Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

BERAT BAYI BARU LAHIR (BBLR)

A. Definisi
BBLR adalah bayi baru lahir dengan berat badan lahir kurang dari 2500
gram (Arief dan Weni, 2016). Bayi berat lahir rendah (BBLR) Acuan lain
dalam pengukuran BBLR juga terdapat pada Pedoman Pemantauan Wilayah
Setempat (PWS) gizi. Dalam pedoman tersebut bayi berat lahir rendah
(BBLR) bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram diukur pada saat
lahir atau sampai hari ke tujuh setelah lahir (Putra,2012).
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa semua bayi baru
lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan 2.500 gram disebut low
birth weight infant (bayi berat lahir rendah/ BBLR), karena morbiditas dan
mortalitas neonatus tidak hanya bergantung pada berat badannya tetapi juga
pada tingkat kematangan (maturitas) bayi tersebut (Pantiawati, 2010).

B. Etiologi
Mengenai faktor risiko/ penyebab BBLR pada bagian ini diuraikan
beberapa kelompok penyebab BBLR sebagai berikut :
1. Faktor ibu
a. Penyakit
b. Usia ibu
c. Keadaan sosial
d. Ibu yang perokok
e. Ibu peminum alkohol
f. Ibu pecandu narkotik
2. Faktor janin
a. Hidramnion
b. Kehamilan ganda
c. Kelainan kromosom
d. Faktor lingkungan (Arief dan Weni, 2016).
C. Klasifikasi BBLR
Berdasarkan defenisi tersebut di atas, bayi berat lahir rendah (BBLR)
dapat di kelompokkan menjadi prematuritas dan dismaturitas.
1. Prematur murni
Adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan
berat badan sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilan atau disebut
neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan. Menurut WHO, bayi
prematur adalah bayi lahir hidup sebelum usia kehamilan minggu ke 37 (di
hitung dari hari pertama haid terakhir). Bayi prematur atau bayi preterm
adalah bayi yang berumur kehamilan 37 minggu tanpa memperhatikan
berat badan. Sebagian besar bayi lahir dengan berat badan kurang dari
2.500 gram adalah bayi prematur (Pantiawati, 2010).
2. dismaturitas
Adalah bayi dengan berat badan kurang dari berat badan yang
seharusnya untuk usia kehamilannya, yaitu berat badan dibawah persentil
10 pada kurva pertumbuhan intra uterin, biasa disebut dengan bayi kecil
untuk masa kehamilan (pantiawati, 2010).

D. Patoisiologi BBLR
Tingkat kematangan fungsi sistem organ neonatus merupakan syarat
untuk dapat beradaptasi dengan kehidupan diluar rahim. Secara umum bayi
berat badan lahir rendah ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum
cukup bulan atau prematur dan disebabkan karena dismaturitas. Biasanya hal
ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam
kandungan yang disebabkan oleh faktor ibu, komplikasi hamil, komplikasi
janin, plasenta yang menyebabkan suplai makanan ibu ke bayi berkurang.
Faktor lainnya yang menyebabkan bayi berat badan lahir rendah yaitu faktor
genetik atau kromosom, infeksi, kehamilan ganda, perokok, peminum
alkohol,dan sebagainya (Mochtar, 2012).
E. WOC

F. Manifestasi klinis
1. Sebelum bayi lahir
a. Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus
prematurus dan lahir mati.
b. Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan.
c. Pergerakan janin yang pertama (quickening) terjadi lebih lambat,
gerakan janin lebih lambat walaupun kehamilannya sudah agak lanjut.
d. Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut yang
seharusnya.
e. Sering dijumpai kehamilan dengan oligohidramnion, hiperemesis
gravidarum, dan pada hamil lanjut dengan toksemia gravidarum,atau
perdarahan antepartum.
2. Setelah bayi lahir
a. Berat badan lahir < 2.500 gram
b. Lingkar dada < 30 cm.
c. Panjang badan < 45 cm
d. Lingkar kepala < 33 cm
e. Kepala lebih besar dari badannya
f. Kulitnya tipis transparan dan banyak lanugo.
g. Lemak subkutan minimal.

