Anda di halaman 1dari 21

KAMPANYE dan

PROPAGANDA
Klisman Christianson Pasaribu
[2012]

k l i sm a n . ch r i st i a n so n @ gm a i l . co m

+6287824669747

@ Xo cr a t e z
Daftar Isi

( ...)
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berada ditengah era globalisasi menjadikan teknologi berkembang dengan pesat,


hal tersebut secara tidak langsung mendorong semakin banyaknya kegiatan kampanye dan
propaganda yang memanfaatkan hampir seluruh teknologi yang ada.

Kegiatan kampanye dan propaganda sendiri dimasa sekarang bukanlah hal baru
ditengah para masyarakat, mulai dari kampanye produk (product-oriented campaigns),
kampanye sosial (Ideologically or cause oriented campaigns), sampai kampanye politik
(Candidate-oriented campaigns) yang begitu dikenal oleh masyarakat seperti kampanye
pemilihan presiden. Ketiga tipe kampanye tersebut merupakan tipe-tipe kampanye
menurut Charles U. Larson (1992: 10) yang dikutip ulang oleh Drs. Antar Venus, M.A.
dalam bukunya berjudul “Manajemen Kampanye”.

Agar kegiatan kampanye dan propaganda bisa berjalan dengan efektif, tentu para
penggiat kegiatan harus mengetahui terlebih dahulu komponen-komponen pendukung
kampanye maupun propaganda, hal tersebut terutama agar mereka mengetahui sasaran
audiens mereka secara jelas. Selain itu, para penggiat harus mengetahui alat – alat apa saja
yang sesuai digunakan untuk melancarkan pesan mereka pada para audiens agar
menghasilkan efek yang diinginkan. Karena itu, kami tertarik untuk me
1.2 Tujuan

Penyusunan makalah ini selain bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Kampanye dan Propaganda, juga untuk memperluas wawasan mengenai
komponen/ elemen kampanye dan propaganda, serta macam-macam instrument yang
digunakan. Terlebih umumnya untuk menyebarkan informasi kepada yang lain dan
khususnya untuk kami kalangan mahasiswa komunikasi.
BAB II
ISI

2.1 Definisi Kampanye dan Propaganda

Pada dasarnya tak ada yang berbeda antara kampanye dan propaganda, yang
membuat keduanya berbeda adalah bentuk persuasi yang dilakukan. Kampanye kerap
dinilai lebih bersifat persuasif karena disertai bujukan dan iming-iming. Sementara
propaganda, meskipun dasarnya sangat persuasif, biasanya sering disertai tekanan berupa
penonjolan dari dampak buruk yang bisa terjadi jika massa tak bertindak seperti apa yang
dipropagandakan.

2.1.1 Definisi Kampanye

Rogers dan Storey (1987:7) mendefinisikan kampanye sebagai “serangkaian


tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada
sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu”.

2.1.2 Definisi Propaganda

Propaganda adalah suatu penyebaran pesan yang terlebih dahulu telah


direncanakan secara seksama untuk mengubah sikap, pandangan, pendapat dan tingkah
laku dari penerima/ komunikan sesuai dengan pola yang telah ditetapkan oleh
komunikator (Santosa Sastropoetro, 1991 : 34).
2.2 Tujuan Kampanye dan Propaganda

2.2.1 Tujuan Kampanye

Upaya perubahan yang dilakukan kampanye selalu terkait aspek pengetahuan


(knowledge), sikap (attitude) dan perilaku (behavioural) (Pfau dan Parrot, 1993:10).
Ostergaard (2002) menyebutkan ketiga aspek tersebut dengan ketiga aspek ini bersifat
saling terkait dan merupakan sasaran pengaruh (target of infuences) yang mesti dicapai
secara bertahap agar satu kondisi perubahan dapat tercipta.

2.2.2 Tujuan Propaganda

Propaganda biasa digunakan oleh suatu kelompok terorganisasi yang ingin


menciptakan partisipasi aktif atau pasif dalam tindakan-tindakan suatu massa yang terdiri
atas individu-individu, dipersatukan secara psikologis melalui manipulasi psikologis dan
digabungkan di dalam suatu organisasi.

2.3 Komponen Kampanye dan Propaganda

2.3.1 Komponen Kampanye

Dalam melakukan kampanye (dalam ranah Public Relation), diperlukan persiapan


sebelumnya, diantaranya adalah menentukan materi dan isi kampanye tersebut. Materi
dan isi kampanye biasanya menyangkut:

1. Tema, topik, dan isu apa yang ingin diangkat ke permukaan agar mendapat
tanggapan.

2. Tujuan dari kampanye

3. Program atau perencanaan acara dalam kampanye

4. Sasaran dari kampanye yang hendak dicapai.


Sedangkan komponen-komponen setiap langkah penggiatan program kampanye
dibentuk secara berangkai, mulai dari:

1. Analisis situasi dan audit komunikasi

2. Merumuskan tujuan dan target waktunya

3. Menentukan publiknya (target audiens)

4. Menetapkan anggaran untuk kampanye tersebut

5. Propram penggiatan kampanye

6. Analisis hasil propram tersebut dan aplikasinya.

2.3.2 Komponen Propaganda

Teknik propaganda yang diucapkan oleh Hitler “How to achieve the normal
breakdown of the enemy the war has started, that is the problem that interest me”. Artinya
bagaimana upaya untuk merontokkan atau menjatuhkan moral dari pihak lawan sebelum
perang itu dimulai, itu merupakan suatu persoalan yang cukup menarik.

a. Pemegang kekuatan pada propaganda

Terdapat tiga pihak yang biasanya selalu terlibat dalam proses propaganda.
Pertama para pelaku propaganda, kedua yang dipropaganda, dan ketiga adalah pihak di
luar keduanya yang bisa memperoleh keuntungan atau kerugian dari sukses tidaknya
propaganda. Pihak ketiga dapat menempatkan dirinya di mana saja. Bisa di pihak
propagandis, bisa di pihak yang dikenai propaganda, atau di luar keduanya.

Pengenalan terhadap pihak ketiga ini menjadi penting karena merekalah yang
biasanya justru dapat mengacaukan semua prediksi. Namun, karena untuk mengenalinya
terkadang cukup sulit, langkah pertama fokuslah pada siapa yang akan menjadi sasaran
propaganda.

Jika kita bertindak sebagai propagandis, ada sejumlah informasi yang sebaiknya
segera kita ketahui terkait objek dari propaganda kita. Antara lain, kultur budayanya,
karakteristik sosialnya, kebiasaan-kebiasaan umumnya, pola kerjanya, serta mimpi-
mimpinya. Para propagandis tentu harus mampu merancang propagandanya dengan
sebisa mungkin tampak seperti berorientasi pada pemenuhan faktor-faktor tadi.

Namun, saat yang sama, propagandis juga harus mengenali dirinya. Menghitung
bagaimana dan dengan media apa propaganda dapat dengan tepat dilakukan. Sebab,
bagaimana pun, unsur persuasi sebaiknya tetap dominan.

Untuk memudahkan perencanaan, sebuah bagan dengan alur yang Anda mengerti
dapat Anda buat. Dalam bagan, jangan lupa disertakan pihak mana saja yang Anda
masukkan sebagai pihak ketiga. Pihak ketiga dapatdikenali berdasar motif yang mungkin
ada.

b. Komponen propaganda menurut Santosa Sastropoetro

Santosa Sastropoetro menyatakan elemen-elemen atau ciri-ciri propaganda sebagai


berikut:

1. Komunikator, atau orang yang dilembagakan/ lembaga yang menyampaikan


pesan dengan isi dan tujuan tertentu.

