Anda di halaman 1dari 13

 

 
BAB II
  TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
 

 
Material yang kuat sangat berpengaruh kepada hasil produk dengan daya
 
guna yang maksimal, salah satu proses memperkuat bahan logam yaitu heat
 
treatment. Alat yang mumpuni dan berpengaruh terhadap hasil dari proses heat

  treatment, salah satunya furnace.

2.1 Tinjauan Pustaka

Muhammad Rais Rahmat, dosen Teknik Mesin Universitas Islam 45 bekasi,


pada tahun 2015 dalam Jurnal Ilmiahnya telah merancang dan membangun tungku
elektrik untuk proses heat treatment dengan kapasitas temperatur maksimal hingga
1100 °C, diperoleh temperatur maksimal 1000 ºC yang dimulai dari temperatur di
dalam tungku 31ºC dengan waktu pencapaian selama 28 menit 45 detik. (1)

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Gas Ideal

Persamaan gas ideal sebagai berikut:

PV=nRT

P1 V1 n R T1
=
P2 V2 n R T2

P = Tekanan gas ideal (N/m2 )

V = Volume gas (m3 )

n = Jumlah mol gas

R = Tetapan gas umum (8,31 x 103 J/kmol K)

T = Temperatur (K)

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 4


 
 
Program Studi Teknik Aeronautika 5

 
Persamaan gas ideal dengan kondisi tekanan tetap:
 
P1 V1 n R T1 V1 T1
  = =
P2 V2 n R T2 V2 T2
 

 
Persamaan gas ideal dengan kondisi volume tetap:
 
P1 V1 n R T1 P1 T1
= =
  P2 V2 n R T2 P2 T2

  Persamaan gas ideal dengan kondisi temperatur tetap:

P1 V1 n R T1 P1 𝑉1
= =1
P2 V2 n R T2 P2 𝑉2

2.2.2 Heat Treatment (Perlakuan Panas)

Heat treatment merupakan proses pemanasan suatu material pada tungku


(furnace) dengan suhu yang tinggi dalam waktu tertentu dan kemudian didinginkan
menggunakan media pendingin yang memiliki karakteristik pendinginan yang
berbeda-beda. Perlakuan panas pada material bertujuan utnuk meningkatkan
kemampuan bahan sehingga menambah daya guna bahan tersebut secara teknik.
Dengan perlakuan panas juga dapat merubah sifat material secara mekanis
diantaranya kekerasan, kekuatan, keuletan, ketangguhan dan juga secara teknologi
diantaranya sifat mampu bentuk, mampu las dan mampu mesin.

Proses heat treatment memiliki beberapa tahapan, diantaranya:

a. Hardening

Hardening merupakan proses pemanasan material baja hingga mencapai


atau melebihi daerah austenite pada waktu yang singkat, dengan suhu per
-lakuan panas 770 – 830 °C (tergantung kandungan karbon) kemudian
dilakukan pendinginan dengan waktu yang cepat dengan mencelupkan
material kedalam oli, air atau media pendingin lainnya, pendinginan

 
 
Program Studi Teknik Aeronautika 6

 
dengan metode ini agar austenit tidak memiliki waktu yang cukup untuk
 
berubah menjadi perlit dan ferit atau perlit dan sementit, pendinginan yang
  cepat dapat merubah austenite menjadi martensit dengan karakteristik baja
  sangat getas, fenomena hardening dapat dilihat pada Gambar II-1. (2)

Gambar II-1 Diagram temperatur


terhadap waktu pada proses hardening
(sumber: https://zulfikaraliakbar.wordpress.com/2014/05/04/353/)

b. Quenching

Quenching merupakan proses perlakuan panas pada material baja untuk


mencapai temperature austenit, kemudian didinginkan dengan waktu yang
cepat. Proses quenching memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi apabila
pemilihan medianya yang tepat. Media quenching sangat dipengaruhi oleh
mampu keras (hardenability), ketebalan, bentuk, dan struktur mikro yang
diinginkan. Media yang sering digunakan yaitu cair dan gas. Media cair
yang sering digunakan yaitu air, oli, dan larutan polimer, sedangkan media
gas yang sering digunakan yaitu helium, argon, dan nitrogen. (3)

c. Anneling

Anneling merupakan perlakuan panas pada logam mencapai atau melebihi


suhu transformasi, kemudian logam didinginkan secara perlahan dengan
media pendingin udara sehingga diperoleh struktur yang diinginkan.

 
 
Program Studi Teknik Aeronautika 7

 
Proses anneling memiliki tujun untuk menurunkan kekerasan logam,
 
menghilangkan tegangan sisa, memperbaiki butir-butir logam, dan
  memperbaiki mampu mesin (machinability). (2)
  d. Normalizing
 
Normalizing merupakan perlakuan panas pada baja fase austenite ,
  kemudian benda uji didinginkan secara perlahan dengan media pendingin
  udara. Hasil pendinginan ini berupa perlit dan ferit dengan karakteristik
kuat dan keras yang memiliki kesamaan dengan anneling tetapi hasil
 
normalizing jauh lebih mulus daripada anneling, perbedaan waktu
 
pendinginan pada quenching, anneling, dan normalizing dapat dilihat pada
  Gambar II-2. (4)

Gambar II-2 Perbedaan diagram


temperatur terhadap waktu pada proses
quenching, anneling, dan normalizing.
(sumber: https://dokumen.tips/documents/proses-perlakuan-panas-dan-
metalografi.html)

2.2.3 Carbonitriding

Proses carbonitriding merupakan salah satu bagian dari surface hardening.


Pada umumnya di terapkan pada baja paduan rendah atau baja karbon biasa dengan
cara melapisi secara merata pada permukaan material menggunakan hidrokarbon
seperti Metana (CH4), atau Propana (C3H8), kemudian di campur dengan gas
karburasi Aamonia (NH3). Proses carbonitriding dilakukan pada termperature sekitar

 
 
Program Studi Teknik Aeronautika 8

 
850 °C (1550 °F) yaitu melebihi suhu transformasi baja pada wilayah austenite
 
dengan rentan waktu 60 menit - 120 menit. Setelah material dipanaskan kemudian
  dilakukan quenching dengan media udara bebas dan berakibat banyaknya kandungan
nitrida
  dan martensit, dan proses ini kurang baik untuk marterial yang membutuhkan
presisi
  tinggi maka diperlukannya tempering untuk mengurangi kerapuhan, ilustrasi
proses carbonitriding dapat di lihat pada gambar II-3. (5)
 

Gambar II-3 Ilustrasi proses carbonitriding.


(sumber: http://shodhganga.inflibnet.ac.in/bitstream/10603/26634/7/07_chapter2.pdf)

Pada Gambar II-4 dibawah dapat dilihat kandungan carbon dan nitrogen yang
diserap pada pemukaan bahan setelah dilakukannya proses caronitriding, carbon dan
nitrogen pada permukaan memiliki jumlah yang paling banyak. Dengan penyerapan
karbon dan nitrogen pada proses carbonitriding, maka diperoleh penambahan
ketebalan lapisan luar pada material sebesar 0,75 mm – 0,80 mm. Selain itu
carbonitiriding juga memiliki kelebihan dapat meningkatkan nilai kekuatan fatigue
dan impak, kekerasan permukaan yang lebih tinggi, meningkatkan ketahanan aus,
dan meningkatkan ketahanan terhada korosi. Proses carbonitriding biasanya
diaplikasikan pada gear (roda gigi), piston, shaft (poros), roller, bearing, fastener,
pin, pelat kopling otomotif, tools (perkakas), dan dies. (6)

 
 
Program Studi Teknik Aeronautika 9

Gambar II-4 Kandungan karbon dan nitrogen selam


proses carbonitriding.
(sumber: https://www.industrialheating.com/articles/92958-comparing-and-contrasting-
carbonitriding-and-nitrocarburizing

2.2.4 Heat Transfer (Perpindahan Panas)

Energi panas atau kalor berpindah dari zat dengan suhu tiggi menuju zat
bersuhu rendah. Kalor memiliki satun internasional (SI) yaitu joule. Terdapat 3 jenis
perpindahan panas diantaranya:

a. Konduksi

Konduksi merupakan pepindahan panas memalui zat perantara yang


berkontak langsung tanpa diikuti oleh partikel-partikel penyusunnya,
salah satu contoh ilustarsi konduksi pada batang baja yang dialiri panas
langsung dari lilin dapat di lihat pada Gambar II-5.

 
 
Program Studi Teknik Aeronautika 10

 
Gambar II-5 Ilustrasi perpindahan panas konduksi
  (sumber: http://14komangekayanapendidikanfisika69.blogspot.com/2014/03/
perpindahan-kalor-secara-konduksi-dan.html)
 

 
Perpindahan panas konduksi berpedoman pada Hukum Fourier yaitu:

𝑑𝑇
𝑞ₖ = −𝑘𝐴
𝑑𝑥
𝐴
𝑞ₖ = −𝑘 (𝑇₁ − 𝑇₂) (7)
𝐿

Dimana:

qₖ = laju perpindahan panas konduksi (W)

A = luas penampang bidang (m²)

L = tebal dinding (m)

K = konduktifitas termal bahan (W/m.K)

T = temperature (K)

b. Konveksi

Konveksi merupakan perpindahan panas dimana partikel-partikel zat


perantaranya ikut berpindah. Adanya perbedaan massa jenis zat
menyebabkan bergeraknya molekul dari suatu tempat ke tempat yang lain.
Fenomena konveksi dapat terjadi pada zat cair dan gas. Salah satu contoh
ilustrasi perpindahan panas konveksi yaitu pada air yang di rebus pada
wajan yang dapat dilihat pada Gambar II-6

 
 
Program Studi Teknik Aeronautika 11

 
Gambar II-6 Ilustrasi perpindahan panas konveksi
  (sumber: http://apipah.com/contoh-konveksi-dalam-kehidupan-sehari-hari/)

Konveksi memiliki persamaan sebagai berikut:

𝑞𝑐 = −ℎ𝑐 𝐴∆𝑇

𝑞𝑐 = ℎ𝑐 𝐴(𝑇𝑤 − 𝑇𝑓 ) (7)

Dimana:

𝑞𝑐 = laju perindahan panas konveksi [W]

A = luas penampan bidang [m²]

hc = koefisien konfeksi [W/m²C]

𝑇𝑤 = suhu permukaan dinding [°C]

𝑇𝑓 = suhu fluida [°C]

c. Radiasi

Radiasi merupakan perpindahan panas tanpa adanya media perantara,


yang bersumber dari pancaran gelombang elektromagnetik secara
langsung. Apabila sumber cahaya yang memiliki kalor lebih tinggi
memancarkan radiasinya menuju benda yang memiliki kalor lebih rendah,
maka sebagian radiasi diserap dan sebagian dapat dipantulkan. Hangat
yang dirasakan tangan ketika didekatkan pada api unggun merupakan

 
 
Program Studi Teknik Aeronautika 12

 
salah satu contoh ilustrasi pada perpindahan panas radiasi yang dapat
 
dilihat pada Gambar II-7.
 

 
Gambar II-7 Ilustrasi perpindahan panas radiasi
  (sumber: https://elfadli21.blogspot.com/2018/01/kelas-5-perpindahan-kalor-secara-
radiasi.html)
 

Perpindahan panas radiasi berpedoman pada Hukum Stefan Boltzman


yaitu:

𝑞ᵣ = 𝜀. 𝜎. 𝐴(∆𝑇 4 )

𝑞ᵣ = 𝜀. 𝜎. 𝐴(𝑇14 − 𝑇24 ) (7)

Dimana:

𝑞ᵣ = laju perpindahan panas radiasi [W]

A = luas penampang bidang [m²]

T = temperature [K]

𝜎 = konstanta Stefan Boltzman [𝑊/𝑚2 𝐾 4 ]

𝜀 = emisivitas bahan (0 < 𝜀 < 1)

𝜀 = 0 (benda putih); 𝜀 = 1 (benda hitam)

2.2.5 SMAW (Shielded Metal Arc Welding)

Pengelasan merupakan salah satu cara penyambungan logam dengan cara


mencairkannya melalui pemanasan. Metode pengelasan dipilih karena lebih praktis

 
 
Program Studi Teknik Aeronautika 13

 
dan fleksibel, dan banyaknya rancangan insfrastruktur yang semakin rumit. Oleh
 
karena itu tidak menjadi masalah apabila insfrastruktur tersebut memungkinkan
  untunk di sambung menggunakan metode pengelasan. Iluastrasi pengelasan dengan
metode
  SMAW dapat dilhat pada Gambar II-8.

Gambar II-8 Proses pengelasan dengan metode SMAW


(sumber : https://belajarmesinbubutcnc.blogspot.com/2016/03/pengertian-dan-proses-pengelasan-
smaw.html)

SMAW (Shielded Metal Arc Welding) sering juga di sebut dengan las busur
listrik. SMAW merupakan proses pengelasan yang menggunakan elektroda sebagai
penghasil busur penyambung pada permukaan yang dilakukan proses pengelasan.
Logam cair pada inti elektroda akan bergerak melalui busur listrik dan akan disimpan
pada permukaan benda kerja, lapisan flux juga ikut bergerak pada lapisan luar hasil
las dalam bentuk terak. Logam pada elektroda dapat cair karena panas yang
dihasilkan dari lompatan ion listrik yang terjadi antara anoda dan katoda (ujung
elektroda dengan permukaan pelat yang akan dilas yang tersambung dengan ground
clamp pada mesin las SMAW). Dari lompatan ion listrik ini diperoleh temperatur
mencapai 4000 °C hingga 4500 °C. terdapat 2 sumber tegangan yang digunakan
pada pengelasan SMAW diantaranya tegangan AC (arus bolak balik) dan DC (arus
searah). (8)

2.2.6 Pelat Baja dan Pipa ST 37

Pelat baja memiliki ketebalan yang relatif kecil dibandingkan dengan panjang
dan lebar yang dimilikinya. Pelat dan pipa baja ST37 memiliki struktur butir yang

 
 
Program Studi Teknik Aeronautika 14

 
halus, setelah di roll pelat baja memiliki sifat mampu las dan mampu bentuk yang
 
baik untuk berbagai macam kontruksi. Pada tabel II-1 dan Tabel II-2 dapat dilihat
  komposisi kimia dan sifat mekanis bahan ST 37.
  Tabel II-1 Komposisi Kimia ST 37
  Chemical Composition (%)
Steel Grade
C max. Si max. Mn P max. S Max.
 
ST 37 0,17 0,35 ≥0,40 0,04 0,04
 

  Tabel II-2 Sifat Mekanis ST 37

  Grade Tensile Strength Upper Yield Point Elongation At


Steel
R m (N/mm²) R eH *(N/mm²) min. Rupture A5 (%) min.
 
ST 37 340 ≤ R m ≤ 470 235 25

ST 37 memiliki kemampuan menahan beban tarik yang baik merupakan salah


satu baja karbon rendah yang. ST merupakan simbol dari baja (stell), sedangkan 37
mengindikasikan kekuatan tarik yang dimiliki material tersebut sebesar 37 kg/mm².
Kekuatan tarik atau biasa disebut yield strength merupakan maksimum kemampuan
material sebelum mengalami patah. Nilai yield strength (σy) pada baja berada
dibawah kekuatan tarik maksimum. Titik awal dimana sifat material mulai berubah
dari elastis menjadi plastis disebut dengan batas kemampuan yield. (9)

2.2.7 Refractory Brick SK34

Refractory brick SK34 berbentuk balok memiliki dimensi 230 mm x 114 mm


x 65 mm, digunakan pada lapisan dalam yang bersentuhan langsung dengan api pada
struktur furnace dan tungku pembakaran. Refractory brick berbahan dasar keramik
tahan api yang dapat menahan temperatur tinggi, dan juga memiliki nilai
konduktivitas termal yang rendah sehingga menghasilkan efisiensi energi yang lebih
besar. Temperatur kerja refractory brick berkisar pada suhu 1400 °C dan memiliki
nilai konduktivitas termal yang tidak jauh berbeda dengan fiber ceramic blanket yaitu
0,15 W/m.K. Pada umumnya refractory brick digunakan pada aplikasi dengan
tekanan mekanis, kimia, atau termal yang ekstrem, seperti pada bagian dalam furnace
dan tungku pembakaran. Dalam kondisi apapun, refractory brick tidak diperbolehkan

 
 
Program Studi Teknik Aeronautika 15

 
mengempis, dan kekuatannya harus bertahan dengan baik selama perubahan suhu
 
yang cepat. Refractory brick SK 34 dapat dilihat pada Gambar II-9.
 

  Gambar II-9 Refractory brick SK 34

 
2.2.8 Fiber Ceramic Blanket

Salah satu bahan isolator peredam panas yang sesuai dengan kriteria
pembuatan vacuum furnace yaitu fiber ceramic blanket. Fiber ceramic blanket
berbentuk lembaran menyerupai kapas berserat kasar yang di golongkan pada
refraktori berbasis serat aluminosilikat, berwarna putih, tidak mengeluarkan bau, dan
mudah dibentuk. Fiber ceramic blanket memiliki konduktivitas termal 0,18 W/m.K
pada temperatur 800 °C, dengan nilai konduktivitas termal yang rendah, isolator ini
dapat memperlambat laju rambat panas yang berasal dari dalam tungku bakar. Fiber
ceramic blanket dapat bekerja pada temperatur 1050 °C hingga 1350 °C dan tahan
terhadap bahan kimia korosif.

2.2.9 Vacuum Furnace

Furnace merupakan peralatan yang digunakan untuk merubah sifat logam


dengan perlakuan panas, atau sebagai alat untuk mamanaskan bahan, mengubah
bentuk bahan (rolling/penggulungan, penempaan), atau dapat digunakan melelehkan
logam untuk pembuatan bagian mesin (casting).

Vacuum furnace digunakan pada proses heat treatment baja paduan. Vacuum
furnace dapat digunakan untuk melakukan proses hardening dan tempering pada baja
yang bertujuan untuk menambah ketangguhan dan kekuatan bahan. Proses hardening

 
 
Program Studi Teknik Aeronautika 16

 
dilakukan pemanasan baja menuju ke suhu yang sudah ditentukan, kemudian
 
didinginkan dalam waktu yang cepat.
 
Salah satu jenis tungku yang dapat memanaskan bahan logam hingga
 
temperatur 1500 °C dengan kemampuan pendinginan produk cepat yaitu Vacuum
 
furnace. Pada vacuum furnace produk dalam tungku dikelilingi oleh ruang hampa.

  Vacuum furnace dapat melakukan proses heat treatment dengan kontaminasi gas
yang rendah dan konsistensi tinggi. (10) Gambar II-10 merupakan salah satu contoh
 
vacuum furnace yang telah diproduksi dan digunakan pada skala industri.
 

Gambar II-10 Vacuum furnace


(sumber: https://www.secowarwick.com/en/news/service-heat-treating-selects-vector-2-bar-vacuum-
furnace/)
Pemanasan logam pada temperatur tinggi dapat menyebabkan oksidasi
dengan cepat. Vacuum furnace dapat mencegah hal ini terjadi dengan cara
menghilangkan oksigen didalamnya. Gas inert seperti Argon, dapat digunakan untuk
mempercepat pendinginan logam sampai kembali ke tingkat non-metalurgi (di bawah
400 °C) setelah proses yang diinginkan pada tungku. Gas inert dapat di aplikasikan
untuk dua kali perlakuakn atau lebih, kemudia mengalir melalui daerah zona panas
sebelum melalui sebuah penukar panas untuk membuang panas. Proses ini dapat
diulang hingga temperatur yang diinginkan tercapai. (10)

Anda mungkin juga menyukai