PROPAGANDA
Klisman Christianson Pasaribu
[2012]
k l i sm a n . ch r i st i a n so n @ gm a i l . co m
+6287824669747
@ Xo cr a t e z
Daftar Isi
( ...)
BAB I
PENDAHULUAN
Kegiatan kampanye dan propaganda sendiri dimasa sekarang bukanlah hal baru
ditengah para masyarakat, mulai dari kampanye produk (product-oriented campaigns),
kampanye sosial (Ideologically or cause oriented campaigns), sampai kampanye politik
(Candidate-oriented campaigns) yang begitu dikenal oleh masyarakat seperti kampanye
pemilihan presiden. Ketiga tipe kampanye tersebut merupakan tipe-tipe kampanye
menurut Charles U. Larson (1992: 10) yang dikutip ulang oleh Drs. Antar Venus, M.A.
dalam bukunya berjudul “Manajemen Kampanye”.
Agar kegiatan kampanye dan propaganda bisa berjalan dengan efektif, tentu para
penggiat kegiatan harus mengetahui terlebih dahulu komponen-komponen pendukung
kampanye maupun propaganda, hal tersebut terutama agar mereka mengetahui sasaran
audiens mereka secara jelas. Selain itu, para penggiat harus mengetahui alat – alat apa saja
yang sesuai digunakan untuk melancarkan pesan mereka pada para audiens agar
menghasilkan efek yang diinginkan. Karena itu, kami tertarik untuk me
1.2 Tujuan
Penyusunan makalah ini selain bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Kampanye dan Propaganda, juga untuk memperluas wawasan mengenai
komponen/ elemen kampanye dan propaganda, serta macam-macam instrument yang
digunakan. Terlebih umumnya untuk menyebarkan informasi kepada yang lain dan
khususnya untuk kami kalangan mahasiswa komunikasi.
BAB II
ISI
Pada dasarnya tak ada yang berbeda antara kampanye dan propaganda, yang
membuat keduanya berbeda adalah bentuk persuasi yang dilakukan. Kampanye kerap
dinilai lebih bersifat persuasif karena disertai bujukan dan iming-iming. Sementara
propaganda, meskipun dasarnya sangat persuasif, biasanya sering disertai tekanan berupa
penonjolan dari dampak buruk yang bisa terjadi jika massa tak bertindak seperti apa yang
dipropagandakan.
1. Tema, topik, dan isu apa yang ingin diangkat ke permukaan agar mendapat
tanggapan.
Teknik propaganda yang diucapkan oleh Hitler “How to achieve the normal
breakdown of the enemy the war has started, that is the problem that interest me”. Artinya
bagaimana upaya untuk merontokkan atau menjatuhkan moral dari pihak lawan sebelum
perang itu dimulai, itu merupakan suatu persoalan yang cukup menarik.
Terdapat tiga pihak yang biasanya selalu terlibat dalam proses propaganda.
Pertama para pelaku propaganda, kedua yang dipropaganda, dan ketiga adalah pihak di
luar keduanya yang bisa memperoleh keuntungan atau kerugian dari sukses tidaknya
propaganda. Pihak ketiga dapat menempatkan dirinya di mana saja. Bisa di pihak
propagandis, bisa di pihak yang dikenai propaganda, atau di luar keduanya.
Pengenalan terhadap pihak ketiga ini menjadi penting karena merekalah yang
biasanya justru dapat mengacaukan semua prediksi. Namun, karena untuk mengenalinya
terkadang cukup sulit, langkah pertama fokuslah pada siapa yang akan menjadi sasaran
propaganda.
Jika kita bertindak sebagai propagandis, ada sejumlah informasi yang sebaiknya
segera kita ketahui terkait objek dari propaganda kita. Antara lain, kultur budayanya,
karakteristik sosialnya, kebiasaan-kebiasaan umumnya, pola kerjanya, serta mimpi-
mimpinya. Para propagandis tentu harus mampu merancang propagandanya dengan
sebisa mungkin tampak seperti berorientasi pada pemenuhan faktor-faktor tadi.
Namun, saat yang sama, propagandis juga harus mengenali dirinya. Menghitung
bagaimana dan dengan media apa propaganda dapat dengan tepat dilakukan. Sebab,
bagaimana pun, unsur persuasi sebaiknya tetap dominan.
Untuk memudahkan perencanaan, sebuah bagan dengan alur yang Anda mengerti
dapat Anda buat. Dalam bagan, jangan lupa disertakan pihak mana saja yang Anda
masukkan sebagai pihak ketiga. Pihak ketiga dapatdikenali berdasar motif yang mungkin
ada.
3. Kebijaksanaan atau politik propaganda yang menentukan isi dan tujuan yang
hendak dicapai.
4. Pesan tertentu yang telah di-encode atau dirumuskan sedemikian rupa agar
mencapai tujuannya yang efektif.
5. Sarana atau medium yang tepat dan sesuai atau serasi dengan situasi dari
komunikan.
Berdasarkan artikel yang ditulis oleh Nancy Snow, Ph.D. (Jacques Ellul, Propaganda),
beberapa hal yang harus diketahui mengenai propaganda adalah :
Menurut Jacques Ellul (dalam Dan Nimmo), enam hal berikut adalah sesuatu yang
biasa digunakan para propagandis dalam "melakukan tugasnya" dengan memanfaatkan
kombinasi kata, tindakan dan logika untuk tujuan persuasif. Keenam hal yang dimaksud
adalah name calling, glittering generalities, transfer, testimonial, plain folks, card stacking,
dan bandwagon.
a. Name Calling
Name Calling adalah pemberian label buruk dengan sengaja kepada gagasan, orang,
objek atau tujuan agar orang menolak sesuatu tanpa menguji kenyataannya. Misalnya
menuduh lawan pemilihan sebagai "penjahat".
b. Glittering Generalities
c. Transfer
d. Testimonial
e. Plain Folks
Memilih dengan teliti pernyataan yang akurat dan tidak akurat, logis dan tak logis
dan sebagainya untuk membangun suatu kasus. Misalnya kata-kata "pembunuhan
terhadap pemimpin kita, benar-benar menunjukan penghinaan terhadap partai kita!".
g. Bandwagon
Banyak media yang digunakan sebagai alat kampanye dan propaganda, terlebih
sekarang dunia sudah semakin canggih, hampir semua teknologi bisa dijadikan alat
kampanye dan propaganda. Media cetak, media elektronik, dan sekarang media social
dijadikan sebagai alat kampanye dan propaganda.
- Poster
- Baligo
- Banner
- Umbul-umbul
- Kaos
- Sticker
Namun, jangan lupa, buku juga memiliki kekuatan lain yang tidak dimiliki oleh
media cetak. Umumnya media cetak hadir dalam tenggat waktu tertentu: harian, mingguan,
atau bulanan. Sehingga ‘umur’ sebuah iklan di media cetak akan berbanding lurus dengan
tenggat waktu tertentu.
Berbeda dengan buku yang bisa menembus waktu. Kekuatan buku terletak pada
sifatnya yang dokumentatif dan monumental. Buku lazim disimpan sebagai koleksi bacaan
keluarga atau perpustakaan, sehingga meski dicetak dalam jumlah lebih sedikit, namun
‘umur’ sebuah buku relatif lebih lama. Sehingga otomatis efek pengaruhnya juga relatif
lebih lama.
Kedua, buku sering dipersepsi sebagai “produk intelektual”. Buku dan penulisnya
sering dicitrakan sebagai bagian dari komunitas terpelajar. Di belahan dunia dan sistem
sosial mana pun, komunitas terpelajar selalu mendapat posisi terhormat dan acap
mendapatkan preveledge sosial tertentu.
Persepsi itu akan memunculkan efek pengakuan atau kredibilitas. Kredibilitas
seseorang menetukan tingkat pengaruh maupun kepercayaan publik terhadapnya. Tokoh
atau figur yang memiliki kredibilitas di ranah publik seperti memiliki ‘kartu pas’ untuk
masuk ke berbagai lingkungan, sasaran, atau target pengaruh. (Edy Zaqeus, 2009).
Ketiga, melalui buku, seorang kandidat bisa melakukan kampanye tertulis atau
pencitraan dirinya tanpa dibatasi space. Dengan begitu, ia akan lebih leluasa untuk
menyampaikan segala sesuatu yang ingin disampaikan ke publik, baik dalam bentuk tulisan
maupun foto.
Keempat, selain lebih leluasa, buku juga termasuk instrumen pencitraan yang
mudah dikreasikan. Ada banyak teknik praktis yang bisa dipilih untuk menyusun atau
menulis buku. Ada teknik kompilasi tulisan, ada teknik menulis cepat, ada teknik interview,
ada juga teknik co-writing dan ghost writing (Edy Zaqeus, 2009). Teknik-teknik itu bisa
dipilih dan digunakan menyesuaikan kebutuhan dan target-target tertentu.
Ada persepsi keliru yang mengendap di benak masyarakat, bahwa menulis buku itu
sulit, sehingga tak banyak orang yang mau menulis buku. Begitu pun memilih buku sebagai
instrumen kampanye atau pencitraan diri. Padahal menulis buku itu mudah, dengan pilihan
teknik kreasi yang cukup banyak. Kalau seorang tokoh atau kandidat tidak bisa menulis
buku sendiri, ia bisa menyewa penulis yang mau menjadi co-writer dan ghost writer.
Kelima, dari segi efisiensi biaya, menjadikan buku sebagai instrumen pencitraan diri
jauh lebih kompetitif (untuk tidak mengatakan murah) dibanding dengan beriklan di
televisi atau media cetak. Sekali tayang saja, dengan durasi yang amat pendek (30-60 detik)
atau satu halaman koran, biaya iklannya bisa mencapai puluhan juta. Padahal dengan
budget yang sama, seorang kandidat bisa menghasilkan buku-buku yang berkualitas sangat
baik dengan efek pengaruh yang relatif lebih lama.
2. Slogan yang bombastis: lugas, singkat (+- empat kata) dan mudah diingat.
contoh: Amerika kita strika, Inggris kita linggis, Perancis kita iris-iris, Belanda kita
gerenda, Jepang kita tepang, Ganyang Malaysia!
3. Membuat singkatan-singkatan
7. Card Stacking: Menampilkan sisi baik saja dari diri sendiri atau golongan
9. The Plain Folks: Mencoba menampilkan ide-ide propagator itu aslinya dari
kalangan luas.
3.1 Kesimpulan
Sedangkan propaganda, sebagai suatu penyebaran pesan yang terlebih dahulu telah
direncanakan secara seksama untuk mengubah sikap, pandangan, pendapat dan tingkah
laku dari penerima/ komunikan sesuai dengan pola yang telah ditetapkan oleh
komunikator (Santosa Sastropoetro, 1991 : 34). Memiliki komponen sebagai berikut :
3. Kebijaksanaan atau politik propaganda yang menentukan isi dan tujuan yang
hendak dicapai.
4. Pesan tertentu yang telah di-encode atau dirumuskan sedemikian rupa agar
mencapai tujuannya yang efektif.
5. Sarana atau medium yang tepat dan sesuai atau serasi dengan situasi dari
komunikan.
6. Teknik yang seefektif mungkin, yang dapat memberikan pengaruh yang setepatnya
dan mampu mendorong komunikan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginan atau
pola yang ditentukan oleh komunikator.
Alat yang biasa digunakan dalam kegiatan kampanye dan propaganda sangatlah
banyak, mulai dari poster, banner, baligo, spanduk, umbul-umbul, iklan TV, hingga
pembuatan buku (biasanya kampanye kandidat).
LAMPIRAN
*Propaganda itu punya “power of changes”