2. Komunikan atau penerima pesan yang diharapkan menerima pesan dan


kemudian melakukan sesuatu sesuai pola yang ditentukan oleh komunikator.

3. Kebijaksanaan atau politik propaganda yang menentukan isi dan tujuan yang
hendak dicapai.

4. Pesan tertentu yang telah di-encode atau dirumuskan sedemikian rupa agar
mencapai tujuannya yang efektif.
5. Sarana atau medium yang tepat dan sesuai atau serasi dengan situasi dari
komunikan.

6. Teknik yang seefektif mungkin, yang dapat memberikan pengaruh yang


setepatnya dan mampu mendorong komunikan melakukan sesuatu yang
sesuai dengan keinginan atau pola yang ditentukan oleh komunikator.

7. Kondisi dan situasi yang memungkinkan dilakukannya kegiatan propaganda


yang bersangkutan.

c. Komponen propaganda menurut Snow, Ph.D. (Jacques Ellul, Propaganda)

Berdasarkan artikel yang ditulis oleh Nancy Snow, Ph.D. (Jacques Ellul, Propaganda),
beberapa hal yang harus diketahui mengenai propaganda adalah :

1. Menyajikan fakta (kebenaran) bukan berarti terlepas dari yang namanya


propaganda; propaganda berkembang pesat dalam menyajikan berbagai jenis
kebenaran, termasuk fakta yang hanya mengandung setengah kebenaran, fakta yang
sama sekali tidak benar, fakta yang terbatas, lepas dari konteks kebenaran itu
sendiri. Propaganda modern yang paling efektif adalah ketika propaganda tersebut
menyajikan informasi seakurat mungkin. Menyajikan kebohongan besar hanya akan
membuat propaganda menjadi tidak efektif.

2. Propaganda tidaklah begitu banyak di desain untuk mengubah pendapat


sebanyak sebagaimana ia di desain untuk memperkuat pendapat, prasangka dan
sikap yang ada. Propaganda yang paling berhasil adalah propaganda yang akan
mendorong manusia untuk beraksi atau berlaku yang sebaliknya, dari yang tadinya
mempercayai sesuatu menjadi tidak mempercayainya.

3. Pendidikan tidaklah memerlukan perlindungan maksimal melawan


propaganda. Para cendikiawan dan mereka "yang berpendidikan" merupakan
komponen yang paling rentan terkena efek kampanye propaganda, karena mereka:
a. cenderung menyerap banyak informasi (termasuk informasi dari
tangan kedua/ opinion leader, kabar dari orang, desas-desus, dan informasi
yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya);

b. terpaksa memiliki pendapat atas hal-hal yang terjadi dalam satu


waktu dengan demikian mereka dapat mengekspos pendapatnya sendiri
lebih daripada pendapat-pendapat orang lain dalam mengkampanyekan
propaganda; dan

c. menganggap diri mereka sendiri bebas dari pengaruh propaganda,


dengan cara demikian mereka telah membuat diri mereka sendiri lebih
rentan terhadap propaganda

4. Apa yang membuat penelitian mengenai propaganda diragukan adalah


bahwa secara umum hal tersebut dianggap sebagai penelitian sisi yang lebih gelap
dari sifat kami; penelitian mengenai propaganda yang berisi pesan negatif,
sementara mereka hanya menyebar kebenaran. Cara terbaik untuk mempelajari
propaganda adalah dengan memisahkan pertimbangan-pertimbangan etis
seseorang dari fenomena gejala itu sendiri. Propaganda berkembang pesat dan
eksis, demi kepentingan etis dan tidak etis.

5. Propaganda mencoba mengubah pendapat umum, khususnya untuk


menjadikan orang agar menyesuaikan diri terhadap sudut pandang propagandis.
Dalam segi ini, propaganda manapun merupakan suatu bentuk manipulasi, untuk
merubah aktivitas individu menjadi aktivitas khusus.

6. Bentuk-bentuk komunikasi modern, termasuk media massa, merupakan alat-


alat propaganda. Tanpa pemusatan monopoli media massa, bisa dipastikan tidak
akan terjadi propaganda modern. Agar propaganda berkembang pesat, media harus
tetap terpusat, kantor berita dan layanannya harus dibatasi, pers harus berada di
bawah pimpinan pusat, dan radio, film, serta monopoli televisi harus meliputi
semuanya.
7. Setiap orang harus peduli terhadap yang namanya propaganda,
keterbatasannya, kekuatannya, pengaruhnya, dan kualitas persuasifnya, manakala
seseorang menguasainya. Dengan mengatakan bahwa "seseorang bebas dari
pengaruh propaganda" justru itu merupakan suatu tanda pasti bahwa propaganda
tersebut telah tersebar dalam masyarakat.

8. Propaganda Modern bermula di negara berhukum thoghut Amerika Serikat


pada awal Abad 20-an. Selama Perang Dunia I, media massa diintegrasikan dengan
metode hubungan masyarakat dan periklanan demi mengadvokasi dan membiayai
bantuan untuk perang. Dewan Kembu mendirikan kampanye humas Amerika
pertama untuk menyebarkan dan menebarkan ajaran injil dengan cara Amerika ke
seluruh penjuru dunia.

9. Di Negara thoghut Amerika Serikat, propaganda komersial sendiri


merupakan hal yang sama pentingnya dengan gagasan demokrasi propaganda
pemerintah. Iklan komersial menarik perhatian orang-orang melalui periklanan,
yang merangsang fantasi dan dorongan hati yang tidak masuk akal, merupakan
beberapa bentuk propaganda yang paling tersebar dalam keberadaannya hari ini.

10. Propaganda dalam suatu sistem kuffar demokrasi memperlihatkan fakta


dalam pengertian bahwa propaganda tersebut menciptakan "pengikut sejati" yang
secara ideologi terikat dengan perkembangan demokrasi tersebut sebagaimana
lainnya yang terikat secara ideologi atas kontrolnya. Pengabadian sistem kuffar
demokrasi dan keyakinan ideal dalam menghadapi kekuatan yang terpusat dalam
institusi-institusi propaganda (baik itu media maupun institusi-institusi politik)
merupakan suatu bentuk kemenangan propaganda negatif yang terjadi dalam
masyarakat modern Amerika (?'l).

Menurut Jacques Ellul (dalam Dan Nimmo), enam hal berikut adalah sesuatu yang
biasa digunakan para propagandis dalam "melakukan tugasnya" dengan memanfaatkan
kombinasi kata, tindakan dan logika untuk tujuan persuasif. Keenam hal yang dimaksud
adalah name calling, glittering generalities, transfer, testimonial, plain folks, card stacking,
dan bandwagon.
a. Name Calling

Name Calling adalah pemberian label buruk dengan sengaja kepada gagasan, orang,
objek atau tujuan agar orang menolak sesuatu tanpa menguji kenyataannya. Misalnya
menuduh lawan pemilihan sebagai "penjahat".

b. Glittering Generalities

Glittering Generalities adalah penggunaan "kata yang baik" untuk melukiskan


sesuatu agar mendapat dukungan, lagi-lagi tanpa menyelidiki ketepatan asosiasi itu. Misal
AS menyebut operasi mereka ke Afghanistan beberapa waktu lalu sebagai "Operasi
Keadilan Tak Terhingga", dengan misi "hukum tanpa batas". Begitu juga saat
merencanakan serangan ke Irak, AS menyebutnya sebagai misi kemanusiaan untuk
membebaskan manusia dari teror senjata pemusnah massal.

c. Transfer

Yakni mengidentifikasi suatu maksud dengan lambang autoritas, misalnya "pilih


Jokowi di Pemilu 2014".

d. Testimonial

Upaya menggunakan ucapan orang yang dihormati atau dibenci untuk


mempromosikan atau meremehkan suatu maksud. Kita mengenalnya dalam dukungan
politik oleh surat kabar, tokoh terkenal dll.

e. Plain Folks

Berupa imbauan yang mengatakan bahwa pembicara berpihak kepada khalayaknya


dalam usaha bersama yang kolaboratif. Misalnya, "saya salah seorang dari anda, hanya
rakyat biasa".
f. Card Stacking

Memilih dengan teliti pernyataan yang akurat dan tidak akurat, logis dan tak logis
dan sebagainya untuk membangun suatu kasus. Misalnya kata-kata "pembunuhan
terhadap pemimpin kita, benar-benar menunjukan penghinaan terhadap partai kita!".

g. Bandwagon

Usaha untuk meyakinkan khalayak akan kepopuleran dan kebenaran tujuan


sehingga setiap orang akan "turut naik".

2.4 Alat Kampanye dan Propaganda

Banyak media yang digunakan sebagai alat kampanye dan propaganda, terlebih
sekarang dunia sudah semakin canggih, hampir semua teknologi bisa dijadikan alat
kampanye dan propaganda. Media cetak, media elektronik, dan sekarang media social
dijadikan sebagai alat kampanye dan propaganda.

Contoh alatnya adalah:

- Poster

- Baligo

- Banner

- Umbul-umbul

- Kaos

- Sticker

- Media cetak (Koran, majalah, tabloid)

- Media elektronik (radio, televisi)

- Jejaring sosial (path, twitter, facebook, kaskus, dll.)


Beragam media betul-betul dimanfaatkan untuk penggiatan kampanye agar para
audiens dapat terpengaruhi. Namun, di tengah beragam alat peraga kampanye yang
dibidik, masih ada satu media kampanye yang belum secara intensif disentuh, yaitu media
buku. Media ini sangat efektif digunakan untuk kampanye pemilu kandidat.

Setidaknya terdapat 5 (lima) alasan dasar yang dikemukakan oleh Badiatul


Muchlisin Asti. Pertama, buku sebenarnya tidak jauh berbeda dengan media cetak (baca:
pers cetak) lainnya. Perbedaan keduanya terletak pada bentuk atau formatnya. Isi kedua
jenis terbitan ini pada dasarnya tidak berbeda. Keduanya mengandung informasi dan
pendapat. (Atmakusumah, 2010).

Jadi keduanya sebenarnya bisa dijadikan sebagai media kampanye. Memang


kekuatan media cetak terletak pada jumlah eksemplar-nya. Sebuah media harian, seperti
contoh harian Suara Merdeka, bisa mencapai pencetakan ratusan ribu eksemplar per-
harinya. Jumlah eksemplar sebesar ini memiliki daya pengaruh yang luas. Logikanya,
semakin besar daerah penyebaran sebuah media, semakin luaslah daya pengaruh yang
dimiliki.

Namun, jangan lupa, buku juga memiliki kekuatan lain yang tidak dimiliki oleh
media cetak. Umumnya media cetak hadir dalam tenggat waktu tertentu: harian, mingguan,
atau bulanan. Sehingga ‘umur’ sebuah iklan di media cetak akan berbanding lurus dengan
tenggat waktu tertentu.

Berbeda dengan buku yang bisa menembus waktu. Kekuatan buku terletak pada
sifatnya yang dokumentatif dan monumental. Buku lazim disimpan sebagai koleksi bacaan
keluarga atau perpustakaan, sehingga meski dicetak dalam jumlah lebih sedikit, namun
‘umur’ sebuah buku relatif lebih lama. Sehingga otomatis efek pengaruhnya juga relatif
lebih lama.

Kedua, buku sering dipersepsi sebagai “produk intelektual”. Buku dan penulisnya
sering dicitrakan sebagai bagian dari komunitas terpelajar. Di belahan dunia dan sistem
sosial mana pun, komunitas terpelajar selalu mendapat posisi terhormat dan acap
mendapatkan preveledge sosial tertentu.
Persepsi itu akan memunculkan efek pengakuan atau kredibilitas. Kredibilitas
seseorang menetukan tingkat pengaruh maupun kepercayaan publik terhadapnya. Tokoh
atau figur yang memiliki kredibilitas di ranah publik seperti memiliki ‘kartu pas’ untuk
masuk ke berbagai lingkungan, sasaran, atau target pengaruh. (Edy Zaqeus, 2009).

Ketiga, melalui buku, seorang kandidat bisa melakukan kampanye tertulis atau
pencitraan dirinya tanpa dibatasi space. Dengan begitu, ia akan lebih leluasa untuk
menyampaikan segala sesuatu yang ingin disampaikan ke publik, baik dalam bentuk tulisan
maupun foto.

Keempat, selain lebih leluasa, buku juga termasuk instrumen pencitraan yang
mudah dikreasikan. Ada banyak teknik praktis yang bisa dipilih untuk menyusun atau
menulis buku. Ada teknik kompilasi tulisan, ada teknik menulis cepat, ada teknik interview,
ada juga teknik co-writing dan ghost writing (Edy Zaqeus, 2009). Teknik-teknik itu bisa
dipilih dan digunakan menyesuaikan kebutuhan dan target-target tertentu.

Ada persepsi keliru yang mengendap di benak masyarakat, bahwa menulis buku itu
sulit, sehingga tak banyak orang yang mau menulis buku. Begitu pun memilih buku sebagai
instrumen kampanye atau pencitraan diri. Padahal menulis buku itu mudah, dengan pilihan
teknik kreasi yang cukup banyak. Kalau seorang tokoh atau kandidat tidak bisa menulis
buku sendiri, ia bisa menyewa penulis yang mau menjadi co-writer dan ghost writer.

Kelima, dari segi efisiensi biaya, menjadikan buku sebagai instrumen pencitraan diri
jauh lebih kompetitif (untuk tidak mengatakan murah) dibanding dengan beriklan di
televisi atau media cetak. Sekali tayang saja, dengan durasi yang amat pendek (30-60 detik)
atau satu halaman koran, biaya iklannya bisa mencapai puluhan juta. Padahal dengan
budget yang sama, seorang kandidat bisa menghasilkan buku-buku yang berkualitas sangat
baik dengan efek pengaruh yang relatif lebih lama.

Sementara alat-alat yang sering digunakan dalam suatu kegiatan propaganda


diantaranya adalah:
1. Pengerahan Massa (Mass Forming) yakni mengerahkan masa besar dan
diberikan pidato-pidato penyemangat. Hal ini sering sekali dilakukan pada upacara
militer atau di kampanye-kampanye tertentu.

2. Slogan yang bombastis: lugas, singkat (+- empat kata) dan mudah diingat.

contoh: Amerika kita strika, Inggris kita linggis, Perancis kita iris-iris, Belanda kita
gerenda, Jepang kita tepang, Ganyang Malaysia!

3. Membuat singkatan-singkatan

contoh: GANEFO (Game of New Emerging Forces)

4. Membuat pujian/ gelar untuk mengagungkan (Glittering Generalities)

contoh: Suharto=Bapak Negara, Gusdur = Guru Bangsa

5. Membuat gelar negatif (Name Calling)

contoh: Hitler = Si Rasis

6. Membuat lelucon untuk menghina

contoh: PKB = Partai Ksatria Bergitar

7. Card Stacking: Menampilkan sisi baik saja dari diri sendiri atau golongan

8. Bandwagon: Menampilkan bahwa semua orang itu sepakat dengan


propogator, biasanya cara ini dipraktekan dengan mengadakan parade-parade yang
menarik banyak orang. Seolah-olah orang setuju dengan kita.

9. The Plain Folks: Mencoba menampilkan ide-ide propagator itu aslinya dari
kalangan luas.

10. The Transfer: Memanfaatkan kemasyhuran tokoh.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Rogers dan Storey (1987:7) mendefinisikan kampanye sebagai “serangkaian


tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada
sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu”.
Sehingga terlihat jelas komponen yang ada pada kegiatan kampanye diantaranya adalah

1. Analisis situasi dan audit komunikasi

2. Merumuskan tujuan dan target waktunya

3. Menentukan publiknya (target audiens)

4. Menetapkan anggaran untuk kampanye tersebut

5. Propram penggiatan kampanye

6. Analisis hasil propram tersebut dan aplikasinya.

Sedangkan propaganda, sebagai suatu penyebaran pesan yang terlebih dahulu telah
direncanakan secara seksama untuk mengubah sikap, pandangan, pendapat dan tingkah
laku dari penerima/ komunikan sesuai dengan pola yang telah ditetapkan oleh
komunikator (Santosa Sastropoetro, 1991 : 34). Memiliki komponen sebagai berikut :

1. Komunikator, atau orang yang dilembagakan/ lembaga yang menyampaikan pesan


dengan isi dan tujuan tertentu.
2. Komunikan atau penerima pesan yang diharapkan menerima pesan dan kemudian
melakukan sesuatu sesuai pola yang ditentukan oleh komunikator.

3. Kebijaksanaan atau politik propaganda yang menentukan isi dan tujuan yang
hendak dicapai.

4. Pesan tertentu yang telah di-encode atau dirumuskan sedemikian rupa agar
mencapai tujuannya yang efektif.

5. Sarana atau medium yang tepat dan sesuai atau serasi dengan situasi dari
komunikan.

6. Teknik yang seefektif mungkin, yang dapat memberikan pengaruh yang setepatnya
dan mampu mendorong komunikan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginan atau
pola yang ditentukan oleh komunikator.

7. Kondisi dan situasi yang memungkinkan dilakukannya kegiatan propaganda yang


bersangkutan.

Alat yang biasa digunakan dalam kegiatan kampanye dan propaganda sangatlah
banyak, mulai dari poster, banner, baligo, spanduk, umbul-umbul, iklan TV, hingga
pembuatan buku (biasanya kampanye kandidat).
LAMPIRAN
*Propaganda itu punya “power of changes”

*Propaganda itu keren, kalo tujuannya positif

*Propaganda itu (seharusnya) tidak ada identitas pembuatnya (Klisman C. P. – 2014)


DAFTAR PUSTAKA

Permadi, Arif. 11 Oktober 2008. Panduan Dasar Jurnalistik : Teknik Propaganda.


http:/ / arief-permadi.blogspot.com. 5 Maret 2012. http:/ / arief-
permadi.blogspot.com/ search/ label/ Teknik%20Propaganda

Uzaman, Gigih. 26 Oktober 2011. 10 Alat Propaganda.


http:/ / gigihuzaman.wordpress.com. 6 Maret 2012.
http:/ / gigihuzaman.wordpress.com/ 2011/ 10/ 26/ alat-alat-propaganda/ # more-125

Muchlisin Asti, Badiatul. 23 Januari 2011. Mitra Publishing : Mempertimbangkan


Buku Sebagai Instrumen Kampanye. www.mitrabuku.wordpress.com. 4 Maret 2012.
http:/ / mitrabuku.wordpress.com/ 2011/ 01/ 23/ mempertimbangkan-buku-sebagai-
instrumen-kampanye/

Prakosa, Adi. 1 April 2008. Komunikasi : Elemen Propaganda (p&op2).


www.adiprakosa.blogspot.com. 4 Maret 2012.
http:/ / adiprakosa.blogspot.com/ 2008/ 04/ elemen-propaganda-p-op-2.html

Anda mungkin juga menyukai