Anda di halaman 1dari 12

Dampak Deforestasi Hutan Kalimantan Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap

Perubahan Iklim Dunia

Junaida Icih, Rizka Raynanda, Willyan Yusnanda. Hubungan Internasional. Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Tanjngpura.

Pendahuluan

Abstrak

Perubahan iklim saat ini telah benar-benar dirasakan dimana suhu udara kian mulai terasa
bertambah panas. Saat ini cuaca ekstrime mulai melanda beberapa wilayah negara du
belahan dunia. Salah satu yang paling merasakannya peningkatan suhu udara ialah negara
dengan iklim gurun pasir seperti Iraq di Timur Tengah dan Negara-negara di Afrika Utara
selain itu India dan beberapa negara di eropa juga mulai merasakan efek dari perubahan
iklim saat ini. Salah satu faktor yang ikut memberikan kontribusi terhadap perubahan iklim
yakni deforestasi. Deforestasi bisa dikatakan memberikan kontribusi yang begitu besar
sehingga menyebabkan perubahan iklim secara global, hutan sendiri merupakan jantung
utama dalam menjaga keseimbangan ekosistem yang fungsi dari hutan sendiri sulit untuk
dihitung namun yang terpenting adalah menghasilkan oksigeb dan menjaga lapisan ozon
yang berfungsi menyaring radiasi dan panas matahari agar suhu bumi terjaga dan aman
untuk makhluk hidup, namun pembukaan lahan perkebunan yang meningkat beberapa dekade
ini menjadi salah satu faktor berkurangnya hutan di dunia, terutama di pulau Kalimantan,
hutan Kalimantan tergolong hutan yang sangat lebat, namun diperkirakan berkurangnya
hutan di Kalimantan turut berperan terhadap perubahan iklim yang terjadi saat ini.

Kata Kunci : Deforestasi, Perubahan Iklim, Kelapa Sawit, Hutan Kalimantan

BAB I

Latar Belakang

Kalimantam merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia yang memiliki lahan
hijau yang sangat luas dan lebat sehingga hutan yang ada dikalimantan merupakan hutan yang
menjadi salah satu penyumbang oksigen terbesar di dunia dan menjadi habitat bagi berbagai
jenis flora dan fauna. Dengan iklim hutan hujan tropis menjadikan hutan yang berada di
Kalimantan menjadi spesial karena tingkat kepadatan antara satu pohon dengan pohon lainnya
sangat tinggi sehingga kayu merupakan salah satu komoditi utamana yang dihasilkan di
Kalimantan. Selain itu dengan lahannya yang luas menjadikannya berpotensi besar untuk
dikembangkan menjadi lahan pertanian dan perkebunan meskipun tidak semua lahan dapat
ditanami karena beberapa diantaranya merupakan lahan dengan jenis tanah gambut akan tetapi
beberapa jenis tanaman perkebunan tetap dapat ditanam di lahan gambut sekalipun. Salah satu
jenis tanamannya adalah kelapa sawit, tanaman ini terkenal bandel karena dapat tumbuh
hampir disegala jesnis tanah dan medan. Dengan potensi tersebut menjadikan kelapa sawit
sebagai komoditas pertanian yang besar di Kalimantan dan bisa dikatan bahwa kelapa sawit
merupakan yang memakan lahan sangat luas. Perkebunan kelapa sawit bisa dikatakan
memanfaatkan lahan gambut secara maksimal karena lahan ini kurang subur untuk ditanami
yang diakibatkan dari senyawa kimianya dan ph tanah (tingkat keasaman) yang tinggi
sehingga sangat rendah tingkat kesuburannya. Jadi kelapa sawit pemanfaatan lahan gambut
secara maksimal ini dapat memberikan manfaat yang lebih,

