Anda di halaman 1dari 11

PAPER PRASARANA WILAYAH DAN KOTA II

OLEH:
NAMA : PUTRI AFIA
NIM : 60800115044
KELAS :C

TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS SAINS DAN TEKONOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
SISTEM JARINGAN JALAN DAN REL

Menurut Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang jalan, jalan adalah prasarana
transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang di peruntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan
tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan
jalan sekunder. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di
tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud
pusat-pusat kegiatan, dan sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan
dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan
perkotaan. Yang mana pengelompokkan dan peranannya adalah sebagai berikut :
1. Jalan arteri, adalah merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah
jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Jalan arteri dibagi menjadi jalan arteri
primer dan arteri sekunder. Jalan ini menghubungkan kota jenjang kesatu
terletak berdampingan atau menghubungkan kota jenjang ke satu dengan kota
jenjang kedua.
2. Jalan kolektor, adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-
rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan ini terdiri dari jalan kolektor
primer dan jalan kolektor sekunder. Jalan ini menghubungkan kota jenjang
kedua dengan kota jenjang kedua atau kota jenjang kedua dengan kota jenjang
ketiga. 
3. Jalan lokal, adalah merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Jalan lokal menghubungkan kota jenjang
kesatu dengan persil atau kota jenjang kedua dengan persil, kota jenjang ketiga
dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang dibawahnya,
kota jenjang ketiga dengan persil atau kota dibawah dengan kota jenjang ketiga
sampai persil. Jalan lokal dapat dibagi menjadi jalan lokal primer dan jalan lokal
sekunder.
4. Jalan lingkungan, adalah merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata
rendah. Jalan lingkungan meliputi jalan lingkungan primer dan jalan lingkungan
sekunder. Jalan lingkungan primer merupakan jalan lingkungan dalam skala
wilayah tingkat lingkungan seperti di kawasan perdesaan di wilayah kabupaten,
sedangkan jalan lingkungan sekunder merupakan jalan lingkungan dalam skala
perkotaan seperti di lingkungan perumahan, perdagangan, dan pariwisata di
kawasan perkotaan.

Pengaturan kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan  prasarana jalan


dikelompokkan sebagai berikut :
1. Jalan bebas hambatan (freeway) adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus
yang memberikan pelayanan menerus/tidak terputus dengan pengendalian jalan
masuk secara penuh, dan tanpa adanya persimpangan sebidang, serta dilengkapi
dengan pagar ruang milik jalan, paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah dan
dilengkapi dengan median;
2. Jalan raya (highway) adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus dengan
pengendalian jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi dengan median, paling
sedikit 2 (dua) lajur setiap arah;
3. Jalan sedang (road) adalah jalan umum dengan lalu lintas jarak sedang dengan
pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2
(dua) arah dengan lebar paling sedikit 7 (tujuh) meter;
4. Jalan kecil (street) adalah jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat,
paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar paling sedikit 5,5
(lima setengah) meter.

Selanjutnya pada REL, (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007


Tentang Perkeretaapian)

Jalan rel adalah satu kesatuan konstruksi yang terbuat dari baja, beton, atau
konstruksi lain yang terletak di permukaan, di bawah, dan di atas tanah atau bergantung
beserta perangkatnya yang mengarahkan jalannya kereta api.

Batas ruang manfaat jalur kereta api untuk jalan rel pada permukaan tanah diukur
dari sisi terluar jalan rel beserta bidang tanah di kiri dan kanannya yang digunakan untuk
konstruksi jalan rel termasuk bidang tanah untuk penempatan fasilitas operasi kereta api
dan bangunan pelengkap lainnya.

Batas ruang manfaat jalur kereta api untuk jalan rel pada permukaan tanah yang
masuk terowongan diukur dari sisi terluar konstruksi terowongan.

Adapun pada jalan rel ini memiliki:


a. Kecepatan rata-rata tinggi
b. Jalan rel umumnya dibangun melalui pusat kota
c. Efektif dalam penggunaan lahan
d. Tingkat Polusi lebih rendah
e. Kapasitas angkut besar
f. Operasi tidak fleksibel bukan pelayanan dari pintu ke pintu

Di dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan kawasan


permukiman sebenarnya sudah dijelaskan tentang larangan bagi siapapun untuk membuat
permukiman di sepadan rel kereta api, hal ini tertuang dalam pasal 140 yang berbunyi:
“Setiap orang dilarang membangun, perumahan, dan/atau permukiman di tempat yang
berpotensi dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun orang.” artinya bahwa: Yang
dimaksud dengan “tempat yang berpotensi dapat menimbulkan bahaya” antara lain,
sempadan rel kereta api, bawah jembatan, daerah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi
(SUTET), Daerah Sempadan Sungai (DSS), daerah rawan bencana, dan daerah kawasan
khusus seperti kawasan militer.
Namun keberadaan Undang-undang Nomor tahun 2011 tentang Perumahan dan
Permukiman hingga kini belum berjalan maksimal. Padahal, Undang-undang itu telah
memuat secara tegas tentang larangan pendirian pemukiman yang tidak memiliki izin
permukiman tersebut. Indikasi kurang optimalnya Undang-undang ini adalah minimnya
pemilik permukiman yang mengetahui akan keselamatan hidup.
Selain itu juga Undang-undang Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian belum
dipahami secara utuh bagi pemilik permukiman di sempadan rel kereta api. Padahal
dalam pasal 178 Undang-undang Nomor 23 tahun 2007 pasal 178 tersebut diterangkan
bahwa:
”Setiap orang dilarang membangun gedung, membuat tembok, pagar, tanggul, bangunan
lainnya, menanam jenis pohon yang tinggi, atau menempatkan barang pada jalur kereta
api yang dapat mengganggu pandangan bebas dan membahayakan keselamatan
perjalanan kereta api”
SISTEM PENYEDIAAN DAN PENGELOLAAN
PERSAMPAHAN

Pada UU No. 18 Tahun 2008 pada pasal 1 yaitu Sampah adalah sisa kegiatan sehari-
hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Dan Pengelolaan sampah
adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan dan penanganan sampah. Tempat penampungan sementara adalah tempat
sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat
pengolahan sampah terpadu. Tempat pengolahan sampah terpadu adalah tempat
dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang,
pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah. Tempat pemrosesan akhir adalah tempat
untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi
manusia dan lingkungan.
Dan adapun pada Pasal 2
1) Sampah yang dikelola berdasarkan Undang-Undang ini terdiri atas:
a. sampah rumah tangga;
b. sampah sejenis sampah rumah tangga; dan
c. sampah spesifik.
2) Sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berasal dari
kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
3) Sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial,
fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.
4) Sampah spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun;
b. sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun;
c. sampah yang timbul akibat bencana;
d. puing bongkaran bangunan;
e. sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau
f. sampah yang timbul secara tidak periodik.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis sampah spesifik di luar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan peraturan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup.
Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas
berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas
keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi. Pengelolaan sampah bertujuan
untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan
sampah sebagai sumber daya.
UU No.18 Tahun 2008 menekankan bahwa prioritas utama yang harus dilakukan
oleh semua pihak adalah bagaimana agar mengurangi sampah semaksimal mungkin.
Bagian sampah atau residu dari kegiatan pengurangan sampah yang masih tersisa
selanjutnya dilakukan pengelolahan (treatment) maupun pengurungan
(landfilling).pengurangan sampa melalui 3R meliputi :
a. Pembatasan (reduce) mengupayakan agar limbah yang dihasilkan sesedikit
mungkin.
b. Guna-ulang (reuse) bila limbah akhirnya terbentuk, maka upayakan
memanfaatkan limbah tersebut secara langsung
c. Daur-ulang (recycle) residu atau limbah yang tersisa atau tidak dapat
dimanfaatkan secara langsung, kemudian diproses atau diolah untuk dapat
dimanfaatkan, baik sebagai bahan baku maupun sebagai sumber energy.
Ketiga pendekatan tersebut merupakan dasar utama dalam pengelolaan sampah,
yang mempunyai sasaran utama minimasi limbah yang harus dikelola dengan berbagai
upaya agar limbah yang akan dilepas ke lingkungan, baik melalui tahapan pengolahan
maupun melalui tahap pengurungan terlebih dahulu, akan mejadi sesedikit mungkin dan
dengan tingkat bahaya sesedikit mungkin.
Beberapa hal yang diatur dalam UU No.18 Tahun 2008 terkait dengan upaya
minimasi (pembatasan) timbulan sampah, yaitu :
a. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan:
- Menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka
waktu tertentu
- Memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan
- Memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan
- Memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang
- Memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang
b. Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan menggunakan bahan produksi
yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat
didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
c. Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah menggunakan
bahan yang dapat digunakan ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh
proses alam
d. Pemerintah memberikan insentif kepada setiap orang yang melakukan
pengurangan sampah dan disinsentif kepada setiap orang yang tidak
melakukan pengurangan sampah.
RTH DI KAWASAN PERKOTAAN

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya (UU
NO.26 Tahun 2007).
Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam (UU NO.26bTahun 2007). Pada uu no 26 tahun
2007 pasal 17 memuat bahwa proporsi kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas
daerah aliran sungai (DAS) yang dimaksudkan untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Isi uu no 26 thn 2007 pasal 17 :

1. Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola
ruang.
2. Rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rencana
sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana.
3. Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi peruntukan
kawasan lindung dan kawasan budi daya.
4. Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial,
budaya, ekonomi, pertahanan, dan keamanan.
5. Dalam rangka pelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30
(tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai.
6. Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antarwilayah,
antarfungsi kawasan, dan antarkegiatan kawasan.
7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana tata ruang yang
berkaitan dengan fungsi pertahanan dan keamanan sebagai subsistem rencana tata
ruang wilayah diatur dengan peraturan pemerintah.
 Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat dibagi:
1. Kawasan hijau pertamanan kota
2. Kawasan Hijau hutan kota
3. Kawasan hijau rekreasi kota
4. Kawasan hijau kegiatan olahraga
5. Kawasan hijau pemakaman

Adapun menurut Permen PU No.5 Tahun 2008 yaitu Ruang Terbuka Hijau (RTH),
adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat
terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun
yang sengaja ditanam. Ruang terbuka non hijau, adalah ruang terbuka di wilayah
perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras
maupun yang berupa badan air. Ruang terbuka hijau privat, adalah RTH milik institusi
tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara
lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami
tumbuhan. Ruang terbuka hijau publik, adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh
pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara
umum.
Strategis Kota/RTR Kawasan Perkotaan, dimaksudkan untuk menjamin tersedianya
ruang yang cukup bagi:
a. kawasan konservasi untuk kelestarian hidrologis;
b. kawasan pengendalian air larian dengan menyediakan kolam retensi;
c. area pengembangan keanekaragaman hayati;
d. area penciptaan iklim mikro dan pereduksi polutan di kawasan perkotaan;
e. tempat rekreasi dan olahraga masyarakat;
g. tempat pemakaman umum;
h. pembatas perkembangan kota ke arah yang tidak diharapkan;
i. pengamanan sumber daya baik alam, buatan maupun historis;
j. penyediaan RTH yang bersifat privat, melalui pembatasan kepadatan serta
kriteria pemanfaatannya;
k. area mitigasi/evakuasi bencana; dan
l. ruang penempatan pertandaan (signage) sesuai dengan peraturan perundangan
dan tidak mengganggu fungsi utama RTH tersebut.
Tujuan pembentukan RTH di wilayah perkotaan adalah :

1. Meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan dan sebagai sarana pengamanan


lingkungan perkotaan.
2. Menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna
bagi kepentingan masyarakat.

 Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam Pengelolaan RTH adalah :

1. Fisik (dasar eksistensi lingkungan), bentuknya bisa memanjang, bulat maupun


persegi empat atau panjang atau bentuk-bentuk geografis lain sesuai geo-
topografinya.
2. Sosial, RTH merupakan ruang untuk manusia agar bisa bersosialisasi.
3. Ekonomi, RTH merupakan sumber produk yang bisa dijual.
4. Budaya, ruang untuk mengekspresikan seni budaya masyarakat.
5. Kebutuhan akan terlayaninya hak-hak manusia (penduduk) untuk mendapatkan
lingkungan yang aman, nyaman, indah dan lestari.

Seperti halnya Kota Makassar, yang merupakan kota transit dan kota pelabuhan.
Selain dari kedudukannya sebagai Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, juga sebagai pusat
pengembangan dan pelayanan di kawasan Timur Indonesia. Sebagai ibukota provinsi,
pembangunan fisik yang sangat pesat, tidak hanya bertumbuh secara konsentris di pusat
kota, tetapi akan berkembang secara merata sampai ke pinggiran kota. Pembangunan
yang pesat ini terkadang tidak lagi mengikuti konsep tata ruang yang sudah diundangkan,
melainkan bertumbuh mengikuti keinginan para pelaku pembangunan itu sendiri.
Akibatnya kota bertumbuh kurang terkendali, yang berujung pada kesemberawutan dan
ketidak seimbangan lingkungan.

Kota Makassar sebagai ibukota provinsi tentu saja sangat pesat pertumbuhan kotanya,
dan tentu saja banyak tantangan yang dihadapi dalam membangun kotanya. Tantangan ini
terkait dengan fenomena baru yang muncul karena pengaruh globalisasi dan perdagangan
bebas. Pengaruh akibat peningkatan drastis jumlah penduduk perkotaan yang menuntut
peningkatan sarana dan prasarana fisik perkotaan, begitupun masalah keterbatasan lahan
perkotaan, degradasi lingkungan dan kemiskinan kota merupakan masalah utama
pemerintah kota untuk mengantisipasinya kedepan.
 Pola pemanfaatan ruang kota  Makassar pada dasarnya telah diatur dalam dokumen
Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tahun 2001 dalam  9 bagian wilayah kota
dengan pembagian fungsi yaitu fungsi utama dan fungsi penunjang. Kemudian diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Makassar 2005-2015. Tetapi dalam implementasi pemanfaatan ruangnya
banyak terjadi pergeseran peran dan fungsi dari pemanfaatan ruangnya dan menyimpang
dari seharusnya, seperti yang diatur dalam peraturan daerah tersebut. Terjadinya
pergeseran fungsi, misalnya dari fungsi untuk perkantoran menjadi perdagangan, dari
ruang terbuka hijau untuk publik menjadi ruang untuk perdagangan, atau perubahan dari
fungsi utama menjadi fungsi penunjang atau sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai