Anda di halaman 1dari 4

Ringkasan Khotbah

GRII Kelapa Gading 716 [KU3]


Tahun ke-21 21 Maret 2021
“Ucapan Syukur dan Ratapan”
Mazmur 40 Pdt. Billy Kristanto
Kita segera akan menyelesaikan koleksi yang Mazmur 40. Satu nomor/pasal mazmur, itu berkaitan
pertama dari Mazmur, yaitu mulai pasal 1 sampai dengan nomor-nomor/pasal-pasal mazmur yang
pasal 41, dan bagian ini adalah pasal 40. Kita lain; sampai batas tertentu, kita bisa mengatakan
memberikan judul pembahasan Mazmur 40 ini bahwa Mazmur 40 ini juga adalah jawaban dari
“Ucapan Syukur dan Ratapan”. Judul ini tentu Mazmur 39.
menimbulkan banyak pertanyaan, bagaimana bisa Dalam Mazmur 40 ini pemazmur menggambar-
satu mazmur berisi sekaligus ucapan syukur dan kan situasi yang sulit --mirip Mazmur 39-- seperti
ratapan (thanksgiving and lamentation). Biasanya dikatakan di ayat 2 (3): “Ia mengangkat aku dari
suatu mazmur dikategorikan dalam mazmur ucapan lubang kebinasaan, dari lumpur rawa”. Lubang
syukur, atau mazmur ratapan, namun Mazmur 40 ini kebinasaan atau lumpur rawa menggambarkan
merupakan mazmur ucapan syukur dan ratapan. suatu keadaan yang gelap. Dalam bahasa aslinya,
Para ahli Perjanjian Lama meng-eksegese ini adalah tempat orang bisa menyimpan air, tapi
Mazmur 40 ini, dan mengatakan mazmur ini juga ada semacam nuansa penjara; bahkan dalam
sepertinya kombinasi dari 2 mazmur berbeda yang Yeremia 38, kotoran-kotoran juga ada di situ.
kemudian dijadikan satu. Tetapi, sebetulnya lebih Intinya, ini merupakan simbol dari underworld.
baik bagi kita untuk melihat kesatuannya, karena di Lawan katanya, kita mendapati di ayat 2b dikatakan:
dalam pimpinan Roh Kudus bagian ini telah “Ia menempatkan kakiku di atas bukit batu”.
dijadikan 1 mazmur, sehingga kita perlu melihatnya Dalam konteksnya, ini adalah gambaran dari
sebagai satu kesatuan. Mengapa bisa ada ucapan kesembuhan yang dialami pemazmur; jadi dari
syukur dan ratapan di dalam satu mazmur lubang kebinasaan dan lumpur rawa, kemudian
sekaligus? Di sini kita melihat bahwa di dalam doa dibawa dan ditempatkan di atas bukit batu.
bisa ada dinamika. Ini tidak usah dibaca sebagai Pengalaman kesembuhan oleh Tuhan ini,
sesuatu yang sifatnya seperti skizofrenia, yang tidak menjadi satu kesaksian yang mengajak orang untuk
jelas sebetulnya bersyukur atau meratap; tidak perlu takut dan percaya kepada Tuhan. Ini adalah
dibaca seperti itu. Kita akan membahas hal ini, tapi kesaksian tentang ditolong oleh Tuhan, yang
sebelumnya mari kita melihat keunikan Mazmur 40. kemudian mendorong, mengajak, mengundang
Kalau kita membandingkan Mazmur 40 ini orang untuk beribadah kepada Tuhan yang benar.
dengan Mazmur 39, memang berbeda. Dalam Bahkan di sini dikontraskan antara orang yang
pembahasan yang lalu, kita ingat Mazmur 39 itu menaruh kepercayaannya kepada Tuhan, versus
seperti mazmur yang tidak ada pengharapan, Tuhan mereka yang berpaling kepada orang-orang yang
seakan menyiksa, dst.; dan kita mengatakan angkuh. Kalau Saudara mengaitkan dengan Yesaya
Mazmur 39 itu salah satu mazmur paling gelap di 30, di sana bisa kita baca bahwa orang-orang yang
antara mazmur-mazmur yang ada. Namun tidak angkuh yaitu satu sebutan simbolik untuk Mesir
demikian dengan Mazmur 40; Mazmur 40 ini ada (Yes. 30:7). Demikian juga dalam kehidupan kita,
kalimat iman --beriman kepada Tuhan-- yang ada pencobaan untuk tetap berharap kepada
menyembuhkan orang yang sakit. Dalam hal ini kita Tuhan, atau berharap kepada sesuatu sumber yang
memang tidak bisa membaca Mazmur 39 tanpa menurut kita bisa memberi pertolongan tapi itu

