Anda di halaman 1dari 7

RESUME

KARAKTERISTIK BERMAIN DAN MANFAAT BERMAIN


PADA KELOMPOK USIA REMAJA
diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Bermain

Fakultas Psikologi Universitas Jenderal Achmad Yani 2023

disusun oleh :

Nisrina Niar Widya Ivanka NIM 7111201218

Asep Toha NIM 7111201219

Rena Nadya Destiana NIM 7111201220

Al Fiani Suparman NIM 7111201221

Gesty Aprilya Suherman NIM 7111201225

Puspita Nurlaila NIM 7111201229

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI

2022
Pada usia 12 dan sampai usia remaja, kegiatan rekreasi yang paling populer adalah yang
meliputi kebutuhan untuk self-awareness, sosialisasi heteroseksual, dan komunikasi intim.
Sebagian besar waktu tidak terstruktur mereka digambarkan ke dalam dua kategori, yaitu: (a)
menggunakan media, termasuk menonton televisi, film, membaca, menonton musik, dan
bermain game komputer; (b) rekreasi aktif, termasuk berpartisipasi dalam olahraga,
berbicara, atau hanya bergaul dengan teman-teman (Larson & Verma, 1999, dalam Hughes,
2010). Remaja suka menghadiri pertunjukan film, menonton televisi, membaca, pergi ke
pesta atau berdansa, dan mendengarkan musik (atau menonton video musik). Mereka juga
suka bergaul dengan teman-teman, dan banyak permainan remaja dari jenis yang tidak
terstruktur ini. Bermain sangat dianjurkan untuk remaja, dan orang tua dan pengasuh dapat
mendukung mereka dalam bermain dengan aman dan positif. Ini bisa termasuk bermain
bersama, mengizinkan mereka bermain dengan teman-teman mereka, atau memastikan
bahwa mereka memiliki akses ke berbagai jenis permainan dan aktivitas yang mendukung
perkembangan mereka.

Karakteristik bermain pada usia remaja


a. Berkelompok
Bermain bersama-sama teman sebaya merupakan sarana untuk pengembangan dan
pencapaian identitas diri remaja. Kebersamaan, kekompakan, kerjasama, dan solidaritas
kelompok menjadi ciri utama dalam kegiatan bemain remaja. Masing-masing individu akan
melakukan sharing dan distribusi peran kerja sehingga mengembangkan keterampilan sosial
dan organisasi.

b. Sistematis dan terstruktur


Pembagian peran sosial sangat jelas antara individu satu dengan yang lain. Walaupun mereka
selalu hidup bergaul secara kelompok, akan tetapi dinamika proses pemilihan pimpinan
kelompok didasarkan atas kemampuan dan keterampilan individu. Selain itu, atas pegukuran
dan penerimaan sosial-kelompok, menyebabkan seseorang terpilih untuk melakukan tugas
dan peran sosial tertentu. Ini berarti bahwa kegiatan bermain sangat efektif menjadi sarana
berorganisasi bagi remaja. Karena itu, aturan-aturan dan norma-norma sosial ditetapkan dan
diterima secara bersama dalam kelompoknya, individu yang tak mampu menyesuaikan diri
dengan norma sosial, cenderung akan mudah tersisihkan atau kurang dianggap oleh
kelompoknya.
Manfaat Bermain Bagi Usia Remaja
Beberapa manfaat dari bermain untuk mengoptimalkan perkembangan pada usia
remaja, di antaranya yaitu:
1. Mengembangkan otak kanan
Dalam beberapa kondisi belajar formal,seringkali kinerja otak kanan tidak
optimal. Melalui permainan, fungsi kerja otak kanan dapat dioptimalkan
karena bermain dengan teman sebaya seringkali menimbulkan keceriaan
bahkan pertengkaran. Hal ini sangat berguna untuk menguji kemampuan diri
remaja dalam menghadapi teman sebaya, serta mengembangkan perasaan
realistis remaja akan dirinya. Artinya, ia dapat merasakan hal-hal yang dirasa
nyaman dan tidak nyaman pada dirinya dan terhadap lingkungannya, serta
dapat mengembangkanpenilaian secara objektif dan subjektif atas dirinya.
2. Mengembangkan pola sosialisasi dan emosi
Bermain, dapat menjadi sarana untuk belajar menempatkan diri sebagai
makhluk sosial. alat permainan seringkali berhadapan dengan berbagai
karakter yang berbeda, sifat dan cara berbicara yang berbeda pula, sehingga
remaja dapat mulai mengenal heterogenitas dan mulai memahaminya sebagai
unsur penting dalam permainan. Pada hal ini, remaja dapat mempelajari arti
penting nilai keberhasilan pribadi dalam kelompok serta belajar menghadapi
ketakutan, penolakan, juga nilai baik dan buruk yang akan memperkaya
pengalaman emosinya. Dengan kata lain, bermain membuat dunianya lebih
berwarna, menumbuhkan perasaan kesal, marah, kecewa, sedih, senang,
bahagia akan secara komplit ia rasakan dalam permainan. Hal ini akan
menjadi pengalaman emosional sekaligus belajar mencari solusi untuk
menanggulangi perasaan-perasaan tersebut di kemudian hari.
3. Belajar memahami nilai dan menerima
Bermain bersama teman sebayanya bisa membuat anak dan remaja belajar
memberi dan berbagi, serta belajar memahami nilai take and give dalam
kehidupannya. Melalui permainan, nilai-nilai sedekah dalam bentuk sederhana
bisa diterapkan. Misalnya berbagi makanan atau minuman ketika bermain,
saling meminjam mainan atau menolong teman yang kesulitan. Anak juga
akan belajar menghargai pemberian orang lain sekalipun ia tidak
menyukainya, menerima kebaikan dan perhatian teman-temannya. Proses
belajar seperti ini tidak akan diperoleh anak dengan bermain mekanis/pasif,
karena lawan atau teman bermainnya adalah benda mati.
4. Belajar memecahkan masalah (problem solving)
Ketika memainkan permainan yang dilakukan untuk menunjang kemampuan
berpikir pada remaja, maka ia akan lebih mudah belajar memecahkan masalah
karena merasa mendapat dukungan sekalipun dalam kondisi tertentu ia
berhadapan dengan masalah dalam lingkungan bermainnya. Reamonn O
Donnchadha dalam buku The Confident Child menyatakan bahwa “Permainan
akan memberi kesempatan untuk belajar menghadapi situasi kehidupan pribadi
sekaligus belajar memecahkan masalah.”

Jenis bermain pada usia remaja


a. Kegiatan Bermain dalam kelompok Gang atau klik Remaja
Remaja sangat menyukai kegiatan berkelompok dan memilih teman-teman yang memiliki
kesamaan minat, kesenangan atau hobby. Remaja mengembangkan keterampilan
bersosialisasi, persahabatan dan belajar berorganisasi dalam kelompok gang atau klik.
Mereka bersama-sama untuk beraktivitas mengerjakan sesuatu dengan maksud mencapai
tujuan tertentu. Mereka berusaha untuk mengembangkan identitas diri (self-identity) agar
dapat memasuki masa dewasa dan mampu berperan aktif dalam masyarakat. Mereka
menghadapi suatu krisis yang harus diatasi dengan baik. Karena itu, mereka berupaya
mengembangkan komitmen yang kuat untuk dapat menyelesaikan krisis tersebut. Setiap
individu memiliki krisis yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik individu yang
bersangkutan. Namun mereka berupaya untuk mengembangkan kompetensi sosialnya dengan
cara membentuk kelompok teman sebaya dalam bentuk gang atau klik. Klik adalah kelompok
teman sebaya yang terdiri dari 2-7 orang dan memiliki minat yang sama untuk melakukan
suatu aktivitas dengan tujuan mencapai kesenangan dan kebahagiaan bersama sebagai remaja
(Santrock, 2001; Durkin, 1996). Santrock (2001; 1999) mempercayai bahwa kegiatan
bermain sebagai sarana pengembangan persahabatan dalam kehidupan remaja. Dengan
demikian, bermain mempengaruhi pengembangan kepribadian dan keterampilan
bersosialisasi (soft skill) yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat.

