Anda di halaman 1dari 26

Makalah Praktikum Pengelolaan Pesisir Terpadu

ANALISIS DPSIR TERHADAP KERUSAKAN WILAYAH PESISIR DI


KABUPATEN MUKOMUKO (STUDI KASUS: STUDI IDENTIFIKASI
KERUSAKAN WILAYAH PESISIR DI KABUPATEN
MUKOMUKO PROVINSI BENGKULU)

Oleh:
Kelompok III/A
Septia Wulandari 170302001
Muhammad Rakezza Rizfy 170302031
Windi Fanni Nopelita Sinaga 170302033
Arif Fadhilah Rahman 170302035
Yohanna Maria Br Sinaga 170302049
Sri Ulina Br Surbakti 170302055

LABORATORIUM PENGELOLAAN PESISIR TERPADU


PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Praktikum : Analisis DPSIR terhadap Kerusakan Wilayah Pesisir di


Kabupaten Mukomuko (Studi Kasus: Studi Identifikasi
Kerusakan Wilayah Pesisir di Kabupaten Mukomuko
Provinsi Bengkulu)
Tanggal Praktikum : 21 Maret 2020
Nama/NIM : Septia Wulandari 170302001
Muhammad Rakezza Rizfy 170302031
Windi Fanni Nopelita Sinaga 170302033
Arif Fadhilah Rahman 170302035
Yohanna Maria Br Sinaga 170302049
Sri Ulina Br Surbakti 170302055
Kelompok/Grup : III/A
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Diketahui oleh, Diperiksa oleh,


Asisten Koordinator Asisten Korektor

Lindu Ajie Tirto Samudera Theresia Gabriela Sinurat


NIM. 160302088 NIM. 160302076
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan Makalah Praktikum Pengelolaan Pesisir Terpadu yang berjudul
“Analisa DPSIR terhadap Kerusakan Wilayah Pesisir di Kabupaten
Mukomuko (Studi Kasus: Studi Identifikasi Kerusakan Wilayah Pesisir Di
Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu)”.
Penyusun berterima kasih kepada Bapak Rusdi Leidonald, SP, M.Sc,
Bapak Zulham Apandy Harahap, S.Kel, M.Si, dan Ibu Khairunnisa, S.Pi, M.Si
selaku dosen penanggung jawab Laboratorium Pengelolaan Pesisir Terpadu
dan para asisten Laboratorium Pengelolaan Pesisir Terpadu yang telah
membimbing dalam penulisan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu, penyusun mengharapkan adanya saran dan kritik. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan. Terima kasih.