GRII KG 716 Hal 1


bukan Tuhan; ayat 4 (5) menyebutnya dengan Saudara ingat cerita Saul, dia mendahului
istilah “orang-orang yang telah menyimpang kepada Samuel mempersembahkan korban tapi dia sendiri
kebohongan”. tidak taat. Jadi apa artinya persembahan; Tuhan
Di tengah kesaksian seperti ini, biasanya orang tidak membutuhkan itu. Yang Tuhan kehendaki
mengharapkan bahwa berikutnya tentu pemazmur adalah ketaatan kita. Apalagi kalau ayat tadi
akan menaikkan ucapan syukur; dan ucapan dikaitkan dengan Roma 10:17, “iman datang dari
syukur itu paling sederhana diekspresikan melalui pendengaran”. Kadang-kadang persembahan atau
korban (korban sembelihan, korban sajian). Namun korban bisa jadi tradisi yang mati, yang akhirnya
mengejutkan, kita membaca dalam Mazmur 40 ini seperti menggantikan ketaatan kita pada Tuhan.
pemazmur mengatakan: “Engkau tidak berkenan “Yah, waktu saya dagang, saya tidak usah terlalu
kepada korban sembelihan dan korban sajian” perhatikan prinsip firman Tuhan, yang penting saya
(ayat 6/7). Kita terkejut karena gambarannya tiba- kasih persembahan, saya kasih perpuluhan, lho;
tiba jadi kontras seperti ini, tidak umum bahwa Allah kalau Gereja ada proyek apapun, saya selalu ikut
yang menyelamatkan dan menyembuhkan adalah janji iman, lho”, tapi mungkin kehidupan kita
Allah yang digambarkan tidak berkenan kepada merupakan kehidupan yang tidak tertarik dengan
korban sembelihan dan korban sajian. Memang ini kehendak Tuhan yang dinyatakan Alkitab.
bukan satu-satunya ayat yang demikian; dalam Menarik, bahwa dalam ayat ini ada semacam
tradisi kitab nabi-nabi, baik Nabi-nabi Besar atau nuansa kritik terhadap tradisi “bait suci” juga. Kita
Nabi-nabi Kecil (Yesaya, Yeremia, ataupun Amos tahu, Mazmur 40 ini termasuk Mazmur Mesianik,
atau bahkan 1 Samuel), maupun juga dalam tradisi apalagi ayat 7(8) dan ayat 8(9), yang di situ terlihat
kitab bijaksana (wisdom theology) (misalnya Amsal) jelas sekali. Ayat 7(8), "Sungguh, aku datang; dalam
ada beberapa ayat yang mengajarkan seperti ini gulungan kitab ada tertulis tentang aku”, ini bicara
juga. Pertanyaannya, kalau bukan korban tentang Mesias; ayat 8 (9), “aku suka melakukan
sembelihan dan korban sajian, lalu apa? Kita kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam
membaca di ayat berikutnya, yaitu bicara “gulungan dadaku" --ini Sang Mesias. Dan bukan kebetulan,
kitab ada tertulis tentang aku” (ayat 7/8), dan di penggenapannya di dalam Kristus, yang juga kritis
ayat sebelumnya (6b/7b) “Engkau (Tuhan) telah terhadap korban yang dilakukan di bait suci
membuka telingaku”. Yerusalem. Orang bisa menjalankan keagamaan
Dalam hal ini, di kalangan penafsir ada banyak dengan segala ritual dan pengorbanannya, tapi
tafsiran apa maksudnya „Tuhan telah membuka bersamaan dengan itu mereka sebetulnya jauh dari
telingaku‟, yang kemudian disambung dengan kehendak Tuhan. Itu sebabnya waktu dalam
kalimat „korban bakaran dan korban penghapus mazmur ini ditulis “aku datang; dalam gulungan
dosa tidak Engkau tuntut‟. Salah satu tafsiran yang kitab ada tertulis tentang aku, aku suka melakukan
menurut saya paling meyakinkan dan persuasif kehendak Allah”,dst., ini menunjuk kepada Yesus
adalah „Tuhan membuka telinga‟ di dalam Kritus, yang memberikan intepretasi otoritatif
pengertian kita ini dengar-dengaran akan Firman tentang mengenal Allah itu sebetulnya seperti apa.
Tuhan. Memang di dalam beberapa bahasa, Ada tradisi keimaman yang berorientasi pada bait
misalnya dalam bahasa Latin, dan juga bahasa suci, tapi ternyata salah, maka kita melihat di sini
Jerman, „mendengar‟ dan „taat‟ itu dekat sekali. Yesus datang untuk mengoreksi.
Dalam bahasa Latin, mendengar = audire, taat = Saudara, kalau kita berada di dalam Gereja
oboedire; dalam bahasa Jerman, mendengar = yang sehat, kita akan juga ada semacam kritik
horchen, taat = gehorchen --memang dekat sekali. terhadap tradisi yang sudah membeku tapi yang
Jadi poinnya, lebih baik dengar-dengaran akan sebetulnya tidak berhubungan lagi dengan
Tuhan daripada mempersembahkan korban tapi kehendak Tuhan, hanya suatu tradisi ciptaan
tidak mau tahu kehendak Tuhan, tidak manusia yang kehilangan substansinya. Apa
mendengarkan dan tidak manaati kehendak Tuhan. sebetulnya substansinya? Yaitu melakukan
kehendak Allah. Semua ritual, liturgi, pengorbanan,

