Anda di halaman 1dari 4

Aspek-Aspek Perkembangan Anak Usia Dini

  Aspek Perkembangan Sosio-Emosional

Masa TK merupakan masa kanak-kanak awal. Pola perilaku sosial yang terlihat pada masa
kanak-kanak awal, seperti yang diungkap oleh Hurlock (1998:252) yaitu: kerjasama, persaingan,
kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial, simpati, empat, ketergantungan, sikap ramah,
sikap tidak mementingkan diri sendiri, meniru, perilaku kelekatan.

Erik Erikson (1950) dalam Papalia dan Old, 2008:370 seorang ahli psikoanalisis
mengidentifikasi perkembangan sosial anak: (1) Tahap 1: Basic Trust vs Mistrust (percaya vs
curiga), usia 0-2 tahun.Dalam tahap ini bila dalam merespon rangsangan, anak mendapat
pengalaman yang menyenamgkan akan tumbuh rasa percaya diri, sebaliknya pengalaman yang
kurang menyenangkan akan menimbulkan rasa curiga; (2) Tahap 2 : Autonomy vs Shame &
Doubt (mandiri vs ragu), usia 2-3 tahun. Anak sudah mampu menguasai kegiatan meregang atau
melemaskan seluruh otot-otot tubuhnya.

Anak pada masa ini bila sudah merasa mampu menguasai anggota tubuhnya dapat meimbulkan
rasa otonomi, sebaliknya bila lingkungan tidak memberi kepercayaan atau terlalu banyak
bertindak untuk anak akan menimbulkan rasa malu dan ragu-ragu; (3) Tahap 3 : Initiative vs
Guilt (berinisiatif vs bersalah), usia 4-5 tahun.

Pada masa ini anak dapat menunjukkan sikap mulai lepas dari ikatan orang tua, anak dapat
bergerak bebas dan ber interaksi dengan lingkungannya. Kondisi lepas dari orang tua
menimbulkan rasa untuk berinisiatif, sebaliknya dapat menimbulkan rasa bersalah; (4) Tahap 4 :
industry vs inferiority (percaya diri vs rasa rendah diri), usia 6 tahun – pubertas.

Anak telah dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan untuk menyiapkan diri memasuki
masa dewasa. Perlu memiliki suatu keterampilan tertentu. Bila anak mampu menguasai suatu
keterampilan tertentu dapat menimbulkan rasa berhasil, sebaliknya bila tidak menguasai,
menimbulkan rasa rendah diri.

Oleh : Nur Hayati


4)     Perkembangan Aspek Sosial Anak Melalui Bermain.

Kegiatan sosialisasi anak ketika bermain, anak akan berinterksi dengan orang lain, baik teman sebaya,

orang dewasa, atau lingkungan. Pada saat itulah anak berkesempatan mengenal aturan sosial dan

mempraktekkannya dalam interaksinya. Hal ini akan mendorong anak belajar menghadapi perasaan-

perasaan dan perilaku teman mainnya. Mereka akan belajar berunding, menyelesaikan konflik, dan

bahkan berkompetisi. Intinya, pada saat mereka bermain, mereka akan belajar hidup berdampingan

dengan orang lain, dan mendorong munculnya persahabatan dengan teman sebaya.

5)     Perkembangan Aspek Emosional Anak Melalui Bermain.

Bermain merupakan media ekspresi persaan dan ide-ide anak. Anak akan belajar menghadapi kehidupan

nyata, dan mengatur emosi perasaanya pada saat bermain. Hal ini akan mendorong anak untuk memahami

diri sendiri (self awareness).


3. BERMAIN DAN PERKEMBANGAN SOSIAL

a. Meningkatkan sikap sosial

Ketika bermain, anak-anak harus memperhatikan cara pandang lawan bermainnya,

dengan demikian akan mengurangi egosentrisnya. Dalam permainan itu pula anak-anak

dapat mengetahui bagaimana bersaing dengan jujur, sportif, tahu akan hak dan peduli

akan hak orang lain. Anak juga dapat belajar bagaimana sebuah tim dan semangat tim

b. Belajar berkomunikasi

Agar dapat melakukan permainan, seorang anak harus mengerti dan dimengerti oleh

teman-temannya, karena permainan, anak-anak dapat belajar bagaimana mengungkapkan

pendapatnya, juga mendengarkan pendapat orang lain

c. Belajar Berorganisasi

Permainan seringkali menghendaki adanya peran yang berbeda, olah karena itu dalam

permainan, anak-anak dapat belajar berorganisasi sehubungan dengan penentuan ‘siapa’

yang akan menjadi ‘apa’. Dengan permainan, anak-anak dapat belajar bagaimana

membuat peran yang harmonis dan melakukan kompromi

4. BERMAIN DAN PERKEMBANGAN EMOSI


Bermain merupakan pelampiasan emosi dan juga relaksasi. Fungsi bermain untuk

perkembangan emosi :

a. Kestabilan emosi

Ada tawa, senyum dan ekspresi kegembiraan lain dalam bermain.

Kegembiraan yang dirasakan bersama mengarah pada kestabilan emosi anak

b. Rasa kompetensi dan percaya diri

Bermain menyediakan kesempatan pada anak-anak mengatasi situasi.Kemampuan ini

akan membentuk rasa kompeten dan berhasil. Perasaan mampu ini pula dapat

mengembangkan percaya diri anak-anak. Selain itu, anak-anak dapat membandingkan

kemampuan pribadinya dengan temannya sehingga dia dapat memandang dirinya lebih

wajar (mengembangkan konsep diri yang realistis)

c. Menyalurkan keinginan

Didalam bermain, anak-anak dapat menentukan pilihan, ingin menjadi apa dia. Bisa saja

ia ingin menjadi ‘ikan’, bisa juga menjadi ‘komandan’ atau menjadi ‘pasukan perang’nya

atau menjadi seorang putri.

d. Menetralisir emosi negatif

Bermain menjadi “katup” pelepasan emosi negatif, misalnya rasa takut, marah, cemas

dan memberi kesempatan untuk menguasai pengalaman traumatik.

e. Mengatasi konflik

Di dalam bermain, sangat mungkin akan timbul konflik antar anak dengan lainnya,

karena itu anak-anak bisa belajar alternatif untuk menyikapi atau menangani konflik yang

ada.

f. Menyalurkan agresivitas secara aman

Bermain memberikan kesemapatan bagi anak-anak untuk menyalurkan agresivitasnya

secara aman. Dengan menjadi ‘raja’ misalnya, anak dapat merasa ‘mempunyai
kekuasaan’ dengan demikian anak-anak dapat mengekspresikan emosinya secara intens

yang mungkin ada tanpa merugikan siapapunD. PENTINGNYA PERMAINAN

Permainan (play) adalah suatu kegiatan yang menyenangkan yang dilaksanakan untuk

kepentingan kegiatan itu sendiri ( Santrock, 2002). Erikson dan Freud : Permainan adalah suatu

bentuk penyesuaian diri manusia yang sangat berguna menolong anak menguasai kecemasan dan

konflik.

Anda mungkin juga menyukai