Pengantar
3
Barth & Pareira, Tafsiran Alkitab Mazmur 1-41, 10-11. Dalam Perjanjian Baru terutama dalam khotbah di Bukit di
Matius pasal 5-7).
tidak terbuka. Di samping bersifat ungkapan syukur dan kebahagiaan,
kedua sabda bahagia ini juga bersifat undangan halus kepada setiap
pendengar untuk tidak melewatkan kesempatan yang menyelamatkan
itu, yakni memberikan diri untuk diampuni dosanya oleh Tuhan”,
demikian Barth dan Pareira menafsirkan kedua ayat ini.
4
B.F. Brewes & J.Mojau, Apa itu Teologi Pengantar Ilmu Teologi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 30-31.
berdiam diri, menyembunyikan dosanya, tidak mau jujur dan terbuka
mengungkapkannya kepada Allah (ay.3). Tetapi ia tidak berhenti di
situ. Ia pun mengambil langkah selanjutnya. Yaitu mengakui dosanya
dengan jujur kepada Allah. “Dosaku kuberitahukan kepada-Mu…. Aku
mengaku kepada Tuhan pelanggaran-pelanggaranku”. Dan ia
menyaksikan “…dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku”
(ay.5). Tuhan mengampuni orang berdosa yang datang kepada-Nya,
menuturkan dosanya secara jujur dan terbuka.
6
Barth & Pareira, Tafsiran Alkitab Mazmur 1-41.
“Nyanyian syukur ini ditutup dengan suatu undangan pemazmur
kepada semua orang benar dan jujur untuk bersorak-sorai memuji
Tuhan bersama dengan dia. Suatu sukacita besar tidak dapat
dirayakan sendirian melainkan harus dibagi bersama orang lain. 7
Tuhan Yesus pun pernah berkata “bersukacitalah bersama-sama
dengan Daku, sebab dirham-Ku yang hilang itu sudah kutemukan”
(Lukas 15:9). Di dalam kebersamaan ini sukacita seseorang menjadi
sempurna, karena karya Allah telah diwartakan dan dihayati bersama.
Pertimbangan Homiletik
7
Barth & Pareira, Tafsiran Alkitab Mazmur 1-41, 232.
Utara, dipilih menjadi Syamas (sekarang diaken) di Jemaat Larat
Kota Klasis Tanimbar Utara. Selama ia menjadi Majelis, saya
sering “nguping” (maklum masih anak kecil tidak boleh ikut
nimbrung orang tatua) kalau rekan-rekannya Majelis datang ke
rumah dan membicarakan pelayanan mereka. Saya mendengar
mereka bercerita tentang pelayanan mereka kepada seorang
warga jemaat yang sakit dan tak kunjung sembuh-sembuh, walau
mereka sudah datang berkali-kali berdoa dan menggumuli orang
tersebut. Dalam sharing-nya ada di antara mereka yang berkata:
“orang itu sedang menyembunyikan sesuatu yang belum dia
ungkapkan untuk didoakan, Itu yang menyebabkan dia sakit
berkepanjangan. Coba kita usahakan dia mengungkitnya dalam
pelayanan berikut”. Ternyata benar adanya. Dalam pelayanan
berikutnya, orang itu dituntun untuk mengungkapkan apa yang
masih tersembunyi dalam hatinya melalui percakapan pastoral.
Alhasil, ia terbuka dan dengan jujur menyatakan apa yang ia
sembunyikan selama ini. Yaitu bahwa ia masih menyimpan sebagian
“pakatang”/opo-opo/fufu” bagi dirinya, walaupun Majelis Jemaat
sudah menyerukan kepada semua warga jemaat yang punya “barang
itu” untuk menyerahkan seluruhnya (tidak boleh ada yang
tertinggal) ke gereja untuk digumuli, didoakan dan dimusnahkan.
Boleh dibilang semua warga jemaat menuruti seruan itu. Ternyata
ia tidak jujur melakukannya. Maka sesudah ia mengakui semuanya
di hadapan Majelis, menyerahkan barang-barang itu kepada
Majelis, lalu Majelis berdoa, serta-merta orang itu langsung
sembuh. Keesokan harinya ia sudah kedapatan bisa keluar rumah
seperti sediakala ketika belum sakit, hal yang selama sakit jarang
terjadi.
Mungkin pengalaman-pengalaman seperti ini, yang tentu saja
tampil dalam berbagai “wajah ceritanya” menurut pengalaman
ibu/bapak pendeta yang berkhotbah, bisa diceritakan untuk
memperkaya pemaknaan pesan pokok dari Mazmur ini.
Laus Deo; Terpujilah Allah.
Pertimbangan homiletik