Kelapa sawit merupakan tanaman yang memberikan banyak manfaat kelapa sawit
dapat menghasilkan minyak nabati 5 kali lipat lebih banyak dibandingkan tanaman penghasil
nabati lainnya dan menjadi solusi dari meningkatnya kebutuhan minyak nabati dengan
produksinya yang melimpah dan efisien membuat harganya jauh lebih murah ketimban
minyak yang dihasilkan oleh kedelai dan biji bunga matahari. Dengan keunggulannya tersebut
semakin banyak perusahaan dan masyarakat yang tertarik untuk membuka lahan. Namun
disatu sisi pembukaan lahan sawit juga mengurangi jumlah hutan yang ada dan saat ini lahan
yang di buka untuk perkebunan sawit juga semakin meningkat, hal ini telah mengarah ke
deforestasi yang mana dampaknya sudah cukup dirasakan saat ini mulai dari suhu udara yang
terasa lebih panas dari beberapa dekade sebelumnnya, banjir di sejumlah daerah, curah hujan
yang tinggi, hingga perubahan cuaca ekstrim yang tidak menentu.

Deforestasi sendiri yakni merupakan kondisi dimana jumlah lahan hutan yang
berkurang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pengalihan fungsi lahan menjadi lahan
pertanian, permukiman, perkebunan, pertambangan dan kegiatan pembalakan liar. Deforestasi
yang terjadi terus menerus memberikan dampak besar bagi iklim di bumi seperti pemanasan
global dimana suhu bumi terus meningkat setiap tahunnya, dampak pemanasan global juga
bukannya hanya pada peningkatan suhu di bumi tetapi juga memberikan dampak pada
peninggian air laut akibat mencairnya es di kutub, hal ini akan berdampak pada daerah pesisir
yang lebih rendah sehingga nantinya akan terendam terlebih dahulu. Dampak ini telah terlihat
dari mengurangnya jumlah pulau-pulai kecil di Indonesia setidaknya pada 2009 ada 24 pulau
kecil di Indonesia yang hilang akibat meningkatnya ketingian air laut dan mengancam sekitar
2000 pulau lainnya.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya salah satu yang mendominasi deforestasi di
Kalimantan adalah pengalihan fungsi hutan menjadi perkebunan sawit, bahkan di beberapa
daerah hal ini sekarang bisa dilihat dari jalan raya dimana yang dahulunya merupakan lahan
hutan kini telah di tebangi dan berganti menjadi pepohonan sawit. Bahkan satu perusahaan
sawit bisa mengelola lahan perkebunan seluas ribuan hektar dan dalam satu kabupaten saja
ada beberapa perusahaan yang mengelola perkebunan. Disatu disi kelapa sawit merupakan
komoditas unggulan yang memberikan devisa yang besar bagi negara namun hal ini harus
dibayar dengan berkurangnya lahan serapan air hujan dan ekosistem flora dan fauna yang ada.
Meskipun kelapa sawit yang ditanam sangat banyak dan lahan yang dikelola cukup luas
nyatanya tidak dapat menyamai tingkat serapahan dan produksi okisigen hutan.

Masalah lain terkait pembukaan lahan sawit adalah adanya praktek pembukaan lahan
yang tidak ramah lingkungan yakni dengan cara membakarlahan. Membakar lahan merupakan
cara yang tergolong ekstrim, cara ini termasuk masih tradisional namun dilakukan karena
dapat mempersingkat waktu, murah, dan menyuburkan tanah. Abu hasil pembakaran dari
lahan yang di bakar dapat mengurangi tingkat keasaman ph tanah sehingga dapat membantu
pertumbuhan tanaman. Namun praktek ini disalah gunakan oleh perusahaan untuk membuka
lahan dan yang terkena imbasnya adalah masyarakat dimana pembukaan lahan oleh
perusahaan sangat luas sehingga dengan mempraktekkan metode ini justru memberikan
dampak buruk bagi udara karena asap dari pembakaran yang luas ini dapat menimbulkan
kabut asap.

