Anda di halaman 1dari 8

MATERI BIMBINGAN KHOTBAH

Minggu, 05 Februari 2023


Oleh: Pdt. Agustinus M.L. Batlajery

Nas Bacaan : Mazmur 32:1-11


Tema Bulanan : Gereja Kuat: Murnikan Hidup dan Maknai Derita
Tema Mingguan : “Hidup Yang Murni: Mengakui Dosa dan Diampuni”

Pengantar

1. Berdoa mengaku dosa dan minta pengampunan dari Allah merupakan


usur-unsur liturgi yang mengawali ibadah minggu jemaat. Segera
sesudah votum dan nas pembimbing, jemaat diajak mengaku dosa
serta menerima anugerah pengampunan dosa dari Allah melalui
ucapan berita anugerah pengampunan dosa oleh pendeta. Ini
menunjukkan pentingnya mengaku dosa agar menerima pengampunan
sebelum mendengarkan Firman-Nya melalui petunjuk hidup baru dan
khotbah. Itu juga berarti bahwa membebaskan hidup secara terus-
menerus dari dosa dan kesalahan harus dirasakan sebagai sesuatu
yang perlu terus dilakukan demi “Hidup Yang Murni” dan kudus itu.
Karena itu tidak menjadi masalah bila mengaku dosa dan mohon
pengampunan dilakukan secara berulang pada setiap kali beribadah.
2. Nyanyian Mazmur 32 termasuk jenis doa ucapan syukur yang dijiwai
pula oleh semangat pengajaran. Unsur-unsur kebijaksanaan dan
pengajaran tampak menonjol di dalamnya. Meskipun unsur-unsur
kebijaksanaan dan pengajaran tampak menonjol, namun demikian
Mazmur ini digolongkan ke dalam doa ucapan syukur. Semangat
syukur dan kegembiraan membuka dan menutup Mazmur ini. 1 Ia berisi
doa ucapan syukur dari seseorang yang diampuni dosanya, setelah
mengalami siksaan yang hebat karena tidak mau mengaku dosanya
dengan jujur kepada Allah untuk menerima pengampunan dari-Nya. 2
1
M.C. Barth & B.A. Pareira, Tafsiran Alkitab Mazmur 1-41 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989), 228-229.
2
Barth & Pareira, Tafsiran Alkitab Mazmur 1-41, 229.
Penjelasan Nas

Mengamati isinya, Mazmur 32:1-11 ini dapat dibagi ke dalam 7 bagian:

1. Sorak-sorai bahagia (ayat 1-2)


2. Jujur dan angkat hati kepada Tuhan (ayat 3-5)
3. Pengajaran bagi setiap orang saleh (ayat 6)
4. Memuji perlindungan Tuhan (ayat 7)
5. Peringatan dan pengajaran (ayat 8-9)
6. Kesimpulan (ayat 10)
7. Sorak-sorai bagi Tuhan (ayat 11).

Baiklah kita mengikuti penjelasannya satu per satu:

Ad 1. Sorak-sorai bahagia (ayat 1-2)

Nyayian pengajaran ini dibuka dengan seruan “berbahagialah” (ay.1-


2). Seruan untuk berbahagia banyak sekali kita jumpai dalam Alkitab.
Yang terbanyak adalah pada Mazmur, kemudian Amsal lalu di
Pentateukh dan kitab para nabi besar-kecil serta dalam Perjanjian
Baru.3 “Berbahagialah” merupakan sebuah seruan kegembiraan,
pujian, ajakan dan harapan. Di sini menunjuk lebih kepada sebuah
seruan kegembiraan. Sebagai seruan kegembiraan ia diawali dengan
menunjuk kepada sesuatu yang bernada negatif terlebih dahulu,
barulah menuju kepada sesuatu yang positif. “Berbahagialah orang
yang diampuni pelanggarannya (negatif) yang dosanya ditutupi
(positif).” “Berbahagialah manusia yang kesalahannya (negatif) tidak
diperhitungkan Tuhan dan yang tidak berjiwa penipu (positif)”.

“Perlu diingat bahwa seruan ini disampaikan oleh seseorang yang


mengalami pengampunan setelah melewati perjuangan (pergolakan)
batin yang pahit (band.ay.3-5). Kedua sabda bahagia ini diucapkan
oleh seseorang yang sebelumnya “berjiwa penipu”, tetapi yang
sekarang telah disembuhkan dari sikap hati yang tidak jujur dan

3
Barth & Pareira, Tafsiran Alkitab Mazmur 1-41, 10-11. Dalam Perjanjian Baru terutama dalam khotbah di Bukit di
Matius pasal 5-7).
tidak terbuka. Di samping bersifat ungkapan syukur dan kebahagiaan,
kedua sabda bahagia ini juga bersifat undangan halus kepada setiap
pendengar untuk tidak melewatkan kesempatan yang menyelamatkan
itu, yakni memberikan diri untuk diampuni dosanya oleh Tuhan”,
demikian Barth dan Pareira menafsirkan kedua ayat ini.

Penting digarisbawahi undangan halus dalam tafsiran mereka.


Pendengar dan pembaca Mazmur ini diundang untuk tidak menyia-
nyiakan kesempatan datang kepada Allah kendati berdosa banyak dan
menerima keselamatan, berupa pengampunan, dari pada-Nya. Asalkan
mau, jujur dan terbuka, maka datanglah kepada-Nya, jangan enggan,
ketimbang menyimpan kesalahan dalam hati lalu akhirnya menanggung
tekanan batin yang berat. Itulah yang disebut spiritualitas. Saya jadi
teringat pengajaran dulu dalam matakuliah Pengantar Ilmu Teologi.
Ada tiga unsur pokok dalam pembentukan spiritualitas yakni: a)
Pergaulan yang teratur dengan Alkitab; b) Pergumulan penuh kasih
dengan dunia; c) Doa yang jujur kepada Allah.4 Kita akan bersorak-
sorai bahagia bila jujur akan diri sendiri dalam doa kepada Allah dan
menerima pengampunan dari pada-Nya sehingga kita lepas dari beban
itu.

Ad.2. Jujur lalu angkat hati kepada Tuhan (ayat 3-5)

Untuk menggapai kebahagiaan berkat pengampunan Allah, diperlukan


kejujuran mengungkap kesalahan dan dosa lalu mengangkat hati
dalam doa kepada-Nya. Pemazmur menyesali keberdiaman diri-Nya
dan kelambatannya untuk datang kepada Allah. Hal itu membuat
dirinya bagaikan sedang memanggul beban berat di bahunya. Ia
menjadi tidak tenang secara batiniah, dan menjadi sakit secara fisik.
“Selama aku berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu, karena aku
mengeluh sepanjang hari….. sum-sumku menjadi kering”… dst.
Kekuatannya merosot dan hampir tidak ada lagi kegairahan untuk
hidup. Pemazmur jujur menceritakan penderitaannya selama ia

4
B.F. Brewes & J.Mojau, Apa itu Teologi Pengantar Ilmu Teologi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 30-31.
berdiam diri, menyembunyikan dosanya, tidak mau jujur dan terbuka
mengungkapkannya kepada Allah (ay.3). Tetapi ia tidak berhenti di
situ. Ia pun mengambil langkah selanjutnya. Yaitu mengakui dosanya
dengan jujur kepada Allah. “Dosaku kuberitahukan kepada-Mu…. Aku
mengaku kepada Tuhan pelanggaran-pelanggaranku”. Dan ia
menyaksikan “…dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku”
(ay.5). Tuhan mengampuni orang berdosa yang datang kepada-Nya,
menuturkan dosanya secara jujur dan terbuka.

Ad.3. Pengajaran bagi setiap orang saleh (ayat 6)

Pengalaman ini dijadikan pemazmur sebagai bahan pengajaran bagi


setiap “orang saleh” atau setiap orang beriman. Ia menyimpulkan
sekaligus mengajarkan bahwa bilamana dalam perjalanan hidupnya,
seseorang dalam menjalin relasi persekutuan dengan Tuhan Allah,
kedapatan mempunyai pengalaman yang sama dengan pemazmur, maka
perilaku beragama yang patut adalah seperti yang telah
dilakukannya/dicontohkannya. Selagi Tuhan Allah dapat ditemui,
berdoalah kepada-Nya. Bila cara beragama seperti ini ditempuh maka
maka ia yakin akan hal ini: “waktu banjir besar terjadi pun, itu tidak
akan melandanya”. Artinya ia akan terhindar dari malapetaka yang
besar yang dapat membawa maut sekalipun.

Ad.4. Memuji perlindungan Tuhan (ayat 7)

“Menyebutkkan ‘kesesakan’ dan ‘banjir besar’, pemazmur langsung


ingat akan karya keselamatan yang baru dikerjakan Tuhan baginya.
Secara spontan dia memuji Tuhan karena perlindungannya. Dengan
penuh kepercayaan dia menyatakan keyakinan dan pengharapannya,
bahwa Tuhan akan melindunginya selalu, sehingga dia dapat bersorak-
sorai memuji Tuhan”, demikian tafsiran atas ayat ini. 5 Menarik
tafsiran ini. Memang, Tuhan tidak berubah baik kemarin, hari ini
maupun sampai selama-lamanya. Ia adalah Alfa dan Omega, yang awal
dan yang akhir. Kalau Dia berubah-ubah maka Ia tidak bisa dipegang.
5
Barth & Pareira, Tafsiran Alkitab Mazmur 1-41, 231-232.
Ad.5. Peringatan dan pengajaran (ayat 8-9)

Tuhan hendak memberi peringatan dan pengajaran kepada pemazmur


dalam kedua ayat ini. “Aku hendak mengajar dan menunjukkan
kepadamu jalan yang harus kautempuh dan Aku hendak memberi
nasehat, mata-Ku tertuju kepadamu”. Jalan yang harus kau tempuh
itu adalah seperti yang telah dijelaskan di atas. Dan yang telah
dijelaskan di atas itu adalah sekaligus “nasehat” yang Allah berikan
kepadanya. Hal itu penting supaya “Jangan kamu seperti kuda atau
bagal yang tidak berakal yang kegarangannya harus dikendalikan
dengan tali les dan kekang, kalau tidak ia tidak akan mendekati
engkau”. Artinya, hendaknya orang-orang saleh bersikap bijak dan
tidak bersikeras atau bertegar hati kepada Tuhan dan baru
mendekatinya sesudah mendapat peringatan dan hukuman”. 6
Janganlah bersikeras seperti kuda atau bagal yang baru menuruti
kemauan pemiliknya bila dikendalikan dengan tali les atau tali kekang.
Meminjam kata-kata refrein dari Kidung Jemaat 358 “Datang saja
pada Yesus kini saatnya; datang saja pada Yesus terima rahmat-Nya” .

Ad.6. Kesimpulan (ayat 10)

Apa yang dapat disimpulkan dari semua ini adalah: “Hendaknya


Jemaah yang hadir ingat bahwa banyak penderitaan justeru dialami
oleh orang fasik atau orang yang tidak percaya pada kasih setia
Tuhan. Sebaliknya bagi yang percaya: dia akan dikelilingi kasih setia
Tuhan dan karena itu bersorak-sorai memuji-Nya. Tuhan tidak
pernah meninggalkan orang yang percaya kepada-Nya dan yang
mencari Dia. Seperti dikatakan: “Orang yang mengenal nama-Mu
percaya kepada-Mu, sebab tidak Kautinggalkan orang yang mencari
Engkau, ya Tuhan” (Maz.9:11).

Ad.7. Sorak-sorai bagi Tuhan

6
Barth & Pareira, Tafsiran Alkitab Mazmur 1-41.
“Nyanyian syukur ini ditutup dengan suatu undangan pemazmur
kepada semua orang benar dan jujur untuk bersorak-sorai memuji
Tuhan bersama dengan dia. Suatu sukacita besar tidak dapat
dirayakan sendirian melainkan harus dibagi bersama orang lain. 7
Tuhan Yesus pun pernah berkata “bersukacitalah bersama-sama
dengan Daku, sebab dirham-Ku yang hilang itu sudah kutemukan”
(Lukas 15:9). Di dalam kebersamaan ini sukacita seseorang menjadi
sempurna, karena karya Allah telah diwartakan dan dihayati bersama.