Medan, April 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................... 1
Tujuan Praktikum ............................................................................... 3
Manfaat Praktikum ............................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA
DPSIR ................................................................................................ 4
Kelebihan dan Kekurangan DPSIR .................................................... 6
STUDI KASUS…………………………………………………………... 8
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ....................................................................................... 10
Saran ................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah daratan yang berbatasan
dengan laut, dengan batas di daratan meliputi daerah-daerah yang tergenang air
maupun yang tidak tergenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut
seperti pasang surut, dan lain-lain. Wilayah pesisir bersifat dinamis dan rentan
terhadap perubahan lingkungan baik karena proses alami maupun akibat aktivitas
manusia. Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat padat jumlah
penduduknya dan populasi dunia yang hidup di wilayah pesisir berkisar antara 50-
70 % dari total penduduk dunia. Garis pantai adalah batas air laut pada waktu
pasang tertinggi telah sampai ke darat (Tarigan, 2007).
Wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki sumberdaya alam yang
kaya dan beragam; yang telah dimanfaatkan sebagai salah satu sumber bahan
makanan utama, khususnya protein hewani, sejak berabad-abad lamanya.
Sementara itu, kekayaan hidrokarbon dan mineral lainnya yang terdapat di
wilayah ini juga telah dimanfaatkan untuk menunjang pembangunan ekonomi
nasional sejak awal Pelita I. Selain menyediakan sumberdaya tersebut, wilayah
pesisir Indonesia memiliki berbagai fungsi lain, seperti transportasi dan
pelabuhan, kawasan industri, agribisnis dan agroindustri, rekreasi dan pariwisata,
serta kawasan pemukiman dan tempat pembuangan limbah. Perairan laut dimulai
dari wilayah pesisir (shore) sampai ke dasar laut. Pesisir merupakan daerah
pertemuan antara darat dan laut yang memiliki ekosistem yang unik dan khas
dibandingkan ekosistem lainnya (Mulyadi et al., 2015).
Wilayah pesisir memiliki produktivitas hayati tinggi. Adanya pasokan
unsur hara dari daratan melalui aliran sungai dan aliran air permukaan ketika
hujan, serta tumbuh dan berkembangnya berbagai ekosistem alami seperti hutan
mangrove, terumbu karang, padang lamun dan estuaria, menyebabkan wilayah
pesisir sangat subur. Kawasan hutan wilayah pesisir pada berbagai daerah di
Indonesia, terutama di pantai utara Jawa, Sumatera, Sulawesi Selatan, Bali, dan
Kalimantan Timur telah mengalami degradasi akibat kerusakan hutan maupun
konversi ke pemanfaatan lainnya sebagai pemukiman, tambak, lahan pertanian,
lahan perkebunan, atau industry (Asyiawati dan Akliyah, 2014).
Wilayah pesisir memiliki keterkaitan antara lahan atas (daratan) dan
lautan. Hal ini disebabkan karena wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan
antara daratan dan lautan. Dengan keterkaitan kawasan tersebut maka pengelolaan
kawasan pesisir tidak terlepas dari pengelolaan lingkungan di kedua wilayah
tersebut. Berbagai dampak lingkungan yang terjadi pada kawasan pesisir
merupakan dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan yang dilakukan
dilahan atas seperti industri pengeboran minyak, pemukiman, pertanian dan
sebagainya. Demikian pula dengan kegiatan yang dilakukan di laut lepas seperti
kegiatan pengeboran minyak lepas pantai, perhubungan laut. Penanggulangan
pencemaran dan sedimentasi yang diakibatkan oleh limbah industri tidak dapat
dilakukan hanya di kawasan pesisir saja tetapi harus dilakukan mulai dari sumbe
dampaknya. Oleh karena itu, pengelolaan wilayah ini harus diintegrasikan dengan
pengelolaan wilayah daratan dan laut (Effendy, 2009).
Pengenalan objek dalam Citra Satelit Resolusi Tinggi sangat mudah
dilakukan, terutama untuk daerah dengan topografi datar. Pada daerah dengan
topografi berbukit dan bergunung, penentuan penanda batas wilayah justru kurang
terlihat pada citra satelit karena objek yang tersajikan terlalu kompleks. Kondisi
tersebut dapat dilengkapi dengan data DEM untuk menonjolkan visualisasi tiga
dimensi (3D) dari daerah kajian misalnya punggung bukit. Kuantifikasi bentuk
dan struktur topografis dapat diperoleh dari hasil pengolahan data DEM. Teknik
hillshade yang digunakan masih terbatas tampilan default perangkat lunak, yang
hanya menampilkan satu macam informasi saja. Teknik tersebut memiliki
kekurangan untuk penarikan batas pada daerah berbukit karena sudut sinar datang
hanya berasal dari satu arah saja. Jika batas desa terletak di belakang bukit maka
akan sulit melakukan penarikan garis batas, oleh karena adanya bayangan bukit
(Wibowo et al., 2019).
DPSIR (Driving Force-Pressure-State-Impact-Respon) adalah suatu
kerangka umum untuk mengorganisir informasi tentang keadaan lingkungan.
Kerangka berpikir dalam proses DPSIR merupakan model memberikan konteks
yang general dan dapat diterapkan pada berbagai masalah wilayah. Pendekatan ini
didasarkan pada deskripsi tipologi usaha, jenis sumberdaya, pola pemanfaatan dan
dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan. Studi ini mengandalkan pendekatan ex-
ante dimana gambaran kerangka analisis DPSIR sebelum dan setelah terjadi
namun akan digambarkan secara kualitatif melalui bantuan wawancara secara
mendalam. Analisis DPSIR terdiri dari lima bagian yaitu driving force (faktor
pemicu), pressure (tekanan), state (kondisi eksisting), impact (dampak), dan
respon (tanggapan) (Zulkifli, 2013).
Secara geografis, wilayah Kabupaten Mukomuko terletak pada
101001’15,1” –101051’29,6” BT dan pada 02016’32,0”– 03007’46,0”LS, dengan
panjang garis pantai ± 98,218 km dan luas perairan laut ± 727,60 km2 jika
dihitung sejauh 4 mil dari garis pantai. Kabupaten Mukomuko termasuk satu dari
tujuh wilayah kabupaten/kota di Propinsi Bengkulu yang memiliki wilayah
pesisir, karena terletak di Pantai Barat Pulau Sumatera dan berbatasan langsung
dengan Samudera Hindia. Dinamika alam yang terjadi pada beberapa tahun
terakhir, seperti halnya perubahan iklim dan tekanan dari manusia yang makin
parah memberi dampak yang nyata terhadap kondisi wilayah pesisir. Fenomena
yang dijumpai adalah terjadinya kerusakan diwilayah pesisir yang semakin cepat.
(Zamdial et al., 2017).

Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tentang DPSIR.
2. Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan DPSIR.
3. Untuk mengetahui analisis DPSIR di wilayah pesisir di Kabupaten
Mukomuko Provinsi Bengkulu.

Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah wawasan
mengenai analisis DPSIR dan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
praktikum Laboratorium Pengelolaan Pesisir Terpadu serta sebagai bahan bacaan
serta sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA

DPSIR (Driver Force, Pressure, State, Impact and Response)


Driving Force, Pressure, State, Impact and Response (DPSIR) yang
merupakan pengembangan dari model analisis PSR (Pressure State-Response).
Pendekatan ini didasarkan pada deskripsi tipologi usaha, jenis sumberdaya, pola
pemanfaatan dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan. Studi ini
mengandalkan pendekatan ex-ante dimana gambaran kerangka analisis DPSIR
sebelum dan setelah terjadi namun akan digambarkan secara kualitatif melalui
bantuan wawancara secara mendalam (Zulkifli, 2013).
DPSIR merupakan metode dalam melakukan analisis sistem untuk
mengamati masalah lingkungan dan cara pandang masyarakat terhadap
permasalahan tersebut. DPSIR secara terminologi merupakancara penilaian
terhadap perkembangan sosial dan ekonomi (Driving Forces/D) dalam
mengendalikantekanan (Pressures / P) terhadap lingkungan dan, sebagai
konsekuensinya, adalah bentuk (State / S) dari perubahan lingkungan. Hal ini akan
menyebabkan dampak (Impact / I) pada ekosistem, kesehatan masyarakat yang
menimbulkan respon (Response / R) masyarakat sebagai umpan balik terhadap
(Driving Forces / D), (State / S) atau (Impact / I) (Romadhon, 2016).
DPSIR mulai diterapkan di Eropa pada tahun 1993 oleh Organisasi untuk
Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (Organization for Economic Co -
operation and Development) dan digunakan secara ekstensif oleh Badan
Lingkungan Eropa (European Environmental Agency) pada tahun 1995 dan Badan
Lingkungan Inggris (U.K. Environmental Agency). Model ini digunakan untuk
menemukali hubungan sebabakibat antara sistem lingkungan dan sistem manusia.
Selain itu, bertujuan untuk membantu para pembuat kebijakan memahami atas
informasi yang terkait. Model Driver Pressure State Impact Response (DPSIR)
merupakan pengembangan dari model analisis Driving Force State Response
(DSR) dan Pressure State Response (PSR). Model ini memberikan pemahaman
akan suatu sistem secara menyeluruh dan membantu dalam fasilitasi proses
intervensi dan penyusunan kebijakan (Wijaya, 2016).
Driving Force merupakan aktivitas manusia yang mengarah pada berbagai
kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan tekanan terhadap lingkungan. Faktor
pemicu utama bagi seorang individu adalah kebutuhan, seperti kebutuhan akan
tempat tinggal dan makanan. Seiring dengan meningkanya jumlah penduduk,
kebutuhan akan tempat tinggal menyebabkan terjadinya eksploitasi terhadap
sumber daya alam. Faktor pemicu sekunder adalah kebutuhan untuk mobilitas,
hiburan, budaya dan lain-lain. Pressure adalah akibat dari proses produksi atau
konsumsi yang disebabkan oleh adanya faktor pemicu yakni aktivitas manusia
untuk memenuhi kebutuhannya (Zulkifli, 2013).
Driving force (D) merupakan perubahan sosial, ekonomi dan sistem
institusional yang terjadi, dan hubungannya yang menjadi pemicu terhadap
tekanan (Pressures) secara langsung dan tidak langsung. Potensi jasa ekosistem
merupakan bagian dari sistem sosial sekaligus bagian dari sistem ekonomi.
Pressures (P) merupakan konsekuensi dari aktivitas manusia (misal : pembuangan
limbah kimia; bahan fisik dan biologi; ekstraksi dan penggunaan sumberdaya,
perubahan lahan) yang berpotensi untuk menyebabkan perubahan terhadap
lingkungan dan jasa lingkungan (impact). State (E) dari lingkungan adalah
kuantitas dari kondisi biologi, fisik dan kimia ekosistem dan fungsi ekosistem,
kerentanan dan fungsi ekosistem pada suatu area tertentu. Impacts (I) merupakan
perubahan fungsi ekosistem, berdampak negatif terhadap kesehatan lingkungan,
dan berpengaruh terhadap perubahan jasa ekosistem, baik secara sosial dan
ekonomi. Response (R) merupakan sebuah kebijakan yang diinisisasi oleh
lembaga atau grup (stakeholders) yang secara langsung atau tidak langsung
mendasari persepsisosial terhadap dampak (Impact) untuk menjaga,
mengeliminasi, mengurangi atau beradaptasi sebagai konsekuensi yang harus
dijalani (Romadhon, 2016).
Analisis DPSIR terdiri dari 5 bagian yaitu: Driving forces (faktor pemicu)
menjelaskan tentang isu-isu yang sedang terjadi di masyarakat diantaranya kondisi
sosial, demografi dan ekonomi serta perubahan dalam gaya hidup, pola produksi
dan konsumsi masyarakat, Pressure (tekanan) merupakan jawaban terhadap
pertanyaan mengapa terjadi permasalahan tersebut, State (kondisi eksisting)
menjelaskan mengenai apa yang terjadi dan keadaan lingkungan pada saat ini,
Impact (dampak) merupakan dampak yang timbul dengan adanya isu dan
penanggulangan isu, Response (tanggapan) adalah apa saja yang harus dilakukan
untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi dengan melibatkan para
pelaku kepentingan (Wijaya, 2016).