GRII KG 716 Hal 2


dsb., tidak ada artinya kalau tidak ada kaitan seperti ini bukan sesuatu yang bisa terjadi dengan
dengan melakukan kehendak Allah; Saudara baca sendirinya; ketika kita mau membicarakan sesuatu
di mazmur ini: “aku suka melakukan kehendak-Mu, yang tidak enak di masa lalu, kita tidak ingin
ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku". membicarakan itu lagi karena setiap kali bicara, kita
Bukan cuma itu, eksistensi Mesias ini jadi mulai panas lagi, mulai luka lagi, lebih baik
digambarkan memiliki aspek misionaris; istilah “sudah jangan ngomongin itu lagi, saya tidak mau
sederhananya: kesaksian. Di ayat 9 (10): “Aku bicara soal itu lagi”. Tetapi pemazmur tidak
mengabarkan keadilan dalam jemaah yang besar”, demikian. Dia bisa membicarakan hal-hal ketika dia
lalu ayat 10 (11): “Keadilan tidaklah kusembunyikan sedang susah, ketika dia berada dalam lubang
dalam hatiku”. Jadi, hal ini diberitakan di tengah- kebinasaan dan lumpur rawa itu, justru karena dia
tengah jemaat; ini bukan suatu milik pribadi yang sudah ditolong Tuhan. Dia tidak membiarkan
dinikmati sendiri melainkan diceritakan. Ada pengalaman masa lampaunya itu menciptakan
pemberitaan, ada proklamasi, ada kesaksian. ruang kepahitan yang besar dalam dirinya sehingga
Selanjutnya ayat 10b (11b) “kasih-Mu dan dia tidak bisa bersaksi lagi; sebaliknya, oleh
kebenaran-Mu tidak kudiamkan kepada jemaah pertolongan Tuhan, karena anugerah Tuhan, dia
yang besar”; di sini dalam bahasa Indonesia sungguh-sungguh sudah diangkat dari lumpur rawa
terjemahan LAI dipakai istilah „kasih-Mu dan yang dalam itu, dan dia bisa bersaksi akan masa
kebenaran-Mu‟; dalam terjemahan lain yang agak lampaunya yang tidak enak itu. Kita harus berhati-
bebas tapi tetap sesuai konteks, istilahnya yaitu hati dalam hal ini; semua orang pasti pernah
„belas kasihan-Mu dan kesetiaan-Mu‟. Intinya, ini mengalami kekecewaan, tapi jangan biarkan
bicara tentang atribut –atribut Allah, bahwa atribut- kekecewaan itu kemudian mematikan kerinduan kita
atribut Allah (sifat-sifat Allah) haruslah untuk bersaksi, membuat kita tidak sanggup lagi
dibicarakan, supaya orang boleh mengenal Allah bersaksi karena sudah terlalu lelah, terlalu kecewa,