Pertimbangan Homiletik

Sebagai nyanyian pengajaran, maka pengajaran apakah yang dapat


kita petik dari Mazmur ini?

1. Mengaku dosa agar beroleh pengampunan merupakan imperatif


iman yang personal sifatnya bagi setiap orang percaya bilamana,
dalam menjalin relasi dengan Allah dan sesama, ia kedapatan
berdosa. Pola dan contoh yang diperlihatkan pemazmur kiranya
memberanikan setiap umat secara personal untuk melakukannya.
Contohi dan teladani pemazmur agar “hidup yang murni” dapat
digapai dan dijaga kontinuitasnya.
2. Meskipun merupakan imperatif iman yang personal sifatnya, namun
gereja pernah mengambil alih dan menjadikannya sebagai perintah
institusi guna memperoleh keuntungan finansial bagi dirinya. Di
abad pertengahan sebelum reformasi gereja, akta ini kuat sekali
ditekankan sehingga menjadi dogma gereja yang menakutkan.
Tetapi syukurlah. Reformasi yang dilakukan Luther kemudian
Calvin berhasil meluruskan penyimpangan itu dan menghapusnya
serta mengembalikan urusannya ke ranah personal, tanpa perlu
membawa mahar. Gereja tidak boleh kembali lagi ke masa itu.
3. Mohon maaf dan mohon izin menceritakan di sini pengalaman
pribadi sebagai sebuah ilustrasi. Pada waktu saya masih di bangku
SMP, ayah saya yang adalah pegawai kantor Klasis GPM Tanimbar

7
Barth & Pareira, Tafsiran Alkitab Mazmur 1-41, 232.
Utara, dipilih menjadi Syamas (sekarang diaken) di Jemaat Larat
Kota Klasis Tanimbar Utara. Selama ia menjadi Majelis, saya
sering “nguping” (maklum masih anak kecil tidak boleh ikut
nimbrung orang tatua) kalau rekan-rekannya Majelis datang ke
rumah dan membicarakan pelayanan mereka. Saya mendengar
mereka bercerita tentang pelayanan mereka kepada seorang
warga jemaat yang sakit dan tak kunjung sembuh-sembuh, walau
mereka sudah datang berkali-kali berdoa dan menggumuli orang
tersebut. Dalam sharing-nya ada di antara mereka yang berkata:
“orang itu sedang menyembunyikan sesuatu yang belum dia
ungkapkan untuk didoakan, Itu yang menyebabkan dia sakit
berkepanjangan. Coba kita usahakan dia mengungkitnya dalam
pelayanan berikut”. Ternyata benar adanya. Dalam pelayanan
berikutnya, orang itu dituntun untuk mengungkapkan apa yang
masih tersembunyi dalam hatinya melalui percakapan pastoral.
Alhasil, ia terbuka dan dengan jujur menyatakan apa yang ia
sembunyikan selama ini. Yaitu bahwa ia masih menyimpan sebagian
“pakatang”/opo-opo/fufu” bagi dirinya, walaupun Majelis Jemaat
sudah menyerukan kepada semua warga jemaat yang punya “barang
itu” untuk menyerahkan seluruhnya (tidak boleh ada yang
tertinggal) ke gereja untuk digumuli, didoakan dan dimusnahkan.
Boleh dibilang semua warga jemaat menuruti seruan itu. Ternyata
ia tidak jujur melakukannya. Maka sesudah ia mengakui semuanya
di hadapan Majelis, menyerahkan barang-barang itu kepada
Majelis, lalu Majelis berdoa, serta-merta orang itu langsung
sembuh. Keesokan harinya ia sudah kedapatan bisa keluar rumah
seperti sediakala ketika belum sakit, hal yang selama sakit jarang
terjadi.
Mungkin pengalaman-pengalaman seperti ini, yang tentu saja
tampil dalam berbagai “wajah ceritanya” menurut pengalaman
ibu/bapak pendeta yang berkhotbah, bisa diceritakan untuk
memperkaya pemaknaan pesan pokok dari Mazmur ini.
Laus Deo; Terpujilah Allah.
Pertimbangan homiletik

Sebagai nyanyian pengajaran maka pengajaran apakah yang dapat


kita petik dari Mazmur ini?

Anda mungkin juga menyukai