Perusahaan kerap berlindung di balik masyarakat dengan mempekerjakan masyarakat


untuk membuka lahan, masyarakat yang minim pengetahuan untuk membuka lahan dengan
cara yang modern dan ramah lingkungan akhirnya menggunakan cara tradiosional dengan
membakar lahan yang sebelumnya sudah di tebangi dan dibiarkan beberapa hari agar kering,
cara ini biasanya sangat efektif dilakukan apabila sedang musim kemarau sehingga tidak
terganggu oleh hujan. Pembukaan lahan yang luas ini justru sulit untuk diawasi karena sangat
luas sehingga kerap kali api yang membakar lahan ikut menjalar ke hutan. Hal tersebut
sangatlah berbahaya dimana hutan menghasilkan oksigen yang sangat banyak dan oksigen
merupakan unsur penting dalam pembakaran sehingga apabila api telah menjalar ke hutan
maka sulit untuk memadamkannya dan apabila ditambah sedang musim kemarau serta akses
air yang sulit selain itu apabila wilayah tersebut merupakan wilayah gambut makan akan ikut
menambah keseulitannya untuk dipadamkan. Masyarakat yang mempraktekkan pemukaan
lahan seperti ini justru ikut terjerat oleh hukum. Padahal lahan yang di kelola oleh
masyarakay secara pribadi tergolong rendah dari dari merusak lingkungan karena masyarakat
tidak dapat membuka lahan seluas yang dikelola oleh perusahaan.

A. Rumusan Masalah
1. Mengapa pembukaan lahan kelapa sawit ikut menyebabkan perubahan iklim?
2. Bagaimana hubungan peninkatan pembukaan lahan sawit berkaitan dengan global
warming?
B. Tujuan Penulisan

Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh deforestasi di


Kalimantan akibat pembukaan lahan perkebunan sawit terhadap perubahan iklim dunia
serta menggambarkan bagaimana kelapa sawit sebagai sebagai komoditas unggulan
namun memberikan dampak pada perubahan iklim.
BAB II

LANDASAN TEORI

1. Pemanasan Global / Global Warming


Pemanasan global atau global warming adalah masalah penting dan kritis yang sedang
terjadi di dunia saat ini (Freije, 2017). Menurut United State Environmental Protection
Agency (US EPA), global warming merupakan keadaan dimana meningkatnya suhu
permukaan bumi akibat dari adanya emisi gas rumah kaca (GKR). Hal ini menyebabkan
terperangkapnya energi panas matahari di atsmofer yang mengakibatkan bumi lebih panas dari
sebelumnya.

Meningkatnya gas rumah kaca merupakan akibat dari aktivitas manusia yang
mengakibatkan emisi ke atsmofer membuat panas matahati terperangkap semakin banyak. Hal
inilah yang mengakibatkan panas di bumi dari tahun ke tahun semakin panas dan dengan
aktivitas manusia yang terus mencemari lingkungan diperkirakan global warming akan terus
meningkat setiap tahunnya. Selain meningkatkan suhu permukaan bumi global warming juga
dapat menyebabkan terjadinya bencana alam, seperti banjir dan meningkatnya permukaan air
laut (Awanthi, 2017).

Menurut Ramlan (2002) ada beberapa dampak yang terjadi akibat dari global warming yaitu :

a. Terjadinya perubahan lingkungan serta bencana alam


b. Munculnya wabah serta penyakit yang disebabkan oleh polusi
c. Menipis dan mencairnya es dikutub utara serta kutub selatan dan menyebabkan
meningkatkan permukaan air laut.
d. Terjadinya cuaca ekstrim yang dapat menyebabkan iklim yang tidak stabil.

1. 1. Gas Rumah Kaca (GKR)


Gas Rumah Kaca (GKR) merupakan gas yang terkandung dalam atsmofer, dari
kegiatan manusia maupun dari alam yang mengakibatkan energi panas dari matahari tidak
dapat terpantul keluar dari bumi. Menurut State Environmental Protection Agency (EPA) gas
yang terperangkap panas di atsmofer menyebabkan kenaikan suhu rata-rata bumi. Gas rumah
kaca berfungsi seperti kaca yang meneruskan cahaya dari matahari dan menangkap energi
panas dari dalamnya. Semakin besar energi panas yang terperangkap di bumi merupakan
dampak dari besarnya konsenterasi gas rumah kaca di atsmofer bumi (Latuconsina, 2010).

Dalam protokol Kyoto terdapat 6 senyawa GKR yang di sepakati, yaitu (CO 2)
karbondioksida, (HC4) metana, (N2O) dinitrogenoksida, (CFC) chloro-fluoro-carbon, (HFCS)
hidro-fluoro-carbon, (SF6) sulfur heksafluorida. Waktu tinggal setiap jenis gas rumah kaca
berbeda-beda, semakin lama gas rumah kaca tinggal di atsmofer bumi maka semakin efektif
pengaruhnya terhadap suhu rata-rata di bumi (Latuconsina, 2010). Dalam hal ini gas rumah
kaca yang paling lama tinggal dibumi yaitu (CO 2) karbondioksida dengan masa tinggal di
atsmofer selama 5-2.000 tahun dengan demikian gas tersebut merupakan gas yang tergolong
kedalam LLGHGS (long-lived greenhouse gases) yang menjadi penyumbang utama perubahan
iklim (WMO, 2014).

Efek rumah kaca merupakan efek panas yang timbul karena penyerapan pancaran
cahaya matahari oleh gas rumah kaca yang berada di atsmofer bawah yang paling dekat
dengan bumi. Efek rumah kaca dibutuhkan oleh bumi untuk menjaga keseimbangan suhu rata-
rata di bumi.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemanasan global atau global
warming merupakan pandangan akan keadaan dimana aktivitas manusia dapat menyebabkan
terjadinya pemanasan global atau global warming, berkaitan dengan hal ini aktivitas manusia
yang berlebihan dalam mengeksplor hutan di Kalimantan dengan pengalihan fungsi hutan
menjadi lahan pertanian, permukiman, perkebunan, pertambangan dan kegiatan pembalakan
liar. Deforestasi yang terjadi terus menerus memberikan dampak besar bagi iklim di bumi
yang dapat memicu pemanasan global atau global warming, Salah satu yang mendominasi
deforestasi di Kalimantan adalah pengalihan fungsi hutan menjadi perkebunan sawit. lahan
yang dulunya hutan kini telah di tebangi dan berganti menjadi pepohonan sawit, berkurangnya
lahan hutan yang diganti dengan sawit mengakibatkan berkurangnya tingkat serapan air dan
produksi oksigen dari hutan berkurang.
2. Teori Hijau / Green Politic

Green Politic atau Teori Hijau merupakan teori dalam Hubungan Internasional yang
membahas tentang lingkungan, seperti fenomena pemanasan global, hujan asam, kerusakan
lingkungan dan lain sebagainya. Teori ini melihat dari sisi aktivitas yang dilakukan manusia
dapat memiliki pengaruh pada lingkungan, serta bagaimana aktivitas manusia dapat memiliki
dampak hingga melewati batas-batas negara. Green Politics atau Teori hijau ini muncul dan
turut hadir untuk memberikan pandangannya dalam Hubungan Internasional sejak tahun
1960-an atau sekitar abad ke-20 (Jackson & Sorensen, 1999) dalam bukunya yang berjudul
Introduction to International Relations. Berdasarkan pengertian diatas dapat disumpulkan
bahwa Green Politic merupakan pandangan dalam Hubungan Internasional yang melihat
fenomena manusia yang berpengaruh dengan kerusakan alam. Kerusakan alam
mengakibatkan perubahan iklim, dalam hal ini kegiatan manusia yang membabat hutan
Kalimantan dan menjadikan perkebunan kelapa sawit mengakibatkan pancaran cahaya
matahari yang masuk kebumi tidak dapat di pantulkan Kembali, hal ini mengakibatkan
perubahan suhu rata-rata di bumi dan memicu terjadinya perubahan iklim yang tidak stabil
yang menyebabkan perubahan lingkungan bahkan bencana alam.

BAB III

Pembahasan

Hutan yang ada di Indonesia sering juga disebut sebut sebagai paru paru dunia dimana
dari hutan-hutan di Indonesia ini memberi sumbangsih oksigen untuk dunia dalam
keberlagsungan makhluk hidup. Hutan adalah sumberdaya alam yang memilki posisi penting
dalam kehidupan ini, termask dalam bidang ekonomi, lingkungan, dan sosial serta budaya.
Semakin sedikitnya hutan-hutan yang ada di dunia ini maka akan mengancam kepunahan flora
dan fauna, karena tempat tinggal mereka sudah berubah menjadi pemukiman warga ataupun
menjadi lahan perkebunan sawit, kepunahan dari berbagai jenis spesies tumbuhan dan hewan
juga di sebabkan dengan adanya efek gas rumah kaca, yang menyebabkan pemanasan global
sampai perubahan iklim. Pada saat ini isu kerusakan hutan dan lahan yang meurpakan akibat
dari penebangan hutan secara liar ataupun pembakaran hutan untuk membuka lahan
perkebunan sawit menjadi topi yang sangat hangat dan diperhatikan oleh seluruh dunia. Di
Indonesia sendiri industri dari minyak kelapa sawit ini merupakan penghasil devisa terbesar di
Indonesia dikarenakan banyak membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat terutama
masyarakat sekitar perkebunan, maka dari itu saat ini semakin maraknya perluasan dan
peningkatan perkebunan kelapa sawit terutama pada wilayah Kalimantan. Dalam
perekonomian kelapa sawit memang menjanjikan namun terlepas dari itu ada dampak lain
yang juga ikut menyertai salah satunya menjadi penyebab konflik sosial dan kerusakan
lingkungan samapai pada perubahan iklim.

