Penyampaian hasil penugasan (communication) adalah bagian tidak terpisahkan dari sebuah penugasan
assurance. Selama pelaksanaan penugasan, internal auditor secara teratur berkomunikasi dengan
personil kunci auditi. Pada umumnya komunikasi dilakukan dalam bentuk tatap muka untuk
menyampaikan permasalahan‐permasalahan yang ditemui.
Komunikasi selama proses penugasan dapat membantu auditor internal untuk memastikan fakta
yang ditemukan benar‐benar akurat. Disamping akan dapat diperoleh informasi langkah koreksi
(rekomendasi) terbaik. Hasil komunikasi ini akan dimanfaatkan untuk penyusunan simpulan/temuan
final yang akan dimuat dalam LHA.
B. Penyusunan Laporan
Proses penyusunan laporan, diawali dengan penyusunan konsep laporan oleh ketua tim (KT). Pengendali
teknis (PT) melakukan reviu konsep laporan untuk keseluruhan aspek (baik fisik, format dan substansi).
Laporan hasil penugasan harus memenuhi syarat kualitas komunikasi yang baik, yaitu akurat, objektif,
jelas, ringkas, konstruktif, lengkap dan tepat waktu.
1. Akurat: Laporan yang dihasilkan harus sesuai dengan fakta yang terjadi dan bebas dari kesalahan.
2. Objektif: Laporan harus adil dan berimbang yang menyajikan penilaian seluruh fakta dan kejadian
yang relevan. Kredibilitas suatu laporan ditentukan oleh penyajian bukti yang tidak memihak, sehingga
pengguna laporan dapat diyakinkan oleh fakta yang disajikan.
3. Jelas : Laporan harus mudah dibaca dan dipahami. Laporan harus ditulis dengan bahasa yang jelas dan
sesederhana mungkin. Penggunaan bahasa yang lugas dan tidak teknis sangat penting untuk
menyederhanakan penyajian. Jika digunakan istilah teknis, singkatan dan akronim yang tidak begitu
dikenal, maka hal itu harus didefinisikan dengan jelas.
4. Ringkas: Laporan seharusnya berisi point‐point penting, dihindari bahasa bertele‐tele, detail dan
pengulangan yang tidak perlu. Laporan yang ringkas adalah laporan yang tidak lebih panjang dari yang
diperlukan untuk menyampaikan dan mendukung pesan. Laporan yang terlalu rinci dapat menurunkan
kualitas laporan, bahkan dapat menyembunyikan pesan yang sesungguhnya dan dapat membingungkan
atau mengurangi minat pembaca. Pengulangan yang tidak perlu juga harus dihindari. Meskipun banyak
peluang untuk mempertimbangkan isi laporan, laporan yang lengkap tetapi ringkas, akan mencapai hasil
yang lebih baik.
5. Konstruktif: Laporan hasil penugasan hendaknya bermanfaat bagi auditi serta membawa kearah
perbaikan. Agar meyakinkan, maka laporan harus dapat menjawab sasaran audit, menyajikan temuan,
kesimpulan dan rekomendasi yang logis.
6. Lengkap: Laporan berisi seluruh informasi penting dan sesuai yang mendukung
rekomendasi dan kesimpulan. Laporan harus memuat semua informasi dan bukti yang dibutuhkan untuk
memenuhi sasaran audit, memberikan pemahaman yang benar dan memadai atas hal yang dilaporkan
dan memenuhi persyaratan isi laporan hasil audit.
7. Tepat waktu: Agar suatu informasi bermanfaat secara maksimal, maka laporan harus tepat waktu,
karena laporan yang terlambat disampaikan nilainya menjadi kurang bagi pengguna laporan hasil audit.
Proses penugasan assurance tidak berakhir saat penugasan selesai. Setiap institusi auditor internal harus
mengembangkan sistem monitoring tindak lanjut hasil penugasan. Sangat penting bagi auditor internal
untuk memastikan bahwa rekomendasi telah ditindaklanjuti oleh manajemen.
Agar pelaksanaan tindak lanjut efektif, perlu dilakukan hal‐hal sebagai berikut.
1. Laporan hasil audit ditujukan kepada tingkatan manajemen yang dapat melakukan tindak lanjut.
2. Tanggapan auditi diterima dan dievaluasi selama audit berlangsung atau dalam waktu yang wajar
setelah audit berakhir.
3. Laporan perkembangan kemajuan tindak lanjut diterima dari auditi secara periodik.
4. Status tindak lanjut dari pelaksanaan tindak lanjut dilaporkan kepada pimpinan auditi.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemantauan tindak lanjut hasil audit adalah sebagai berikut.
1. Semua formulir dan bukti pendukung yang terkait dengan tindak lanjut temuan audit harus
didokumentasikan dengan baik dan dipisahkan antara temuan yang rekomendasinya
sudah tuntas diselesaikan dengan temuan yang masih terbuka (yang rekomendasinya belum atau belum
seluruhnya ditindaklanjuti).
2. Tim pemantau tindak lanjut melakukan pemutakhiran tindak lanjut atas saldo temuan yang belum
ditindaklanjuti dan tindak lanjut yang masih kurang. Pemutakhiran tersebut dilakukan sekali dalam
setahun dan dituangkan dalam sebuah berita acara yang ditandatangani pimpinan auditi dan tim
pemantau tindak lanjut.
Resume Bab VI Penugasan Konsultasi
Kegiatan konsultansi dikelompokkan ke dalam tiga kelompok kegiatan yaitu Advisory, Training dan
Fasilitative. Kegiatan Advisory dirancang untuk memberikan saran.
3. memberi saran pemecahan masalah pada proyek‐proyek yang berisiko tinggi seperti proyek
pengembangan sistem informasi; dan
2. benchmark unit internal dengan unit lainnya dari organisasi yang serupa untuk
mengidentifikasikan praktik‐praktik terbaik; dan
3. post mortem analysis yaitu mencarikan pelajaran yang dapat diambil dari suatu kegiatan setelah
kegiatan tersebut diselesaikan.
Sangat mungkin terjadi, keterbatasan sumber daya menjadikan fungsi auditor internal tidak dapat
menerima permintaan manajemen untuk melaksanakan penugasan konsultansi, sehingga perlu
dilakukan pemilihan atas penugasan ini secara selektif. Pemilihan seharusnya didasarkan
kepada tingkat besaran risiko yang terkait pada penugasan. Beberapa cara menetapkan penugasan
konsultansi adalah sebagai berikut.
1. Penugasan diusulkan selama proses penilaian risiko tahunan dan, jika penugasan dikategorikan
prioritas tinggi, penugasan tersebut dimasukkan ke dalam rencana audit internal tahunan.
1. Perencanaan meliputi: penentuan tujuan dan lingkup;, permintaan persetujuan tujuan dan lingkup
dari manajemen; pemahaman lingkup penugasan dan proses bisnis; pemahaman risiko yang terkait (jika
diperlukan); evaluasi pengendalian terkait (jika diperlukan); evaluasi desain pengendalian; penyusunan
rencana penugasan; dan pengalokasian sumber daya.
3. Pelaporan meliputi: menentukan sifat dan bentuk komunikasi; pembahasan saran dengan
manajemen; komunikasi pendahuluan; melaksanakan komunikasi akhir; dan melaksanakan pemantauan
tindak lanjut.
Kegiatan perencanaan dalam bidang advisory tidak jauh beda dengan kegiatan perencanaan di bidang
assurance. Beberapa perbedaannya adalah sebagai berikut.
1. Jika penugasan advisory dilakukan setelah rencana audit internal difinalkan, kegiatan
perencanaan biasanya lebih sensitif terhadap waktu dan kemungkinan perlu diselesaikan dalam waktu
yang sangat mendesak. Seringkali jangka waktu untuk penugasan semacam ini tidak fleksibel sebagai
akibat lingkungan yang melingkupi pengendalian fungsi audit internal atau karena umpan balik sensitif
terhadap waktu.
2. Tidak semua tahapan perencanaan cocok dengan setiap penugasan konsultansi, perlu disesuaikan
dengan kondisi yang ada.
Setiap kegiatan penugasan konsultansi memiliki langkah yang berbeda, beberapa prosedur yang
dilaksanakan dalam penugasan tersebut mencakup:
1. pemahaman isu‐isu manajemen yang berkaitan dengan area yang sedang direviu;
2. perolehan informasi;
Kegiatan auditor intern sebelumnya berfokus pada jasa assurance. Adanya perubahan
paradigma menuntut auditor selain memberikan jasa assurance juga memberikan jasa konsultansi.
Secara khusus, auditor internal yang melaksanakan kegiatan konsultansi diharapkan memiliki
kemampuan sebagai berikut.
3. Mampu membangun hubungan baik dengan cepat dan memiliki keahlian interpersonal
yang kuat.
5. Mampu belajar dan beradaptasi secara cepat di tengah lingkungan yang dinamik.
6. Mampu memproses dan merespon informasi secara cepat.
Perbedaan karakteristik pemrosesan secara manual dan pemrosesan komputer antara lain sebagai
berikut.
1. Jejak‐jejak transaksi (transaction trails) pemrosesan manual sangat berbeda dengan pemrosesan
komputer. Jejak transaksi manual berupa ”kertas” dengan paraf, tanda tangan dan tanda thick
mark. Jejak pemrosesan komputer tidak tampak dalam bentuk kertas namun tersedia dalam bentuk
yang dapat dibaca komputer.
Pemrosesan komputer menempatkan transaksi sejenis pada instruksi pemrosesan yang sama. Sehingga
menghilangkan terjadinya kesalahan tulis yang biasa terjadi pada proses manual. Sebaliknya, kesalahan
proses komputer akan mengakibatkan kesalahan seragam pada transaksi yang sama.
Menurut ISACA (Information Systems Audit and Control Association) mendefinisikan “technology‐based
audit” atau “Komputer Assisted Audit Technique (CAAT)” sebagai: automatisasi teknik audit, antara lain
seperti Generalized Audit Software (GAS), pengujian data otomatis, audit program terkomputerisasi, dan
audit sistem. Beberapa CAAT yang biasa digunakan antara lain Generalized Audit Software (GAS), yaitu
software serbaguna yang dapat melakukan berbagai tugas auditor seperti pemilihan sample,
pencocokan, penghitungan ulang dan pelaporan.
Perkembangan selanjutnya, teknik audit ini mengarah pada penggunaan komputer dan software untuk
mengotomatisasi prosedur audit. Software tersebut antara lain dapat dikelompokkan menjadi
Generalized Audit Software (GAS) dan Specialized Audit Software (SAS).
Contoh pemanfaatan teknologi informasi dalam audit antara lain sebagai berikut.
Audit pada satuan kerja yang telah menggunakan sistem informasi akuntansi (SAI pada instansi
pemerintah pusat dan SIMDA pada instansi pemerintah daerah). Dalam audit ini auditor dapat
melakukan prosedur audit berikut dengan bantuan teknologi informasi.
1. Membandingkan saldo‐saldo dalam laporan keuangan dengan buku besar dan transaksi
pendukungnya.
3. Merinci realisasi belanja per jenis belanja, per urusan (untuk pemerintah daerah) dan per fungsi/sub
fungsi (untuk pemerintah pusat).