Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah yang berisikan tentang “Pembelajaran IPS SD” tepat pada
waktunya. Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi para
pembaca dan dapat digunakan sebagai salah satu pedoman dalam proses pembelajaran.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya karena pengetahuan yang
kami miliki cukup terbatas. Oleh karena itu, saya berharap kritik dan saran dari pembaca yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih
DAFTAR ISI
Bab 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Korupsi merupakan kejahatan yang mendapat perhatian masyarakat luas. Sejak era reformasi,
korupsi menjadi kejahatan yang secara terus menerus mendapatkan perhatian untuk
mendapatkan penanganan secara serius. Keseriusan untuk memberantas korupsi karena
korupsi merupakan kejahatan yang mengurangi hak-hak warga negara dan menimbulkan
kesengsaraan dikalangan masyarakat. Berbagai studi menunjukkan bahwa korupsi telah
merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat serta mengamputasi hak-hak masyarakat untuk
mendapatkan kesejahteraan.
Korupsi di Indonesia terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Tindak pidana
korupsi sudah meluas dalam masyarakat, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah
kerugian negara maupun dari segi kualitas tindakk pidana yang dilakukan semakin sistematis
serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.(Evi Hartanti : 2002)
Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat, karena
dalam keluargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Bentuk dan isi serta
cara-cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan
berkembangnya watak, budi pekerti dan kepribadian tiap-tiap manusia. Pendidikan yang
diterima dalam keluarga inilah yang akan digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti
pendidikan selanjutnya di sekolah.(Ihsan, Fuad : 2003), Pendidikan anti korupsi sudah
layaknya ditanamkan dalam diri setiap anggota keluarga.
Korupsi yaitu perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk
keuntungan pribadi atau golongan. Korupsi dapat terjadi karena berbagai faktor misalnya
pendapatan yang rendah, adanya kesempatan, dan ada juga faktor dari luar yaitu bujukan
oranglain, atau kurangnya control diri. Korupsi sangat merugikan rakyat maupun negara.
Sebagian besar para koruptor adalah para pejabat pemerintah yang diberi kepercayaan dan
wewenang tetapi banyak yang menyelewengkan. Dampak korupsi yaitu dapat mengubah
segala tatanan kehidupan masyarakat, seperti ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Upaya
pemberantasan dan penanggulangan korupsi harus dimulai dari diri sendiri melalui lingkup
keluarga sampai pada masyarakat agar taat terhadap aturan yang dibuat pemerintah. Sehingga
dalam penulisan ini yang dikaji adalah Peran Keluarga dalam Pemberantasan dan
Penanggulangan Korupsi.
1.2Rumusan Masalah
1. Bagaimana Peran Dan Fungsi Keluarga Dan Institusi Dalam Membangun Karakter Baik Dan
Pemberantasan Korupsi?
2. Bagaimana Korupsi Di Sektor Publik?
3. Bagaimana Pengaduan, Perlindungan Hukum dan Penghargaan?
4. Bagaimana Kajian Karakter Dan Anti Korupsi Dalam Persepektif Sosial Budaya Dan Agama?
1.3Tujuan
1. Untuk Mengetahui Peran Dan Fungsi Keluarga Dan Institusi Dalam Membangun Karakter Baik
Dan Pemberantasan Korupsi.
2. Untuk Mengetahui Korupsi Di Sektor Publik.
3. Untuk Mengetahui Pengaduan, Perlindungan Hukum dan Penghargaan.
4. Untuk Mengetahui Kajian Karakter Dan Anti Korupsi Dalam Persepektif Sosial Budaya Dan
Agama.
BAB II
PEMBAHASAN
Peran Keluarga
Lembaga pendidikan adalah ujung tombak pembangunan sebuah bangsa. Sudah banyak bukti
hasil pendidikan dalam peningkatan kesejahtraan masyarakat dinegri ini. Hal ini dapat kita lihat
dari kemajuan pembangunan terutama infrastuktur. Namun demikian ternyata lembaga
pendidikan kita telah gagal membentuk karakter masyarakat bangsa ini. Sikap koruptif,
manipulatif dan sifat-sifat destruktif masih menjadi kendala utama pembangunan negeri ini.
