Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keperawatan merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari upaya pelayanan
kesehatan secara keseluruhan. Oleh karena itu kualitas pelayanan keperawatan perlu dipertahankan
dan ditingkatkan seoptimal mungkin. Perawat diharapkan memiliki kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja, seperti pasien, rekan perawat dan dengan profesi lain
yang berhubungan langsung dalam menjalankan pekerjaan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana hubungan individu dalam keperawatan ?


2. Apakah pengertian psikologi keperawatan ?
3. Bagaimana hubungan perawat dengan klien ?
4. Bagaimana proses interaksi perawat dengan klien ?
5. Apa sajakah faktor yang mempengaruhi interaksi perawat dengan klien ?

1.3 Manfaat Pembahasan

1. Dapat memahami hubungan individu dalam keperawatan.


2. Dapat memahami pengertian psikologi keperawatan.
3. Dapat memahami hubungan perawat dengan klien.
4. Dapat memahami proses interaksi perawat dengan klien.
5. Dapat memahami faktor yang mempengaruhi interaksi perawat dengan klien.

1.4 Tujuan Pembahasan


1. Bagi Penulis

 Dapat melatih kemampuan diri dalam bidang menulis secara sistematis.

2. Bagi Pengajar

 Sebagai referensi.
 Sebagai wujud nyata dari evaluasi atau materi yang diberikan.

BAB II
METODE PENULISAN

2.1 Library (studi kepustakaan)


Sumber data pada penulisan makalah ini adalah informasi dari media cetak maupun elektronik.

Untuk media cetak dari buku dan untuk media elektronik dari internet. Untuk pengumpulan data

menggunakan metode kepustakaan (metode library). Library (studi kepustakaan) yaitu suatu cara

kerja untuk memperoleh data dengan jalan mempelajari teori- teori, pendapat-pendapat, majalah-

majalah, buku-buku ilmiah, surat kabar dan tulisan-tulisan lain yang berhubungan dengan yang

diteliti. Pendapat-pendapat tersebut di atas adalah pendapat dari para ilmuwan dan para ahli.

Dengan melalui metode library ini akan diperoleh data sekunder. Setelah data terkumpul, dari data

tersebut akan dibahas dalam lingkup pembahasan dan akan ditarik kesimpulan dari pembahasan

tersebut.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Hubungan Individu dalam Keperawatan
Dasar hubungan perawat dan pasien merupakan mutual humanity dan pada hakekatnya
adalah hubungan saling ketergantungan dalam mewujudkan harapan pasien terhadap keputusan
tindakan asuhan keperawatan. Dalam memberikan tindakan asuhan keperawatan kepada pasien
berdasarkan rencana yang telah ditetapkan, perawat secara kolaboratif terlibat pula dalam program
tim kesehatan lain. Perawat dituntut mampu berkomunikasi dan mengambil keputusan etis dengan
sesama profesi, pasien, dan tim kesehatan lain khususnya dokter.
Berbagai model hubungan antara perawat, dokter dan pasien telah dikembangkan, seperti
yang dilakukan oleh Szasz dan Hollander, yakni telah mengembangkan tiga model hubungan
dimana model ini terjadi pada semua hubungan antar manusia, termasuk hubungan antar perawat,
dokter, dan pasien yaitu :
1. Model aktivitas pasivitas
Suatu model dimana perawat dan dokter berperan aktif dan pasien berperan pasif. Model ini
tepat untuk bayi, pasien koma, pasien dibius, dan pasien dalam keadaan darurat.
2. Model hubungan membantu
Merupakan dasar untuk sebagian besar dari praktek keperawatan atau praktek kedokteran.
Model ini terdiri dari pasien yang mempunyai gejala mencari bantuan dan perawat atau dokter
yang mempunyai pengetahuan terkait dengan kebutuhan pasien. Perawat dan dokter memberi
bantuan dalam bentuk perawatan atau pengobatan. Timbal baliknya pasien diharapkan bekerja
sama dengan mentaati anjuran perawat atau dokter. Dalam model ini, perawat dan dokter
mengetahui apa yang terbaik bagi pasien dan bebas dari prioritas yang lain.
3. Model partisipasi mutual
Model ini berdasarkan pada anggapan bahwa hak yang sama atau kesejahteraan antara umat
manusia merupakan nilai yang tinggi. Model ini mencerminkan asumsi dasar dari proses
demokrasi. Interaksi, menurut model ini, menyebutkan kekuasaan yang sama, saling
membutuhkan, dan aktivitas yang dilakukan akan memberikan kepuasan kedua pihak. Model ini
mempunyai ciri bahwa setiap pasien mempunyai kemampuan untuk menolong dirinya sendiri yang
merupakan aspek penting pada layanan kesehatan saat ini. Peran dokter dalam model ini adalah
membantu pasien menolong dirinya sendiri. Dari perspektif keperawatan, model partisipasi mutual
ini penting untuk mengenal pasien dan kemampuan diri pasien. Model ini menjelaskan bahwa
manusia mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan berkembang.