Dampak deforestasi pada Indonesia

Merujuk dari data yang ada pada greenpeace pertahun 2009 hingga 2013 setidaknya
ada sebanyak 141.000 hektar hutan kalimantan yang merupakan rumah dari orangutan telah
hilang. Pada kalimantan Barat sendiri baru baru ini pada bulan November 2021 sejumlah
daerah di Provinsi kalimantan barat dilanda banjir, terdapat sekitar 12 kecamatan dan 140.468
warga yang terdampak dari bencana banjir ini, bajir ini disebabkan oleh hutan yang semakin
sedikit akibat dari penebangan hutan baik dari usaha pegelolaan hasil htan kayu hutan taman
industri maupun perusahan lainya, yang mana mengakibatkan daerah resapan air berkurang
kata Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji di kutip dari cnnIndonesia. Melihat dari data
BMKG bahwa pada tahun 2020 adalah tahn terpanas kedua setelah tahun 2016 yaitu dengan
rata-rata 27.3 derajat celcius. Berdasarkan data bahwa 57% deforestasi di Indonesai
merupakan hasil dari pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit dan sisanya sekitaran 20%
dismbangkan oleh kertas dan plup. Di Indonesia hampir tahunya selalu ada bencana
pembakaran hutan , dimana pada tahun 2015 terdata 1,7 juta ha yang hangus terbakar dari
lahan dan hutan yang terbakar tersebut memnculkan banyak masalah dan benacana lainya
yang datang salah satunya ialah kabut asap, hiingga berdampak pada kegiatan masyarakat
sehari hari seperti pada sektor pendidikan, transportasi udara gangguan kesehatan, ekonomi
dan juga berdampak pada kerusakan lingkungan. Pengertian deforestasi adalah kondisi dimana
luas wilayah hutan dan lahan mengalami kemerosotan yang di akibatkan oleh konvensi lahan,
pertania, perkebunan, pertambangan, dan pemukiman masyarakat. Pemanasan global
merupakan dampak yang paling terasa pada saat ini dimana aktivitas perekonomian yang
berjalan tanpa memikirkan dampak lingkungan yang terjadi setelahnya. Berdasarkan data dari
Greenpeace, Indonesia merupakan negara yang mengeluarkan emisi gas karbon ke tiga setelah
negara negara adikuasa Amerika Serikat dan Tiongkok yang sekitar 80% yang berasal dari
pembakaran hutan. Pada teori hijau atau green politic menjelaskan bahwa segala aktivitas dari
manusia bisa berpengaruh pada lingkungan, aktivitas dari manusia ini bisa memilki dampak
ke berbagai bidang bahkan melawati batas-batas negara. Pada teori hijau ini menolak adanya
konsep anthropocentrik atau di sebut juga human-centered, pada konsep ini percaya bahwa
selruh kebaikan yang ada pada alam itu hanya berputar dan mengtamakan pada kepentingan
manusia, maka konsep ini menjadikan manusia bersikap eksploitatif yang agresif pada sumber
daya alam di sekitarnya demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Teori hijau menganggap bahwa
konsep anthropocentrik ini dapat merugikan dan merusak alam, maka dapat dilihat dari
fenomena yang di teliti bahwa adanya eksploitasi berlebihan pada hutan kalimantan untuk
dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit yang bertujuan untuk perekonomian namun juga
menjadi sebab dari rusaknya lingkungan dan bencana alam lainya, bahkan pada perekonomian
itu sendiri. Asmsi kedua dari teori hijau ini adalah banyknya penduduk yang ada di suat
wilayah dapat menguragi lahan atau hutan karena di jadikan pemukiman oleh masyarakat, dan
yang ketiga asumsi dari teori hijau ini adalah konpes desentralisasi, yakni dengan adnaya
komunitas dari dalam negri yang lebih kecil ini dapat menjadi wadah untuk melindungi serta
merawat lingkungan.

Dampak deforestasi pada perubahan iklim dunia

Kerusakan lingkungan dengan komponen-komponen biofisiknya ikut serta dalam


semakin meningkatnya pemanasan global (Global Warming) yang selanjutnya akan
berdampak pada perbahan iklim tingginya emisi gas rumah kaca yang merupakan akibat dari
aktivitas manusia, seakan tidak dapat teratasi pada zaman moderen yang sangat konsmtif.
Ancaman dari kepunahan berbagai makhluk hidup flora dan fauna, badai tropika, bencana
banjir serta kekeringan, dan deglarasi lahan. Terdapat tiga hal yang menjadi sebab adanya
degradasi dan kerusakan lingkungan, pertamaadanya eksploitasi terhadap alam yang
dilakukan secara besar-besaran dan cenderung berlebihan, kedua adanya beban pada alam
yang lebih besar dari kapasitas atau[pun daya dukung, dan yang ketiga tidak ada jeda terhap
aktivitas merusak lingkungan yang dilakukan manusia. Dampak utama dari terjadinya
deforestasi ini ialah menurunya kualitas dari atmosfer, deforestasi sendiri menyumbang untuk
terjadinya pemanasan global akibat dari semakin bertambahnya konsentrasi emisi gas rumah
kaca dan menaikan suhu udara global, siklus tersebut juga disebut dengan istilah radiative
forcing. Dalam proses tersebut memilki empat gas rumah kaca yakni, metana, karbon
dioksida, klorofluorokarbon, dan nitrous oksida. Dari adanya pemanasan global maka juga
akan menimbulkan masalah lainya yaitu akan menyebabkan terjadinya perubahan pada sketsa
prodksi dari pertanian global, meningkatnya suhu ait laur dan semakin tingginya permukan
aur laut akibat dari mencairnya es-es dikutub Atric serta Antartika yang akan mengancam
kehidpan masyarakat di sekiatan pantai bahkan dapat menenggelamkan pulau pulan bahkan
sebuah negara. Seperti yang sdah sering di bahas pada penjelasan di bagian ini bahwa
kontribusi dari berbagai aktivitas manusia yang menjadi penyebab terjadinya pemanasan
global ini juga tak luput dari adanya tuduhan tuduhan kepada negara-negara lainya sebagai
penyumbang paling banyak dalam masalah ini seperti pada negara-negara maj yang aktivitas
dari industrinya yang besar akan menjadi sasaran empuk untk disalahkan sebagai penghasil
emisi gas rmah kaca pada atmosfer ini, dan meminta pertanggng jawaban pada negara-negara
maju, pada negara berkembang sendiri juga memiliki kontribsi yang juga akan menjadi bahan
tuduhan dari negara-negara maju untuk menyalahkan atas banyaknya emisi gas rumah kaca
pada atmosfer dengan maraknya terjadi deforestasi dan degradasi pada hutan. Efek rumah
kaca sendiri adalah efek yang ada karena adanya penyerapan pancaran dari cahaya matahari
oleg gas rumah kaca yang ada pada bawah atmosfer di dekat bumi, dan efek dari rumak kaca
ini sebenarnya dibuthkan untuk menjaga suhu yang ada di bumi dan keseimbangan suhu
namun bila berlebihan malan akan mengakibatkan kerusakan dan bencana yang serius.

