(PREV) Ryan Rizky Ramadhan - 2017 - 082122927810 - Afrimadona - Adi Rio Arianto - Respon Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PREV) Ryan Rizky Ramadhan - 2017 - 082122927810 - Afrimadona - Adi Rio Arianto - Respon Perserikatan Bangsa-Bangsa
ABSTRAK
Hak asasi manusia di Myanmar di bawah rezim pemerintahan militernya telah
lama dianggap sebagai salah satu yang terburuk di dunia. Beberapa organisasi hak
asasi manusia internasional telah berulang kali mendokumentasikan dan
mengutuk pelanggaran hak asasi manusia yang meluas di Myanmar. Kerja paksa,
perdagangan manusia dan pekerja anak adalah hal biasa. Rezim pemerintahan dan
junta militer Burma juga terkenal karena merajalela penggunaan kekerasan
seksual sebagai alat kontrol, termasuk tuduhan pemerkosaan sistematis dan
pengambilan budak seks oleh militer. bahwa pasukan keamanan di Myanmar
melakukan pelanggaran serius terhadap hukum internasional yang memerlukan
penyelidikan dan penuntutan kriminal, yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan,
kejahatan perang, dan genosida. Penelitian ini bertujuan untuk membahas latar
belakang dan penyebab dari kemunculan kasus pelanggaran HAM di Myanmar,
serta respon dan kebijakan Perserikatan Bangsa-Bangsa atas kasus pelanggaran
HAM di wilayah tersebut. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif
dengan menggunakan sumber data primer dan data sekunder. Teknik pengambilan
data dilakukan dengan melalui studi kepustakaan dan melalui teknik analisis data.
Peneliti menggunakan empat tahapan analisis data, yaitu pengumpulan data,
reduksi data, penyajian data dan penarikan/verifikasi data. Hasil akhir dari
penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi bacaan bagi umum dan
khusus, yaitu para peneliti dan akademisi dalam bidang studi Hubungan
Internasional, terutama pada kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
ii
THE RESPONSE OF THE UNITED NATIONS IN RESOLVING CASES
OF HUMAN RIGHTS VIOLATIONS IN MYANMAR 2015-2020
ABSTRACT
Human rights in Myanmar under its military rule regime have long been
considered among the worst in the world. Several international human rights
organizations have repeatedly documented and condemned widespread human
rights violations in Myanmar. Forced labor, human trafficking and child labor
are commonplace. The Burmese government regime and military junta are also
notorious for the rampant use of sexual violence as a means of control, including
allegations of systematic rape and the taking of sex slaves by the military. that
security forces in Myanmar committed serious violations of international law that
warrant criminal investigation and prosecution, namely crimes against humanity,
war crimes and genocide. This research aims to discuss the background and
causes of the emergence of cases of human rights violations in Myanmar, as well
as the response and policies of the United Nations to cases of human rights
violations in the region. The method used is descriptive qualitative using primary
and secondary data sources. Data retrieval techniques are carried out through
literature studies and through data analysis techniques. Researchers used four
stages of data analysis, namely data collection, data reduction, data presentation
and data withdrawal/verification. The final results of this study can be utilized as
a reading reference for general and specific, namely researchers and academics
in the field of International Relations studies, especially in cases of human rights
violations.
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………… i
ABSTRAK……………………………………………………………………….. ii
ABSTRACT……………………………………………………………………. iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………. iv
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………….. 1
2.1 Tinjauan tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan Pelanggaran HAM……. 16
2.2 Tinjauan tentang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Resolusi PBB….. 18
2.3 Tinjauan tentang pembentukan Misi Pencari Fakta Internasional
Independen di Myanmar (IIFFMM) dan Mekanisme Investigasi
Independen untuk Myanmar (IIMM)……………………………………….. 24
DAFTAR PUSTAKA………..…………………………………………………. 29
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa telah berulang kali meminta
mantan pemerintah militer Burma untuk menghormati hak asasi manusia dan
pada bulan November 2009 Majelis Umum mengadopsi sebuah resolusi yang
mengecam keras pelanggaran sistematis yang sedang berlangsung terhadap
hak asasi manusia dan kebebasan fundamental dan menyerukan kepada junta
militer Burma yang berkuasa saat itu. untuk mengambil langkah-langkah
mendesak untuk mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia internasional dan
hukum humaniter. Kerja paksa, perdagangan manusia dan pekerja anak adalah
hal biasa. Junta militer Burma juga terkenal karena merajalelanya penggunaan
kekerasan seksual sebagai alat kontrol, termasuk tuduhan pemerkosaan
sistematis dan pengambilan budak seks oleh militer, sebuah praktik yang
berlanjut pada tahun 2012.
Pada bulan Maret 2017, komite tiga anggota di Dewan Hak Asasi Manusia
PBB menjalankan misi pencarian fakta atau Fact Finding Mission (FFM).
Misi ini bertujuan untuk menetapkan fakta dan keadaan dari dugaan
pelanggaran hak asasi manusia baru-baru ini oleh militer dan pasukan
keamanan, dan pelanggaran, di Myanmar dengan tujuan untuk memastikan
akuntabilitas penuh bagi pelaku dan keadilan bagi korban. Sayangnya,
pemerintah Myanmar tidak bekerja sama dengan Fact Finding Mission (FFM).
Mereka juga tidak mengizinkan pelapor khusus PBB tentang situasi hak asasi
manusia di Myanmar ke negara itu. Apa yang ditemukan dan diumumkan oleh
Misi Pencari Fakta adalah bahwa pasukan keamanan di Myanmar melakukan
pelanggaran serius terhadap hukum internasional yang memerlukan
penyelidikan dan penuntutan pidana, yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan,
kejahatan perang, dan genosida.
2
yang dulu berpihak pada PBB dalam perjuangan panjang mereka untuk
demokrasi dan hak asasi manusia, semakin kecewa dengan sikap yang kurang
objektif yang diambil oleh beberapa elemen PBB terhadap Myanmar.
3
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Sebagai referensi bacaan bagi umum dan khusus, yaitu para peneliti dan
akademisi dalam bidang studi Hubungan Internasional, terutama pada kasus
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Bagi penulis, sebagai bahan
penambah ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam menulis skripsi.
4
1.6 TINJAUAN PUSTAKA
a. ANALYSIS OF DONOR, INGO/NGO AND UN AGENCY
DELIVERY OF HUMANITARIAN ASSISTANCE TO DISPLACED
PERSONS FROM MYANMAR ALONG THE THAI-MYANMAR
BORDER (Dares Chusri, Tarina Rubin, Ma. Esmeralda Silva, Jason D.
Theede, Sunanta Wongchalee, Patcharin Chansawang)
Studi ini telah memberikan berbagai perspektif tentang peran donor,
organisasi internasional, lembaga swadaya masyarakat, dan badan-
badan PBB dalam memberikan bantuan kemanusiaan kepada para
pengungsi internal di tempat penampungan di sepanjang perbatasan
Thailand-Myanmar. Hal ini dicapai dengan mengkaji alasan di balik
intervensi internasional, kebijakan pendanaan dan mandat organisasi;
strategi implementasi dan dinamika kerja sama di antara para
pemangku kepentingan; serta lingkungan operasional dan dampaknya
terhadap intervensi yang efektif. Temuan-temuan dari analisis data
sekunder dan studi lapangan (studi kuantitatif dan kualitatif)
dikonsolidasikan dan dirangkum dalam laporan riset ini. Rekomendasi
praktis dan realistis diberikan untuk opsi kebijakan guna mencapai
solusi yang tahan lama bagi para pengungsi di tempat penampungan
sementara di sepanjang perbatasan Thailand-Myanmar. Namun, riset
ini tidak menjelaskan apa penyebab dari kasus krisis pengungsi
perbatasan ini secara mendalam dan tidak menjelaskan wilayah yang
terdampak kasus ini di beberapa wilayah Myanmar lainnya. Karena
itu, penulis menggunakan riset ini sebagai tinjauan.
5
dampak konflik bersenjata dan pelanggaran hak asasi manusia. Hingga
Oktober 2008, setidaknya 451.000 orang dilaporkan mengungsi secara
nasional di daerah pedesaan di Myanmar bagian timur. Namun, ini
adalah angka konservatif, dan tidak ada informasi yang tersedia
mengenai jumlah pengungsi internal di beberapa bagian 6egara
tersebut. Pada tahun 2008, krisis pengungsian yang paling parah terjadi
di Negara Bagian Kayin (Karen) di bagian timur 6egara tersebut, di
mana serangan yang gencar dilakukan oleh tentara Myanmar terhadap
kelompok-kelompok etnis yang tidak setuju dengan pemerintah telah
berlangsung sejak akhir tahun 2005. Pada bulan Oktober 2008,
dilaporkan terdapat lebih dari 100.000 pengungsi internal di 6egara
bagian tersebut.
6
c. IS THE UNITED NATIONS ENDORSING HUMAN RIGHTS
VIOLATIONS?: AN ANALYSIS OF THE UNITED NATIONS’
COMBATING DEFAMATION OF RELIGIONS RESOLUTIONS
AND PAKISTAN’S BLASPHEMY LAWS (Rebecca J. Dobras)
Menanggapi meningkatnya sentimen anti-Muslim di seluruh dunia,
badan-badan hak asasi manusia PBB mengeluarkan Resolusi
Memerangi Penistaan Agama. Di permukaan, Resolusi ini tampaknya
mendukung toleransi beragama dan penerimaan agama dengan
mencoba mencegah ekspresi ide-ide rasis dan xenofobia. Namun,
Resolusi Penistaan Agama sebenarnya dapat meningkatkan intoleransi
agama dan diskriminasi terhadap agama minoritas, serta melanggar
hak asasi manusia yang mendasar, seperti kebebasan berbicara dan
berekspresi. Resolusi Penistaan Agama mengizinkan dan bahkan
mendorong negara-negara untuk mengambil langkah-langkah yang
diperlukan untuk mencegah Islam dari penistaan, termasuk
menghukum individu-individu yang melakukan kebebasan berbicara
yang secara tidak langsung mengkritik Islam.
7
terhadap orang-orang yang tidak bersalah. Riset ini menjadi tinjauan
penting, mengingat kebijakan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang tidak
berdampak besar terhadap penyelesaian kasus pelanggaran HAM di
Myanmar. Dalam hal ini, apa yang membuat Perserikatan Bangsa-
Bangsa terhambat dalam tugasnya? Ketidakmampuan Perserikatan
Bangsa-Bangsa menyebabkan masyarakat minoritas, seperti Rohingya
sebagai minoritas beragama Muslim terus dikucilkan oleh rezim
pemerintahan militer negara tersebut, yang mayoritas beragama
Buddha dan terang-terangan mendiskriminasikan kaum minoritas dan
mengusir orang Rohingya yang tinggal di Negara bagian Rakhine.
8
Amerika Serikat Amerika Serikat harus mempertahankan keterlibatan
jangka panjang dan tingkat tinggi di jangka panjang dan tingkat tinggi
pada berbagai masalah politik, sosial, ekonomi, dan keamanan untuk
membantu Myanmar melalui masa transisi yang sulit, setiap saat
memperjelas bahwa satu-satunya cara untuk mencapai perdamaian
yang langgeng adalah melalui komitmen bersama terhadap keadilan,
kompromi, saling menghormati, dan persamaan hak dan perlindungan
yang sama bagi semua semua rakyat Myanmar yang beragam. Laporan
ini menjadi tinjauan penulis, meskipun tidak dijelaskan mendalam soal
keterlibatan PBB, tetapi ada kepentingan negara anggota PBB seperti
Cina dan Amerika Serikat yang kemungkinan besar menghambat
proses perdamaian di Asia Tenggara, dalam hal ini adalah Negara
Myanmar dan konflik internalnya.