b. Perkembangan Literasi dan Bermain Bahasa pada Remaja


Literasi adalah hal-hal yang berhubungan dengan perkembangan komunikasi lisan maupun
tertulis. Perkembangan literasi erat kaitannya dengan proses pengasuhan orangtua yang
senantiasa mengajak berkomunikasi dengan anak-anak dalam keluarga (Frost, Wortham &
Reifel, 2008). Orangtua yang seringkali mengajak berkomunikasi dengan anak-anak akan
mempengaruhi kemampuan berbahasa. Kemampuan berkomunikasi remaja dapat berfungsi
secara efektif untuk mengembangkan persahabatan dalam kelompok teman sebaya (Santrock,
2001). Bahasa lisan dipergunakan untuk komunikasi dalam suasana kelompok teman sebaya.
Remaja menggunakan bahasa untuk bercanda, bersenda gurau dan membuat lelucon guna
mempererat jalinan persahabatan. Suasana interaksi sosial mendorong remaja untuk aktif
memberi kontribusi ide-ide, gagasan atau berbagi pengalaman guna mengembangkan suatu
kegiatan bersama. Bermain dengan menggunakan bahasa-bahasa pergaulan seringkali
dipergunakan oleh remaja. Mereka mudah untuk mengembangkan bahasa-bahasa yang
berlaku dalam kelompok remaja (Frost, et al, 2008).

Tahapan perkembangan bermain pada remaja


1. Jean Piaget
Jean Piaget mengemukakan mengenai tahap-tahap perkembangan bermain sejalan dengan
perkembangan kognitif anak, dan secara bertahap adalah sebagai berikut:1). Sensory Motor
Play 2). Symbolic atau Make Belive Play, 3). Social Play Games With Rules, 4). Games With
Rules and Sports.
Remaja berada pada tahap Games With Rules and Sports, pada anak usia 11 tahun keatas,
anak semakin menyenangi suatu games dengan peraturan sederhana dan olahraga. Bermain
dan games dengan peraturan lebih disenangi anak karena ada unsur kompetitifnya yang
memberikan penghargaan tinggi kepada anak-anak yang sukses dalam permainan tersebut.
Selanjutnya olahraga merupakan permainan dengan suatu peraturan yang baku juga semakin
disenangi anak-anak pada masa ini dengan alasan yang hampir sama dengan games tersebut,
sehingga anak-anak akan selalu ingin melakukan berulang-ulang untuk memperoleh
kesenangan. Pendapat Piaget mengenai tahap perkembangan bermain ini membawa
konsekuensi bahwa bermain yang semula dilakukan sekedar untuk memperoleh kesenangan
lambat laun mengalami pergeseran makna dan tujuan yaitu tidak hanya kesenangan yang
diperoleh tetapi juga ingin menang dan memperoleh hasil akhir yang memuaskan.

2. Hurlock
Hurlock (1978:324) menyatakan bahwa kegiatan bermain ini sangat popular secara universal
dan dapat diramalkan sehingga merupakan hal yang lazim untuk membagi tahun kanak-kanak
ke dalam tahapan bermain secara spesifik, masing- masing dengan namanya sendiri. Adapun
tahapan bermain menurut Hurlock secara rinci adalah sebagai berikut: 1). Tahap eksplorasi
(Exploratory stage, 2). Tahap permainan ( Toy stage), 3). Tahap bermain (Play stage), 4).
Tahap melamun (Daydream stage)
Tahap melamun (Daydream stage) perkembangan anak semakin mendekati masa pubertas
maka minat terhadap aktivitas bermain yang semula sangat disenangi dan menghabiskan
banyak waktu bergeser ke arah kegiatan berkhayal/melamun. Melamun merupakan salah satu
ciri khas anak remaja yang dilakukan hampir sepanjang waktu yang biasanya disebabkan oleh
perasaan bahwa merasa mereka dirinya tidak dipahami oleh orang lain atau mereka merasa
diperlakukan kurang adil oleh orang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Marsidi, Sitti Rahmah. 2019. MODUL PEMBELAJARAN PSIKOLOGI BERMAIN.


UNIVERSITAS ESA UNGGUL
Mulyadi, Seto. 2009. Psikologi Bermain. Jakarta: Gunadarma
Yusri, Nur ’Aisyiah. 2019. “Bermain Dalam Tinjauan Psikologis.” Al-Qalb : Jurnal Psikologi
Islam 6(2):123–31. doi: 10.15548/alqalb.v6i2.820.
Debora. 2021. MANFAAT BERMAIN DARI PERSPEKTIF PSIKOLOGIS.
https://www.academia.edu/12408439/MANFAAT_BERMAIN_DARI_PERSPEKTIF
_PSIKOLOGIS
Utama, Bandi. 2010. TEORI BERMAIN.
https://staffnew.uny.ac.id/upload/131863840/pendidikan/Materi+Ajar+T+
+BERMAIN.pdf

Anda mungkin juga menyukai