Upaya dalam menguragi deforestasi

Terbentuknya Reducing Emissions from deforestaion dan forest degradation (REDD+)


yaitu suatu pendekatan konservasi wilayah hutan memakai skema keuangan untuk konservasi
lahan hutan yang menjadi usaha yang bisa memberi bayaran dari pada melakukan penebangan
hutan. REDD+ ini dilihat dapat mejadi elemen-elemen dari pelaksanaan mitigasi pada
perubahan iklim di Indonesia. Diketahui Indonesia telah melakukan perjanjian dengan
nationally determined contribution dalam penurunan emisi pada efek rumah kaca yaitu dari
upaya mandiri sejumlah 29% serta menekankan emisi rmah kaca 41% dengan campur tangan
internasional di tahun 2030 kedepan. REED+ hadir kedalam du dimensi yakni menjadi
dimensi vertikal yang berkenaan pada segala gagasan yang bertjuan pada penekanan gas emisi
serta meningkatkan proses penyerapan karbon-karbon pada semua elemen. Dan yang kedua
adalah dimensi horizontal yaitu merupakan aksi lokal, sub nasional, nasional, dan global untk
penekanan gas emisi yang menjadi akibat dari deforestasi hutan di Indonesia. Indonesai
sendiri telah menandatangani perjanjian bilateral dengan Norwegia pada tahun 2010 mengenai
REED+ adapun isi dari perjanjian yang dilakukan adalah sebagai bentuk dalam penekanan
emisi gas dengan berusaha untuk membangun lembaga pemantauan dan pembatasan untuk
lahan, dan menguatkan undang-undang terkait kehutanan.

Upaya yang dapat dilakukan untuk menguragi dampak dari global warming

Adapun hal-hal yang dapat kita lakukan untuk menguragi dampak dari global warming
yaitu; melakukan penanaman kembali pada lahan-lahan yang sudah di eksploitasi,
menggunakan energi alternatif untk menekan penggnaan bahan bakar fosl yaitu minyak bumi
dan batu bara contohnya seperti penggnaan mobil ata kendaraan tenaga surya dan penggnaan
listrik tenaga surya, mendadur ulang dan mengefisienkan ata energi yang di gunakan tepat
sasaran dan tidak berlebihan, adanya edukasi terkait masalah lingkungan dan menumbuhkan
rasa kecintaan dan kesasdaran untuk merawat dan menjaga hutan.