9
prinsip-prinsip inti Piagam Piagam ASEAN. Opsi pertama tidak
disarankan, karena akan merusak kredibilitas internasional ASEAN
dan internasional dan meniadakan keefektifan prinsip-prinsip hak asasi
manusia dalam Piagam Piagam ASEAN dan legitimasi AICHR. Yang
kedua adalah tidak praktis, karena kesepakatan mengenai mekanisme
pengadilan semacam itu akan sulit dilakukan karena keragaman negara
anggota ASEAN. negara anggota ASEAN. Pendekatan ketiga adalah
yang terbaik, karena hal ini akan membuktikan kepada dunia bahwa
ASEAN adalah organisasi regional yang kuat dan modern dan masih
memungkinkan adanya fleksibilitas di masa depan. Riset ini menjadi
tinjauan sebagaimana ASEAN sebagai organisasi regional Asia
Tenggara kini dipertanyakan oleh komunitas internasional, mengenai
kebijakannya atas Myanmar. Menurut penulis, organisasi AICHR
dinilai kurang efektif dan tidak berdampak besar dalam penyelesaian
konflik internal Myanmar, mengingat Negara anggota ASEAN yang
berprinsip non-intervensi pada masing-masing anggotanya.
10
segala tindakan yang brutal berusaha melakukan segala cara untuk
mengusir etnis Rohingya dari Myanmar. Kebijakan burmanisasi yang
telah dikeluarkan membuat etnis Rohingya harus menjadi stateless atau
tidak mempunyai kewarganegaraan.
11
kejahatan yang menimpa warga negaranya. Bentuk tanggung jawab
yang dilakukan salah satunya adalah tindakan penghentian, setelah
dihentikan maka penegakan HAM pun harus dilakukan meliputi
penyelidikan, penuntutan sampai penjatuhan hukuman. Kedaulatan
negara tidak dapat dijadikan alasan Myanmar terbebas dari segala
tuntutan atas pelanggaran HAM. Negara Myanmar dapat dituntut dan
dimintai pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM tersebut.
Pertanggungjawaban negara pada hakikatnya akan muncul apabila
Negara tersebut telah melakukan wrongfull action. Pelangaran HAM
merupakan wrongful action sehingga menimbulkan
pertanggungjawaban negara.
12
Bangsa-bangsa negara Myanmar seharusnya menggunakan cara
diplomasi terlebih dahulu sebelum langsung membawa kasus yang
terjadi ke ranah hukum. Upaya diplomasi yang dapat dilakukan dengan
menggunakan mediasi dimana Myanmar dapat meminta bantuan
kepada PBB sebagai pihak ketiga untuk membantu menyelesaikan
kasus ini. Jika masih belum berhasil upaya tersebut, maka kasus yang
terjadi dapat diadili di International Criminal Court (ICC) dan dapat
dijatuhi hukuman yang sesuai berdasarkan hukum internasional.
“The Special Rapporteur reiterates his call for the termination of Daw
Aung San Suu Kyi’s detention under house arrest, which is in
contravention of articles 9, 10 and 19 of the Universal Declaration of
Human Rights…”
13
tokoh demokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi.
14
j. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KAUM ETNIS ROHINGYA
DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL
(Ketut Arianta, Dewa Gede Sudika Mangku dan Ni Putu Rai Yuliartini)
Penelitian ini menjelaskan bahwa perlindungan hukum bagi kaum etnis
Rohingya berdasarkan hukum internasional secara umum sudah diatur
dalam instrument-instrument internasional seperti Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia, Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan
Politik 1966, Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya, Konvensi Genosida, Konvensi Internasional Menentang
Penyiksaan, Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua
Bentuk Diskriminasi Rasial 1965, Konvensi Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Konvensi Hak Anak, dan
Konvensi Mengenai Status Pengungsi. Penyelesaian sengketa
pelanggaran HAM berat terhadap kaum etnis Rohingya, berdasarkan
pada pasal 33 Piagam PBB, para pihak yang bersengketa (etnis
rohingya dan pemerintah Myanmar serta warga Myanmar) dapat
menyelesaikan permasalahan yang terjadi dengan menggunakan
mediasi terlebih dahulu. Apabila cara tersebut tidak berhasil, Dewan
Keamanan PBB dapat mengajukan kasus yang terjadi ke peradilan
internasional seperti Pengadilan Pidana Internasional yang diatur
dalam Pasal 1 Statuta Roma tahun 1998.
