, bahwa Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬ditanya tentang puasa Asyura, maka
beliau menjawab, “(Puasa tersebut) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR Muslim).

Nah, seperti yang telah diketahui, yang dimaksud dengan penghapusan dosa di sini adalah dosa-dosa kecil,
bukan dosa-dosa besar. Tetapi, apabila tidak memiliki dosa kecil, maka diharapkan adanya keringanan dari
dosa-dosa besar. Jika tidak, maka diangkat derajatnya.

Perbedaan Keutamaan Puasa Asyura dan Puasa Arafah

14
Dari sini akan timbul pertanyaan, kenapa puasa Asyura hanya dapat mengampuni dosa satu tahun yang lalu
saja? Sedangkan puasa Arafah dapat menghapuskan dosa satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan
datang?

Jawabannya: karena puasa Arafah adalah puasa yang diberikan khusus untuk Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬beserta
umatnya saja. Sedangkan puasa Asyura adalah puasa yang juga dilakukan Nabi Musa ‘alaihissalam serta
umatnya.

Nah, dari sini kita tahu, bahwa segala sesuatu yang diberikan khusus untuk Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬maka itu
adalah spesial dan istimewa.

Peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada hari Asyura

Berikut 20 peristiwa penting yang terjadi pada hari Asyura, 10 Muharram:

Diciptakannya Nabi Adam ‘alaihissalam di surga.

Diterimanya taubat Nabi Adam ‘alaihissalam

Naik dan sejajarnya perahu Nabi Nuh ‘alaihissalam dengan bukit Judi setelah banjir besar, serta turunnya ke
muka bumi setelah banjir bandang.

Dikeluarkannya Nabi Yunus ‘alaihissalam dari perut ikan paus.

Diterimanya taubat umat Nabi Yunus ‘alaihissalam

Dilahirkannya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam

Selamatnya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dari api yang membakarnya oleh Raja Namrud.

Dikeluarkannya Nabi Yusuf ‘alaihissalam dari sumur setelah diceburkan saudara-saudaranya.

Dipertemukannya Nabi Yusuf ‘alaihissalam dengan keluarganya kembali.

Disembuhkannya penglihatan Nabi Ya’qub ‘alaihissalam

Dibukanya (dihilangkan) ‘madlorot’ yang mendera Nabi Ayyub ‘alaihissalam

Diampuninya Nabi Daud ‘alaihissalam

Terbelahnya laut merah untuk Nabi Musa ‘alaihissalam setelah dikejar Fir’aun.

Tenggelamnya Fir’aun di dasar laut merah saat mengejar Nabi Musa ‘alaihissalam

Dilahirkannya Nabi Isa ‘alaihissalam

Diangkatnya Nabi Isa ‘alaihissalam ke langit.

Dibolak-balikannya tubuh ashabul Kahfi (para pemuda Bani Israil yang bersembunyi di dalam gua).

Diciptakannya ruh Nabi Muhammad ‫ﷺ‬

Dikandungnya Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬di rahim Ibunda Aminah radliyallahu 'anha

Wafatnya (syahid) cucu Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬Sayyiduna Husein radliyallahu 'anh

Dzikir-dzikir Hari Asyura

Ada banyak dari umat-umat terdahulu yang diterima taubat mereka pada hari Asyura. Maka dari itu, para ulama
menganjurkan untuk memperbanyak dzikir dan istighfar pada hari Asyura. Di antaranya seperti yang
dianjurkan oleh Imam Al-Ajhuri, beliau mengatakan, “Barang siapa yang membaca pada hari Asyura:

15
ِ َّ‫َح ْسبُنَا هللاُ َونِ ْع َم ال َو ِكي ِْل نِ ْع َم ال َموْ لَى َونِ ْع َم الن‬
‫ص ْي ُر‬

(Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung dan penolong)

Sebanyak 70 kali, niscaya Allah akan menjaganya dari keburukan tahun tersebut.”

Rasulullah ‫ ﷺ‬sendiri yang dosa-dosanya telah diampuni oleh Allah ‫ ﷻ‬tak kurang dari 70 kali beliau meminta
ampun kepada Allah setiap harinya, seperti yang diriwayatkan Imam al-Bukhari. Maka, apakah pantas umatnya
yang selalu bergelimang dengan dosa ini tidak meminta ampun kepada Allah setiap harinya? Maka hari Asyura
adalah kesempatan emas bagi umatnya untuk memperbanyak dzikir dan istighfar kepada Allah ‫ﷻ‬.

Sesungguhnya ada banyak faedah bagi orang yang senantiasa meminta ampun kepada Allah ‫ ﷻ‬Di antaranya,
sebagaimana yang telah disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Abdullah bin Abbas
radliyallahu 'anh Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Barang siapa yang senantiasa beristighfar (meminta ampun kepada
Allah), Allah menjadikan setiap kesusahan baginya jalan keluar, setiap kegalauan kelapangan, dan dia
diberikan rezeki yang tidak dia sangka-sangka” (HR Abu Dawud).

Berikut beberapa dzikir yang dianjurkan untuk dibaca pada hari Asyura:

١٠٠ .....ُ‫×اَل ِإلَهَ ِإاَّل هللا‬

١٠٠ .....‫صحْ بِ ِه َو َسلِّ ْم‬ َ ‫×اللّهُ َّم‬


َ ‫صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َو‬

١٠٠ .....‫×َأ ْستَ ْغفِ ُر هللاَ ْال َع ِظ ْي َم‬

١٠٠ ..... َ‫ظلَ ْمنَا َأ ْنفُ َسنَا َوِإ ْن لَ ْم تَ ْغفِرْ لَنَا لَنَ ُكوْ ن ََّن ِمنَ الخَ ا ِس ِر ْين‬
َ ‫× َربَّنَا‬

٤٥٠ .....ُ‫× َح ْسبُنَا هللاُ َونِ ْع َم ال َو ِك ْيل‬

ِ َّ‫× َح ْسبُنَا هللاُ َونِ ْع َم ال َو ِك ْي ِل نِ ْع َم ال َموْ لَى َونِ ْع َم الن‬


٧٠ .....ُ‫ص ْير‬

َّ َ‫× َربِّ ا ْغفِرْ لِي َوارْ َح ْمنِي َوتُبْ َعل‬


١٠٠٠ .....‫ي‬

Semoga kita diberikan taufik oleh Allah untuk berpuasa, berdzikir dan beribadah kepada Allah di hari Asyura.
Aamiin.

16

Anda mungkin juga menyukai