Anda di halaman 1dari 2

Sejarah Desa

SEJARAH DESA WARINGIN

Pada jaman dahulu kurang lebih pada abad ke 14 salah satu Pangeran Keturunan dari Ciamis yaitu
Pangeran Aryadipati. Pada suatu hari beliau melakukan perjalanan ke Cirebon, setelah sampai di
Cirebon beliau di salah satu gunung yang disebut Gunung Penawar Jati yang saat ini disebut Gunung
Jati. Beliau bertapa untuk memohon petujuk kepada Allah SWT.

Selama sebulan Pangeran Aryadipati bertapa di tempat tersebut tetapi belum mendapat petunjuk.
Pangeran Aryadipati terus sabar bertapa, sampai pada malam ke 33 Pangeran Aryadipati mendapat
wangsit supaya mencari sebuah pohon yang mirip dengan pohon cecendet. Setelah mendapat wangsit
Pangeran Aryadipati segera pergi ke arah barat.

Sepanjang jalan Pangeran Aryadipati selalu mencari pohon tersebut, tetapi tetap tidak dapat ditemukan,
Pangeran Aryadipati hampir putus asa sebab sampai tiga tahun masih juga belum ketemu.

Setelah yakin benar bahwa pohon tersebut adalah pohon yang selama ini dicarinya, kemudian Pangeran
Ayadipati bersyukur kepada Allah SWT dengan cara sholat hajat beberapa salaman. Setelah beres
sholat hajat dan do’a syukur Pangeran Aryadipati berasa sangat terkejut sebab pohon yang berada di
sebelahnya tersebut tiba-tiba berubah menjadi besar dan semakin tinggi, daunnya rimbun dan hijau,
membuat orang nyaman berada di bawahnya, pohon tersebut adalah pohon caringin (beringin).

Pangeran Aryadipati akhirnya tinggal di kampung tersebut yaitu Kampung Tajur serta menikahi
seorang putri yang cantik, yaitu putrinya Pangeran Sangiang dari Talaga, bernama Siti Sawit. Dalam
rumah tangganya Pangeran Aryadipati dan Siti Sawit dikaruniai dua orang putra yang diberi nama
Remban dan Imbar.

Sesampainya ke Mataram Ki Gedeng sangat marah, matanya melotot sambil berteriak kepada Pangeran
Aryadipati.

“Heh Aryadipati kenapa kamu ke sini sendiri, mana Ki Cakra Bumi ?”

“Maaf hamba kalangsu, tidak mampir ke Cirebon !” Pangeran Aryadipati berkata sambil memberi
hormat.

Setelah kejadian tersebut Pangeran Aryadipati tidak lagi menampakan diri kepada rakyatnya. Sebab
sepengetahuan rakyatnya Pangeran Aryadipati telah meninggal dunia di hukum gantung oleh Ki
Gedeng Mataram, hanya istrinya Nyi Siti Sawit saja yang mengetahui bahwa suaminya masih hidup
dan telah pindah tempat ke Daerah Giri Lawungan (sebelah timur kota Majalengka sekarang)

Di atas kuburan pusaka Pangeran Aryadipati tumbuh sebuah pohon gebang. Setelah jumlahnya
sewindu pohon gebang tersebut menghilang, diganti dengan pohon mangga, hingga saat ini tidak ada
yang tahu siapa yang menanam pohon tersebut, yang jelas pohon tersebut tumbuh dengan sendirinya.

Setelah Pangeran Aryadipati pindah ke Giri Lawungan di daerah Tajur sering terjadi kejadian-kejadian
aneh yang diceritakan oleh Nyi Siti Sawit kepada para putranya. Kejadian tersebut diantaranya :

1. Mahkota atau kopiah waring Mbah Kuwu Sangkan tertinggal pada pohon caringin (beringin)
pada saat beliau mencari yang berkelahi antara Ki Gedeng Hanjatan dengan Syarif Arifin
memperebutkan benih sri (padi) dan benih banyu (air) dari sungai Cikeruh.
2. Pada saat Siti Sawit melahirkan Remban dan Imbar beliau didatangi oleh Pangeran Cakra Bumi
yang pada saat waktu itu kopeah waring-nya tertinggal di pondok Siti Sawit.
3. Yang digantung oleh Ki Gedeng Mataram berdasarkan penglihatan yaitu Kepala Pangeran
Aryadipati, padahal yang sebenarnya mahkota yang terbuat dari

Berdasarkan pada beberapa kejadian tersebut Siti Sawit istrinya Pangeran Aryadipati mengadakan
musyawarah dengan para putranya yaitu Remban dan Imbar untuk merubah nama kampung yang
sebelumnya Kampung Tajur menjadi Waringin asal kata dari kopeah (mahkota) waring yang
tergantung pada pohon caringin (beringin). (Tahun perubahan nama tersebut tidak diketahui).

Dari saa itu Waringin dipimpin oleh anaknya Pangeran Aryadipati, yaitu Pangeran Remban yang
memajukan syiar Islam, dan Pangeran Imbar yang mengatur pemerintahan, setelah Siti Sawit
menyerahkan kepada putranya, beliau pindah ke sebelah barat yang disebut Huludayeuh. Disebut
Huludayeuh sebab pada saat itu daerah tersebut dijadikan tempat musyawarah Siti Sawit, Pangeran
Remban, dan Pangeran Imbar serta rakyatnya dalam rangka memajukan kampung Waringin.

Pemerintahan di Desa Waringin di pimpin oleh Pangeran Imbar hingga beberapa tahun, kemudian
diganti oleh Pangeran Remban. Pangeran Remban dan Pangeran Imbar tidak diketahui pada tahun
berapa mereka meninggal dunia, yang jelas Pangeran Imbar wafat sebelum Pangeran Remban.

Setelah Pangeran Remban dan Pangeran Imbar wafat tidak diketahui berapa tahun kebelakang yang
memimpin desa tidak diketahui, yang tercatat dalam asal-usul Desa Waringin yang menjabat Kuwu
yaitu :

1. Kuwu Sarka tahunnya tidak diketahui


2. Kuwu Somnyah tahun 1912 sampai tahun 1915
3. Kuwu Amal tahun 1916 sampai tahun 1938
4. Kuwu Ujattahun 1939 sampai tahun 1948
5. Bapa Naptiah (menjabat/mengisi kekosongan kuwu) tahun 1949 sampai tahun 1950
6. Kuwu Armawi tahun 1951 sampai tahun 1953
7. Kuwu Sumanta tahun 1954 sampai tahun 1967
8. Bapak M. Tasdik (menjabat/mengisi kekosongan kuwu) tahun 1968 sampai tahun 1969
9. Kuwu Markum tahun 1970 sampai tahun 1977
10. Kuwu Duslan tahun 1978 sampai tahun 1989
11. Kuwu M. Warma tahun 1990 sampai tahun 1999
12. Kuwu Tjaskam tahun 2000 sampai tahun 2005
13. Kuwu Imas Masriah tahun 2006 sampai tahun 2013 (pertama kali dipimpin oleh kuwu
perempuan)
14. Kuwu Umar tahun 2014 sampai sekarang

Anda mungkin juga menyukai