Anda di halaman 1dari 80

SKRIPSI

ANALISIS REDUKSI INRUSH CURRENT PADA TRAFO


DAYA MENGGUNAKAN SEQUENTIAL PHASE
ENERGIZATION (SPE)

Oleh:

RESTU RIFALNI
1507112738

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Proposal Skripsi dengan judul “Analisis Reduksi Inrush Current Pada Trafo
Daya Menggunakan Sequential Phase Energization (SPE)”

Yang dipersiapkan dan disusun oleh :

RESTU RIFALNI
NIM : 1507112738
Program Studi Teknik Elektro S1, Fakultas Teknik Universitas Riau

Menyetujui, Menyetujui,
Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Prof. Dr. Azriyenni, ST., M.Eng Firdaus, ST., MT


NIP. 19730401 199903 2 003 NIP. 19770510 200501 1 002

Mengetahui,
Koordinator Program Studi Teknik Elektro S1
Fakultas Teknik Universitas Riau

Dr. Yusnita Rahayu, ST., M.Eng


NIP. 19751104 200501 2 001

i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi dengan judul: “Analisis Reduksi Inrush
Current Pada Trafo Daya Menggunakan Sequential Phase Energization
(SPE)” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga
tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah tertulis atau diterbitkan oleh orang
lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar
pustaka.

Pekanbaru, 17 Mei 2022

Restu Rifalni

ii
PRAKATA

Alhamdulillahi Rabil’alamin, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah


SWT yang telah memberikan penulis rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Reduksi Inrush Current Pada
Trafo Daya Menggunakan Sequential Phase Energization (SPE)”. Penulisan
skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai
gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Elektro pada Fakultas Teknik Universitas
Riau.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan
bantuan, bimbingan, dan petunjuk dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kepada kedua orang tua penulis, bapak dan ibu yang telah mencurahkan
segala kasih sayangnya serta mendidik penulis. Semoga Allah SWT selalu
memberikan ridho kepada orangtua penulis.
2. Kepada Ibu Prof. Dr. Azriyenni, ST., M.Eng selaku Dosen pembimbing I dan
Bapak Firdaus, ST., MT. selaku Dosen Pembimbing II yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dalam pelaksanaan penelitian dan
senantiasa bersabar dalam memeriksa penulisan skripsi ini.
3. Kepada Bapak Suwitno, ST., MT. selaku dosen penguji I, Bapak Dian Yayan
Sukma, ST., MT. selaku dosen penguji II dan sekaligus pembimbing
akademis penulis dan Bapak Dr. Fri Murdiya, ST., MT selaku dosen penguji
III yang telah memberikan masukan dan arahan untuk kesempurnaan skripsi
penulis.
4. Kepada Ketua Jurusan Teknik Elektro Bapak Anhar, ST., MT.
5. Kepada Ibu Dr. Yusnita Rahayu, ST., M.Eng selaku Koordinator Program
Studi Teknik Elektro S1.
6. Kepada Bapak Dian Yayan Sukma, ST., MT selaku Dosen Pembimbing
Akademis.

iii
7. Kepada seluruh Staf Dosen dan Staff Administrasi Jurusan Teknik Elektro S1
Fakultas Teknik Universitas Riau.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga untuk
membantu perbaikan yang lebih baik lagi untuk kedepannya, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Pekanbaru, 17 Mei 2022

Restu Rifalni

iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai Civitas Akademik Universitas Riau, Saya yang bertanda tangan di


bawah ini :
Nama : Restu Rifalni
NIM : 1507112738
Program Studi : Teknik Elektro S1
Jurusan : Teknik Elektro
Fakultas : Teknik
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan
kepada Universitas Riau Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusif
Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Analisis Reduksi
Inrush Current Pada Trafo Daya Menggunakan Sequential Phase
Energization (SPE), beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak
Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Riau berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat
dan mempublikasikan Tugas Akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Pekanbaru
Pada Tanggal : 17 Mei 2022

Yang menyatakan,

Restu Rifalni

v
Analisis Reduksi Inrush Current Pada Trafo Daya Menggunakan Sequential
Phase Energization (SPE)

Restu Rifalni

Program Studi Teknik Elektro S1, Fakultas Teknik Universitas Riau

ABSTRAK

Trafo daya memiliki fungsi menyalurkan tenaga listrik dari tegangan tinggi ke
tegangan rendah ataupun sebaliknya. Tahapan untuk menjaga keandalan dan
kualitas sistem tenaga listrik dibutuhkan suatu metode untuk meminimalisir
gangguan pada trafo daya. Gangguan inrush current ini sering terjadi pada trafo
daya pada saat awal energisasi. Lonjakan inrush current mengandung nilai yang
cukup tinggi yang muncul pada saat transformator dioperasikan. Untuk
meminimalisir gangguan inrush current pada trafo daya diperlukan metode
Sequential Phase Energization (SPE). Metode ini menerapkan skema tahanan
pada belitan netral. Hal ini dikarenakan inrush current tidak seimbang pada tiap
fasa. Analisis yang digunakan untuk mengurangi inrush current pada trafo daya
dengan memantau lonjakan arus yang seketika memiliki nilai melebihi arus
normal. Kemudian menentukan setting metode Sequential Phase Energization
(SPE) untuk mengurangi adanya inrush current. Metode Sequential Phase
Energization (SPE) menggunakan simulasi software MATLAB/Simulink dalam
menentukan reduksi inrush current. Persentase reduksi inrush current
menggunakan metode Sequential Phase Energization (SPE) pada trafo daya 1
adalah sebesar 23,9% pada fasa R, 17,8% pada fasa S, dan 21,5% pada fasa T.
Pada trafo daya 3 adalah sebesar 23,6% pada fasa R, 17,6% pada fasa S, dan
22,7% pada fasa T.

Kata Kunci : Inrush Current, Trafo Daya, Sequential Phase Energization.

vi
Analysis of Inrush Current Reduction in Power Transformers Using Sequential
Phase Energization (SPE)

Restu Rifalni

S1 Study Program Electrical Engineering, Faculty of Engineering, University of


Riau

ABSTRACT

The power transformer has the function of distributing electric power from high
voltage to low voltage or vice versa. The steps to maintain the reliability and
quality of the electric power system require a method to minimize disturbances in
the power transformer. This inrush current disturbance often occurs in power
transformers at the time of initial energizing. The inrush current spike contains a
fairly high value that appears when the transformer is operated. To minimize
inrush current disturbances in power transformers, a Sequential Phase
Energization (SPE) method is needed. This method applies a resistance scheme to
the neutral winding. This is because the inrush current is not balanced in each
phase. The analysis is used to reduce the inrush current in power transformers by
monitoring the inrush current that instantly has a value exceeding the normal
current. Then determine the setting of the Sequential Phase Energization (SPE)
method to reduce the inrush current. The Sequential Phase Energization (SPE)
method uses the MATLAB/Simulink software simulation in determining the inrush
current reduction. The percentage of inrush current reduction using the
Sequential Phase Energization (SPE) method on power transformer 1 is 23,9% in
phase R, 17,8% in phase S, and 21,5% in phase T. In power transformer 3 it is
23,6% in the R phase, 17,6% in the S phase, and 22,7% in the T phase.
Keywords: Inrush Current, Power Transformer, Sequential Phase Energization.

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. .i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah .............................................................................................. 2
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 2
1.5 Luaran Yang Diharapkan ................................................................................. 3
1.6 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 3
1.7 Sistematika Penulisan ....................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 5


2.2 Sistem Tenaga Listrik ....................................................................................... 7
2.3 Transformator .................................................................................................... 8
2.3.1 Pengertian Transformator ....................................................................... 8
2.3.2 Prinsip Kerja Transformator ................................................................... 8
2.3.3 Konstruksi Transformator ....................................................................... 9
2.3.4 Transformator Ideal .............................................................................. 10
2.3.5 Transformator Tidak Ideal .................................................................... 11
2.3.6 Rangkaian Ekivalen Transformator ...................................................... 13
2.3.7 Transformator Tiga Fasa ....................................................................... 11
2.4 Rugi-rugi Pada Transformator ........................................................................ 12
2.4.1 Rugi Arus Eddy (Eddy Current) .......................................................... 12
2.4.2 Rugi Tembaga ....................................................................................... 13
2.4.3 Rugi Histerisis ....................................................................................... 14
2.5 Trafo Daya ...................................................................................................... 15
2.5.1 Gangguan pada Trafo Daya .................................................................. 16
2.5.2 Proteksi Trafo Daya .............................................................................. 17
2.6 Hukum Faraday ............................................................................................... 21

viii
2.7 Inrush Current................................................................................................. 22
2.8 Inrush Current Pada Trafo daya ...................................................................... 24
2.9 Faktor Pengaruh Inrush Current ..................................................................... 25
2.10 Efek yang Ditimbulkan Arus Inrush ............................................................. 26
2.11 Proses Terjadinya Inrush Current ................................................................ 27
2.12 Nilai Inrush Current..................................................................................... 32
2.13 Efek yang Ditimbulkan Inrush Current ....................................................... 28
2.14 Sequential Phase Energization (SPE) .......................................................... 29
2.15 Efek derajat (sudut) switching...................................................................... 30

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 32'


3.1 Metodologi Penelitian .................................................................................... 32
3.2 Data ................................................................................................................. 32
3.3 Alat Dan Bahan ............................................................................................... 32
3.4 Langkah-Langkah Penelitian .......................................................................... 32
3.5 Pemodelan Sistem Trafo Daya ........................................................................ 34
3.6 Parameter-Parameter Pemodelan Sistem Trafo Daya Pada Matlab /Simulink 35
3.7 Pemodelan Sistem Trafo Daya Menggunakan Matlab/Simulink .................... 36
3.8 Pemodelan Sistem Trafo Daya Menggunakan Metode SPE ........................... 38
3.8.1 Pemodelan Metode Sequential Phase Energization .............................. 39
3.8.2 Perhitungan Nilai Tahanan Netral......................................................... 43
3.8.3 Pemilihan Waktu Energisasi Berselang ................................................ 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 45


4.1 Umum.............................................................................................................. 45
4.2 Simulasi Gangguan Inrush Current Pada Trafo Daya 1 ................................. 45
4.3 Simulasi Gangguan Inrush Current Pada Trafo Daya 3 ................................. 47
4.4 Perhitungan Arus Nominal Trafo Daya .......................................................... 48
4.5 Hasil Simulasi Menggunakan Metode SPE .................................................... 50
4.5.1 Simulasi reduksi Inrush Current Menggunakan Metode SPE Trafo
Daya 1 ............................................................................................................ 51
4.5.2 Simulasi Reduksi Inrush Current Menggunakan Metode SPE Trafo
Daya 3 ............................................................................................................ 52

ix
4.6 Perbandingan Inrush Current Sebelum Dan Setelah Menggunakan
MetodeSPE .................................................................................................... 53
4.6.1 Perbandingan Inrush Current Pada Trafo Daya 1 ................................ 53
4.6.2 Perbandingan Inrush Current Pada Trafo Daya 3 ................................. 54
4.7 Perbandingan Reduksi Inrush Current Metode SPE Menggunakan Tahanan
Netral dan Tanpa Tahanan Netral .................................................................. 55
4.7.1 Perbandingan Menggunakan Tahanan Netral dan Tanpa Tahanan Netral
Pada Trafo Daya 1 ......................................................................................... 55
4.7.2 Perbandingan Menggunakan Tahanan Netral dan Tanpa Tahanan Netral
Pada Trafo Daya 3 ......................................................................................... 57
4.8 Perbandingan Reduksi Inrush Current Menggunakan Reaktor DC dan
Menggunakan Metode SPE............................................................................ 58
4.8.1 Perbandingan Menggunakan Reaktor DC dan Menggunakan Metode
SPE Pada Trafo Daya 1 .................................................................................. 59
4.8.2 Perbandingan Menggunakan Reaktor DC dan Menggunakan Metode
SPE Pada Trafo Daya 3 .................................................................................. 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 62


5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 62
5.2 Saran ................................................................................................................ 62

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................


LAMPIRAN ..............................................................................................................

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Single-line Diagram (SLD) Sistem Tenaga Listrik Secara Sederhana 7
Gambar 2.2 Transformator Satu Fasa Dengan Tipe Inti (a); Transformator Tiga
Fasa Dengan Tipe Inti (b) .................................................................9
Gambar 2.3 Transformator Satu Fasa Dengan Tipe Cangkang (a); Transformator
Tiga Fasa Dengan Tipe Cangkang .................................................10
Gambar 2.4 Rangkaian Ekivalen Transformator ...................................................11
Gambar 2.5 Belitan Hubungan Delta (a); Belitan Hubungan Wye (b) ..................13
Gambar 2.6 Inti Transformator Yang Dibuat Berlaminasi ....................................15
Gambar 2.7 Kurva Histerisis Pada Trafo Daya ......................................................17
Gambar 2.8 Elektromagnetik Pada Trafo Daya .....................................................18
Gambar 2.9 Prinsip Kerja Relai Proteksi ...............................................................23
Gambar 2.10 Relai Diferensial Dalam Keadaan Normal .......................................23
Gambar 2.11 Gangguan Diluar Daerah Proteksi....................................................24
Gambar 2.12 Gangguan Didalam Daerah Proteksi ................................................27
Gambar 2.13 Sistem Proteksi Trafo Daya (Fauzia Haz, 2020) ..............................29
Gambar 2.14 Hubungan Inrush Current Akibat Pengaruh Fluks ..........................30
Gambar 2.15 Inruah Current Pada Ketiga Fasa .....................................................31
Gambar 2.16 Kurva Tegangan, Fluks, dan Arus Ketika Diberi Tegangan Dengan
Sudut Pada Operasi Kontinyu ........................................................32
Gambar 2.17 Kurva Tegangan, Fluks, dan Arus Ketika Diberi Tegangan dengan
Sudut 0° Pada Operasi Awal Mulai ................................................32
Gambar 2.18 Skema Metode Sequential Phase Energization (Mokhamad
Firmansyah, 2014) ..........................................................................33
Gambar 2.19 Pengaruh Variasi Sudut Perpindahan Pada Amplitudo ....................33
Gambar 2.20 Pengaruh Perpindahan Sudut Dalam Persentase Detik ....................34
Gambar 3.1 Flowchart Penelitian ...........................................................................35
Gambar 3.2 Single Line Diagram Trafo Daya 1 GI Garuda Sakti 150/20 kV .......39
Gambar 3.3 Single Line Diagram Trafo Daya 3 GI Garuda Sakti 150/20 kV .......41
Gambar 3.4 Topologi Pemodelan Sistem Trafo Daya GI Garuda Sakti ................42

xi
Gambar 3.5 Pemodelan sistem trafo daya gardu induk Garuda Sakti menggunakan
Matlab/Simulink ...............................................................................42
Gambar 3.6 Sumber Tiga Fasa Pemodelan Sistem Trafo Daya GI Garuda Sakti..43
Gambar 3.7 Series RLC Branch .............................................................................43
Gambar 3.8 Three-Phase Breaker ..........................................................................43
Gambar 3.9 Three V-I Measurement .....................................................................43
Gambar 3.10 Three-Phase Transformer .................................................................43
Gambar 3.11 Scope ................................................................................................43
Gambar 3.12 Pemodelan Trafo Daya GI Garuda Sakti Menggunakan Metode SPE44
Gambar 3.13 Circuit Breaker Tiap Fasa Untuk Energisasi Berselang ...................44
Gambar 3.14 Tahanan Pada Belitan Netral ............................................................45
Gambar 4.1 Hasil Simulasi Gangguan Inrush Current Pada Trafo Daya 1 ...........47
Gambar 4.2 Hasil Simulasi Gangguan Inrush Current Pada Trafo Daya 3 ...........49
Gambar 4.3 Hasil Simulasi Reduksi Inrush Current Pada Trafo Daya 1 ...............51
Gambar 4.4 Hasil Simulasi Reduksi Inrush Current Pada Trafo Daya 3 ...............52
Gambar 4.5 Pemodelan Metode SPE Tanpa Tahanan Pada Belitan Netral ...........55
Gambar 4.6 Hasil Simulasi Pada Trafo Daya 1 Metode SPE Tanpa Tahanan Pada
Belitan Netral ....................................................................................56
Gambar 4.7 Hasil Simulasi Pada Trafo Daya 3 Metode SPE Tanpa Tahanan Pada
Belitan Netral ....................................................................................57