Pendidikan harusnya tidak sekedar mengajarkan dalam hal kemampuan intelektual, tetapi juga
aspek emosinal. Yaitu kecerdasan yang berkaitan dengan kepribadian yang berupa kejujuran,
kedisiplinan dan loyalitas terhadap negara ini. Pendidikan haruslah mencetak peserta didik yang
tekun, jujur, disiplin dan pekerja keras, bukan sekedar sebagai manusia yang cerdas semata tanpa
memiliki sikap kepribadian yang dapat menunjang pelayanan yang baik kepada masyarakatnya.
Orientasi pendidikan yang menanamkan nilai-nilai kejujuran dan kedisiplinan ini sudah bukan
hal yang bisa di tawar-tawar lagi mengingat bangsa ini dalam kondisi mengkhawatirkan akibat
sikap koruptif segelintir masyarakat yang sedang berkuasa di negeri ini. Namun demikian, suatu
hal yang perlu disayangkan bahwa lembaga pendidikan kita baik ditingkat menengah maupun
perguruan tinggi menengah masih bertumpu pada peningkatan intelektualitas semata. Pendidikan
agama, moral, bahkan kewarganegaraan masih dikesampingkan. Lebih ironis lagi lembaga
pendidikan justru banyak yang memiliki sistem yang tidak transparan, tidak efektif, dan tidak
sistematis. Korupsi, kolusi, dan birokrasi yang berbelit masih terjadi di lembaga ini. Peran
lembaga pendidikan harus lebih dimanfaatkan dalam merubah pola pikir. Merubah gaya hidup
dan merubah arah pembangunan bangsa yang besar ini. Lembaga pendidikan pun harus menjadi
contoh sebagai sebuah lembaga dengan sistem yang lebih baik, efektif dan dinamis. Lembaga
pendidikan sebagai cerminan masyarakat terdidik haruslah memiliki sistem pemerintahan yang
jujur, sistematis, efisien. Dengan demikian masyakat akan percaya atas eksistensinya sebagai
satu-satunya lembaga yang menjadi tumpuan dalam pembangunan bangsa dan negara ini.
2.2 Korupsi Di Sektor Publik
Fenomena korupsi di sektor publik terjadi hampir disemua negara. Bukan hanya di Indonesia
yang masuk dalam kategori negara yang belum mapan secara ekonomi, namun korupsi sektor
publikpun terjadi di negara yang sangat mapan perekonomiannya seperti di Saudi Arabia.
Beberapa waktu berselang, pemerintah negeri Petro Dollar itu menertibkan sejumlah “pangeran
kerajaan” yang dianggap terlibat korupsi. Huberts, seorang profesor ilmu politik dan administrasi
publik, pernah menertibkan suatu paper (1998) yang menarik mengenai”tindakan apa yang perlu
dilakukan untuk mengatasi korupsi sektor publik”. Paper tersebut disusun berdasarkan hasil
survei terhadap 257 pakar dari 49 negara yang dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu
negara “ higher income” dan “lower income”. Para pakar ini mewakili kalangan, diantaranya
ilmuwan (38 %), kepolisian dan kejaksaan (28%), lembaga anti korupsi (12%) auditor dan
akuntan (10%), serta pengusaha dan konsultan (8%). Pandangan para pakar tersebut
menitikberatkan konsep bahwa korupsi adalah penyalahgunaan kewenangan publik untuk
kepentingan pribadi, kelompok ataupun partai politik. Sehingga dapat disimpulkan korupsi
sektor publik merupakan bentuk penyalahgunaan kewenangan publik, baik berupa tindakan
maupun keputusan dari seorang politisi, pejabat publik, ataupun pegawai negeri demi
kepentingan pribadi. Sementara integritas sektor publik adalah segala tindakan dan keputusan
yang mengikuti norma dan tingkah laku publik, diamana salah satu norma yang paling berterima
umum adalah kepentingan pribadi tidak boleh mempengaruhi tanggung jawab pejabat maupun
aparatur publik.
Definisi pengaduan atau laporan ini tidak hanya merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHP) yang memebritahukan tentang terjadinya tindak pidana. Pengaduan/pelaporan dalam
konteks ini merujuk pada pengertian secara umum yang merupakan tindak pemberitahuan oleh pihak-
pihak yang berkepentingan kepada pejabat/instansi yang berwenang tentang adanya penyimpangan
yang dilakukan oleh aparat terkait pelayanan publik. Tindakan pemebritahuan tersebut
dimaskudkanagar penyimpangan yang terjadi dapat ditindaklanjuti oleh pejabat pengawas yang
berwenang. Pada prinsipnya setiap orang berhak mengadu atau membuat laporan apabila merasa
kepentingannya dirugikan atas tindakan penyimpangan yang dilakukan aparat, pegawai, pejabat,
petugas, profesi tertentu yang melaksanakan pelayanan publik. Pihak-pihak yang dapat melapor atau
mengadu antara lain seseorang atau keluarganya,kelompok masyarakat, organisasi masyarakat,
organisasi politik, dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Adapun format penyampaian pengaduan adalah
sebagai berikut :
1. Identitas Pelapor atau Pemberi Informasi Pengaduan. Untuk memudahkan tindak lanjut dan jika
diperlukan adanya penjelasan lebih dalam. Identitas yang perlu disampaikan dalam pelaporan
mencakup nama, pekerjaan, alamat rumah dan tempat bekerja, telepon yang dapat dihubungi,
serta identitas lain yang dianggap perlu.
2. Pengungkapan Materi Pengaduan. Laporan setidaknya mengungkap jenis penyimpangan,
fakta/proses kejadian, penyebab dan dampak(kerugian yang ditimbulkan)
3. Alat dan barang bukti. Jika ada, laporan dapat disertai alat bukti, Pasal 184 ayat(1) KUHP
merujuk beberapa keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan petunjuk. Sedangkan didalam
UU No. 20/2001 tentang perubahan atas UU No. 31/1999 tentang pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi pada pasal 26A, dikenal juga bukti lain dan tidak terbatas pada informasi/data
yang diucapkan, dikirim, diterima atau disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau optik.
Perlindungan Hukum Bagi Pengadu Tindak Pidana Korupsi
Adanya jaminan perlindungan dari pemerintahterhadap masyarakat harus berlaku secara meluas, baik
dari ancaman yang berasal dari luar wilayah Indonesia. Disamping itu, perlindungan ini harus pula
diberikan baik dari serangan terhadap masyarakat Indonesia secara keseluruhan, maupun terhadap
individu masing-masing.salah satu konkretisasi dari tanggung jawab pemerintah untuk memberikan
(warga negara )adalah pemerintah berkewajiban untuk melindungi masyarakatnya dari segala bentuk
kejahatan atau perbuatan-perbuatan menyimpang lainnya yang mungkin dialami. Perlindungan hukum
bagi pengadu tindak pidana korupsi merupakan upaya yang dilakukan untuk memberikan rasa aman
kepada saksi atau korban oleh instansinyang berwenang. Pelapor atau pengadu tindak pidana korupsi
nantinya akan dilindungi baik secara fisik maupun psikis. Terkait perlindungan hukum bagi pengadu
tindak pidana korupsi, terdapat lembaga yang bertugas dan berwenang untuk menjalankan tugas
tersebut, lembaga tersebut adalah LPSK( Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban). Beberapa instrumen
perlindungan hukum bagi whistleblower diantaranya :
Untuk memeberi motivasi yang tinggi kepada massyarakat, maka dalam Peraturan Pemerintah diatur
pula pemberian penghargaan kepada masayarakat yang berjasa terhadap upaya pencegahan dan
penanggulangan tindak pidana korupsi berupa piagam dan atau premi. Masyarakat atau publik
diharapkan dapat menerapkan budaya antikorupsi mulai dari keluarga dan menjadi age perubahan
untuk mengubah perilaku koruptif serta menyebarluaskan program antikorupsi di lingkungannya. Lebih
dari itu, masyarakat pun diharapkan berperan aktif melaporkan dugaan korupsi kepada penegak hukum.
Penghargaan bagi Partisipasi Publik Dalam Upaya Menumbuhkan Budaya Anti Korupsi.
Ada banyak kegiatan/program/tindakan yang dapat dilakukan masyarakat (publik) untuk ikut berperan
dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi diantaranya :
Beberapa tokoh yang pernah diberi penghargaan antara lain : Tri Risma Harini dan Yoyok Riyo Sudibyo
(2015), Nur Pamudji dan Basuki Tjahaja Purnama (2013), Herry Zudianto dan Joko Widodo (2010).
Bentuk penghargaan ini dapat dibedakan untuk masing-masing kategori/kriteria sesuai dengan manfaat,
misalnya:
Negara kita berdasar Pancasila, dengan sila pertama yaitu Ketuhanan yang maha esa. Kegiatan ibadah
ritual sebagian besar rakyat terlihat baik. Karena itu kita sering menyatakan diri sendiri sebagai bangsa
yang religius, menempatkan agama sebagai hal penting dalam hidup kita. Namun sebaliknya, negara kita
di kawasan Asia dan dunia termasuk negara terkorup. Korupsi sudah menjadi bagian utama dalam hidup
kita, bahkan ada yang menyatakan korupsi sudah menjadi budaya. Menteri Negara Pemberdayaan
Aparatur Negara Taufik Effendi berusaha membantahnya, melalui tulisan Korupsi Bukan Budaya Kita.
Tetapi melihat budaya penyalahgunaan wewenang telah menjadi realitas kehidupan sehari-hari. Korupsi
telah bersifat endemik dan sistemik. Agama apapun pasti melarang perbuatan korupsi atau suap, dan
pelaku korupsi pun tahu pasti agama apapun melarang dan mengutuk tindakan itu. Tetapi tampaknya
banyak dari kita melanggarnya apabila mendapat kesempatan. Jika demikian, hukuman didunia akan
jauh lebih efektif, mungkin pendekatan agama (jika tepat dilakukan) bisa dipakai untuk
pencegahan(preventif) yang bersifat kultural. Maka salah satu langkah tepat untu mencegah korupsi
ialah memberi pendidikan anti korupsi yang intinya mendidik anak bangsa kita menjadi anak bangsa
menjadi jujur terhadap diri sendiri, masyrakat dan Tuhan. Nilai-nilai luhur yang disampaikan dalam
pembangunan karakter mempunyai lingkup luas. Di antaranya nilai-nilai kemanusiaan tanpa
memandang suk , bangsa, dan agama yang diharapkan bisa menghsilkan rasa saling megasihi, mengerti,
menghormati, dan saling bantu. Juga bisa ditanamkan penghargaan terhadap kerja (etos kerja),
sedangkan materi atau uang bukan tujuan tetapi hasil kerja. Dengan ini diharapkan bisa dicegah
kecenderungan menempuh jalan pintas atau tujuan menghalalkan cara.
Pembangunan karakter termasuk pembentukan disiplin dan penghargaan terhadap waktu serta
ketelitian dan kecermatan yang padanannya dalam bahasa Inggris ialah punctuality. Semua itu secara
tidak langsung diharapkan dapat menceggah anak bangsa dari godaan penyalahgunaan wewenang. Yang
tidak kalah penting iala menanamkan rasa bersalah ke dalam diri anak rasa bersalah jika melanggar
peraturan atau hukum. Pendidikan budi pekerti, pendidikan anti korupsi, dan pembangunan karakter
dilakukan untuk membentuk budaya anti korupsi yang bersifat preventif, dan baru akan diketahui
hasilnya dikemudian hari.