Anda di halaman 1dari 6

Inter Professional Collaboration (IPC) adalah suatu bentuk kerjasama yang

dilakukan antar profesi kesehatan dengan latar pendidikan berbeda dengan menjadi satu
tim, berkolaborasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang efektif
(WHO,2013). Inter Professional Colaboration (IPC) dibuat demi mencapai tujuan serta
memberi manfaat bersama bagi semua yang terlibat (Green and Johnson, 2015) sebagai
wadah kolaborasi yang efektif untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada pasien,
IPC terdiri dari beberapa tim yang didalamnya terdapat profesi tenaga kesehatan meliputi
dokter, perawat, farmasi, ahli gizi, dan fisioterapi (Health Professional Education Quality
(HPEQ), 2011). Inter Professional Collaboration (IPC) atau Kolaborasi Interprofesi adalah
suatu kemitraan antara orang dengan latar belakang profesi yang berbeda kemudian
bekerja sama untuk memecahkan masalah kesehatan dalam menyediakan pelayanan
kesehatan (Morgan, dkk, 2015).
Strategi IPC bertujuan untuk patient safety, kekurangan SDM, dan mengubah
sistem perawatan kesehatan yang lebih efektif (National Research Council 2000). Tenaga
kesehatan harus melakukan praktek kolaborasi dengan baik dan tidak melaksanakan
pelayanan kesehatan sendiri-sendiri (Fatalina, 2015).
Kompetensi yang diharapkan dari Interprofessional collaboration Freeth &
Reeves (2004) mengatakan bahwa ada beberapa hal yang diharapkan dari penerapan
Interprofessional Collaboration yaitu:
a. Pengetahuan
Dapat memahami otonomi tiap profesi dan paham peran masing-masing dalam
keterpaduan.
b. Keterampilan
Profesionalisme terjaga, bukan untuk berebut, bertentangan tetapi untuk bersinergi,
saling melengkapi dan terpadu dalam pelayanan holistik, manusiawi, etis dan bermutu.
Kemampuan komunikasi yang baik, mengutamakan keselamatan klien / pasien.
c. Sikap
Profesional dalam bidangnya, saling menghormati, keiklasan untuk bekerja sama dalam
kesejajaran, saling percaya dengan profesi lain, mampu terbuka, disiplin, jujur dan
bertanggung jawab.
Model/Pola praktik Kolaborasi
Model praktek kolaborasi menurut Burchell, R.C., Thomas D.A., dan Smith H.I.,
(dalam Siegler & Whitney, 1994) ada 3 yaitu Model Praktek Hirarkis tipe I, tipe II, tipe III.
1. Model praktik Hirarkis tipe I menekankan komunikasi satu arah, kontak terbatas antara
pasien dan dokter. Dokter merupakan tokoh yang dominan.

Skema 2.1.5.1, Model Praktik Hirarkis,Tipe I


Burchell, R.C., Thomas D.A., dan Smith H.I.,(Siegler & Whitney, 1994)
2. Model Praktik Hirarkis tipe II menekankan komunikasi dua arah, tapi tetap
menempatkan dokter pada posisi utama dan membatasi hubungan antara dokter dan
pasien.

skema 2.1.5.2, Model Praktik Kolaboratif, Tipe II


Burchell, R.C., Thomas D.A., dan Smith H.I., (dalam Siegler & Whitney, 1994).
3. Model Praktik Hirarkis tipe III lebih berpusat pada pasien, dan semua pemberi
pelayanan harus saling bekerja sama dengan pasien. Model ini tetap melingkar,
menekankan kontinuitas, kondisi timbal balik satu dengan yang lain dan tidak ada
satu pemberi pelayanan yang mendominasi secara terus menerus. Kolaborasi yang
dilakukan dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya semuanya berorientasi
kepada pasien. Dalam situasi apapun, praktik kolaborasi yang baik harus dapat
menyesuaikan diri secara sdekuat pada setiap lingkungan yang dihadapi sehingga
anggota kelompok dapat mengenal masalah yang dihadapi pasien, sampai
terbentuknya diskusi dan pengambilan keputusan.