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Parameter Pada Rangkaian Ekivalen Transformator .............................13


Tabel 3.1 Data Parameter Trafo Daya 1 dan Trafo Daya 3. ..................................39
Tabel 3.2 Parameter Masukan Hubung Buka Trafo Daya1 Dan Trafo Daya 3 .....43
Tabel 4.1 Nilai Puncak Inrush Current Pada Trafo Daya 1 ...................................46
Tabel 4.2 Nilai Puncak Inrush Current Trafo Daya 3 ............................................47
Tabel 4.3 Nilai inrush Current Pada Trafo Daya 1 Menggunakan Metode SPE ...49
Tabel 4.4 Nilai Inrush Current Saat energisasi Pada Trafo Daya 3 Mengguanakan
Metode SPE ...................................................................................51
Tabel 4.5 Hasil Perbandingan Inrush Current Pada Trafo Daya 1 Sebelum dan
Setelah Dilakukan Reduksi.............................................................52
Tabel 4.6 Hasil Perbandingan Inrush Current Pada Trafo Daya 3 Sebelum dan
Setelah Direduksi............................................................................52
Tabel 4.7 Perbandingan Reduksi Inrush Current Metode SPE Menggunakan
Tahanan Belitan Netral dan Tanpa Tahanan Belitan Netral ..................54
Tabel 4.8 Perbandingan Reduksi Inrush Current Metode SPE Menggunakan
Tahanan Belitan Netral dan Tanpa Tahanan Belitan Netral ..................55
Tabel 4.9 Hasil Perbandingan Reduksi Inrush Current Metode SPE dan
Menggunakan Reaktor DC Pada Trafo Daya 1 .....................................56
Tabel 4.10 Hasil Perbandingan Reduksi Inrush Current Metode SPE dan
Menggunakan Reaktor DC Pada Trafo Daya 3 ...................................57

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Transformator merupakan unsur utama yang sangat penting dalam penyaluran


dan distribusi tenaga listrik. Seiring dengan semakin meningkatnya permintaan
energi listrik maka keperluan akan transformator dengan sendirinya meningkat,
mengikuti bertambah besarnya daya listrik yang dibangkitkan. Oleh karena
transformator merupakan unsur utama dari sistem penyaluran dan distribusi energi
listrik dan merupakan peralatan yang mahal harganya. Adanya gangguan yang
terjadi pada transformator dapat menghambat proses penyaluran energi listrik ke
konsumen.
Salah satunya timbulnya inrush current pada saat energisasi transformator
merupakan salah satu fenomena yang terjadi pada sistem tenaga listrik. inrush
current adalah arus yang yang mempunyai arus cukup tinggi dan bersifat tiba-tiba
yang timbul pada saat transformator dioperasikan. Ketika transformator pertama
kali diberi energi, inrush current dapat mencapai 10 hingga 50 kali lebih besar dari
arus beban penuh transformator. Besaran inrush current tergantung pada jumlah
parameter seperti perubahan tegangan, fluks sisa, karakteristik histerisis dari inti
transformator, impedansi dari rangkaian primer, dll.
Arus tersebut mempunyai nilai beberapa kali dari arus beban penuh maka
dari itu sangat penting untuk membahas metode untuk mereduksi inrush current,
jika tidak ada usaha untuk mereduksi inrush current, maka dapat menyebabkan
efek yang kurang baik terhadap transformator, sistem tenaga listrik, kerusakan
isolasi dan pendukung mekanis dari struktur lilitan serta mengurangi kualitas daya
sistem.
Untuk mereduksi inrush current dapat menggunakan metode Sequential
Phase Energization (SPE). Prinsip metode Sequential Phase Energization (SPE)
adalah energisasi tiap fasa trafo secara berselang dan menggunakan tahanan netral
yang dapat mereduksi inrush current. Berdasarkan fakta bahwa inrush current
selalu tak seimbang antara ketiga fasa, tahanan netral dapat memberikan pengaruh
terhadap peredaman inrush current. Pengaturan penutupan circuit breaker dengan

1
mempertimbangkan nilai fluks sisa dapat digunakan untuk berbagai konfigurasi
belitan trafo. inrush current berkurang jika energisasi dilakukan pada waktu yang
tepat. Hal yang menjadi pokok dari metode ini adalah waktu penutupan tiap fasa
yang berbeda dan besar nilai tahanan pentanahan dari titik bintang RN yang
optimal.

1.2 Perumusan Masalah


Dalam penulisan skripsi ini ada beberapa hal yang akan dibahas, diantaranya
yaitu:
1. Bagaimana membangun pemodelan sistem trafo daya berbasis
kompensator menggunakan metode Sequential Phase Energization (SPE)
dengan kapasitas 150 kV untuk mereduksi inrush current?
2. Bagaimana menerapkan metode Sequential Phase Energization (SPE)
dengan tujuan mereduksi inrush current?
3. Bagaimana membuat perbandingan hasil analisis inrush current
menggunakan metode konverter reaktor DC dengan metode Sequential
Phase Energization (SPE)?

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pemodelan dan simulasi pengurangan inrush current dilakukan dengan
menggunakan software Matlab/Simulink.
2. Menggunakan metode Sequential Phase Energization (SPE) untuk
mengurangi inrush current.
3. Model transformator daya yang dipilih adalah transformator daya di GI
garuda sakti.

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Menghasilkan suatu model sistem trafo daya dengan menerapkan metode
Sequential Phase Energization (SPE) untuk mereduksi inrush current.
2. Menghasilkan suatu reduksi Inrush Current dengan menerapkan metode
Sequential Phase Energization (SPE).

2
3. Menghasilkan suatu perbandingan gelombang inrush current
menggunakan metode konverter reaktor DC dan setelah penurunan inrush
current dengan metode Sequential Phase Energization (SPE).

1.5 Luaran Yang Diharapkan


1. Model sistem trafo daya menggunakan metode Sequential Phase
Energization (SPE) untuk mereduksi inrush current.
2. Artikel ilmiah nasional tidak terakreditasi.

1.6 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat penelitian ini adalah diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan
maupun pedoman bagi teknisi maupun peneliti dalam mereduksi inrush
current pada trafo daya.
2. Memberi pertimbangan bagi pihak teknisi dalam melakukan pengurangan
inrush current dimasa yang akan datang.

1.7 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan skripsi ini adalah:

Bab I : Pendahuluan
Dalam bab ini membahas tentang latar belakang perlu dilaksanakan penelitian,
perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
sistematika penulisan skripsi.

Bab II : Tinjauan Pustaka


Dalam bab ini membahas tentang penelitian terkait dan dasar-dasar teori yang digunakan
sebagai acuan dan referensi dalam melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi.

Bab III : Metode Penelitian


Dalam bab ini membahas tentang objek penelitian, data yang dibutuhkan, alat dan bahan
yang dibutuhkan, prosedur penelitian, melakukan simulasi efek transien untuk dianalisis

3
Bab IV : Hasil dan Analisis Data
Dalam bab ini membahas hasil dari penelitian yang telah dilakukan, analisa serta
penjelasan mengenai penelitian yang telah dilakukan dengan menampilkan data – data
yang telah diolah.

Bab V : Kesimpulan dan Saran


Dalam bab ini membahas kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan saran
yang diberikan penulis.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Silsilah Penelitian


Penelitian ini memiliki referensi dari penelitian sebelumnya yang berguna
sebagai masukan dan ide untuk membuat skripsi ini :
Gilang Wilfanur telah melakukan penelitian pada studi kasus di gardu induk
Krian 500 kV. Penelitian ini berfokus pada pengurangan Inrush Current di
transformator daya. Penelitian ini membahas pengaruh metode Sequential Phase
Energization terhadap Inrush Current yang timbul pada transformator daya.
Metode yang digunakan adalah melakukan simulasi dengan perangkat lunak
Alternative Transient Program-Electromagnetic Transient Program (ATP-EMTP)
untuk mendapatkan performa dari metode ini. Sebagai model simulasi, digunakan
transformator daya Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) Krian 500 kV.
Pada akhir dari Tugas Akhir ini, diberikan rekomendasi waktu tunda switching
antara tiap fasa dan nilai tahanan netral yang optimal untuk penerapan metode ini
pada transformator daya GITET Krien 500 kV. Dari hasil simulasi didapatkan
bahwa Inrush Current pada transformator daya mengalami penurunan yang
signifikan, yaitu berturut-turut pada fasa 1, 2 dan 3, dari 5950,6 A menjadi 1102 A,
3994 A menjadi 1109,4 A, dam 5497,4 A menjadi 993,41 A (Gilang Wilfanur,
2010).
Mokhammad Firmansyah telah melakukan penelitian studi kasus pada
transformator daya 500 kV GITET Krian. Penelitian ini berfokus pada
pengurangan Inrush Current yang ada pada transformator daya. Dimana peneliti
melakukan perbandingan metode pengurangan Inrush Current dengan trafo
tersebut sebagai objek penelitian. Metoda analisa yang digunakan adalah metode
Sequential Phase Energization (SPE), metode menggunakan kapasitor, metode
Pre-insertion Resistor dan metode Auxiliary Load. Perangkat lunak ATP
digunakan untuk mensimulasikan metode-metode tersebut. Membandingkan hasil
simulasi keempat metode tersebut didapatkan bahwa metode SPE memiliki
kemampuan paling baik untuk mengurangi Inrush Current pada transformator 500
kV sebesar 87,84% untuk puncak positif dan 94,94% untuk puncak negatif.

5
Sedangkan metode auxiliary load memiliki kemampuan paling kecil untuk
mengurangi inrush current yaitu sebesar 12,94% untuk puncak positif dan 43,97%
untuk puncak negatif (Mokhamad Firmansyah, 2014).
Fahrul Rhozi telah melakukan penelitian pada studi kasus di Gardu Induk
Garuda Sakti. Penelitian ini berfokus pada transformator daya dimana peneliti
melakukan analisa terhadap pengurangan inrush current pada trafo tersebut.
Metoda analisa yang digunakan adalah menggunakan konverter reaktor DC dan
disimulasikan dalam MATLAB, hasil dari penelitian yang telah dilakukan yaitu
pengurangan inrush current pada transformator daya 1 dan 3 dengan menggunakan
konverter raktor DC dengan data GI Garuda sakti, hasil simulasi pengurangan
inrush current pada transformator daya 1 dan 3, analisa hasil pengujian untuk
pengurangan inrush current. Hasil selisih arus inrush yang di dapat, tanpa reaktor
DC dan menggunakan reaktor DC pada transformator daya 1, arus inrush dapat
dikurangi pada fasa R sebesar 29,7 A, fasa S sebesar -10 A, dan fasa T sebesar -
17,5 A. Untuk transformator daya 3 arus inrush dapat dikurangi sebesar pada fasa
R sebesar 32,7 A, fasa S sebesar -11,5 A dan fasa T sebesar -21,9 A. Jadi dari hasil
ini reaktor DC dapat menurunkan inrush current di transformator daya 1 pada fasa
R sebesar 14,7%, fasa S sebesar 5,7% dan fasa T sebesar 9,8%. Untuk
transformator daya 3 dapat dikurangi pada fasa R sebesar 14,5%, fasa S sebesar
5,9% dan fasa sebesar T 10,8%. Reaktor DC dapat mengurangi arus inrush dari
5,7% minimum sampai 14,7% maximumnya. (Fahrul Rhozi, 2019).
Berdasarkan penelitian Fahrul Rhozi yang melakukan pengurangan inrush
current dengan menggunakan konverter tipe reaktor DC dalam aliran pembatas
arus (Inrush Current limiter). Trafo daya yang digunakan berbasis kompensator
yang terdiri dari reaktor DC tipe dioda jembatan, yang dihubungkan secara seri
dengan setiap fasa trafo daya. Maka, Penelitian ini ingin melakukan reduksi inrush
current agar lebih optimal dengan menggunakan metode Sequential Phase
Energization (SPE). Metode ini menggunakan alat yang lebih sederhana dengan
hanya menambahkan tahanan dan memberikan waktu tunda antar tiap fasa.
Metode ini sangat sederhana dan bisa mengurangi inrush current yang terjadi saat
energisasi sebesar 80-90%. Simulasi pemodelan akan dilakukan menggunakan data
trafo daya pada gardu induk Garuda Sakti dalam keadaan sebelum dan setelah
menggunakan metode SPE.

6
2.2 Sistem Tenaga Listrik
Sistem tenaga listrik berfungsi untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber
(pusat pembangkitan tenaga) ke beban (konsumen). Sistem ini terdiri dari sub-
sistem pembangkitan, transmisi, dan distribusi. Tenaga listrik yang dibangkitkan
oleh sumber dinaikkan level tegangannya pada sebuah gardu induk pembangkit
melalui transformator step-up untuk kemudian disalurkan melalui sistem transmisi.
Semakin jauh jarak sumber pembangkitan ke beban akan memerlukan saluran
transmisi yang lebih panjang. Apabila rugi-rugi pada saluran transmisi terlampau
cukup besar, dikhawatirkan konsumen tidak mendapatkan suplai daya listrik yang
sesuai. Oleh karenanya, level tegangan pada saluran transmisi berkisar antara 30 kV
hingga 500 kV yang dinaikkan level tegangannya oleh bantuan transformator.
Indonesia sendiri memiliki level tegangan 150 kV yang biasa disebut Saluran Udara
Tegangan Tinggi (SUTT) serta Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET)
yang memiliki level tegangan 500 kV. Pada saat sistem tenaga listrik beroperasi
akan terdapat rugi-rugi daya.

Gambar 2.1 Single-line Diagram (SLD) sistem tenaga listrik secara sederhana

Apabila mengabaikan arus kapasitif, maka arus di sepanjang kawat transmisi


dapat diasumsikan memiliki besar yang sama dengan arus pada ujung penerima
transmisi, dengan rumus sebagai berikut:
Rugi-rugi transmisi berbanding lurus terhadap resistansi konduktor dan
berbanding terbalik dengan kuadrat tegangan transmisi, sehingga pengurangan rugi-
rugi yang didapatkan melalui kenaikan level tegangan transmisi jauh lebih besar
daripada pengurangan rugi-rugi dari pengurangan resistansi konduktor. Atau secara
sederhana, pengurangan rugi-rugi transmisi dilakukan dengan memperbesar level
tegangan transmisi. Hal ini menjadi salah satu sebab tingginya level tegangan
transmisi pada sistem tenaga listrik.

7
2.3 Transformator
Transformator diartikan sebagai peralatan mesin listrik statis yang digunakan
pada sistem tenaga listrik untuk mengubah level tegangan sesuai dengan kebutuhan
sistem. Sistem tenaga listrik yang kompleks akan memunculkan level tegangan
transmisi dan distribusi yang beragam, sehingga disitulah transformator daya harus
digunakan pada setiap titik dimana terdapat transisi antar level tegangan.
Secara garis besar, transformator terdiri dari kumparan primer, sekunder, dan
material inti. Atau bisa dikatakan transformator terdiri atas dua atau lebih kumparan
kawat yang membungkus inti feromagnetik. Apabila kumparan primer tersebut
dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik maka akan menimbulkan sebuah
fluks yang nilainya berubah 7 terhadap waktu, dimana besar amplitudonya
bergantung pada level tegangan, frekuensi sumber, dan jumlah belitan.
Karena kumparan sekunder dengan primer tidak terhubung secara fisik,
melainkan terhubung secara magnetik, maka dengan adanya fluks bolak-balik akan
memunculkan fluks gandeng atau bersama (mutual flux) di antara belitan.
Kemudian, fluks gandeng akan menginduksi belitan di sisi lain yang menyebabkan
muncul tegangan yang besarnya juga bergantung pada frekuensi, fluks gandeng,
dan jumlah belitan. Pada dasarnya, prinsip kerja transformator hanya membutuhkan
keberadaan fluks yang nilainya berubah terhadap waktu tersebut yang
menghubungkan belitan primer dan sekunder, sehingga menghasilkan tegangan.
Usia transformator umumnya berkisar pada tiga puluh tahun jika dioperasikan
sesuai ratingnya. Usia tersebut dapat semakin pendek apabila beroperasi dalam
kondisi tertentu, seperti overload dan pengoperasian transformator melampaui
rating kerja.

2.3.1 Prinsip Kerja Transformator


Prinsip kerja transformator adalah berdasarkan induksi elektromagnetik. Saat
lilitan primer terhubung dengan arus AC biasanya akan menghasilkan perubahan
arus listrik. Perubahan arus listrik yang terjadi akan berpengaruh pada medan
magnet yang ada dan membuat inti besi semakin kuat. Nantinya inti besi ini akan
mengantarkan perubahan pada lilitan sekunder. Kondisi ini menyebabkan adanya
GGL induksi yang terjadi pada lilitan sekunder. Proses ini seringkali disebut juga

8
sebagai induksi bolak-balik dan cara kerjanya sama dengan induksi
elektromagnetik. Dimana keduanya baik induksi bolak-balik atau induksi magnetik
juga memiliki penghubung megnetik antara lilitan primer dan sekunder (Idham A.
Djufri, 2021).
Transformator dapat mengubah dan menyalurkan energi listrik dari satu atau
lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik lain melalui fluks gandeng berdasarkan
prinsip induksi elektromagnetik. Selain pada sistem tenaga, transformator juga
digunakan secara baik di bidang elektronika. Keduanya memiliki prinsip kerja yang
sama dan secara teknis memiliki konstruksi kerja yang sama, yaitu kumparan
primer dan sekunder. Kedua kumparan ini terpisah secara elektrik namun terhubung
secara magnetik melalui jalur yang memiliki tingkat reluktansi rendah. Apabila
kumparan primer dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik, maka akan
muncul fluks bolak-balik di dalam inti yang telah dilaminasi. Karena kumparan
tersebut membentuk rangkaian tertutup, maka akan mengalir arus yang disebut arus
primer.

2.3.2 Konstruksi Transformator


Secara garis besar, transformator memiliki dua tipe konstruksi yang umum
digunakan, yaitu tipe inti (core-form) dan tipe cangkang (shell-form). Ilustrasi
konstruksi transformator satu fasa dan tiga fasa dapat dilihat pada Gambar 2.2 dan
Gambar 2.3

Gambar 2.2 Transformator satu fasa dengan tipe inti (a); transformator tiga
fasa dengan tipe inti (b).

9
Gambar 2.3 Transformator satu fasa dengan tipe cangkang (a); Transformator
tiga fasa dengan tipe cangkang (b)

Tipe inti memiliki jenis trasformator dengan kumparan primer dan kumparan
sekunder berada pada sisi lengan yang berbeda. Sedangkan tipe cangkang
menggambarkan bahwa kumparan primer dan kumparan sekunder dipasang secara
menumpuk. Menumpuk disini dapat diartikan dipasang secara atas-bawah atau luar-
dalam.

2.3.3 Transformator Ideal


Transformator dapat dikatakan ideal apabila tidak terdapat rugi-rugi dan
kebocoran fluks. Sehingga dapat dikatakan tidak ada energi yang diubah ke dalam
bentuk energi lain yang menyebabkan daya listrik pada kumparan sekunder
memiliki nilai yang sama terhadap daya listrik pada kumparan primer. Dengan sifat
seperti itu, maka transformator ideal dianggap memiliki tingkat efisiensi 100 persen
akibat tidak adanya rugirugi, seperti mengabaikan parameter resitansi lilitan, fluks
bocor tidak diperhitungkan, dan tidak adanya rugi-rugi inti serta permeabilitas inti
yang sangat tinggi. Di dunia nyata, transformator hanya mampu mendekati kondisi
ideal atau bisa dikatakan tidak pernah tercapai dalam aplikasi praktis transformator.
Pada transformator ideal, besar tegangan yang terhubung melalui kumparan
primer adalah sama dengan gaya gerak listrik yang berubah terhadap waktu. Gaya
gerak listrik tersebut dapat mempengaruhi besarnya nilai fluks yang dihasilkan
yang juga berubah terhadap waktu. Kumparan primer menghasilkan fluks yang
mengalir melalui inti akan menginduksi kumparan sekunder yang akan
menghasilkan gaya gerak listrik yang terinduksi pada kumparan sekunder.

10
2.3.4 Transformator Tidak Ideal
Lain halnya dengan transformator ideal, secara praktis transformator di dunia
nyata memiliki parameter-parameter yang tidak dapat diabaikan meskipun kecil
nilainya. Seperti contohnya adalah belitan transformator yang memiliki nilai
resistansi belitan walaupun besar nilainya bisa dikategorikan kecil. Resistansi
belitan dapat mengakibatkan terjadinya fluks bocor. Fluks bocor adalah fluks yang
keluar melalui udara di sekitar belitan. Fluks bocor yang dihasilkan oleh kumparan
primer dan kumparan sekunder dapat menyebabkan terjadinya fluks bersama
(mutual-flux). Fluks tersebut tidak mengalir pada udara, melainkan mengalir pada
inti transformator.
Selain itu, di dunia nyata, transformator tidak dapat mengkonversikan daya
secara sempurna layaknya transformator ideal. Terdapat beberapa faktor yang dapat
menyebabkan kondisi tersebut, antara lain pengaruh resistansi belitan, fluks bocor,
dan arus eksitasi akibat keterbatasan permeabilitas inti. Faktor lainnya adalah
adanya rugirugi daya, seperti rugi-rugi inti yang dipengaruhi oleh resistansi inti dan
reaktansi magnetik yang terjadi pada inti transformator. Permeabilitas rangkaian
magnetik yang terbatas dapat mempengaruhi besar nilai arus yang dibutuhkan
untuk menghasilkan gaya gerak magnet untuk mempertahankan fluks yang
diperlukan transformator supaya tetap bekerja.

2.3.5 Transformator Tiga Fasa


Pada dasarnya transformator tiga fasa dapat disusun dari kombinasi tiga unit
transformator satu fasa atau langsung terdiri dari satu unit konstruksi transformator
tiga fasa. Transformator tiga fasa sendiri dibuat untuk dapat memenuhi kebutuhan
sistem kelistrikan tiga fasa, baik masyarakat maupun industri. Konstruksi sederhana
transformator tiga fasa secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.5

Gambar 2.4 Belitan hubungan delta ( ) (a); Belitan hubungan wye (Y) (b).

11
Transformator tiga fasa juga memiliki jenis konstruksi tipe inti dan tipe
cangkang. Untuk menghubungkan belitan pada transformator tiga fasa, terdapat tiga
jenis hubungan, yaitu hubungan wye atau bintang (Y), hubungan delta (∆), dan
hubungan zig-zag. Namun, pada umumnya untuk menghubungkan kumparan
primer dengan kumparan sekunder dapat dilakukan melalui empat pilihan
kombinasi hubungan, yaitu hubungan Y-∆, hubungan ∆-Y, hubungan ∆-∆, dan
hubungan Y-Y. Pada transformator ini, tiap belitan fasanya memiliki perbedaan
sudut fasa sebesar 120 . Sedangkan untuk tipe hubungan wye (Y) dan delta (∆)
terdapat perbedaan fasa sebesar 30 .

2.4 Rugi-rugi Pada Transformator


Rugi-rugi atau losses adalah hilangnya sejumlah energi, yang dibangkitkan
sehingga mengurangi sejumlah energi yang dapat dijual kepada konsumen sehingga
berpengaruh pada tingkat profitibilitas. Besar kecilnya rugi-rugi dari suatu sistem
tenaga listrik menunjukkan tingkat efisiensi sistem tersebut. Rugi-rugi trafo
berkisar antara 20% hingga 25% dari kesuluruhan rugi jaringan.

2.4.1 Rugi Arus Eddy


Arus Eddy atau arus pusar merupakan arus yang terdapat pada inti
transformator yang disebabkan oleh tegangan yang telah terinduksi oleh fluks. Arus
Eddy mengalir pada inti transformator yang memiliki nilai resistansi yang dapat
menghasilkan panas. Untuk mengurangi rugi-rugi arus Eddy, maka inti material
transformator dibuat berlapis-lapis atau dilaminasi yang ditunjukkan oleh Gambar
2.6 dengan tujuan supaya dapat memecah induksi arus Eddy yang terbentuk di
dalam inti material atau bahan transformator..

12
Gambar 2.5 Inti transformator yang dibuat berlaminasi

Apabila arus Eddy mengalir secara kontinyu, panas yang ditimbulkan pada
inti transformator dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan material inti. Besar
rugi-rugi arus Eddy dapat dihitung melalui persamaan sebagai berikut: (Abdul
Kadir, 2010).

Pe = ke f2 t2 Bmax2 (II-1)

dengan 𝑃ⅇ = Rugi-rugi arus Eddy (W/kg)


𝑘ⅇ = Konstanta material inti transformator
𝑓 = Frekuensi (Hz)
𝑘ⅇ = Konstanta material inti transformator
𝑡 = Ketebalan material inti (m)
𝐵 = Nilai puncak kerapatan medan magnet (T)

2.4.2 Rugi Tembaga


Konduktor yang digunakan sebagai belitan memiliki nilai resistansi yang
akan menimbulkan adanya rugi-rugi tembaga. Rugi-rugi tembaga terjadi di
kumparan, baik primer maupun sekunder. Kumparan primer dan sekunder
umumnya dibuat dari gulungan kawat tembaga yang dilapisi oleh isolator tipis yang
disebut enamel. Gulungan kawat yang memiliki ukuran panjang inilah yang akan
meningkatkan nilai hambatan dalam kumparan. Nilai rugi-rugi tembaga dapat
dihitung melalui persamaan sebagai berikut (Abdul Kadir, 2010).

13
Pcu = Icu Rcu (II-2)

dengan 𝑃𝑐𝑢 = Rugi-rugi tembaga (Watt)


𝐼𝑐𝑢 = Arus pada kumparan (Ampere)
𝑅𝑐𝑢 = Nilai resistansi kumparan (Ohm)

2.4.3 Rugi Histerisis


Rugi-rugi histerisis disebabkan oleh adanya gesekan molekul yang melawan
aliran gaya magnet di dalam inti besi. Gesekan molekul ini akan menyebabkan
panas. Panas yang ditimbulkan oleh gesekan ini menunjukkan kerugian daya.
Selain itu, panas yang tinggi juga dapat merusak transformator, sehingga pada
transformator daya secara umum dengan kapasitas daya yang besar memiliki media
pendingin. Histerisis adalah fluks magnet yang tertinggal karena kenaikan atau
turunnya nilai magnetisasi. Kurva histerisis dapat menunjukkan karakteristik
material magnetik suatu inti transformator. Besarnya rugi-rugi histerisis pada
transformator dapat dihitung melalui persamaan matematis berikut ini: (Abdul
Kadir, 2010).

𝑃h = 𝑘h 𝑓2 𝐵max n (II-3)

dengan 𝑃h = Rugi-rugi histerisis (W/kg)


𝑘h = Konstanta material inti transformator
𝑓 = Frekuensi (Hz)
𝐵 = Nilai puncak kerapatan medan magnet (T)
𝑛 = Nilai eksponensial dari material dan tergantung 𝐵max

Histerisis merupakan rugi-rugi pada transformator yang disebabkan oleh


adanya fluks magnetik yang tersisa di dalam inti besi yang dikarenakan adanya
perubahan kenaikan maupun penurunan nilai magnetisasi. Besarnya histerisis
dipengaruhi oleh jenis bahan inti yang digunakan. Oleh karena itu pemilihan bahan
inti transformator juga harus diperhatikan untuk menghindari rugi histerisis yang
besar. Kurva histerisis menunjukkan perbandingan kerapatan fluks (B) dengan
intensitas medan magnet (H). Kerapatan fluks adalah jumlah aliran fluks per luas

14
lintasan. Saat transformator di hubungkan dengan tegangan dan mencapai kondisi
saturasi pada inti, kemudian transformator dimatikan, maka akan selalu terdapat
fluks sisa pada inti. Hal ini dipengaruhi oleh reventivitas. Reventivitas adalah
kemampuan dari material dalam mempertahankan sebagian magnet yang mengalir
pada inti setelah proses magnetisasi berhenti.

Gambar 2.6 Kurva histerisis pada trafo daya (S.J Chapman, 2005)

Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.7, mula-mula fluks bernilai nol yaitu
pada posisi a, saat transformator dihubungkan dengan sumber tegangan maka fluks
pada inti akan membentuk jalur a-b. ketika arus turun, fluks tidak kembali ke titik
nol melainkan membentuk jalur baru yaitu jalur b-c-d. Kemudian ketika arus naik
kembali maka fluks akan membentuk jalur d-e-b.

2.5 Trafo Daya


Trafo daya adalah salah satu alat listrik statis yang digunakan untuk
memindahkan daya dari satu rangkaian ke rangkaian lain tanpa mengubah
frekuensi, yang diubah adalah tegangan (Panjaitan, S. I et all 2013). Dilihat dari
bentuknya yang paling sederhana trafo daya terdiri atas dua kumparan dan satu
induktansi mutual. Kumparan primer adalah yang menerima daya, dan kumparan
sekunder tersambung ke beban. kedua kumparan di lilit pada suatu inti yang terdiri
atas material berlaminasi magnet. Landasan fisik trafo daya adalah induktansi

15
mutual antara kedua rangkaian yang dihubungkan oleh suatu fluks magnetik
bersama yang melewati jalur dengan reluktansi rendah.

Gambar 2.7 Elektromagnetik pada trafo daya (PLN, 2014)

Dan apabila magnet tersebut dikelilingi oleh suatu belitan maka pada kedua
ujung belitan tersebut akan terjadi beda potensial. Arus yang mengalir pada belitan
primer akan menginduksi inti besi trafo daya sehingga di dalam inti besi akan
mengalir fluks magnet dan fluks magnet ini akan menginduksi belitan sekunder
sehingga pada ujung belitan sekunder akan terdapat beda potensial. (PLN, 2014).

2.5.1 Gangguan pada Trafo Daya


Gangguan pada trafo daya adalah gangguan yang terjadi pada area internal
CT diferensial, berdasarkan statistik gangguan internal trafo daya umumnya terjadi
pada bushing dan gangguan internal (dalam belitan/tangki trafo daya).
1.Bersamaan gangguan external pada penghantar, PMT trafo trip akibat
permasalahan internal trafo daya.
2. Gangguan pada bushing trafo daya.
3. Bersamaan gangguan external PMT trafo daya trip akibat permasalahan
sistem proteksi
4. Fenomena CT jenuh yaitu nilai arus keluaran CT tidak sesuai lagi dengan
rasionya
5. Fenomena inrush current bersamaan energisasi trafo daya.

16
2.5.2 Proteksi Trafo Daya
Sistem proteksi merupakan bagian yang sangat penting dalam suatu instalasi
tenaga listrik, selain untuk melindungi peralatan utama bila terjadi gangguan
hubung singkat.
Relai proteksi adalah susunan peralatan yang direncanakan untuk dapat
merasakan atau mengukur adanya gangguan atau mulai merasakan adanya ketidak
normalan pada peralatan atau bagian sistem tenaga listrik dan secara otomatis
memberi perintah untuk membuka pemutus tenaga untuk memisahkan peralatan
atau bagian dari sistem yang terganggu dan memberi isyarat berupa lampu atau bel.
Relai proteksi dapat merasakan atau melihat adanya gangguan pada peralatan yang
diamankan dengan mengukur atau membandingkan besaran-besaran yang
diterimanya, misalnya arus, tegangan, daya, sudut rase, frekuensi, impedansi dan
sebagainya, dengan besaran yang telah ditentukan, kemudian mengambil keputusan
untuk seketika ataupun dengan perlambatan waktu membuka pemutus tenaga.
Pemutus tenaga umumnya dipasang pada generator, transformator daya, saluran
transmisi, saluran distribusi dan sebagainya supaya dapat dipisahkan sedemikian
rupa sehingga sistem lainnya tetap dapat beroperasi secara normal.
Relai dapat bekerja apabila mendapatkan sinyal-sinyal input yang melebihi dari
setting rele tersebut. Besaran ukur yang dipakai untuk sinyal input yaitu berupa
arus, tegangan, impedansi, daya, arah daya, pemanasan, pembentukan gas,
frekuensi, gelombang eksplosi dan sebagainya. Relai dikatakan kerja (operasi),
apabila kontak-kontak dari rele tersebut bergerak membuka dan menutup dari
kondisi awalnya. Apabila relai mendapat satu atau beberapa sinyal input sehingga
dicapai suatu harga pick-up tertentu, maka relai kerja dengan menutup kontak-
kontaknya. Maka relai akan tertutup sehingga tripping coil akan bekerja untuk
memutuskan beban.

17
Relai
Sinyal
Input
Tripping Coil

Gambar 2.8 Prinsip kerja relai proteksi (Eden Napitupulu, 2015)

a. Relai Diferensial
Relai diferensial adalah relai yang bekerja ketika ada gangguan hubung
singkat antar fasa atau fasa ke tanah di internal peralatan yang bekerja seketika dan
merupakan pelindung utama pada transformator. Daerah proteksi relai diferensial
yaitu dibatasi oleh 2 trafo arus yaitu CT1 dan CT2. Relai diferensial bekerja
berdasarkan H. Kichoff, dimana arus yang masuk pada suatu titik sama dengan
arus yang keluar dari titik tersebut. Relai diferensial arus membandingkan arus
yang melalui daerah pengamanan. Fungsi relai diferensial pada trafo tenaga adalah
untuk mengamankan trafo daya dari gangguan hubung singkat yang terjadi didalam
trafo daya, antara lain hubung singkat antara kumparan dengan kumparan atau
kumparan dengan tangki. Relai ini harus bekerja kalau terjadi gangguan di daerah
pengamanan, dan tidak boleh bekerja dalam keadaan normal atau gangguan diluar
daerah pengamanan. Relai ini merupakan unit pengamanan dan mempunyai
selektifitas mutlak (Hari Firdaus, 2018).
1. Relai diferensial pada keadaan normal
Dalam keadaan normal, arus mengalir melalui peralatan / inslatasi listrik
yang diproteksi yaitu transformator daya, dan arus-arus tranformator arus,
yaitu I1 dan I2 bersirkulasi melalui “path” IA. Jika relai diferensial dipasang
antara terminal 1 dan terminal 2, maka dalam kondisi normal tidak akan ada
arus yang mengalir melaluinya.

18
Gambar 2.9 Relai Diferensial dalam keadaan normal (Eden Napitupulu, 2015)

2. Relai diferensial pada gangguan di luar daerah proteksi


Bila dalam keadaan gangguan diluar dari transformator daya yang
diproteksi (external fault), maka arus yang mengalir akan bertambah besar,
akan tetapi sirkulasi akan tetap sama dengan pada kondisi normal dengan
demikian rele diferensial tidak akan bekerja.

Gambar 2.10 Gangguan diluar daerah proteksi (Eden Napitupulu, 2015)

3. Relai diferensial pada gangguan di dalam daerah proteksi


Jika gangguan terjadi didalam proteksinya pada transformator daya yang
diproteksi (internal fault), maka arah sirkulasi arus disalah satu sisi akan
terbalik, menyebabkan “keseimbangan” pada kondisi normal terganggu,
akibatnya arus Id akan mengalir melalui rele diferensial dari terminal 1
menuju ke terminal 2 maka terjadi selisih arus didalam relai, selanjutnya
relai tersebut akan mengoperasikan CB untuk memutus

19
Gambar 2.11 Gangguan di dalam daerah proteksi (Eden Napitupulu, 2015)

Untuk menentukan besaranya nilai arus diferensial, arus restrain (penahan),


slope dan arus setting pada rele diferensial menggunakan persamaan dari jurnal
(Elvy Sahnur Nasution, 2019).

b. Restricted Earth Fault (REF)


Prinsip kerja relai REF sama dengan relai diferensial yaitu membandingkan
besarnya arus sekunder kedua trafo arus yang digunakan, akan tetapi batasan
daerah kerjanya hanya antara CT fasa dengan CT titik netralnya. REF ditujukan
untuk memproteksi gangguan satu fasa ketanah pada waktu tidak terjadi
gangguan/keadaan normal atau gangguan diluar daerah pengaman, maka kedua
arus sekunder tersebut diatas besarnya sama, sehingga tidak ada arus yang mengalir
pada relai, akibatnya relai tidak bekerja. Relai proteksi gardu induk seperti yang
terlihat pada Gambar 2.6

Gambar 2.12 Sistem proteksi trafo daya 150/20 kV (Fauzia Haz, 2020)

20
Sistem proteksi juga harus dapat mengeliminir daerah yang terganggu dan
memisahkan daerah yang tidak tergangggu, sehingga gangguan tidak meluas dan
kerugian yang timbul akibat gangguan tersebut dapat diminimalisasi (Fahrul Rhozi,
2019).

2.5.3 Proteksi Cadangan


Proteksi cadangan adalah suatu sistem proteksi yang dirancang untuk bekerja
ketika terjadi gangguan pada sistem tetapi tidak dapat diamankan atau tidak
terdeteksinya dalam kurun waktu tertentu karena kerusakan atau ketidakmampuan
proteksi utama untuk mengerjakan pemutus tenaga yang tepat. Adapun pola
proteksi cadangan pada trafo daya umumnya terdiri dari:
1. Over Current Relay (OCR) sisi 150 kV

2. Ground Fault Relay (GFR) sisi 150 kV

3. Over Current Relay (OCR) sisi 20 kV

4. Ground Fault Relay (GFR) sisi 20 kV

5. Stand By Earth Fault (SBF) Ngr 20 kV

2.6 Hukum Faraday


Hukum faraday merupakan hukum yang mempelajari tentang proses terjadinya
medan magnet yang disebabkan oleh arus listrik. Hukum faraday biasa disebut
dengan hukum induksi elektromagnetik. Induksi elektromagnetik merupakan suatu
peristiwa yang menyebabkan terjadinya gaya gerak listrik didalam lilitan apabila
terjadi perubahan fluks didalam sebuah inti transformator. Sedangkan fluks dapat
diartikan sebagai jumlah garis gaya yang melintasi sebuah bidang yang tegak lurus
terhadap garis gaya magnetik Setiap perubahan pada fluks yang terhubung pada
lilitan akan menyebabkan terjadinya gaya gerak elektromagnetik yang diinduksi
didalam lilitan. Perubahan pada fluks ini akan menyebabkan terjadinya gaya gerak
listrik yang diinduksi secara statis. Untuk mengetahui gaya gerak listrik dapat
diketahui dengan menggunakan hukum faraday pada persamaan berikut: (Unggul
Aribowo, 2019)

21
e = -N1 (II-4)

Dimana:
e = Gaya gerak listrik
N = Jumlah lilitan
𝑑𝜙 = Perubahan fluks
𝑑𝑡 = Selang waktu

2.7 Inrush Current

Inrush current adalah arus lonjakan seketika dengan nilai beberapa kali arus
normal yang timbul pada peralatan listrik pada awal terhubung dengan sumber
tegangan. Arus ini dapat terjadi pada peralatan-peralatan listrik antara lain pada
bola lampu pijar, motor listrik AC, power converters dan transformator. Pada
transformator, arus ini dapat mencapai nilai 3.5-40 kali arus rating pada beban
penuh. Batas inrush current dari SPLN/ANSI adalah 25 x In selama 0,01 detik dan
12 x In selama 0,1 detik. Bentuk gelombang inrush current mirip gelombang
sinusoidal akan tetapi tidak simetris. Arus ini mempunyai komponen DC dan
mengandung harmonisa ke-1 dan ke-2 yang tinggi. Nilai magnitude inrush current
mengalami penurunan setelah beberapa waktu, namun bagaimanapun, kondisi
dimana arus melebihi arus normal dapat bertahan dalam beberapa siklus. Dampak
yang ditimbulkan oleh arus ini antara lain kegagalan operasi dari sistem proteksi
transformator, penurunan kualitas isolasi transformator, penurunan kualitas daya
dari sistem (Gilang Wilfanur, 2010).
Untuk tujuan merancang sistem pelindung untuk transformator, nilai puncak
lonjakan arus masuk adalah faktor penting. Dalam kasus ini, persamaan yang
disederhanakan bisa digunakan untuk menghitung nilai puncak dari siklus pertama
arus masuk sekarang, persamaan ini adalah sebagai berikut: (Arief Budi Ksatria
dkk, 2020)


Iinrush =( ) (II-5)

22
dimana:

V = Tegangan

L = Induktansi gulungan transformator

R = Resistansi

BR = Kerapatan fluks sisa dari inti transformator

BS = Kerapatan fluks saturasi (jenuh) dari inti

BN = nilai arus nominal

Besar nilai kerapatan medan magnet normal diperoleh pada saat transformator
beroperasi normal. Kerapata medan magnet sisa (𝐵𝑅) dan kerapatan medan magnet
jenuh (𝐵𝑆) diperoleh berdasarkan nilai permeabilitas dari inti transformator. Oleh
karena itu, jenis material inti transformator berpengaruh terhadap besarnya arus
inrush, sehingga dengan jenis material inti yang berbeda besar arus inrush
dimungkinkan berbeda pula. Selain itu, kedua parameter tersebut juga didasarkan
pada kurva magnetisasi dari transformator, khususnya untuk mencari nilai
𝐵𝑅 yang tampak pada saat intensitas medan bernilai nol. Gambar 2.14 menjelaskan
bahwa keberadaan fluks sisa maupun fluks sementara berpengaruh pada kurva
magnetisasi. Semakin tinggi nilai magnetisasi (saturasi), maka semakin tinggi pula
arus yang dihasilkan.

Gambar 2.13 Hubungan inrush current akibat pengaruh fluks (N. Chiesa, 2010)

23
Arus inrush dipengaruhi oleh 2 faktor, yakni faktor internal dan eksternal. Pada
faktor internal, arus inrush dipengaruhi oleh karakteristik dari material inti. Setiap
material inti transformator memiliki kurva saturasi dan kurva histerisis yang berbeda
sesuai dengan karakteristik material. Pada faktor eksternal, arus inrush dipengaruhi oleh
fluks residu atau fluks sisa pada inti transformator. Inrush current dibagi menjadi 2
bagian, yakni arus magnetisasi, arus yang diperlukan untuk menghasilkan fluks pada inti
transformator, dan arus rugi inti, arus yang diperlukan untuk rugi histerisis dan rugi arus
eddy.

2.8 Inrush Current Pada Trafo daya


Ketika suatu transformator dihubungkan dengan suatu sumber tegangan untuk
yang pertama kalinya, akan ada suatu surge arus tambahan melewati kumparan
primer yang disebut inrush current.
Besar amplitudo inrush current bisa mencapai 10 hingga 50 kali lebih besar
dari arus beban penuh transformator. Besar amplitudo inrush current tergantung
dari magnitudo tegangan sumber, fluks sisa didalam inti, dan impedansi dari
rangkaian pada saat trafo dihubungkan dengan sumber. Gelombang arus khas
ditampilkan dalam gambar 2.9

Gambar 2.14 Inrush current pada ketiga fasa (Gilang Wilfanur, 2010)

Ada transien yang terjadi pada trafo daya daya ini dapat dikategorikan
sebagai transien internal dan eksternal. Eksternal transien adalah karena beralih

24
operasi. Transien internal mengikuti tiga jenis, magnetizing inrush current, internal
fault, over excitation.
Magnetizing inrush current,dalam hasil trafo dari perubahan mendadak pada
tegangan magnet. Gelombang inrush current mengandung komponen DC yang
besar dan tahan lama dan kaya harmonik. Ini mungkin mencapai nilai puncak yang
besar di awal (hingga 30 kali nilai pengenal), meluruh secara substansial setelah
beberapa sepersepuluh detik, tetapi peluruhan penuh hanya terjadi setelah beberapa
detik (Fahrul Rhozi, 2019).

