Anda di halaman 1dari 5

A.

Pendahuluan
Dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan
Negara sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, perlu dibangun Aparatur Sipil Negara yang memiliki integritas,
profesional, netral, dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi
dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat
dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan
bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN).
Balai Pemasyarakatan (Bapas) adalah pranata untuk melaksanakan
bimbingan klien pemasyarakatan. Berdasarkan keputusan Direktur Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia nomor PAS-
14.OT.02.02 Tahun 2014 tentang standar pelayanan pemasyarakatan Bapas
menjalankan fungsi di bidang bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak.
Bapas sendiri memiliki peran yang penting dalam terwujudnya revitalisasi sistem
pemasyarakatan berdasarkan Permenkumham Nomor 35 Tahun 2018 tentang
Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan. Revitalisasi penyelenggaraan
pemasyarakatan merupakan upaya mengoptimalkan penyelenggaraan
pemasyarakatan sebagai bentuk perlakuan terhadap tahanan, narapidana, dan klien
serta perlindungan atas hak kepemilikan terhadap barang bukti. Hal ini juga sejalan
dengan tujuan sistem pemasyarakatan yang tercantum dalam Pasal 2 Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan yaitu:
1. Memberikan jaminan pelindungan terhadap hak Tahanan dan Anak;
2. Meningkatkan kualitas kepribadian dan kemandirian Warga Binaan agar
menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana,
sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat hidup
secara wajar sebagai warga yang baik, taat hukum, bertanggung jawab, dan
dapat aktif berperan dalam pembangunan; dan
3. Memberikan pelindungan kepada masyarakat dari pengulangan tindak pidana.
Peran Bapas tersebut menempatkan Pembimbing Kemasyarakatan (PK)
pada posisi yang strategis sebagai pejabat fungsional tertentu dalam revitalisasi
sistem pemasyarakatan. PK sebagai bagian dari ASN memiliki peran dan kedudukan
PNS dalam NKRI yaitu Manajemen ASN, Whole of Goverment dan Pelayanan Publik.
PK menjalankan tugas dalam peradilan pidana yaitu melakukan Penelitian
Kemasyarakatan (Litmas), pendampingan, pembimbingan, pengawasan, dan tim
pengamat pemasyarakatan. Melalui litmas PK meneliti perubahan perilaku Warga
Binaan Pemasyarakatan (WBP), memberikan assesmen dan rekomendasi yang
berfungsi dalam proses penempatan lapas berdasarkan tingkat risikonya (super
maximum, maximum security, medium security, dan minimum security).
Rekomendasi PK dalam litmas juga berfungsi untuk menentukan jenis bimbingan
yang sesuai bagi WBP dan bahan pertimbangan bagi polisi, jaksa penuntut umum,
dan hakim dalam proses Sistem Peradilan Pidana Anak. Oleh karena peran Bapas
yang semakin vital inilah kedepannya diperlukan dilakukan peningkatan agar kinerja
menjadi lebih optimal dan maksimal.

B. Analisis Permasalahan
Berdasarkan standar pelayanan pemasyarakatan diatur bahwa
penyelesaian penelitian kemasyarakatan paling lama 3 (tiga) hari sejak diterimanya
permohonan, bagi litmas untuk kepentingan Diversi dan paling lama 7 (tujuh) hari
sejak penunjukan PK, bagi litmas untuk kepentingan pembinaan, asimilasi,
reintegrasi (PB, CMB, CMK), pindah tempat pelaksaan pidana penjara atas
permintaan sendiri. Pada pelaksanaannya litmas harus melalui proses pengawasan
internal dan pengawasan secara berjenjang oleh pejabat struktural di UPT Bapas.
Evaluasi kinerja pelaksana dilakukan oleh pejabat berwenang melalui pemantauan
dan penilaian terhadap seluruh rangkaian kegiatan litmas dengan mengacu kepada
standar pelayanan yang menjelaskan alur layanan penelitian kemasyarakatan
dewasa dan anak.

Hasil Penelitian tentang peran pembimbing kemasyarakatan dalam rangka


mendukung revitalisasi penyelenggaraan pemasyarakatan menjelaskan bahwa peran
strategis Bapas dan PK belum berjalan secara optimal dalam revitalisasi sistem
pemasyarakatan karena terdapat kendala intensifikasi dan ekstensifikasi. Isu
intensifikasi berhubungan dengan kurangnya kapasitas dan kompetensi serta
ketrampilan PK. Sedangkan bobot ekstensifikasi berhubungan dengan jumlah, rasio
jumlah klien dengan ketersediaan PK, dukungan anggaran, sarana prasarana yang
memadai untuk menjalankan revitalisasi pemasyarakatan. Isu utama tersebut
dijelaskan dalam beberapa kategori utama sebagai berikut:
1. Uji Kompetensi
Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 34% responden yang
terdiri dari PK belum mengikuti uji kompetensi yang merupakan syarat bagi
Jabatan Fungsional Tertentu PK.
2. Penempatan PK
Masih terdapat PK di Bapas yang mempunyai wilayah kerja lebih dari 4-7
kabupaten/kota sehingga memiliki beban kerja yang tidak proporsional. Bahkan
terdapat Bapas yang mengalami kekurangan jumlah PK sehingga pelaksanaan
tugas tidak efektif dan efisien.
3. Rencana Program
Sebesar 30% responden tidak melakukan pembuatan rencana program litmas,
artinya tidak semua PK memahami tugas dan standar baku penyusunan litmas.
4. Anggaran
Penanganan anak berhadapan dengan hukum (ABH) memerlukan proses yang
panjang dan berkelanjutan sehingga perlu didukung oleh pendanaan yang cukup
pula. Pada kenyataannya anggaran yang kecil tidak sesuai dengan wilayah kerja
dan beban kerja sehingga tidak dapat mengoptimalkan bimbingan kemandirian
klien. (Nugroho, 2020:467).

Analisis Fish Bone Penyebab Kurang Optimalnya Penyelesaian Litmas


Berdasarkan teknik analisis Fish Bone diatas penyebab utama yang
menjadikan belum optimalnya penyelesaian litmas adalah Manajemen Kerja yang
Kurang Baik yang terdiri dari:
a. Rencana kerja atau kegiatan yang tidak disiplin dibuat.
b. Kurangnya faktor pengawasan antar pegawai dan pimpinan manajemen dalam
kedisiplinan penyelesaian litmas.
c. Kurangnya monitoring dan evaluasi kinerja pegawai dalam penyelesaian litmas.

C. Peran Pejabat Pengawas dalam Pengendalian (Monev) Penyelesaian Litmas


Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 Monitoring atau yang
di dalam peraturan disebutkan sebagai pemantauan merupakan kegiatan mengamati
perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan, mengidentifikasi serta
mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil
tindakan sedini mungkin. Sedangkan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun
2006 evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input),
keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar. Evaluasi
dilaksanakan di akhir program atau kegiatan, untuk mengetahui sejauh mana capaian
akhir dari kegiatan atau program. Hasil Evaluasi dapat dimanfaatkan untuk
perencanaan kegiatan atau program yang sama pada masa berikutnya.

Dalam hal pelaksanaan layanan publik, Undang-undang Republik Indonesia


Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Pasal 21 dikatakan bahwa salah satu
komponen standar pelayanan adalah pengawasan internal. Pengawasan internal di
dalam pelayanan publik adalah pengendalian yang dilakukan oleh pimpinan satuan
kerja atau atasan langsung pelaksana.

Pengawasan internal yang dilakukan oleh pejabat pengawas atau pemimpin


satuan kerja merupakan kunci utama untuk meningkatkan optimalisasi penyelesaian
litmas dari segi kuantitas dan ketepatan waktu. Peran pejabat pengawas tersebut
dapat dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Perencanaan:

a. Pejabat pengawas bersama seluruh pegawai menetapkan target pencapaian


penyelesaian litmas di akhir periode
b. Meningkatkan komitmen masing-masing PK dalam menyelesaikan litmas
untuk klien dewasa
c. Mengawasi penentuan template formulir rencana kerja yang akan diisi oleh
masing-masing PK per minggu serta melakukan sosialisasi kepada pegawai
d. Mengawasi pembuatan template daftar scoring dan ranking yang akan
ditampilkan pada rapat evaluasi per minggu serta melakukan sosialisasi
kepada pegawai
e. Mengawasi pelaksanaan rekap rencana kerja program yang telah diisi oleh
masing-masing PK per minggu.
f. Melakukan scoring dan ranking
2. Pelaksanaan

Pejabat pengawas secara berkala melakukan sampling menilai kualitas


penyusunan litmas yang dibuat oleh PK, kemajuan atau prestasi pekerjaan
sesuai jadwal dan tidak ada keterlambatan, kesesuaian dengan Kerangka
Acuan Kerja dapat diartikan sebagai kesesuaian dengan dokumen
perencanaan kegiatan yang berisi penjelasan/ keterangan mengenai apa,
mengapa, siapa, kapan, di mana, bagaimana, dan berapa perkiraan biayanya
suatu kegiatan, kesesuaian jangka waktu, dan kelengkapan administrasi.

3. Pelaporan dan Tindak Lanjut

Mengadakan rapat koordinasi yang diikuti oleh seluruh PK, Kasubsi BKD
dan dipimpin oleh Kabapas. Menyampaikan hasil pencapaian litmas minggu
yang lalu setelah dilakukan scoring dan ranking. Pengungkapan kendala yang
dihadapai dalam menyelesaikan litmas dan sesi penguatan oleh Kabapas atau
sharing informasi oleh pegawai yang berprestasi baik. Peran pejabat pengawas
dalam melakukan coaching dan counseling sangat penting dalam
mengantisipasi kendala PK untuk menyelesaikan litmas daripada
mengedepankan pendekatan yang koersif ataupun pemberian hukuman.Dalam
hal ini pemimpin harus memahami betul siapa anggota organisasinya dengan
berbagai kemampuan serta kendala yang dimiliki

Anda mungkin juga menyukai