Skema 2.1.5.3, Pola Praktik Kolaborasi, Tipe III

Burchell,R.C., Thomas D.A., dan Smith H.I.,(dalam Siegler & Whitney, 1994)

Kolaborasi menurut Hoffart dan Wood (1996), Will Jhonson dan Sailer (1998)
(dalam Paryanto, 2006) menekankan sikap saling menghargai antar tenaga kesehatan dan
saling memberikan informasi tentang kondisi klien demi mencapai tujuan bersama.

1. Komunikasi antara perawat-dokter


Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah
cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perawat bekerja sama
dangan dokter dalam berbagai bentuk. Perawat mungkin bekerja di lingkungan di
mana kebanyakan asuhan keperawatan bergantung pada instruksi medis. Perawat
diruang perawatan intensif dapat mengikuti standar prosedur yang telah ditetapkan
yang mengizinkan perawat bertindak lebih mandiri. Perawat dapat bekerja dalam
bentuk kolaborasi dengan dokter. Contoh Ketika perawat menyiapkan pasien yang
baru saja didiagnosa diabetes pulang kerumah, perawat dan dokter bersama-sama
mengajarkan klien dan keluarga begaimana perawatan diabetes di rumah. Selain itu
komunikasi antara perawat dengan dokter dapat terbentuk saat visit dokter terhadap
pasien, disitu peran perawat adalah memberikan data pasien meliputi TTV, anamnesa,
serta keluhan-keluhan dari pasien,dan data penunjang seperti hasil laboraturium
sehingga dokter dapat mendiagnosa secara pasti mengenai penyakit pasien. Pada saat
perawat berkomunikasi dengan dokter pastilah menggunakan istilah-istilah medis,
disinilah perawat dituntut untuk belajar istilah-istilah medis sehingga tidak terjadi
kebingungan saat berkomunikasi dan komunikasi dapat berjalan dengan baik serta
mencapai tujuan yang diinginkan.
Komunikasi antara perawat dengan dokter dapat berjalan dengan baik
apabila dari kedua pihak dapat saling berkolaborasi dan bukan hanya menjalankan
tugas secara individu, perawat dan dokter sendiri adalah kesatuan tenaga medis yang
tidak bisa dipisahkan. Dokter membutuhkan bantuan perawat dalam memberikan
data-data asuhan keperawatan, dan perawat sendiri membutuhkan bantuan dokter
untuk mendiagnosa secara pasti penyakit pasien serta memberikan penanganan lebih
lanjut kepada pasien. Semua itu dapat terwujud dwngan baik berawal dari nikasi yang
baik pula antara perawat dengan dokter.
2. Komunikasi antara Perawat dengan Perawat
Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien komunikasi antar
tenaga kesehatan terutama sesama perawat sangatlah penting. Kesinambungan
informasi tentang klien dan rencana tindakan yang telah, sedang dan akan dilakukan
perawat dapat tersampaikan apabila hubungan atau komunikasi antar perawat
berjalan dengan baik.Hubungan perawat dengan perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan dapat diklasifikasikan menjadi hubungan profesional,
hubungan struktural dan hubungan intrapersonal. Hubungan profesional antara
perawat dengan perawat merupakan hubungan yang terjadi karena adanya hubungan
kerja dan tanggung jawab yang sama dalam memberikan pelayanan
keperawatan.Hubungan sturktural merupakan hubungan yang terjadi berdasarkan
jabatan atau struktur masing- masing perawat dalam menjalankan tugas berdasarkan
wewenang dan tanggungjawabnya dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Laporan perawat pelaksana tentang kondisi klien kepada perawat primer, laporan
perawat primer atau ketua tim kepada kepala ruang tentang perkembangan kondisi
klien, dan supervisi yang dilakukan kepala ruang kepada perawat pelaksana
merupakan contoh hubungan struktural. Hubungan interpersonal perawat dengan
perawat merupakan hubungan yang lazim dan terjadi secara alamiah. Umumnya, isi
komunikasi dalam hubungan ini adalah hal- hal yang tidak terkait dengan pekerjaan
dan tidak membawa pengaruh dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya.
3. Komunikasi antara perawat dengan Ahli terapi.
Ahli terapi respiratorik ditugaskan untuk memberikan pengobatan yang
dirancang untuk peningkatan fungsi ventilasi atau oksigenasi klien.Perawat bekerja
dengan pen terapi respiratori lam bentuk kolaborasi. Asuhan dimulai oleh ahli terapi
(fisioterapis) lalu dilanjutrkan dengan dievaluasi oleh perawat. Perawat dan fisioterapis
menilai kemajuan klien secara bersama- sama dan mengembangkan tujuan dan
rencana pulang yang melibatkan klien dan keluarga. Selain itu, perawat merujuk klien
ke fisioterapis untuk perawatan lebih jauh. Contoh : Perawat merawat seseorang yang
mengalamai penyakit paru berat dan merujuk klien tersebut pada ahli terapis
respiratorik untuk belajar latihan untuk menguatkaan otot-otot lengan atas, untuk
belajar bagaimana menghemat energi dalam melakukan aktivitas sehari-hari, dan
belajar teknik untuk mempertahankan bersihan jalan nafas.
4. Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Farmasi
Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yang mendapat izin untuk
merumuskan dan mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi dapat bekerja hanya di
ruang farmasi atau mungkin juga terlibat dalam konferensi perawatan klien atau dalam
pengembangan sistem pemberian obat. Perawat memiliki peran yang utama dalam
meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika
membutuhkan pengobatan. Dengan demikian, perawat membantu klien membangun
pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat
yang dipesankan, dan turut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan tentang
pengobatan bersama tenaga kesehatan lainnya. Perawat harus selalu mengetahui
kerja, efek yang dituju, dosis yang tepat dan efek smaping dari semua obat-obatan
yang diberikan. Bila informasi ini tidak tersedia dalam buku referensi standar seperti
buku-teks atau formula rumah sakit, maka perawat harus berkonsultasi pada ahli
farmasi. Saat komunikasi terjadi maka ahli farmasi memberikan informasi tentang
obat-obatan mana yang sesuai dan dapat dicampur atau yang dapat diberikan secara
bersamaan. Kesalahan pemberian dosis obat dapat dihindari bila baik perawat dan
apoteker sama-sama mengetahui dosis yang diberikan. Perawat dapat melakukan
pengecekkan ulang dengan tim medis bila terdapat keraguan dengan kesesuaian dosis
obat. Selain itu, ahli farmasi dapat menyampaikan pada perawat tentang obat yang
dijual bebas yang bila dicampur dengan obat-obatan yang diresepkan dapat
berinteraksi merugikan, sehingga informasinini dapat dimasukkan dalam rencana
persiapan pulang. Seorang ahli famasi adalah seorang profesional yang mendapat izin
untuk merumuskan dan mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi dapat bekerja
hanya di ruang farmasi atau mungkin juga terlibat dalam konferensi perawatan klien
atau dalam pengembangan sistem pemberian obat.
5. Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Gizi.
Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara langsung
berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Pelayanan gizi di RS
merupakan hak setiap orang dan memerlukan pedoman agar tercapai pelayanan yang
bermutu. Agar pemenuhan gizi pasien dapat sesuai dengan yang diharapkan maka
perawat harus mengkonsultasikan kepada ahli gizi tentang obatan yang digunakan
pasien, jika perawat tidak mengkonunikasikannya maka dapat terjadi pemilihan
makanan oleh ahli gizi yang bisa saja menghambat absorbsi dari obat tersebut. Jadi
diperlukanlah komunikasi dua arah yang baik antara kedua belah pihak.

Anda mungkin juga menyukai