15
BAB II
KERANGKA TEORI DAN PEMIKIRAN
16
berbicara atau hak atas pendidikan, ada ketidaksepakatan tentang mana
dari hak-hak khusus ini yang harus disertakan. dalam kerangka umum hak
asasi manusia; beberapa pemikir menyarankan bahwa hak asasi manusia
harus menjadi persyaratan minimum untuk menghindari pelanggaran
terburuk, sementara yang lain melihatnya sebagai standar yang lebih
tinggi.
Hak asasi manusia menurut PBB adalah hak yang melekat pada semua
manusia, tanpa memandang ras, jenis kelamin, kebangsaan, suku, bahasa,
agama, atau status lainnya. Hak asasi manusia termasuk hak untuk hidup
dan kebebasan, kebebasan dari perbudakan dan penyiksaan, kebebasan
berpendapat dan berekspresi, hak untuk bekerja dan pendidikan, dan
banyak lagi. Setiap orang berhak atas hak-hak ini, tanpa diskriminasi.
Sementara itu, jenis-jenis pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terdiri
atas:
17
a. Pelanggaran HAM ringan meliputi: pemukulan, penganiayaan,
pencemaran nama baik, menghalangi orang untuk
mengekspresikan pendapatnya dan menghilangkan nyawa orang
lain.
18
penyusunannya. Deklarasi tersebut berfungsi sebagai standar umum
pencapaian untuk semua orang dan semua bangsa daripada dokumen yang
mengikat secara hukum, tetapi telah menjadi dasar dari dua perjanjian
yang mengikat, Kovenan Internasional 1966 tentang Hak Sipil dan Politik
dan Kovenan Internasional tentang Ekonomi, Hak Sosial dan Budaya.
Dalam praktiknya, PBB tidak dapat mengambil tindakan signifikan
terhadap pelanggaran hak asasi manusia tanpa resolusi Dewan Keamanan,
meskipun PBB melakukan pekerjaan yang substansial dalam menyelidiki
dan melaporkan pelanggaran.
19
badan dengan mandat untuk mengawasi isu-isu yang berkaitan dengan
masyarakat adat, mengadakan sesi pertamanya pada tahun 2002.
20
universal dan telah mengilhami konstitusi banyak Negara yang baru
merdeka dan banyak negara demokrasi baru. UDHR, bersama dengan
Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dan dua Protokol
Opsionalnya (tentang prosedur pengaduan dan tentang hukuman mati) dan
Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan
Protokol Opsionalnya, membentuk apa yang disebut RUU Internasional
Hak Asasi Manusia.
21
terlibat langsung dalam memerintahkan dan mengeksekusi
pembunuhan tersebut. kejahatan. Pelapor PBB untuk
eksekusi singkat, Agnès Callamard, menggambarkan
hukuman itu sebagai ejekan terhadap keadilan, karena,
menurutnya, itu adalah eksekusi di luar proses hukum yang
menjadi tanggung jawab negara Arab Saudi dan dalangnya
bebas.
22
c. Pelanggaran HAM berat:
Departemen Operasi Perdamaian Perserikatan Bangsa-
Bangsa melarang paramiliter Bangladesh yang terkenal
kejam, Rapid Action Battalion (RAB) dari penempatan di
PBB. Pada tanggal 5 Desember 2021, Kelompok Kerja
PBB untuk Penghilangan Paksa dan Tidak Sukarela
menyuarakan keprihatinan bahwa anggota RAB akan
memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam operasi
pemeliharaan perdamaian PBB, tanpa penyelidikan
sebelumnya atas dugaan keterlibatan mereka dalam
pelanggaran hak asasi manusia atau pemeriksaan
menyeluruh. proses. Kelompok Kerja juga mengatakan
bahwa petugas yang terlibat dalam, atau bersedia
mentolerir, pelanggaran tampaknya dipromosikan dan
diberi penghargaan di dalam pasukan keamanan dan
penegakan hukum Bangladesh. Komite PBB Terhadap
Penyiksaan merekomendasikan agar pemerintah
Bangladesh menetapkan prosedur pemeriksaan independen,
dengan panduan PBB yang sesuai, untuk semua personel
militer dan polisi yang diusulkan untuk ditempatkan dalam
misi perdamaian PBB dan memastikan bahwa tidak ada
orang atau unit yang terlibat dalam pelaksanaan
penyiksaan, tindakan di luar hukum pembunuhan,
penghilangan atau pelanggaran hak asasi manusia serius
lainnya dipilih untuk dilayani. Pengerahan anggota RAB
dalam operasi pemeliharaan perdamaian memperkuat pesan
bahwa pelanggaran berat hak asasi manusia tidak akan
menghalangi satu dari layanan di bawah bendera PBB dan
meningkatkan kemungkinan pelanggaran hak asasi manusia
dilakukan dalam misi PBB.
23
2.3 TINJAUAN TENTANG PEMBENTUKAN MISI PENCARI FAKTA
INTERNASIONAL INDEPENDEN DI MYANMAR (IIFFMM) DAN
MEKANISME INVESTIGASI INDEPENDEN UNTUK MYANMAR
(IIMM)
Mekanisme ini dibentuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia pada 27
September 2018 dalam resolusi 39/2 untuk mengumpulkan,
mengkonsolidasikan, memelihara dan menganalisis bukti kejahatan
internasional paling serius dan pelanggaran hukum internasional yang
dilakukan di Myanmar sejak 2011, dan untuk menyiapkan berkas secara
berurutan. untuk memfasilitasi dan mempercepat proses peradilan pidana
yang adil dan independen. Resolusi tersebut juga memberdayakan
Mekanisme untuk menggunakan informasi yang dikumpulkan oleh FFM
dan untuk mengumpulkan bukti tambahan; untuk mendokumentasikan dan
memverifikasi informasi dan bukti yang relevan, termasuk melalui
keterlibatan lapangan dan dengan bekerja sama dengan entitas lain; dan
untuk melaporkan kegiatan utamanya setiap tahun kepada Dewan Hak
Asasi Manusia dan Majelis Umum. Pembentukan Mekanisme disambut
oleh Majelis Umum pada 22 Desember 2018 dalam resolusinya 73/264.
24
Pada tanggal 22 Juni 2020, dalam resolusi 43/26 , Dewan Hak Asasi
Manusia menyambut baik kerja Mekanisme tersebut dan menyerukan
“kerja sama yang erat dan tepat waktu antara Mekanisme tersebut dan
penyelidikan apa pun di masa depan oleh pengadilan atau tribunal
nasional, regional atau internasional, termasuk oleh Pengadilan
Internasional. Pengadilan Pidana atau Mahkamah Internasional.”
25
BAB III
METODE PENELITIAN
26
3.3 METODE PENGUMPULAN DATA
Cara pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah melalui studi
kepustakaan dan melalui teknik analisis data, yaitu mengamati fenomena
dalam latar negara Myanmar dan pelanggaran hak asasi manusia, lalu
menganalisis dokumen atau bentuk pengumpulan data yang sesuai dengan
fenomena tersebut, yaitu kebijakan dan resolusi dari Perserikatan Bangsa-
Bangsa terhadap Myanmar.
27
Myanmar pada kisaran tahun tersebut dan untuk variabel dependen atau DV
(Y) adalah apa respon PBB terhadap pelanggaran HAM yang dilakukan
Myanmar tersebut. Dalam DV, akan dibahas apakah tindakan PBB belum atau
sudah sesuai dengan pelanggaran HAM. Lalu, akan dijelaskan detailnya lebih
lanjut di bab pembahasan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Binder, Martin. The United Nations and the Politics of Selective Humanitarian
Intervention
Callahan, Mary P., Making Enemies: War and State Building in Burma
29