Kelebihan dan Kekurangan DPSIR


Mempunyai hambatan yang berat yang mengurangi pilihan pengunaan
atau memerlukan tindakan konservasi khusus atau keduanya. Lahan kelas III
dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman yang memerlukan
pengolahan tanah, tanaman rumput, padang rumput, hutan produksi, hutan
lindung dan suaka marga satwa. Hambatan atau ancaman kerusakan mungkin
disebabkan oleh salah satu atau beberapa hal berikut lereng yang agak miring atau
bergelombang (> 8 – 15%), kepekaan erosi agak tinggi sampai tinggi atau telah
mengalami erosi sedang, selama satu bulan setiap tahun dilanda banjir selama
waktu lebih dari 24 jam, lapisan bawah tanah yang permeabilitasnya agak cepat,
kedalamannya dangkal terhadap batuan, lapisan padas keras (hardpan), lapisan
padas rapuh (fragipan) atau lapisan liat padat (claypan) yang membatasi
perakaran dan kapasitas simpanan air, terlalu basah atau masih terus jenuh air
setelah didrainase, kapasitas menahan air rendah, salinitas atau kandungan
natrium sedang, kerikil dan batuan di permukaan sedang, atau (1) hambatan iklim
yang agak besar (Zulkifli, 2013).
Konsekuensi dari aktivitas manusia (misal : pembuangan limbah kimia;
bahan fisik dan biologi; ekstraksi dan penggunaan sumberdaya, perubahan lahan)
yang berpotensi untuk menyebabkan perubahan terhadap lingkungan dan jasa
lingkungan (impact). Berdampak negatif terhadap kesehatan lingkungan, dan
berpengaruh terhadap perubahan jasa ekosistem, baik secara sosial dan ekonomi.
Dampak atau impact (I) yang disebabkan perubahan dalam State (S). Abrasi
pantai merupakan dampak negatif dari kerusakan ekosistem mangrove yang ada di
Kecamatan di kawasan pesisir Kecamatan Klampis dan Kecamatan Sepulu.
Masyarakat di kawasan pesisirharus membuat tembok untuk melindungi rumah
dari abrasi yang terjadi. Hal ini tidak perlu terjadi jika ekosistem mangrove
terpelihara dengan baik. Perlindungan dari abrasi pantai oleh ekosistem mangrove
merupakan hasil dari kemampuan mangrove untuk menstabilkan pantai melalui
akar-akarnya dan bagian dari fungsi ekosistem sebagai breaker angin dan
gelombang (Romadhon, 2016).
Driving force atau faktor pemicu kerusakan ekosistem di sebabkan oleh
adanya berbagai aktivitas manusia (antropogenik), yaitu dampak langsung (direct
impact) berupa: pemanfaatan yang merusak seperti penangkapan ikan dengan
bahan peledak (dinamit) dan bahan beracun (sianida), pemanfaatan yang
berlebihan terhadap sumberdaya padang lamun, pengambilan biota-biota non
ikan, pembuangan jangkar motor atau perahu dan pembuangan sampah.
Selanjutnya dampak tidak langsung (indirect impact) terdiri dari jalur transportasi
yang mengakibatkan tingginya tingkat kekeruhan dan pencemaran akibat
tumpahan minyak, penggunaan ekosistem lamun sebagai areal budidaya ikan
kerapu dan napoleon, budidaya rumput laut dengan rakit apung serta udang
lobster dengan keramba jaring apung. Potensi sumberdaya lamun yang melimpah
menyebabkan ketergantungan tinggi masyarakat terhadap ekosistem ini, terlebih
dengan kondisi lahan daratan (Zulkifli, 2013).
Pendekatan DPSIR untuk mengetahui keterkaitan faktor-faktor penyebab
terjadinya tekanan terhadap ekosistem sehingga dapat digunakan untuk menilai
intensitas penggunaan sumberdaya oleh manusia dan aktivitas di kawasan pesisir,
keterkaitan antara sistem ekologi dan sosial, dimana biasa sering disebut sistem
sosial-ekologi (SES). Penilaian tekanan terhadap ekosistem dianalisis berdasarkan
pendekatan keseluruhan sistem dan integrasi ekosistem yang berkaitan dengan
struktur, komposisi dan fungsinya berdasarkan indikator ruang meliputi bentang
alam, tata guna air, dan biodiversitas (Muliani, 2018).
Untuk mendapatkan informasi informasi mengenai kapasitas sumberdaya
lahan dan hubungan antara kemampuan produksi lahan, sumberdaya manusia dan
infrastruktur pendukung dilakukan analisis DPSIR (Driving force-Pressure-State-
Impact-Response). Pendekatan ini didasarkan pada konsep rantai hubungan sebab
akibat yang dimulai dengan faktor pendukung yang dalam pengembangan sumber
daya lahan (Zulkifli, 2013).
STUDI KASUS

Secara geografis wilayah Kabupaten Mukomuko terletak pada


101001’15,1” –101051’29,6” BT dan pada 02016’32,0”– 03007’46,0”LS, dengan
panjang garis pantai ± 98, 218 km dan luas perairan laut ± 727,60 km2 jika
dihitung sejauh 4 mil dari garis pantai. Kabupaten Mukomuko termasuk satu dari
tujuh wilayah kabupaten/kota di Propinsi Bengkulu yang memiliki wilayah
pesisir, karena terletak di Pantai Barat Pulau Sumatera dan berbatasan langsung
dengan Samudera Hindia.
Sebagai kawasan yang strategis dan memiliki potensi yang sangat besar,
daerah pesisir di Kabupaten Mukomuko merupakan sudah sejak lama memberikan
manfaat yang besar kepada masyarakat, terutama masyarakat yang bermukim di
sepanjang wilayah pesisir tersebut. Timbulnya masalah dalam pengelolaan dan
pemanfaatan daerah pesisir antara lain karena ketiga faktor tersebut tidak berjalan
secara serasi dan seimbang.
Aktivitas ekonomi dan non-ekonomi masyarakat pesisir di kawasan pesisir
Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu memberikan dampak terhadap
ekosistem masyarakat pesisir. Dampak yang paling nyata di kawasan pesisir
dengan eksploitasi sumberdaya adalah degradasi kondisi bio-fisik sumberdaya
pesisir. Sepanjang daerah di kawasan pesisir Kabupaten Mukomuko, Provinsi
Bengkulu terjadi abrasi air laut, yang berarti pula terjadi sedimentasi dan
penurunan luasan vegetasi pantai.
Meskipun sebagian data tentang ekosistem dan masyarakat pesisir Provinsi
Bengkulu telah tersedia, namun data tersebut tidak mampu lagi mempresentasikan
kondisi yang terjadi saat ini. Hal ini karena aktivitas yang terjadi di kawasan
pesisir merupakan aktivitas yang sangat dinamis, selalu terjadi perubahan pada
setiap waktunya. Apa lagi dengan adanya fenomena naiknya level muka air laut
sebagai dampak dari pemanasan global yang menyebabkan intensitas kerusakan
wilayah pesisir akibat abrasi, pasang tinggi, dan sedimentasi juga terus meningkat.
Untuk itu, kegiatan identifikasi kerusakan daerah pesisir Kabupaten Mukomuko,
Provinsi Bengkulu menjadi penting untuk dilakukan sebagai langkah antisipasi
dan aksi untuk menghadapi kerusakan wilayah pesisir tersebut.
Analisis DPSIR (Driver force, Pressure, State, Impact and Response) di
wilayah pesisir di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu. Driving force atau
faktor pemicu yaitu pemukiman yang disebabkan pertumbuhan penduduk dan
juga pembangunan fasilitas perikanan dikarenakan tingginya konsumsi ikan oleh
masyarakat. Pressure atau tekanan yaitu terjadinya alih fungsi lahan hutan pantai
maupun hutan mangrove untuk pemukiman penduduk, tempat wisata (Taman
Wisata Alam), perkebunan, pertanian, dan juga tambak budidaya. State yang
terjadi adalah perubahan pada kondisi lingkungan secara fisik, kimia, dan biologi
seperti perubahan ekosistem pantai maupun ekosistem mangrove, perubahan
kualitas perairan, perubahan biodiversitas dan stok ikan. Impacts atau dampak
yang terjadi yaitu rusaknya pantai, terjadiya sedimentasi, degradasi wilayah hutan
pantai maupun hutan mangrove, berkurangnya lebar pantai yang disebabkan
abrasi air laut, penurunan hasil perikanan, dan penurunan pendapatan masyarakat.
Respons atau tanggapan disebabkan kerusakan yang terjadi adalah pelarangan alih
fungsi lahan pantai (Perda dan Perdes), bangunan pengaman pantai
(revetment/groin), pengaturan daerah pemukiman, mengembalikan Taman Wisata
Pantai dengan penanaman vegetasi hutan pantai, penguatan dan penegakan
aturan/hukum pengelolaan Taman Wisata Alam Air Hitam.

Gambar 1. Analisis DPSIR (Driver force, Pressure, State, Impact and Response)
di wilayah pesisir di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. DPSIR (Driver force, Pressure, State, Impact and Response) merupakan
metode dalam melakukan analisis sistem untuk mengamati masalah
lingkungan dan cara pandang masyarakat terhadap permasalahan tersebut.
2. Kekurangan dan kelebihan DPSIR (Driver Force, Pressure, State, Impact and
Response) yaitu kekurangannya harus menganalisis secara jelas anatara
hubungan sebab dan akibat. Kelebihannya yaitu adanya transparansi
memperbaiki komunikasi.
3. Analisis DPSIR (Driver Force, Pressure, State, Impact and Response) di
wilayah pesisir di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu yaitu Driving
force atau faktor pemicu yaitu pemukiman yang disebabkan pertumbuhan
penduduk dan pembangunan fasilitas perikanan. Pressure atau tekanan yaitu
terjadinya alih fungsi lahan hutan pantai maupun hutan mangrove untuk
pemukiman penduduk, tempat wisata (Taman Wisata Alam), perkebunan,
pertanian, dan juga tambak budidaya. State yang terjadi seperti perubahan
ekosistem pantai maupun ekosistem mangrove, perubahan kualitas perairan,
perubahan biodiversitas dan stok ikan. Impacts atau dampak yang terjadi yaitu
rusaknya pantai, terjadiya sedimentasi, degradasi wilayah hutan pantai
maupun hutan mangrove, berkurangnya lebar pantai yang disebabkan abrasi
air laut, penurunan hasil perikanan, dan penurunan pendapatan masyarakat.
Respons atau tanggapan disebabkan kerusakan yang terjadi adalah pelarangan
alih fungsi lahan pantai (Perda dan Perdes), bangunan pengaman pantai,
pengaturan daerah pemukiman, mengembalikan Taman Wisata Pantai dengan
penguatan dan penegakan aturan/hukum pengelolaan.

Saran
Saran untuk praktikum ini adalah agar alat dan bahan lebih dilengkapi
serta diharapkan semua praktikan menjaga ketertiban selama praktikum
berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA

Asyiawati, Y. dan L. S. Akliyah. 2014. Identifikasi Dampak Perubahan Fungsi


Ekosistem Pesisir terhadap Lingkungan di Wilayah Pesisir Kecamatan
Muaragembong. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. 14 (1).

Effendy, M. 2009. Pengelolaan Wilayah Pesisir secara Terpadu: Solusi


Pemanfaatan Ruang, Pemanfaatan Sumberdaya dan Pemanfaatan
Kapasitas Asimilasi Wilayah Pesisir yang Optimal dan Berkelanjutan.
Jurnal Kelautan. 2 (1).

Muliani. 2018. Model Pengelolaan Kawasan Desa Pesisir Terpadu Berbasis


Sistem Sosial-Ekologi (Studi Kasus: Kabupaten Subang, Jawa Barat).
[Tesis]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mulyadi, R., Ahmad, dan R. E. Putri. 2015. Studi Ekosistem Mangrove di


Wilayah Pesisir Pantai Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang.
Jurnal STKIP PGRI Sumatera Barat.

Romadhon. A. 2016. Struktur Permasalahan Pengembangan Ekosistem Mangrove


Berkelanjutan di Kecamatan Klampis dan Sepulu Kabupaten Bangkalan.
Universitas Trunojoyo Madura

Tarigan, M. S. 2007. Perubahan Garis Pantai di Wilayah Pesisir Perairan


Cisadane, Provinsi Banten. Makara, Sains. 11 (1): 49-55.

Wibowo, T. W., N. Ambhika dan A. P. Pratama. 2019. Teknik Geovisualisasi


untuk Percepatan Pemetaan Batas Desa di Daerah Berbukit. Majalah
Ilmiah Globë. 21 (1) :35-44.

Wijaya N. Dan M. A. A. Mutia. 2016. Analisis Perkembangan Industri Kecil dan


Rumah Tangga dengan Pendekatan DPSIR: Studi Kasus di Kecamatan
Ciparay, Kabupaten Bandung. 18(3) : 172 – 182. ISSN 2356-0266.

Zamdial, D. Hartono, D. Bakhtiar, dan E. Nofridiansyah. 2017. Studi Identifikasi


Kerusakan Wilayah Pesisir di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu.
Jurnal Enggano. 2 (2): 196-207.

Zulkifli. 2013. Strategi Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Lahan di Wilayah


Walenrang Lamasi. [Skripsi]. Universitas Hasanuddin, Makassar.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai