Anda di halaman 1dari 2

D.

Hukum Taklifi
Menurut ulama ahli ushul fiqh yang dimaksud dengan hokum taklifi adalah ketetapan
allah tentang perintah, larangan atau takhyir (pilihan). Menurut para ulama hokum taklifi
terbagi menjadi lima :
1. Wajib, yaitu suatu perintah yang berasal dari syari’ (allah dan rasulullah) yang harus
dilakukan oleh seorang mukallaf. Biasanya hokum wajib ditunjukan melalui redaksi
kalimat perintah yang tidak disertai penjelasan yang meringankan untuk ditinggalkan.
Karena ketetapan yang bersifat harus, maka jika orang yang melaksanakanya akan
mendapat pahala dan orang yang meninggalkanya akan mendapat dosa. Contoh kalimat
perintah yang memunculkan hokum wajib bagi mukallaf seperti yang terdapat dalam
firman allah SWT :

ْ‫ﯾَﺄَ ﯾﱡﮭَﺎ اﻟﱠﺬِ ﯾْﻦَ أَﻣَﻨُﻮْا ﻛُﺘِﺐَ ﻋَﻠَﯿْﻜُﻢُ اﻟﺼﱢﯿَﺎمُ ﻛَﻤَﺎ ﻛُﺘِﺐَ ﻋَﻠَﻰ اﻟﱠﺬِﯾْﻦَ ﻣِﻦْ ﻗَﺒْﻠِﻜُﻢْ ﻟَﻌَﻠﱠﻜُﻢ‬
َ‫ﺗَﺘﱠﻘُﻮْن‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah 2:183)
2. Mandub, yaitu suatu perintah yang berasal dari syari’ (allah dan rasulullah) yang harus
dilaksanakan oleh mukallaf, namun sifatnya tidak mengharuskan. Karena bukan sebuah
ketetapan yang sifatnya harus, maka orang yang melaksanakanya akan mendapatkan
pahala dan yang meninggalkanya tidak mendapat dosa. Contoh kalimat yang hanya
bersifat sebatas sunnah. Firman allah SWT :

‫ج‬ ُ‫ﯾَﺄَ ﯾﱡﮭَﺎ اﻟﱠﺬِ ﯾْﻦَ أَﻣَﻨُﻮْا إِذَا ﺗَﺪَا ﯾَﻨْﺘُﻢْ ﺑِﺪَ ﯾْﻦٍ إَﻟَﻰ أَﺟَﻞٍ ﻣُﺴَﻤًّﻰ ﻓَﺎﻛْﺘُﺒُﻮْه‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang-piutang untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskanya.” (QS. Al-Baqarah 2:282)
3. Haram, yaitu suatu larangan yang berasal dari syari’ (allah dan rasulullah) yang harus
dilaksanakan oleh mukallaf. Karena larangan ini bersifat harus ditinggalkan, maka bagi
yang melaksanakanya akan mendapatkan dosa dan yang meninggalkanya akan mendapat
pahala. Hal ini sebagaimana firman allah SWT :

‫ﺣُﺮﱢﻣَﺖْ ﻋَﻠَﯿْﻜُﻢُ اﻟْﻤَﯿْﺘَ ُﺔ وَاﻟﺪﱠمُ وَﻟَﺤْﻢُ اﻟْﺨِﻨْﺰِﯾْﺮِ وَﻣَﺂ اُھِﻞﱠ ﻟِﻐَﯿْﺮِ ﷲِ ﺑِﮫِ وَاﻟْﻤُﻨْﺨَﻨِﻘَ ُﺔ‬
‫وَاﻟْﻤَﻮْﻗُﻮْذَةُ وَاﻟْﻤُﺘَﺮَدﱢﯾَ ُﺔ وَاﻟﻨﱠﻄِﯿْﺤَﺔُ وَﻣَﺂ اَﻛَﻞَ اﻟﺴﱠﺒُﻊُ اﻻﱠ ﻣَﺎ ذَﻛﱠﯿْﺘُﻢْ وَﻣَﺎ ذُ ﺑِﺢَ ﻋَﻠَﻰ‬
‫اﻟﻨﱡﺼُﺐِ وَاَنْ ﺗَﺴْﺘَﻘْﺴِﻤُﻮْا ﺑِﺎ ﻻَْزْﻟَﻢِ ج ذَﻟِﻜُﻢْ ﻓِﺴْﻖٌ ﻗﻠﻰ‬

“Di haramkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan daging hewan yang
disembelih bukan atas nama allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang
ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan
diharamkan pula yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula mengundi nasib
dengan azlam (anak panah), karena itu suatu perbuatan fasik.” (QS. Al-Maidah 5:3)
4. Makruh, yaitu suatu perintah yang berasal dari syari’ (allah dan rasulullah) yang
dianjurkan untuk dilaksanakan oleh mukallaf dan sifatnya bukan sebuah keharusan.
Karena sifatnya tidak harus, maka bagi orang yang meninggalkan akan mendapat pahala
dan yang tetap melanggarnya tidak mendapatkan dosa. Contoh kalimat larangan yang
memiliki konsekuensi hokum makruh adalah Firman allah SWT :

ْ‫ﯾَﺄَ ﯾﱡﮭَﺎ اﻟﱠﺬِ ﯾْﻦَ أَﻣَﻨُﻮْا ﻻَ ﺗَﺴْﺌَﻠُﻮْا ﻋَﻦْ أَﺷْﯿَﺂءَ اِنْ ﺗُﺒْﺪَ ﻟَﻜُﻢْ ﺗَﺴُﺆْﻛُﻢ‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-
hal yang jika diterangkan kepadamu, (justru) menyusahkan kamu.” (QS. Al-Maidah
5:101)

5. Mubah, sebuah pilihan yang diberikan oleh syari’ (allah dan rasulullah) kepada mukallaf
antara melaksanakan atau meninggalkanya. Karena sifatnya sebatas pilihan, maka orang
yang melaksanakan atau meninggalkanya sama-sama tidak mendapatkan dosa. Contoh
kalimat yang memberikan konsekuensi hokum mubah adalah firman allah SWT :

ِ‫ﻓَﺈِذَا ﻗُﻀِﯿَﺖِ اﻟﺼﱠﻠَﻮةُ ﻓَﺎ ﻧْﺘَﺸِﺮُوْا ﻓِﻰ اﻻَْرْضِ وَاﺑْﺘَﻐُﻮْا ﻣِﻦْ ﻓَﻀْﻞِ ﷲ‬
“Apabila sholat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia
allah.” (QS. Al-Jumu’ah 62:10)

Anda mungkin juga menyukai