Anda di halaman 1dari 14

TUGAS UAS PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

DAMPAK KORUPSI MELALUI PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DALAM


MEMBENTUK KELUARGA DAN GENERASI MUDA YANG JUJUR DAN
BERINTEGRASI DI BIDANG PENDIDIKAN

Desra Anggelia

Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang


Email:
Desraanggelia@gmail.com

PENDAHULUAN (INTRODUCTION)

Korupsi telah dinyatakan sebagai sebuah kejahatan yang luar biasa. Hal ini karena
dampak perilaku korupai yang telah menjangkau seluruh aspek kehidupan bangsa,
sehingga semua sektor kenegaraan mengalami kerusakan. Dampak korupsi ini dapat
dibuktikan dengan angka pengangguran yang tinggi, tingkat pendidikan yang rendah,
angka putus sekolah yang tinggi, kualitas kesehatan masyarakat masih buruk, pendapatan
per kapita masih rendah, kriminalitas yang tinggi, daya beli masyarakat di daerah yang
rendah dan kualitas sektor industri yang masih buruk (KPK, 2014: 36-37). Jika kondisi ini
dibiarkan, negara dapat menuju arah kehancuran.
Tingkat korupsi di Indonesia tercatat cukup tinggi. Tahun 2014, Corruption
Perception Index Indonesia berada di urutan ke-107 dari 174 negara. Indonesia tertinggal
jauh dari negara tetangga seperti Singapura dengan urutan ke-7, Malaysia di urutan ke-50
dan Thailand di urutan ke-85 (Transparency International, 2014:3). Tahun 2013, nilai
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dikeluarga oleh lembaga yang sama, Indonesia
memperoleh skor sebesar 3,2 dari total 10 poin yang berarti Indonesia masih merupakan
negara dengan tingkat korupsi yang tinggi (Wijaya,2014:5). Fenomena di atas ini
menunjukkan bahwa negeri ini berada dalam krisis degradasi moral yang memunculkan
karakter masyarakat yang mengukur segala sesuatu dari aspek materil. Tindakan
melakukan korupsi selalu terkait dengan karakter seseorang (Suwarsono, 2015: 162).
Tindak pidana korupsi ini yang dilakukan oleh pejabat negara telah ditunjukkan oleh
remaja dengan perilaku koruptif. Hal ini karena perilaku koruptif merupakan benih
terjadinya tindak pidana korupsi. Penyebab munculnya perilaku koruptif pada remaja
adalah tiadanya karakter jujur dalam diri remaja. Ketidakjujuran siswa salah satunya adanya
mengenai kecurangan dalam Ujian Nasional (UN) yang masih marak terjadi. Pada UN
2015, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menjelaskan bahwa masih terjadi praktik-
praktik kecurangan ujian seperti jual beli jawaban UN baik secara individu maupun
kolektif, modus mencontek dengan menggunakan handphone dan kertas sobekan serta
kecurangan dengan melibatkan tim sukses UN di sekolah maupun dinas pendidikan.
Selain itu, kantin kejujuran yang didirikan dengan harapan menumbuhkan karakter jujur
siswa nyatanya hanya beberapa yang dikategorikan berhasil dan sisanya mengalami
kebangkrutan (Rachim dalam ICW, 2010). Hal ini karena ketidakjujuran para siswa yang
mengambil jajanan tanpa membayar.
Perilaku koruptif ini yang ditunjukkan remaja dikarenakan minimnya pendidikan
karakter anti korupsi pada remaja. Saat ini pendidikan karakter anti korupsi ini masih
dibebankan pada ranah formal yaitu institusi sekolah melalui pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn), Pendidikan Agama dan Bimbingan Konseling. Namun, ternyata
semua itu belum cukup untuk menangani masalah perilaku koruptif remaja. Untuk dapat
membangun perilaku moral anti korupsi melalui karakter anti korupsi pada remaja
diperlukan pembinaan intensif yang dimulai dari keluarga.
Keluarga merupakan lingkungan yang paling utama untuk menentukan masa depan
anak, demikian pula karakter anak yang baik dimulai dari keluarga (Megawangi, 2009:
44). Keluarga yang bersikap permisif terhadap perilaku koruptif akan membuat anak
memandang perilaku koruptif adalah sesuatu yang lumrah. Levine dalam Sjarkawi (2008:
20) menegaskan bahwa karakter yang tercipta dalam diri anak adalah akibat yang
ditimbulkan karena meniru cara berfikir dan perbuatan yang sengaja maupun tidak
sengaja dipraktikkan oleh orang tua. Kasus korupsi pengadaan Al Qur’an yang
dilakukan oleh Menteri Agama Suryadharma Ali dan anaknya memberikan pelajaran
bahwa lingkungan keluarga utamanya orangtua berperan besar dalam pembentukan
karakter anti korupsi. Perilaku korup ini dapat terjadi karena terdapat dorongan keluarga
(Kementrian Pendidikan dan kebudayaan, 2011: 48).
Permasalahan baru ini yang mana kemudian muncul adalah, dekade ini, banyak
keluarga mengalami perubahan fungsi dan peran para anggotanya. Tekanan ekonomi
sebagai dampak globalisasi membuat para ibu harus ikut bekerja mencari nafkah. Ibu
bekerja tidak hanya dihadapi oleh penduduk miskin, namun juga keluarga kelas
menengah ke atas. Tuntutan kebutuhan yang terus meningkat membuat kedua orang tua
merasa wajib untuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ketidakhadiran
orangtua dalam keseharian anak menjadi faktor tidak berjalannya fungsi pendidikan
dalam keluarga. Akibatnya, anak kehilangan sosok panutan.
Kurangnya pengetahuan dan kesadaran mengenai pendidikan anti korupsi dalam
keluarga membuat para orang tua tidak dapat memberikan contoh perilaku anti korupsi
secara benar. Banyak dijumpai kasus orang tua yang telah menyiapkan sejumlah uang
untuk anaknya masuk ke sekolah yang diinginkan, orang tua yang menyarankan anaknya
mengurus SIM dengan menyuap, memberikan uang kepada guru sebagai hadiah kenaikan
kelas anaknya, menitipkan anaknya bekerja dengan bantuan koneksi, tidak terbuka
mengenai asal-usul penghasilan keluarga, berlibur dengan keluarga menggunakan mobil
dinas, melanggar lalu lintas saat berkendara dengan keluarga dan perilaku koruptif lainnya.
Semua itu adalah kasus pendidikan anti korupsi yang salah dalam keluarga, namun masih
marak dijumpai.