Kesimpulan

Kelapa sawit merupakan tanaman yang memberikan banyak manfaat kelapa sawit
dapat menghasilkan minyak nabati 5 kali lipat lebih banyak dibandingkan tanaman penghasil
nabati lainnya dan menjadi solusi dari meningkatnya kebutuhan minyak nabati dengan
produksinya yang melimpah dan efisien membuat harganya jauh lebih murah ketimban
minyak yang dihasilkan oleh kedelai dan biji bunga matahari. Dengan keunggulannya tersebut
semakin banyak perusahaan dan masyarakat yang tertarik untuk membuka lahan. kelapa sawit
merupakan komoditas unggulan yang memberikan devisa yang besar bagi negara namun hal
ini harus dibayar dengan berkurangnya lahan serapan air hujan dan ekosistem flora dan fauna
yang ada. Meskipun kelapa sawit yang ditanam sangat banyak dan lahan yang dikelola cukup
luas nyatanya tidak dapat menyamai tingkat serapahan dan produksi okisigen hutan. Dalam
fenomena ini kami menggnakan teori pemanasan global dan teori hijau untuk menjelaskan
fenomen yang terjadi. Deforestasi yang terjadi terus menerus memberikan dampak besar bagi
iklim di bumi yang dapat memicu pemanasan global atau global warming, Salah satu yang
mendominasi deforestasi di Kalimantan adalah pengalihan fungsi hutan menjadi perkebunan
sawit. Teori hijau menganggap bahwa konsep anthropocentrik ini dapat merugikan dan
merusak alam, maka dapat dilihat dari fenomena yang di teliti bahwa adanya eksploitasi
berlebihan pada hutan kalimantan untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit yang
bertujuan untuk perekonomian namun juga menjadi sebab dari rusaknya lingkungan dan
bencana alam lainya, bahkan pada perekonomian itu sendiri. Dalam paya untk menekan
tingkat emisi gas rumah kaca ini Indonesia telah menandatangani perjanjian bilateral dengan
Norwegia pada tahun 2010 mengenai REED+ adapun isi dari perjanjian yang dilakukan
adalah sebagai bentuk dalam penekanan emisi gas dengan berusaha untuk membangun
lembaga pemantauan dan pembatasan untuk lahan, dan menguatkan undang-undang terkait
kehutanan. Serta ada juga beberapa upaya yang dapat kita lakukan dalam menguragi efek dari
rumah kaca ini salah satunya adalah melakukan penenaman kembali hutan htan yang gundul.

Daftar pustaka

Widyastuti, L. R. (2018). POTENSI EMISI GAS RUMAH KACA (CO2, CH4, DAN N2O)
DI FAKULTAS EKONOMI, UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA.

A, Apriwan. 2011. "teori hijau : alternatif dalam perkembangan teori hubungan


internasional ." jurnal hubungan intenasional, volume 02, monor 1 , febuari 2011 34-59.

kompasiana. 2019. Teori Hijau dalam Hubungan Internasional. kompasiana.

Wahyuni. Herpita. Suranto. 2021. Dampak deforentasi hutan skla besar terhadap pemanasan
global di Indonesia. Jurnal ilmiah ilmu pengetahuan. Volume 6. Nomor 1.

Siswoko. Bowo Dwi. 2008. Pembangunan deforestasi dan perubahan iklim. JMHT. Volume
XIV, (2):88-89.

Mongabai.co.id. 2014. Foto: kerusakan hutan kalimantan terkini akibat ekspansi perkebunan
sawit. (online). https://www.mongabay.co.id/2014/03/09/foto-kerusakan-hutan-
kalimantan-terkini-akibat-ekspansi-perkebunan-sawit. (diakses 12 November 2021)

Ditjenppi. Stuktur kerja satan tugas REDD+. http://ditjenppi.menlhk.go.id/21-


reddplus.html?start=35. (diakses 12 November 2021)
Detik.com. 2021. Banjir di sintang kalimantanbarat melanda12 kecamatan. (Online).
http://ditjenppi.menlhk.go.id/21-reddplus.html?start=35. (diakse 12 November 2021).

Anda mungkin juga menyukai