melalui sifat-sifat-Nya ini, yaitu kesetiaan, terlalu sakit, dst.
keselamatan, kasih, dan kebenaran Ilahi Dalam tradisi penafsiran historical criticism, ada
(terjemahan LAI). yang menafsir bagian ini bahwa penulisnya bukan
Tadi kita mengatakan Mazmur 40 adalah mewakili bait suci Yerusalem, karena dia ini kritis
mazmur yang unik karena merupakan ucapan terhadap bait suci Yerusalem dan semua yang
syukur dan sekaligus ratapan. Biasanya kalau pun dipersembahkan di sana; jadi sepertinya ini bicara
ada ratapan, urutannya ratapan dulu baru diakhiri tentang seorang yang katakanlah punya peran
dengan ucapan syukur, tetapi di Mazmur 40 ini dalam synagogue tapi bukan dalam bait suci yang di
malah terbalik, sudah bagus-bagus bersyukur malah pusat. Menggunakan cara penafsiran seperti ini
diakhiri dengan ratapan. Jadi ini bicara tentang iman menarik, tapi saya pikir kita musti berhati-hati, dalam
yang tidak stabil atau apa?? Yang tidak sungguh- arti konklusi apa yang bisa kita capai dari
sungguh percaya, tidak tulus dalam ucapan syukur pengamatan ini. Kita tidak boleh salah menafsir,
sehingga kemudian meratap lagi, atau bagaimana?? melalui pengamatan ini. Contoh yang salah
Bukan itu maksudnya. Justru di dalam ucapan misalnya seperti ini: „soalnya penulis ini bukan
syukur ini kemudian pemazmur menoleh ke bagian dari imam yang bekerja di bait suci
belakang; dia melakukan refleksi. Dia refleksi Yerusalem yang di pusat, makanya lu sirik, iri,
akan pertolongan dan keselamatan yang dari Tuhan akhirnya kritik-kritik urusan korban yang di bait suci
itu, termasuk dengan menyertakan gembaran Yerusalem, dasar lu „gak ada tempat di sana sih
kesulitan dan keresahannya. Ini jauh dari soalnya‟. Kalau seperti ini, itu salah baca, salah tarik
ketidakstabilan atau semacam skizofrenia; sebalik- kesimpulan.
nya, inilah ucapan syukur yang sesungguhnya, Kalau secara positif, seperti apa kira-kira
karena ketika menoleh ke belakang membicarakan tafsirannya? Tidak bisa dipungkiri, di sini ada
hal yang tidak enak, pemazmur bisa membicarakan- semacam kritik terhadap bait suci (temple critic),
nya di dalam perspektif anugerah Tuhan. Hal terhadap ritual korban yang dilakukan di sana.

GRII KG 716 Hal 3


Jangan lupa cerita Injil, Yesus pun melakukan frekuensinya dsb., cuma seminggu sekali, bahkan
temple critic; dan kita tidak membacanya „Yesus ini ke bait suci cuma satu tahun sekali; tapi bagaimana
iri karena Dia tidak dapat jabatan struktural di dengan etos kita, ketaatan kita kepada Tuhan
Yerusalem sih, makanya Dia serang terus; coba sehari-hari? Bagaimana dengan missionary zeal
kasih Dia jabatan, pasti langsung diam‟ --jadi kacau- yang seharusnya ada dalam kehidupan kita yang
balau kalau kita baca seperti itu. Tetapi, kita bisa menceritakan keadilan Tuhan, kehidupan yang
melihat ada penafsiran positif yang bisa dihadirkan bersaksi di tengah-tengah dunia dengan ideologinya
melalui gambaran temple critic ini; ada semacam yang hostile terhadap Injil? Kita dipanggil ke sana.
“jarak”, katakanlah terhadap bait suci, Yerusalem, Kiranya Tuhan menguatkan kita, kiranya Tuhan
pusat itu. Penafsiran positifnya adalah teologi menolong kita untuk menjadi orang yang menjalan-
Mamzur 40 ini mau mengangkat bahwa yang kan kehendak Tuhan, orang yang mengabarkan
penting adalah etos hdup sehari-hari yang taat pada keadilan Tuhan dan sifat-sifat-Nya.
kehendak Allah, karena kenyataannya, berapa-
lama-sekali orang bisa mempersembahkan korbah
sembelihan dan korban sajian?? Itu sesuatu yang Ringkasan khotbah ini belum
tidak bisa sering dilakukan. Sama seperti kita diperiksa oleh pengkhotbah (MS)
datang ke Gereja, bisa dibilang hanya bisa
seminggu sekali misalnya, waktu kita beribadah.
Pemazmur mau mengatakan supaya jangan ketika
kita beribadah dengan segala korban dan ritualnya,
itu jadi kompensasi etos yang sangat rendah
(low ethos) yang kita jalani dalam kehidupan sehari-
hari, yang tidak tertarik dengan kehendak Tuhan.
Waktu dikatakan Tuhan tidak berkenan pada korban
sembelihan dan korban sajian, itu karena hal
tersebut sangat terbatas; mau berapa sering
kita melakukan itu?? Yang dikehendaki Tuhan
sebetulnya adalah bagaimana etos hidup sehari-hari
kita; ayat 8 (9), “aku suka melakukan kehendak-Mu,
ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku". Saudara,
ketaatan kepada kehendak Tuhan, itu lebih penting
daripada persembahan kita.
Temple critic memang ada tempatnya, tapi
kemudian apa? Yaitu pertama, etos kehidupan
Kristen sehari-hari. Dan satu lagi, yaitu missionary
zeal, satu kerinduan yang dalam, hati yang terbakar
untuk mempersaksikan Tuhan di tengah-tengah
jemaat-Nya. Itu sebabnya ayat 8 (9) dan 9 (10) ini
sentral. Ayat 8 mengatakan tentang kesukaan
melakukan kehendak Allah, taurat yang ada di
dalam dada; dan ayat 9 mengatakan tentang
kesukaan mengabarkan keadilan Tuhan di dalam
jemaah yang besar. Jadi, kehidupan Kristen itu apa
menurut teologi dari Mazmur 40? Ya, seperti yang
dikatakan ayat 8 dan 9 ini. Keagamaan yang sejati
itu apa? Bukan persembahan-persembahan kita
yang terutama, karena hal itu alangkah terbatas

GRII KG 716 Hal 4

Anda mungkin juga menyukai