Upaya dalam penanggulangan korupsi bukanlah semata-mata tugas Komisi


Pemberantasan Korupsi (KPK), melainkan tugas semua pihak untuk melakukan upaya
preventif. Keluarga yang sebagai institusi utama penanaman karakter memegang peranan
penting dalam pencegahan tindak korupsi/perilaku koruptif melalui pendidikan karakter anti
korupsi. Pengkajian akan pentingnya peran keluarga dalam penanaman anti korupsi perlu
segera disegerakan untuk mencegah bangsa ini hancur karena korupsi. Institusi keluarga
yang terus mengalami kekacauan peran dan fungsi akan berdampak pada seluruh tatanan
masyarakat dan kenegaraan.

Pada tahun 2011 banyak sekali terjadinya skandal korupsi yang mana terungkap seperti
kasus Muhammad Nazarudin dan kasus suap di Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi(Kemenakertrans). Adapun kasus lain yang banyak menyita perhatian publik
adalah terjadinya korupsi yang terjadi pada Badan Anggaran DPR yang mana telah banyak
menyeret nama anggota dewan, menambah panjang daftar praktik korupsi yang mana telah
dilakukan oleh para petinggi negara ini. Bahkan korupsi ini dapat dikatakan sebagai salah
satu isu yang paling krusial yang hingga ini belum dapat dipecahkan oleh bangsa dan
pemerintah Indonesia. Kondisi inipun membangun opini publik, bahwa tindak pidana
korupsi di Indonesia sudah sangat kronis sehingga sangat sulit untuk diberantas.Apalagi sama-
sama kita ketahui bahwa setelah ditetapkannya pelaksanaan otonomi daerah, berdasarkan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diperbaharui
dengan Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004, disinyalir korupsi terjadi bukan hanya pada
tingkat pusat tetapi juga samapi pada tingkat daerah dan bahkan menembus ke tingkat
pemerintahan yang paling kecil di daerah.
Adapun dalam mengatasi masalah yang terjadi ini, pemerintah melalui berbagai kebijakan
berupa peraturan perundang-undangan dari yang tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar
1945 sampai dengan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yag mana telah berupaya untuk dapat memberantas korupsi. Sebagaimana instruksi
Presiden SBY yang disampaikan saat peresmian gedung Majelis Tafsir Alquran di Solo,
tanggal 8 Maret 2009. Dalam pidato resminya tersebut, Presiden SBY mengajak bangsa
Indonesia berjihad melawan korupsi. Meminta siapapun yang memiliki kekuasaan di
eksekutif dan legislatif untuk mencari rezeki dengan halal dan tidak menyalahgunakan
kekuasaan (Kompas, 21 Januari 2012).
Meskipun telah dilakukan berbagai upaya, Indonesia kembali dinilai sebagai negara
paling terkorup di Asia pada awal tahun 2004 dan 2005 berdasarkan hasil survei dikalangan
para pengusaha dan pebisnis oleh lembaga konsultan Political and Economic Risk
Consultancy (PERC). Berdasarkan hasil survei lembaga konsultan PERC yang berbasis di
Hong Kong yang menyatakan bahwa Indonesia ini merupakan negara yang paling korup di
antara 12 negara Asia. Predikat negara terkorup diberikan karena nilai Indonesia hampir
menyentuh angka mutlak 10 dengan skor 9,25 (nilai 10 merupakan nilai tertinggi atau
terkorup). Pada tahun 2005, Indonesia masih termasuk dalam tiga teratas negara terkorup di
Asia. Peringkat negara terkorup setelah Indonesia, berdasarkan hasil survei yang dilakukan
PERC, yaitu India (8,9), Vietnam (8,67), Thailand, Malaysia dan China berada pada posisi
sejajar diperingkat keempat yang terbersih. Sebaliknya, negara yang terbersih tingkat
korupsinya adalah Singapura (0,5) disusul Jepang (3,5), Hong Kong, Taiwan dan Korea
Selatan. Rentang skor dari nol sampai 10, di mana skor nol adalah mewakili posisi terbaik,
sedangkan skor 10 merupakan posisi skor terburuk. Berikut ini adalah peringkat korupsi
beberapa negara di Asia tahun 2006:
Dapat kita lihat pada gambar diatas yaitu pada tahun 2011 Indeks Persepsi Korupsi (IPK)
Indonesia naik menjadi 3,0 dari tahun sebelumnya yakni 2,8, tetapi Indonesia ini tetap
dipersepsikan sebagai negara dengan tingkat korupsi yang tinggi (Liputan 6.com, 29
Januari 2012). Menanggapi fenomena di atas, seharusnya mampu membangkitkan suatu
pemahaman yang baru, bahwa diperlukan suatu sistem yang mampu menyadarkan semua
elemen bangsa untuk sama-sama bergerak memberantas korupsi yang telah menggurita.
Adapun cara yang paling efektif adalah melalui media pendidikan. Belajar dari
pengalaman negara lain yang relatif berhasil memberantas korupsi yang terjadi , selain
aspek penegakan hukum (law enforcement) yang tidak kalah pentingnya adalah sebuah
aspek pencegahan dalam bentuk Pendidikan Anti Korupsi (PAK).
Untuk dapat menciptakan sebuah tatanan kehidupan yang bersih, maka
diperlukan sebuah sistem pendidikan anti korupsi yang berisi tentang sosialisasi bentuk-