3.2 Pengertian Psikologi Keperawatan


Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional sebagai bagian integral pelayan kesehatan
yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan meliputi aspek biologis, psikologis, sosial, dan
spiritual yang bersifat komprehensif, artinya pelayanan keperawatan bersifat menyeluruh, yang
ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat yang sehat maupun yang sakit mencakup
hidup manusia untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan
dengan lingkungannya. Menurut asal katanya, psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno: "ψυχή"
(Psychē yang berarti jiwa) dan "-λογία" (-logia yang artinya ilmu) sehingga secara etimologis,
psikologi dapat diartikan dengan ilmu yang mempelajari tentang jiwa.
Meskipun keperawatan dan psikologi adalah dua bidang yang terpisah, tetapi keduanya
masih terkait. Psikologi dan keperawatan keduanya memiliki tujuan umum yaitu memahami
kebutuhan emosional dan biologis pasien mereka. Salah satu cara meningkatkan psikologi
keperawatan adalah dengan membantu perubahan perilaku seseorang, seperti pola pikir mental
mereka. Seorang perawat harus optimis membawa kenyamanan kepada pasien dan memiliki
kemampuan untuk mendorong pasien berpikir positif dalam penyembuhan penyakit pasien. Dalam
rangka mengembangkan hubungan yang sehat, penting bahwa seorang perawat memahami reaksi
emosional manusia, dan psikologi adalah kunci untuk memahami hal ini sepenuhnya. Seorang
perawat harus menyadari ketika seorang pasien marah, depresi, bingung atau takut, dan mengambil
langkah yang diperlukan untuk menangani emosi tersebut sehingga tidak memperburuk kondisi
kesehatan pasien.

3.3 Hubungan Perawat dengan Klien


Hubungan perawat dengan pasien adalah suatu wahana untuk mengaplikasikan proses
keperawatan pada saat perawat dan pasien berinteraksi untuk terlibat guna mencapai tujuan asuhan
keperawatan. Hubungan ini direncanakan secara sadar dan kegiatannya dipusatkan untuk
pencapaian tujuan klien. Perawat menggunakan pengetahuan serta komunikasi yang baik guna
memfasilitasi hubungan yang efektif. 2 hal yang perlu diperhatikan baik klien maupun perawat :
a. Perawat profesional bila mampu menciptakan hubungan terapeutik dengan klien.
b. Keikhlasan, empati dan kehangatan diciptakan dalam berhubungan dengan klien.
Sebagai seorang perawat profesional, maka perawat harus memperlakukan pasien
sebagaimana peran dan tanggung jawab seorang perawat, di antaranya adalah :
a. Pemberi Pelayanan (Care Giver)
Adalah peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung atau tidak
langsung kepada pasien sebagai individu, keluarga dan masyarakat, dengan metode pendekatan
pemecahan masalah yang disebut proses keperawatan. Dalam melaksanakan peran ini, perawat
bertindak sebagai comforter, protector, advocate, communicator dan rehabilitator.
Sebagai comforter, perawat berusaha memberi kenyamanan dan rasa aman pada pasien. Peran
protector dan advocate lebih berfokus pada kemampuan perawat melindungi dan menjamin hak
serta kewajiban pasien agar terlaksana dengan seimbang dalam memperoleh pelayanan kesehatan.
Peran sebagai communicator, perawat bertindak sebagai penghubung antara pasien dengan
anggota kesehatan lainnya. Peran ini erat kaitannya dengan keberadaan perawat mendampingi
pasien sebagai pemberi asuhan keperawatan selama 24 jam. Sedangkan rehabilitator,
berhubungan erat dengan tujuan pemberian asuhan keperawatan yakni mengembalikan fungsi
organ atau bagian tubuh agar sembuh dan dapat berfungsi normal.
b. Pendidik
Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan
kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku
dari pasien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.

c. Pengelola
Perawat mengkoordinasi aktivitas anggota tim kesehatan lainnya, misalnya ahli gizi dan ahli
terapi fisik, ketika mengatur kelompok yang memberikan perawatan pada pasien.
d. Peneliti
Sebagai peneliti di bidang keperawatan, perawat diharapkan mampu mengidentifikasi
masalah, menerapkan prinsip dan metode penelitian serta memanfaatkan hasil penelitian untuk
meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan keperawatan.

Selain itu perawat bertanggung jawab membantu pasien dan keluarga dalam
menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi
lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform concern) atas tindakan keperawatan
yang diberikan kepadanya. Mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien, karena pasien yang
sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan. Perawat
adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan pasien, sehingga diharapkan
perawat harus mampu membela hak-hak pasien. Pembelaan termasuk di dalamnya peningkatan
apa yang terbaik untuk pasien, memastikan kebutuhan pasien terpenuhi dan melindungi hak-hak
pasien. Hak-hak pasien antara lain :
- Hak atas pelayanan yang sebaik-baiknya.
- Hak atas informasi tentang penyakitnya.
- Hak atas privacy.
- Hak untuk menentukan nasibnya sendiri.
- Hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian tindakan.

Semua ini dapat dilakukan perawat jika perawat mempunyai kemampuan berkomunikasi
interpersonal yang memadai. Salah satu karakteristik dasar dari komunikasi yaitu ketika seseorang
melakukan komunikasi terhadap orang lain maka akan tercipta suatu hubungan di antara keduanya,
selain itu komunikasi bersifat resiprokal dan berkelanjutan. Hal inilah yang pada akhirnya
membentuk suatu ‘helping relationship’. Helping relationship adalah hubungan yang terjadi di
antara dua (atau lebih) individu maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima bantuan
atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan. Pada konteks
keperawatan, hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara perawat dan klien. Ketika
hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai penolong (helper) membantu klien
sebagai orang yang membutuhkan pertolongan untuk mencapai tujuan yaitu terpenuhinya
kebutuhan dasar klien.
Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik seorang helper
(perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu :
1. Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan
saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang terbuka dan
mempunyai respons yang tidak dibuat-buat. Sebaliknya, ia akan berhati-hati pada lawan bicara
yang terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata
atau sikapnya yang tidak jujur. Sangat penting bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat
berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal tersebut tidak dilakukan maka klien akan menarik
diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa juga berpura-pura patuh terhadap perawat.
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah
dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi nonverbal
perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian akan
menimbulkan kebingungan bagi klien.
3. Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi
nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun dalam membuat
rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh
perhatian dan penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam
hubungan yang terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara
perawat dan klien, akan tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien merasa aman dan
diterima dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya.
4. Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat
akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan
klien. Dengan bersikap empati, perawat dapat memberikan alternative pemecahan masalah karena
perawat tidak hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam perasaaan
tersebut dan turut berupaya mencari penyelesaian masalah secara objektif.
5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien, oleh
karenanya perawat harus mampu untuk melihat permasalahan yang sedang dihadapi klien dari
sudut pandang klien. Untuk mampu melakukan hal ini perawat harus memahami dan memiliki
kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian. Mendengarkan dengan penuh
perhatian berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata dan perasaan) tanpa melakukan
seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar mendengarkan dan menyampaikan respon yang di
inginkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus pada kebutuhan pembicara. Mendengarkan
dengan penuh perhatian menunjukkan sikap caring sehingga memotivasi klien untuk berbicara
atau menyampaikan perasaannya.
6. Menerima klien apa adanya
Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika
seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal.
Nilai yang diyakini atau diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada
klien, apabila hal ini terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.
7. Sensitif terhadap perasaan klien
Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat menciptakan hubungan
terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitive terhadap perasaan klien
perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun
perasaan klien.

8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada
saat ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.
3.4 Proses Interaksi Perawat dengan Klien
Kata interaksi (interaction) mengacu pada suatu hubungan timbal balik antara orang satu
dengan orang lainnya yang dapat berpengaruh antara sesama dan dapat berkomunikasi secara
verbal ataupun nonverbal.
Ada 4 fase dalam melakukan hubungan antara perawat dengan klien yaitu :
1. Fase Prainteraksi atau Persiapan
Fase prainteraksi merupakan awal dimulainya kontak pertama dengan klien. Dalam tahapan
ini perawat menggali perasaan dan menilik dirinya dengan cara mengidentifikasi kelebihan dan
kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat mencari informasi tentang klien sebagai lawan
bicaranya. Setelah hal ini dilakukan, perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan
klien. Tahapan ini dilakukan oleh perawat dengan tujuan mengurangi rasa cemas atau kecemasan
yang mungkin dirasakan oleh perawat sebelum melakukan komunikasi terapeutik dengan klien.

Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:

1. Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan mengidentifikasi kecemasan.

2. Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri.

3. Mengumpulkan data tentang klien.

4. Merencanakan pertemuan pertama dengan klien

Fase Prainteraksi juga sebagai tugas awal perawat dalam mengeksplorasi diri. Berikut ini
kesiapan umum yang diperlukan perawat (mahasiswa) yaitu:

 Kesadaran diri.

 Hilangkan rasa ketakutan dalam merawat klien.

 Cemas menyebabkan sifat yang kurang dalam penampilan.

 Fokus tentang identifikasi kelebihan diri dalam merawat klien psikiatri.

 Ragu-ragu akan keefektifan kemampuan atau kemampuan koping.

 Takut akan bahaya fisik atau kekerasan.

 Gelisah menggunakan diri secara teraupetik.

 Curiga karena adanya stigma tentang klien psikiatrik berbeda dari klien lain.

 Ancaman terhadap identitas peran perawat

 Ketidaknyamanan karena hilangnya kemampuan melakukan tugas fisik & penanganan.

 Mudah mendapat ancaman karena penampilan emosional yang sangat menyakitkan

 Takut melukai klien secara psikologi.


Analisis fase pra interaksi sangat diperlukan untuk melakukan tugas selanjutnya. Yang
paling efektif, perawat mampu mempertahankan stabilitas konsep dirinya dan meningkatkan
adekuat harga dirinya. Jika mereka sadar dan kontrol diri baik akan dapat menampilkan verbal dan
non verbal kepada klien dengan baik, perawat dapat menggunakan fungsi role model dengan baik.
Tugas dari fase ini diharapkan klien mendapatkan informasi yang baik dan perawat mempunyai
perencanaan untuk melakukan interaksi pertama kali dengan klien.

2. Fase Introduksi atau Orientasi


Fase introduksi merupakan pertemuan pertama antara perawat dan klien. Pada fase ini,
hubungan dibangun dengan saling percaya, saling mengerti, kedekatan dan komunikasi terbuka
dengan klien. Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien dilakukan.
Tujuan dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat sesuai
dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang telah lalu.
Tahap pengenalan lebih jauh dilakukan untuk meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain
untuk mengatasi kecemasan, melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah yang ada. Komunikasi
pada tahap ini mengikatkan pada diri kita untuk lebih mengenal orang lain dan juga
mengungkapkan diri kita. Pada tahap komunikasi terapeutik ini harus :
(1) Melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah yang ada.
(2) Meningkatkan komunikasi.
(3) Mempertahankan tujuan yang telah disepakati dan mengambil
tindakan berdasarkan masalah yang ada.
Secara psikologis, komunikasi yang bersifat terapeutik akan membuat pasien lebih tenang,
dan tidak gelisah.
Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:

1. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan komunikasi terbuka.

2. Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan, dan topik pembicaraan) bersama-sama


dengan klien dan menjelaskan atau mengklarifikasi kembali kontrak yang telah disepakati
bersama.

3. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien yang umumnya dilakukan
dengan menggunakan teknik komunikasi pertanyaan terbuka.

4. Merumuskan tujuan interaksi dengan klien.


Sangat penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena tahapan
ini merupakan dasar bagi hubungan terapeutik antara perawat dan klien. Pada tahap ini juga
didiskusikan tujuan hubungan dengan memperhatikan atau fokus dengan klien. Berikut ini elemen
kontrak perawat-klien :

 Nama individu
 Peran perawat dan klien
 Tanggung jawab perawat dan klien
 Harapan perawat dan klien
 Tujuan hubungan
 Tentukan tempat dan waktu
 Kondisi untuk terminasi
 Kedekatan/tujuan (antara perawat dan klien )

3. Fase Kerja
Tahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik. Tahap kerja
merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi terapeutik karena di dalamnya perawat
dituntut untuk membantu dan mendukung klien untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya dan
kemudian menganalisa respons ataupun pesan komunikasi verbal dan non verbal yang
disampaikan oleh klien. Dalam tahap ini pula perawat mendengarkan secara aktif dan dengan
penuh perhatian sehingga mampu membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang sedang
dihadapi oleh klien, mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya.

Di bagian akhir tahap ini, perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan
klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal
penting dalam percakapan, dan membantu perawat dan klien memiliki pikiran dan ide yang sama.
Dengan dilakukannya penarikan kesimpulan oleh perawat maka klien dapat merasakan bahwa
keseluruhan pesan atau perasaan yang telah disampaikannya diterima dengan baik dan benar-benar
dipahami oleh perawat. Perawat membantu klien untuk dapat menurunkan kecemasan,
meningkatkan ketergantungan dan tanggung jawab diri dan mengembangkan mekanisme koping
yang konstruktif. Fokus pada fase ini adalah perubahan perilaku secara aktual. Klien menampilkan
perilaku yang resisten selama fase ini sebab bagian ini merupakan proses penyelesaian masalah.
Perkembangan hubungan, dimulai dengan menanyakan perasaan klien, mengembangkan
kemampuan dan mencarikan jalan keluar demi klien.

Selama tahap kerja dalam wawancara, perawat memfokuskan arah pembicaraan pada
masalah khusus yang ingin diketahui. Hal-hal yang perlu diperhatikan :

a. Fokus wawancara adalah klien.

b. Mendengarkan dengan penuh perhatian. Jelaskan bila perlu.

c. Menanyakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien.

d. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh klien.

e. Gunakan pertanyaan terbuka dan tertutup tepat pada waktunya.

f. Bila perlu diam, untuk memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaannya.

g. Sentuhan teraputik, bila diperlukan dan memungkinan.

4. Fase Terminasi
Terminasi merupakan hal yang sangat sulit tetapi penting karena merupakan hubungan
terapeutik klien dan perawat. Selama fase terminasi, belajar untuk meningkatkan kemampuan
klien dan perawat. Setiap waktu perubahan perasaan dan memori dan evaluasi secara
menyeluruh sesuai dengan kemajuan dan tujuan yang dicapai klien. Kriteria kerelaan klien untuk
terminasi adalah:
a. Klien dapat mengekspresikan keyataan dari masalah yang dihadapi.
b. Klien dapat meningkatkan fungsinya.
c. Klien dapat meningkatkan harga diri dan mengidentifikasi kekuatan yang dirasakan.
d. Klien menggunakan respons koping yang adaptif.
e. Klien mengikuti hasil akhir tujuan penanganan yang akan dicapai.
f. Memperbaiki hubungan perawat dan klien dengan tidak terjadi masalah.

Pada fase ini, klien akan mengekspresikan marah dan ketidaksukaan, atau yang lainnya
berupa perilaku dan ucapan yang disampaikan secara apa adanya. Saat terminasi, klien
menampilkan penghargaan negatif terhadap konsep diri. Perawat harus sadar akan kemungkinan
reaksi yang terjadi dan mendiskusikan dengan klien tentang kondisi yang akan terjadi. Beberapa
klien menganggap terminasi merupakan penampilan terapeutik yang sangat kritis karena
hubungan sebelumnya baik dan terminasi menjadi negatif serta akan timbul perasaan tidak
nyaman.
Pada tahap ini terjadi pengikatan antar pribadi yang lebih jauh dan merupakan fase
persiapan mental untuk membuat perencanaan tentang kesimpulan perawatan yang didapat dan
mempertahankan batas hubungan yang ditentukan, yang diukur antara
lain mengantisipasi masalah yang akan timbul karena pada tahap ini
merupakan tahap persiapan mental atas rencana pengobatan, melakukan
peningkatan komunikasi untuk mengurangi ketergantungan pasien pada petugas.
Terminasi merupakan akhir dari setiap pertemuan antara petugas dengan klien.
Menurut Uripni (1993: 61) bahwa tahap terminasi dibagi dua, yaitu terminasi sementara
dan terminasi akhir. Terminasi sementara adalah akhir dari setiap pertemuan, pada terminasi ini
klien akan bertemu kembali pada waktu yang telah ditentukan, setelah hal ini dilakukan perawat
dan klien masih akan bertemu kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu
yang telah disepakati bersama. Sedangkan terminasi akhir terjadi jika klien selesai
menyelesaikan seluruh proses keperawatan dan menjalani pengobatan.

Tugas perawat dalam tahap ini adalah:

1. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan (evaluasi objektif).

2. Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi
dengan perawat.

3. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak lanjut yang
disepakati harus relevan dengan interaksi yang baru saja dilakukan atau dengan interaksi yang
akan dilakukan selanjutnya. Tindak lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada pertemuan
berikutnya.

3.5 Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Perawat dengan Klien


Faktor yang mempengaruhi interaksi perawat dengan klien menurut (Indrawati, 2003 : 21) :
1. Perkembangan.
2. Persepsi.

3. Nilai.

4. Latar belakang sosial budaya.

5. Emosi.

6. Jenis kelamin.

7. Pengetahuan.

8. Peran dan hubungan.

9. Lingkungan.

10. Jarak.

11. Citra diri.

12. Kondisi fisik.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
A. Hubungan individu dalam keperawatan merupakan mutual humanity dan pada hakekatnya adalah
hubungan saling ketergantungan dalam mewujudkan harapan pasien terhadap keputusan tindakan
asuhan keperawatan dan perawat secara kolaboratif terlibat pula dalam program tim kesehatan
lain. Ada 3 model yang terjadi pada semua hubungan antar manusia, termasuk hubungan antar
perawat, dokter, dan pasien yaitu : Model aktivitas pasivitas, model hubungan membantu, dan
model partisipasi mutual.
B. Psikologi dan keperawatan keduanya memiliki tujuan umum yaitu memahami kebutuhan
emosional dan biologis pasien mereka. Salah satu cara meningkatkan psikologi keperawatan
adalah dengan membantu perubahan perilaku seseorang, seperti pola pikir mental mereka.
C. Hubungan perawat dengan pasien adalah suatu wahana untuk mengaplikasikan proses
keperawatan pada saat perawat dan pasien berinteraksi untuk terlibat guna mencapai tujuan asuhan
keperawatan. Dalam hubungan ini perawat harus melaksanakan perannya serta melindungi hak
pasien. Selain itu, perawat juga harus mengaplikasikan karakteristik helper relationship untuk
menumbuhkan hubungan terapeutik.
D. Dalam proses interaksi perawat dengan klien ada 4 fase yaitu : Fase prainteraksi / persiapan, fase
introduksi /orientasi, fase kerja, dan fase terminasi.
E. Faktor yang mempengaruhi interaksi perawat dengan klien menurut adalah : perkembangan,
persepsi, nilai, latar belakang sosial budaya, emosi, jenis kelamin, pengetahuan, peran dan
hubungan, lingkungan, jarak, citra diri, dan kondisi fisik.
4.2 Saran
Dalam keperawatan terdapat hubungan antar individu yang terjadi antara perawat dengan klien,
maupun dengan tim kesehatan lainnya. Hubungan ini dapat berjalan baik bila perawat dapat
menjalankan perannya serta menciptakan komunikasi yang hangat dengan pasien. Diharapkan
dengan adanya interaksi ini, perawat dapat mencapai tujuan yang diharapkan dari kliennya.

DAFTAR PUSTAKA
www.google.com
www.wikipedia.com
Naskah roleplay
Seorang perawat akan melakukan tindakan injeksi Tn. Ari umur 50 tahun dengan typoid. Di ruang mawar RSUD
Sragen. Buatlah tahapan tindakan keperawatan dalam menghadapi pasien tersebut.
Jawab :
 Fase Interaksi :
- Mengecek dokumen pasien (Tn.Ari)
- Menyiapkan peralatan dan obat sesuai program terapi
-membawa semua peralatan dan obat ke ruangan mawar (bangsal)
=> Fase Orientasi
Perawat : Assalamualaikum bapak.
Ari : waalaikumsalam
Perawat : Perkenalkan saya adalah perawat intan nur. Bagaimana keadaannya, bapak ?
apakah sudah mulai membaik ?
ARI : alhamdulillah sudah ada peningkatan mbak.
Perawat : bapak hebat sekali. Sekarang, saya akan melakukan
injeksi dengan typoid. Prosedurnya, saya akan memasukkan obat ini di
selang infus bapak, kemudian selang infus di loskan agar bapak tidak merasakan
sakit. Apakah bapak sudah jelas dan siap untuk saya injeksi ?
Ari : iya mbak.
 Fase Kerja
Perawat : *Mencuci tangan kemudian memasukkan obat ke selang infus dan mengeloskan
selang infus tersebut.* Apakah bapak merasakan sakit ?
Ari : Sakitnya sedikit mbak.
Perawat : Ini hanya sebentar kog pak. Apakah bapak tadi sudah makan ?
Ari : sudah mbak. Tapi Cuma dua sendok
Perawat : Pola makan harus di jaga ya pak, agar kondisi tubuh cepat pulih. *menutup
kembali dan mengencangkan selang infus, membersihkan alat dan mencuci
tangan*
 Fase Terminasi
Perawat : Bapak Ari, obat sudah saya masukkan. Obat ini 3x300ml. untuk Rencana tindak
lanjutnya, saya akan kembali Lagi pada jam 20:00 untuk memberikan obat ini lagi,
karena obat ini di berikan tiap 8 jam sekali. Apakah ada yang ingin bapak
tanyakan ?
Ari : Tidak ada mbak. Terimakasih.
Perawat : kalau begitu, apabila bapak ada keluhan lain mohon segera hubungi saya di ruang
perawat ya bapak. Terimakasih. Wassalamualaikum.
Ari : waalaikumsalam

Anda mungkin juga menyukai