2.9 Faktor Pengaruh Inrush Current


Posisi gelombang tegangan pada permulaan sumber tegangan bolak-balik
dihubungkan dengan transformator menentukan nilai inrush current. Jika kondisi
gelombang tegangan tepat berada pada nilai nol pada saat transformator
terenergisasi, maka akan menghasilkan nilai inrush current paling tinggi diantara
kemungkinan kondisi lain. Kapasitas sumber tegangan bolak-balik dan daya
transformator juga merupakan faktor yang mempengaruhi inrush current. Semakin
besar kapasitas sumber tegangan, semakin besar pula nilai inrush current. Semakin
besar kapasitas daya transformator, maka semakin kecil perbandingan inrush
current dan arus normal. Durasi inrush current (waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai steady state) semakin besar untuk transformator dengan kapasitas daya
lebih besar. Impedansi rangkaian meliputi impedansi internal sumber tegangan,
saluran transmisi dan transformator. Semakin kecil impedansi rangkaian, semakin
besar nilai arus inrush. Fluks sisa pada inti tranformator menentukan juga nilai
inrush current yang dihasilkan. Semakin besar fluks sisa pada inti dan jika
polaritasnya sama dengan posisi gelombang tegangan pada permulaan sumber
tegangan terhubung dengan transformator, maka semakin besar inrush current
yang dihasilkan. Jika fluks sisa memiliki polaritas berlawanan dengan posisi
gelombang tegangan sumber, maka fluks magnetik yang ditimbulkankarena proses
starting tersebut akan terkurang oleh fluks sisa.
Pada transformator ideal, arus magnetisasi akan naik menuju kirakira dua kali
dari puncak arus normalnya. Kemudian mmf dibangkitkan untuk menghasilkan
fluks yang lebih besar daari normal. Bagaimanapun, transformator tidak dirancang
dengan batas yang cukup diantara nilai puncak fluks normal danbatas saturasi,

25
untuk mencegah saturasi pada kondisi seperti ini. Sehingga, inti transformator akan
mencapai kondisi saturasi pada separuh cycle pertama gelombang tegangan.
Selama saturasi, jumlah mmf yang tidak proporsional dibutuhkan untuk
membangkitkan fluks magnetik. Hal ini berarti bahwa arus belitan yang
menghasilkan mmf akan meningkat secara tidak proporsional menuju nilai yang
melebihi dua kali nilai puncak 10 normalnya. Pada kasus ini, kondisi saturasi
berkaitan dengan karakteristik nonlinier transformator.

2.10 Efek yang Ditimbulkan Inrush Current


Arus inrush yang dihasilkan pada transformator daya dapat menumbulkan
dampak-dampak, antara lain:
1. Kegagalan operasi sistem proteksi transformator
Nilai arus inrush dapat mendekati nilai arus hubung singkat. Sistem proteksi
yang tak mampu mengantisipasi kondisi ini, akan menganggap inrush
current sebagai arus hubung singkat dan selanjutnya akan melakukan
prosedur pemutusan rangkaian (trip). Jika kondisi ini tidak diantisipasi,
akan mengganggu kinerja dari sistem tenaga listrik tersebut.
2. Penurunan kualitas isolasi transformator
Jika belitan transformator sering dilewati inrush current, maka akan
mengalami tekanan suhu, mekanis dan elektris yang cukup tinggi. Jika
kondisi ini tidak diantisipasi, kualitas isolasi belitan akan mengalami
penurunan kualitas. Secara langsung, hal ini akan menurunkan lifecycle dari
transformator tersebut.
3. Penurunan kualitas daya dari sistem
Bentuk inrush current tidak sunisodal, inrush current mempunyai
kandungan harmonisa ke-1 dan ke-2 yang tinggi. Pada kasus inrush current
yang timbul pada transformator yang telah berbeban, kondisi tersebut akan
menyebabkan gangguan pada beban-beban yang terhubung dengan
transformator. Seperti yang diketahui bahwa harmonisa dapat menyebabkan
distorsi tegangan dan resonansi dalam sistem tenaga listrik.

26
2.11 Proses Terjadinya Inrush Current
Jika kumparan primer transformator tiba-tiba terhubung dengan sumber
tegangan AC yang gelombang tegangannya berada dipuncak positifnya. Pada
kondisi ini, agar transformator mampu menghasilkan drop tegangan lawan untuk
mengimbangi tegangan sumber, maka fluks magnetik meningkat dengan cepat.
Efek dari meningkatnya fluks magnetik dengan cepat adalah arus belitan naik
dengan cepat. Pada kondisi lain, yaitu saat kumparan primer transformator
terhubung dengan sumber tegangan AC yang gelombang tegangannya tepat berada
pada titik nol. Selama operasi kontinyu transformator, ketika gelombang tegangan
tepat berada pada titik nol, saat itulah baik fluks maupun arus belitan berada pada
nilai puncak negatif, kondisi ini ditampilkan pada gambar 2.16 dengan kecepatan
perubahan fluks adalah nol.

Gambar 2.15 Kurva tegangan, fluks, dan arus ketika diberi tegangan dengan
sudut pada operasi kontinyu

Saat gelombang tegangan naik menuju nilai puncak positifnya, gelombang


fluks dan arus naik menuju nilai kecepatan perubahan fluks maksimum positif, dan
selanjutnya menuju nilai puncak positif saat gelombang tegangan menuju titik nol.
Pada transformator ideal, arus magnetisasi akan naik sekitar dua kali arus
normalnya, seperti pada gambar 2.17 kemudian membangkitkan mmf yang
diperlukan untuk menciptakan fluks yang lebih tinggi dari normalnya. Namun,
sebagian besar transformator tidak dirancang dengan batas yang cukup antara
puncak fluks normal dan batas saturasi, sehingga inti transformator akan
mencapaikondisi saturasi pada setengah cycle pertama. Selama saturasi, jumlah
mmf yang tidak proporsional diperlukan untuk menghasilkan fluks magnetik. Ini

27
berarti bahwa arus pada kumparan yang membangkitkan mmf sehingga
menghasilkan fluks pada inti, secara tidak proporsional akan naik melebihi dua kali
puncak normalnya.

Gambar 2.16 Kurva tegangan, fluks, dan arus ketika diberi tegangan dengan
sudut 0° pada operasi awal dimulai

Ketika transformator diputuskan dengan sumber tegangan AC, sejumlah fluks


sisa berada dalam inti karena sifat dari bahan magnetik. Sisa fluks dapat sebanyak
50 % sampai 90 % dari nilai maksimum fluks saat operasi, dan fluks sisa ini juga
dipengaruhi oleh jenis inti transformator yang digunakan. Ketika sumber tegangan
AC dihubungkan lagi dengan t ransformator,fluks yang dihasilkan didasarkan fluks
sisa yang sebelumnya sudah ada pada inti. Untuk mempertahankan tingkatan nilai
fluks pada inti, yang sebaiknya berada pada kondisi saturasi. Transformator dapat
menarik arus yang nilainya lebih besar dari arus beban penuh. Berdasarkan desain
tranformator, magnitudo inrush current dapat mencapai 3,5 – 40 kali dari nilai arus
saat beban penuh. Gelombang inrush current mirip seperti gelombang sinusoida
tetapi sebagian besar condong ke arah negatif atau positif.

2.12 Efek yang Ditimbulkan Inrush Current


Inrush current yang dihasilkan pada transformator daya dapat menumbulkan
dampak-dampak, antara lain:
a) Kegagalan operasi sistem proteksi transformator Nilai inrush current dapat
mendekati nilai arus hubung singkat. Sistem proteksi yang tak mampu
mengantisipasi kondisi ini, akan menganggap arus inrush sebagai arus hubung
singkat dan selanjutnya akan melakukan prosedur pemutusan rangkaian (trip). Jika

28
kondisi ini tidak diantisipasi, akan mengganggu kinerja dari sistem tenaga listrik
tersebut.
b) Penurunan kualitas isolasi transformator Jika belitan transformator sering
dilewati inrush current, maka akan mengalami tekanan suhu, mekanis dan elektris
yang cukup tinggi. Jika kondisi ini tidak diantisipasi, kualitas isolasi belitan akan
mengalami penurunan kualitas. Secara langsung, hal ini akan menurunkan lifecycle
dari transformator tersebut.
c) Penurunan kualitas daya dari sistem Bentuk arus inrush tidak sunisodal,
inrush current mempunyai kandungan harmonisa ke-1 dan ke-2 yang tinggi. Pada
kasus inrush current yang timbul pada transformator yang telah berbeban, kondisi
tersebut akan menyebabkan gangguan pada beban-beban yang terhubung dengan
transformator. Seperti yang diketahui bahwa harmonisa dapat menyebabkan
distorsi tegangan dan resonansi dalam sistem tenaga listrik

2.13 Sequential Phase Energization (SPE)

Beberapa metode untuk mengatasi permasalahan inrush current telah


ditawarkan dimana salah satunya adalah metode Sequential Phase Energization.
Metode ini menerapkan skema yang menggunakan tahanan pada belitan netral
transformator dan energisasi berselang di antara tiap fasanya. Ide dasar dari metode
ini adalah peredaman inrush current menggunakan tahanan pada belitan netral. Hal
ini berdasarkan fakta bahwa nilai inrush current selalu tidak seimbang di antara
tiap fasa. Ide ini kemudian dikembangkan dengan menerapkan energisasi berselang
di antara tiap fasa.

Gambar 2.17 Skema metode Sequential Phase Energization (A.S Hamza, 2019)

29
Metode SPE terdiri dari dua parameter penting, yaitu waktu tunda switching
antara tiap fasa transformator dan nilai tahanan netral. Rumus untuk mencari
tahanan netral optimal untuk metode SPE adalah sebagai berikut: (Wilsun Xu,
2005)

Rn = 0,085 𝑋𝑜𝑝𝑒𝑛 (II-6)

Waktu tunda pada metode SPE memperhitungkan nilai arus dari tiap tahapan
energisasi. Dengan kata lain, energisasi fasa kedua dilakukan setelah arus pada fasa
pertama mencapai nilai steady state dan energisasi fasa ketiga dilakukan setelah
arus pada fasa pertama dan kedua mencapai nilai steady state kemudian di saat
yang sama, switch pada tahanan netral akan menutup. Pemilihan waktu penutupan
switch setiap fasanya berdasarkan arus terkecil yang diambil saat simulasi dengan
sudut yang telah ditentukan. Pada metode ini fasa 1 lah yang digunakan untuk
acuan pergeseran sudut untuk tiap fasanya. Karena pengaturan waktu penutupan
penutupan switch setiap fasanya sangat berpengaruh dalam mereduksi inrush
current. (Gilang Wilfanur, 2010)

2.14 Efek derajat (sudut) switching


Pada bagian ini, efek variasi sudut switching pada karakteristik arus masuk
sekarang telah diselidiki. Gambar 2.19 menunjukkan efek dari sudut switching
yang berbeda (θ) pada amplitudo arus masuk arus. Seperti yang terlihat dari
gambar, amplitudo tertinggi arus masuk arus masuk pada 0 °. Selain itu, bisa
dilihat, Peningkatan sudut switching akan menurun amplitudo arus masuk saat ini.

Gambar 2.18 Pengaruh variasi sudut perpindahan pada amplitudo

30
Lonjakan arus masuk terdapat kandungan harmonis kedua dari arus masuk saat
ini adalah ditunjukkan pada Gambar 2.19 Seperti yang terlihat dari gambar ini,
peningkatan sudut switching menyebabkan penurunan persentase harmonik kedua.

Gambar 2.19 Pengaruh perpindahan sudut dalam persentase detik

Perlu dicatat bahwa, meskipun tertinggi amplitudo arus masuk muncul pada
siklus pertama dan kemudian meluruh, tapi persentase tertinggi kedua harmonis
tidak selalu muncul pada siklus pertama. Untuk misalnya seperti yang terlihat dari
Gambar 2.18 dan Gambar 2.19, pada θ = 90°, keduanya amplitudo dan persentase
harmonisa kedua telah menurun dengan siklus yang meningkat, namun pada θ =
0°, walaupun amplitudo arus masuk saat ini telah menurun, namun harmonik kedua
pertama meningkat dan kemudian menurun. Ini penting saat menggunakan konten
harmonik kedua kendalikan operasi relay selama magneting inrush kondisi.

31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan kali ini adalah menggunakan data trafo daya
dari PT. PLN (Persero) Gardu Induk Garuda Sakti 150 kV, kemudian melakukan
pemodelan sistem trafo daya pada Matlab/Simulink , model tersebut dilakukan
simulasi untuk melihat besarnya inrush current pada trafo daya. Berikutnya
dilakukan pemodelan metode SPE untuk mereduksi inrush current pada trafo daya.

3.2 Data
Data yang digunakan sebagai objek pada penelitian ini adalah data trafo daya 1
dan trafo daya 3 yang diperoleh dari PT. PLN (Persero) GI Garuda Sakti 150 kV.
Data yang digunakan untuk mengisi parameter pada Matlab/Simulink sebagian
didapat dari hasil perhitungan. Data sistem trafo daya yang digunakan dapat dilihat
pada lampiran.

3.3 Alat Dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam melakukan penelitian ini yaitu
laptop hp dengan spesifikasi sebagai berikut :
Sistem Operasi : Windows 10 Pro 64-bit
RAM : 4 GB
Processor : Intel® Core™ i3-6006U CPU @ 2.00GHz (4 CPUs),
~1,99GHz
Sedangkan software yang digunakan adalah Matlab versi R2016a untuk
memperoleh inrush current dengan cara melakukan simulasi sistem trafo daya.

3.4 Langkah-Langkah Penelitian


Ada beberapa tahapan dalam melakukan penelitian ini, diantaranya adalah
mengumpulkan data objek penelitian kemudian membuat model rangkaian objek
penelitian dilanjutkan dengan membuat desain menggunakan Matlab/Simulink,
Pengambilan data simulasi dan analisa hasil simulasi. Diagram alir penelitian
terdapat pada Gambar 3.1

32
Gambar 3.1 Flowchart Penelitian

33
3.5 Pemodelan Sistem Trafo Daya
Pemodelan sistem trafo daya yang digunakan sebagai objek penelitian dan
parameter-parameter yang digunakan untuk pemodelan dan simulasi di
Matlab/Simulink R2016a dijelaskan pada sub-bab ini. Adapun sistem trafo daya
yang digunakan sebagai objek penelitian berupa sistem trafo daya GI Garuda Sakti
150 kV dimana memiliki 4 sistem trafo daya dan yang dijadikan objek penelitian
adalah sistem trafo daya 1 dan trafo daya 3.

Gambar 3.2 Single line diagram trafo daya 1 GI Garuda Sakti 150/20 kV

Gambar 3.2 menampilkan single line diagram pada sistem trafo daya 1 objek
penelitian merek HYUNDAI. Data data teknis atau spesifikasi peralatan sistem
tenaga yang memiliki daya 50 MVA, impedansi 12,55% dapat dilihat pada
lampiran. Objek penelitian trafo daya 3 ditunjukkan pada gambar 3.3.

Gambar 3.3 Single line diagram trafo daya 3 GI Garuda Sakti 150/20 kV

34
Gambar 3.3 menampilkan single line diagram pada sistem trafo daya 3 dengan
merek PAUWELS yang memiliki daya sebesar 60 MVA, impedansi 12,466% yang
berbeda dengan trafo daya 1, selengkapnya bisa dilihat pada lampiran A.

3.6 Parameter-Parameter Pemodelan Sistem Trafo Daya Pada Matlab


/Simulink
Data parameter yang digunakan sebagai objek penelitian ini adalah data single
line dan data parameter trafo daya gardu induk Garuda Sakti yang diperoleh dari
PT. PLN (persero). Tabel 3.1 adalah data parameter trafo daya 1 dan trafo daya 3
yang digunakan sebagai masukan pada software Matlab/Simulink R2016a.

Tabel 3.1 Data parameter trafo daya 1 dan trafo daya 3 (PT.PLN, 2018)
Trafo Daya 1 (TD3)
Merek HYUNDAI
Daya 50 MVA
Jumlah Fasa 3
Frekuensi 50 Hz
Tegangan Primer 150 kV
Tegangan Sekunder 20 kV
Impedansi 12,55%
Arus Nominal Sisi 150 kV 192 A
Arus Nominal Sisi 20 kV 1445 A

Trafo Daya 3 (TD3)


Merek PAUWELS
Daya 60 MVA
Jumlah fasa 3
Frekuensi 50 Hz
Tegangan Primer 150 kV
Tegangan Sekunder 20 kV
Impedansi 12,466%
Arus Nominal Sisi 150 kV 230 A
Arus Nominal Sisi 20 kV 1732 A

Tabel 3.1 adalah data parameter masukan trafo daya GI Garuda Sakti dimana
pada trafo daya 1 dengan daya sebesar 50 MVA dan pada trafo daya 3 dengan daya

35
sebesar 60 MVA. Arus nominal pada trafo daya 1 sebesar 192 A dan pada trafo day
3 sebesar 230 A, dan frekuensi pada kedua trafo sebesar 50 Hz.

3.7 Pemodelan Sistem Trafo Daya Menggunakan Matlab/Simulink


Pemodelan trafo daya 1 dan trafo daya 3 gardu induk Garuda Sakti 150 kV
dalam keadaan normal menggunakan Matlab/Simulink dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3.4 Topologi pemodelan sistem trafo daya gardu induk Garuda Sakti

Gambar 3.4 menampilkan topologi pemodelan sistem trafo daya dalam


keadaan normal tanpa menggunakan metode pengurangan inrush current apapun.
Hal ini juga untuk membandingkan inrush current trafo daya dalam keadaan
normal dan dalam keadaan menggunakan metode untuk mereduksi inrush current
pada trafo daya GI Garuda Sakti.

Gambar 3.5 Pemodelan sistem trafo daya gardu induk Garuda Sakti
menggunakan Matlab/Simulink

Gambar 3.5 menampilkan pemodelan sistem trafo daya gardu induk Garuda
Sakti 150 kV menggunakan software Matlab/Simulink. Berikut adalah komponen
komponen yang digunakan pada pemodelan tersebut:

36
1. Three-Phase Source
Model sumber 3 fasa digunakan sebagai sumber kelistrikan 3 fasa di gardu
induk Garuda Sakti.

Gambar 3.6 Sumber Tiga Fasa Pemodelan Sistem Trafo Daya GI Garuda
Sakti
2. Series RLC Branch
Rangkaian Series RLC Branch merupakan rangkaian yang terdiri dari
Resistor, Induktor, dan Kapasitor. Namun pada rangkaian ini hanya
digunakan Resistor yang dihubungkan pada Three-Phase Source dan Three-
Phase Breaker.

Gambar 3.7 Series RLC Branch


3. Three-Phase Breaker
Model switch 3 phasa ini digunakan untuk mengatur waktu buka tutup
switch tiap fasanya. Data yang dimasukan waktu buka dan waktu tutup
setiap fasa dalam detik.

Gambar 3.8 Three-Phase Breaker


4. Three-Phase V-I Measurement
Blok ini digunakan untuk mengukur arus pada trafo daya.

Gambar 3.9 Three V-I Measurement

37
5. Three-Phase Transformator (Two Windings)
Model trafo daya yang digunakan pada rangkaian simulasi penelitian ini
menggunakan komponen Three-Phase Transformator (Two Windings).

Gambar 3.10 Three-Phase Transformer (Two Windings)


6. Scope
Scope digunakan untuk menampilkan gelombang arus simulasi.

Gambar 3.11 Scope

3.8 Pemodelan Sistem Trafo Daya Menggunakan Metode SPE


Gambar 3.12 adalah pemodelan trafo daya menggunakan metode SPE untuk
mereduksi inrush current menggunakan Matlab/Simulink.

Gambar 3.12 Pemodelan trafo daya GI Garuda Sakti menggunakan metode SPE

Gambar 3.12 menunjukkan pemodelan trafo daya yang terhubung dengan


metode SPE, dapat dilihat bahwa pada pemodelan trafo daya menggunakan metode
SPE terdapat 3 buah circuit breaker untuk membuat energisasi berselang antar fasa
pada trafo daya dan terdapat tahanan yang terhubung pada belitan netral.
Pemodelan ini dilakukan simulasi untuk mereduksi inrush current pada saat trafo

38
daya pertama kali di hidupkan. Hasil simulasi berupa gelombang arus yang telah
tereduksi dengan metode SPE.

3.9 Step Pengerjaan Metode Sequential Phase Energization


Metode SPE terdiri dari dua parameter penting, yaitu energisasi berselang antar
fasa dan nilai dari tahanan netral. berikut ini menjelaskan step dari pengerjaan
metode SPE.

3.9.1 Pemodelan Metode Sequential Phase Energization


Berikut adalah step awal dari pengerjaan mereduksi inrush current
menggunakan metode SPE yaitu membuat pemodelan metode SPE menggunakan
Matlab/Simulink. Komponen-komponen untuk mereduksi inrush current pada
metode SPE menggunakan Matlab/Simulink adalah circuit breaker untuk
melakukan energisasi berselang dan tahanan pada belitan netral.

Gambar 3.13 Circuit breaker tiap fasa untuk energisasi berselang

Gambar 3.13 terdiri dari 3 buah circuit breaker yang diletakkan pada tiap fasa
trafo daya, yang bertujuan untuk melakukan energisasi berselang antar tiap fasa.

Gambar 3.14 Tahan pada belitan netral

39
Gambar 3.14 Terdiri dari tahanan dan circuit breaker yang dihubungkan ke
belitan netral, dimana nilai dari tahanan netral merupakan faktor penting untuk
mereduksi inrush current.

3.9.2 Pemilihan Waktu Energisasi Berselang


Step berikutnya, pemilihan waktu tunda energisasi berselang metode SPE
adalah berdasarkan arus terkecil yang didapat dari hasil simulasi yang dimulai dari
sudut 0° sampai 360°. Waktu dari arus terkecil tersebut menjadi acuan untuk waktu
tunda energisasi berselang pada tiap fasanya.

Tabel 3.2 Pemilihan Waktu Tunda Energisasi Berselang Pada Trafo Daya 1

Sudut (°) Waktu (detik) Arus (A)

0 0 305,6
45 0.0025 -305
90 0.005 303,4
120 0.00666 303,7
150 0.0083 -305,5
180 0.01 303,5
210 0.0116 305,5
240 0.0133 -304,9
270 0.015 -303,5
300 0.0166 305,6
330 0.018 303,5
360 0.02 -303,8

Pada tabel 3.2 menunjukkan simulasi arus dari sudut 0° sampai dengan sudut
360° pada trafo daya 1. Dari hasil tabel tersebut didapat arus terkecil yang
dihasilkan dari simulasi adalah pada sudut 90° yang bernilai 303,4 A. sehingga
dipilihlah acuan waktu tunda energisasi berselang antar fasa pada sudut 90° atau
pada detik 0.005. sudut tersebut menjadi acuan bergesernya waktu tutup circuit
breaker antar fasa berikutnya sebesar 90°. Pada fasa R circuit breaker tertutup pada
0.005 detik, pada fasa S 0.01 detik, dan pada fasa T 0.015 detik.

40
Tabel 3.3 Pemilihan Waktu Tunda Energisasi Berselang Pada Trafo Daya 3

Sudut (°) Waktu (detik) Arus (A)

0 0 360,8
45 0.0025 -360,2
90 0.005 358,1
120 0.00666 359,1
150 0.0083 -360,8
180 0.01 360,1
210 0.0116 358,3
240 0.0133 -358,9
270 0.015 -358,8
300 0.0166 360,7
330 0.018 359,3
360 0.02 358,7

Pada tabel 3.3 menunjukkan simulasi arus dari sudut 0° sampai dengan sudut
360° pada trafo daya 3. Dari hasil tabel tersebut didapat arus terkecil yang
dihasilkan dari simulasi adalah pada sudut 90° yang bernilai 358,1 A. sehingga
dipilihlah acuan waktu tunda energisasi berselang antar fasa pada sudut 90° atau
pada detik 0.005. sudut tersebut menjadi acuan bergesernya waktu tutup circuit
breaker antar fasa berikutnya sebesar 90° atau 0.005 detik. Pada fasa R circuit
breaker tertutup pada 0.005 detik, pada fasa S 0.01 detik, dan pada fasa T 0.015
detik.

41
Gambar 3.15 Waktu tunda fasa R pada software Matlab/Simulink

Gambar 3.16 Waktu Tunda fasa S pada software Matlab/Simulink

Gambar 3.17 Waktu Tunda fasa T pada software Matlab/Simulink

42
Gambar diatas menunjukkan pemilihan waktu tunda energisasi berselang
metode SPE pada trafo daya 1 dan pada trafo daya 3.

3.9.3 Perhitungan Nilai Tahanan Netral


Dan step terakhir, untuk mencari nilai tahanan optimal (Rn) menggunakan
parameter data dari trafo daya 1 dan trafo daya 3 tanpa beban gardu induk Garuda
Sakti. Berikut ini parameter data masukannya:

Tabel 3.4 Parameter masukan mencari nilai tahanan netral trafo daya 1 dan trafo
daya 3
Tegangan fasa ke-tanah Arus tanpa beban Rugi-rugi tanpa beban
20 kV 9,15 A 48 kW

Nilai impedansi trafo daya:

Zopen = (III-1)

=
Nilai resistansi trafo daya:

Ropen = (III-2)

=
Perhitungan impedansi dan resistansi digunakan untuk mencari nilai Xopen:
Xopen = √ 𝑜𝑝𝑒𝑛 𝑅 𝑜𝑝𝑒𝑛 (III-3)

=√
= 2177,41 Ω
Sehingga untuk menentukan nilai Rn optimal:
Rn = 0,085 × Xopen (III-4)
= 0,085 × 2177,41
= 185,07 Ω

43
Gambar 3.18 Nilai tahanan pada belitan netral

Gambar 3.18 menunjukkan nilai pada tahanan belitan netral yang diinput pada
pemodelan software Matlab/Simulink pada trafo daya 1 dan trafo daya 3.

Gambar 3.19 Waktu close circuit breaker pada tahanan netral

Gambar 3.19 menunjukkan waktu close circuit breaker pada tahanan netral
pemodelan menggunakan software Matlab/Simulink yang serentak dengan
energisasi fasa ketiga yaitu pada waktu 0.015 pada trafo daya 1 dan trafo daya 3.

44
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Umum
Pada bab ini menjelaskan perancangan dalam mengurangi inrush current
dengan metode SPE, hasil perancangan metode SPE untuk mereduksi gangguan
inrush current pada trafo daya gardu induk Garuda Sakti. Dalam memperoleh data
input dan target pada proses metode SPE, dilakukan pemodelan sistem trafo daya
gardu induk Garuda Sakti yang menjadi objek penelitian menggunakan software
Matlab/Simulink. Pada pemodelan tersebut dilakukan simulasi reduksi inrush
current dengan metode SPE. Kemudian hasil simulasi tersebut berupa sinyal
gelombang arus, kemudian dapat dijadikan sebagai data input dan target untuk
pelatihan dan pengujian trafo daya.
Metode SPE menerapkan skema energisasi berselang antar tiap fasa dan
menggunakan tahanan pada belitan netral. Ide dasar dari metode ini adalah
peredaman inrush current menggunakan tahanan pada belitan netral dan kemudian
dikembangkan dengan menerapkan energisasi berselang antar tiap fasa.

4.2 Simulasi Gangguan Inrush Current


Berikut ini adalah simulasi gangguan inrush current pada trafo daya 1 dan pada
trafo daya 3. Simulasi dilakukan menggunakan software Matlab/Simulink dengan
parameter yang digunakan pada trafo daya gardu induk Garuda Sakti 150 kV.

4.2.1 Simulasi Gangguan Inrush Current Pada Trafo Daya 1

Pemodelan sistem trafo daya pada Matlab/Simulink dilakukan saat kondisi


normal dan gangguan inrush current muncul pada saat starting awal trafo daya.
Verifikasi dilakukan pada trafo daya 1 gardu induk Garuda Sakti dengan
memeriksa kembali nilai parameter serta sinyal gelombang arus yang didapat dari
simulasi Matlab/Simulink.

45
Gambar 4.1 Hasil simulasi gangguan inrush current pada trafo daya 1

Gambar 4.1 menunjukkan simulasi arus lonjakan inrush current pada trafo
daya 1 GI Garuda Sakti 150 kV, simulasi tanpa metode reduksi dilakukan pada
detik 0 serentak pada ketiga fasa RST. Terlihat bahwa arus mengalami lonjakan
pada saat awal energisasi yang disebut dengan inrush current, nilai inrush current
pada tiap fasa diketahui dengan arus puncak pada fasa R sebesar 305,6 A, fasa S
sebesar -246,6 A, dan fasa T sebesar -252,2 A yang lebih besar dari arus normalnya
sebesar 192,4 A. Arus inrush current pada trafo daya 1 perlahan mengalami
penurunan secara bertahap dan kembali normal pada detik 0.2. Peristiwa lonjakan
inrush current ini dapat membuat kerusakan pada trafo daya sehingga perlu
direduksi.

Tabel 4.1 Nilai puncak inrush current pada trafo daya 1


Trafo Inrush Current Arus normal
Daya Fasa R Fasa S Fasa T Fasa R Fasa S Fasa T
Trafo
305,6 A -246,6 A -252,2 A 192,4 A 192,4 A 192,4 A
Daya 1

Tabel 4.1 menunjukkan nilai puncak inrush current pada trafo daya 1 yang
lebih besar dari arus normal pada fasa R sebesar 305,6 A, fasa S sebesar -246,6 A,
dan fasa T sebesar -252,2 A, kemudian arus perlahan kembali dalam keadaan
normal sebesar 192,4 A. Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa pada saat trafo daya
di energisasi muncul lonjakan arus beberapa saat yang dapat merusak trafo daya

46
yang disebut dengan inrush current. Inrush current muncul beberapa saat lalu
perlahan arus kembali dalam keadaan normal.

4.2.2 Simulasi Gangguan Inrush Current Pada Trafo Daya 3


Gambar 4.2 memperlihatkan inrush current yang terjadi pada trafo daya 3,
simulasi dilakukan saat kondisi normal dan gangguan inrush current muncul saat
starting awal trafo daya.

Gambar 4.2 hasil simulasi gangguan inrush current pada trafo daya 3

Gambar 4.2 menunjukkan simulasi arus lonjakan inrush current pada trafo
daya 3 GI Garuda Sakti 150 kV, simulasi tanpa metode reduksi dilakukan pada
detik 0 serentak pada ketiga fasa RST. Terlihat bahwa arus mengalami lonjakan
pada saat awal energisasi yang disebut dengan inrush current, nilai inrush current
pada tiap fasa diketahui dengan arus puncak pada fasa R sebesar 360,8 A , fasa S
sebesar -290,9 A, dan fasa T sebesar -300 A yang lebih besar dari arus normalnya
sebesar 230,9 A. inrush current pada trafo daya 3 perlahan mengalami penurunan
secara bertahap dan kembali normal pada detik 0.2. Peristiwa lonjakan inrush
current ini dapat membuat kerusakan pada trafo daya sehingga perlu direduksi.

47
Tabel 4.2 Nilai Puncak Inrush Current Trafo Daya 3

Inrush Current Arus Normal


Trafo Daya
Fasa R Fasa S Fasa T Fasa R Fasa S Fasa T
Trafo Daya
360,8 A -290,9 A -300 A 230,9 A 230,9 A 230,9 A
3

Tabel 4.2 menunjukkan nilai puncak inrush current pada trafo daya 3 yang
lebih besar dari arus normal pada fasa R sebesar 360,8 A, fasa S sebesar -290,9 A,
dan fasa T sebesar -300 A, kemudian arus perlahan kembali dalam keadaan normal
sebesar 230,9 A. Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa pada saat trafo daya di
energisasi muncul lonjakan arus beberapa saat yang dapat merusak trafo daya yang
disebut dengan inrush current. Inrush current muncul beberapa saat lalu perlahan
arus kembali dalam keadaan normal.

4.3 Validasi Perbandingan Arus Trafo Daya Terhadap Simulasi


Perhitungan arus nominal trafo daya memperhitungkan arus nominal pada sisi
primer trafo daya, kapasitas daya trafo daya 1 gardu induk Garuda Sakti 150 kV
adalah 50 MVA. Jadi dapat dihitung:

Ip =

=

Ip = 192,45 A

Lalu pada simulasi didapat bahwa inrush current perlahan kembali normal
pada 0.2 detik, didapat pada simulasi arus kembali normal pada fasa R sebesar
198,3 A, pada fasa S sebesar 192,9 A, dan pada fasa T sebesar 192,2 A. maka
didapat persentase kesalahan sebesar:

48
Fasa R = × 100% = 3,06%

Fasa S = × 100% = 0,2%

Fasa S = × 100% = 0,1%

Sedangkan kapasitas trafo daya 3 gardu induk Garuda Sakti 150 kV adalah 60
MVA. Jadi dapat dihitung:

Ip =

=

Ip = 230,95 A

Lalu pada simulasi didapat bahwa inrush current perlahan kembali normal
pada 0.2 detik, didapat pada simulasi arus kembali normal pada fasa R sebesar
233,1 A, pada fasa S sebesar 230 A, dan pada fasa T sebesar 229,5 A. maka didapat
persentase kesalahan sebesar:

Fasa R = × 100% = 0,9%

Fasa S = × 100% = 0,3%

Fasa T = × 100% = 0,6%

4.4 Perbandingan Besar Persentase Lonjakan Inrush Current


Pada bab ini memperhitungkan besar persentase kenaikan inrush current
dibandingkan arus normalnya pada tiap fasa nya. Diketahui arus normal pada trafo
daya 1 adalah sebesar 192,4 A pada fasa RST dan lonjakan inrush current pada fasa
R sebesar 305,6 A, pada fasa S sebesar -246,6 A, dan pada fasa T sebesar -252,2 A.
Berikut adalah persentase lonjakan inrush current trafo daya 1 pada tiap fasa nya.

49
Fasa R = × 100% = 37,0%

Fasa S = × 100% = 21,9%

Fasa T = × 100% = 23,7%

Dapat dilihat melalui perhitungan pada trafo daya 1 didapat besar lonjakan
inrush current pada fasa R sebesar 37,0%, pada fasa S sebesar 21,9%,dan pada fasa
T sebesar 23,7% dari arus normalnya.
Sedangkan pada trafo daya 3 diketahui arus normalnya sebesar 230,9 A pada
fasa RST dan lonjakan inrush current pada fasa R sebesar 360,8 A, pada fasa S
sebesar -290,9 A, dan pada fasa T sebesar -300 A. berikut adalah persentase
lonjakan inrush current trafo daya 3 pada tiap fasanya.

Fasa R = × 100% = 36,0%

Fasa S = × 100% = 20,6%

Fasa T = × 100% = 23,0%

Dapat dilihat melalui perhitungan pada trafo daya 1 didapat besar lonjakan
inrush current pada fasa R sebesar 36,0%, pada fasa S sebesar 20,6%,dan pada fasa
T sebesar 23,0% dari arus normalnya.

4.5 Hasil Simulasi Menggunakan Metode SPE


Simulasi gangguan inrush current pada pemodelan trafo daya 1 dan trafo daya
3 gardu induk Garuda Sakti dilakukan pada saat awal energisasi trafo daya,
dilakukan pemodelan untuk mereduksi inrush current yang terjadi menggunakan
metode SPE. energisasi dilakukan tiap fasanya pada fasa R 0.005 detik, pada fasa S
0.01 detik, dan pada fasa T 0.015 detik, sedangkan nilai tahanan netralnya sebesar
185,07Ω untuk trafo daya 1 dan trafo daya 3.

50
Simulasi inrush current dilakukan dengan parameter yang terdapat pada data
trafo daya 1 dan trafo daya 3 gardu induk Garuda Sakti 150 kV untuk mendapatkan
nilai reduksi inrush current.

4.5.1 Simulasi reduksi Inrush Current Menggunakan Metode SPE Trafo Daya 1
Gambar 4.3 adalah hasil simulasi pengurangan inrush current trafo daya 1
setelah menggunakan metode SPE.

Gambar 4.3 Hasil simulasi reduksi inrush current pada trafo daya 1

Gambar 4.3 memperlihatkan lonjakan inrush current yang terjadi pada trafo
daya 1 menjadi tereduksi setelah menggunakan metode SPE sehingga
meminimalisasi kerusakan pada trafo daya akibat inrush current. Arus lonjakan
inrush current trafo daya 1 setelah direduksi pada saat energisasi menggunakan
metode SPE adalah pada fasa R sebesar -232,5 A, fasa S sebesar -202,7 A, dan fasa
T sebesar 197,8 A. Nilai lonjakan inrush current ini lebih besar dari hasil simulasi
inrush current pada saat sebelum dilakukan simulasi untuk mereduksi inrush
current menggunakan metode SPE, yaitu pada fasa R sebesar 224 A, fasa S sebesar
-293 A, dan fasa T sebesar 258 A.

51
Tabel 4.3 Nilai inrush current pada trafo daya 1 menggunakan metode SPE
Trafo Inrush Current Metode SPE Inrush Current Tanpa Metode
Daya Fasa R Fasa S Fasa T Fasa R Fasa S Fasa T

Trafo
-232,5 A -202,7 A 197,8 A 305,6 A -246,6 A -252,2 A
Daya 1

Tabel 4.3 menunjukkan nilai lonjakan inrush current pada trafo daya 1 yang
telah tereduksi menggunakan metode SPE. Lonjakan inrush current menggunakan
metode SPE lebih kecil dari nilai inrush current sebelum direduksi menggunakan
metode SPE.

4.5.2 Simulasi Reduksi Inrush Current Menggunakan Metode SPE Trafo Daya 3

Gambar 4.4 adalah hasil simulasi reduksi inrush current pada trafo daya 3
setelah menggunakan metode SPE.

Gambar 4.4 Hasil simulasi reduksi inrush current pada trafo daya 3

Gambar 4.4 memperlihatkan hal yang sama pada gambar 4.3 dimana inrush
current pada trafo daya 3 yang sebelumnya memiliki inrush current pada saat awal
energisasi sudah tereduksi sehingga meminimalisir kerusakan pada trafo daya
akibat inrush current.
Arus lonjakan inrush current trafo daya 3 setelah direduksi pada saat energisasi
menggunakan metode SPE adalah pada fasa R sebesar -275,6 A, fasa S sebesar -

52
239,6 A, dan fasa T sebesar 231,9 A, hasil simulasi inrush current pada saat
sebelum dilakukan simulasi untuk mereduksi inrush current menggunakan metode
SPE pada trafo daya 3 yaitu pada fasa R sebesar 360,8 A , fasa S sebesar -290,9 A,
dan fasa T sebesar -300 A.

Tabel 4.4 Nilai inrush current saat energisasi pada trafo daya 3 menggunakan
metode SPE
Trafo Inrush Current Metode SPE Inrush Current Tanpa Metode
Daya Fasa R Fasa S Fasa T Fasa R Fasa S Fasa T

Trafo
-275,6 A -239,6 A 231,9 A 360,8 A -290,9 A -300 A
Daya 3

Tabel 4.4 menunjukkan nilai lonjakan inrush current pada trafo daya 1 yang
telah tereduksi menggunakan metode SPE. Lonjakan inrush current menggunakan
metode SPE lebih kecil dari nilai inrush current sebelum direduksi menggunakan
metode SPE.

4.6 Perbandingan Inrush Current Sebelum Dan Setelah Menggunakan Metode


SPE
Pada tugas akhir ini dilakukan perbandingan inrush current saat sebelum
direduksi menggunakan metode SPE dan setelah direduksi menggunakan metode
SPE. Perbandingan dilakukan dengan membandingkan besar arus puncak inrush
current pada simulasi sebelum menggunakan metode SPE dan setelah
menggunakan metode SPE.

4.6.1 Perbandingan Inrush Current Pada Trafo Daya 1


Dari hasil simulasi reduksi inrush current pada trafo daya 1 gardu induk
Garuda Sakti, didapatlah hasil perbandingan nilai inrush current sesaat sebelum
direduksi dan setelah direduksi menggunakan metode SPE.

53
Tabel 4.5 hasil perbandingan inrush current pada trafo daya 1 sebelum dan sesudah
dilakukan reduksi
Inrush Current Persentase
Fasa Selisih
Sebelum Metode Setelah Metode SPE Reduksi

R 305,6 A -232,5 A 73,1 A 23,9%


S -246,6 A -202,7 A 43,9 A 17,8%
T -252,2 A 197,8 A 54,4 A 21,5%

Tabel 4.5 menunjukkan perbandingan nilai puncak inrush current trafo daya 1
sebelum dilakukan reduksi dan sesudah dilakukan reduksi menggunakan metode
SPE. Metode SPE berhasil mereduksi inrush current pada fasa R sebesar 23,9%,
pada fasa S sebesar 17,8% dan pada fasa T sebesar 21,5%.

4.6.2 Perbandingan Inrush Current Pada Trafo Daya 3


Dari hasil simulasi reduksi inrush current pada trafo daya 3 gardu induk
Garuda Sakti, didapatlah hasil perbandingan nilai inrush current sesaat sebelum
direduksi dan setelah direduksi menggunakan metode SPE.

Tabel 4.6 hasil perbandingan inrush current pada trafo daya 3 sebelum dan sesudah
dilakukan reduksi.
Inrush Current Persentase
Fasa Selisih
Sebelum Metode Sesudah Metode SPE Reduksi

R 360,8 A -275,6 A 85,2 A 23,6%


S -290,9 A -239,6 A 51,3 A 17,6%
T -300 A 231,9 A 68,1 A 22,7%

Tabel 4.6 menunjukkan perbandingan nilai puncak inrush current trafo daya 3
sebelum dilakukan reduksi dan sesudah dilakukan reduksi menggunakan metode
SPE. Metode SPE berhasil mereduksi inrush current pada fasa R sebesar 23,6%,
pada fasa S sebesar 17,6% dan pada fasa T sebesar 22,7%.

54
4.7 Perbandingan Reduksi Inrush Current Metode SPE Menggunakan Tahanan
Netral dan Tanpa Tahanan Netral
Pada penelitian ini dilakukan simulasi menggunakan metode SPE namun tidak
menggunakan tahanan netral yang dihubungkan pada belitan netral trafo daya,
hanya menggunakan energisasi berselang antar fasa pada simulasi nya. Dilakukan
perbandingan menggunakan metode SPE menggunakan tahanan pada belitan netral
dengan tanpa tahanan pada belitan netral.

Gambar 4.5 Pemodelan metode SPE tanpa tahanan pada belitan netral

Gambar 4.5 adalah pemodelan metode SPE untuk mereduksi inrush current
tanpa menggunakan tahanan pada belitan netral hanya menggunakan circuit
breaker pada tiap fasa nya untuk energisasi berselang yang telah ditentukan waktu
tundanya pada fasa R adalah 0.005 detik, pada fasa S adalah 0.01 detik dan pada
fasa T adalah 0.015 detik.

4.7.1 Perbandingan Menggunakan Tahanan Netral dan Tanpa Tahanan Netral


Pada Trafo Daya 1

Gambar 4.6 adalah hasil simulasi reduksi inrush current metode SPE tanpa
menggunakan tahanan pada belitan netral trafo daya 1.

55
Gambar 4.6 Hasil simulasi pada trafo daya 1 metode SPE tanpa tahanan pada
belitan netral

Gambar 4.6 memperlihatkan inrush current yang tereduksi menggunakan


metode SPE tanpa tahanan belitan netral pada trafo daya 1. Inrush curent yang
tereduksi tanpa menggunakan tahanan belitan netral pada fasa R adalah sebesar -
234,1 A, pada fasa S sebesar -212,8 A, dan pada fasa T sebesar 199,1 A.

Tabel 4.7 Perbandingan reduksi inrush current metode SPE menggunakan tahanan
belitan netral dan tanpa tahanan belitan netral trafo daya 1
Inrush Current
Persentase
Fasa Metode SPE Tanpa Selisih
Tanpa Metode SPE Reduksi
Tahanan Netral

R 305,6 A -234,1 A 71,5 A 23,3%


S -246,6 A -212,8 A 33,8 A 13,7%
T -252,2 A 199,1 A 53,1 A 21,0%

Tabel 4.7 menunjukkan perbandingan reduksi inrush current tanpa tahanan


pada belitan netral pada trafo daya 1. Dapat dilihat persentase reduksi inrush
current menggunakan metode SPE tanpa tahanan pada belitan netral pada fasa R
sebesar 23,3%, pada fasa S sebesar 13,7%, dan pada fasa T sebesar 21,0%.
Sedangkan persentase reduksi inrush current menggunakan metode SPE dengan
tahanan netral pada fasa R sebesar 23,9%, pada fasa S sebesar 17,8%, dan pada fasa

56
T sebesar 21,5%. Dapat disimpulkan bahwa reduksi inrush current menggunakan
metode SPE dengan tahanan pada belitan netral lebih efisien dibandingkan
menggunakan metode SPE tanpa tahanan pada belitan netral.

4.7.2 Perbandingan Menggunakan Tahanan Netral dan Tanpa Tahanan Netral


Pada Trafo Daya 3

Gambar 4.7 adalah hasil simulasi reduksi inrush current metode SPE tanpa
menggunakan tahanan pada belitan netral trafo daya 3.

Gambar 4.7 Hasil simulasi pada trafo daya 3 metode SPE tanpa tahanan pada
belitan netral

Gambar 4.7 memperlihatkan inrush current yang tereduksi menggunakan


metode SPE tanpa tahanan pada belitan netral pada trafo daya 1. Inrush curent yang
tereduksi tanpa menggunakan tahanan pada belitan netral pada fasa R adalah
sebesar -277,8 A, pada fasa S sebesar -253,2 A, dan pada fasa T sebesar 235,1 A.

57
Tabel 4.8 Perbandingan reduksi inrush current metode SPE menggunakan tahanan
belitan netral dan tanpa tahanan belitan netral
Inrush Current
Persentase
Fasa Tanpa Metode Metode SPE Tanpa Selisih
Reduksi
SPE Tahanan Netral

R 360,8 A -277,8 A 83 A 23,0%


S -290,9 A -253,2 A 37,7 A 12,9%
T -300 A 235,1 A 64,9 A 21,6%

Tabel 4.8 menunjukkan perbandingan reduksi inrush current tanpa tahanan


pada belitan netral pada trafo daya 3. Dapat dilihat persentase reduksi inrush
current menggunakan metode SPE tanpa tahanan pada belitan netral pada fasa R
sebesar 23,0%, pada fasa S sebesar 12,9%, dan pada fasa T sebesar 21,6%.
Sedangkan persentase reduksi inrush current menggunakan metode SPE dengan
tahanan netral pada fasa R sebesar 23,6%, pada fasa S sebesar 17,6%, dan pada fasa
T sebesar 22,7%. Dapat disimpulkan bahwa reduksi inrush current menggunakan
metode SPE dengan tahanan pada belitan netral lebih efisien dibandingkan
menggunakan metode SPE tanpa tahanan pada belitan netral.

4.8 Perbandingan Reduksi Inrush Current Menggunakan Reaktor DC dan


Menggunakan Metode SPE
Pada penelitian ini juga membandingkan reduksi inrush current menggunakan
metode SPE dengan penelitian oleh Fahrul Rhozi yang melakukan penelitian
mereduksi inrush current menggunakan Reaktor DC. Objek penelitian
menggunakan trafo daya yang sama yaitu trafo daya 1 dan trafo daya 3 pada gardu
induk Garuda Sakti 150 kV.
Metode reaktor DC merupakan metode reduksi inrush current sederhana untuk
pengurangan lonjakan arus pada saat terjadi inrush current, metode ini
menggunakan konverter tipe reaktor DC dalam aliran pembatas arus (inrush current
limitter). Rangkaian teknik pengurangan inrush current yang berbasis kompensator
untuk membatasi inrush current pada transformator daya yang digunakan. Sirkuit
berbasis kompensator ini terdiri dari reaktor DC tipe dioda jembatan yeng
dihubungkan secara seri denngan setiap fase transformator.

58
4.8.1 Perbandingan Menggunakan Reaktor DC dan Menggunakan Metode SPE
Pada Trafo Daya 1

Dari hasil simulasi reduksi inrush current mengunakan metode SPE


dibandingkan dengan hasil simulasi reduksi inrush current pada penelitian
sebelumnya yang menggunakan reaktor DC. Tabel 4.9 menunjukkan perbandingan
persentase inrush current yang tereduksi oleh simulasi menggunakan metode SPE
dan menggunakan Reaktor DC pada trafo daya 1.

Tabel 4.9 hasil perbandingan reduksi inrush current metode SPE dan menggunakan
Reaktor DC pada trafo daya 1

Selisih Reduksi Inrush Current Persentase Reduksi Persentase Reduksi


Fasa
Metode SPE Reaktor DC
Metode SPE Reaktor DC

R 73,1 A 29,7 A 23,9% 14,7%

S 43,9 A 10 A 17,8% 5,7%

T 54,4 A 17,5 A 21,5% 9,8%

Tabel 4.9 menunjukkan perbandingan hasil simulasi reduksi inrush current


menggunakan metode SPE dan menggunakan Reaktor DC. Persentase reduksi
inrush current mengunakan Reaktor DC pada fasa R sebesar 14,7%, fasa S sebesar
5,7%, dan fasa T sebesar 9,8%. Sedangkan persentase reduksi inrush current
menggunakan metode SPE sebesar pada fasa R sebesar 23,9%, fasa S sebesar
17,8%, dan fasa T sebesar 21,5%,
Dapat dilihat bahwa simulasi menggunakan Reaktor DC tereduksi
maksimumnya sebesar 14,7% sedangkan menggunakan metode SPE tereduksi
maksimumnya sebesar 23,9%, dan dapat disimpulkan reduksi menggunakan
metode SPE lebih efisien dibandingkan dengan metode Reaktor DC.

59
4.8.2 Perbandingan Menggunakan Reaktor DC dan Menggunakan Metode SPE
Pada Trafo Daya 3

Dari hasil simulasi reduksi inrush current mengunakan metode SPE


dibandingkan dengan hasil simulasi reduksi inrush current pada penelitian
sebelumnya yang menggunakan reaktor DC. Tabel 4.10 menunjukkan
perbandingan persentase inrush current yang tereduksi oleh simulasi menggunakan
metode SPE dan menggunakan Reaktor DC pada trafo daya 3.

Tabel 4.10 hasil perbandingan reduksi inrush current metode SPE dan
menggunakan Reaktor DC trafo daya 3

Selisih Reduksi Inrush Current Persentase Reduksi Persentase Reduksi


Fasa
Metode SPE Reaktor DC
Metode SPE Reaktor DC

R 85,2 A 32,7 A 23,6% 14,5%


S 51,3 A 11,5 A 17,6% 5,9%
T 68,1 A 21,9 A 22,7% 10,8%

Tabel 4.10 menunjukkan perbandingan hasil simulasi reduksi inrush current


menggunakan metode SPE dan menggunakan Reaktor DC. Persentase reduksi
inrush current menggunakan Reaktor DC sebesar pada fasa R sebesar 14,5%, fasa
S sebesar 5,9%, dan fasa T sebesar 10,8%,. Sedangkan persentase reduksi inrush
current menggunakan metode SPE sebesar pada fasa R sebesar 23,6%, fasa S
sebesar 17,6%, dan fasa T sebesar 22,7%.
Dapat dilihat bahwa simulasi menggunakan Reaktor DC tereduksi
maksimumnya sebesar 14,5% sedangkan menggunakan metode SPE tereduksi
maksimumnya sebesar 23,6%, dan dapat disimpulkan reduksi menggunakan
metode SPE lebih efisien dibandingkan dengan metode Reaktor DC.

60
30

25 23.923.6 23.323.0

Persentase Reduksi
Maksimum (%)
20
14.714.5
15
Trafo Daya 1
10 Trafo Daya 2

5
0
0
Tanpa SPE Dengan SPE SPE Tanpa Reaktor DC
Tahanan Tahanan
Netral Netral

Gambar 4.8 Grafik perbandingan persentase reduksi maksimum inrush current

Pada Gambar 4.8 dapat dilihat perbandingan maksimum reduksi inrush current
pada penelitian ini yang digambarkan melalui grafik batang. Pada grafik terlihat
bahwa persentase maksimum reduksi menggunakan metode SPE (tahanan netral)
lebih efisien dibandingkan reduksi menggunakan metode SPE tanpa tahanan netral
maupun dengan Reaktor DC.

61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang didapat dari pemodelan dan analisa untuk mereduksi
inrush current menggunakan metode SPE pada trafo daya gardu induk Garuda
Sakti sebagai klasifikasi gangguan inrush current gardu induk Garuda Sakti dapat
diambil kesimpulan yaitu:
1. Untuk hasil selisih inrush current yang didapat tanpa menggunakan metode SPE
dan menggunakan metode SPE pada trafo daya 1 inrush current tereduksi pada
fasa R sebesar 73,1 A, fasa S sebesar 43,9 A, dan fasa T sebesar 54,4 A. Pada
trafo daya 3 selisih inrush current tereduksi pada fasa R sebesar 85,2 A, fasa S
sebesar 51,3 A, dan fasa T sebesar 68,1 A.
2. Persentase reduksi inrush current pada trafo daya 1 menggunakan metode SPE
sebesar pada fasa R sebesar 23,9%, fasa S sebesar 17,8%, dan fasa T sebesar
21,5% dan persentase pada trafo daya 3 sebesar pada fasa R sebesar 23,6%, fasa
S sebesar 17,6%, dan fasa T sebesar 22,7%.
3. Pada penelitian ini metode SPE dapat mengurangi inrush current pada trafo daya
1 dari 17,8% minimumnya sampai 23,9% maksimumnya, dan pada trafo daya 3
sebesar 17,6% minimumnya sampai 23,6% maksimumnya.

5.2 Saran
Adapun saran yang bisa penulis berikan untuk pengembangan lebih lanjut
penelitian ini adalah
1. Penelitian ini menggunakan objek penelitian trafo daya kapasitas 60 MVA dan
50 MVA, untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan pengujian
pada trafo daya dengan kapasitas yang lebih besar.
2. Pada penelitian ini penulis mereduksi inrush current yang diakibatkan oleh
energisasi, diharapkan penelitian selanjutnya melakukan penelitian yang
diakibatkan oleh penyebab lain yang mengakibatkan terjadinya inrush current.
3. Penelitian ini membandingkan metode SPE dan metode menggunakan reaktor
DC untuk mereduksi inrush current, diharapkan penelitian selanjutnya dapat
membandingkan dengan metode lainnya yang lebih efisien.

62
DAFTAR PUSTAKA

Abdelghani Yahiou, Abdelhafid Bayadi, Xose. M. Lopez-Fernandez. (2020). Inrush


Current Reduction by a Point-on-Wave Energization Strategy and Sequential
Phase Shifting in Three-Phase Transformer. University of Bouira.
A.S. Hamza, Mahmoud Ahmed El-Ahmer, Wafaa Sobhy Abd El-Azim. (2019).
Different Techniques for Mitigation and Reduction Of Power Transformer
Inrush Current. Benha Univ, Faculty Of Engineering at Shoubra.
Elvy Sahnur Nasution, Faisal Irsan Pasaribu, Yusniati, Muhammad Arfianda. Rele
Diferensial Sebagai Proteksi Pada Transformator Daya Pada Gardu Induk.
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
Fahrul Rhozi. (2019). Pengurangan Inrush current Pada Transformator Daya
Dengan Menggunakan Konverter Raktor DC. Universitas Riau.
Geraldy Daniswara. (2019). Studi Analisis Mereduksi Arus Inrush Akibat
Energizing Pada Transformator Daya Di Gardu Induk Banyudono 150 kV
Menggunakan Metode Sequential Phase Energization. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Gilang Wilfanur. (2010). Studi Pengurangan Inrush current Akibat Energizing
Pada Transformator Daya GI Krian 500 kV Menggunakan Metode Sequential
Phase Energization (SPE). Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Hari Firdaus, Azriyenni Azhari Zakri. (2018). Pemodelan Relai Diferensial
Pada Transformator Daya 25 Mva Menggunakan Anfis. Universitas Riau.
Mokhamad Firmansyah. (2014). Studi Perbandingan Metode Pengurangan
Inrush current Pada Transformator Daya 500 kV Gitet Krian. Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
Muhammad Sulthon Novera Rega. (2018). Analisis Medan Elektromagnetik
Pada Kaki Transformator Tiga Fasa Asimetris Dengan Finite-Element
Method. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
PLN. (2014). Buku Pedoman Pemeliharaan Transformator Tenaga. PT.PLN (Persero).
PLN. (2018). Pola Proteksi Gardu Induk,PT PLN (persero) Pusat Pendidikan
dan Pelatihan. PT. PLN (Persero)

63
Rudy Prasetyo. (2015). Studi Pengurangan Inrush current Pada Transformator
Daya Gardu Induk Kenjeran 150 kV Dengan Penambahan VCT-ICL. Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
Sami G. Abdulsalam, Student Member, IEEE, and Wilsun Xu, Fellow, IEEE.
(2007). A Sequential Phase Energization Method For Transformer Inrush
Current Reduction-Transient Performance and Practical Considerations.
IEEE Transactions On Power Delivery.
Unggul Aribowo. (2019). Studi Pengurangan Arus Inrush Transformator Dengan
Metode Sequential Phase Energization Tanpa Beban Menggunakan Software
ATP-EMTP. Universitas Islam Indonesia.
Wilsun Xu, Senior Member, IEEE, Sami G. Abdulsalam, Student Member, IEEE,
Yu Cui, and Xian liu, Member, IEEE. (2005). A Sequential Phase
Energization Technique for Transformer Inrush Current Reduction-Part II:
Theoretical Analysis and Design Guide. IEEE Transactions On Power
Delivery.
Yu Cui, Sami G. Abdulsalam, Student Member, IEEE, Shiuming Chen, Senior
Member, IEEE, and Wilsun Xu, Senior Member, IEEE. (2005). A Sequential
Phase Energization Technique for Transformer Inrush Current Reduction-
Part I: Simulation and Experimental Results. IEEE Transactions On Power
Delivery.
Yudha Rohman Setiadi. (2017). Analisis Karakteristik Arus Inrush Pada Trafo 3
Fasa Akibat Pengaruh Residual Fluks. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

64
LAMPIRAN

65
66

Anda mungkin juga menyukai