PENDAHULUAN
Dalam bab ini dibahas secara berturut-turut tentang : (a) latar belakang
masalah, (b) rumusan masalah, (c) tujuan penelitian, (d) hipotesis penelitian, (e)
kegunaan penelitian, (f) ruang lingkup dan pembatasan penelitian, (g) asumsi
yang tidak mudah karena dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : kualitas
sarana penunjang pembelajaran, rasio guru murid yang sesuai dengan batas toleransi,
yang menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan ditinjau dari aspek manajemen
pendidikan dapat dikelompokkan ke dalam tiga faktor, yaitu : (a) faktor instrumental
sistem pembinaan profesional guru, dan (c) faktor substansi manajemen Program
1
2
guru telah ditemukan oleh berbagai studi sebagai faktor yang paling konsisten dan
kuat dalam mempengaruhi mutu pendidikan (Depdikbud, 1996). Hal ini dikarenakan
kualitas guru melalui sistem pembinaan profesional guru, (2) peningkatan manajemen
Madrasah dan manajemen kelas, (3) peningkatan sistem evaluasi, (4) peningkatan
pelaksanaan kurikulum muatan lokal, dan (5) penuntasan wajib belajar 9 tahun.
pengawas Madrasah serta para pembina lainnya untuk membantu guru dalam
Pendidikan, Kepala Kantor Wilayah Depdiknas Propinsi), dan pada akhir sasaran
Madrasah serta mampu membantu guru dalam memperbaiki proses belajar mengajar
oleh Kepala Madrasah (supervisor) untuk meningkatkan kinerja mengajar guru antara
lain : (1) rapat dewan guru, (2) penataran, (3) pertemuan pribadi, (4) pemanfatan guru
model, (5) kunjungan kelas, (6) pertemuan dalam kelompok kerja, (7) penerbitan
Teknik mana yang paling tepat dan paling baik dari beberapa cara
pembinaan tersebut, sangat tergantung pada situasi dan kondisi pada masing-masing
guru. Oleh sebab itu, setiap pembinaan harus selalu siap berupaya untuk dapat
memiliki kemampuan dasar, yaitu : (a) menguasai kurikulum, (b) menguasai materi
setiap mata pelajaran, (c) menguasai metode dan teknik, (d) komit terhadap tugasnya,
(e) berdisiplin (Depdikbud, 1993). Penjelasan tentang kemampuan dasar itu adalah :
4
rencana catur wulan, rencana mingguan, sampai pada rencana harian yang
disampaikan di muka kelas. Kedua, setiap guru profesional harus menguasai mata
pelajaran yang diajarkannya dan harus yakin benar bahwa apa yang akan disampaikan
benar-benar telah dikuasai dan dihayati secara mendalam. Ketiga, guru harus
menguasai bagaimana cara menyampaikan setiap materi pelajaran pada siswa, karena
diharapkan guru mampu menciptakan suasana belajar yang efektif. Keempat, tingkat
profesionalisme guru juga oleh komitmen terhadap tugasnya. Tugas guru akan
berjalan sukses manakala didukung oleh perasaan bangga terhadap tugasnya. Kelima,
komitmen guru terhadap tugasnya akan berdampak pada perilaku yang disiplin dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya. Hal yang demikian akan bermuara pada
penanaman nilai dan sikap disiplin pada anak didiknya. Penanaman disiplin yang baik
dan kuat dalam proses pendidikan akan menghasilkan sikap mental, watak dan
Hal di atas diperkuat juga dalam beberapa hasil penelitian tentang upaya
Dikembangkan P3G dan Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah, ada sepuluh
(5) melaksanakan program pengajaran, (6) menilai hasil dan proses belajar mengajar,
mengajar guru. Supervisi pengajaran yang menjadi perhatian dalam penelitian ini
antara lain : (1) menyusun program pembelajaran, (2) pelaksanan pembelajaran, dan
dilakukan oleh Kepala Madrasah terhadap peningkatan kinerja mengajar para guru
atas kualitas lulusannya. Di ketahui bahwa untuk mengetahui hasil pendidikan dengan
kualitas yang memuaskan harus ditunjang beberapa faktor, antara lain tenaga
pendidik.
6
Probolinggo ?
Probolinggo.
Probolinggo,
lain :
mengacu pada pendekatan supervisi yang lebih sesuai dengan kebutuhan personal
2 Temuan penelitian dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain yang menaruh
4 Temuan penelitian ini dapat dijadikan informasi dan referensi relevan di bidang
kajian teori manajemen pendidikan yang bertalian dengan konsep supervisi dan
5 Temuan penelitian ini dapat dijadikan sebagai umpan balik bagi aparat pendidik
yang terlibat langsung dalam prose supervisi untuk bahan evaluasi terhadap
peranan para pejabat struktural terkait dalam hal ini Kepala Madrasah.
layanan supervisi yang dilakukan oleh Kepala Madrasah dalam memberikan layanan
supervisi. Layanan ini dilakukan terhadap guru dalam membentuk perbaikan dan
penilaian pembelajaran. Ketiga aspek pelayanan tersebut merupakan teknik dari ilmu
1.6 Aspek supervisi pengajaran sebagai variabel bebas yang dilihat pada penelitian ini
1.7 Sampel yang digunakan pada penelitian ini dibatasi hanya kepada guru MI se
1.8 Keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya maka penelitian ini didasarkan atas data
1.9 Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data digunakan kuesioner, dengan
istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu diberikan definisi operasional
untuk beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Istilah tersebut antara
a. Supervisi Pengajaran
Adalah semua usaha yang sifatnya membantu guru atau emlayani guru agar ia
serta dapat pula menyediakan kondisi belajar murid yang efektif dan efesien demi
Kinerja adalah sesuatu yang dicapai, kemampuan kerja, atau prestasi yang
penilaian pembelajaran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
(c) tugas kepala Madrasah sebagai supervisor pengajaran, (d) persepsi, respon dan
sikap terhadap supervisi, (e) kinerja mengajar guru, dan (f) hubungan pelaksanaan
Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Pedoman ini merupakan salah satu pedoman
kurikulum tersebut sekaligus pula dapat dianggap titik tolak dimulainya pembinaan
Indonesia.
diuraikan menjadi tiga bagian, yakni antara lain : (1) Pengertian supervisi pengajaran,
(2) Tujuan supervisi pengajaran, (3) Fungsi supervisi pengajaran, dan (4) Pendekatan
12
13
supervisi.
Charles W, dan Harl. Rejing Wonoasih Kota Probolinggo (dalam Mantja, 1998)
di suatu Madrasah, baik secara individu maupun kelompok, di dalam pengertian yang
lebih baik dan tindakan yang lebih efektif sehingga para guru dapat lebih mampu
berkesinambungan menuju partisipasi yang paling cerdas dan kaya dalam kehidupan
disebut dengan supervisi. Sedang Mark (1974) menguraikan nilai supervisi ini
adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara langsung dilokasi tempat suatu kegiatan
pelaksanaan program atau rencana yang sedang berlangsung, supervisi lebih bersifat
14
bimbingan dan pemberitahuan secara profesional dari pada berupa pembekalan staf
administrasi saja tetapi pada proses pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Atasan
yang dimaksud disini menurut Pidarta (1986) adalah kepala Madrasah dan wakil
kepala Madrasah.
bahwa supervisi pengajaran usaha yang sifatnya membantu guru atau melayani guru
pengajarannya, serta dapat pula menyediakan kondisi belajar siswa yang efektif dan
pendidikan nasional. Oleh karena itu dalam membahas tujuan supervisi pengajaran
belajar dengan baik dan guru dapat membimbingan dalam suasana kreatif agar para
guru merasa meningkatkan kareir dalam jabatan mengajar. Usaha untuk emmperbaiki
15
berbagai faktor yang turut menentukan proses belajar mengajar ialah dengan cara
mereka hadapi. Sehubungan dengan itu, maka tujuan supervisi pengajaran menurut
Nawawi (1981) adalah berusaha untuk menolong guru-guru agar dapat tumbuh
menjadi guru yang lebih cakap dan lebih baik di dalam melaksnakan tugas-tugasnya.
adalah membantu guru untuk tumbuh dan berkembang dalam pengertian para guru
pengajaran menurut Sahertian dan Mataheru (1982) adalah sebagai berikut : (a)
alat dan metode pengajaran modern, (f) membantu guru-guru dalam menilai
kemampuan siswa dan hasil pekerjaan guru itu sendiri, (g) membantu guru-guru
dalam membina reaksi mental atau memental kerja guru dalam rangka perkembangan
pribadi jabatan guru, (h) membantu guru-guru agar para guru merasa gembira dengan
16
tugas yang diembannya, (i) membantu guru-guru agar elbih mudah mengadakan
masyarakat, dan (j) membantu guru-guru waktu dan tenaga dicurahkan sepenuhnya
itu menunjuk bahwa supervisi pengajaran itu adalah sebagai bagian usaha dalam
rangka meningkatkan kemampuan profesi sebagai guru dan setia terhadap tujuan
umum pendidikan serta pengajaran, maupun untuk tumbuh menjadi guru yang
profesional.
Oleh karena itu Ayer (dalam Sahertian dan Mataheru, 1981) mengemukakan fungsi
supervisi pengajaran adalah untuk memelihara program pengajaran yang ada sebaik-
tugas dalam rangka emncapai tujuan supervisi. Kegiatan-kegiatan pokok supervisi ini
disebut fungsi. Charles dan Lovell (1975) mengemukakan ada tujuh fungsi supervisi
pengajaran antara lain : (a) pengembangan tujuan, (b) pengembangan program, (c)
17
koordinasi dan mengawasi, (d) motivasi, (e) pemecahan masalah, (f) pengembangan
bagian, yaitu : (a) fungsi utama, yaitu membantu Madrasah yang sekaligus mewakili
perkembangan individu para siswa, (b) fungsi tambahan, yaitu membantu Madrasah
dalam membina guru-guru agar dapat bekerja dengan baik dan dalam mengadakan
mengajar guru-guru.
keterampilan apa yang seharusnya atau sebaiknya dimiliki oleh seorang supervisor
bantuan profesional yang diberikan oleh seorang pembina kepada guru dalam rangka
Proses belajar mengajar tidak lepas dari interaksi aktif antara guru dan siswa dan hal
ini menjadi sentral layanan pembinaan guru. Karena itu orientasi pandangan
belajar.
(a) berasal dari psikologi behavioristik, (b) berasal dari psikologi humanistik, dan (c)
dari lingkungan. Guru mengkondisikan sedemikian rupa sehingga siswa mau belajar.
kedaulatan guru dalam belajar relatif tinggi, sementara kedaulatan siswa relatif
dilakukan sendiri oleh siswa, siswa menemukan sendiri mengenai sesuatu tanpa
banyak campur tangan dari guru. Jadi peranan guru dalam belajar dan mengajar
19
relatif rendah, sedangkan kedaulatan siswa dalam belajar relatif tinggi. Ketiga,
pribadi dengan kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan, sehingga tanggung
Pandangan
Non Directife Collaboratife Directife
Pembinaan
Tanggung Jawab
Tinggi Sedang Tinggi
Guru
Tanggung Jawab
Rendah Sedang Tinggi
Pembina
Metode
Self Assessement Mutual Contrak Dilineated Standat
Pembinaan
directife pembinaan guru, tanggung jawab guru rendah, sedangkan tanggung jawab
pembina tinggi. Pada pandangan non directife, berlaku sebaliknya yaitu tanggung
jawab guru tinggidan tanggung jawab pembina rendah. Sedangkan pada tanggung
guru,
tertentu,
guru.
tersebut dituliskan dalam sebuah garis kontinum yang disebut sebagai kontinum
P K M P P N D M S P
E L E R E E E E T E
N A N E M G M N A N
E R D S E O O G N G
G I O E C I N A D U
A F R N A S S R A A
S I O T H A T A R T
A K N A A S R H I A
N A G S N I A K S N
S I S A A
I I N S
I
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
g
p
garis kontinum. Pada orientasi directife semakin ke kanan tanggung jawab pembina
collaboratife, baik tanggung jawab guru maupun pembina sama-sama berada dalam
a. Orientasi Directife
belajar. Jika tanggung jawab guru dalam mengembangkan dirinya sangat rendah,
maka dibutuhkan keterlibatan yang tinggi dari pembina. Dengan demikian guru akan
dengan baik.
Hasil akhir dari pembinaan dengan orientasi ini berupa tugas guru. Pengkondisian
belajar dan mengajar, bahwa belajar haruslah dilakukan dengan penemuan sendiri
oleh siswa. Dengan demikian tingkat tanggung jawab guru rendah, sementara
jawab pembina dalam membina guru adalh rendah. Dengan demikian kedaulatan
lebih banyak ditangan guru dan pembina sekedar sebagai fasilitator saja.
23
Sedangkan target akhir yang diinginkan adalah perencanaan oleh guru itu sendiri.
c. Orientasi Collaboratife
kontrol instrumen lingkungan dan usaha penemuan oleh diri sendiri. Karena itu
tanggung jawab guru dengan siswa sama-sama seimbang dan pada tingakat sedang.
Pandangan collboratife dalam pembinaan guru juga ada kedaulatan yang seimbang
antara pembina dan guru. Tanggung jawab mereka masing-masing yaitu sebagai guru
yang ingin dicapai adalah terdapatnya kontrak antara pembina dengan guru.
kemampuan kognitif, pemikiran abstrak dan simbolis yang dapat dilakukan bahkan
kemampuan imajinatifnya.
komitmen dan tingkatan abstraksinya, akhirnya dapat dibuat kategori guru dengan
cara menyilangkan dua macam garis kontinum ialah kontinum tingkatan abstraksi dan
dari rendah sampai tinggi. Hal ini dapat dilihat diagram berikut ini :
(Gliekman, 1981)
paradigma kategori guru sehingga para pembina (supervisor) dapat memilih secara
tepat orientasi supervisi dapat memilih secara tepat orientasi supervisi yang membina
guru-guru.
25
TINGGI
T
i
n
Kuadran III Kuadran IV
g
Pengamat Analitif Profesional
k
a
t
R T
E I
N ----------------- Tingkat ----------------------------- Komitmen ------------- N
D G
A G
H A I
b
s
t
Kuadran I Kuadran II
r
Drop Out Kerjanya Tak Terarah
a
k
s
i
RENDAH
(Gliekman, 1981)
a. Guru yang drop out, sebagaimana dikemukakan dalam diagram I. Guru yang
Dalam membina guru pada kategori ini dapat menggunakan orientasi directife.
dikemukakan pada kuadran II. Guru yang demikian (tingkat komitmennya tinggi,
26
dalam kuadran III. Guru yang tinggi tingkat abstraksinya tetapi rendah tingkat
negoisasi.
d. Guru yang profesional sebagian ada pada kuadran IV yang memiliki tingkat
Kecuali Gliekman, pakar lain yaitu Pohan dan Cross (dikutip oleh
a. Bila supervisi yang dilakukan bersifat administratif dan orientasi dasarnya adalah
manajerial, maka pola hubungan antara supervisor dan guru akan nampak sebagai
b. Jika supervisi berorientasi empirik (klinik) maka pola hubungan akan nampak
c. Bila orientasinya efisiensi, maka pola hubungan akan nampak seperti pamong
d. Bila supervisi berorientasi pada estetik, maka pola hubungan antara supervisor
f. Bila supervisi berorientasi pada hasil belajar siswa, maka pola hubungan akan
supervisi yaitu direct dan indirect. Kedua orientasi ini didasarkan pada asumsi-asumsi
yang berbeda.
2. Pengawasan dilakukan oleh orang yang berpangkat lebih tinggi dan lebih ahli.
Orang yang pangkatnya lebih rendah mestinya dievaluasi oleh orang yang
b. Orientasi Indirect
2. Keahlian pada dasarnya pada ilmuan dan pengalaman dan bukan pada jabatan.
28
performansi.
5. Belajar yang terbaik adalah dihadapkan pada situasi dan dibantu menemukan
9. Mengajar itu suatu prose yang kompleks, berbeda antara orang yang satu
hakekatnya supervisi melibatkan hubungan manusia yang satu dengan yang lain
untuk mencapai suatu tujuan. Karena itu sulit untuk dilepas dari tata nilai, aturan,
norma yang dianut kedua belah pihak (guru dan supervisor). Secara luas tentu terkait
ada pendekatan lain yang digunakan untuk membina guru-guru, yaitu : (a)
pendekatan ilmiah yang ditulis oleh John D. Mc. Neil, (b) pendekatan klinik yang
ditulis oleh Mooreen B. Garman, (c) pendekatan artistik yang ditulis oleh Eliot W.
a. Pendekatan Ilmiah
dibidang pengajaran, (c) menerapkan metode ilmiah dan bersikap ilmiah dalam
pengajaran, menemukan teori-teori yang sudah diuji kebenarannya, maka tugas guru
oleh peneliti tersebut mencapai sasarannya. Tidak hanya itu, pengajaran yang
dilakukan oleh para guru juga dibangun di atas teori secara empirik telah teruji
gambaran yang benar mengenai pengajarn yang dilakukan oleh guru bersama siswa-
siswanya. Untuk itu pembina harus bersikap ilmiah, objektif, dan jernih dalam
b. Pendekatan Artistik
dari kelamahan pendekatan ilmiah itu sendiri. Pendekatan ilmiah terlalu berani
antara tampilan komponen yang satu dengan yang lain tidak ada hubungannya.
Padahal pengajaran mewrupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen
menggunakan peristiwa pengajaran yang berada dalam konteks yang berbeda. Karena
dan mengapresiasi pengajaran yang dilakukan oleh guru. Pembina harus mengikuti
mengajar guru dengan cermat, telaten dan utuh. Elliot W. Esiner melukiskan bahwa
dilihat sebagian demi sebagian, namun harus dilihat secara menyeluruh dengan
pengamat yang cermat, turut merasakan dan mencoba menangkap maknanya. Dengan
artistik ini adalah : (a) ketika mau berangkat ke lapangan pembina tidak boleh punya
pretensi apapun tentang pengajaran yang akan diamati, (b) mengadakan pengamatan
terhadap guru dengan cermat, teliti, utuh, menyeluruh serta berulang-ulang, (c)
selesai, (d) menyusuh hasil interpretasi dalam bentuk narasi, (e) menyampaikan hasil
interpretasi yang sudah dinarasikan kepada guru, (f) menerima balikan dari guru
c. Pendekatan Klinik
dan artistik yang sudah dilakukan secara kolegial antara guru dan pembina. Melalui
ditingkatkan.
pendekatan klinik adlah suatu pertemuan tatap muka antara pembina dan guru,
32
pengembangan profesi.
oleh Cogan, Goldhammer dan Welter dari Universitas Harvard pada tahun lima
puluhan dan enam puluhan. Asumsi yang mendasari pembinaan guru dengan
pendekatan klinik antara lain : (a) para guru dalam mengajar lebih suka
jenis pembinaan yang lain, (b) pengajaran merupakan aktivitas yang kompleks, yang
sederhana. Karena itu dalam mengamati peristiwa pengajaran harus hati-hati, dan dari
hasil pengamatan inilah pembina bisa mengetahui langkah-langkah apa yang diambil
pembina dengan guru, sehingga guru yakin bahwa pembina tidak bermaksud mencari
Aktifitas-aktifitas yang dilakukan pada tahap ini antara lain : (a) menciptakan suasana
kolegialitas, (b) membicarakan rencana pengajaran yang telah dibuat guru, (c)
dan menyepakatinya.
33
guru yang sedang mengajar dengan menggunakan lembar observasi yang telah
disepakati. Aktifitas-aktifitas yang telah dilakukan pada tahap yaitu : (a) memasuki
ruang kelas yang akan diajar oleh guru bersama-sama dengan guru yang akan
mengajar, (b) guru menjelaskan kepada siswa tentang maksud kedatangan pembina
ke ruang kelas, (c) guru mempersilahkan pembina untuk menempati tempat duduk
yang telah disediakan, (d) pembina mengobservasi penampilan mengajar guru dengan
menggunakan format observasi yang telah disepakati, (e) setelah proses belajar
mengajar, guru bersama-sama dengan pembina meninggalkan ruang kelas dan pindah
adalah : (a) pembina mengdakan penguatan kepada guru yang baru saja mengajar
dalam suasana akrab sebagaimana pertemuan awal, (b) pembina bersama-sama guru
membicarakan kembali kontak yang pernah dimulai dari tujuan pengajaran sampai
evaluasi pengajaran, (c) pembina menunjukkan hasil observasi yang telah dilakukan
berdasarkan format yang telah disepakati, (d) pembina berdiskusi dengan guru
tentang hasil observasi yang telah dilakukan, dan (e) bersama-sama guru membuat
kesimpulan tentang hasil pencapaian latihan pengajaran yang telah dilakukan yang
tidak bisa lepas hubungannya dengan keterkaitan antara dua orang atau lebih dalam
rangka mencapai tujuan. Karena itu dalam menjalin hubungan tersebut juga tidak
34
lepas dari tata nilai dan pola sikap yang dianut oleh dua orang berinteraksi tersebut,
dan secara luas tentu terkait pula dengan latar budaya masing-masing individu.
Pada sub bagian ini akan dibahas mengenai profesionalisme guru, dan
keberhasilan penigkatan sumber daya manusia. Untuk itu guru harus dapat
merupakan tugas pokok dalam jabatan guru yaitu mendidik, mengajar, dan melatih.
pendidik.
Worrel (1981), guru harus bersedia membuat rencana mengorganisasikan sesuatu dan
mengajar secara rinci dikemukakan oleh Adams dan Decey dalam Usman (1992),
konselor.
35
ini dikembangkan pihak P3G dan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
menilai hasil dan proses belajar mengajar, (7) menyelenggarakan program bimbingan,
1992).
bilamana proses belajar mengajar di kelas dapat berlangsung dengan baik, berdaya
guna dan berhasil guna. Hal itu bisa terlaksana apabila ditunjang dengan adanya
mutu pendidikan banyak ditentukan juga oleh kemampuan yang ada pada guru
mengajar.
dengan baik, teratur, terus menerus sehingga benar-benar memiliki kemampuan yang
karena sebagian guru adalah guru kelas. Dengan demikian setiap guru harus
penyampaian maupun alat-alat belajar mengajarnya. Tentu saja hal ini bisa
diluar kemampuan untuk mengatasinya. Namun demikian hal tersebut tentunya tidak
yan nyata dalam kegiatan belajar mengajar di kelas apabila tidak di ikuti dengan
pembinaan profesionalisme bagi para guru . monitoring telah dilakukan , super visi
selama ini sebagai pembinaan propesional guru masih kurang mendukung usaha
yang kurang memadai, (b) sikap mental yang masih perlu dibenahi dari kepala
Madrasah maupun guru, (c) kurangnya koordinasi antara berbagai pihak yang
37
1991/1992).
(b) tatap muka antara 37ocal37a dan masing-masing guru praktis sangat sedikit, (c)
37ocal37a sendiri banyak yang sudah lama tidak mengajar dan memerlukan bekal
tambahan agar dapat mengikuti perkembangan baru dalam berbagai mata pelajaran,
(d) pada umumnya masih menggunakan jalur tunggal dan serah yakni dari atas, dan
Sikap mental yang perlu dibenahi dari para 37ocal37a maupun guru
menyangkut hal-hal : (a) hubungan profesionalisme yang kaku dan kurang akrab
antara atasan dan bawahan akibat sikap otoriter 37ocal37a sehingga guru takut dan
bersikap kurang terbuka kepada 37ocal37a, (b) banyak 37ocal37a dan guru yang
merasa sudah cukup berpengalaman sehingga merasa tidak perlu belajar lagi, (c)
37ocal37a dan guru terlalu cepat merasa puas atas hasil belajar anak, (d) 37oca yang
tidak diikuti guru yang lain, (e) banyak guru yang takut mencoba hal-hal baru yang
belum begitu dikuasainya dan merasa lebih tenang mengajar dengan cara lama.
pemerintah berusaha untuk memperbaiki 37ocal37 dan mutu pendidikan dengan jalan
1992). Hal ini bisa dilakukan oleh kepala Madrasah atau siapa saja yang bertugas
dengan segala aspek pendukungnya sehingga berjalan dengan baik khususnya proses
belajar mengajar dan tujuan pendidikan dasar umumnya tercapai secara optimal.
kegiatan belajar mengajar dengan baik, (c) kemampuan menilai proses dan hasil
belajar, (d) kemampuan untuk memberikan umpan balik secara terus menerus dan
sumber dan media pengajaran, (f) kemampuan membimbing dan melayani murid
yang mengalami kesulitan dalam belajar, dan (g) kemampuan mengelola dan
39
dibina dan pihak yang melayani atau yang membina. Baik yang dibina maupun
sesuai kedudukan dan peran masing-masing. Oleh sebab itu sasaran pembinaan ini
adalah kedua pihak yaitu guru sebagai pihak yang dibina dan kepala Madrasah,
menjadi potensi yang nyata. Gejala adanya keinginan untuk mencoba dan
yang memerlukan bantuan dan yang akan memberi bantuan. Agar yang
secara terbuka. Dilain pihak pengawas dan kepala Madrasah harus peka terhadap
masalah yang dihadapi guru-guru. Atas dasar hubungan kerabat kerja bisa
sebagai bawahan semata-mata akan melahirkan hubungan yang kaku. Sikap yang
Artinya setiap keadaan yang berhubungan dengan proses belajar mengajar harus
Sebaliknya guru harus berani mengakui, baik kepada dirinya, kepada rekan
yang sehat. Sebagai manusia biasa guru-guru tidak luput dari kesalhan ataupun
oleh para guru sekalipun belum berarti hendaknya mendapatkan pengakuan yang
rangka pembinaan profesionalisme guru Madrasah oleh para pengawas atauun kepala
gambaran tentang proses belajar mengajar yang dilaksanakan guru, (b) pertemuan
pribadi pada waktu yang telah disepakati antara 41ocal41a dan guru untuk
memecahkan masalah yang bersifat khusus, dengan cara berdialog langsung dengan
guru, (c) rapat rutin antara 41ocal41a dan guru dalam rangka memberi bantuan secara
umum melalui pertemuan secara berkala, (d) kunjungan antara Madrasah untuk tukar
berkala di KKKS, KKG, dan KKPS untuk menyepakati cara mengajar yang baik
memecahkan masalah di lapangan, (g) kunjungan antar KKG, KKKS, KKPS untuk
saling tukar menukar pengalaman, tukar menukat tutor atau pemandu bidang studi,
(h) pelatihan dan penataran tingkat 41ocal untuk memenuhi kebutuhan guru secara
kebijakan pendidikan, dan (j) karya wisata untuk menambah wawasan tentang
di Madrasah ia tidak saja berhadapan dengan guru-guru sebagai bawahan, tetapi juga
berhadapan dengan tenaga administrasi dan siswa yang saling terkait dengan siste,
pendidikan.
menggerakkan semua potensi baik material maupun sumber daya manusia untuk
menggerakkan dann jika perlu memaksa orang lain agar dapat menerima pengaruh
itu. Selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membentuk pencapaian sutau tujuan
tertentu. Jika dilihat dari batas-batas itu, ternyata seorang pemimpin harus mampu
menciptakan situasi belajar mengajar yang dapat membuat para guru-guru dan siswa
lebih efektif dan efesien dalam aktifitasnya. Karena itu kepala Madrasah bertanggung
pendidikan ia juga bertugas sebagai supervisor pendidikan. Dalam hal ini kepala
para guru dan staf dalam melaksanakan tugasnya serta membantu perkembangannya
dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Untuk itu kepala Madrasah mutlak harus
bawahannya. Tanpa itu maka bawahan tidak akan dapat menerima kepala Madrasah
sebagai supervisor.
tujuan dan filsafat pendidikan dengan guru-guru, (b) mendiskusikan metode dan
teknik dalam rangka pembinaan dan pengembangan proses belajar mengajar, (c)
semester dan program satuan pengajaran, (d) membimbing guru-guru dalam memilih
44
dan menilai buku-buku untuk perpustakaan Madrasah dan buku-buku bagi siswa, (e)
penggunaannya bagi proses belajar mengajar, (f) melakukan kunjungan kelas, (g)
yang mereka hadapi atau kesulitan-kesulitan yang mereka alami, (i) berwawancara
dengan orang tua siswa dan pengurus BP3 atau POMG tentang hal-hal yang
pengajaran seperti tersebut diatas maka diharapkan dapat kemampuan para guru-guru
hanya tergantung pada karakteristik guru yang dikategorikan menjadi empat kuadran
44upervise44 sikap guru terhadap orientasi dan pendekatan 44upervise itu sendiri
yang dilakukan oleh supervisor. Peneliti tentang ini banyak dilakukan oleh para pakar
seperti yang dilakukan oleh Mantja (1989) dalam disertasinya tentang 44upervise
pengajaran d Madrasah.
kecemasan atau ketakutan bagi guru. Karena itu supervisor harus memahami dan
mneguranginya. Jika hal ini diabaikan tentu tidak menghasilkan seperti yang
pertemuan 45upervise yang direncanakan secara baik. Banyak hal yang dpaat
didiskusikan antara supervisor dengan guru dalam kesempatan itu. Dengan melihat
manfaat pertemuan setelah observasi kelas. Marks dkk (1979) menyarankan agar
pertemuan yang sifastnya individual dijadikan salah satu teknik yang dapat
bahwa kepala Madrasah yang paling banyak melakukan observasi kelas dan
“Apakah mereka dilibatkan dalam observasi kelas atau pertemuan 45upervise ?” guru
yang dilibatkan penelitian pada umumnya merasa bahwa pertemuan 45upervise itu
dan mngakui keefektifan dalam pertemuan seperti itu. Padahal sebenarnya para guru
menyatakan keinginannya bahw aobservasi dan pertemuan yang lebih sering sangat
diberikan dianggap cukup. Blumberg dan Amiddon meneliti persepsi guru terhadap
bahwa guru yang dilibatkan dalam pertemuan menyatakan efektif prosedur pertemuan
para guru yang bersikap positif terhadap pertemuan 46upervise sifatnya evaluatif
Madrasah memiliki persepsi yang lebih postif terhadap pertemuan yang sifatnya
meyimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara ras, pengalaman belajar,
Neagley dan Evans (1980) memberikan kesimpulan, antara lain : (a) 46upervise yang
efektif didasarkan atas prinsip-prinsip yang sesuai dengan perubahan 46uperv dan
dinamika kelompok, (b) para guru menghendaki 46upervise yang dilakukan oleh
kepala Madrasah seharusnya seperti halnya yang seharusnya dikerjakan oleh tenaga
personil yang berjabatan supervisor, (c) kepala Madrasah tidak melakukan 46upervise
dengan baik, (d) semua guru membutuhkan 46upervise dan mengharapkan untuk
disupervisi, (e) para guru lebih menghargai (menilai positif) perilaku supervisor yang
memungkinkan peran serta guru yang cukup tinggi untuk pengambilan suatu
insani, dan (i) menciptakan iklim organisasi yang terbuka, yang mampu
namun juga mengisyaratkan adanya kebutuhan yang didasari oleh guru untuk
juga kepala Madrasah untuk meningkatkan keterampilan dan kegiatan dan layanan
47upervise.
supervisor terhadap gagasan guru. Supervisi yang teratur dan hubungan yang
sifatnya kognitif, efektif, dan unjuk kerja, sehingga ia mampu melaksanakan tugas-
1. Pengertian Kinerja
Menurut manajemen istilah performansi atau disebut deengan kinerja. Kinerja dapat
berupa proses dan hasil kerja secara individu maupun organisasi. Hal ini berguna bagi
rencana. Efektifitas penetapan tujuan dan pelaksanaan rencana ini relatif tergantung
sumber daya manusia dalam organisasi. Dengan demikian kinerja dapat berupa
perilaku, hasil dan efektifitas organisasi. Perilaku menunjukkan pada kegiatan dalam
aspek-aspek proses.
kegiatan tersebut meliputi tahap proses dan tahap out put (pemanfaatan hasil). Dari
49
tahap pengukuran tersebut akan diperoleh data tentang kinerja. Data kinerja tersebut
49irri49sio dan konseling, dan tujuan penelitian (Landy dan Farr, 1983). Data
mengklafikasikan bentuk pengukuran antara lain : (a) rentang waktu pengukuran, (b)
diperoleh dengan segera setelah perilaku kerja selesai atau menyusul beberapa waktu
difokuskan kepada aspek spesifikasi dari suatu kinerja atau diadasarkan pada nilai
kerja secara menyeluruh. Dimensi kerja dari pendekatan klafikasi pengukuran di atas
dimensi yang memiliki tingkatan yaitu perilaku dan hasil efektifitas organisasi.
Nilai kinerja tersebut adalah untuk mengukut efektifitas sumber daya manusia dalam
organisasi. Menurut Longnecker dan Pringel (1981) penilaian kerja itu harus : (1)
memberikan balikan kepada setiap individu dalam organisasi tentang kinerja dalam
50
suatu pekerjaan, (2) mengaitkan bentuk-bentuk hadiah seperti promosi, dan (3)
kinerja, termasuk komponen kekuatan dan kelemahan. Holley dan Junings (1987)
(a) rehabilitas hasil penilaian harus konsisten (ajeg) sesuai dengan kinerja yang
sebenarnya, (b) validitas : penilaian harus mengukur apa yang seharusnya diukur,
berkaitan dengan pekerjaan dan sesuai dengan perilaku kerja yang diamati, (c)
terkendali, (d) pratikalisasi : 50irri50 penilaian harus mempunyai cara efesien dan
secara ekonomi dan tidak boros, (e) legalitas : 50irri50 penilaian divalidasi
penilaian kerja.
kinerja guru diperoleh oleh persepsi mereka atas kemampuan melaksanakan tugas
(1979) yaitu 50irri50 kenaikan pangkat berdasarkan angka kredit dapat dinamakan
sebagai 50irri50 motivator yang memberikan kepuasan motivasi kerja, karena prestasi
kerja guru dihargai dalam bentuk angka kredit yang nantinya dapat digunakan dalam
51
kredit, guru juga dibebani tanggung atas profesi yang diembanntya. Tanggung jawab
alat pengajaran atau media pengajaran, evaluasi pengajaran dan situasi pengajaran.
Untuk dapat mengembangkan semua komponen dalam proses belajar mengajar itu
secara baik, maka seorang guru dituntut untuk memiliki berbagai kemampuan dalam
tenaga Kependidikan (1981) dikenal dan disebut dengan istilah kinerja atau
kompetensi.
hal ini guru-guru, kompetensi menunjuk kepada perbuatan yang bersifat rasional dan
bahwa kemampuan atau kinerja guru itu meliputi : (1) kompetensi pengetahuan yang
52
proses guru dalam mengajar, (3) kompetensi konsekwensi ynag menentukan tingkah
laku yang tampak sebagai bukti dari kesanglian guru dalam mengajar. Kemudian
Richey (1973) juga menguraikan bahwa kemampuan mengajar guru-guru itu adalah
kemampuan fisik, (3) tingkat pengetahuan yang cukup, (4) kemampuan intelektual
dan sifat ilmiah, (5) stabilitas emosional, dan (6) aspirasi 52irri52.
mengajukan profile kompetensi guru adalah : (1) diagnosis awal, (2) diagnosis
khusus, (3) penentuan tujuan, (4) pengembangan rencana, (5) penggunaan material,
(6) berbagai metode, (7) penggunaan waktu secara efektif, (8) penggunaan catatan,
lingkungan fisik, (12) menunjukkan antusias, (13) menjalankan dengan sukses, (14)
membangun hubungan, (15) komunikasi denga siswa, (16) evaluasi kemajuan siswa,
(17) komunikasi dengan orang tua dan lainnya, (18) pengetahuan pelajaran, (19)
positis pada diri siswa, bersikap terbuka dan luwesterhadap siswa dan orang lain,
oleh seorang guru, maupun dapat diwujudkan dalam perbuatan mengajar itu, maka
guru itu di dalam melaksanakan program mengajarnya. Sehubungan dengan itu hasil
penelitian Ryan (dalam Richey, 1973) menguraikan bahwa 53irri-ciri perilaku guru
54
dalam mengajar yang efektif adalah : (1) siap siaga dan bersemangat, (2) tertarik pada
kegiatan siswa di dalam kelas, (3) suka cita dan optimis, (4) selalu mengontrol diri
dan tidak pernah tersinggung, (5) memiliki rasa humor, (6) menyadari kesalahan diri
sendiri, (7) objektif di dalam memperlakukan semua siswa, (8) sabar, (9) penuh
kegiatan dan simpatik dalam bekerja dengan siswa, (10) ramah tamah, (11)
membantu siswa dalam memahami diri dan masalahnya, (12) memuji dan memberi
hadiah bagi pekerjaan siswa, (13) menerima usaha-usaha siwa sebagai suatu yang
tulus, (14) mengantisifikasi reaksi siswa, (15) mendorong siswa untuk bekerja secara
lebih baik, (16) prosedur pengajaran direncanakan dengan baik, (17) prosedur
menstimulasi siswa melalui teknik dan materi yang menarik, (20) demonstrasi
praktek dan penjelasan-penjelasan sangat jelas, (21) pengarahan sangat jelas, (22)
(23) disiplin hormat, dan selalu positif, (24) membantu siswa dengan sungguh-
Dari uraian di atas ternyata jela sekali dapat diketahui, bahwa antara
hubungan yang erat sekali, dan denga demikian pula masalah kualitas mengajar itu
fungsi, dan pendekatannya jelas ada hubungannya dengan usaha peningkatan kinerja
mengajar para guru. Terlebih lagi kalau dilihat ruang lingkup binaannya utuh seperti
yang diuraikan dalam buku Pedoman Supervisi dan Pembinaan Profesional Guru
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Dari kedua masalah pokok yang merupakan
ruang lingkup binaan supervisi pengajaran ini secara operasional lebih diperinci
antara lain sebagai berikut : (1) merencanakan kegiatan belajar mengajar dengan baik,
kemampuan menilai hasil belajar, (4) kemampuan untuk memberikan umpan balik
secara teratur dan terus menerus, (5) kemampuan membuat dan menggunakan alat
melayani siswa yang mengalami kesulitan belajar, (8) kemampuan mengelola dan
pengajaran seperti yang diuraikan di atas denga didukung oleh kejelasan pelaksanaan
teknik-teknik yang tepat, maka kinerja mengajar guru-guru itu akan dapat
dilaksanakan oleh kepala Madrasah ini adalah dalam rangka membantu guru-guru
diperhatikan sebagai elemen dalam suatu rancanagan pengajaran itu menjadi baik.
c. Mengenai muatan atau isi pelajaran dan menganlisis komponen tugas yang
ditetapkan.
program.
Kesembilan elemen ini tidak saja semestinya harus ada dalam suatu
langkah menyusun suatu rancangan pengajaran, Gagne, dkk (1988) menguraikan ada
beberapa langkah yang harus dilalui, yaitu : (1) tujuan pengajaran, (2) analisis
pengajaran, (3) tingkah laku dan masukan karakteristik siswa, (4) perumusan tujuan,
(5) kriteria tes items, (6) strategi pengajaran, (7) materi pengajaran, (8) penilaian
elemen atau sebagai langkah-langkah yang dilalui dalam menyusun suatu rancangan
bagaimana semestinya dimiliki oleh seorang guru, khususnya dalam merancang suatu
pengajaran.
dilaksanakan oleh kepala Madrasah terhadap guru-guru, jelas sekali adanya hubungan
dengan jabaran kinerja mengajar guru baik menurut pendapat Kemp maupun Gagne.
pengajaran terhadap peningkatan kinerja mengajar guru, juga didukung oleh beberapa
58
pendapat seperti Boadman, dkk (1961, Neagley dan Evans (1980) Marsk, Jams,
Emery, dan Joice (1980), Gorton (1976). Pada pokoknya menguraikan bahwa
mencapai tujuan yang ingin dicapai yaitu tujuan pendidikan (Depdikbud, 1996).
Dalam mengelola Madrasah seorang kepala Madrasah perlu memiliki wawasan yang
aturan yang berlaku. Karena aturan ini di satu sisi membatasi dan mencegah terhadap
59
menyelenggarakan Madrasah.
perguruan tinggi masa kerja yang cukup lama membekali upaya yang dilakukan
Probolinggo.