G. Komplikasi
1. Sindrom aspirasi mekonium (menyebabkan kesulitan barnapas pada bayi)
2. Hipoglikemi simptomatik, terutama pada laki-laki.
3. Penyakit membrane hialin: disebabkan karena surfaktan paru belum
sempurna/cukup, sehingga alveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan
inspirasi, tidak tertinggal udara residu dalam alveoli, sehingga selalu
dibutuhkan tenaga negative yang tinggi untuk untuk pernapasan
berikutnya.
4. Asfiksia neonatorum
5. Hiperbilirubinemia Bayi dismatur sering mendapatkan hiperbilirubinemia,
hal ini mungkin disebabkan karena gangguan pertumbuhan hati.

H. Penatalaksanaan
1. Mempertahankan suhu dengan ketat
BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu
tubuhnya harus diperthankan dengan ketat (karwati, dkk, 2011). Bayi
dengan berat badan lahir rendah, dirawat didalam inkubator. Inkubator
yang modern dilengkapi dengan alat pengatur suhu dan kelembaban agar
bayi dapat mempertahankan suhu tubuhnya yang normal, alat oksigen
yang dapat diatur, serta kelengkapan lain untuk mengurangi kontaminasi
bila incubator di bersihkan.
Kemampuan bayi BBLR dan bayi sakit untuk hidup lebih besar
bila mereka dirawat pada atau mendekati suhu lingkungan yang netral.
Suhu ini ditetapkan dengan mengatur suhu permukaan yang terpapar
radiasi, kelembaban relatif, dan aliran udara sehingga produksi panas
(yang diukur dengan komsumsi oksigen) sedikit mungkin dan suhu tubuh
bayi dapat dipertahankan dalam batas normal.suhu incubator yang
optimum diperlukan agar panas yang hilang dan komsumsi oksigen terjadi
minimal sehingga bayi telanjang pun dapat mempertahankan suhu
tubuhnya 36,5-37 derajat celcius. Tingginya suhu lingkungan ini
tergantung dari besar dan kematangan bayi. Dalam keadaan tertentu bayi
yang sangat prematur tidak hanya memerlukan incubator untuk mengatur
suhu tubuhnya tetapi juga memerlukan pleksiglas penahan panas atau topi
maupun pakaian.
Prosedur perawatan dapat dilakukan melalui “jendela” atau “lengan
baju”. Sebelum memasukkan bayi ke dalam inkubator. Inkubator terlebih
dahulu dihangatkan, sampai sekitar 29,4 derajat celcius, untuk bayi dengan
berat 1,7 kg dan 32,2 derajat celcius untuk bayi yang lebig kecil. Bayi
dirawat dalam keadaan telanjang, hal ini memungkinkan pernapasan yang
adekuat, bayi dapat bergerak tanpa dibatasi pakaian, observasi terhadap
pernapasan lebih mudah.
2. Pengaturan dan pengawasan asupan cairan
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini adalah
menentukan pilihan susu, cara pemberian dan jadwal pemberian yang
sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR.
ASI (air susu ibu) merupakan pilihan pertama jika bayi mampu
mengisap. ASI merupakan makanan yang paling utama, sehingga ASI
adalah pilihan yang harus di dahulukan untuk diberikan. ASI juga dapat
dikeluarkan dan diberikan pada bayi yang tidak cukup mengisap. Bila
faktor mengisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan diminumkan
dengan sendok perlahan- lahan atau dengan memasang sonde kelambung.
Pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat dan mengisap dan
sianosis ketika minum melalui botol atau menetek pada ibunya, mkanan di
berikan melalui Naso Gastric Tube (NGT). Jadwal pemberian makanan
disesuaikan dengan kebutuhan dan berat badan bayi BBLR. Pemberian
makanan interval tiap jam dilakukan pada bayi dengan berat badan lebih
rendah.
3. Pencegahan infeksi
Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman kedalam
tubuh,khususnya mikroba. Bayi BBLR sangat mudah mendapat
infeksi.Infeksi ini disebabkan oleh infeksi nosocomial. Rentan terhadap
infeksi ini disebabkan oleh kadar immunoglobulin serum pada bayi BBLR
masih rendah, aktivitas bakterisidal neotrofil, efek sitotoksik limfosit juga
masih rendah dan fungsi imun belum berpengalaman. Infeksi lokal bayi
cepat menjalar menjadi infeksi umum. Tetapi diagnosis dini dapat
ditegakkan jika cukup waspada terhadap perubahan (kelainan) tingkah
laku bayi sering merupakan tanda infeksi umum. Perubahan tersebut
antara lain: malas menetek, gelisah, suhu tubuh meningkat, frekuensi
pernapasan meningkat, muntah, diare dan berat badan mendadak turun.
Fungsi perawatan disini adalah memberi perlindungan terhadap bayi
BBLR dari bahaya infeksi. Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh kontak
dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun. Digunakan masker dan
baju khusus dalam penanganan bayi, perawat luka tali pusat, perawatan
mata, hidung, kulit, tindakan aseptis dan antiseptik alat-alat yang
digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi, rasio perawat pasien
ideal, mengatur kunjungan, menghindari perawatan yang terlalu lama,
mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian antibiotik yang tepat. Bayi
prematur mudah sekali terken infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih
lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan antibody
belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventiv dapat dilakukan sejak
pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas/
BBLR.
4. Penimbangan berat badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi
dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan
berat badan harus dilakukan dengan ketat.
5. Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi
preterm BBLR, akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan.
6. Pengawasan jalan napas
Terhambatnya jalan nafas dapat menimbulkan asfiksia, hipoksia, dan
akhirnya kematian. Selain itu BBLR tidak dapat beradaptasi dengan
asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat lahir dengan
asfiksia perinatal. Dalm kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan
napas segera setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring,
merangsang pernapasan dengan menepuk atau menjentik tumit
(Proverawati, dkk, 2010)
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pada saat kelahiran bayi baru harus menjalani pengkajian cepat namun
seksama untuk menentukan setiap masalah yang muncul dan mengidentifikasi
masalah yang menuntut perhatian yang cepat. Pemeriksaan ini terutama
ditujukan untuk mengevaluasi kardiopulmonal dan neurologis. Pengkajian
meliputi penyusunan nilai APGAR dan evaluasi setiap anomaly congenital
yang jelas atau adanya tanda gawat neonatus (Wong, 2009).
1. Biodata Pasien
Biodata atau identitas pasien: meliputi nama tempat tanggal lahir
jenis kelamin.Biodata penanggung jawab meliputi : nama (ayah dan ibu),
umur, agama, suku atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan,
dan alamat.
2. Riwayat kesehatan antenatal
a. Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk,
merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit seperti
diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.
b. Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran
multiple, kelainan kongenital, riwayat persalinan preterm.
c. Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa tetapi
tidak teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas kesehatan.
d. Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan
(kehamilan postdate atau preterm).
e. Riwayat natalkomplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang
sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu
dikaji :
1) Kala I : perdarahan antepartum baik solusio plasenta maupun
plasenta previa.
2) Kala II : Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena
pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan sistem
pusat pernafasan.
3. Riwayat kesehatan Post natal
a. Pengkajian awal
Metode yang paling sering digunakan untuk mengkaji penyesuaian
segera bayii baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin adalah sistem
skoring APGAR. Skor ini didasarkan pada observasi denyut jantung,
usaha bernafas, tonus otot, reflek iritabilitas dan warna. Setiap item
diberi skor 0,1, atau 2. Evaluasi pada kelima kategori tersebutdibuat
pada menit 1 dan 5 setelah kelahiran dan diulang sampai kondisi bayi
stabil.
b. Pengkajian umum
1) Timbang bayi tiap hari, atau lebih bila ada permintaan
denganmenggunakan timbangan elektronik.
2) Ukur panjang badan, dan lingkar kepala secara berkala.
3) Jelaskan bentuk dan ukuran tubuh secara umum, postur
saatistirahat, kemudian bernafas, dan adanya lokasi edema.
4) Observasi adanya deformitas yang tampak.
5) Observasi setiap tanda kegawatan, warna yang buruk,
hipotonia,tidak responsive, dan apnea.
c. Pengkajian respirasi
1) Observasi bentuk dada (barrel, konkaf), simetri, adanya insisi,slang
dada, atau devisiasi lainnya.
2) Observasi adanya penggunaan otot penapasan tambahan cuping
hidung atau retraksi substernal, interkostal atau subklavikular.
3) Tentukan frekuensi pernapasan dan keteraturannya.
4) Lakukan auskultasi dan jelaskan suara napas (stridor, krepitasi,
mengi, suara basah berkurang, daerah tanpa suara, grunting),
berkurangnya masukan udara, dan kesamaan suara napas.
5) Tentukan apakah diperlukan pengisapan.
d. Pengkajian kardiovaskuler
1) Tentukan denyut jantung dan iramanya.
2) Jelaskan bunyi jantung, termasuk adanya bising.
3) Tentukan titik intensitas maksimal (point of maximum
intensity/PMI), titik ketika bunyi denyut jantung paling keras
terdengar danteraba (perubahan PMI menunjukkan adanya
pergeseran imediastinum).
4) Jelaskan warna bayi (bisa karena gangguan jantung, respirasi
atauhematopoetik), sianosis pucat, plethora, jaundis, dan bercak-
bercak.
5) Kaji warna dasar kuku, membran mukosa, dan bibir.
6) Tentukan tekanan darah, dan tunjukkan ekstermitas yang dipakai.
e. Pengkajian gastrointestinal
1) Tentukan adanya distensi abdomen, adanya edema
dindingabdomen, tampak pelistaltik, tampak gulungan usus, dan
status umbilicus.
2) Tentukan adanya tanda regurgitasi dan waktu yang berkaitan
dengan pemberian makanan, karakter dan jumlah residu jika
makanan keluar, jika terpasang selang nasogasrtik, jelaskan
tipepenghisap, dan haluaran (warna, konsistensi, pH).
3) Palpasi batas hati (3 cm dibawah batas kosta kanan).
4) Jelaskan jumlah, warna, dan konsistensi feses, periksa adanya
darah.
5) Jelaskan bising usus.
f. Pengkajian genitourinaria
1) Jelaskan setiap abnormalitas genitalia.
2) Jelaskan jumlah (dibandingkan dengan berat badan), warna
pH,temuan lab- stick, dan berat jenis kemih (untuk menyaring
kecukupan hidrasi).
3) Periksa berat badan (pengukuran yang paling akurat dalam
mengkaji hidrasi).
g. Pengkajian neurologis-muskuloskeletal
1) Jelaskan gerakan bayi, kejang, kedutan, tingkat aktivitas
terhadaprangsang, dan evaluasi sesuai masa gestasinya.
2) Jelaskan posisi bayi atau perilakunya (fleksi, ekstensi).
3) Jelaskan refleks yang ada (moro, rooting, sucking, plantar,
tonickneck, palmar).
4) Tentukan tingkat respons dan kenyamanan.
h. Suhu tubuh
1) Tentukan suhu kulit dan aksila.
2) Tentukan hubungan dengan suhu sekitar lingkungan.
i. Pengkajian kulit
1) Terangkan adanya perubahan warna, daerah yang memerah, tanda
iritasi, melepuh, abrasi, atau daerah terkelupas, terutama
dimanaperalatan pemantau infus atau alat lain bersentuhan dengan
kulit.
2) Periksa juga dan catat preparat kulit yang dipakai (missal plester,
povidone- jodine).
3) Tentukan tekstur dan turgor kulit kering, lembut, bersisik,
terkelupas dan lain-lain.
4) Terangkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir.

B. Diagnosis Keperawatan
1. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan Imaturitas neurologis,
penurunan energi ditandai dengan dispnea, penggunaan otot bantu
pernapasan, pola nafas abnormal, pernapasan cuping hidung.
2. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan fluktuasi suhu
lingkungan ditandai dengan kulit dingin/hangat, menggigil, pucat,
frekuensi nafas meningkat, kulit kemerahan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan defek pertahanan imunologik
4. Risiko Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrient
C. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Pola Nafas tidak efektif (L.01004) 1. Pemantauan Respirasi
berhubungan dengan Setelah dilakukan (I.01014)
Imaturitas neurologis, intervensi a) Obsevasi
penurunan energi keperawatan selama 3 x 24 - Monitor frekuensi,
ditandai dengan dispnea, Jam maka diharapkan pola irama, kedalaman,
penggunaan otot bantu nafas membaik, dengan dan upaya napas
pernapasan, pola nafas kriteria hasil : - Monitor pola
abnormal, pernapasan 1. Ventilasi semenit napas (seperti
cuping hidung. (D.0005) meningkat bradipnea,
2. Dispnea menurun takipnea,
3. Penggunaan hiperventilasi,
otot bantu nafas Kusmaul,
menurun cheyne-
4. Pemanjangan fase Stokes, Biot,
ekspirasi menurun ataksik)
5. Frekuensi nafas membaik - Monitor kemampuan
6. Kedalaman nafas batuk efektif
membaik - Monitor adanya
produksi sputum
- Monitor adanya
sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
- Auskultasi bunyi
napas
- Monitor saturasi
oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor x-ray toraks
b) Terapeutik
- Atur interval waktu
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasikan
hasil pemantauan
c) Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
2. Manajemen Jalan Napas
(I.01001)
a) Observasi
- Monitor pola napas
(frekuensi,
kedalaman, usaha
napas)
- Monitor bunyi
napas tambahan
(mis. Gurgling,
mengi, weezing,
ronchi)
- Monitor sputum
(jumlah, warna,
aroma)
b) Terapeutik
- Pertahankan
kepatnan jalan
napas dengan head-
tilt dan chin-lift
(jaw-trush jika
cuirga trauma
cervical)
- Posisikan semi
fowler atau fowler
- Berian minum
hangat
- Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
- Lakukan pengisapan
lendir kurang dari 15
detik
- Lakukanhiperoksige
nasi sebelum
penghisapan
endotrakeal
- Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsepMcGill
- Berikan oksigen, jika
perlu
c) Edukasi
- Anjurkan asupan
cairan 200
ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk
efektif
d) Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektroran,
mukolitik, jika
perlu.
2. Termoregulasi tidak (L.14134) 1. Edukasi Termoregulasi
efektif berhubungan Setelah dilakukan (I.12457)
dengan fluktuasi suhu intervensi a. Observasi
lingkungan ditandai keperawatan selama 3 x 24 - Identifikasi kesiapan dan
dengan kulit Jam maka diharapkan kemampuan menerima
dingin/hangat, termoregulasi membaik, informasi
menggigil, pucat, dengan kriteria hasil : b. Terapeutik
frekuensi nafas 1. Mengigil menurun - Sediakan materi dan
meningkat, kulit 2. Kulit merah menurun media pendidikan
kemerahan. (D.0149) 3. Kejang menurun kesehatan
4. Akrosianosis menurun - Jadwalkan
5. Pucat menurun pendidikan
6. Takikardia menurun kesehatan sesuai
7. Takipnea menurun kesepakatan
8. Bradikardia menurun - Berikan kesempatan
9. Dasar kuku sianosik untuk bertanya
menurun c. Edukasi
10. Hipoksia menurun - Anjurkan kompres
11. Suhu tubuh membaik hangat jika demam
12. Suhu kulit membaik - Anjurkan
13. Kadar glukosa darah penggunaan
membaik pakaian yang
14. Pengisian kapiler mudah
membaik menyerap
15. Ventilasi membaik keringat
16. Tekanan darah - Anjurkan tetap
membaik memandikan pasien
- Anjurkan pemberian
antipiretik
- Anjurkan
memperbanyak
minum
- Anjurkan
penggunaan pakaian
longgar
- Anjurkan
minum
analgesik jika
merasa
pusing,
sesuai
indikasi
- Anjurkan melakukan
pemeriksaan darah
jika demam > 3 hari
3. Resiko infeksi (L.14137 ) 1. PENCEGAHAN INFEKSI
berhubungan dengan Setelah dilakukan (I. 14539)
defek pertahanan intervensi a. Observasi
imunologik (D.0142) keperawatan selama 3 x 24 Monitor tanda dan gejala
jam maka tingkat infeksi infeksi lokal dan sistemik
menurun, dengan kriteria b. Terapeutik
hasil : - Batasi jumlah
1. Kebersihan tangan pengunjung
meningkat - Berikan perawatan
2. Kebersihan badan kulit pada area
meningkat edema
3. Kemerahan menurun - Cuci tangan
4. Cairan berbau busuk sebelum dan
menurun sesudah kontak
5. Sputum berwarna hijau dengan pasien dan
menurun lingkungan
6. Periode menggil menurun - Pertahankan teknik
7. Letargi menurun aseptic pada apsien
8. Kadar sel darah putih beesiko tinggi
membaik c. Edukasi
9. Kultur darah, urinem - Jelaskan tanda dan
sputum, feses gejala infeksi
Membaik - Ajarkan cara
10.Ventilasi membaik mencuci tangan
dengan benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka
operasi
- Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
- Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
4. Risiko defisit nutrisi (L.03030) 1. Manajemen gangguan
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan wujud dari tindakan nyata untuk mencapai
hasil sesuai perencanaan atau intervensi, tahap ini adalah perbandingan antara
kenyataan dengan teori yang ada. Tetapi kadang tidak semua perencanaan
dapat dilakukan, pada tahap implementasi,tergantung pada situasi dan kondisi
klien.
E. Evaluasi Keperawatan
Tahap ini merupakan evaluasi dari tindakan keperawatan atau
implementasi yang telah dilakukan, hasil evaluasi dengan melihat catatan
perkembangan sebagai evaluasi akhir yaitu dengan metode SOAP.
1. Pola nafas membaik dengan kriteria hasil, Dispnea menurun,
Penggunaan otot bantu napas menurun, Frekuensi napas membaik,
Kedalaman napas membaik
2. Termoregulasi membaik. Dengan kriteria hasil, Termoregulasi,
Menggigil menurun, Bradikardi menurun, Suhu tubuh membaik
3. Derajat infeksi menurun, Kriteria Hasil, Demam menurun, Kemerahan
menurun, Nyeri menurun, Bengkak menurun, Leukosit membaik,
kerusakan jaringan/ lapisan kulit menurun
DAFTAR PUSTAKA

Arief dan Weni Kristiyanasari. 2016. Neonatus Dan Asuhan Keperawatan Anak.
Yogyakarta:Nuha Offset.

Karwati, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan V (Kebidanan Komunitas). Jakarta:


CV.Trans Medika.

Maryunani, A. 2013a. Asuhan Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah


(BBLR).Jakarta:Trans Info Media.

Maryunani, Anik I dan Eka Puspita Sari. 2013b. Asuhan Kaperawatan Daruratan
Maternitas & Neonatal. Jakarta: Trans Info Media.

Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Salemba Medika:Jakarta.


Mochtar, Rustam. 2012. Sinopsis Obstetri.Jakarta:EGC,

Nelson. 2010. Patofisiologi Berat Badan Lahir Rendah.Jakarta: EGC Pantiawati,


ika.2010. Bayi Dengan BBLR. Yogyakarta: Muha Medika.

Potter & Perry. 2016. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, &
Praktik, Jakarta: EGC.

Proverawati, Atikah dan Ismawati Cahyo. 2010. BBLR: Berat Badan Lahir
Rendah. Nuha Medika:Yogyakarta

Putra, S R. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita untuk Keperawatan dan
Kebidanan. Yogyakarta: D-Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Wong , 2009. Berat Badan Lahir Rendah. Jakarta: EGC.

Wulandari, diah, dkk. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta: Mitra Cendikia.

Anda mungkin juga menyukai