bentuk korupsi, cara pencegahan dan pelaporan serta pengawasan terhadap tindak pidana
korupsi yang dapat dilaksanakan di setiap jenjang pendidikan. Adapun pendidikan anti
korupsi harus ditanamkan secara terpadu mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan
tinggi. Pendidikan anti korupsi ini akan berpengaruh pada perkembangan psikologis siswa.
Setidaknya terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan anti korupsi ini.
Pertama untuk menanamkan semangat anti korupsi pada setiap anak bangsa. Melalui
pendidikan ini, dapat diharapkan semangat anti korupsi akan mengalir di dalam darah
setiap generasi dan tercermin dalam perbuatan sehari-hari. Jika korupsi ini sudah
diminimalisir, maka setiap pekerjaan dalam membangun bangsa akan maksimal. Kedua
adalah, menyadari bahwa pemberantasan korupsi ini bukan hanya tanggung jawab lembaga
penegak hukum seperti KPK, Kepolisian dan Kejaksaan agung, melainkan menjadi
tanggung jawab setiap anak bangsa.
Pola pendidikan yang sistematik ini akan mampu membuat siswa mengenal lebih dini
hal-hal yang berkenaan dengan korupsi termasuk sanksi yang akan diterima kalau
melakukan korupsi. Dengan begitu, akan tercipta generasi yang jujur dan berintegritas, sadar
dan memahami bahaya korupsi, bentuk-bentuk korupsi dan tahu akan sanksi yang akan diterima
jika melakukan korupsi. Pendidikan antikorupsi kepada pelajar telah dilakukan oleh KPK
sejak tahun 2008, dimana pada tanggal 22 Oktober 2008, diluncurkan buku seri pendidikan
anti korupsi untuk pelajar di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jalan HR
Rasuna Said Kavling C-1, Kuningan, Jakarta Selatan (Metro, 28 Februari 2011), sebagai tindak
lanjut upaya pencegahan tindak pidana korupsi sebagaimana di- amanatkan oleh undang-
undang untuk mengembangkan program pendidikan anti korupsi ke seluruh jenjang
pendidikan.
Berdasarkan analisis kondisi tersebut di atas, maka perumusan masalah dalam
pengabdian ini adalah: Bagaimana penguatan kesadaran kolektif dampak korupsi melalui
pendidikan anti korupsi dapat mewujudkan generasi muda yang jujur dan berintegritas di
tingkat SMA, hambatan- hambatan apa saja yang dihadapi dalam upaya penguatan
kesadaran kolektif dampak korupsi melalui pendidikan anti korupsi dalam mewujudkan
generasi muda yang jujur dan berintegritas di sekolah tingkat SMA.
pada remaja. Orang tua juga harus peka dalam melakukan pengawasan pada segala
perilaku remaja sehingga perilaku remaja dapat terkontrol. Orang tua dapat menerapkan
aturan-aturan dalam keluarga yang dapat menjadi kebiasaan yang mendukung karakter
anti korupsinya. Aturan-aturan itu diimbangi dengan pujian dan hukuman yang setimpal
dan konsisten. Selain fokus pada masalah akademik remaja, orang tua juga harus lebih
memperhatikan aspek agama pada diri remaja sebagai fondasi prinsip yang akan ia pegang
hinggaakhir hayatnya.
Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa keluarga sangat berperan dalam
pembentukan karakter anti korupsi dalam diri remaja. Walaupun Korelasi penelitian ini
masuk dalam kategori rendah dan berkorelasi positif. Besarnya sumbangan pendidikan
karakter anti korupsi dalam keluarga terhadap karakter anti korupsi pada remaja adalah
12, 5%, sehingga semakin baik pendidikan karakter anti korupsi dalam keluarga maka
semakin baik pula karakter anti korupsi pada diri remaja dan sebaliknya. Baik buruknya
perilaku seseorang sangat ditentukan oleh pendidikan yang diperolehnya pada waktu
dalam keluarganya (Salahudin dan Alkrienciehie, 2013:287). Keluarga sebagai struktur
terkecil masyarakat menjadi kunci awal dalam pembentukan nilai karakter bangsa (Saleh,
2012: 10-11). Oleh karena itu Pendidikan karakter harus ada integrasi pendekatan di
antara empat agen utama pendidikan, yaitu keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat
(termasuk di dalamnya institusi keagamaan), dan negara (Koesoema, 2015: 182). Di
tengah kesibukannya, orang tua harus mampu menyempatkan waktunya untuk berdialog,
memberi nasehat dan bercerita mengenai hal-hal positif yang mendukung karakter anti
korupsi demikian, pendidikan yang dilakukan oleh keluarga tidak selalu berhasil. Dalam
kehidupan keluarga modern, situasi pendidikan anak bisa menjadi sangat problematis
mengingat bahwa orang tua modern rupanya memiliki alokasi waktu yang sempit dalam
menjaga dan menemani anak mereka di rumah (Koesoema, 2015: 185). Pengaruh
lingkungan menjadi faktor yang juga sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter
anti korupsi remaja. Maka dari itu diperlukan pendekatan yang integral demi
kesinambungan pendidikan karakter yang terjadi di dalam rumah (dalam keluarga) dan di
luar rumah (di tengah- tengah masyarakat) agar terbentuk generasi muda yang memiliki
karakter anti korupsi.

METODE (METHOD)
Dalam kegiatan pengabdian pada masyarakat ini terdapat metode-metode yang mana
secara nyata dapat digunakan sebagai berikut yaitu: Presentasi anti korupsi, ciri-ciri korupsi,
bentuk-bentuk korupsi, sebab-sebab korupsi, dan dampak korupsi, penanyangan film tentang
korupsi, dan dialog tentang upaya penguatan kesadaran kolektif dampak korupsi dalam
mewujudkan generasi muda yang jujur dan berintegritas di sekolah.

HASIL DAN PEMBAHASAN (FINDINGS AND DISCUSSION)


Hasil
Dalam UU No 20 Tahun 2001, korupsi didefinisikan sebagai tindakan melawan
hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain atau korupsi yang berakibat
merugikan negara atau perekonomian rakyat. Penekanan korupsi sesuai undang-undang di
atas bahwa korupsi berkaitan dengan perbuatan yang bertentangan dengan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia. Sehingga, perbuatan yang buruk itu telah
mendatangkan kepincangan dalam rencana pembangunan nasional. Adapun dalam kegiatan
pengabdian “Penguatan Kesadaran Kolektif Dampak Korupsi MelaluiPendidikan Anti Korupsi
dalam mewujudkan Generasi Muda yang Jujur dan Berintegritas tingkat sekolah ”, yaitu
dengan meliputi 3 (tiga) kegiatan, yaitu: pertama, presentasi arti korupsi, ciri-ciri korupsi,
bentuk-bentuk korupsi, sebab-sebab korupsi dan dampak korupsi.
Metode ceramah dilaksanakan di tingkat sekolah. Kegiatan ini mengikutsertakan
perwakilan dari setiap kelas yang merupakan pengurus OSIS di sekolah . Di dalam
pengabdian ini, narasumber tidak memberikan materi secara detail dan terinci, melainkan
mengemasnya dalam contoh- contoh perilaku korupsi yang secara sengaja maupun tidak
sengaja dilakukan oleh siswa sekolah dan masyarakat. Tayangan materi disampaikan
melalui LCD yang digunakan sebagai media sosialisasi.
Kedua, penayangan film tentang korupsi. Dalam tayangan film ini, peserta diberikan
contoh-contoh perilaku tindakan korupsi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat. Hal ini sekaligus menunjukkan, bahwa korupsi telah berurat dan berakar di
bumi Indonesia. Ketiga, dialog tentang pendidikan anti korupsi dan lembaga-lembaga anti
korupsi yang ada di Indonesia. Dalam sesi ini ditunjukkan lembaga-lembaga anti korupsi di
Indonesia, yaitu Komisi Pemberantasan korupsi (KPK), Indonesian Corruption Watch (ICE),
Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), dan Transperency International Indonesia.
Berikut ini dokumentasi pengabdian masyarakat.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh tim, pengabdian tentang Penguatan
Kesadaran Kolektif Dampak Korupsi Melalui Pendidikan Anti Korupsi dalam mewujudkan
Generasi Muda yang Jujur dan Berintegritas di Sekolah, secara umum dapat dikatakan
cukup berhasil. Hal ini dapat dilihat dari antusiasme peserta baik dalam mengikuti ceramah,
tanya jawab dan dialog dengan narasumber. Pada kesempatan ini, peserta diberi
kesempatan untuk memberikan tanggapan atas jawaban dari peserta lain, sehingga terjadi
diskusi yang melibatkan seluruh peserta pengabdian. Dalam kesempatan tersebut, tim
pengabdian juga membagi buku saku pendidikan anti korupsi, sehingga siswa benar-benar
dapat memahami tindak pidana korupsi. Motivasi juga terus diberikan oleh tim pengabdian
kepada peserta agar setelah mereka sosialisasi Pendidikan Antikorupsi ini, para siswa
memiliki pengetahuan tentangarti korupsi, ciri-ciri korupsi, bentuk-bentuk korupsi sekaligus
memiliki keberanian untuk berpartisipasi dalam memberantas korupsi dan terwujudnya
generasi muda yang jujur dan berintegritas.

Pembahasan

Penguatan kesadaran kolektif dampak korupsi melalui pendidikan anti korupsi dapat
mewujudkan generasi muda yang jujur dan berintegritas di sekolah. Berdasarkan atas hasil
rilis Transparancy International (TI) menunjukkan dari tahun 1995-2005 posisi Indonesia
berada pada kisaran 5 besar negara terkorup di dunia (TII, 2006). Sementara itu menurut
survei yang dilakukan oleh Pacific Economic and Risk Consultancy (PERC) sebagaimana
dikutip oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia (2006)
menunjukkan bahwa pada tahun 2005 Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara
terkorup di Asia. Berdasarkan atas hasil rilis Transparancy International (TI) menunjukkan
dari tahun 1995-2005 posisi Indonesia berada pada kisaran 5 besar negara terkorup di dunia
(TII, 2006). Sementara itu menurut survei yang dilakukan oleh Pacific Economic and Risk
Consultancy (PERC) sebagaimana dikuti p oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Republik Indonesia (2006) menunjukkan bahwa pada tahun 2005 Indonesia menempati
urutan pertama sebagai negara terkorup di Asia.

Untuk berpartisipasi dalam gerakan pemberantasan korupsi ada dua hal yang dapat
dilakukan oleh sekolah. Pertama, proses pendidikan harus menumbuhkan kepedulian tulus,
membangun penalaran obyektif, dan mengembangkan perspektif universal pada individu.
Kedua, pendidikan harus mengarah pada penyemaian strategis, yaitu kualitas pribadi
individu yang konsekuen dan kokoh dalam keterlibatan politiknya. Integritas mensyaratkan
bukan hanya kedewasaan dan kemauan, tetapi keberanian individu dalam mempertahankan
kejujuran dan kesederhanaan sebagai prinsip dasar keterlibatan politik.
Mencermati maraknya kasus korupsi, maka perlu upaya sedini mungkin untuk
memperkenalkan pendidikan anti korupsi kepada anak sebagai upaya pencegahan. Dalam
penanaman nilai yang dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan diyakini akan dapat
menumbuhkan sebuah sikap yang menjadi kepribadian anak. Pada dasarnya sebuah
kepribadian seseorang tidak muncul secara instan namun melalui sebuah proses. Demikian
juga kepribadian anti korupsi, harus dibangun sedini mungkin, karena tidak mungkin tiba-
tiba institusi pendidikan mampu mencetak generasi yang bersih dari korupsi di tengah-tengah
lingkungan masyarakat yang sangat sarat akan korupsi. Oleh karena itu, institusi
pendidikan dituntut untuk berperan memberikan pendidikan anti korupsi kepada peserta
didik. Tujuan dari pendidikan anti- korupsi adalah untuk membangun nilai- nilai dan
mengembangkan kapasitas yang diperlukan untuk membentuk posisi sipil peserta didik
dalam melawan korupsi. Untuk mencapai tujuan ini, peserta didik setidak-tidaknya
menguasai 5 (lima), yaitu:
Memahami informasi, bahaya korupsi biasanya ditunjukkan menggunakan argumen
ekonomi, sosial dan politik. Mengingat, tidak diragukan lagi, dengan proses mengulang,
anak akan ingat, namun jika yang sama diulang lebih dari tiga kali, anak akan merasa jenuh
dan merasa kehilangan hak untuk membuat pilihan bebas. Jadi perlu mengubah bentuk
penyediaan informasi dengan cara yang paling tak terduga dan mengesankan (ada variasi).
Mempersuasi (membujuk) diri sendiri untuk bersikap kritis. Efeknya akan lebih kuat
jika menggunakan metode pembelajaran aktif, pengenalan pendidikan anti korupsi.
Pengenalan pendidikan anti korupsi harus bertahap sesuai dengan usia nak. Dalam
menerapkan pendidikan anti korupsi bisa dilaksanakan baik secara formal maupun
informal. Ditingkat formal, unsur-unsur pendidikan anti korupsi dapat dimasukkan
kedalam kurikulum diinsersikan/ diintegrasikan ke dalam matapelajaran. Untuk tingkat
informal dapat dilakukan dalam kegiatan ekstrakurikuler.
Pendidikan yang berbasis nilai menjadi sangat penting. Sudah seharusnya pendidikan
yang selama ini dirasakan hanya berperan dalam mencerdaskan bangsa dalam ranah
koginitif saja, harus lebih diarahkan pada keseimbangan antara kecerdasan kognitif
kecerdasan mental. Untuk itu pendidikan berbasis nilai (value based education) menjadi
penting untuk dilakukan. Mendidik siswa yang utuh, pintar dan berkepribadian. Idealnya
pendidikan sebagai perangkat transformasi kebudayaan mampu memberikan peluang bagi
upaya pengembangan diri (self realization) di bidang intelektual maupun emosi. Terkait
dengan masalah korupsi yang seolah telah menjadi bagian dari budaya bahkan way of live
bangsa Indonesia, maka perlu dikembangkan suatu pendidikan antikorupsi yang
menanamkan nilai-nilai etika dan moral yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat,
sehingga pada akhirnya terwujud generasi yang “bersih” dan “anti korupsi”.
Nilai-nilai yang perlu ditanamkan agar dapat membentuk karakter anak menjadi lebih
baik, seperti: kejujuran, kepedulian dan menghargai sesama, kerja keras, tanggungjawab,
kesederhanaan, keadilan, disiplin, kooperatif, keberanian dan daya juang/kegigihan.
Pengintegrasian nilai-nilai ini kedalam kehidupan/proses belajar siswa diharapakan siswa
mampu berkembang menjadi pribadi yang lebih baik, dan akhirnya akan bersikap anti
koruptif. Penanaman nilai ini tidak terbebas pada insersi mata pelajaran, tetapi perlu diberikan
disemua ini pendidikan. Nilai ini hendaknya selalu direfleksikan kedalam setiap proses
pembelajaran baik yang bersifat intrakurikuler maupun ekstra kurikuler.
Dalam Pendidikan Anti Korupsi guru berperan dalam: mengenalkan fenomena
korupsi, esensi, alasan, dan konsekuensinya, mempromosikan sikan intoleransi terhadap
korupsi, mendemontrasikan cara memerangi korupsi (sesuai koridor anak), memberi
kontribusi pada kurikulum standar melalui penanaman nilai-nilai, penguatan kapasitas
siswa (seperti: berpikir kritis, tanggungjawab, penyelesaian konflik, memanage dirinya
sendiri, dalam berkehidupan sosial di sekolah-masyarakat- lingkungan, dan lain-lain.
Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam Upaya Penguatan Kesadaran Kolektif .
Dampak Korupsi Melalui Pendidikan Anti Korupsi Dalam mewujudkan Generasi Muda
yang Jujur dan Berintegritas di tingkat sekolah.
Berkembangnya praktek-praktek korupsi telah mengakar ke seluruh ini kehidupan
bangsa Indonesia. Hingga saat ini Indonesia masih menduduki peringkat 10 besar dalam
indeks persepsi korupsi. Dapat diketahui, bahwa peringkat terburuk yang pernah dicapai
Indonesia adalah pada tahun 1995 yang menduduki posisi terbawah sebagai negara paling
korup se-Asia. Tahun 1997 posisi Indonesia sedikit mengalami peningkatan, dan ini
merupakan indeks terbaik yang pernah diperoleh Indonesia pada 12 tahun terakhir yakni
dengan skor 2,72. Namun setelah tahun 1997, indeks persepsi korupsi tersebut terus
mengalami penurunan. Kisaran 10 besar negara korup, menjadikan perlu upaya yang
sungguh-sungguh dari semua elemen negara dan masyarakat untuk mengatasinya. Salah
satu upaya yang marak dilaksanakan yaitu dengan melibatkan institusi pendidikan.
Pendidikan perlu diarahkan pada ke-seimbangan antara kecerdasan kognitif kecerdasan
mental. Untuk itu pendidikan ber- basis nilai (value based education) menjadi penting untuk
dilakukan dalam mendidik siswa yang utuh, pintar dan berkepribadian. Terdapat beberapa
nilai yang dapat mem- bentuk karakter anak menjadi lebih baik, seperti kejujuran,
kepedulian dan menghargai sesama, kerja keras, tanggungjawab, ke- sederhanaan, keadilan,
disiplin, kooperatif, keberanian, daya juang dan kegigihan. Dengan mengintegrasikan nilai-
nilai ini kedalam kehidupan/proses belajar siswa diharapkan siswa mampu berkembang
menjadi pribadi yang lebih baik, dan akhirnya akan bersikap anti koruptif. Penanaman nilai
ini tidak sebatas pada insersi matapelajaran, tetapi perlu diberikan disemua lini pendidikan.
Nilai ini hendaknya selalu direfleksikan kedalam setiap proses pembelajaran baik yang
bersifatintra kurikuler maupun ekstra kurikuler.
Adapun upaya konkrit yang dapat dilaksanakan untuk mencetak para pioneer-pioner
antikorupsi yang berasal dari para siswa adalah melalui penguatan kesadaran kolektif dampak
korupsi melalui pendidikan anti korupsi dalam mewujudkan generasi muda yang jujur dan
berintegritas di tingkat sekolah. Penguatan yang dimaksud dalam pengabdian ini adalah
penguatan kesadaran generasi muda tentang dampak korupsi melalui penanaman nilai-nilai
anti korupsi dalam mewujudkan generasi muda yang jujur dan berinregritas. Selama ini
merosotnya kualitas pendidikan nasional hanya terfokus pada persoalan untuk menyiapkan
peserta didik agar mampu bersaing di era pasar global, sehingga yang disorot hanyalah dari
hasil kelulusan (output) belaka. Sementara penanaman moral dan pencapaian tujuan
pendidikan nasional untuk mampu mencetak generasi yang bukan hanya cerdas secara
intelektual, tetapi juga cerdas secara emosional dan spiritual menjaditerlupakan. Pendidikan
karakter dan akhlak yang baik selama ini kurang mendapat penekanan dalam sistem
pendidikan. Kegiatan pengabdian ini dimaksudkan untuk menumbuhkan semangat anti
korupsi di kalangan generasi muda. Penguatan kesadaran kolektif dampak korupsi melalui
pendidikan anti korupsi dalam mewujudkan generasi muda yang jujur dan berintegritas di
tingkat sekolah diberikan kepada siswa agar semangat anti korupsi tertanam sejak dini
kepada siswa, sehingga jika mereka sudah terjun bermasyarakat semangat tersebut akan terus
terbawa dan mempengaruhi lingkungannya. Guna mendukung berhasilnya pendidikan anti
korupsi di sekolah, maka tugas penting guru dalam pendidikan anti korupsi di sekolah adalah
bertindak sebagai garda depan dari proses pendidikan. Selayaknya guru menjadi teladan
sekaligus sebagai motivator. Dalam pendidikan anti korupsi guru berperan dalam:
mengenalkan fenomena korupsi, esensi, alasan, dan konsekuensinya, mempromosikan sikan
intoleransi terhadap korupsi, mendemontrasikan cara memerangikorupsi (sesuai koridor anak,
memberi kontribusi pada kurikulum standar dengan: penanaman nilai-nilai, penguatan
kapasitas siswa (seperti: berpikir kritis, tanggungjawab, penyelesaian konflik, memanage
dirinyasendiri, dalam berkehidupan sosial di sekolah-masyarakat- lingkungan, dan lain-lain).
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa tugas pendidikan antikorupsi adalah
sebuah tugas semua orang yang mana sesuai dengan porsi dan kapasitas masing-masing.
Realitas menunjukkan bahwa perilaku menyontek oleh beberapa kalangan peserta didik
diberi makna baru, yakni sebagai cara dan strategi untuk meringankan beban biaya orang
tua. Karena melalui menyontek peserta didik akan memperoleh nilai bagus dan cepat lulus
sekolah.

SIMPULAN (CONCLUSION)

Berdasarkan hasil evaluasi, pengamatan, dan tanggapan langsung dari peserta kegiatan
pengabdian kepada masyarakat yang berjudul “Mencetak Generasi Bersih, Transparan, dan
Profesional Melalui Pendidikan Anti Korupsi di tingkat sekolah”, ini dapat berjalan sesuai
dengan rencana. Partisipasi dan tanggapan peserta ini sangat baik. Siswa yang selaku
peserta kegiatan pengabdian sosialisasi pendidikan anti korupsi s pada akhirnya mempunyai
pengetahuan dan pemahaman mengenai definisi korupsi, jenis- jenis korupsi, dampak buruk
korupsi dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk berperan serta dalam memberantas
korupsi. Melalui sosialisasi ini diharapkan terjadi perubahan sikap siswa sekolah menengah
dari sikap membiarkan, memahami, dan memaafkan korupsi ke sikap menolak korupsi.

Saran
Saran yang dapat saya sampaikan bahwa kegiatan ini banyak mengandung
manfaatnya sehingga perlu untuk ditindaklanjuti dan diperluas ruang lingkupnya, bila dapat
memungkinkan diadakan kerjasama dengan para stakeholder, institusi maupun pihak-pihak
lain yang mana terkait dengan masalah ini. Misalnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Dinas pendidikan, Universitas LPTK, dan lembaga-lembaga swadaya masya- rakat pemerhati
masalah korupsi.
DAFTAR PUSTAKA
. (t.th). Panduan Relawan Gen Aksi: Modul Pencegahan Korupsi Berbasis Keluarga.
Jakarta: KPK.

. (t.th). Saya Perempuan Anti Korupsi. Jakarta: KPK.

Ekosusilo, Madyo, Drs. Bambang Triyanto, Drs. 1990. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.
Semarang: Effhar dan Dahara Prize.

ICW. 2010. KPK Soal Bangkrutnya Kantin Kejujuran; Pertanda Korupsi Dini.
http://www.antikorupsi.org/id/ content/kpk-soal-bankrutnya- kantin-kejujuran-jadi-
pertanda- korupsi-dini. Diakses 19 Januari 2016.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2011. Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan
Tinggi.Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Jakarta.

Koesoema, D. 2015. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global.


Gramedia.Jakarta.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 2014. Semua bisa ber-AKSI. KPK.Jakarta.

Megawangi, R. 2009. Pendidikan Karakter : Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa.
IndonesiaHeritage Foundation. Bogor.

Salahudin, Alkrienciehie. 2013. Pendidikan Karakter: Pendidikan Berbasis Agama


dan BudayaBangsa. Pustaka Setia. Bandung.

Saleh, M. 2012. Membangun Karakter dengan Hati Nurani:Pendidikan Karakter untuk


Generasi Bangsa. Erlangga. Jakarta.

Sjarkawi. 2008. Pembentukan Kepribadian Anak. Bumi Aksara Jakarta.

Suhardjno, Azis Hoesein, dkk. 1996. Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah di Bidang
Pendidikan dan Angka Kredit. Pengembangan Profesi Widyaiswara. Jakarta:
Depdikbud. Dikdasmen.

Suharsimi, Suhardjono dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakrta:Bumi Aksara.

Sumaryanto, F. Totok. 2009. Praktik Penyusunan Proposal dan Pelaporan Penelitian


Tindakan Kelas (PTK).Makalah disampaikan pada Kegiatan Pelatihan Karya Tulis

Suparno, Paul. 2004. Guru Demokratis di Era Reformasi Pendidikan.Jakarta: Grasindo.

Suwarsono. 2015. Resensi Buku: Captured by Evil: The Idea of Corruption in Law.
Integritas: Jurnal Anti Korupsi 1(1): 160.
Transparency International. 2013. Survei Integritas Anak Muda 2013: Persepsi dan Sikap
Anak Muda terhadap Integritas dan Anti Korupsi. Transparency International
Indonesia. Jakarta.

Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentangSistem Pendidikan Nasional

Widoyoko, S. Eko Putro. 2008. Penelitian Tindakan Kelas dan Pengembangan Profesi
Guru. Makalah disajikan dalam Seminar Peningkatan Kualitas Profesi Guru Melalui
Penelitian Tindakan Kelas yang diselenggarakan oleh Universitas Muhamadiyah,
Purwokerto tanggal 14September 2008.

Wijaya, D. 2014. Pendidikan Anti Korupsi untuk Sekolah dan Perguruan Tinggi. Indeks.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai