Anda di halaman 1dari 185

TUGAS AKHIR

KAJIAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DI KABUPATEN SIAK

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Program Studi
Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Islam Riau

DISUSUN OLEH

SANTOSO
(183410857)

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2022
KAJIAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DI KABUPATEN SIAK

SANTOSO;
183410857
ABSTRAK

Lahan kritis merupakan salah satu bentuk dari lahan terdegradasi. Jika lahan kritis
dibiarkan terus menerus maka luasannya akan bertambah dan lahan menjadi tidak
produktif lagi, selanjutnya akan mempengaruhi kualitas lingkungan, kerugian
materi, serta penurunan kesejahteraan masyarakat. Lahan kritis disebabkan oleh
tekanan penduduk, juga perluasan areal dan perkebunan yang tidak serta
pengelolaan hutan yang tidak maksimal. Pengelolaan lahan kritis dilakukan
Sebagai upaya mengurangi dampak terhadap lingkungan yang disesuaikan dengan
tingkat kekritisan lahan-lahan tersebut. Kabupaten Siak merupakan kabupaten
yang pertumbuhan luas areal perkebunannya cukup besar dan terus meningkat dari
tahun ketahun. Hal ini mengindikasikan adanya perluasan lahan kritis di
Kabupaten tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat
kekritisan lahan di Kabupaten Siak.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang dimulai dengan


identifikasi parameter penentu lahan kritis yaitu penutupan lahan, kemiringan
lereng, tingkat bahaya erosi, produktivitas, dan pengelolaan lahan yang selanjutnya
dispasialkan untuk di lakukan pembobotan. Hasil spasialisasi dan pembobotan
terhadap parameter tersebut selanjutnya dianalisis dengan metode overlay sehingga
didapatkan nilai yang menjadi dasar penentuan tingkat kekritisan lahan.

Hasil penelitian menunjukkan Kabupaten Siak terdapat 5 kelas tingkat kekritisan


lahan yaitu sangat kritis, kritis, agak kritis, potensial kritis, dan tidak kritis.Luas
lahan dengan kondisi sangat kritis 18.726,68 Ha, kritis 65.241,43 Ha, agak kritis
88.412,47 Ha, potensial kritis 289.102,35 Ha, dan tidak kritis 322.411,53 Ha.
Sebaran lahan sangat kritis dan kritis terluas terdapat pada lindung di luar kawasan
hutan seluas 40636,39 Ha. Diikuti lahan kritis kawasan budidaya pertanian seluas
40.370,59 Ha dan yang terkecil berada pada kawasan hutan lindung seluas 2.893,90
Ha.

Kata Kunci: Lahan Kritis, Overlay, SIG, Skoring, Tingkat Kekritisan Lahan

ii
STUDY OF LAND CRITICAL LEVEL IN SIAK DISTRICT

SANTOSO
183410857
ABSTRACT

Critical land is one of the forms of degraded land. If critical land is allowed to
continue, then its area will increase and the land will become no longer productive,
which will further affect environmental quality, material losses, and decrease
community welfare. Critical land is caused by population pressure, as well as area
expansion and plantations that are not as well as forest management that is not
optimal. Critical land management is carried out as an effort to reduce the impact
on the environment according to the critical level of these lands. Siak Regency is a
district with a large growth in plantation area and continues to increase from year
to year. This indicates an expansion of critical land in the district. This study aims
to identify the critical level of land in Siak Regency.

This type of research is a quantitative descriptive weighted using several spatial


data parameters that determine critical land, namely land cover, slope, level of
erosion hazard, productivity, and land management which is then overlayed on each
of these parameters in agricultural cultivation areas, protected forest areas and
forest areas, protection outside the forest area of Siak Regency.

The results showed that there were 5 classes in Siak Regency, namely very critical,
critical, somewhat critical, potentially critical, and not critical. The critical level of
land in Siak Regency is divided into 5 classes, namely very critical, critical,
somewhat critical, potentially critical, and not critical. Land area with very critical
condition is 18.726,68 Ha, critical 65.241,43 Ha, slightly critical 88.412,47 Ha,
potential critical 289.102,35 Ha, and not critical 322.411,53 Ha. The widest
distribution of very critical and critical land is found in protected areas outside the
forest area of 40.636,39 Ha. Followed by critical land areas for agricultural
cultivation area of 40.370,59 Ha and the smallest is in a protected forest area of
2893.90 Ha

Key Word: Critical Land, Overlay, GIS, Scoring, Land Critical Level

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, Puji dan Syukur kita panjatkan kepada Allah Subhanahu

Wata’ala. Dzat yang hanya kepada-Nya memohon ampun dan pertolongan.

Alhamdulilah atas segala do’a, pertolongan, rahmat, dan kasih sayang-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Kajian

Tingkat Kekritisan Lahan Di Kabupaten Siak”. Tugas akhir ini disusun guna

syarat menyelesaikan Program Starta-1 pada Program Studi Perencanaan Wilayah

dan Kota pada Fakultas Teknik Universitas Islam Riau.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang

tidak ada hingganya kepada semua pihak yang berperan penting dalam penyusunan

Tugas Akhir ini, yaitu:

1. Orang tua tercinta, dan adik. Amat-amat yang sangat dicintai, sayangi, dan

hormati yang tiada henti memberikan do’a, materil, moril, nasihat dan

motivasi untuk tetap semangat dan usaha hingga sampai saat ini penulis

dapat menyelesaikan studi hingga saat ini.

2. Bapak Dr. Eng, Muslim, ST., MT selaku Dekan Fakultas Teknik

Universitas Islam Riau.

3. Ibu Puji Astuti ST, MT selaku Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah

dan Kota Fakultas Teknik Universitas Islam Riau.

4. Bapak Faizan Dalilla ST., M.Si selaku pembimbing yang telah

membimbing, memberikan saran masukan dan arahan yang sangat

bermanfaat kepada penulis.

5. Bapak Ir. H. Firdaus, MP selaku Penguji 1 yang telah memberikan banyak

arahan dan bimbingan, pemikiran serta motivasi bagi penulis.

iv
6. Bapak Muhammad Sofwan ST., MT selaku Penguji 2 yang telah

memberikan banyak arahan dan bimbingan, pemikiran serta motivasi bagi

penulis.

7. Kepada Staf Dosen Program studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas

Teknik Universitas Islam Riau yang sudah memberikan banyak ilmu mulai

dari awal perkulihan hingga sampai menyelesaikan studi.

8. Teman seperjuangan keluarga Planologi kelas 18 B yang telah banyak

mengahadirkan canda dan tawa bersama, perkuliahan bersama sampai akhir

tiba disaat semua mulai selesai dengan kuliahnya masing-masing dan

semoga kelak bisa kompak.

Pekanbaru, Januari 2023

Penulis

v
DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................. ii
ABSTRACT .......................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR PETA .............................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................................... 6
1.4.1 Manfaat Teoritis ............................................................................ 6
1.4.2 Manfaat Praktis .............................................................................. 6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................... 6
1.5.1 Ruang Lingkup Materi .................................................................. 7
1.5.2 Ruang Lingkup Wilayah ............................................................... 8
1.6 Sistematika Penulisan ................................................................................ 10
1.7 Kerangka Berpikir ..................................................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 13
2.1 Lahan Kritis ............................................................................................... 13
2.1.1 Pengertian Lahan Kritis ............................................................... 13
2.1.2 Faktor-Faktor Penyebab Lahan Kritis ......................................... 15
2.1.3 Ciri-Ciri Lahan Kritis .................................................................. 16
2.1.4 Indikator Penentu Lahan Kritis ................................................... 19
2.1.5 Lahan Kritis Menurut Pandangan Islam ...................................... 19
2.2 Penutupan Lahan ....................................................................................... 20
2.3 Kemiringan Lereng ................................................................................... 21
2.4 Tingkat Bahaya Erosi ................................................................................ 22
2.4.1 Indeks Erosivitas Hujan ............................................................... 23

vi
2.4.2 Indeks Erodibilitas Tanah ............................................................ 25
2.4.3 Indeks Panjang Lereng dan Kemiringan Lereng ......................... 25
2.4.4 Indeks Tutupan Lahan Dan Perlakuan Konservasi Tanah .......... 26
2.5 Produktivitas.............................................................................................. 27
2.6 Pengelolaan Lahan .................................................................................... 27
2.7 Penilaian Lahan Kritis ............................................................................... 28
2.7.1 Kawasan Budidaya Pertanian ...................................................... 29
2.7.2 Kawasan Hutan Lindung ............................................................. 29
2.7.3 Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan ................................. 31
2.8 Sistem Informasi Geografis (SIG) ............................................................. 31
2.9 Skoring dan Pembobotan .......................................................................... 33
2.10 Landasan Kebijakan .................................................................................. 35
2.10.1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007
Tentang Pentaan Ruang ............................................................... 35
2.10.2 Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai Dan Perhutanan Sosial Nomor: P. 4/V-SET/2013
Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan
Kritis ............................................................................................ 35
2.11 Sintesa Teori .............................................................................................. 38
2.12 Penelitian Terdahulu ................................................................................. 40
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 49

3.1 Pendekatan Penelitian ............................................................................... 49


3.2 Jenis Penelitian .......................................................................................... 49
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian..................................................................... 50
3.4 Variabel Penelitian .................................................................................... 53
3.5 Data Penelitian .......................................................................................... 54
3.6 Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 55
3.6.1 Metode Pengumpulan Data Sekunder ......................................... 55
3.6.2 Metode Pengumpulan Data Primer ............................................. 56
3.7 Metode Analisis Data ................................................................................ 57
3.8 Tahapan Penelitian .................................................................................... 69
3.8.1 Tahap Pra Lapangan .................................................................... 69

vii
3.8.2 Tahap Lapangan .......................................................................... 70
3.8.3 Tahap Pasca Lapangan ................................................................ 70
3.9 Desain Survei ............................................................................................ 72
BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ........................... 75

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Siak ............................................................ 75


4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi ............................................... 75
4.1.2 Kondisi Fisik Dasar ..................................................................... 78
4.1.2.1 Topografi ......................................................................... 78
4.1.2.2 Klimatologi...................................................................... 81
4.1.2.3 Geologi ............................................................................ 83
4.1.2.4 Jenis Tanah ...................................................................... 85
4.1.2.5 Kondisi Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan
Hidup (DDTLH) Kabupaten Siak Berdasarkan Jasa
Ekosistem ........................................................................ 87
4.1.3 Penggunaan Lahan ...................................................................... 92
4.1.4 Kependudukan ............................................................................. 95
4.1.4.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Umur ..... 95
4.1.4.2 Distribusi dan Kepadatan Penduduk ............................... 96
4.1.5 Kondisi Perekonomian ................................................................ 97
4.1.5.1 Pertanian .......................................................................... 97
4.1.5.2 Perkebunan ...................................................................... 99
BAB V HASIL DAN ANALISIS...................................................................... 101

5.1 Hasil Identifikasi Tingkat Kekritisan Lahan Di Kabupaten Siak ............ 101
5.1.1 Penutupan Lahan ....................................................................... 101
5.1.2 Kemiringan Lereng .................................................................... 107
5.1.3 Tingkat Bahaya Erosi ................................................................ 110
5.1.3.1 Perhitungan Indeks Erosivitas Hujan ............................ 110
5.1.3.2 Perhitungan Indeks Erodibilitas Tanah ......................... 114
5.1.3.3 Perhitungan Indeks Panjang Lereng .............................. 116
5.1.3.4 Perhitungan Indeks Tutupan Lahan ............................... 118
5.1.3.5 Hasil Analisis Pengolahan Parameter Tingkat Bahaya
Erosi .............................................................................. 120
5.1.4 Produktivitas .............................................................................. 123

viii
5.1.5 Pengelolaan Lahan .................................................................... 129
5.2 Analisis Tingkat Kekritisan Lahan Di Kabupaten Siak .......................... 140
5.2.1 Kawasan Budidaya Pertanian .................................................... 140
5.2.2 Kawasan Hutan Lindung ........................................................... 140
5.2.3 Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan ............................... 150
BAB VI PENUTUP ........................................................................................... 155

6.1 Kesimpulan.............................................................................................. 155


6.2 Saran ..................................................................................................... 156
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 156

LAMPIRAN ....................................................................................................... 159

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sintesa Teori ....................................................................................... 37


Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu .......................................................................... 38
Tabel 3.1 Waktu dan Tahap Penelitian .............................................................. 51
Tabel 3.2 Variabel Penelitian ............................................................................. 53
Tabel 3.3 Jenis Kebutuhan Data ......................................................................... 54
Tabel 3.4 Pengumpulan Data Sekunder ............................................................. 56
Tabel 3.5 Kelas Penutupan Lahan ...................................................................... 58
Tabel 3.6 Kelas Kemiringan Lereng .................................................................. 59
Tabel 3.7 Kelas Tingkat Bahaya Erosi ............................................................... 60
Tabel 3.8 Kelas Produktivitas ............................................................................ 60
Tabel 3.9 Kelas Pengelolaan Lahan ................................................................... 62
Tabel 3.10 Klasifikasi Tingkat Kekritisan Lahan Kawasan Budidaya
Pertanian Untuk Usaha Pertanian ....................................................... 65
Tabel 3.11 Klasifikasi Tingkat Kekritisan Lahan Kawasan Hutan Lindung ....... 67
Tabel 3.12 Klasifikasi Tingkat Kekritisan Lahan Kawasan Lindung di Luar
Kawasan Hutan .................................................................................. 68
Tabel 3.13 Desain Survei ..................................................................................... 72
Tabel 4.1 Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Siak Tahun 2020 ................ 76
Tabel 4.2 Ketinggian Topografi Kabupaten Siak ............................................... 78
Tabel 4.3 Data dan Informasi Luas Jenis Tanah (ha) ......................................... 86
Tabel 4.4 Lanjutan Data dan Informasi Luas Jenis Tanah (ha).......................... 87
Tabel 4.5 Daya Dukung Daya Tampung Penyediaan Pangan............................ 89
Tabel 4.6 Tata Penutupan Lahan (Ha)................................................................ 93
Tabel 4.7 Penduduk di Kabupaten Siak Menurut Usia Berdasarkan Jenis
Kelamin Tahun 2021 .......................................................................... 95
Tabel 4.8 Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Kepadatan Penduduk, dan
Presentase Penduduk Kabupaten Siak Tahun 2021 ........................... 96
Tabel 4.9 Luas Panen Pertanian Kabupaten Siak Tahun 2017-2021 (ha) .......... 97
Tabel 4.10 Produktivitas Pertanian Kabupaten Siak Tahun 2017-2021
(kg/ha) ................................................................................................ 98
Tabel 4.11 Produksi Pertanian Kabupaten Siak Tahun 2017-2021 (ton) ............. 98

x
Tabel 4.12 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas
Perkebunan Kabupaten Siak Tahun 2017-2021 ................................. 99
Tabel 5.1 Hasil Identifikasi Kondisi Eksisting Penutupan Lahan
Kabupaten Siak ................................................................................ 101
Tabel 5.2 Kelas Penutupan Lahan .................................................................... 103
Tabel 5.3 Kelas Kemiringan Lereng ................................................................ 107
Tabel 5.4 Curah Hujan Rata-Rata Kabupaten Siak .......................................... 111
Tabel 5.5 Indeks Erosivitas Curah Hujan ......................................................... 112
Tabel 5.6 Indeks Erodibilitas Tanah................................................................. 114
Tabel 5.7 Indeks Panjang Lereng dan Kemiringan Lereng .............................. 116
Tabel 5.8 Indeks Tutupan Lahan dan Perlakukan Konservasi Tanah .............. 118
Tabel 5.9 Tingkat Bahaya Erosi ....................................................................... 120
Tabel 5.10 Produktivitas..................................................................................... 124
Tabel 5.11 Pengelolaan Lahan Jenis Penutupan Lahan Hutan ........................... 129
Tabel 5.12 Pengelolaan Lahan Jenis Penutupan Lahan Perkebunan.................. 130
Tabel 5.13 Pengelolaan Lahan Jenis Penutupan Lahan Pertanian ..................... 131
Tabel 5.14 Pengelolaan Lahan Jenis Penutupan Lahan Semak Belukar ............ 132
Tabel 5.15 Pengelolaan Lahan Jenis Penutupan Lahan Sawah .......................... 133
Tabel 5.16 Pengelolaan Lahan Jenis Penutupan Lahan Permukiman Sedang ... 133
Tabel 5.17 Pengelolaan Lahan Jenis Penutupan Lahan Permukiman Buruk ..... 134
Tabel 5.18 Pengelolaan Lahan Jenis Penutupan Lahan Lahan Terbuka ............ 135
Tabel 5.19 Pengelompokkan Kelas Pengelolaan Lahan .................................... 136

Tabel 5.20 Analisis Tingkat Kekritisan Lahan Kawasan Budidaya


Pertanian ........................................................................................... 139
Tabel 5.21 Analisis Tingkat Kekritisan Lahan Kawasan Hutan Lindung .......... 144
Tabel 5.22 Analisis Tingkat Kekritisan Lahan Kawasan Lindung di Luas
Kawasan Hutan ................................................................................ 149

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kerangka Pikir ............................................................................... 12


Gambar 2.1 Diagram Alir Penentuan Tingkat Lahan Kritis ............................. 37
Gambar 5.1 Diagram Hasil Identifikasi Kondisi Eksisting Penutupan
Lahan Kabupaten Siak ................................................................. 102
Gambar 5.2 Diagram Kelas Penutupan Lahan ................................................ 103
Gambar 5.3 Diagram Persentase Kemiringan Lereng ..................................... 108
Gambar 5.4 Diagram Persentase Tingkat Bahaya Erosi ................................. 120
Gambar 5.5 Diagram Produktivitas ................................................................. 127
Gambar 5.6 Kondisi Eksisting Kawasan Hutan .............................................. 130
Gambar 5.7 Kondisi Eksisting Perkebunan ..................................................... 131
Gambar 5.8 Kondisi Eksisting Kawasan Pertanian ......................................... 131
Gambar 5.9 Kondisi Eksisting Semak Belukar ............................................... 132
Gambar 5.10 Kondisi Eksisting Sawah ............................................................. 133
Gambar 5.11 Kondisi Eksisting Permukiman (Sedang) .................................... 134
Gambar 5.12 Kondisi Eksisting Permukiman (Buruk) ..................................... 135
Gambar 5.13 Kondisi Eksisting Lahan Terbuka ............................................... 135
Gambar 5.14 Klasifikasi Pengelolaan Lahan .................................................... 136

xii
DAFTAR PETA

Peta 1.1 Ruang Lingkup Wilayah Kabupaten Siak ............................................ 9


Peta 3.1 Administrasi Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun 2022.................. 52
Peta 4.1 Administrasi Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun 2022 .................. 77
Peta 4.2 Topografi Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun 2022 ...................... 80
Peta 4.3 Curah Hujan Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun 2022 .................. 82
Peta 4.4 Geologi Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun 2022 ......................... 84
Peta 4.5 Jenis Tanah Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun 2022 ................... 91
Peta 4.6 Penutupan Lahan Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun 2022 .......... 94
Peta 5.1 Penutupan Lahan Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun 2022 ........ 105
Peta 5.2 Penutupan Kelas Lahan Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun
2022 .................................................................................................. 106
Peta 5.3 Kemiringan Lereng Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun 2022 ..... 109
Peta 5.4 Curah Hujan Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun 2022 ................ 113
Peta 5.5 Jenis Tanah Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun 2022 ................. 115
Peta 5.6 Kemiringan Lereng Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun 2022 ..... 117
Peta 5.7 Penutupan Lahan Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun 2022 ........ 119
Peta 5.8 Tingkat Bahaya Erosi Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun
2022 .................................................................................................. 122
Peta 5.9 Produktivitas Lahan Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun
2022 .................................................................................................. 128
Peta 5.10 Pengelolaan Lahan Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun 2022 ...... 137
Peta 5.11 Tingkat Kekritisan Lahan Kawasan Budidaya di Kabupaten
Siak Tahun 2022............................................................................... 143
Peta 5.12 Tingkat Kekritisan Lahan Kawasan Hutan Lindung di
Kabupaten Siak Tahun 2022 ............................................................ 147
Peta 5.13 Tingkat Kekritisan Lahan Kawasan Lindung di Luar Kawasan
Hutan di Kabupaten Siak Tahun 2022 ............................................. 153

xiii
1 BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lahan bagi masyarakat merupakan faktor produksi alam yang dapat dikelola

untuk menjadi sumber pendapatan mereka. Namun karena sifatnya yang tidak dapat

dipindah dan luasnya terbatas, menyebabkan meningkatnya kebutuhan dan

persaingan dalam penggunaan lahan baik untuk keperluan pertanian maupun untuk

keperluan lainnya (Widyatmanti et al., 2018). Keberadaan lahan merupakan aspek

penting dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Akan tetapi

persoalan kerusakan hutan dan lahan terus terjadi dan mengalami peningkatan

sehingga mengakibatkan lahan menjadi kritis (Ramayanti et al., 2015).

Lahan kritis merupakan salah satu bentuk dari lahan terdegradasi. Lahan

kritis adalah kondisi lahan yang terjadi karena tidak sesuainya kemampuan lahan

dengan penggunaan lahannya, sehingga mengakibatkan kerusakan lahan secara

fisik, kimia, maupun biologis (Suntoro et al., 2019; Tuhehay et al., 2019). Lahan

kritis terjadi akibat perubahan penggunaan lahan di Indonesia dari kawasan lahan

pertanian maupun lahan hutan menjadi lahan non pertanian atau lahan terbangun.

Meluasnya lahan kritis selain disebabkan oleh tekanan penduduk, juga perluasan

areal pertanian melalui perladangan berpindah dan pembakaran yang tidak

terkendali serta pengelolaan hutan dan penggembalaan liar yang tidak terkontrol

(Rupaidah, 2008).

Tingginya laju lahan kritis belum dapat diimbangi dengan kegiatan

rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) yang masih terlampau rendah. Sebagai akibat

yang ditimbulkan, kawasan yang berfungsi sebagai serapan air semakin berkurang

1
yang dapat menyebabkan degradasi lahan, kekeringan atau kekurangan air bersih

pada musim kemarau, bencana tanah longsor dan bencana banjir pada musim

penghujan (Ramayanti et al., 2015). Apabila lahan kritis dibiarkan terus menerus

maka luasannya akan bertambah dan lahan menjadi tidak produktif lagi, selanjutnya

akan mempengaruhi kualitas lingkungan, kerugian materi, serta penurunan

kesejahteraan masyarakat. Dinamika penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan

kelas kemampuan dan kesesuaian lahan akan cenderung mempercepat peningkatan

proses erosi, sedimentasi dan menghadirkan banyak kejadian bencana lainnya.

Jika lahan kritis tidak mendapatkan perbaikan, maka lahan-lahan tersebut

akan membahayakan kehidupan manusia, baik secara langsung ataupun tidak

langsung. Perlu dilakukan pencegahan agar lahan kritis tidak semakin meluas setiap

tahunnya (Wulandari, 2021). Informasi dan data lahan kritis juga dapat dijadikan

sebagai basis data dalam proses pengambilan keputusan. Untuk menanggulangi

adanya lahan kritis perlu dilakukan rehabilitasi lahan.

Menurut Departemen Kehutanan (2009:8), rehabilitasi lahan adalah upaya

untuk memulihkan, mempertahankan dan peningkatan fungsi lahan sehingga daya

dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga

kehidupan tetap terjaga. Rehabilitasi lahan dimaksudkan untuk memulihkan

kesuburan tanah, melindungi tata air, dan kelestarian daya dukung lingkungan

(Khoimah, 2012). Dalam menunjang kegiatan rehabilitasi lahan secara baik dan

tepat, perlu adanya data spasial lahan kritis untuk mencegah keruskaan yang lebih

luas.

Kabupaten Siak memiliki luas 789.355 Ha dengan pusat administrasi di

Kota Siak Sri Indrapura. Kabupaten Siak merupakan wilayah yang memiliki

2
morfologi terdiri dari dataran dan sebagian kecil terdiri dari perbukitan yang

terletak di bagian barat daya. Morfologi dataran mencakup sekitar 60% Wilayah

Kabupaten Siak, morfologi perbukitan rendah terdapat dibagian utara, timur dan

memanjang dari arah barat laut sampai tenggara, dan morfologi perbukitan tinggi

terletak di bagian barat daya wilayah DAS Siak.

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Siak Tahun 2020-

2040, dari aspek penggunaan lahan, Kabupaten Siak dominasi jenis penggunaan

lahan berupa perkebunan (260.656 Ha), pertanian lahan kering campur (75.020 Ha)

dan pertanian lahan kering (12.663 Ha). Berdasarkan data Kabupaten Siak dalam

angka, sebagian besar perkebunan yang di kembangkanya adalah kelapa sawit.

Luas perkebunan kelapa sawit pada tahun 2018 mencapai 232 Ha dan pada tahun

2021 meningkat menjadi 237 Ha. Hal ini mengindikasikan bahwa lahan yang

diperuntukkan untuk perkebunan sawit meningkat setiap tahunnya. Penggunaan

lahan seperti ini merupakan penggunaan lahan yang kurang baik apabila

pengelolaanya tidak didasarkan pada kaidah-kaidah konservasi tanah maka lahan

dapat menjadi rusak dan cenderung akan berubah menjadi lahan agak kritis atau

kritis.

Di samping itu, pada tahun 2009 terjadi kegiatan alih fungsi lahan sebesar

4817 Ha dan mengalami peningkatan pada tahun 2016 menjadi 8495 Ha.

Berdasarkan data pertanahan Kabupaten Siak diperoleh informasi mengenai

pengajuan izin perubahan penggunaan lahan pertanian, yaitu pada tahun 2013

sebanyak 47, tahun 2014 sebanyak 22 dan pada tahun 2015 sebanyak 15 pengajuan.

Ini belum termasuk yang melakuhkan konversi tanpa melalui prosedur perizinan

yang resmi (Syahrier, 2022).

3
Berdasarkan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau, di

tahun 2011 dari sekian banyak luasan lahan yang di buka peruntukan terbesar yaitu

perkebunan kelapa sawit dimana rata-rata pembukaan lahan untuk kelapa dapat

mencapai 10.000 Ha. Lahan kritis yang ada di Kabupaten Siak kurang lebih sebesar

5500 km², meningkat 50% dari Tahun 2005 yang sebesar kurang lebih sebesar 3600

km². Dengan demikian, masih terdapat praktek perusakan lingkungan berupa

perambahan hutan yang mengakibatkan lahan menjadi terdegradasi sehingga

menyebabkan lahan menjadi kritis di Kabupaten Siak

Hal ini mengindikasikan bahwa dalam prakteknya pembangunan

perkebunan kelapa sawit dan konversi lahan pertanian untuk kegiatan non pertanian

masih sering terjadi, tidak hanya terjadi pada kawasan hutan konversi, melainkan

juga dibangun pada kawasan hutan produksi, hutan lindung, dan bahkan di kawasan

konservasi yang memiliki ekosistem yang unik dan mempunyai nilai

keanekaragaman hayati yang tinggi dan pada akhirnya berimplikasi pada kekritisan

lahan di Kabupaten Siak.

Penyebab utama lahan kritis di daerah penelitian adalah karena aktivitas

pertanian yang tidak memperhatikan aspek-aspek kelestarian lahan. Kondisi seperti

ini harus segera dilakukan upaya untuk menekan semakin meluasnya lahan kritis

baik kritis secara fisik maupun secara kimia dengan jalan merehabilitasi maupun

mencegah perlakuan-perlakuan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan

kemampuan lahannya.

Berdasarkan kondisi yang telah dipaparkan, terdapat berbagai faktor yang

menyebabkan lahan menjadi kritis di wilayah Kabupaten Siak. Sehingga lahan

kritis menjadi salah satu permasalahan yang ada di wilayah Kabupaten Siak.

4
Mengingat kebutuhan akan lahan yang terus meningkat seiring dengan

bertambahnya populasi penduduk sedangkan luas lahan tidak bertambah.

Disamping itu, upaya mitigasi pada lahan kritis salah satunya dapat dilakukan

melalui upaya identifikasi lokasi yang mempunyai tingkat kekritisan lahan. Maka

dari itu dalam penelitian ini mengidentifikasi tingkat kekritisan dan arahan

rehabilitasi lahan di Kabupaten Siak. Identifikasi dan pemetaan lahan kritis sangat

penting dilakukan untuk perencanaan meminimalisasi bahaya yang ditimbulkan

oleh lahan kritis.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan isu permasalahan di atas, tingginya tingkat kekeritisan lahan di

berbagai wilayah Kabupaten Siak akibat konversi lahan menyebabkan

berkurangnya kawasan untuk meresapnya air tanah sehingga kawasan yang

berfungsi sebagai resapan air akan semakin berkurang, sejalan dengan praktek

pengrusakan lingkungan perambahan hutan yang berakibat lahan menjadi

terdegradasi sehingga menyebabkan lahan menjadi kritis di Kabupaten Siak. Di

samping itu sejalan dengan kebutuhan akan lahan yang semakin meningkat serta

penambahan populasi penduduk mengakibatkan kebutuhan lahan akan tidak

bertambah.

Berdasarkan paparan dari latar belakang tersebut, adapun pertanyaan

penelitian yang dapat diangkat adalah “Bagaimana tingkat kekekritisan lahan di

Kabupaten Siak?”

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu teridentifikasinya tingkat

kekritisan lahan di Kabupaten Siak.

5
1.4 Manfaat Penelitian

Berbagai masalah yang telah di rumuskan sebelumnya, maka di harapkan

dapat memberikan manfaat dari penelitian ini baik manfaat secara teoritis maupun

praktis.

1.4.1 Manfaat Teoritis

Memberikan sumbangan pemikiran bagi peneliti lainnya khususnya untuk

analisis tingkat kekritisan lahan di Kabupaten Siak yang informatif.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis pada kajian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini sangat bermanfaat sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan

melatih dalam menerapkan ilmu yang telah di pelajari selama ini.

2. Bagi Pemerintah

Diharapkan menjadi salah satu acuan bersama antara masyarakat dan

pemerintah serta stakeholder lainnya dalam melakukan kajian tingkat

kekeritisan lahan yang tepat berdasarkan tingkat kekritisan lahan pada

penilaian lahan kritis di Kabupaten Siak.

3. Bagi Akademik

Sebagai refrensi bagi peneliti di masa yang akan datang terutama yang

berkaitan dengan penelitian kajian tingkat kekritisan lahan Di Kabupaten

Siak.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penyusunan laporan ini memerlukan ruang lingkup wilayah untuk

membatasi wilayah kajian dan batasan pembahasan dengan tujuan agar produk

6
yang di hasikan akan menjadi tepat sesuai dengan tujuan, dan sasaran yang hendak

di capai.

1.5.1 Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup materi dibatasi hanya pada pembahasan yang menyangkut

materi. Pembahasan pada penelitian ini yaitu kajian tingkat kekritisan lahan di

Kabupaten Siak dengan batasan yaitu mengidentifikasi tingkat kekritisan lahan di

Kabupaten Siak berdasarkan parameter Peraturan Direktur Jenderal Bina

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial No. 04 Tahun 2013

Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis, yang meliputi

penutupan lahan, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi, produktivitas lahan, dan

pengelolaan lahan.

7
1.5.2 Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah dalam kajian ini adalah seluruh wilayah yang

termasuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Siak. Kabupaten Siak terletak

diantara 1°16‟30” LU-0°20‟49‟‟LU dan 100°54‟21”BT-102°10‟59”BT, yang

sebagian besar terdiri dari dataran rendah di bagian timur dan sebagian dataran

tinggi di sebelah barat. Kabupaten Siak memiliki luas wilayah 8.556,09 Km2 dan

merupakan kabupaten dengan luas yang mencapai 9,74 persen dari total wilayah

Provinsi Riau. Secara administratif batas wilayah Kabupaten Siak adalah sebagai

berikut:

▪ Utara : Kabupaten Bengkalis dan Kepulauan Meranti

▪ Timur : Kabupaten Bengkalis, Pelalawan, dan Kepulauan Meranti

▪ Selatan : Kabupaten Kampar, Pelalawan, dan Kota Pekanbaru

▪ Barat : Kabupaten Bengkalis, Rokan Hulu, Kampar, dan Kota

Pekanbaru.

8
9
1.6 Sistematika Penulisan

Dalam Penulisan laporan penelitian, mahasiswa membagi menjadi 6 (enam)

bab, yang setiap babnya terdiri dari beberapa sub bab. Pada bagian ini, akan

dijelaskan sistematika laporan penelitian, yang merupakan gambaran umum tentang

pokok-pokok bahasan yang akan disajikan dalam laporan. Adapun sistematika

laporan penelitian selengkapnya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dijelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan,

manfaat, ruang lingkup penelitian dan sistematika laporan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini diuraikan secara umum tentang tinjauan kebijakan serta

teori- teori yang digunakan sebagai dasar kajian tingkat kekritisan lahan

di Kabupaten Siak berdasarkan peta tingkat kekritisan lahan di

Kabupaten Siak.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini menjelaskan tentang metode yang digunakan dalam

melakukan penelitian dengan berisikan sub pembahasan terdiri dari jenis

penelitian, lokasi penelitian, lingkup penelitian, sumber data penelitian,

metode pengumpulan data, metode pengolahan data (analisis).

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran secara umum bagaimana keadaan

eksisting wilayah studi dan kondisi lahan di Kabupaten Siak. Dengan

membaca bab ini, pembaca diharapkan mengetahui gambaran umum

10
wilayah studi khusunya terkait tingkat kekritisan lahan di Kabupaten

Siak.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini memaparkan data dan informasi yang didapat dari

pengelolaan data pada bab sebelumnya yaitu analisis tingkat kekritisan

lahan di Kabupaten Siak.

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisi terkait kesimpulan yang menjawab tujuan dari penelitian

yaitu kajian tingkat kekritisan lahan di Kabupaten Siak.

11
1.7 Kerangka Berpikir

I Latar Belakang
N Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi sejalan dengan kebutuhan lahan yang semakin
tinggi. Kabupaten Siak memiliki potensi lahan gambut sehingga cocok untuk perkebunan sawit.
P
Namun hal itu juga membawa masalah seperti perubahan guna lahan menjadi perkebunan sawit
U sehingga lahan mengalami degradasi dan menjadi kritis. Banyaknya kasus kerusakan lahan di
T Kabupaten Siak sehingga identifikasi lahan kritis menjadi penting untuk dikaji.

Rumusan Masalah
Bagaimana tingkat kekritisan lahan di Kabupaten Siak?

Tujuan Penelitian
Teridentifikasinya tingkat kekritisan lahan di Kabupaten Siak

Data
P - Data Sekunder (Informasi tutupan lahan, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi,
informasi pola ruang Kabupaten Siak)
R
- Data Primer (Informasi produktivitas dan pengelolaan lahan)
O
S
E
S Metode
Overlay

Output
Peta Tingkat Kekritisan Lahan di Kabupaten Siak

H
A Teridentifikasinya Tingkat Kekeritisan Lahan Di Kabupaten Siak
S
I
L
Gambar 1.1 Kerangka Berpikir
Sumber: Hasil Analisis, 2022

12
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lahan Kritis

2.1.1 Pengertian Lahan Kritis

Lahan adalah lingkungan fisik dan biotik yang berkaitan dengan daya

dukungnya terhadap kehidupan dan kesejahteraan hidup manusia. Lingkungan fisik

berupa relief atau topografi, iklim, tanah, dan air, sedangkan lingkungan biotik

adalah manusia, hewan, dan tumbuhan (Didu, 2011).

Istilah lahan kritis biasa dipakai untuk menyebut kondisi suatu lahan yang

telah mengalami degradasi sehingga lahan tersebut tidak bisa menjalankan

fungsinya. Suatu lahan dinilai sebagai lahan kritis, bilamana usaha untuk

mengambil usaha untuk mengambil manfaat dari produktivitasnya tidak sebanding

dengan hasil produksinya. Oleh karena itu, perlu upaya untuk merehabilitasinya

lahan tersebut agar produktivitasnya bisa pulih kembali sebagaimana sebelumnya

(Kironoto et al., 2020).

Lahan kritis merupakan lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga

kehilangan atau berkurang fungsi sesuai peruntukannya (Didu, 2011). Pengertian

lahan kritis antara suatu lembaga dengan lembaga lainnya berbedabeda, tergantung

dari sudut pandang yang menggunakannya. Departemen Pertanian, memandang

lahan kritis dikaitkan dengan fungsinya untuk memproduksi (fungsi produksi).

Departemen Kehutanan selalu mengkaitkan dengan fungsinya sebagai media

pengatur air, media produksi hasil hutan, dan sebagai media proteksi banjir dan/atau

sedimentasi bagian hilir. Dengan perbedaan pengertian tersebut setiap sektor

13
mungkin saja memberikan kriteria yang berbeda terhadap lahan kritis. Oleh sebab

itu sudah diperlukan suatu definisi baku tentang lahan kritis serta kriteria penilaian.

Sementara itu, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 52/Kpts-

II/2001, mendefinisikan lahan kritis sebagai lahan yang keadaan fisiknya sehingga

lahan tersebut tidak berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya sebagai

media produksi maupun sebagai media tata air. Oleh karena itu, dalam menangani

kekritisan lahan perlu diketahui terlebih dahulu anasir lahan yang menjadi asal mula

terjadinya kekritisan lahan. Penilaian kekritisan lahan berbeda berdasarkan fungsi

kawasan lahannya, misalnya kawasan lindung, kawasan penyangga, kawasan budi

daya tanaman semusim atau tahunan dan kawasan permukiman (Didu, 2011).

Suatu lahan bisa menjadi kritis karena aktivitas manusia atau terjadi secara

alami, seperti kekeringan akibat wilayah minim hujan, genangan air secara terus-

menerus, erosi tanah yang terjadi secara alami, dan lain-lain. Namun, bila dilihat

dari kecenderungannya lebih banyak disebabkan oleh aktivitas manusia. Kerusakan

lahan akibat aktivitas manusia terjadi karena tidak sesuainya penggunaan lahan

dengan kemampuan lahan sehingga menyebabkan kerusakan fisik, kimia, maupun

biologis.

Mengganti vegetasi alami dengan pertanaman pertanian atau dengan

kompleks hunian, mengadakan irigasi (drainage), dan mendatarkan relief yang

bergelombang merupakan contoh tindakan manusia yang mengubah keadaan lahan.

Perubahan ini dapat membuat keadaan lahan lebih baik atau lebih buruk, tergantung

apakah aktivitas manusia tersebut bersifat positif atau negatif.

14
2.1.2 Faktor-Faktor Penyebab Lahan Kritis

Faktor-faktor penyebab lahan kritis cukup beragam, meliputi degradasi sifat

fisik, kimia, dan biologi tanah. Lahan yang termasuk ke dalam katagori

kemunduran sifat fisik tanah, diantaranya adalah yang disebabkan oleh tumbukan

butir- butir hujan atau erosi, pemadatan tanah akibat penggunaan alat-alat dan

mesin pertanian atau proses eluviasi, banjir dan genangan. Sedangkan lahan kritis

yang disebabkan oleh kemunduran sifat kimia, diantaranya yang disebabkan oleh

proses penggaraman, pemasaman, dan pencemaran oleh bahan agrokimia, serta

pengurasan unsur hara tanaman (Patel, 2019).

Menurut (Patel, 2019) tingkat kekritisan suatu DAS ditunjukkan oleh

menurunnya penutupan vegetasi permanen dan meluasnya lahan kritis sehingga

menurunkan kemampuan DAS dalam menyimpan air yang berdampak pada

meningkatnya frekuensi banjir, erosi dan penyebaran tanah longsor pada musim

hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Faktor yang mengakibatkan terjadinya

tingkat kekritisan suatu DAS antara lain:

1. Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk mengakibatkan meningkatnya kebutuhan manusia

itu sendiri terutama kebutuhan akan lahan (Sinaga et al., 2011). Permintaan akan

lahan tersebut terus bertambah, sedangkan lahan yang tersedia jumlahnya terbatas.

Timbulnya permasalahan akan penurunan kualitas lingkungan nantinya akan

mengganggu keseimbangan ekosistem. Hal tersebut dikarenakan penggunaan lahan

yang tidak memperhatikan kemampuan lahan, daya dukung dan fungsinya (Fitriani,

2016).

15
2. Perambahan Hutan

Salah satu faktor terjadinya lahan kritis pada DAS adalah terjadinya

kerusakan hutan, salah satu penyebabnya adalah adanya perambahan hutan secara

besar-besaran yang dilakukan penduduk. Peningkatan jumlah penduduk bukan

hanya mengalihfungsikan lahan pertanian saja melainkan bisa mengancam

keberadaan hutan sendiri dikarekan kebutuhan akan lahan semakin meningkat

mengakibatkan dilakukannya pembukaan lahan hutan semakin meningkat pula

bahkan hutan yang dibuka secara besar-besaran dan dijadikan lahan pertanian

ataupun non pertanian untuk keberlangsungan hidupnya (Patel, 2019).

3. Gempa Bumi dan Perubahan Iklim

Kerusakan hutan bukan hanya disebabkan oleh manusia itu sendiri

melainkan faktor alam yang terjadi semisal gempa bumi. Pada beberapa tempat,

gempa bumi dapat mengakibatkan perubahan kestabilan tanah akibat sering

terjadinya tanah longsor. Demikian juga dengan perubahan iklim yang berakibat

pada perubahan intensitas curah hujan, distribusi erosivitas hujan, dan sifat hujan

lainnya yang akhirnya berakibat pada semakin tingginya erosi tanah dan sering

terjadinya bencana banjir (Patel, 2019).

2.1.3 Ciri-Ciri Lahan Kritis

Ciri utama lahan kritis menurut (Khoimah, 2012) adalah gundul, terkesan

gersang dan bahkan muncul batu-batuan dipermukaan tanah dan pada umumnya

terletak di wilayah dengan topografi lahan berbukit atau berlereng curam. Selain itu

lahan kritis juga memiliki tingkat produktivitas yang rendah serta vegetasi alang-

alang yang mendominasinya dengan sifat-sifat lahan yang memiliki pH tanah relatif

16
rendah. Yang menjadi faktor penyebab lahan kritis yaitu tidak dapat dilepaskan dari

beberapa hal ini, antara lain:

1. Perladangan berpindah

2. Pemanfaatan lahan yang tidak memperhatikan syarat konservasi tanah

3. Pencemaran bahan kimia

4. Erosi tanah dan masswasting yang biasanya terjadi di daerah dataran tinggi,

pegunungan, dan daerah yang memiliki kemiringan lereng yang curam dan

lain sebagainya.

Sehingga dampak dari adanya lahan kritis ini yaitu penurunan terhadap

tingkat kesuburan tanah, berkurangnya ketersediaan sumber air pada musim

kemarau serta mengakibatkan banjir pada musim hujan.

Menurut (Becker et al., 2015) Ciri-ciri utama lahan kritis adalah lahan yang

gundul, terkesan gersang, dan bahkan muncul batu - batuan di permukaan tanah,

topografi lahan pada umumnya berbukit atau berlereng curam. Selain itu lahan

kritis juga memiliki tingkat produktivitas yang rendah serta vegetasi alang-alang

yang mendominasinya dengan sifat-sifat lahan yang memiliki pH tanah relatif

rendah. Meluasnya lahan kritis tidak dapat dilepaskan dari beberapa hal, antara lain:

1. Tekanan penduduk yang tinggi akan lahan

2. Perladangan berpindah

3. Padang penggembalaan yang berlebihan

4. Pengelolaan hutan yang tidak baik

5. Pembakaran yang tidak terkendali

6. Pengolahan lahan yang kurang memperhatikan aspek-aspek kelestarian

lingkungan

17
7. Erosi tanah dan masswasting yang biasanya terjadi di daerah dataran tinggi,

pegunungan, dan daerah yang miring

Lahan kritis secara sosial ekonomi adalah lahan yang sebenarnya masih

mempunyai potensi untuk usaha pertanian dengan tingkat kesuburan relatif baik,

tetapi karena adanya faktor penghambat sosial ekonomi (misalnya sengketa

pemilikan lahan, sulit pemasaran hasil atau harga produksi sangat rendah) maka

lahan tersebut ditinggalkan penggarapnya sehingga menjadi terlantar.

Faktor yang menyebabkan timbulnya lahan kritis di suatu wilayah

merupakan masalah yang cukup komplek mengingat keberadaannya muncul

sebagai akibat dari interaksi manusia dalam mengelola lahan, baik secara langsung

maupun tidak langsung. Adanya campur tangan manusia dalam memanfaatkan

lahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya telah melebihi daya dukungnya

sehingga lahan tersebut menjadi kurang produktif atau rusak. Salah satu indikator

kerusakan tersebut adanya erosi tanah. Proses erosi terjadi pada permukaan tanah

dimana butiran tanah yang mengandung unsur hara terangkut limpasan permukaan

dan diendapkan di tempat lain. Hal ini menyebabkan lapisan tanah menjadi tipis.

Maka dari itu, tanah yang tebal belum tentu subur dan sebaliknya tanah yang

tipis belum tentu tidak subur. Tebal tanah yang kurang subur dapat ditingkatkan

kesuburannya dengan melakukan pemupukan. Sedangkan untuk tanah yang tipis,

jika tanah tersebut dibiarkan tererosi dapat menghilangkan manfaat kesuburan yang

ada, disebabkan akar tanaman yang tak mungkin lagi dapat berpijak pada tanah

yang semakin tipis. Dengan demikian, erosi merupakan suatu proses kebocoran

yang paling berpengaruh dalam siklus hara terhadap kemunduran kesuburan lahan.

18
Ketebalan tanah itu sendiri dapat dipengaruhi oleh proses erosi dan proses

pembentukan tanah (pelapukan).

2.1.4 Indikator Penentu Lahan Kritis

Hasil analisis terhadap semua parameter dari penentu lahan kritis

menghasilkan data spasial lahan kritis. Parameter penentu lahan kritis meliputi

(Perdirjen BPDAS PS Nomor P.4/V-Set/2013) : Nugroho (2008):

1. Penutupan lahan

2. Kemiringan lereng

3. Tingkat bahaya erosi

4. Produktivitas

5. Pengelolaan lahan

2.1.5 Lahan Kritis Menurut Pandangan Islam

Lahan adalah lingkungan fisik dan biotik yang berkaitan dengan daya

dukungnya terhadap kehidupan dan kesejahteraan hidup manusia. Lingkungan fisik

berupa relief atau topografi, iklim, tanah, dan air, sedangkan lingkungan biotik

adalah manusia, hewan, dan tumbuhan (Didu, 2011).

Menurut artikel yang ditulis oleh (Suminah, 2022). Dalam pandangan islam

lahan kritis, Musibah akibat lahan kritis yaitu berubahnya fungsi lahan yang

seharusnya sebagai resapan air, berubah menjadi pusat ekonomi. Banyak berdiri

bangunan-bangunan permanen, persawahan berubah menjadi perumahan, daerah

perbukitan banyak dibangun pusat-pusat bisnis seperti tempat wisata, cafe, vila,

hotel dan lainnya. Ketika bencana itu terjadi, tentu kita sebagai seorang muslim

menyakini itu semua sudah kehendak-Nya. Tapi, manusia yang Allah beri

19
kelebihan akal untuk berfikir, tentu bisa menilai musibah terjadi karena faktor ulah

manusia juga.

Hal ini pun diingatakan oleh Allah dalam Alquran yang artinya:

‫ع ِملُوا لَعَلَّ ُهم‬


َ ‫ض الَّذِي‬ ِ َّ‫سبَت اَيدِى الن‬
َ ‫اس ِليُذِيقَ ُهم بَع‬ َ ‫سادُ فِى البَ ِر َوالبَح ِر بِ َما َك‬ َ
َ َ‫ظ َه َر الف‬

َ‫يَر ِجعُون‬

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan


tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar. (TQS. Ar-
rum: 41)

Untuk mengembalikan lahan kritis, berarti berbicara prihal tata kelola

lingkungan. Dalam sistem Islam, hal ini dicontohkan oleh seorang pemimpin yang

semuanya menjalankan sesuai hadis yang disampaikan Rasulullah yang artinya:

“Imam (pemimpin) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung

jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)

Dalam Islam, ada tiga status kepemilikan lahan berdasarkan syariat,

kepemilikan pribadi, umum dan negara. Kepemilikan pribadi adalah lahan yang

boleh dimiliki oleh setiap individu seperti perkebunan, pertanian, ladang dan

lainnya.

2.2 Penutupan Lahan

Penutupan lahan merupakan bentuk dari campur tangan manusia terhadap

lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan penutupan lahan

merupakan perwujudan dari fisik objek-objek yang menutupi lahan tanpa

mempersoalkan kegiatan manusia terhadap objek-objek tersebut (Wulandari, 2021)

Penutupan lahan (vegetasi) yang berbeda akan menghasilkan limpasan

permukaan dan erosi yang berbeda, dimana penutupan lahan yang lebih baik akan

20
memperkecil fluktuasi aliran permukaan dan erosi. Semakin rapat atau banyaknya

penutupan lahan maka semakin efektif pengaruh penutupan lahan (vegetasi) dalam

melindungi permukaan tanah dari ancaman erosi sehingga akan mempengaruhi

kedalaman suatu tanah (Barzian Ali Aktab, 2020).

Kondisi tutupan vegetasi dinilai berdasarkan presentase dari tutupan tajuk

pohon dan dikelaskan menjadi lima kelas. Masing-masing kelas penutupan lahan

selanjutnya akan diberi skor untuk keperluan penentuan lahan kritis (Barzian Ali

Aktab, 2020). Untuk parameter penutupan lahan dinilai berdasarkan prosentase

penutupan tajuk pohon terhadap luas setiap land system dan diklasifikasikan

menjadi lima kelas. Masing-masing kelas penutupan lahan selanjutnya diberi skor

untuk keperluan penentuan lahan kritis. Dalam penentuan lahan kritis, parameter

penutupan lahan mempunyai bobot 50%, sehingga nilai skor untuk parameter ini

merupakan perkalian antara skor dengan bobotnya (skor x 50).

2.3 Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng adalah perbedaan tinggi suatu daerah termasuk di

dalamnya perbedaan kecuraman. Kemiringan lereng mempengaruhi proses

pembentukan tanah dengan cara mempengaruhi jumlah air hujan yang meresap, dan

mempengaruhi bahaya erosi (Barzian Ali Aktab, 2020). Sedangkan menurut

Perdirjen BPDASPS No P.4/V-set/2013, kemiringan lereng adalah perbandingan

antara beda tinggi (jarak vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Besar

kemiringan lereng dapat dinyatakan dengan beberapa satuan, diantaranya adalah

dengan % (persen) dan ° (derajat).

Data spasial kemiringan lereng dapat disusun dari hasil pengolahan data

ketinggian (garis kontur) dengan bersumber pada peta topografi atau peta rupabumi.

21
Pengolahan data kontur untuk menghasilkan informasi kemiringan lereng dapat

dilakukan secara manual maupun dengan bantuan komputer. Sesuai dengan

peraturan direktur jendral bina pengelolaan daerah sungai dan perhutanan sosial

parameter kelerengan dibagi ke dalam 5 kelas.

2.4 Tingkat Bahaya Erosi

Menurut beberapa ahli ada berbagai macam pengertian erosi seperti, erosi

tanah adalah suatu proses hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan

oleh pergerakan air maupun angin. Selain itu Soetoto (2013) menyatakan “erosi

adalah berpindahnya materi penyusun permukaan bumi (tanah dan batuan) karena

terangkut oleh air, angin atau es yang mengalir atau bergerak di permukaan bumi”.

Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat diartikan bahwa erosi adalah

perpindahan lapisan permukaan bumi bagian atas yang dapat disebabkan oleh air,

angin ataupun es.

Menurut (Barzian Ali Aktab, 2020), mengemukakan bahwa erosi tanah

merupakan ancaman terbersar bagi kesuburan dan produkrivitas tanah, karena dapat

menghilangkan bahan organik dan nutrisi penting yang terkandung dalam tanah,

serta mencegah pertumbuhhan vegetasi yang akan berdampak negatif pada

keanekaragaman hayati secara keseluruhan. (Barzian Ali Aktab, 2020) mengatakan,

kerusakan tanah yang diakibatkan dari erosi dapat menyebabkan penurunan kualitas

dan produktivitas tanah, diantaranya adalah proses degradasi tanah (penurunan

struktur tanah, pemadatan, salinitas, penurunan keanekaragaman hayati tanah, dan

pengasaman). Tingkat erosi pada suatu lahan dalam penentuan lahan kritis

dibedakan menjadi 4 kelas yaitu: ringan, sedang, berat dan sangat berat. Untuk

22
memperoleh tingkat erosi yaitu dengan rumus berikut dan berikut ditampilkan

pembagian skor tiap kelasnya seperti pada tabel berikut:

A = R x K x LS x CP

Keterangan:

A = Jumlah tanah hilang


R = Erosivitas curah hujan tahunan rata-rata
K = Indeks erodibilitas tanah
LS = Indeks panjang dan kemiringan lereng
CP = Indeks penutupan lahan

2.4.1 Indeks Erosivitas Hujan

Erosivitas merupakan kemampuan hujan untuk menyebabkan terjadinya

erosi. Erosivitas hujan sebagian terjadi karena pengaruh jatuhan butir-butir hujan

langsung di atas tanah dan sebagian lagi karena aliran air di atas permukaan tanah.

Kemampuan air hujan sebagai penyebab terjadinya erosi adalah bersumber dari laju

dan distribusi tetesan air hujan, dimana keduanya mempengaruhi besarnya energi

kinetik hujan. Sehingga dapat dikatakan bahwa erosivitas hujan sangat berkaitan

dengan energi kinetis dan momentum, yaitu parameter yang berasosiasi dengan laju

curah hujan atau volume hujan (Lenvain, 1988). Erosivitas hujan merupakan fungsi

dari energi kinetik total hujan, dengan intensitas hujan maksimum selama 30 menit.

Erosivitas hujan yang dirumuskan oleh Lenvain (1989).

Tahap akhir pengolahan data curah hujan sebelum dipetakan yaitu

perhitungan faktor erosivitas hujan. Faktor erosi hujan menggabungkan komponen

energi dan intensitas hujan ke dalam satu angka. Faktor R menyatakan faktor fisik

hujan yang dapat menyebabkan timbulnya proses erosi (disebut erosivitas hujan).

Erosivitas hujan tahunan yang dapat dihitung dari data curah hujan yang diperoleh

dari pengukur hujan (Hardiyatmo, 2012:382).

23
Untuk menghitung rata-rata curah hujan 10 tahun terakhir menggunakan

aplikasi microsoft excel dengan rumus averange dan menggunakan rumus oleh

Lenvain (1989) berikut ini:

R = 2,21 (Rt) ^1,36

Keterangan:

- R = Indeks erosivitas hujan

- Rt = Curah hujan tahunan (cm)

Nilai erosivitas hujan dihitung berdasarkan data curah hujan rata-rata

selama kurun waktu 10 tahun dalam satuan centimeter (cm). Nilai rata-rata curah

hujan selama 10 tahun tersebut dikalikan dengan rumus erosivitas hujan tahunan

Lenvain. Hasil nilai erosivitas hujan dengan rumus Lenvain dalam satuan

ton/ha/tahun. Hasil tersebut dapat langsung dipetakan menggunakan metode IDW

(Inverse Distance Weighted). IDW menginterpolasi titik-titik stasiun hujan menjadi

suatu data raster dengan membagi daerah-daerah melalui garis yang memiliki nilai

sama. Untuk dapat menginterpolasi suatu data curah hujan kedalam nilai erosivitas

hujan, memerlukan data curah hujan minimal 10 tahun.

Nilai erosivitas hujan yang telah dihitung, dapat dipetakan dengan software

Arcgis 10.4 menggunakan metode atau tool IDW (Inverse Distance Weighted).

IDW secara otomatis akan membobot luas cakupan nilai erosivitas sesuai dengan

jarak antar stasiun hujan. Kelebihan dari IDW adalah karakteristik interpolasi dapat

dikontrol dengan membatasi titik-titik input yang digunakan dalam proses

interpolasi. Titik-titik yang berada jauh dari titik sampel dan yang diperkirakan

mempunyai korelasi spasial rendah atau bahkan tidak memiliki korelasi spasial

sama sekali dapat dihapus dari perhitungan. Titik-titik dapat ditentukan secara

24
langsung atau berdasarkan jarak yang ingin diinterpolasi. IDW juga memiliki

kelemahan atau limitation yaitu tidak dapat mengestimasi nilai diatas nilai

maksimum dan dibawah nilai minimum dari titik-titik sampel (Pramono, 2008).

2.4.2 Indeks Erodibilitas Tanah

Veiche (2002) mendefinisikan erodibilitas tanah sebagai mudah tidaknya

suatu tanah untuk dihancurkan oleh kekuatan jatuhnya butir-butir hujan, dan/atau

oleh kekuatan aliran permukaan. Indeks erodibilitas tanah (K) menunnjukkan

resistensi partikel tanah tehadap pengupasan dan transportasi partikel-partikel tanah

oleh hantaman energi kinetik dari air hujan. Adapun sifat-sifat yang mempengaruhi

erodibilitas tanah yaitu:

1. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infitrasi, permeabilitas dan

kapasitas tanah menahan air.

2. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi yang mempengaruhi ketahanan

struktur tanah terhadap dispersi dan pengikisan oleh butir-butir air hujan dan

aliran permukaan.

Tingkat erosi tanah dapat diketahui dengan mengukur erodibilitas

tanah. Erodibilitas adalah sifat tanah yang menyatakan mudah atau tidaknya

suatu tanah terhadap erosi, atau dengan kata lain erodibilitas menunjukkan nilai

kepekaan suatu jenis tanah terhadap daya penghancur dan penghanyutan air hujan.

2.4.3 Indeks Panjang Lereng dan Kemiringan Lereng

Panjang lereng dalam perhitungan laju erosi merupakan jarak dari mulai

terjadinya aliran air hingga terjadinya endapan akibat kemiringan lereng yang

melandai, sedangkan kemiringan lereng merupakan besarnya sudut lereng yang

menentukan kecepatan laju erosi yang terjadi. Dalam perhitungan nilai LS,

25
besarnya nilai LS dipengaruhi oleh nilai L dan S. Semakin besar nilai L maka nilai

indeks LS akan semakin besar, begitu juga semakin besar nilai S maka nilai indeks

LS akan semakin besar. Panjang lereng berpengaruh terhadap indeks LS karena

semakin panjang lereng maka tanah yang tererosi akan terbawa semakin jauh dari

tempat asalnya yang akan menyebabkan pengendapan di tempat lain. Sedangkan

kemiringan lereng akan mempengaruhi kecepatan dari tanah yang terbawa aliran

permukaan.

Berikut ini merupakan pengertian indeks panjang lereng dan kemiringan

lereng menurut Arsyad (2009); Faktor panjang lereng (L) adalah rasio antara

besarnya erosi dari tanah dengan sutu panjang lereng tertentu terhadap besarnya

erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng 22,1 meter dengan keadaan lain yang

identik; Faktor kemiringan lereng (S) adalah adalah rasio antara besarnya erosi dari

tanah dengan sutu panjang lereng tertentu 12 terhadap besarnya erosi dari tanah

dengan kemiringan lereng 9% dengan keadaan lain yang identik.

2.4.4 Indeks Penutupan Lahan

Faktor vegetasi penutup tanah adalah rasio antara besarnya erosi dari tanah

dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap besarnya erosi pada lahan tanpa

penutup tanah sama sekali dengan keadaan lain yang identik (Arsyad, 2009). Faktor

C merupakan faktor yang menunjukkan keseluruhan pengaruh dari faktor vegetasi,

serasah, kondisi permukaan tanah dan pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah

yang hilang (erosi).

26
2.5 Produktivitas

Data produktivitas merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam

penilaian tingkat kekritisan lahan di kawasan budidaya untuk usaha pertanian. Data

ini merupakan data atribut yang kemudian dispasialkan dengan satuan unit

pemetaan tutupan lahan. Produktivitas pertanian hanya dinilai pada tutupan lahan

berupa sawah, ladang/ tegalan, dengan masing-masing komoditi (Barzian Ali

Aktab, 2020). Produktivitas dalam penentuan lahan kritis dibagi menjadi 5 kelas

yaitu: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Untuk memperoleh

perhitungan persentase tingkat produktivitas dengan komiditi umum dapat

menggunakan rumus berikut ini:


𝑡𝑜𝑛
𝑃𝑉 (𝐵𝑒𝑠𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 ( ))
ℎ𝑎
Persentase Produktivitas = 𝑥 100
𝐵𝑒𝑠𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐾𝑜𝑚𝑜𝑑𝑖𝑡𝑖 𝑈𝑚𝑢𝑚

2.6 Pengelolaan Lahan

Pengelolaan lahan diartikan sebagai tindakan yang diberikan terhadap

pengunaan lahan yang diperlukan agar tanah tidak rusak dan tanah dapat digunakan

secara berkelanjutan. Dalam hal ini adalah pengelolaan tanaman dan konservasi

lahan. Pengelolaan merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menilai

kekritisan lahan. Penggunaan lahan akan berpengaruh terhadap pengelolaan lahan.

Untuk kawasan lindung, penilaian dilihat dari aspek pengamanan dan ada

tidaknya pengawasan. Untuk kawasan pertanian dilihat dari adanya terasering atau

penanaman searah kontur, adanya tanaman penutup tanah yang cukup. Untuk

kawasan perkebunan kelapa sawit dan perkebunan lainnya apakah terdapat

alur/parit sebagai penahan erosi. Untuk areal pemukiman apakah pembangunannya

menggunakan tindakan konservasi seperti luas bangunan yang ada tidak melebihi

27
luas tanah yang ada, apakah faktor jarak diperhitungkan antara rumah yang satu

dengan lainnya. Tingkat pengelolaan akan berpengaruh terhadap kerusakkan suatu

lahan (Nugroho, 2008).

Menurut Nugroho (2008), dengan asumsi pada setiap jenis tutupan lahan

mempunyai tindakan pengelolaan yang sama maka pengelolaan lahan dikelaskan

menjadi 3 yaitu:

- Baik

Kawasan yang memiliki pengawasan yang baik, tata batas yang jelas,

pengelolaan tanamannnya baik dan tindakan konservasi tanah diperhatikan.

- Sedang

Kawasan yang memiliki pengelolaan tanaman dan konservasi lahan yang

cukup baik dan pengamanannya kurang baik.

- Buruk

Kawasan yang tidak memiliki tindakan konservasi lahan.

2.7 Penilaian Lahan Kritis

Metode penilaian lahan kritis mengacu pada definisi lahan kritis yaitu

sebagai lahan yang telah mengalami kerusakan, sehingga kehilangan atau

berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau diharapkan baik yang

berada di dalam maupun diluar kawasan hutan. Sasaran penilaian adalah lahan-

lahan dengan fungsi lahan yang ada kaitannya dengan kegiatan reboisasi dan

penghijauan, yaitu fungsi kawasan lindung bagi hutan lindung dan fungsi lindung

di luar kawasan hutan, serta fungsi kawasan budidaya untuk usaha pertanian.

Selanjutnya untuk masing-masing fungsi lahan, ditentukan kriteria/ faktor

pendukungnya yang terbagi lagi kedalam beberapa kelas. Untuk penilaiannya, pada

28
masing-masing kelas diberi bobot, besaran serta skoring. Jumlah total skor

dikalikan bobot masing-masing merupakan klas kekritisan lahan masing-masing

kawasan

2.7.1 Kawasan Budidaya Pertanian

Kawasan budidaya merupakan kawasan yang diperuntukkan untuk usaha

pertanian. Kawasan ini meliputi sawah, perkebunan, dan ladang. Masing-masing

komoditi dianalisis dari hasil produksi dan luas panen setiap tahunnya, sehingga

diperoleh produktivitas lahan dan dianalisis berdasarkan kriteria lahan kritis.

Penilaian lahan kritis pada kawasan dengan fungsi budidaya mencakup parameter

produktivitas lahan, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi, dan pengelolaan lahan

(Barzian Ali Aktab, 2020). Atau total skor untuk kawasan budidaya pertanian dapat

disetarakan dengan areal penggunaan lain (di luar kawasan hutan).

2.7.2 Kawasan Hutan Lindung

Dalam UU No. 41/1999 dan PP No. 34/2002 menyebutkan bahwa bentuk

pemanfaatan hutan lindung terbatas pada pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa

lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Pemanfaatan

kawasan pada hutan lindung dapat berupa budidaya tanaman obat, perlebahan,

penangkaran. Sedangkan pemanfaatan jasa lingkungan adalah bentuk usaha yang

memanfaatkan potensi hutan lindung dengan tidak merusak lingkungan seperti

ekowisata, wisata olahraga tantangan, pemanfaatan air, dan perdagangan karbon.

Bentuk-bentuk pemanfaatan ini ditujukan untuk meningkatkan pendapatan daerah,

peningkatan kesejahteraan dan kesadaran masyarakat sekitar hutan akan fungsi dan

kelestarian hutan lindung” (Zamrodah, 2016).

29
Kawasan hutan lindung merupakan kawasan hutan yang memiliki sifat khas

yaitu mampu memberikan lindungan kepada daerah kawasan sekitar maupun

bawahannya dalam pengatur tata air, pencegah banjir, erosi dan memelihara

kesuburan tanah (Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990). Menurut Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia No. 13 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional:

Pasal 52 Ayat (1): menyebutkan kawasan yang memberikan perlindungan

terhadap kawasan bawahannya terdiri atas:

1. Kawasan hutan lindung,

2. Kawasan gambut, dan

3. Kawasan resapan air.

Pasal 52 Ayat (2): menyebutkan kawasan perlindungan setempat terdiri

atas:

1. Sempadan pantai,

2. Sempadan sungai,

3. Kawasan sekitar danau atau waduk, dan

4. Ruang terbuka hijau kota.

Penilaian lahan kritis pada kawasan hutan lindung mencakup parameter

penutupan lahan, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi, dan manajemen lahan.

Atau total skor untuk kawasan hutan lindung dapat disetarakan dengan kawasan

hutan konservasi.

30
2.7.3 Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan

Kawasan lindung di luar kawasan hutan merupakan kawasan yang telah

ditetapkan sebagai fungsi utama dalam melindungi kelestarian lingkungan hidup

meliputi sumber alam, sumber daya buatan, nilai sejarah dan budaya bangsa guna

kepentingan pembangunan berkelanjutan (Keputusan Presiden No. 32 Tahun

1990). Penilaian lahan kritis pada kawasan lindung di luar kawasan hutan

mencakup parameter penutupan lahan, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi, dan

manajemen (pengelolaan) lahan (Barzian Ali Aktab, 2020). Atau total skor dari

hasil analisis tingkat kekritisan lahan untuk kawasan lindung di luar kawasan hutan

disetarakan dengan kawasan hutan produksi (hutan produksi tetap, hutan produksi

yang dapat dikonservasi dan hutan produksi terbatas), berdasarkan Perdirjen

BPDAS PS Nomor P.4/V-Set/2013.

Metode yang digunakan dalam analisis adalah metode skoring dan

pembobotan. Setiap parameter tingkat kekritisan lahan diberi skor seperti telah

dijelaskan. Pada unit analisis hasil tumpang susun (overlay) data spasial, kemudian

skor tersebut dijumlahkan. Hasil penjumlahan skor selanjutnya diklasifikasikan

untuk menentukan tingkat lahan kritis menurut Perdirjen BPDAS PS Nomor

P.4/V/Set/2013.

2.8 Sistem Informasi Geografis (SIG)

Kemajuan teknologi dalam bidang penginderaan jauh dan Sistem Informasi

Geografi (SIG) menjadikan perolehan data yang digunakan dalam penentuan

kondisi hidrologi suatu DAS menjadi lebih efektif dan efesien (Nugraha et al.,

2018). Keunggulan data penginderaan jauh adalh mampu memberikan informasi

secara cepat dan multi waktu (time series). Star dan Estes (1990) juga

31
menambahkan bahwa fungsi dari SIG adalah pengukuran, pemetaan, pemantauan

dan pemodelan.

SIG merupakan suatu cara yang efisien dan efektif untuk mengetahui

karakteristik lahan suatu wilayah dan potensi pengembangannya. Sistem Informasi

Geografis (SIG) merupakan suatu sistem berbasis komputer untuk menangkap

(capture), menyimpan (store), memanggil kembali (retrieve), menganalisis dan

mendisplay data spasial, sehingga efektif dalam menangani permasalahan yang

kompleks baik untuk kepentingan penelitian, perencanaan, pelaporan maupun

untuk pengelolaan sumber daya dan lingkungan. Salah satu fungsi SIG yang

menonjol, dan sekaligus yang membedakannya dari kartografi komputer adalah

fungsi analisis dan manipulasinya yang handal, baik secara grafis (spasial) maupun

tabular data berbasis tabel (Barzian Ali Aktab, 2020). Sistem Informasi Geografis

(SIG) merupakan sistem manual atau komputer yang digunakan untuk

mengumpulkan, menyimpan, mengelola, dan menghasilkan informasi yang

mempunyai rujukan spasial atau geografis. Terapan SIG dalam kegiatan

perencanaan pembangunan yaitu pengukuran, pemetaan, pemantauan, dan

pemodelan. Salah satu terapan SIG yaitu pemodelan dapat digunakan untuk

menganalisis kesesuaian lahan untuk peruntukan permukiman berbasis spasial.

Konsep dasar Sistem Informasi Geografis (SIG). Adapun manfaat tentang SIG

antara lain:

1. Manajemen tata guna lahan.

2. Inventarisasi sumber daya alam.

3. Untuk pengawasan daerah bencana alam.

4. Bagi perencanaan Wilayah dan Kota

32
Manfaat SIG secara umum memberikan informasi yang mendekati kondisi

dunia nyata, memprediksi suatu hasil dan perencanaan strategis. Secara umum SIG

bekerja berdasarkan integrasi 5 Komponen, yaitu: Hardware, software, data,

manusia dan metode.

Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat didefinisikan sebagai perangkat

lunak untuk koleksi, penyimpanan, pemanggilan kembali, transformasi, dan display

data keruangan permukaan bumi untuk tujuan tertentu. Sistem Informasi Geografis

mendeskripsikan obyek permukaan bumi dalam hal:

1. Spasial, yaitu data yang berkaitan dengan koordinat geografis (lintang,

bujur, dan ketinggian)

2. Atribut, yaitu data yang tidak berkaitan dengan posisi geografis

3. Hubungan antara data spasial, atribut, dan waktu

Dalam Sistem Informasi Geografis, data grafis di atas peta dapat disajikan

dalam dua model data spasial yaitu data raster dan model data vektor. Model data

vektor menyajikan data grafis (titik, garis, poligon) dalam struktur formal vektor.

Struktur format vektor adalah suatu cara untuk membandingkan informasi garis dan

areal ke dalam bentuk satuan data yang mempunyai arah, besaran dan keterkaitan

(Barzian Ali Aktab, 2020).

2.9 Skoring dan Pembobotan

Teknik skoring dan pembobotan salah satu teknik yang digunakan dalam

pengambilan keputusan pada suatu proses yang melibatkan berbagai faktor secara

bersama-sama dengan cara memberi skor yang dilakalikan dengan bobot sesuai

dengan masing-masing faktor. Pembobotan dapat dilakukan secara objektif dengan

33
perhitungan statistik atau secara subyektif dengan menentapkannya berdasarkan

pertimbangan tertentu (Barzian Ali Aktab, 2020).

Teknik skoring dan pembobotan ini menjadi tolak ukur dalam analisis

tingkat kekritisan lahan pada penelitian ini. Teknik skoring dan pembobotan ini

dapat digunakan dalam analisis suatu kasus dengan mengkalikan skor dan bobot

tiap parameter dan menjumlahkannya kemudian dianalisis berdasarkan skor.

Teknik skoring dan pembobotan ini telah banyak digunakan dalam penelitian-

penelitian terdahulu oleh peneliti dalam berbagai kasus, yang mana teknik ini

menandakan bahwa teknik skoring dan pembobotan ini tergolong klasik (Suntoro

et al., 2019)

Penyusunan data spasial berupa penskoran dan pembobotan tiap parameter

penentu lahan kritis sesuai Peraturan Direktur Jendral Bina Pengelolaan Daerah

Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial Nomor P.4/V-Set/2013 tentang Tata Petunjuk

Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis. Tiap parameter dikalikan dengan

nilai bobot sesuai dengan kawasan penentu lahan kritisnya yang dijelaskan sebagai

berikut:

1. Kawasan budidaya pertanian peta produktivitas (Bobot 30%), peta kelas

lereng (Bobot 20%), peta manajemen lahan (Bobot 30%), dan peta kelas

erosi (Bobot 20%).

2. Kawasan hutan lindung peta penutupan lahan (Bobot 50%), peta kelas erosi

(Bobot 20%), peta manajemen lahan (Bobot 10%), dan peta kelas lereng

(Bobot 20%).

34
3. Kawasan lindung di luar kawasan hutan peta penutupan lahan (Bobot 50%),

peta kelas erosi (Bobot 20%), peta manajemen lahan (Bobot 30%), dan peta

kelas lereng (Bobot 20%).

2.10 Landasan Kebijakan

2.10.1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang

Pentaan Ruang

Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Dimana pola ruang

adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan

ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Adapun

muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola

ruang, dimana:

1. Rencana struktur ruang meliputi rencana sistem pusat permukiman dan

rencana sistem jaringan prasarana.

2. Rencana pola ruang meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi

daya untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi,

pertahanan, dan keamanan.

2.10.2 Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Dan Perhutanan Sosial Nomor: P. 4/V-SET/2013 Tentang Petunjuk

Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis

Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dan

Perhutanan Sosial Nomor: P. 4/V-SET/2013 Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan

Data Spasial Lahan Kritis merupakan pedoman bagi Direktorat Jenderal Bina

Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial dan Unit Pelaksana Teknis Ditjen

35
BPDASPS dan instansi terkait dalam penyusunan data spasial lahan kritis.

Penyusunan data dan peta lahan kritis dilakukan dengan menggunakan Sistem

Informasi Geografis (SIG) yang telah banyak digunakan oleh berbagai instansi

termasuk Kementerian Kehutanan. Aplikasi SIG mempunyai keunggulan dalam hal

pemrosesan data spasial digital, sehingga output data yang diperoleh dari hasil

analisa dapat lebih cepat dan akurat. Petunjuk teknis ini dimaksudkan untuk

memberi arah, kerangka pikir dan prosedur penyusunan data spasial lahan kritis.

Sehingga ketersediaan informasi mengenai jumlah dan distribusi lahan kritis yang

akurat dan informatif.

Parameter penentu lahan kritis berdasakan Peraturan Direktur Jenderal Bina

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dan Perhutanan Sosial 17 Nomor: (P. 4/V-

SET/2013: Nugroho (2008) Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial

Lahan Kritis dalam menghasilkan data spasial lahan kritis meliputi:

1. Penutupan lahan

2. Kemiringan lereng

3. Tingkat bahaya erosi

4. Produktivitas Lahan

5. Pengelolaan Lahan

Penyusunan data spasial lahan kritis dapat dilakukan apabila parameter

tersebut di atas sudah disusun terlebih dahulu. Seperti yang dielaskan dalam gambar

diagram alir penentuan tingkat lahan kritis berikut dibawah ini:

36
Peta Penutupan Lahan Peta Kemiringan Peta Tingkat Bahaya Peta Pengelolaan Peta Produktivitas
(1) Lereng (2) Erosi (3) Lahan (4) Lahan (5)

Pembobotan/ Skoring parameter

Peta Fungsi Kawasan:


1. Kawasan Lindung Peta Pola Ruang Kabupaten
2. Kawasan Budidaya Pertanian Siak
3. Kawasan Lindung di luar Kawasan Hutan

Peta Lahan Kritis di Peta Lahan Kritis di Kawasan Peta Lahan Kritis di Kawasan
Dalam Kawasan Lindung Budidaya Pertanian Lindung Luar Kawasan Hutan
(Parameter 1,2,3,4) (Parameter 2,3,4,5) (Parameter 1,2,3,4)

Overlay

Peta Tingkat Kekritisan Lahan di Kabupaten Siak

Gambar 2.1 Diagram Alir Penentuan Tingkat Lahan Kritis


Sumber: Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial 17 Nomor P.4/V-
SET/2013 Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis

37
2.11 Sintesa Teori

Tabel 2.1 Sintesa Teori


No Tinjauan
Sumber Pustaka Keterangan
Pustaka
1. Lahan (Barzian Ali Aktab, 2020) Lahan didefinisikan pada dua skala yang berbeda yaitu lahan pada wilayah dengan skala
yang luas dan pada konteks skala urban. Dalam lingkup wilayah yang luas, lahan
didefinisikan sebagai sumber tempat diperolehnya bahan mentah yang dibutuhkan untuk
menunjang keberlangsungan hidup manusia serta kegiatannya.
2. Lahan Kritis (Didu, 2011) Mendefinisikan lahan kritis antara suatu lembaga dengan lembaga lainya cukup bervariasi.
Adanya perbedaan sudut pandang dari masing-masing lembaga karena setiap lembagaa
memiliki tugas pokok dan fungsi yang berbeda-beda.
3. Indikator Perdirjen BPDAS PS Nomor P.4/V- 1. Penutupan lahan
Penentu Lahan Set/2013 2. Kemiringan lereng
Kritis 3. Tingkat bahaya erosi
4. Produktivitas
5. Manajemen lahan
4. Sistem Informasi (Nugraha et al., 2018). Kemajuan teknologi dalam bidang penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografi (SIG)
Geografis (SIG) menjadikan perolehan data yang digunakan dalam penentuan kondisi hidrologi suatu DAS
menjadi lebih efektif dan efesien
5. Skoring dan Perdirjen BPDAS PS Nomor P.4/V- 1. Kawasan Budidaya Pertanian Peta produktivitas (30), peta kelas lereng (20), peta
Pembobotan Set/2013 manajemen lahan (30), dan peta kelas erosi (20).
2. Kawasan Hutan Lindung Peta penutupan lahan (50), peta kelas erosi (20), peta
manajemen lahan (10), dan peta kelas lereng (20).
3. Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan Peta penutupan lahan (50), peta kelas
erosi (10), peta manajemen lahan (30), dan peta kelas lereng (10).
6. Kawasan (Barzian Ali Aktab, 2020) Penilaian lahan kritis pada kawasan dengan fungsi budidaya mencakup parameter
Budidaya produktivitas lahan, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi, dan pengelolaan lahan
Pertanian (Barzian Ali Aktab, 2020)

38
No Tinjauan
Sumber Pustaka Keterangan
Pustaka
7. Kawasan Hutan Keputusan Presiden No. 32 Tahun Kawasan hutan lindung merupakan kawasan hutan yang memiliki sifat khas yaitu mampu
Lindung 1990 memberikan lindungan kepada daerah kawasan sekitar maupun bawahannya dalam
pengatur tata air, pencegah banjir, erosi dan memelihara kesuburan tanah

8. Kawasan Keputusan Presiden No. 32 Tahun Kawasan lindung di luar kawasan hutan merupakan kawasan yang telah ditetapkan sebagai
Lindung di Luar 1990 fungsi utama dalam melindungi kelestarian lingkungan hidup meliputi sumber alam, sumber
Kawasan Hutan daya buatan, nilai sejarah dan budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan

9. Penggunaan (Wulandari, 2021) Penggunaan lahan merupakan bentuk dari campur tangan manusia terhadap lahan dalam
lahan rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan penutupan lahan merupakan
perwujudan dari fisik objek-objek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan
manusia terhadap objek-objek tersebut.
10. Kemiringan Perdirjen BPDASPS No P.4/V- Perbandingan antara beda tinggi (jarak vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatarnya.
Lereng set/2013 Besar kemiringan lereng dapat dinyatakan dengan beberapa satuan, diantaranya adalah
dengan % (persen) dan ° (derajat).
Sumber: Hasil Analisis, 2022

39
2.12 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu


No Penulis, Tahun Judul Penelitian Variabel Metode Hasil
1. (Tuhehay et al., "Analisis 1. Peta Overlay peta kemiringan Berdasarkan hasil penelitian maka
2019) Tingkat Lahan Penggunaan lereng, penutupan tajuk, diketahuilah persebaran tingkat lahan kritis
Kritis Berbasis Lahan bahaya erosi, dan yang ada di Kecamatan Amurang terdapat
SIG (Sistem 2. Peta manajemen lahan yang tingkat potensial kritis yang mendominasi di
Informasi Kemiringan sesuai dengan peraturan Kecamatan ini dengan persebaran di
Geografis) Lereng Departemen Kehutanan Kecamatan Amurang meliputi Kelurahan
(Studi Kasus: 3. Peta Tingkat No. P.4/V-SET/2013 Bitung, Buyungon, Kilometer tiga, Lewet,
Kecamatan Bahaya Erosi Ranoketang tua, dan Uwuran satu.
Amurang, 4. Peta Manajemen Kecamatan Amurang Barat terdapat tingkat
Kecamatan Lahan agak kritis yang mendominasi di Kecamatan
Amurang 5. Peta Penutup ini dengan persebaran di Kecamatan
Timur, Tanjuk Amurang Barat meliputi Kelurahan Elusan,
Kecamatan Kapitu, Kawangkoan bawah, Pondos, Desa
Amurang Barat, rumoong bawah, Teep, Tewasen, Wakan,
Dan Kecamatan dan Rumoong bawah
Tumpaan)"
2. (Suntoro et al., “(Analisis Lahan 1. Peta Penutupan Pemetaannya dilakukan Berdasarkan hasil luas lahan kritis di
2019) Kritis Dan Arahan Lahan melalui proses overlay Kabupaten Kayong Utara penelitian
Lahan Dalam 2. Peta dalam operasi SIG menggunakan parameter dari Perdirjen
Pengembangan Kemiringan terhadap peta-peta BPDAS PS Nomor P. 4/V-Set/2013 pada
Wilayah Pada Subdas Lereng tematik (data sekunder) tahun 2016 adalah 120.130,72Ha (29,14%)
Di Kabupaten Kayong 3. Peta Tingkat mengklasifikasikan terdiri dari tingkat kekritisan lahan agak
Utara Menggunakan Bahaya Erosi tutupan lahan, peta kritis, kritis dan sangat kritis. Sebaran lahan
Teknik Penginderaan 4. Peta Manajemen tersebut kemudian kritis terhadap pola ruang (RTRW)
Lahan ditumpang sarikan Kabupaten Kayong Utara yang ditetapkan

40
No Penulis, Tahun Judul Penelitian Variabel Metode Hasil
Jauh Dan Sistem 5. Peta dengan peta parameter dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kayong
Informasi Geografis)” Produktivitas berdasarkan Peraturan Utara Nomor 8 Tahun 2015 Tentang
MenteriDirektur Jenderal Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Pengelolaan Daerah Kayong Utara Tahun 2015 – 2035,
Aliran Sungai dan menunjukkan bahwa lahan kritis pada
Perhutanan Sosial kawasan lindung (Hutan Lindung, Taman
Nomor P.4/V-Set/2013 Nasional, dan Cagar Alam Laut) sebesar
18.027 Ha (4,37%) dan pada kawasan
budidaya (Hutan Produksi, Hutan Produksi
Konversi, dan Areal Penggunaan Lain)
sebesar 102.166,43 Ha (24,78%).
3. (Widyatmanti et “Pemetaan Lahan 1. Penutupan lahan Analisis spasial Berdasarkan hasil analisis menunjukkan
al., 2018) Kritis Untuk Analisis 2. Kemiringan dilakukan dengan bahwa di Kabupaten Kulon Progo 16.7 %
Kesesuaian lereng menumpang-susunkan atau 9541,21 ha dari luas wilayah kabupaten
Pemanfaatan Lahan di 3. Tingkat bahaya (overlay) beberapa data tersebut merupakan lahan yang tidak kritis,
Kabupaten Kulon erosi spasial (parameter sedangkan 47.8 % atau 27.397 ha
Progo” 4. Produktivitas penentu lahan kritis) merupakan lahan yang potensial kritis, atau
5. Manajemen untuk menghasilkan unit jika tidak dikelola dengan baik bisa menjadi
pemetaan baru yang akan lahan kritis; dan 35,5 % atau 20,329 ha
digunakan sebagai unit merupakan wilayah dengan status kekritisan
analisis. Metode scoring lahan dari agak kritis, kritis hingga sangat
mengakomodasi kritis.
perbedaan tipe data
parameter yang ada
untuk menentukan
tingkat kekritisan lahan

41
No Penulis, Tahun Judul Penelitian Variabel Metode Hasil
4. (Ramayanti et al., “Pemetaan Tingkat 1. Kelas Metode yang Hasil pengolahan data, lahan kritis di
2015) Lahan Kritis Dengan Penutupan tajuk digunakanad Kabupaten Blora didominasi lahan tidak
Menggunakan 2. KelerenganErosi alah metode kritis seluas 119.672,80 Ha. Lahan kritis
Penginderaan Jauh 3. Produktivitas overlay,skoring serta paling banyak berada di kecamatan
Dan Sistem Informasi 4. Manajemen pembobotan. Bogorejo seluas 181,53 Ha dan lahan agak
Geografi” Berdasarkan Peraturan kritis paling banyak berada di Kecamatan
Direktur Jenderal Bina Jiken seluas 2.441,54 Ha. Sedangkan lahan
Pengelolaan DAS dan potensial kritis paling banyak terdapat di
Perhutani Sosial No: Kecamatan Todanan seluas 13.245,71. Dari
P.4/V-SET/2013 faktor hasil penilaian tingkat lahan kritis diketahui
yang mempengaruhi bahwa kerapatan vegetasi berperan besar
lahan kritis adalah dalam tingkat lahan kritis pada fungsi
vegetasi, kelereng, erosi, kawasan lindung di luar kawasan hutan,
produktivitas, dan sedangkan tingkat produktivitas lahan
manajemen. berpengaruh besar pada kawasan budidaya
pertanian dan hutan produksi.

5. (Kubangun et al., “Model Spasial 1. Kemampuan Metode tumpang tindih Hasil identifikasi menunjukkan bahwa
2014) Bahaya Lahan Kritis Lahan (overlay) spasial terdapat 892,57 km2 (9%) lahan tidak kritis;
Di Kabupaten Bogor, 2. Bahaya Erosi dibangun dengan 3.220,45 km2 (31%) lahan agak kritis;
Cianjur Dan 3. Kerapatan menganalisis indeks 4.307,77 km2 (41%) kritis sedang; 1.774,77
Sukabumi” Vegetasi penggunaan lahan km2 (17%) lahan kritis I; dan 214,84 km2
terhadap kemampuan (2%) lahan sangat kritis yang terdapat di
lahan, bahaya erosi dan lokasi penelitian.
kerapatan vegetasi

42
No Penulis, Tahun Judul Penelitian Variabel Metode Hasil
6. (Auliana et al., “Analisis Tingkat 1. Penutupan lahan Metode yang digunakan Hasil analisis menunjukkan DAS Tabunio
2018) Kekritisan Lahan di 2. Kemiringan dalam analisis spasial memiliki lima kategori tingkat kekritisan
DAS Tabunio lereng lahan kritis adalah lahan yaitu lahan yang termasuk kriteria
Kabupaten Tanah 3. Tingkat bahaya metode skoring. Analisis Sangat Kritis seluas 71,68 ha atau 0,11%,
Laut” erosi spasial lahan kritis Kritis seluas 1.320,60 ha atau 2,11%, Agak
4. Produktivitas dilakukan dengan Kritis seluas 8.090,73 atau 12,93%,
Manajemen menumpangsusunkan Potensial Kritis seluas 30.657,21 ha atau
(Overlay) beberapa 49,01% dan Tidak Kritis seluas 22.418,34
parameter penentu lahan ha atau 35,84% sedangkan luas Lahan Kritis
kritis seperti Peta di DAS Tabunio yaitu seluas 1.392,26 ha
Kemiringan Lereng, Peta atau 2,22% dimana hasil tersebut
Penutupan Tajuk, Peta penjumlahan dari tiga kawasan yaitu
Tingkat Bahaya Erosi kawasan hutan lindung seluas 836,08 ha,
dan Peta Manajemen kawasan budidaya pertanian seluas 355,33
Lahan untuk ha dan kawasan hutan lindung di luar
memperoleh total skor kawasan hutan seluas 200,85 ha.
dari masing-masing unit
lahan dan hasil berupa
peta lahan kritis dengan
menggunakan Sistem
Informasi Geografis
(SIG)

43
No Penulis, Tahun Judul Penelitian Variabel Metode Hasil
7. Rizky Nugraha Pemanfaatan Data yang Untuk analisis data, Hasil penelitian menunjukkan terdapat 10
(2008) Penginderaan Jauh digunakan adalah penelitian ini kelas penutupan lahan yaitu hutan, semak
Dan Sistem Informasi Citra Satelit SPOT 4 menggunakan belukar, kebun campuran, tegalan/ladang,
Geografis Dalam Multispektral tahun seperangkat komputer sawah, pemukiman, perkebunan teh, padang
Pemetaan Lahan Kritis 2008, Citra Satelit yang dilengkapi rumput, sungai dan jalan. Persentase
DAS Ciliwung Hulu Quickbird tahun perangkat lunak penutupan lahan yang paling besar adalah
Bogor 2006, dan Data ArcView GIS 3.3, ER Hutan sebesar 36,96 % (5503,02 ha).
Spasial berupa Mapper 7.0, Microsoft Berdasarkan hasil rata-rata keterpisahan
Batas Administrasi Office (Microsoft word, menunjukkan nilai dalam kategori baik
DAS Ciliwung Microsoft excel). Alat (1900 - 1999) sebesar 1983, 37. Nilai
Hulu, Peta yang digunakan untuk tersebut berarti bahwa pengkelasan pada
Topografi DAS pengambilan data klasifikasi dapat dibedakan dengan baik
Ciliwung Hulu, Peta lapangan yaitu GPS, antara kelas yang satu dengan kelas yang
Erosi DAS kamera digital, dan alat lainnya. Terdapat 37 pasang kelas yang
Ciliwung Hulu, Peta tulis. Beberapa tahapan dikategorikan sangat baik (excellent), 26
Solum Tanah DAS yang dilakukan dalam pasang kelas yang dikategorikan baik
Ciliwung Hulu, Peta penelitian ini meliputi 2 (good) dan 2 pasang yang dikategorikan
Pengelolaan Lahan kegiatan yaitu analisis cukup (fair). Berdasarkan hasil dari uji
DAS Ciliwung citra satelit dan analisis akurasi didapatkan Overall accuracy sebasar
Hulu, dan Peta data spasial. Analisis 94, 55% yang berarti kelas penutupan lahan
arahan fungsi citra satelit meliputi pra yang dibuat dapat digunakan karena
kawasan. pengolahan citra satelit, hasilnya lebih ≥ 85 %. Analisis tingkat
interpretasi citra, kekritisan lahan dilakukan pada 3 kawasan
pemeriksaan lapangan yaitu kawasan hutan lindung, kawasan
(Ground Check), budidaya pertanian dan kawasan lindung
klasifikasi, analisis diluar kawasan hutan. Luasan kelas
penilaian akurasi dan kekritisan lahan pada kawasan hutan
analisis data spasial yang lindung secara berturut-turut adalah
potensial kritis sebesar 3787,73 ha

44
No Penulis, Tahun Judul Penelitian Variabel Metode Hasil
dijadikan parameter (31,33%), tidak kritis sebesar 1169,04 ha
dalam penelitian ini (9,67 %), agak kritis sebesar 443,15 ha (3,67
%), kritis 18,61 ha (0,15 %) dan sangat kritis
1,21 ha (0.01 %). Luas kekritisan lahan pada
kawasan budidaya pertanian adalah kritis
sebesar 3783,89 ha (31,30%), potensial
kritis sebesar 1522,37 ha (12,59%), agak
kritis sebesar 879,11 ha (7,27%), sangat
kritis 126,94 ha (1,05%) dan tidak kritis
96,68 ha (0,80 %). Luas kekritisan lahan
pada kawasan lindung non hutan
(sempadan) adalah kritis 211,29 ha (1,75
%), sangat kritis 27,97 ha (0,23%), potensial
kritis 11, 81 ha (0,10%), dan agak kritis 8,76
ha (0,07%).

45
No Penulis, Tahun Judul Penelitian Variabel Metode Hasil
8. Made Kartika Sila Pemetaan Kekritisan Parameter penentu Teknik yang di gunakan Kekritisan lahan di Kecamatan Bangli
Dewi, I Wayan Lahan Kecamatan lahan kritis dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik skoring dan tumpeng
Treman, I Gede Bangli Kabupaten berdasarkan skoring atau pembobotan susun parameter penutupan lahan,
Budiarta (Jurnal) Bangli Provinsi Bali Peraturan Direktur dan teknik overlay. kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi,
(2021) Jenderal Bina Teknik overlay yang produktivitas, dan manajemen lahan.
Pengelolaan Daerah dimaksud adalah Teknik Kekritisan lahan di Kecamatan Bangli
Aliran Sungai Dan yang digunakan dalam termasuk ke dalam kekritisan lahan yang
Perhutanan Sosial Sistem Informasi tinggi dengan kelas sangat kritis seluas
Nomor: P. Geografis (SIG) dengan 14,44 Km dari luas total Kecamatan Bangli
4/VSET/2013 melakukan tumpang 56,26 Km.
Tentang Petunjuk tindih terhadap suatu
Teknis Penyusunan objek
Data Spasial Lahan
Kritis dalam
menghasilkan data
spasial lahan kritis
meliputi penutupan
lahan, kemiringan
lereng, tingkat
bahaya erosi,
produktivitas, dan
manajemen lahan.

46
No Penulis, Tahun Judul Penelitian Variabel Metode Hasil
9. Auliana, Ichsan Analisis Tingkat Parameter penentu Metode yang digunakan Hasil analisis menunjukkan DAS Tabunio
Ridwan, Nurlina Kekritisan Lahan di lahan kritis seperti dalam analisis spasial memiliki lima kategori tingkat kekritisan
(Jurnal) (2017) DAS Tabunio Peta Kemiringan lahan kritis adalah lahan yaitu lahan yang termasuk kriteria
Kabupaten Tanah Laut Lereng, Peta metode skoring. Analisis Sangat Kritis seluas 71,68 ha atau 0,11%,
Penutupan Tajuk, spasial lahan kritis Kritis seluas 1.320,60 ha atau 2,11%, Agak
Peta Tingkat dilakukan dengan Kritis seluas 8.090,73 atau 12,93%,
Bahaya Erosi dan menumpangsusunkan Potensial Kritis seluas 30.657,21 ha atau
Peta Manajemen (Overlay) beberapa 49,01% dan Tidak Kritis seluas 22.418,34
Lahan parameter penentu lahan ha atau 35,84% sedangkan luas Lahan Kritis
kritis seperti Peta di DAS Tabunio yaitu seluas 1.392,26 ha
Kemiringan Lereng, Peta atau 2,22% dimana hasil tersebut
Penutupan Tajuk, Peta penjumlahan dari tiga kawasan yaitu
Tingkat Bahaya Erosi kawasan hutan lindung seluas 836,08 ha,
dan Peta Manajemen kawasan budidaya pertanian seluas 355,33
Lahan untuk ha dan kawasan hutan lindung di luar
memperoleh total skor kawasan hutan seluas 200,85 ha.
dari masing-masing unit
lahan dan hasil berupa
peta lahan kritis dengan
menggunakan Sistem
Informasi Geografis
(SIG).

47
No Penulis, Tahun Judul Penelitian Variabel Metode Hasil
10. Siti Khoimah Tingkat Kekritisan dan Parameter penentu Metode analisis spasial Hasil penelitian; Tingkat kekritisan lahan
(Skripsi) (2012) Arahan Rehabilitasi lahan kritis seperti menggunakan SIG terdiri: a. Sangat kritis, pada kawasan fungsi
Lahan Daerah Aliran Peta Kemiringan (Sistem Informasi lindung seluas 69,50 ha (3,76%) dan
Sungai Walikan Lereng, Peta Geografis) yang telah budidaya seluas 156,107 ha (4,16%)
Kabupaten Penutupan Tajuk, ditetapkan dengan satuan sehingga luas total 225,616 ha (4%); b.
KarangAnyar dan Peta Tingkat lahan sebagai satuan Kritis, pada kawasan fungsi lindung seluas
Wonorigi Tahun 2012 Bahaya Erosi dan analisis. 67,93 ha (3,68%) dan budidaya 933,48 ha
Peta Manajemen (24,86%) sehingga luas total 1.001,394 ha
Lahan (18%); c. Agak kritis, pada kawasan fungsi
lindung seluas 1.104,41 ha (59,86%) dan
budidaya 1.989,08 ha (52,98%) sehingga
luas total 3.093,494 ha (55%); d. Potensial
kritis, pada fungsi lindung seluas 603,13 ha
(32,7% dan budidaya 676 ha (18%)
sehingga luas total 1.279,13 ha (23%) dari
total luas lahan lokasi penelitian; Terdapat
arahan rehabilitasi yang disarankan
berdasarkan tingakt kekritisan lahannya,
tingkat bahaya erosi (TBE), kelas
kemiringan lereng, fungsi kawasan dan
penggunaan lahan dengan arahan
rehabilitasi secara vegetatif dengan
penanaman tanaman sebagai pencegah dan
mengendalikan erosi, pemberian mulsa
sebagai pelindung tanah, sumber hara dan
penmabah bahan organik, penghutanan
kembali, silvopasture dan sistem
agroforestry.
Sumber: Hasil Analisis, 2022

48
3 BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini menggunakan landasan proses berpikir induktif.

Proses berpikir ini didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya khusus untuk

analisis lebih lanjut dari masalah ke arah umum (Agung & Puspaningtyas, 2016).

Dari teori atau konsep umum, rincian atau analisis dilakukan dengan

penalaran deduktif, dan integrasi atau integrasi dan generalisasi penalaran induktif

dilakukan dari hasil penelitian. Proses penalaran dan induksi diulang, dan kami

ingin merumuskan jawaban untuk masalah yang paling mungkin, paling benar,

diformalkan dari penalaran dan induksi berulang. Jawaban ini nantinya akan

menjadi hipotesis penelitian. Dalam hal ini hipotesis merupakan rangkuman

kesimpulan teoritis dari tinjauan Pustaka (Hemawan & Amirullah, 2016).

3.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan menggunakan deskripsi kuantitatif. Statistik

deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menggambarkan atau

menggambarkan data yang dikumpulkan dan menganalisis data dan tidak

dimaksudkan untuk menarik penalaran yang berlaku umum atau umum (Sugiyono,

2013). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan satu atau lebih situasi

yang terjadi. Tujuan utama penelitian deskriptif adalah untuk memberikan

gambaran yang akurat tentang data dan menjelaskan hubungan antara proses,

mekanisme, atau peristiwa (Suryani & Hendriyani, 2016). Studi kuantitatif adalah

studi terstruktur yang mengkuantifikasi data umum (Agung & Puspaningtyas,

49
2016). Dalam studi kasus, peneliti menggunakan deskripsi kuantitatif untuk

menjelaskan temuan dan analisis yang berbeda secara sistematis dan terstruktur.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di seluruh wilayah yang termasuk ke dalam wilayah

administrasi Kabupaten Siak. Kabupaten Siak memiliki luas wilayah 8.556,09 Km2

dan merupakan kabupaten dengan luas yang mencapai 9,74 % dari total wilayah

Provinsi Riau.

Sedangkan waktu untuk penelitian dilakukan selama 8 bulan yaitu dari

bulan Agustus 2022 sampai dengan Maret 2023. Tahapan dan waktu penelitian

yang dilakukan pada kajian ini yaitu:

1. Penyusunan proposal penelitian

Tahapan ini dilakukan selama 4 (empat) bulan. Pada tahapan ini, kegiatan yang

dilakukan yaitu pengurusan pengajuan judul tugas akhir, pengurusan SK tugas

akhir, penyusunan laporan proposal penelitian, pengumpulan data dan sumber

informasi tahap awal.

2. Seminar proposal

Pada tahapan ini, peneliti melakukan presentasi terkait hal – hal yang akan

dilakukan pada saat penelitian.

3. Pengumpulan data

Tahapan ini dilakukan selama 1 (satu) bulan. Pada tahapan ini, kegiatan yang

dilakukan yaitu mengumpulkan dan merekap data sekunder ke instansi terkait

dan data primer ke lapangan.

50
4. Pengolahan dan analisis data

Tahapan ini dilakukan selama 1 (satu) bulan. Pada tahapan ini, kegiatan yang

dilakukan yaitu pengolahan dan analisis data yang telahi dikumpulkan

5. Penyusunan laporan hasil penelitian

Tahapan ini dilakukan selama 1 (satu) bulan. Tahapan ini dilakukan beriringan

dengan tahapan pengolahan dan analisis data. Pada tahapan ini, penulis

menjabarkan hasil pengolahan dan analisis data ke dalam laporan.

6. Seminar komprehensif

Pada tahapan ini, peneliti melakukan presentasi terkait hasil penelitian

Tabel 3.1 Waktu dan Tahap Penelitian


Uraian Bulan
No
Pekerjaan 8 9 10 11 12 1
Penyusunan
1. Proposal
Penelitian
Seminar
2.
Proposal
Pengumpulan
Data
a. Data
3.
Primer
b. Data
Sekunder
Pengolahan dan
4.
Analisis Data
Penyusunan
5. Laporan Hasil
Penelitian
Seminar
7.
Komprehensif
Sumber: Hasil Analisis, 2022

51
45
3.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa pun yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal

tersebut kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013). Adapun variabel

dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.2 Variabel Penelitian


No Sasaran Variabel Sub Variabel
1. Teridentifikasinya Penutupan lahan - Hutan Alam
tingkat kekritisan - Hutan Produksi
lahan beserta luas - Perkebunan dan Sawah
dan pesebaran - Tegalan
lahan kritis di - Semak Belukar dan
Kabupaten Siak - Permukiman
Kemiringan lereng - Datar
- Landai
- Agak curam
- Curam
- Sangat curam
Tingkat bahaya - Indeks erosivitas curah hujan
erosi tahunan rata-rata/ peta curah
hujan
- Indeks erodibilitas tanah/ peta
jenis tanah
- Indeks panjang dan
kemiringan lereng/ peta
kemiringan lereng
- Indeks penutupan lahan/ peta
penutupan lahan
Produktivitas lahan Rasio terhadap produktivitas hasil
pertanian di kawasan budidaya
pertanian
Pengelolaan lahan - Kondisi Hutan
- Kondisi Perkebunan
- Kondisi Pertanian
- Kondisi Permukiman
- Kondisi Lahan Terbuka
- Kondisi Sawah
- Kondisi Semak Belukar
Penilaian Lahan - Kawasan budidaya pertanian
Kritis - Kawasan hutan lindung
- Kawasan lindung di luar
kawasan hutan
Sumber: Hasil Olah Data, 2022

53
3.5 Data Penelitian

Data merupakan hasil dari penggunaan alat survey. Data dapat menjelaskan

situasi atau masalah, tetapi tidak ada artinya dan perlu diolah (Kurniawan, 2018).

Data didapatkan dengan mngukur nilai satu atau lebih variabel dalam sampel atau

populasi (Suryani & Hendriyani, 2016). Data diperoleh dengan mengukur nilai satu

atau lebih variabel dalam sampel atau populasi.

Berdasarkan sumbernya, data terbagi atas data primer dan data sekunder.

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara

langsung atau pertama kali. Data primer merupakan data yang diperoleh secara

langsung dari lapangan atau objek penelitian, baik berupa pengukuran, pengamatan

maupun wawancara. Data primer umumnya diperoleh langsung darii objek

penelitian seperti data hasil pengukuran, observasi, kuesioner, dan wawancara

dengan responden. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan

dari sumber-sumber yang telah ada atau telah dikumpulkan sebelumnya oleh

peneliti atau lembaga lainnya. Data sekunder adalah data hasil pengumpulan orang

lain dengan maksud tersendiri dan mempunyai kategori atau klasifikasi menurut

keperluan. Data sekunder biasanya diperoleh dari perpustakaan atau laporan-

laporan, dokumen, dan hasil peneliti terdahulu. Pada penelitian ini, jenis data primer

dan data sekunder yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3 Jenis Kebutuhan Data


Variabel Jenis Kebutuhan Data Jenis Data
Penutupan lahan Data jenis penutupan lahan Sekunder
Kemiringan lereng DEMNAS Sekunder
Tingkat bahaya erosi Data curah hujan (shp) Sekunder
Data jenis tanah (shp) Sekunder
Data kemiringan lereng (shp) Sekunder
Data tutupan lahan (shp) Sekunder
Data faktor teknik konservasi Sekunder
tanah

54
Variabel Jenis Kebutuhan Data Jenis Data
Produktivitas lahan Data besaran produksi dalam Sekunder
setahun (ton)
Data luas panen basis tahunan Sekunder
(Ha)
Pengelolaan lahan Data kondisi pengelolaan Primer
Penilaian Lahan Kritis Data luas dan sebaran Sekunder
kawasan budidaya pertanian
Data luas dan sebaran Sekunder
kawasan hutan lindung
Data luas dan sebaran Sekunder
kawasan lindung di luar
kawasan hutan
Data pendukung lainnya Data administrasi wilayah Sekunder
Data kondisi fisik wilayah Sekunder
RTRW Kabupaten Siak Tahun Sekunder
2020 – 2040
Data kebijakan terkait Sekunder
kekritisan dan rehabilitasi
lahan
Sumber: Hasil Olah Data, 2022

3.6 Metode Pengumpulan Data

Hal yang penting dalam persiapan penelitian adalah dengan penyusunan

kebutuhan data dan informasi. Pengumpulan data dan informasi dapat melalui

observasi/pengamatan langsung situasi dan kondisi yang terjadi dalam wilayah

penelitian, serta konteks sosial lain yang terlibat. Adapun teknik pengumpulan data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.6.1 Metode Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari buku-buku kepustakaan dan beberapa instansi

yang terkait dan validitas datanya dapat dipertanggungjawabkan. Pengumpulan

data sekunder dilakukan melalui survei ke instansi-instansi untuk mendapatkan data

yang dikeluarkan oleh instansi tersebut dan telaah dokumen. Dokumen yang

dibutuhkan dalam kajian ini yaitu sebagai berikut:

55
Tabel 3.4 Pengumpulan Data Sekunder
No Data Penelitian Sumber Data
1. Data jenis penutupan lahan Bappeda Kabupaten Siak
2. DEMNAS Badan Informasi Geospasial
3. Data curah hujan (shp) Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika Provinsi Riau
4. Data jenis tanah (shp) Bappeda Kabupaten Siak
5. Data kemiringan lereng (shp) Badan Informasi Geospasial (diolah
dari data DEMNAS)
6. Data tutupan lahan (shp) Bappeda Kabupaten Siak
7. Data faktor teknik konservasi tanah Bappeda Kabupaten Siak
8. Data besaran produksi dalam setahun Dinas Pertanian Kabupaten Siak
(ton)
9. Data luas panen basis tahunan (Ha) Dinas Pertanian Kabupaten Siak
10. Data luas dan sebaran kawasan Bappeda Kabupaten Siak
budidaya pertanian
11. Data luas dan sebaran kawasan hutan Bappeda Kabupaten Siak
lindung
12. Data luas dan sebaran kawasan lindung Bappeda Kabupaten Siak
di luar kawasan hutan
13. Data administrasi wilayah Bappeda Kabupaten Siak
14. Data kondisi fisik wilayah Bappeda Kabupaten Siak
15. RTRW Kabupaten Siak Tahun 2020 – Bappeda Kabupaten Siak
2040
16. Data kebijakan terkait kekritisan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan
rehabilitasi lahan Kehutanan Republik Indonesia
17. Data tentang petunjuk teknis Kementrian Kehutanan Peraturan
penyusunan data spasial lahan kritis Direktur Jenderal Bina Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Dan Perhutanan
Sosial Nomor: P. 4/V-SET/2013
Sumber: Hasil Olah Data, 2022

3.6.2 Metode Pengumpulan Data Primer

Metode yang digunakan untuk mendapatkan data primer dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut: Observasi dan Dokumentasi

1. Observasi

Observasi adalah mengumpukan data langsung dari lapangan. Data

observasi juga dapat berupa interaksi dalam suatu organisasi atau pengalaman para

anggota dalam berorganisasi (Semiawan, 2010). Pada studi kasus, observasi

bertujuan untuk memperoleh data-data yang diperlukan sekaligus mengecek

56
kebenaran data-data yang didapatkan pada saat wawancara dengan keadaan

sesungguhnya di lapangan.

2. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan hal yang dilakukan untuk memperoleh hasil

terhadap beberapa sampel yang mendukung data observasi lapangan. Pada studi

kasus, dokumentasi yang dilakukan yaitu pemotretan terhadap gambaran kondisi

lahan di wilayah studi.

3.7 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang dilakukan pada studi ini yaitu sebagai berikut:

Mengidentifikasi tingkat kekritisan lahan beserta luas dan pesebaran lahan

kritis di kabupaten siak.

1. Mengidentifikasi Tingkat Kekritisan Lahan Beserta Luas Dan Persebaran

Lahan Kritis Di Kabupaten Siak

Untuk mengetahui tingkat kekritisan lahan beserta luas dan persebaran

lahan kritis di Kabupaten Siak menggunakan teknik skoring dan metode

overlay data spasial berdasarkan parameter Peraturan Direktur Jenderal

Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial No. P.4/V-

SET/2013 Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis.

2. Mengidentifikasi Parameter Penentu Lahan Kritis

Dalam penelitian ini menggunakan parameter penentu lahan kritis meliputi

(Perdirjen BPDAS PS Nomor P.4/V-Set/2013 dan Nugroho, 2008):

57
a) Penutupan lahan

Dalam penentuan lahan kritis, parameter penutupan lahan mempunyai

bobot 50%, sehingga nilai skor untuk parameter ini merupakan perkalian

antara skor dengan bobotnya (skor x 50).

Untuk parameter penutupan lahan dinilai berdasarkan persentase

penutupan lahan terhadap luas setiap land system dan diklasifikasikan

menjadi lima kelas. Masing-masing kelas penutupan lahan selanjutnya

diberi skor untuk keperluan penentuan lahan kritis.

Tabel 3.5 Kelas Penutupan Lahan


Penutupan Kelas Persentase Penutupan Skor Skor x
Lahan Lahan (%) Bobot (50)
Hutan Alam Sangat Baik >80 5 250
Hutan Produksi Baik 61-80 4 200
Perkebunan dan
Sedang 41-60 3 150
Sawah
Tegalan Buruk 21-40 2 100
Semak Belukar Sangat
<20 1 50
dan Permukiman Buruk
Sumber: Perdirjen BPDASPS No P.4/V-set/2013

Data spasial penutupan lahan yang disusun harus mempunyai data

atribut yang menjelaskan tentang kondisi penutupan lahan pada setiap

unit pemetaannya (poligon penutupan lahan).

b) Kemiringan lereng

Dalam penentuan lahan kritis, parameter penutupan lahan mempunyai

bobot 20%, parameter kemiringan lereng dibagi ke dalam 5 kelas yaitu

datar, landai, agak curam, curam dan sangat curam.

Untuk parameter kemiringan lereng dilihat dengan perbandingan antara

beda tinggi (jarak vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatanya. Besar

kemiringan lereng dapat dinyatakan dengan beberapa satuan,

58
diantaranya dengan % (persen) dan ° (derajat). Data spasial kemiringan

lereng dapat disusun dari hasil pengelohan data ketinggian (garis kontur)

dengan bersumber pada DEMNAS/SRTM.

Tabel 3.6 Kelas Kemiringan Lereng


Kelas Kemiringan Besaran/ Deskripsi
Skor Skor x Bobot (20)
Lereng (%)
Datar <8 5 100
Landai 8-15 4 80
Agak Curam 16-25 3 60
Curam 26-40 2 40
Sangat Curam >40 1 20
Sumber: Perdirjen BPDAS PS Nomor P.4/V-Set/2013.

Data spasial kemiringan lereng yang disusun harus mempunyai data

atribut yang berisikan informasi kemiringan lereng dan klasifikasinya

pada setiap unit pemetaannya (poligon kemiringan lereng), sehingga

atribut data spasial kemiringan lereng perlu dibuat.

c) Tingkat bahaya erosi

Tingkat erosi pada suatu lahan dalam penentuan lahan kritis dibedakan

menjadi 4 kelas yaitu: ringan, sedang, berat dan sangat berat. Parameter

tingkat bahaya erosi mempunyai bobot 20%. Untuk memperoleh tingkat

bahaya erosi yaitu dengan rumus berikut dan berikut ditampilkan

pembagian skor tiap kelasnya seperti pada tabel berikut:

A = R x K x LS x CP

Keterangan:

A = Jumlah tanah hilang


R = Erosivitas curah hujan tahunan rata-rata
K = Indeks erodibilitas tanah
LS = Indeks panjang dan kemiringan lereng
CP = Indeks penutupan lahan

59
Tabel 3.7 Kelas Tingkat Bahaya Erosi
Kelas Tingkat Bahaya Jumlah Erosi Skor x Bobot
Skor
Erosi (ton/ha/th) (20)
Sangat Ringan 0-15 5 100
Ringan 15-60 4 80
Sedang 60-180 3 60
Berat 180-480 2 40
Sangat Berat >480 1 20
Sumber: Barzian Ali Aktab, 2020

Dalam hal ini tingkat bahaya erosi dihitung dengan dilakukan analisis

overlay terhadap indeks erosivitas curah hujan, indeks erodibilitas tanah,

Indeks panjang lereng dan kemiringan panjang lereng dan indeks

penutupan lahan dan perlakukan konservasi tanah. Dalam pembuatan

peta tingkat bahaya erosi menggunakan ArcGis 10.4.

d) Produktivitas

Produktivitas dalam penentuan lahan kritis dibagi menjadi 5 kelas yaitu:

sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Parameter

produktivitas mempunyai bobot 30%. Untuk memperoleh perhitungan

persentase tingkat produktivitas dengan komiditi umum dapat

menggunakan rumus berikut ini:


𝑡𝑜𝑛
𝑃𝑉 (𝐵𝑒𝑠𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 ( ))
ℎ𝑎
Persentase Produktivitas = 𝑥 100
𝐵𝑒𝑠𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐾𝑜𝑚𝑜𝑑𝑖𝑡𝑖 𝑈𝑚𝑢𝑚

Tabel 3.8 Kelas Prodiktivitas


Kelas Besaran Produktivitas Skor Skor x Bobot
(30)
Sangat Tinggi Ratio terhadap produksi
komoditi umum optimal
5 150
pada pengelolaan
tradisional: >80%
Tinggi Ratio terhadap produksi
komoditi umum optimal
4 120
pada pengelolaan
tradisional: 61-80%
Sedang Ratio terhadap produksi
3 90
komoditi umum optimal

60
Kelas Besaran Produktivitas Skor Skor x Bobot
(30)
pada pengelolaan
tradisional: 41-60%
Rendah Ratio terhadap produksi
komoditi umum optimal
2 60
pada pengelolaan
tradisional: 21-40%
Sangat Rendah Ratio terhadap produksi
komoditi umum optimal
1 30
pada pengelolaan
tradisional: <20%
Sumber: Perdirjen BPDAS PS Nomor P.4/V-Set/2013.

Data produktivitas yang digunakan untuk menilai kekritisan lahan di

kawasan pertanian, yang dinilai berdasarkan ratio terhadap produksi

komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional. Untuk data

atributnya sendiri adalah produksi komoditi umum. Di dalam analisa

spasial, data atribut tersebut harus dispasialkan dengan satuan pemetaan

land system. Alasan utama digunakannya land system sebagai satuan

pemetaan produktivitas lahan adalah setiap land system mempunyai

karakter geomorfologi yang spesifik, sehingga mempunyai pola usaha

tani dan kondisi lahan yang spesifik pula.

Spasialisasi kriteria produktivitas dengan menggunakan unit pemetaan

land system pada dasarnya dilakukan dengan melakukan pengolahan

terhadap atribut data spasial land system. Pada atribut data spasial land

system, perlu ditambahkan field baru yang berisi informasi tentang

produktivitas lahan pada setiap unit land system.

61
e) Pengelolaan lahan

Tingkat pengelolaan akan sangat berpengaruh terhadap kerusakan suatu

lahan (Nugroho, 2008). Parameter pengelolaan lahan mempunyai bobot

10%.

Tabel 3.9 Kelas Pengelolaan Lahan


Penutupan Skor x
No Kelas Keterangan Skor
Lahan Bobot (10)
1. Hutan Tindakan pengelolaan baik dari segi
pengamanan, tata batas, vegetasi
Baik 5 50
yang rapat merupakan hasil dari
suksesi alami.
Tindakan pengelolaan cukup baik
dari segi pengamanan, namun tidak
Sedang 3 30
terdapat tata batas, dan vegetasi
yang tidak rapat.
Tindakan pengelolaan buruk dari
Buruk segi pengamanan, tidak terdapat 1 10
tata batas, vegetasi yang tidak rapat.
2. Perkebunan Memiliki batas yang jelas,
pengelolaannya sangat dijaga,
pengelolaan tanah yang searah
Baik 5 50
kontur, terdapat alur parit,
pembuatan teras-teras sebagai
tindakan konservasi.
Memiliki batas yang jelas, namun
dalam pengelolaannya kurang
dijaga, pengelolaan tanah tidak
Sedang searah kontur, tidak terdapat alur 3 30
parit, dan tidak ada pembuatan
teras-teras sebagai tindakan
konservasi.
Tidak memiliki batas yang jelas,
pengelolaannya buruk, pengelolaan
tanah tidak searah kontur, tidak
Buruk 1 10
terdapat alur parit, dan tidak ada
pembuatan teras-teras sebagai
tindakan konservasi.
3. Pertanian Memiliki batas yang jelas,
pengelolaannya sangat dijaga,
pengelolaan tanah yang searah
Baik 5 50
kontur, terdapat alur parit,
pembuatan teras-teras sebagai
tindakan konservasi.
Memiliki batas yang jelas, namun
dalam pengelolaannya kurang
Sedang 3 30
dijaga, pengelolaan tanah tidak
searah kontur, tidak terdapat alur

62
Penutupan Skor x
No Kelas Keterangan Skor
Lahan Bobot (10)
parit, dan tidak ada pembuatan
teras-teras sebagai tindakan
konservasi.
Tidak memiliki batas yang jelas,
pengelolaannya buruk, pengelolaan
tanah tidak searah kontur, tidak
Buruk 1 10
terdapat alur parit, dan tidak ada
pembuatan teras-teras sebagai
tindakan konservasi.
4. Semak Kawasan dengan pohon rapat atau
Belukar vegetasi tinggi serta terawat baik
Baik 5 50
dari segi pengelolaan tanaman dan
konservasi lahan.
Kawasan dengan pohon jarang atau
vegetasi rendah serta tidak terawat
Sedang 3 30
baik dari segi pengelolaan tanaman
dan konservasi lahan.
Kawasan dengan tidak terdapat
pohon atau tidak terdapat vegetasi
Buruk serta tidak terawat baik dari segi 1 10
pengelolaan tanaman dan
konservasi lahan.
5. Sawah Kawasan yang memiliki
pengelolaan tanaman, memiliki
Baik batas yang jelas dan konservasi 5 50
lahan baik dan pengamanannya
baik.
Kawasan yang memiliki
pengelolaan tanaman memiliki
Sedang batas yang jelas dan konservasi 3 30
lahan kurang baik dan
pengamanannya kurang baik.
Kawasan yang memiliki
pengelolaan tanaman buruk, tidak
Buruk memiliki batas yang jelas dan 1 10
konservasi lahan kurang baik dan
pengamanannya kurang baik.
6. Permukiman Permukiman yang memiliki sumur
resapan baik, permukiman yang
Baik dibangun dengan tidak rapat dan 5 50
memiliki ruang terbuka hijau yang
baik.
Permukiman yang memiliki sumur
resapan baik, permukiman yang
Sedang dibangun dengan cukup rapat dan 3 30
kurang memiliki ruang terbuka
hijau.
Permukiman yang tidak memiliki
Buruk 1 10
sumur resapan, permukiman yang

63
Penutupan Skor x
No Kelas Keterangan Skor
Lahan Bobot (10)
dibangun dengan rapat dan tidak
memiliki ruang terbuka hijau.
7. Lahan Lahan yang tidak memiliki
Terbuka konservasi tanah atau lahan yang
Buruk 1 10
tidak terawat dari segi pengelolaan
lahan.
Sumber: Nugroho, 2008

Untuk parameter pengelolaan lahan dinilai berdasarkan tingkat

pengelolaan lahan akan sangat berpengaruh terhadap kerusakan suatu

lahan. Untuk persentase pengelolaan lahan terhadap luas setiap land

system dan diklasifikasikan menjadi 3 kelas. Masing-masing kelas

pengelolaan lahan selanjutnya diberi skor untuk keperluan penentuan

lahan kritis. Data spasial pengelolaan lahan yang disusun harus

mempunyai data atribut yang menjelaskan tentang kondisi pengelolaan

lahan pada setiap unit pemetaannya (poligon penutupan lahan).

Berdasarkan Pengelompokkan kelas klasifikasi pengelolaan lahan dalam

analisis lahan kritis terdapat 3 kelas yaitu; baik, sedang dan buruk.

Pengelompokkan kelas klasifikasi ditandai dengan tingkat pengelolaan

lahan baik, dikatakan tingkat pengelolaan baik karena tindakan

konservasi lahan baik dan terpelihara dengan baik, tindakan pengamanan

yang baik, termasuk didalamnya jenis tutupan lahan yang masuk

kedalam pengelolaan lahan baik yaitu; hutan, perkebunan, pertanian,

semak belukar, permukiman, sawah, lahan terbuka. Tingkat pengelolaan

lahan sedang, dikatakan tingkat pengelolaan sedang karena tindakan

konservasi lahan tidak lengkap dan tidak terpelihara dengan baik,

termasuk didalamnya jenis tutupan lahan yang masuk kedalam

pengelolaan lahan baik yaitu; hutan, perkebunan, pertanian, semak

64
belukar, permukiman, sawah, lahan terbuka. Tingkat pengelolaan lahan

buruk, dikatakan tingkat pengelolaan buruk karena tidak ada tindakan

konservasi dan tindakan pengamanan sangat kurang, termasuk

didalamnya jenis tutupan lahan yang masuk kedalam pengelolaan lahan

baik yaitu; hutan, perkebunan, pertanian, semak belukar, permukiman,

sawah, lahan terbuka (Nugroho, 2008).

3. Mengidentifikasi Fungsi Kawasan Dalam Penilaian Lahan Kritis

a. Kawasan Budidaya Pertanian

Kawasan budidaya merupakan kawasan yang diperuntukkan untuk

usaha pertanian. Kawasan ini meliputi sawah, perkebunan, dan ladang.

Masing-masing komoditi dianalisis dari hasil produksi dan luas panen

setiap tahunnya, sehingga diperoleh produktivitas lahan dan dianalisis

berdasarkan kriteria lahan kritis. Penilaian lahan kritis pada kawasan

dengan fungsi budidaya mencakup parameter produktivitas lahan,

kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi, dan pengelolaan lahan (Barzian

Ali Aktab, 2020). Atau total skor untuk kawasan budidaya pertanian

dapat disetarakan dengan areal penggunaan lain (di luar kawasan hutan),

berdasarkan Perdirjen BPDAS PS Nomor P.4/V-Set/2013.

Tabel 3.10 Klasifikasi Tingkat Kekritisan Lahan Kawasan Budidaya


Pertanian Untuk Usaha Pertanian
Tingkat Kekritisan Lahan Total Skor
Sangat kritis 115 – 200
Kritis 201 – 275
Agak kritis 276 – 350
Potensial kritis 351 – 425
Tidak kritis 426 – 500
Sumber: Perdirjen BPDAS PS Nomor P.4/V-Set/2013.

65
b. Kawasan Hutan Lindung

Kawasan hutan lindung merupakan kawasan hutan yang memiliki sifat

khas yaitu mampu memberikan lindungan kepada daerah kawasan

sekitar maupun bawahannya dalam pengatur tata air, pencegah banjir,

erosi dan memelihara kesuburan tanah (Keputusan Presiden No. 32

Tahun 1990). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 13

Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 26

Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional:

Pasal 52 Ayat (1): menyebutkan kawasan yang memberikan

perlindungan terhadap kawasan bawahannya terdiri atas:

1. Kawasan hutan lindung,

2. Kawasan gambut, dan

3. Kawasan resapan air.

Pasal 52 Ayat (2): menyebutkan kawasan perlindungan setempat

terdiri atas:

1. Sempadan pantai,

2. Sempadan sungai,

3. Kawasan sekitar danau atau waduk, dan

4. Ruang terbuka hijau kota.

Penilaian lahan kritis pada kawasan hutan lindung mencakup parameter

penutupan lahan, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi, dan

manajemen (pengelolaan) lahan. Atau total skor untuk kawasan hutan

lindung dapat disetarakan dengan kawasan hutan konservasi,

berdasarkan Perdirjen BPDAS PS Nomor P.4/V-Set/2013.

66
Tabel 3.11 Klasifikasi Tingkat Kekritisan Lahan di Kawasan Hutan Lindung
Tingkat Kekritisan Lahan Total Skor
Sangat kritis 120 – 180
Kritis 181 – 270
Agak kritis 271 – 360
Potensial kritis 361 – 450
Tidak kritis 451 – 500
Sumber: Perdirjen BPDAS PS Nomor P.4/V-Set/2013.

c. Kawasan Lindung di Luas Kawasan Hutan

Penilaian lahan kritis pada kawasan lindung di luar kawasan hutan

mencakup parameter penutupan lahan, kemiringan lereng, tingkat

bahaya erosi, dan manajemen (pengelolaan) lahan (Barzian Ali Aktab,

2020). Atau total skor dari hasil analisis tingkat kekritisan lahan untuk

kawasan lindung di luar kawasan hutan disetarakan dengan kawasan

hutan produksi (hutan produksi tetap, hutan produksi yang dapat

dikonservasi dan hutan produksi terbatas), berdasarkan Perdirjen

BPDAS PS Nomor P.4/V-Set/2013.

Metode yang digunakan dalam analisis adalah metode skoring dan

pembobotan. Setiap parameter tingkat kekritisan lahan diberi skor

seperti telah dijelaskan. Pada unit analisis hasil tumpang susun (overlay)

data spasial, kemudian skor tersebut dijumlahkan. Hasil penjumlahan

skor selanjutnya diklasifikasikan untuk menentukan tingkat lahan kritis

menurut Perdirjen BPDAS PS Nomor P.4/V/Set/2013 seperti pada tabel

berikut:

67
Tabel 3.12 Klasifikasi Tingkat Kekritisan Lahan di Kawasan Hutan Lindung
Di Luar Kawasan Hutan
Tingkat Kekritisan Lahan Total Skor
Sangat kritis 110 – 200
Kritis 201 – 275
Agak kritis 276 – 350
Potensial kritis 351 – 425
Tidak kritis 426 – 500
Sumber: Perdirjen BPDAS PS Nomor P.4/V-Set/2013.

4. Analisis Tingkat Kekritisan Lahan Di Kabupaten Siak

Dalam menganalisis spasial lahan kritis, setelah di dapatkan hasil peta

masing-masing parameter, dilakukan pembobotan atau skoring parameter dan

dihasilkan peta fungsi kawasan yakni; peta kawasan budidaya pertanian, peta

kawasan hutan lindung dan peta kawasan lindung di luas kawasan hutan sesuai

dengan peta pola ruang Kabupaten Siak. Setelah mendapatkan hasil peta fungsi

kawasan dilakukan analisis overlay untuk menentukan lahan kritis disetiap peta

fungsi kawasan. Peta fungsi kawasan budidaya pertanian dilakukan analisis overlay

beberapa data spasial (parameter penentu lahan kritis; kemiringan lereng, tingkat

bahaya erosi, pengelolaan lahan dan produktivitas lahan). Peta fungsi kawasan

hutan lindung dilakukan analisis overlay beberapa data spasial (parameter penentu

lahan kritis; penutupan lahan, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi, dan

pengelolaan lahan). Peta fungsi kawasan lindung di luas kawasan hutan dilakukan

analisis overlay beberapa data spasial (parameter penentu lahan kritis; penutupan

lahan, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi, dan pengelolaan lahan. Pada setiap

unit analisis tersebut dilakukan analisis terhadap data atributnya. Metode yang

digunakan dalam analisis ini overlay. Setiap parameter penentu lahan kritis diberi

skor dan bobot. Hasil penjumlahan skor selanjutnya diklasifikasikan untuk

menentukan tingkat kekritisan lahan.

68
3.8 Tahapan Penelitian

Pada penelitian ini terdapat tiga tahapan penelitian yang akan dilaksanakan

yaitu tahap pra lapangan, lapangan, dan pasca lapangan. Berikut merupakan

penjabaran tahap-tahap penelitian tersebut:

3.8.1 Tahap Pra Lapangan

Tahap pra lapangan ini bertujuan agar dalam penyusunan penelitian tidak

ada kesalahan dalam pengumpulan data yang dibutuhkan. Langkah-langkah yang

akan dilakukan pada tahap pra lapangan ini adalah:

1. Menentukan lokasi yang akan ditetapkan sebagai lokasi penelitian. Dalam

hal ini wilayah penelitian adalah Kabupaten Siak, Provinsi Riau.

2. Mengidentifikasi permasalahan yang terjadi di Kabupaten Siak. Setelah itu,

mengidentifikasi tujuan dan sasaran penelitian guna mengetahui lahan kritis,

luas dan pesebaran lahan kritis di Kabupaten Siak.

3. Mengurus perizinan untuk keperluan penelitian dan survey data berupa izin

riset dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(DPMPTSP) Provinsi Riau, dan diteruskan ke Kesatuan Bangsa dan Politik

(Kesbangpol) Kabupaten Siak untuk kemudian diperoleh surat izin riset

yang akan diteruskan kepada dinas/instansi yang menjadi sumber data

penelitian.

4. Melakukan studi literatur yang berkaitan dengan penelitian seperti yang

bersumber dari jurnal, skripsi, tesis, prosiding seminar nasional, buku, dan

lain sebagainya.

5. Menentukan kebutuhan data dan membuat ceklis data yang merupakan

rencana terprogram dalam memenuhi kebutuhan data pada masing-masing

69
sasaran penelitian untuk menunjang keberlangsungan proses penyususnan

penelitian.

3.8.2 Tahap Lapangan

Tahapan lapangan ini merupakan tahap dimana peneliti melangsungkan

pengumpulan data ke wilayah penelitian dengan melakukan observasi lapangan

maupun survey instansi/dinas terkait. Adapun yang dilakukan selama berada di

lapangan yaitu:

1. Observasi ialah melakukan cross check antara data sekunder dan kondisi

eksisting di lapangan.

2. Melakukan survei instansi untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan,

khususnya data terkait tutupan lahan/ penggunaan lahan, kemiringan lereng,

tingkat bahaya erosi, produktivitas, pengelolaan lahan dan pola ruang

Kabupaten Siak Tahun 2020-2040 dan luas wilayah.

3. Melakukan survei kondisi eksisting berupa kondisi eksisting yang

diperuntukan untuk keperluan analisis selanjutnya.

3.8.3 Tahap Pasca Lapangan

Tahap pasca lapangan ini merupakan tahapan pengolahan data yang telah

diperoleh dari tahap lapangan berupa survey instansi, observasi dan dokumentasi.

Hal-hal yang perlu dilakukan dalam tahapan ini yaitu:

1. Pengelompokan data

Pengelompokan data ini merupakan bagian penting dalam penyusunan

penelitian. Pengelompokan data dilakukan dengan maksud agar

memperoleh input data yang selanjutnya akan digunakan dalam proses

analisis. Data dikelompokkan berdasarkan sasaran penelitian.

70
2. Analisis data

Tahap analisis data merupakan kegiatan membandingkan, menghitung serta

mempertimbangkan data yang telah ada untuk menghasilkan perumusan

usulan yang sistematis dan tepat sasaran serta mengambil kesimpulan suatu

masalah untuk tujuan akhir penelitian.

71
3.9 Desain Survei
Tabel 3.13 Desain Survei
Metode Metode
Sumber
No Sasaran Variabel Sub Variabel Indikator Pengumpulan Analisi Output
Data
Data Data
1. Mengidentifikasi Penutupan - Hutan Alam Berdasarkan Data Primer - Observasi - Teknik Teridentifikas
tingkat kekritisan Lahan - Hutan pembobotan atau dan Data - Kepustakaan Skoring inya tingkat
lahan beserta luas Produksi skoring yang sudah Sekunder - Dokumentasi - Metode kekritisan
dan pesebaran - Perkebunan di tetapkan Peraturan Overlay lahan beserta
lahan kritis di dan Sawah Direktur Jenderal data luas dan
Kabupaten Siak - Tegalan Bina Pengelolaan spasial pesebaran
Daerah Aliran lahan kritis di
- Semak
Sungai dan Kabupaten
Belukar dan Perhutanan Sosial Siak
- Permukiman nomor:
Kemiringan - Datar P.4/V/SET/2013
Lereng - Landai Tentang Petunjuk
- Agak curam Teknis Penyusunan
- Curam Data Spasial Lahan
- Sangat Kritis
Curam
Tingkat - Indeksi
Bahaya Erosi erosivitas
curah hujan
tahunan rata-
rata/ peta
curah hujan
- Indeks
erodibilitas
tanah/ peta
jenis tanah

72
Metode Metode
Sumber
No Sasaran Variabel Sub Variabel Indikator Pengumpulan Analisi Output
Data
Data Data
- Indeks
panjang dan
kemiringan
lereng/ peta
kemiringan
lereng
- Indeks
penutupan
lahan/ peta
penutupan
lahan
Produktivitas Ratio terhadap
produktivitas
hasil pertanian di
kawasan
pertanian

73
Metode Metode
Sumber
No Sasaran Variabel Sub Variabel Indikator Pengumpulan Analisi Output
Data
Data Data
Pengelolaan ̵ Kondisi Hutan
Lahan ̵ Kondisi
Perkebunan
̵ Kondisi
Pertanian
̵ Kondisi
Permukiman
̵ Kondisi
Semak
Belukar
̵ Kondisi
Sawah dan
̵ Kondisi Lahan
Terbuka
Penilaian - Kawasan
Lahan Kritis budidaya
pertanian
- Kawasan
hutan lindung
- Kawasan
hutan di luar
kawasan
lindung
Sumber: Hasil Analisis, 2022

74
4 BAB IV

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Siak

4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi

Wilayah dari Kabupaten Siak terdiri dari 14 Kecamatan, dimana Kabupaten

Siak memiliki luas wilayah sebesar 8.556,09 Km2 atau 9,74% dari total luas wilayah

Provinsi Riau, merupakan kabupaten/kota terluas ke-6 di Provinsi Riau dengan

pusat administrasi di Kecamatan Siak Sri Indrapura. Secara administrasi batas

wilayah Kabupaten Siak adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis dan

Kabupaten Kepulauan Meranti;

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Kampar, Kabupaten

Pelalawan dan Kota Pekanbaru;

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis, Kabupaten

Rokan Hulu, Kabupaten Kampar dan Kota

Pekanbaru;

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis, Kabupaten

Pelalawan dan Kabupaten Kepulauan Meranti.

Wilayah Kabupaten Siak memiliki 14 Kecamatan yang terdiri dari 114

Kampung, 8 Kampung Adat dan 9 kelurahan. Secara lebih detail luas wilayah

Kabupaten Siak dan jumlah desa/kelurahan (Kampong) dari masing-masing

kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut:

75
Tabel 4.1 Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Siak Tahun 2020
Ibu Kota Jumlah Desa/ Luas Persentase
No Kecamatan
Kecamatan Kelurahan (Km2) Luas (%)
1 Minas Minas Jaya 5 346,35 4,05
2 Sungai Mandau Muara Kelantan 9 1.493,65 17,46
3 Kandis Telaga Sam-sam 11 894,17 10,45
4 Siak Kampung Dalam 8 1.345,33 15,73
5 Kerinci Kanan Kerinci Kanan 12 1.705,00 19,93
6 Tualang Perawang 9 128,66 1,50
7 Dayun Dayun 11 155,09 1,81
8 Lubuk Dalam Lubuk Dalam 7 343,60 4,02
9 Koto Gasib Pangkalan Pisang 11 704,70 8,24
10 Mempura Sungai Mempura 8 232,24 2,71
11 Sungai Apit Sungai Apit 15 151,00 1,77
12 Bunga Raya Bunga Raya 10 437,45 5,11
13 Sabak Auh Bandar Sungai 8 73,38 0,86
14 Pusako Dusun Pusaka 7 544,47 6,36
Siak Sri
Kabupaten Siak 131 8.556,09 100,00
Indrapura
Sumber: Kabupaten Siak dalam Angka, 2021

Kecamatan terluas yakni Kecamatan Kerinci Kanan dengan luas wilayah

1.705 Km2. Sedangkan luas wilayah terkecil di Kabupaten Siak terdapat di

Kecamatan Sabak Auh dengan luas wilayah 73,38 Km2.

76
67
4.1.2 Kondisi Fisik Dasar

4.1.2.1 Topografi

Peta topografi adalah salah satu jenis peta yang mempunyai ciri-ciri khusus

yang memperlihatkan keadaan bentuk, penyebaran roman muka bumi dan

dimensinya dengan ditandai dengan adanya skala besar dan lebih detail. Sebuah

peta topografi biasanya terdiri dari dua atau lebih peta yang tergabung untuk

membentuk keseluruhan peta. Sebuah garis kontur merupakan kombinasi dari dua

segmen garis yang berhubungan namun tidak berpotongan. Kabupaten Siak terdiri

dari satuan dataran rendah dan satuan perbukitan. Kabupaten Siak sebagian besar

terdiri dari dataran rendah, dengan ketinggian 0-50 m dari permukaaan laut,

meliputi dataran banjir sungai dan rawa serta terbentuk endapan permukaan.

Bentang alam Kabupaten Siak sebagian besar terdiri dari dataran rendah di

bagian Timur dan sebagian dataran tinggi di sebelah barat, dengan ketinggian 0-50

meter dari permukaan laut, meliputi dataran banjir sungai dan rawa serta terbentuk

endapan permukaan. Kemiringan lereng sekitar 0°- 3° atau bisa dikatakan hampir

datar. Sedangkan satuan perbukitan mempunyai ketinggian antara 50-150 m dari

daerah sekitarnya, dengan kemiringan 3°-15°.

Tabel 4.2 Ketinggian Topografi Kabupaten Siak


Topografi
No Kecamatan 0 – 10 10 – 20 20 – 40 40 – 50 > 50 Total
Meter Meter Meter Meter Meter
Kerinci
1. - 2.458,00 14.916,40 13.105,37 4.424,89 34.904,66
Kanan
Lubuk
2. - 665,99 14.792,15 4.786,30 589,28 20.833,73
Dalam
3. Tualang 7.359,92 16.315,81 8.520,07 4.404,69 - 36.600,49
4. Dayun 21.471,27 74.571,00 10.982,33 2.351,45 - 109.376,05
5. Koto Gasib 21.931,58 17.338,53 7.666,29 1.955,33 - 48.891,73
6. Mempura 27.465,49 1.973,70 - - - 29.439,19
7. Siak 21.395,87 20.633,37 - - - 42.029,24
8. Minas 8.730,63 11.925,77 9.326,48 23.030,01 23.964,97 76.977,85
9. Pusako 26.173,91 1.981,48 - - - 28.155,39

78
Topografi
No Kecamatan 0 – 10 10 – 20 20 – 40 40 – 50 > 50 Total
Meter Meter Meter Meter Meter
10. Bunga Raya 16.325,55 1.482,20 - - - 17.807,74
11. Kandis 12.792,51 23.184,46 23.450,71 20.525,48 13.519,78 93.472,94
12. Sabak Auh 9.235,61 - - - - 9.235,61
Sungai
13. 47.277,80 68.405,86 28.049,56 3.971,91 - 147.705,13
Mandau
14. Sungai Apit 117.530,25 38.239,05 4.409,93 - - 160.179,23
Total 337.690,38 279.175,2 122.113,93 74.130,54 42.498,93 789.002,1
Sumber: RTRW Kabupaten Siak 2020

79
70
4.1.2.2 Klimatologi

Berdasarkan letak astronomis, seluruh Kabupaten Siak bila dilihat dari iklim

matahari, seluruhnya terletak di daerah tropis, sehingga iklim yang berlaku di

daerah ini juga iklim tropis dengan suhu udara berkisar antara 250C sampai dengan

370C dan kelembaban udara 88,9% per bulan.

Menurut klasifikasi iklim Koppen, Kabupaten Siak dengan curah hujan

yang hampir merata di sepanjang tahun. Jumlah hari hujan pada tahun 2013

mencapai 1.449 hari dan curah hujan sebesar 35.108 mm. Pada tahun 2013 rata–

rata curah hujan tertinggi terjadi di Kecamatan Minas yakni 403 mm per bulan per

tahun. Sementara jumlah hari hujan paling banyak di Kecamatan Lubuk Dalam

sejumlah 177 hari.

81
72
4.1.2.3 Geologi

Wilayah Kabupaten Siak merupakan bagian dari daerah yang tersusun dari

batuan sedimen tufa yang berombak sampai bergelombang. Batuan induk

didominasi batuan lempung (clay), silika, batu pasir dan batu lapis. Formasi ini

terdapat di daerah Minas.

Jenis tanah yang dominan adalah tanah tropodulit atau setara dengan tanah

pedzolik merah kuning pada perbukitan dan tropaquepst atau setara dengan tanah

alluvial yang sudah mulai berkembang pada bagian daratan rendah, terutama di

pinggiran sungai. Tekstur tanahgaluh lempung pasiran (sandy clay loam) dan galuh

lempung yang makin ke dalam makin tinggi kadar lempungnya. Struktur

tanahgembur sampai gumpal menyudut untuk horison A dan gumpal menyudut

untuk horison B yang umumnya memiliki sifat fermeabilitas yang rendah. Wilayah

alluvium merupakan daerah rawa-rawa yang terjadi karena gambut yang

mengalami proses sedimentasi dari sungai- sungai didekatnya.

83
74
4.1.2.4 Jenis Tanah

Peta jenis tanah merupakan peta yang berisi informasi mengenai jenis tanah

di suatu wilayah. Peta jenis tanah ini memiliki kegunaan untuk menganalisis hal-

hal yang diperlukan di bidang pertanian, diantaranya yaitu mengetahui wilayah

yang cocok untuk kegiatan pertanian, menentukan tanaman yang sesuai dengan

kondisi tanah, serta menentukan persebaran jenis tanaman yang akan ditanam di

bidang lahan tersebut. Dari table tersebut dapat dilihat bahwa Kabupaten Siak

memiliki 12 jenis tanah yang ada di Kabupaten Siak dengan Kecamatan Dayun

yang memilki total jenis tanah yang paling tinggi yaitu 100.607,97 ha, total

Kecamatan paling sedikit yaitu Kecamatan Sabak Auh dengan luasan 8.617,39 ha.

Alluvial tanah terbentuk dari bahan endapan muda (alluvium), mempunyai horizon

penciri A okrik, umbrik, histik, tekstur lebih halus dari pasir berlempung pada

kedalaman 25-100 cm, berlapis-lapis. Kabupaten Siak memimiliki dua jenis alluvial

gleik dan alluvial 0 cm dari permukaan, dengan macam tanah Aluvial Gleik (Ag).

Aluvial Sulfidik (At). Sulfidik. Dimana alluvial gleik memiliki ciri hidromorfik

(warna kelabu/glei) 50-10 Mempunyai bahan sulfidik di dalam 100 cm dari

permukaan. Aluvial Sulfik (As). Belum matang, nilai n>0,7 di dalam 50.

1) Gleisol mempunyai ciri hidromorfik sampai kedalaman 50 cm dari

permukaan, mempunyai horizon A okrik, umbrik, histik, dan B kambik,

sulfurik, klasik atau gipsik. Kabupaten Siak memiliki dua macam gleisol

distrik dan gleisol fluvik. Gleisol distrik mempunyai KB<50% pada 20-50

cm dari permukaan tanah, gleisol fluvik merupakan baerlapis atau

pengendapan berbeda dan kadar bahan organik tak teratur. Kambisol

mempunyai horizon B kambik tanpa atau dengan horison A okrik, umbrik,

85
histik, dan B kambik, sulfurik, klasik atau gipsik. Di Kabupaten Siak ini

memiliki kambisol distrik dimana mempunyai KB<50% pada horison B

(Be).

2) Organosol merupakan bahan organic, ketebalan > 50 cm, kadar C organic

> 12%, Kabupaten Siak organosol fibrik (Hf) bahan fibrik, serat kasar >

75%, organosol hemik( Hh) serat kasar 15-75%, organosol saprik(Hs)

serat kasar < 15%. Podsolik mempunyai horison B spodik (padas

keras:Fe/AL+humus). Kabupaten Siak ada tiga jenis podsolik yaitu

podsolik haplik, podsolik kandik mempunyai KTK liat < 16 cmol(+)/kg

pada horison B, podsolik kromik Warna horison B coklat tua sampai merah

(hue 7,5 YR atau lebih merah).

Tabel 4.3 Data dan Informasi Luas Jenis Tanah (ha)


Jenis Tanah
No Kecamatan Aluvial Aluvial Gleisol Gleisol Kambisol Organosol
Gleik Sulfidik Distrik Fluvik Distrik Fibrik
1 Kerinci 2.464,50 3.476,59 - - 2.942,10 -
Kanan
2 Lubuk Dalam - 2.193,13 - 1.362,08 3.787,20 -
3 Tualang - 8.302,85 - 2.189,24 15.350,09 -
4 Dayun 3.566,80 14.350,27 - 1.099,54 18.476,49 -
5 Koto Gasib - 6.673,21 - 8.455,27 10.386,53 9.097,15
6 Mempura 689,03 530,72 8.449,90 1.439,26 6.391,95 -
7 Siak 1.144,56 4.593,54 3.548,14 1.355,75 4.948,10 -
8 Minas - - - 2.562,72 50.871,18 20.543,68
9 Pusako 1.543,72 - 8.040,13 - - -
10 Bunga Raya - 336,40 397,45 - - -
11 Kandis - 12.437,37 - 4.204,36 36.607,63 -
12 Sabak Auh 2.218,07 442,16 - - -
13 Sungai 1.617,21 3.214,83 1.200,45 9.765,79 19.636,26 70.379,37
Mandau
14 Sungai Apit 7.886,12 - - - - -
Total 21.130,01 56.551,09 21.636,07 32.434,01 169.397,53 100.020,20

86
Tabel 4.4 Lanjutan Data dan Informasi Luas Jenis Tanah (ha)
Jenis Tanah
Organosol Organosol Podsolik Podsolik Podsolik Tubuh
No Kecamatan Total
Hemik Saprik Haplik Kandik Kromik Air
Kerinci
1 - - - 27.594,88 - 1.011,48 28.607,36
Kanan
Lubuk
2 - - 1.831,48 11.324,36 - 278,26 13.436,09
Dalam
3 Tualang 1.619,16 1.132,64 1.926,33 6.104,73 - - 10.785,88
4 Dayun - 63.609,11 2.512,01 1.163,05 - 4.323,93 71.612,10
5 Koto Gasib 7.335,57 - 5.944,00 865,69 - - 14.150,25
6 Mempura - 11.857,44 - - - - 11.863,44
7 Siak 4.821,07 - 601,63 - - - 5.429,71
8 Minas 17.582,92 - 1.722,12 4.584,95 - - 23.897,99
9 Pusako 816,12 17.678,08 - - - - 18.503,19
10 Bunga Raya 14.707,17 332,88 - - - - 15.050,05
11 Kandis 13.225,92 - - 6.407,30 - 20.747,82 40.392,04
12 Sabak Auh 6.684,63 - - - - - 6.696,63
Sungai
13 13.227,54 - 23.584,51 - 2.466,90 2.490,29 41.782,24
Mandau
14 Sungai Apit 16.300,72 136.023,40 - - - - 152.338,12
Total 96.320,82 230.633,56 38.122,08 58.044,96 2.466,90 28.851,77 789.002,17
Sumber: Hasil Olah Data, 2022

4.1.2.5 Kondisi Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup

(DDTLH) Kabupaten Siak Berdasarkan Jasa Ekosistem

1. Daya Dukung Daya Tampung Penyediaan Pangan

Potensi lahan di Kabupaten Siak dalam penyediaan pangan meliputi 45,31%

tergolong Sangat Rendah, 26,87% tergolong Sedang, dan hanya 13,78%

yang tergolong Tinggi serta 0,05% yang tergolong Sangat Tinggi. Potensi

lahan dalam penyediaan pangan pada masing-masing kecamatan di

Kabupaten Siak dapat dilihat pada Tabel Sebagian besar luas wilayah

Kecamatan Sabak Auh tergolong kelas Tinggi dan Sangat Tinggi dalam

penyediaan pangan, masing- masing dengan proporsi luas 0,16% dan 0,71%,

diikuti oleh Kecamatan Bunga Raya dengan proporsi luas 0,24% dan 0,93%.

Hal ini karena sebagian besar wilayah 2 kecamatan tersebut merupakan

dataran alluvial di muara Sungai Siak yang telah dikembangkan sebagai areal

87
sawah eks transmigrasi. Sementara itu, sebagian besar luas Kecamatan

Sungai Apit (13,23%) dan Sungai Mandau (12,47%) tergolong dalam kelas

Sangat Rendah karena merupakan lahan gambut dengan kondisi lahan yang

marginal untuk pertanian dan perkebunan. Wilayah yang mempunyai kelas

Sangat Tinggi berada di wilayah eks transmigrasi Bunga Raya yang

mempunyai jenis tanah alluvial.

88
Tabel 4.5 Daya Dukung Daya Tampung Penyediaan Pangan
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Total
No Kecamatan
Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha)
1. Kerinci Kanan - - 765,03 0,10 36.661,27 4,65 1.039,47 0,13 5,87 0,00 36.941,57
2. Lubuk Dalam - - 368,74 0,05 18.380,16 2,33 236,04 0,03 92,14 0,01 17.683,25
3. Tualang 1.372,80 0,17 4.036,90 0,51 20.620,50 2,61 1.238,80 0,16 3.614,10 0,46 30.883,08
4. Dayun - - 1.643,89 0,21 28.379,91 3,60 20.763,61 2,63 43.194,21 5,47 90.693,83
5. Koto Gasib 807,44 0,10 14.982,04 1,90 15.502,44 1,96 2.685,04 0,34 7.442,04 0,94 41.419,01
6. Mempura 882,08 0,11 10.973,18 1,39 29,32 0,00 2.097,88 0,27 11.004,68 1,39 24.928,51
7. Siak 75,62 0,01 6.247,88 0,79 746,88 0,09 4.154,18 0,53 24.525,88 3,11 35.599,20
8. Minas 1.099,49 0,14 3.283,51 0,42 48.136,91 6,10 2.939,31 0,37 15.316,01 1,94 68.576,26
9. Pusako 313,38 0,04 328,92 0,04 19,82 0,00 10.497,82 1,33 13.305,82 1,69 23.839,01
10. Bunga Raya 1.879,47 0,24 7.359,97 0,93 149,77 0,02 2.298,67 0,29 3.172,97 0,40 14.860,87
11. Kandis 1.800,51 0,23 41.488,19 5,26 26.998,89 3,42 32.495,89 4,12 33.340,19 4,23 132.522,63
12. Sabak Auh 1.229,96 0,16 5.638,56 0,71 115,24 0,01 709,26 0,09 121,44 0,02 7.341,10
13. Sungai 1.234,98 0,16 10.130,92 1,28 15.280,22 1,94 6.983,92 0,89 98.378,42 12,47 129.538,50
Mandau
14. Sungai Apit 2.044,06 0,26 7.060,44 0,89 1.245,14 0,16 23.490,94 2,98 104.415,14 13,23 134.167,59
Total 396,28 0,05 108.752,85 13,78 211.977,35 26,87 111.158,75 14,09 357.501,75 45,31 788.994,42
Sumber: Hasil Dinas Lingkungan Hidup, 2018

89
Kecamatan Sabak Auh dan Bunga Raya merupakan lumbung padi bagi

Kabupaten Siak. Menurut data Kecamatan Sabak Auh Dalam Angka 2017, luas

panen padi tahun 2016 di kecamatan ini mencapai 1.086 ha dengan total produksi

5.086, 32ton, yang dihasilkan dari sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Data ini

menunjukkan bahwa produktivitas lahan di sini cukup tinggi, mencapai 4,61 ton/ha.

Selain padi, Kecamatan Sabak Auh juga menghasilkan 20,82 ton jagung dari luas

panen 9 ha.

Menurut data Kecamatan Bunga Raya Dalam Angka 2017, luas padi tahun

2015 di kecamatan ini mencapai 4.020 ha, dengan total produksi padi mencapai

22.819,25 ton yang dihasilkan dari sawah irigasi dan tadah hujan, sebagian besar

tersebar di areal eks transmigrasi Bunga Raya. Data ini menunjukkan bahwa

produktivitas lahan di sini cukup tinggi, mencapai 5,68 ton/ha. Selain padi,

Kecamatan Bunga Raya juga menghasilkan jagung sebanyak 45,09 ton dari luas

panen 20 ha.

90
77
4.1.3 Penutupan Lahan

Penutupan lahan merupakan kumpulan berbagai macam aktivitas yang

dilakukan manusia dalam memanfaatkan lahan pada suatu wilayah dengan

berdasarkan perilaku manusia itu sendiri yang mempunyai arti dan nilai yang

berbeda- beda. Gambaran pola penutupan lahan berupa pola spasial penggunaan

ruang yang mana meliputi penyebaran permukiman, pertanian serta pola penutupan

lahan perkotaan dan pedesaan. Permukiman di Kecamatan Siak yang merupakan

ibukota dari Kabupaten Siak mempunyai luas sekitar 750,34 ha, sedangkan

Kecamatan Tualang memiliki luas permukiman sebesar 2.244,53 ha dan merupakan

luas permukiman yang terbesar. Permukiman merupakan lahan terbangun yang

berisi bermacam-ragam kegiatan untuk menunjang kehidupan.

Penutupan lahan yang terbesar di Kabupaten Siak adalah tata guna lahan

pertanian lahan kering campur yang mempunyai luasan sekitar 74.994,86 ha dan

merupakan 9,51% dari luas keseluruhan penutupan lahan di Kabupaten Siak.

Pertanian lahan kering campur merupakan budidaya tanaman pertanian di lahan

yang kurang air dan tanah yang kurang subur. Dan Sungai Apit merupakan luas

wilayah pertanian lahan kering campur terbesar di Kabupaten Siak yang memiliki

luas sekitar 11.384,55 ha.

Penutupan lahan yang belum terbangun atau tanah terbuka mempunyai luas

keseluruhan sebesar 32.739,71 ha. Kabupaten yang memiliki luas paling besar pada

tata guna lahan tanah terbuka ada di Kecamatan Sungai Mandau yang memiliki luas

sebesar 8.469,93 ha dari luas keseluruhan tanah terbuka di Kabupaten Siak.

Menyangkut dengan kawasan pertambangan di Kabupaten Siak, penutupan

lahannya ada sekitar 16.074,38 ha atau 2,04% dari luas keseleruhan penutupan

92
lahan di Kabupaten Siak. Kecamatan Minas mempunyai luas terbesar pada

penutupan lahan pertambangan, yang memiliki luas sebesar 11.831,31 ha, rata-rata

merupakan pertambangan jenis minyak dan gas hasil bumi. Lalu untuk luas terkecil

pada penutupan lahan adalah kabupaten Sungai Apit yang memiliki luasan 341,70

ha.

Tabel 4.6 Tata Penutupan Lahan (Ha)


No Tata Penutupan Lahan Luas (Ha)
1 Badan Air 8.080,16
2 Belukar 1.843,72
3 Belukar Rawa 41.791,29
4 Hutan Lahan Kering Sekunder 1.421,43
5 Hutan Mangrove Sekunder 660,91
6 Hutan Rawa Primer 390,63
7 Hutan Rawa Sekunder 153.473,74
8 Hutan Tanaman 155.475,00
9 Pemukiman 11.658,38
10 Perkebunan 260.611,56
11 Pertambangan 16.074,38
12 Pertanian Lahan Kering 12.655,31
13 Pertanian Lahan Kering Campur 74.994,86
14 Rawa 1.949,91
15 Sawah 13.934,78
16 Tanah Terbuka 32.739,71
17 Transmigrasi 87,08
Total 789.002,17
Sumber: RTRW Kabupaten Siak Tahun 2020

93
82
4.1.4 Kependudukan

4.1.4.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Umur

Klasifikasi komposisi penduduk di Kabupaten Siak dapat dibagi

berdasarkan usia dan jenis kelamin. Pada tabel berikut Komposisi Penduduk

Kabupaten Siak di tahun 2021:

Tabel 4.7 Penduduk di Kabupaten Siak Menurut Usia Berdasarkan Jenis


Kelamin Tahun 2021
Kelompok Umur Laki - Laki Perempuan Total
00 - 04 22.516 21.487 44.003
05 - 09 23.290 22.003 45.293
10 - 14 22.647 21.449 44.096
15 - 19 23.116 21.550 44.666
20 - 24 21.414 20.323 41.737
25 - 29 19.998 19.031 39.029
30 - 34 19.200 18.614 37.814
35 - 39 18.124 17.483 35.607
40 - 44 17.470 17.263 34.733
45 - 49 16.376 15.329 31.705
50 - 54 13.802 12.036 25.838
55 - 59 9.675 7.934 17.609
60 - 64 5.980 4.971 9.278
65 - 69 3.974 3.298 5.598
70 - 74 1.758 1.624 3.382
75++ 1.456 1.492 2.948
Total 240.796 225.887 463.336
Sumber: Kabupaten Siak Dalam Angka Tahun 2022

Kondisi sosial dan budaya di Kabupaten Siak dipengaruhi oleh Sejarah

Kerajaan Siak Sri Indrapura dan juga masuknya peradaban islam yang menjadikan

wilayah Siak identik dengan nilai dan moral keagamaan dan sejarah yang cukup

kental. Karakteristik Melayu Siak dikenal religius, dinamis, santun dan bangga atas

adat melayu yang dijunjung tinggi. Sejarah Siak sebagai pusat kebudayaan Melayu

(Siak The Truly Malay) yang digaungkan Pemerintah Kabupaten Siak menandakan

bahwa pengembangan budaya Melayu sebagai identitas daerah Kabupaten Siak.

95
4.1.4.2 Distribusi dan Kepadatan Penduduk

Kabupaten Siak masuk sebagai Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk

paling sedikit ke-4 di Provinsi Riau sebanyak 4 jiwa, berdasarkan data dari

Kabupaten Siak Dalam Angka Tahun 2021. Jumlah penduduk di Kabupaten Siak

didominasi oleh laki-laki sebanyak 240.796 jiwa, sedangkan penduduk perempuan

sebanyak 225.887 jiwa.

Tabel 4.8 Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Kepadatan Penduduk, dan


Presentase Penduduk Kabupaten Siak Tahun 2021
Kepadatan Presentase
No Kecamatan Penduduk Luas
Penduduk Penduduk
Wilayah
1 Minas 29.239 346,35 84,45 6,27%
2 Sungai Mandau 9.333 1.705,00 5,35 2,00%
3 Kandis 76.590 1.493,65 5,13 16,41%
4 Siak 32.215 894,17 36,03 6,90%
5 Kerinci Kanan 23.870 128,66 18,55 5,11%
6 Tualang 122.349 343,60 356,08 26,22%
7 Dayun 31.414 232,24 135,27 6,73%
8 Lubuk Dalam 20.210 155,09 13,03 4,33%
9 Koto Gasib 24.007 704,70 34,07 5,14%
10 Mempura 17.248 437,45 39,43 3,70%
11 Sungai Apit 31.638 1.346,33 23,50 6,78%
12 Bunga Raya 27.414 151,00 181,55 5,87%
13 Sabak Auh 13.256 73,38 180,65 2,84%
14 Pusako 7.890 544,47 1,45 1,69%
Kabupaten Siak 466.683 8,556,09 41,02 100%
Sumber : Kabupaten Siak Dalam Angka Tahun 2022

Luas wilayah Kabupaten Siak seluas 8.556,09 Km2 dengan kepadatan

penduduk 53.68 Km2. Terdiri dari 14 Kecamatan tersebar di Kabupaten Siak

dengan jumlah penduduk paling banyak di Kecamatan Tualang sebanyak 118.576

jiwa dan jumlah penduduk paling sedikit di Kecamatan Pusako sebanyak 7.759

jiwa. Selain itu, presentase wilayah kecamatan terluas berada di Kecamatan Sungai

Mandau dan Kecamatan dengan luas paling kecil adalah Kecamatan Sabak Auh.

Kepadatan penduduk paling tinggi berada di Kecamatan Tualang sebesar 356,08

96
jiwa/Km2 dan kepadatan penduduk paling rendah berada di Kecamatan Pusako

sebesar 1,45 jiwa/km2.

4.1.5 Kondisi Perekonomian

Kondisi perekonomian di Kabupaten Siak yang paling menonjol adalah

industri pengolahan sebagai proporsi terbesar sektor pertanian. Selain sektor

industri pengelolaan, sektor yang mendukung perekonomian Kabupaten Siak

adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Ketiga sektor ini mengalami

pertumbuhan yang stabil dari tahun ke tahun. Berikut penjelasan tentang

perekonomian di Kabupaten Siak.

4.1.5.1 Pertanian

Kegiatan usaha pertanian di Kabupaten Siak terdiri dari empat sektor utama

yaitu pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan. Luas

panen tanaman sayuran terjadi penurunan pada cabai dari 179 ha menjadi 137 ha.

Pada Kecamatan Siak Kecil memiliki luas panen yang terbesar yaitu sebesar 70 ha

meningkat dari tahun 2018 hanya 67 ha. Berbeda halnya dengan Kecamatan

Mandau terjadi penurunan menjadi 4 ha dari tahun sebelumnya yaitu 21 ha. Pada

produksi 2019 yang terbesar pada Kecamatan Siak Kecil yaitu sebesar 2.488

kwintal dan Kecamatan Rupat Utara yang terkecil yaitu sebesar 5 kwintal. Namun

secara keseluruhan terjadi penurunan produksi pada tanaman cabai. Untuk lebih

rinci dapat dilihat pada Tabel 4.9 sebagai berikut:

Tabel 4.9 Luas Panen Pertanian Kabupaten Siak Tahun 2017-2021 (ha)
No Jenis Pertanian 2017 2018 2019 2020 2021
1. Tanaman Biofarmaka 59.315 82.993 31.784 30.957 102.157
2. Tanaman sayuran 882,5 713,1 826,7 718 751,47
semusim
3. Tanaman Sayuran 60,9 63 65,97 35,27 57,15
Tahunan
4. Buah-Buahan 159 131 175 227 219,58

97
No Jenis Pertanian 2017 2018 2019 2020 2021
Semusim
5. Buah-Buahan 1.002,99 1.263,24 1.707,14 1.811,66 2.359,10
Tahunan
6. Padi 7.770 8.083 8.727 8.638 8.871,10
7. Palawija 726 826 901 847 524,1
Total 69.915 94.073 44.186 43.234 114.939
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Siak 2018-2022

Tabel 4.10 Produktivitas Pertanian Kabupaten Siak Tahun 2017-2021


(kg/ha)
No Jenis Pertanian 2017 2018 2019 2020 2021
1 Tanaman Biofarmaka 0,22 0,2 0,19 0,19 0,35
2 Tanaman sayuran semusim 71,45 70,92 67,32 66,42 54,59
3 Tanaman Sayuran Tahunan 49,74 48,72 49,68 52,83 52,4
4 Buah-Buahan Semusim 226,43 226,99 224,95 227,46 227,59
5 Buah-Buahan Tahunan 191,37 214,37 213,55 212,59 188,97
6 Padi 45 47,61 47,91 48,24 48,47
7 Palawija 246,59 250,15 280,92 281,35 219,51
Total 831 859 885 889 792
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Siak 2018-2022

Tabel 4.11 Produksi Pertanian Kabupaten Siak Tahun 2017-2021 (ton)


No Jenis Pertanian 2017 2018 2019 2020 2021
1 Tanaman biofarmaka 12.797 16.659 6.070 5.892 35.327
2 Tanaman sayuran
6.305,30 5.057,60 5.565,70 4.768,90 4.102,29
semusim
3 Tanaman sayuran
302,89 306,93 327,75 186,34 299,45
tahunan
4 Buah-Buahan semusim 3.600,20 2.973,60 3.936,70 5.163,40 4.997,32
5 Buah-Buahan tahunan 19.194,73 27.080,31 36.455,93 38.514,59 44.580,80
6 Padi 34.960 38.486 40.700 41.460 42.996,10
7 Palawija 17.890 20.665 25.302 23.816 11.503,20
Total 95.051 111.229 118.358 119.802 143.807
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Siak 2018-2022

Berdasarkan jumlah produksi, tanaman padi mengalami peningkatan yang

stabil dan terus meningkat. Pada tanaman padi ini tidak terjadinya penurunan angka

jumlah produksi. Sedangkan pada tanaman sayuran semusim tiap tahunnya

mengalami peningkatan dan penurunan namun tidak dalam angka yang besar.

Berikut ini grafik jumlah produksi pertanian Kabupaten Siak tahun 2017-2021.

Permasalahan terkait pertanian adalah: a) Rendahnya intensitas pemanfaatan lahan

98
dan belum tergarapnya lahan pertanian berkelanjutan seluas 4.300,20 hektar. b)

Masih rendahnya produktivitas lahan sawah. c) Menurunnya produktivitas padi ini

disebabkan terjadi pergeseran musim tanam dan belum optimalnya pengelolaan

usaha tani secara baik Good Agricultural Practices.

4.1.5.2 Perkebunan

Komoditas utama perkebunan Kabupaten Siak adalah kelapa sawit, dimana

luas area perkebunan pada tahun 2017–2020 hampir 148.120 Ha. Untuk lebih rinci

dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut ini:

Tabel 4.12 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas


Perkebunan Kabupaten Siak Tahun 2017-2021
Tahun
No Uraian Satuan
2017 2018 2019 2020 2021
1 Luas Tanam
Karet Ha 15.754,35 15.864,00 15.864,00 15.864,00 15.864,00
Kelapa Ha 1.552,60 1.887,00 1.887,00 1.887,00 1.887,00
Kelapa
Ha 324.331,72 347.058,00 346.664,40 351.839,18 351.929,18
Sawit
Kakao Ha 59,08 64,00 64,00 64,00 64,00
Kopi Ha 112,34 116,00 116,00 116,00 116,00
Pinang Ha 213,20 176,86 176,86 176,86 176,86
Sagu Ha 1.851,00 733,74 733,74 733,74 733,74
2 Luas Panen
Karet Ha 13.397,68 13.513,46 15.230,82 15.655,83 15.781,60
Kelapa Ha 1.213,76 1.518,93 1.794,69 1.859,19 1.876,76
Kelapa
Ha 301.898,12 315.314,28 340.109,25 346.427,27 340.694,04
Sawit
Kakao Ha 26,03 30,10 56,48 62,12 63,44
Kopi Ha 50,07 50,65 100,65 111,79 114,59
Pinang Ha 137,37 105,28 161,31 173,14 175,81
Sagu Ha 114,58 254,02 635,32 712,82 728,94
2 Produksi
Karet Ton 14.128,70 14.249,08 16.059,64 16.509,96 16.644,13
Kelapa Ton 1.384,37 1.743,49 2.065,27 2.140,34 2.160,71
Kelapa 1.139.399,8 1.193.289,3 1.286.318,0 1.309.040,8 1.379.416,5
Ton
Sawit 2 5 7 3 5
Kakao Ton 21,00 20,85 36,53 39,99 40,79
Kopi Ton 39,74 40,20 80,05 88,93 91,16
Pinang Ton 62,29 62,72 75,95 81,44 82,72
Sagu Ton 201,29 343,64 1.111,81 1.247,43 1.275,64
3 Produktivitas

99
Tahun
No Uraian Satuan
2017 2018 2019 2020 2021
Karet Ton/Ha 1,05 1,05 1,05 1,05 1,05
Kelapa Ton/Ha 1,14 1,15 1,15 1,15 1,15
Kelapa Ton/Ha 3,77 3,78 3,78 3,78 4,05
Sawit
Kakao Ton/Ha 0,81 0,69 0,65 0,64 0,64
Kopi Ton/Ha 0,79 0,79 0,80 0,80 0,80
Pinang Ton/Ha 0,45 0,60 0,47 0,47 0,47
Sagu Ton/Ha 1,76 1,35 1,75 1,75 1,75
Sumber: Dinas Pertanian Kabupapten Siak Tahun 2018-2022

Berdasarkan tabel diatas, maka terlihat jelas bahwa perkebunan kelapa sawit

menjadi potensi yang dapat diunggulkan dalam wilayah Kabupaten Siak. Kelapa

sawit menjadi komoditas terbesar yang berkembang pesat dari dari tahun

ketahunnya. Hal ini dikarenakan adanya pengembangan perkebunan dengan

berbagai macam pola. Ada pola perusahaan swasta yang menanamkan modalnya

untuk pembukaan lahan perkebunan baru, ada pola kemitraan, pola inti plasma, dan

pola swadaya.

100
5 BAB V
HASIL DAN ANALISIS

5.1 Hasil Identifikasi Tingkat Kekritisan Lahan Di Kabupaten Siak

5.1.1 Penutupan Lahan

Penutupan lahan memiliki pengertian yang berbeda dengan penggunaan

lahan. Lillesand dan Kiefer (1990) mendifinisikan penutupan lahan sebagai suatu

istilah yang berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi

sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan

tertentu.

Berdasarkan kondisi eksisting penutupan lahan di Kabupaten Siak Tahun

2020. Untuk lebih detail dapat dilihat pada tabel 5.1 hasil identifikasi yang

diperoleh penutupan lahan sebagai berikut:

Tabel 5.1 Hasil Identifikasi Kondisi Eksisting Penutupan Lahan Kabupaten


Siak
No Penutupan Lahan Luas (Ha) Persentasi (%)
1 Badan Air 8081,26 1,03
2 Belukar 1843,72 0,23
3 Belukar Rawa 41796,79 5,30
4 Hutan Lahan Kering Sekunder 1421,66 0,18
5 Hutan Mangrove Sekunder 661,16 0,08
6 Hutan Rawa Primer 390,63 0,05
7 Hutan Rawa Sekunder 153481,42 19,48
8 Hutan Tanaman 155477,59 19,73
9 Pemukiman 11669,30 1,48
10 Perkebunan 260656,43 33,08
11 Pertambangan 16074,97 2,04
12 Pertanian Lahan Kering 12663,60 1,61
13 Pertanian Lahan Kering Campur 75020,99 9,52
14 Rawa 1949,94 0,25
15 Sawah 13937,63 1,77
16 Tanah Terbuka 32741,38 4,16
17 Transmigrasi 87,08 0,01
Total 787955,55 100,00
Sumber: Hasil Analisis, 2022

101
Hasil Identifikasi Kondisi Eksisting Penutupan Lahan Di
Kabupaten Siak Tahun 2020
300000
260656,43

250000

200000
153481,42155477,59
150000

100000 75020,99
41796,79
32741,38
50000 16074,97 12663,6 13937,63
8081,26 11669,3
1,03 1843,72
0,23 5,3 1421,66
0,18 661,16
0,08 390,63
0,05 19,48 19,73 1,48 33,08 2,04 1,61 9,52 1949,94
0,25 1,77 4,16 87,08
0,01
0

Luas (Ha) Persentasi (%)

Gambar 5.1 Diagram Hasil Identifikasi Kondisi Eksisting Penutupan Lahan


Kabupaten Siak
Sumber: Hasil Analisis, 2022

Berdasarkan hasil identifikasi kondisi eksisting penutupan lahan diatas,

setiap tipe penutupan lahan memiliki karakteristik yang berbeda. Penutupan lahan

yang terbesar yakni perkebunan sebesar 260.656,43 ha dan merupakan 33,08% dari

presentasi luas keseluruhan penutupan lahan di Kabupaten Siak. Penutupan lahan

transmigrasi merupakan penutupan lahan yang terkecil yakni mempunyai luas

keseluruhan sebesar 87,08 ha dengan presentase 0,01% dari luas keseluruhan

penutupan lahan di Kabupaten Siak.

Untuk penutupan lahan disetarakan menjadi lima klasifikasi yang terdiri

dari penutupan lahan badan air termasuk didalamnya yaitu; badan air dan rawa.

Penutupan lahan hutan alam termasuk didalamnya yaitu; hutan rawa primer, hutan

lahan kering sekunder, hutan mangrove sekunder, dan hutan rawa sekunder.

Penutupan lahan hutan produksi termasuk didalamnya yaitu; hutan tanamanan.

Penutupan lahan perkebunan/ sawah termasuk didalamnya yaitu; perkebunan,

pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, dan sawah. Penutupan lahan

102
semak belukar/ permukiman termasuk didalamnya yaitu; tanah terbuka, belukar,

belukar rawa, permukiman, transmigrasi dan pertambangan.

Informasi penutupan lahan tersebut kemudian dinilai berdasarkan

persentase penutupan lahan yang dibagi menjadi beberapa kelas sesuai dengan

ketentuan yang tertuang pada dokumen Peraturan Direktur Jenderal Bina

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial No P.4/V-set/2013.

Secara rinci luasan penutupan lahan dapat dilihat pada tabel 5.2 dibawah ini:

Tabel 5.2 Kelas Penutupan Lahan


Penutupan Skor x Bobot Persentasi
No Kelas Skor Luas (Ha)
Lahan (50) (%)
Sangat
1 Hutan Alam 5 250 157.904,81 20,04
Baik
Hutan
2 Baik 4 200 155.477,59 19,73
Produksi
Perkebunan
3 Sedang 3 150 362.278,66 45,98
dan Sawah
Semak
Sangat
4 Belukar dan 1 50 104.213,23 13,23
Buruk
Permukiman
5 Badan Air Tidak diklasifikasi 8.081,26 1,03
TOTAL 787.955,55 100,00
Sumber: Hasil Analisis, 2022

1,03
13,23 20,04 Hutan Alam
Hutan Produksi
45,98 19,73 Perkebunan dan Sawah
Semak Belukar dan Permukiman
Badan Air

Gambar 5.2 Diagram Kelas Penutupan Lahan


Sumber: Hasil Analisis, 2022

103
Berdasarkan tabel 5.2, diketahui penutupan lahan hutan alam berada pada

kelas sangat baik dengan luas 157.904,81 ha dengan nilai persentase 20,04%.

Penutupan lahan hutan produksi berada pada kelas baik dengan luas 155.477,59 ha

dengan nilai persentase 19,73%. Penutupan lahan perkebunan dan sawah berada

pada kelas sedang dengan luas 362.278,66 ha dengan nilai persentase 45,98%.

Dalam tabel 5.2, diketahui bahwa yang mendominasi penutupan lahan yaitu

perkebunan dan sawah sebesar 45,98% dengan klasifikasi kelas yakni sedang.

Gambar 5.2 Diagram, menunjukkan data penutupan lahan dalam bentuk diagram

chart kelas penutupan lahan. Berikut ini adalah gambar peta kelas penutupan lahan

sebagai berikut:

104
88
89
5.1.2 Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng adalah perbedaan tinggi dan jarak antara satu titik

dengan titik lainnya. Kemiringan lereng ini diperoleh dari data Digital Elevation

Model (DEM) yang telah diturunkan dari DEMNAS. Nilai kemiringan lereng

diberikan notasi dan skoring sesuai dengan yang tertuang pada dokumen Peraturan

Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial

No P.4/V-set/2013. Data spasial kemiringan lereng dapat disusun dari hasil

pengolahan data ketinggian (garis kontur) dengan bersumber pada peta topografi

atau peta rupa bumi. Pengolah data kontur untuk menghasilkan informasi

kemiringan lereng dapat dilakukan secara manual maupun dengan bantuan

komputer.

Dari hasil analisis kemiringan lereng diketahui sebaran kelas kemiringan

lereng di Kabupaten Siak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.3 Kelas Kemiringan Lereng


Kelas Skor x Persentasi
No Besaran/Deskripsi Skor Luas (Ha)
Lereng Bobot (20) (%)
1 <8% Datar 5 100 629.154,54 79,92
2 8 - 15% Landai 4 80 126.634,01 16,09
3 25 - 40% Curam 2 40 1.293,10 0,16
4 15 - 25% Agak Curam 3 60 29.133,48 3,70
5 >40% Sangat Curam 1 20 1.041,61 0,13
Total 787256,73 100,00
Sumber: Hasil Analisis, 2022

107
0,16 0,13
3,70
16,09

79,92

Datar Landai Curam Agak Curam Sangat Curam

Gambar 5.3 Diagram Persentase Kemiringan Lereng


Sumber: Hasil Analisis, 2022

Tabel 5.3 dan diagram 5.3 diatas menunjukkan bahwa kondisi kemiringan

lereng di Kabupaten Siak. Persentase besaran luas datar dengan kelas lereng

dibawah 8% yaitu sebesar 79,92% atau 629.154,54 ha. Persentase besaran luas

landai dengan kelas lereng 8-15% yaitu sebesar 16,09% atau 126.634,01 ha.

Persentase besaran curam dengan kelas lereng 25-40% yaitu sebesar 0,16% atau

1.293,10 ha. Persentase besaran agak curam dengan kelas lereng 15-25% yaitu

sebesar 3,70% atau 29.133,48 ha. Dan persentase besaran sangat curam dengan

kelas lereng >40% yaitu sebesar 0,13% atau 1.041,61 ha.

Berdasarkan persentase tersebut Kabupaten Siak menunjukkan bahwa

kondisi kemiringan lereng di dominasi oleh besaran luas datar yaitu sebesar 79,92%

atau 629.154,54 Ha. Berikut ini adalah gambar peta kelas kemiringan lereng

sebagai berikut:

108
92
5.1.3 Tingkat Bahaya Erosi

5.1.3.1 Perhitungan Indeks Erosivitas Hujan

Curah hujan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi resapan

terkait dengan volume air. Semakin besar curah hujan, maka probabilitas air yang

akan meresap juga akan semakin besar dikarenakan volume air yang tinggi dan

begitu juga sebaliknya. Data yang dibutuhkan adalah data curah hujan 10 tahun

terakhir yakni 2010-2021 untuk setiap stasiun hujan yang ada di Kabupaten Siak.

Terdapat 20 Pos stasiun pengamat hujan yang berada di Sekitar DAS yang

mengaliri Kabupaten Siak yaitu Pos Bandar Sei. Kijang, Bandara PT. RAPP, Bunga

Raya, Dayun, Kandis, Kota Gasib, Lubuk Dalam, Mempura, Merbau, Minas,

Pangkalan Kerinci, Pinggir, Pusako, Sabak Auh, Siak Kecil, Siak Sri Indrapura,

Sungai Apit, Sungai Mandau, Tapung Hilir, dan Tualang. Data dari 20 pos stasiun

pengamat ini kemudian dilakukan perhitungan curah hujan dengan memperhatikan

curah hujan dan hari hujan per tahun.

Nilai erosivitas hujan dihitung berdasarkan data curah hujan rata-rata selama

kurun waktu 10 tahun dalam satuan centimeter (cm). Nilai rata-rata curah hujan

selama 10 tahun tersebut dikalikan dengan rumus erosivitas hujan tahunan Lenvain.

Hasil tersebut dapat langsung dipetakan menggunakan metode IDW (Inverse

Distance Weighted). IDW menginterpolasi titik-titik stasiun hujan menjadi suatu

data raster dengan membagi daerah-daerah melalui garis yang memiliki nilai sama.

Sementara itu, interpolasi antar pos stasiun pengamat dilakukan menggunakan

spasial analisis dengan bantuan aplikasi ArcGIS 10.4 dengan metode perhitungan

yang dirumuskan oleh Lenvain (1989) sebagai berikut:

110
Tabel 5.4 Curah Hujan Rata-Rata Kabupaten Siak
Curah Hujan
Nama Pos Rerata Curah
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Hujan (mm)
Bunga Raya 3453.66 2416.80 4001.45 3599.69 2832.49 626.28 3460.28 3796.80 3246.50 1269.84 1864.73 1133.92 2641.87
Dayun 4299.13 1822.10 4537.26 0.00 1242.88 823.86 394.42 838.88 1542.14 955.08 1036.83 667.37 1513.33
Kandis 7973.26 0.00 0.00 481.82 246.40 369.60 755.44 846.00 797.79 525.20 388.69 222.88 1050.59
Kota Gasib 10562.58 4879.40 12156.00 1522.50 41.60 160.21 48.60 1053.65 2449.10 2271.26 2303.78 1147.68 3216.36
Lubuk Dalam 1727.88 1558.92 2975.91 1603.90 1135.26 1007.14 1995.20 1354.05 2604.80 2778.57 2878.75 1654.64 1939.58
Mempura 588.60 1898.24 863.68 495.01 318.57 28.20 665.91 45.96 2715.77 1219.00 1291.75 1173.82 942.04
Minas 359.37 2162.47 19041.40 1671.96 1693.12 2015.52 1623.07 5036.75 1455.12 2520.42 3538.31 2389.14 3625.55
Pusako 0.00 0.00 1377.43 1544.25 1401.44 353.25 0.00 0.00 1868.24 1228.45 1109.52 853.29 811.32
Sabak Auh 3961.60 2100.84 2259.81 1327.68 1817.76 1029.37 1349.34 1781.12 1915.28 1261.68 1931.49 1044.63 1815.05
Siak Sri Indrapura 15439.12 4549.65 1591.00 70.65 4.68 736.00 1109.59 569.59 1109.59 396.64 1044.34 887.86 2292.39
Sungai Apit 0.00 431.31 802.56 1203.60 1035.30 638.51 778.05 976.00 1539.14 1501.18 2457.56 1582.56 1078.81
Sungai Mandau 2484.60 5712.30 4818.44 82.80 0.00 0.00 0.00 2376.90 2652.48 2142.94 3303.84 1539.32 2092.80
Tualang 704.48 2339.82 2615.13 3325.68 2347.68 463.55 840.07 2011.78 1827.76 1227.76 2442.78 1695.00 1820.12
Bandar Sei. Kijang 0.00 1279.44 1143.80 1596.87 2277.00 761.12 843.54 441.00 2504.78 1912.56 1782.99 1288.00 1319.26
Bandara PT. RAPP 5175.08 4821.01 5555.60 3839.55 3934.21 2651.35 5807.45 3755.88 3651.43 2976.27 3456.16 936.35 3880.03
Merbau 0.00 0.00 0.00 0.00 1062.90 874.16 1627.78 1716.50 2080.14 1801.09 2956.06 1256.10 1114.56
Pangkalan Kerinci 0.00 2456.16 2493.92 1195.92 716.26 1226.82 2783.32 1448.16 1268.46 2306.72 2606.03 1226.92 1644.06
Pinggir 346.27 1458.40 1775.61 729.30 875.61 570.31 523.26 4253.34 2390.68 1287.19 2700.66 1173.48 1507.01
Siak Kecik 680.90 1567.87 682.50 1037.33 473.82 3.24 248.40 0.00 2310.82 1768.50 2047.32 1143.02 996.98
Tapung Hilir 742.71 1709.40 3675.86 3048.64 0.00 1375.08 0.00 212.35 0.00 0.00 0.00 502.43 938.87
Sumber: BMKG Provinsi Riau, Tahun 2021

111
Hasil dari perhitungan ini kemudian dianalisis untuk memperoleh indeks

erosivitas curah hujan dari tahun 2010-2021. Hasil nilai erosivitas hujan dengan

rumus Lenvain dalam satuan ton/ha/tahun.

Tabel 5.5 Indeks Erosivitas Curah Hujan


Rerata Curah Erosivitas Koordinate (Pos Hujan)
No Kecamatan Hujan Hujan
(Cm/Tahun) (ton/ha/tahun) X Y
1. Bandar Sei. Kijang 131,926 1690,6 101,642647 0,438762
2. Bandara PT. RAPP 388,003 7331,76 102,092743 0,51635
3. Bunga Raya 264,187 4347,02 102,07423 0,96079
4. Dayun 151,333 2037,52 101,6667 0,8333
5. Kandis 105,059 1240,34 101,3667 0,75
6. Kota Gasib 321,636 5680,78 101,751823 0,717526
7. Lubuk Dalam 193,958 2855,45 101,774912 0,612476
8. Mempura 94,204 1069,37 102,048454 0,768333
9. Merbau 111,456 1344,17 102,43528 1,0517
10. Minas 362,555 6685,61 101,3667 0,8333
11. Pangkalan Kerinci 164,406 2280,55 101,82198 0,37791
12. Pinggir 150,701 2025,96 101,2661 1,17388
13. Pusako 81,132 872,76 102,111607 1,01786
14. Sabak Auh 181,505 2609,04 102,129536 1,146278
15. Siak Kecik 99,698 1155,06 102,137037 1,215006
16. Siak Sri Indrapura 229,239 3584,14 102,01438 0,82396
17. Sungai Apit 107,881 1285,87 102,148811 1,108929
18. Sungai Mandau 209,280 3166,52 101,74839 1,105496
19. Tapung Hilir 93,887 1064,48 101,1885278 0,738055556
20. Tualang 182,012 2618,96 101,8167 0,9833
Sumber: Hasil Analisis, 2022

Tabel 5.5 diatas menunjukkan bahwa indeks erosivitas hujan di Kabupaten

Siak rata-rata curah hujan selama kurun waktu 10 tahun terakhir dari tahun 2010

sampai dengan tahun 2021. Dapat diketahui bahwa erosivitas hujan rata-rata yang

paling tinggi terdapat dipos pemantau Bandara PT. RAPP yaitu sekitar 388,003

cm/tahun, memiliki nilai erosivitas curah hujan tertinggi sebesar 7.331

ton/ha/tahun. Sedangkan curah hujan rata-rata yang terendah berada dipos

pemantau Pusako yaitu sekitar 81,132 cm/tahun, memiliki nilai erosivitas curah

hujan terendah sebesar 872,76 ton/ha/tahun.

112
95
5.1.3.2 Perhitungan Indeks Erodibilitas Tanah

Tabel 5.6 Indeks Erodibilitas Tanah


No Jenis Tanah K Luas (Ha) Persentasi (%)
1. Aluvial 0,468 86.233,33 10,96
2. Latosol Merah Kekuningan 0,061 59.941,98 7,62
3. Litosol 0,075 11.025,70 1,40
4. Organosol 0,46 405.002,11 51,49
5. Podsol 0,107 5.696,32 0,72
6. Podsolik 0,166 306,24 0,04
7. Podsolik Merah 0,166 213.987,29 27,21
8. Tubuh Air 0 4.320,78 0,55
Jumlah Total 786.513,75 100,00
Sumber: Hasil Analisis, 2022

Tabel 5.6 menunjukkan indeks erodibilitas tanah dengan persentase luas

yaitu sebesar 786.512,75 ha. Jenis tanah dalam indeks erodibilitas tanah terdiri dari

jenih tanah aluvial sebesar 0,468 dengan luas 86.233,33 ha dengan nilai persentase

10,96%. Jenis tanah latosol merah kekuningan sebesar 0,061 dengan luas 59.941,98

ha dengan nilai persentase 7,62%. Jenis tanah litosong sebesar 0,075 dengan luas

11.025,70 ha dengan nilai persentase 1,40%. Jenis tanah organosol sebesar 0,46

dengan luas 405.002,11 ha dengan nilai persentase 51,49%. Jenis tanah podsol

sebesar 0,107 dengan luas 6.696,32 ha dengan nilai persentase 0,72%. Jenis tanah

podsolik sebesar 0,166 dengan luas 306,24 ha dengan nilai persentase 0,04%. Jenis

tanah podsolik merah sebesar 0,166 dengan luas 213.987,29 ha dengan nilai

persentase 27,21%. dan jenis tanah tubuh air sebesar 0 dengan luas 4.320,78 ha

dengan nilai persentase 0,55%. Sehubungan dengan hal tersebut, maka Indeks

erodibilitas tanah Kabupaten Siak yaitu berkisar antara 0,46 sampai dengan 0,468.

Berikut ini adalah gambar peta indeks erodibilitas tanah:

114
98
5.1.3.3 Perhitungan Indeks Kemiringan Lereng

Tabel 5.7 Indeks Kemiringan Lereng


Kemiringan
No Kelas LS Luas (Ha) Persentasi (%)
Lereng
1 Datar <8% 0,4 629.154,54 79,92
2 Landai 8 - 15% 1,4 126.634,01 16,09
3 Agak Curam 15 - 25% 3,1 29.133,48 3,70
4 Curam 25 - 40% 6,8 1.293,10 0,16
5 Sangat Curam >40% 9,5 1.041,61 0,13
Jumlah Total 787.256,73 100,00
Sumber: Hasil Analisis, 2022

Tabel 5.7 menunjukkan indeks kemiringan lereng dengan persentase luas

787.256,73 Ha. Berdasarkan indeks kemiringan lereng kelas datar dengan hasil nilai

skoring 0,4 dengan kemiringan lereng dibawah 8% dengan luas lahan 629.154,54

ha dengan nilai persentase 79,92%. Indeks kemiringan lereng kelas landai dengan

hasil nilai skoring 1,4 dengan kemiringan lereng diantara 8-15% dengan luas lahan

126.634,01 ha dengan nilai persentase 16,09%. Indeks kemiringan lereng kelas

agak curam dengan hasil nilai skoring 3,1 dengan kemiringan lereng antara 15-25%

dengan luas lahan 29.133,48 ha dengan nilai persentase 3,70%. Indeks kemiringan

lereng kelas curam dengan hasil nilai skoring 6,8 dengan kemiringan lereng antara

25-40% dengan luas lahan 1.293,10 ha dengan nilai persentase 0,16% dan indeks

kemiringan lereng kelas sangat curam dengan hasil nilai skoring 9,5 dengan

kemiringan lereng diatas 40% dengan luas lahan 1.041,61 ha dengan nilai

persentase 0,13%. Sehubungan dengan hal tersebut, maka indeks kemiringan lereng

dengan hasil nilai skoring diantara 0,4 sampai dengan 9,5. Berikut ini adalah

gambar peta kemiringan lereng:

116
101
5.1.3.4 Perhitungan Indeks Tutupan Lahan

Tabel 5.8 Indeks Tutupan Lahan dan Perlakukan Konservasi Tanah


No Penutupan Lahan CP Luas (Ha) Persentasi (%)
1 Badan Air 0,01 8081,26 1,03
2 Belukar 0,3 1843,72 0,23
3 Belukar Rawa 0,3 41796,79 5,30
4 Hutan Lahan Kering Sekunder 0,001 1421,66 0,18
5 Hutan Mangrove Sekunder 0,001 661,16 0,08
6 Hutan Rawa Primer 0,001 390,63 0,05
7 Hutan Rawa Sekunder 0,001 153481,42 19,48
8 Hutan Tanaman 0,001 155477,59 19,73
9 Pemukiman 1 11669,30 1,48
10 Perkebunan 0,5 260656,43 33,08
11 Pertambangan 1 16074,97 2,04
12 Pertanian Lahan Kering 0,5 12663,60 1,61
13 Pertanian Lahan Kering Campur 0,5 75020,99 9,52
14 Rawa 0,01 1949,94 0,25
15 Sawah 0,01 13937,63 1,77
16 Tanah Terbuka 4,2 32741,38 4,16
17 Transmigrasi 1 87,08 0,01
Jumlah Total 787955,55 100,00
Sumber: Hasil Analisis, 2022

Tabel 5.8 menunjukkan indeks tutupan lahan dan perlakukan konservasi

tanah dengan persentase luas sebesar 787.955,55 Ha. Jenis tutupan lahan badan air,

rawa, dan sawah dengan hasil nilai yaitu 0,01. Belukar, belukar rawa dengan hasil

nilai yaitu 0,3. Lahan kering sekunder, hutan mangrove sekunder, hutan rawa

primer, dan hutan rawa sekunder dengan hasil nilai yaitu 0,001. Perkebunan,

pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur dengan hasil nilai yaitu 0,5.

Permukiman, pertambangan, dan transmigrasi dengan hasil nilai yaitu 1 dan jenis

tutupan lahan tanah terbuka dengan hasil nilai yaitu 4,2. Sehubungan dengan hal

tersebut, maka indeks tutupan lahan dan perlakukan konservasi tanah berada pada

nilai skoring kisaran antara 0,001 sampai dengan 4,2. Berikut ini adalah gambar

peta indeks tutupan lahan:

118
103
5.1.3.5 Hasil Analisis Pengolahan Tingkat Bahaya Erosi
Tabel 5.9 Tingkat Bahaya Erosi
Jumlah
Kelas Tingkat Skor x Persentasi
No Erosi Skor Luas (Ha)
Bahaya Erosi Bobot (20) (%)
(ton/ha/th)
1 Sangat Ringan 0-15 5 100 334520,11 42,63
2 Ringan 15-60 4 80 81261,64 10,35
3 Sedang 60-180 3 60 284226,23 36,22
4 Berat 180-480 2 40 73474,08 9,36
5 Sangat Berat >480 1 20 11304,67 1,44
Total 784786,73 100,00
Sumber: Hasil Analisis, 2022

10,35

42,63

36,22

9,36

1,44

Ringan Sedang Berat Sangat Berat Sangat Ringan

Gambar 5.4 Diagram Persentase Tingkat Bahaya Erosi


Sumber: Hasil Analisis, 2022

Terjadinya erosi akan menyingkap tanah lapisan bawah karena lapisan

bawah memiliki tingkat kesuburan yang lebih rendah daripada lapisan atasnya.

Proses ini menyebabkan berkurangnya luas tanah subur. Tabel 5.8 dan gambar 5.4

menunjukkan bahwa tingkat bahaya erosi dengan tingkat sangat ringan berpotensi

besar terjadi pada luas lahan 334.520,11 Ha dengan nilai persentase 42,63%.

Tingkat bahaya erosi dengan tingkat sedang dengan luas lahan 284226,23 ha

dengan nilai persentase 36,22%. Tingkat bahaya erosi dengan tingkat ringan dengan

luas 81261,64 Ha dengan nilai persentase 10,35%. Tingkat bahaya erosi dengan

120
tingkat berat dengan luas lahan 73474,08 ha dengan nilai persentase 9,36%. Tingkat

bahaya erosi sangat berat dengan luas lahan 11304,67 Ha dengan nilai persentase

1,44% dari luas total persentase tingkat bahaya erosi. Selain itu, tingkat bahaya

erosi terjadi bisa juga disebabkan oleh banyaknya penggunaan lahan yang tidak

memperhatikan aspek konservasi dan kelestarian lahan. Berikut ini adalah gambar

peta tingkat bahaya erosi sebagai berikut:

121
104
5.1.4 Produktivitas

Data produktivitas merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk

menilai kekritisan lahan di kawasan budidaya untuk usaha pertanian. Data ini

merupakan data atribut yang kemudian dispasialkan dengan satuan unit pemetaan

penutupan lahan. Produktivitas lahan merupakan salah satu ukuran yang

menunjukkan apakah lahan atau kawasan yang diusahakan untuk pertanian itu

masih memenuhi daya dukungnya sehingga memberikan hasil yang optimal.

Meskipun produksi tanaman pada suatu bidang tanah dapat dicapai dengan

pemupukan yang tepat dan perbaikan sifat-sifat tanah (Arsyad, 2006).

Produktivitas pertanian hanya dinilai pada tutupan lahan berupa pertanian

lahan kering, pertanian lahan kering campur, sawah, ladang/ tegalan, dengan

masing-masing komoditi pertanian berupa alpukat, anggur, apel, belimbing, buah

naga, duku/langsat, durian, jambu air, jambu biji, jeruk lemon, jeruk pamelo, jeruk

siam/keprok, lengkeng, mangga, manggis, nenas, nangka/ cempedak, pepaya,

pisang, rambutan, salak, sawo, sirsak, sukun, melinjo, petai dan jengkol (Dinas

Pertanian Kabupaten Siak, 2022).

Produktivitas dalam penentuan lahan kritis dibagi menjadi 5 kelas yaitu:

sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Produktivitas dianalisis

dari hasil komoditi pertanian untuk tiap kecamatan di Kabupaten Siak. Berikut ini

adalah hasil analisis tingkat produktivitas beserta luasannya dapat dilihat pada tabel

5.10 dibawah ini:

123
Tabel 5.10 Produktivitas

Besaran
Persentasi Skor x Persentasi
No Kecamatan Produktivitas Kelas Besaran/Deskripsi Skor Luas (Ha)
(%) Bobot (30) Luas Ha (%)
(Ton/Ha)

Rasio Terhadap Produksi


Sangat
1 Bunga Raya 657,00 1,41 Komoditi Umum Optimal Pada 1 30 9875,33 9,72
Rendah
Pengelolaan Tradisional: <20%

Rasio Terhadap Produksi


Sangat
2 Dayun 455,90 0,98 Komoditi Umum Optimal Pada 1 30 3991,28 3,92
Rendah
Pengelolaan Tradisional: <20%

Rasio Terhadap Produksi


Sangat
3 Kandis 726,06 1,56 Komoditi Umum Optimal Pada 1 30 14090,11 13,87
Rendah
Pengelolaan Tradisional: <20%

Rasio Terhadap Produksi


Sangat
4 Kerinci Kanan 493,19 1,06 Komoditi Umum Optimal Pada 1 30 400,97 0,39
Rendah
Pengelolaan Tradisional: <20%

Rasio Terhadap Produksi


Sangat
5 Koto Gasib 862,44 1,86 Komoditi Umum Optimal Pada 1 30 3770,23 3,71
Rendah
Pengelolaan Tradisional: <20%

124
Besaran
Persentasi Skor x Persentasi
No Kecamatan Produktivitas Kelas Besaran/Deskripsi Skor Luas (Ha)
(%) Bobot (30) Luas Ha (%)
(Ton/Ha)

Rasio Terhadap Produksi


Sangat
6 Lubuk Dalam 518,20 1,12 Komoditi Umum Optimal Pada 1 30 16,77 0,01
Rendah
Pengelolaan Tradisional: <20%

Rasio Terhadap Produksi


Sangat
7 Mempura 1324,94 2,85 Komoditi Umum Optimal Pada 1 30 3681,00 3,62
Rendah
Pengelolaan Tradisional: <20%

Rasio Terhadap Produksi


Sangat
8 Minas 891,82 1,92 Komoditi Umum Optimal Pada 1 30 13518,69 13,30
Rendah
Pengelolaan Tradisional: <20%

Rasio Terhadap Produksi


Sangat
9 Pusako 820,13 1,76 Komoditi Umum Optimal Pada 1 30 5224,92 5,14
Rendah
Pengelolaan Tradisional: <20%

Rasio Terhadap Produksi


Sangat
10 Sabak Auh 873,04 1,88 Komoditi Umum Optimal Pada 1 30 2009,53 1,97
Rendah
Pengelolaan Tradisional: <20%

Rasio Terhadap Produksi


Sangat
11 Siak 1765,67 3,80 Komoditi Umum Optimal Pada 1 30 8829,27 8,69
Rendah
Pengelolaan Tradisional: <20%

125
Besaran
Persentasi Skor x Persentasi
No Kecamatan Produktivitas Kelas Besaran/Deskripsi Skor Luas (Ha)
(%) Bobot (30) Luas Ha (%)
(Ton/Ha)
Rasio Terhadap Produksi
Komoditi Umum Optimal Pada
12 Sungai Apit 35098,77 75,53 Tinggi 4 120 14412,89 14,18
Pengelolaan Tradisional: 61 -
80%

Rasio Terhadap Produksi


Sungai Sangat
13 824,09 1,77 Komoditi Umum Optimal Pada 1 30 9528,19 9,37
Mandau Rendah
Pengelolaan Tradisional: <20%

Rasio Terhadap Produksi


Sangat
14 Tualang 1159,66 2,50 Komoditi Umum Optimal Pada 1 30 12235,70 12,04
Rendah
Pengelolaan Tradisional: <20%

Total Besaran
Produktivitas 46471 100,00 101584,95 100,00
Komoditi Umum
Sumber: Hasil Analisis, 2022

126
3,09 4,55

13,96
16,08
10,12
0,46
4,3
13,09 4,2

8,35 15,42 0,02


5,96

0,4

Bunga Raya Dayun Kandis Kerinci Kanan Koto Gasib


Lubuk Dalam Mempura Minas Pusako Sabak Auh
Siak Sungai Apit Sungai Mandau Tualang

Gambar 5.5 Diagram Produktivitas


Sumber: Hasil Analisis, 2022

Tabel 5.9 dan gambar 5.5 menunjukkan, produktivitas di Kabupaten Siak

untuk tiap masing-masing kecamatan. Tingkat produktivitas di Kabupaten Siak tiap

kecamatan hanya 1 tingkat produktivitas tinggi yaitu di Kecamatan Sungai Apit,

dan tingkat produktivitas sangat rendah yaitu di seluruh kecamatan di Kabupaten

Siak terkecuali Kecamatan Sungai Apit. Produktivitas termasuk kategori tinggi

dilihat dari luasan yang mendominasi Kecamatan Sungai Apit sebesar 35098,77 Ha

dengan nilai persentase 75,53% dengan persentase luas ha sebesar 13,09% dari luas

total kawasan budidaya Kabupaten Siak. Tingat produktivitas sangat rendah

memiliki proporsi luas tertinggi kedua sebesar 7317,64 Ha dengan nilai persentase

3,80% dengan persentase luas ha sebesar 8,35%. Berikut ini adalah gambar peta

tingkat produktivitas tiap kecamatan di Kabupaten Siak sebagai berikut:

127
109
5.1.5 Pengelolaan Lahan

Pengelolaan lahan merupakan data atribut yang berisi aspek pengelolaan

terhadap suatu lahan. Pengelolaan lahan pada kawasan lindung dan kawasan

lindung diluar kawasan hutan dinilai dari aspek baik, sedang dan buruk berupa

tindakan konservasi lahan baik dan terpelihara dengan baik dan tindakan

pengamanan yang baik, tindakan konservasi lahan tidak lengkap dan tidak

terpelihara dengan baik serta tidak ada tindakan konservasi tindakan pengamanan

sangat kurang. Untuk penilaian pengelolaan lahan merujuk pada penelitian yang

dilakukan oleh Nugraha (2008).

Berdasarkan setiap jenis penutupan lahan mempunyai tindakan pengelolaan

yang sama maka penutupan lahan dalam pengelolaan lahan yaitu:

1. Hutan

Kawasan hutan dengan luas kawasan sesuai dengan hasil analisis sebesar

311.421,71 ha. Kawasan hutan masuk kedalam kelas baik dengan laus

299.491,11 ha dengan nilai persentase 96,16%, karena kawasan hutan

lindung yang berstatus hutan negara sehingga tindakan pengelolaan cukup

baik dari segi pengamanan, vegetasi yang rapat merupakan hasil dari suksesi

alami. Kawasan hutan masuk kedalam kelas sedang dengan luas 4.111,49

ha dengan nilai persentase 1,32% karena tindakan pengelolaan cukup baik

dari segi pengamanan, namun tidak terdapat tata batas, dan vegetasi yang

tidak rapat. Kawasan hutan masuk kedalam kelas buruk dengan luas

7.819,11 ha dengan nilai persentase 2,51% karena tindakan pengelolaan

buruk dari segi pengamanan, tidak terdapat tata batas, vegetasi yang tidak

rapat. Berikut adalah tabel dan gambaran kondisi eksisting hutan berikut ini:

129
Tabel 5.11 Pengelolaan Lahan Jenis Penutupan Lahan Hutan
Skor x
Persentase
Penutupan Lahan Kelas Bobot Luas (ha)
(%)
(10)
Hutan Baik 50 29.9491,11 96,16
Sedang 30 4111,49 1,32
Buruk 10 7819,11 2,51
Hutan Total 311421,72
Sumber: Hasil Analisis, 2022

Gambar 5.6 Kondisi Eksisting Kawasan Hutan


Sumber: Hasil Dokumentasi, 2022

2. Perkebunan

Luas perkebunan sesuai dengan hasil analisis sebesar 260.611,56 ha. Jika

dilihat perkebunan di Kabupaten Siak dikategorikan baik dengan luas

254237,25 ha dengan nilai persentase 97,55% karena memiliki batas yang

jelas, pengelolaannya sangat dijaga dan konservasi lahan perkebunan dilihat

dari alur parit, adanya pembuatan teras-teras, dan pengelolaan tanah yang

searah kontur sebagai tindakan konservasi lahan. Kawasan perkebunan

dikategorikan sedang dengan luas 6239,33 ha dengan nilai persentase

2,39% karena memiliki batas yang jelas, namun dalam pengelolaannya

kurang dijaga, pengelolaan tanah tidak searah kontur, tidak terdapat alur

130
parit, dan tidak ada pembuatan teras-teras sebagai tindakan konservasi.

Kawasan perkebunan dikategorikan buruk dengan luas 134,97 ha dengan

nilai persentase 0,05% karena tidak memiliki batas yang jelas,

pengelolaannya buruk, pengelolaan tanah tidak searah kontur, tidak terdapat

alur parit, dan tidak ada pembuatan teras-teras sebagai tindakan konservasi.

Berikut adalah tabel dan gambaran kondisi eksisting perkebunan sebagai

berikut:

Tabel 5.12 Pengelolaan Lahan Jenis Penutupan Lahan Perkebunan


Skor x
Persentase
Penutupan Lahan Kelas Bobot Luas (ha)
(%)
(10)
Perkebunan Baik 50 254237,25 97,55
Sedang 30 6239,33 2,39
Buruk 10 134,97 0,05
Sumber: Hasil Analisis, 2022

Gambar 5.7 Kondisi Eksisting Perkebunan


Sumber: Hasil Dokumentasi, 2022

3. Pertanian

Luas pertanian seusai dengan hasil analisis sebesar 87.650,17 ha. Kawasan

pertanian dikategorikan baik dengan luas 86.695,84 ha dengan nilai

persentase 98,91% karena masih terdapat vegetasi, alur parit, pada dasarnya

memiliki tindakan pengelolaan yang baik, dan terdapat batas area yang

131
jelas. Kawasan pertanian dikategorikan sedang dengan luas 497,07 ha

dengan nilai persentase 0,56% karena memiliki batas yang jelas, namun

dalam pengelolaannya kurang dijaga, pengelolaan tanah tidak searah

kontur, tidak terdapat alur parit, dan tidak ada pembuatan teras-teras sebagai

tindakan konservasi. Kawasan pertanian dikategorikan buruk dengan luas

457,25 ha dengan nilai persentase 0,52% karena tidak memiliki batas yang

jelas, pengelolaannya buruk, pengelolaan tanah tidak searah kontur, tidak

terdapat alur parit, dan tidak ada pembuatan teras-teras sebagai tindakan

konservasi. Berikut adalah kondisi eksisting sebagai berikut:

Tabel 5.13 Pengelolaan Lahan Jenis Penutupan Lahan Pertanian


Skor x
Persentase
Penutupan Lahan Kelas Bobot Luas (ha)
(%)
(10)
Pertanian Baik 50 86695,84223 98,91120255
Sedang 30 497,0771061 0,56711479
Buruk 10 457,2557669 0,521682662
Pertanian Total 87650,1751
Sumber: Hasil Analisis, 2022

Gambar 5.8 Kondisi Eksisting Kawasan Pertanian


Sumber: Hasil Dokumentasi, 2022

132
4. Permukiman

Luas permukiman sesuai dengan hasil analisis sebesar 11.745,45 ha.

Permukiman dikategorikan sedang hasil analisis sebesar luas 8.176,69 ha

dengan nilai persentase 69,61% karena permukiman memiliki sumur

resapan baik, permukiman yang dibangun dengan cukup rapat dan kurang

memiliki ruang terbuka hijau. Kawasan Permukiman dikategorikan buruk

hasil analisis sebesar luas 3.568,76 ha dengan nilai persentase 30,39%.

Berikut adalah tabel dan gambaran kondisi eksisting permukiman:

Tabel 5.14 Pengelolaan Lahan Jenis Penutupan Lahan Permukiman


Skor x
Persentase
Penutupan Lahan Kelas Bobot Luas (ha)
(%)
(10)
Permukiman Baik 50 - -
Sedang 30 8176,69 69,61
Buruk 10 3568,76 30,39
Permukiman Total 11745,45
Sumber: Hasil Analisis, 2022

Gambar 5.9 Kondisi Eksisting Kawasan Permukiman


Sumber: Hasil Dokumentasi, 2022

133
5. Sawah

Luas sawah sesuai dengan hasil analisis 13.934,78 ha. Sawah masuk

kedalam kategori baik dengan hasil analisis sebesar luas 8.092,64 ha dengan

nilai persentase 58,07% karena kawasan yang memiliki pengelolaan

tanaman, kurangnya batas area yang jelas dan konservasi lahan yang baik

dan pengamanannya baik. Pada dasarnya memiliki tindakan pengelolaan

yang baik dan area yang jelas. Sawah masuk kedalam kategori sedang

dengan hasil analisis sebesar luas 4.803,39 ha dengan nilai persentase

34,47% karena kawasan yang memiliki pengelolaan tanaman memiliki

batas yang jelas dan konservasi lahan kurang baik dan pengamanannya

kurang baik. Sawah masuk kedalam kategori buruk dengan hasil analisis

sebesar luas 1.038,74 ha dengan nilai persentase 7,45% karena tidak

memiliki batas yang jelas, kawasan yang memiliki pengelolaan tanaman

buruk, dan konservasi lahan kurang baik dan pengamanannya kurang baik.

Berikut adalah tabel dan gambaran kondisi eksiting sawah sebagai berikut:

Tabel 5.16 Pengelolaan Lahan Jenis Penutupan Lahan Sawah


Skor x
Persentase
Penutupan Lahan Kelas Bobot Luas (ha)
(%)
(10)
Sawah Baik 50 8092,64 58,07
Sedang 30 4803,39 34,47
Buruk 10 1038,74 7,45
Sawah Total 13934,78
Sumber: Hasil Analisis, 2022

134
Gambar 5.10 Kondisi Eksisting Sawah
Sumber: Hasil Dokumentasi, 2022

6. Semak Belukar

Luas belukar rawa sesuai dengan hasil analisis sebesar 43.635,00 ha. Semak

belukar masuk kedalam kategori baik dengan hasil analisis sebesar luas

29.352,29 ha dengan nilai persentase 67,26% karena kawasan dengan pohon

rapat atau vegetasi tinggi serta terawat baik dari segi pengelolaan tanaman

dan konservasi lahan. Semak belukar masuk kedalam kategori sedang

dengan hasil analisis sebesar luas 13.983,55 ha dengan nilai persentase

32,04% karena kawasan dengan pohon jarang atau vegetasi rendah serta

tidak terawat baik dari segi pengelolaan tanaman dan konservasi lahan.

Semak belukar masuk kedalam kategori buruk dengan hasil analisis sebesar

luas 299,16 ha dengan nilai persentase 0,68% karena kawasan dengan tidak

terdapat pohon atau tidak terdapat vegetasi serta tidak terawat baik dari segi

pengelolaan tanaman dan konservasi lahan. Berikut adalah tabel dan

gambaran kondisi eksisting semak belukar sebagai berikut:

135
Tabel 5.17 Pengelolaan Lahan Jenis Penutupan Lahan Semak Belukar
Skor x
Persentase
Penutupan Lahan Kelas Bobot Luas (ha)
(%)
(10)
Semak Belukar Baik 50 29352,29 67,26
Sedang 30 13983,55 32,04
Buruk 10 299,16 0,68
Semak Belukar Total 43635,00
Sumber: Hasil Analisis, 2022

Gambar 5.11 Kondisi Eksisting Semak Belukar


Sumber: Hasil Dokumentasi, 2022

7. Lahan Terbuka

Luas lahan terbuka sesuai dengan hasil analisis sebesar 48.814, 08 ha. Lahan

terbuka masuk kedalam kategori buruk dengan hasil analisis sebesar luas

48.814,08 ha dengan nilai perentase 100% karena kawasan yang tidak

memiliki tindakan konservasi lahan atau lahan yang tidak dirawat, dan pada

dasarnya tidak memiliki pengelolaan yang tidak baik. Berikut adalah tabel

dan gambaran kondisi eksisting sebagai berikut:

Tabel 5.18 Pengelolaan Lahan Jenis Penutupan Lahan Lahan Terbuka


Skor x
Persentase
Penutupan Lahan Kelas Bobot Luas (ha)
(%)
(10)
Lahan Terbuka Baik 50 - -
Sedang 30 - -
Buruk 10 48814,08 100
Lahan Terbuka Total 48814,0872
Sumber: Hasil Analisis, 2022

136
Gambar 5.12 Kondisi Eksisting Lahan Terbuka
Sumber: Hasil Dokumentasi, 2022

Tabel 5.19 Pengelompokkan Kelas Pengelolaan Lahan


Skor x
Persentase
No Penutupan Lahan Kelas Bobot Luas (ha)
(%)
(10)
1. Hutan Baik 50 299491,11 96,16
Sedang 30 4111,49 1,32
Buruk 10 7819,11 2,51
Hutan Total 311421,72
2. Lahan Terbuka Baik 50 - -
Sedang 30 - -
Buruk 10 48814,08 100
Lahan Terbuka Total 48814,08
3. Perkebunan Baik 50 254237,25 97,55
Sedang 30 6239,33 2,39
Buruk 10 134,97 0,05
Perkebunan Total 260611,56
4. Permukiman Baik 50 - -
Sedang 30 8176,69 69,61
Buruk 10 3568,76 30,38
Permukiman Total 11745,45
5. Pertanian Baik 50 86695,84 98,91
Sedang 30 497,07 0,56
Buruk 10 457,25 0,52
Pertanian Total 87650,17
6. Sawah Baik 50 8092,64 58,07
Sedang 30 4803,39 34,47
Buruk 10 1038,74 7,45
Sawah Total 13934,78
7. Semak Belukar Baik 50 29352,29 67,26
Sedang 30 13983,55 32,04
Buruk 10 299,16 0,68
Semak Belukar Total 43635,00

137
Skor x
Persentase
No Penutupan Lahan Kelas Bobot Luas (ha)
(%)
(10)
8. Tidak Di
Klasifikasikan 10030,07 100
Tidak Di Klasifikasikan Total 10030,07
Grand Total 787842,87
Sumber: Hasil Analisis, 2022

Kelas pengelolaan yang mendominasi di Kabupaten Siak adalah kelas

pengelolaan baik dengan luas 677.869,14 ha dengan nilai persentase 86,04%,

kelas pengelolaan buruk dengan luas 62.132,10 ha dengan nilai persentase

7,88%, kelas pengelolaan sedang dengan luas 37.811,55 ha dengan nilai

persentase 4,79%, dan penutupan lahan yang tidak termasuk di klasifikasikan

dengan luas 10.030,07 ha dengan nilai persentase 1,27%.

138
113
5.2 Analisis Tingkat Kekritisan Lahan Di Kabupaten Siak

Metode penilaian lahan kritis mengacu pada definisi lahan kritis yaitu

sebagai lahan yang telah mengalami kerusakan, sehingga kehilangan atau

berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau diharapkan baik yang

berada di dalam maupun diluar kawasan hutan. Sasaran penilaian adalah lahan-

lahan dengan fungsi lahan yang ada kaitannya dengan kegiatan reboisasi dan

penghijauan, yaitu fungsi kawasan lindung bagi hutan lindung dan fungsi lindung

di luar kawasan hutan, serta fungsi kawasan budidaya untuk usaha pertanian.

Berdasarkan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan

Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial No. P. 4/V-SET/2013 tentang

Petunjuk Teknis Penyusunanan Data Spasial Lahan Kritis. Analisis tingkat

kekritisan lahan menurut ketentuan peraturan terdapat pada 3 kawasan yaitu

kawasan budidaya pertanian, kawasan hutan lindung dan kawasan lindung diluar

kawasan hutan termasuk didalamnya sempadan pantai, sempadan sungai, tubuh air

yang tertuang dalam Undang-undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang). Pemetaan kekritisan lahan dilakukan dengan overlay semua parameter

(penutupan lahan, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi, produktivitas lahan dan

pengelolaan lahan). Pembobotan nilai berbeda-beda sesuai dengan peranan masing-

masing parameter dalam terbentuknya kekritisan lahan. hasil overlay akan

mempunyai nilai hasil penggabungan dari beberapa parameter yang digunakan

(Nugroho, 2008).

5.2.1 Kawasan Budidaya Pertanian

Kawasan budidaya pertanian terdapat beberapa kawasan yang diperuntukan

untuk budidaya pertanian disetarakan dengan kawasan industri, kawasan

140
pengelolaan limbah terpadu, kawasan perikanan budidaya, kawasan perkebunan,

kawasan permukiman perdesaan, kawasan permukiman perkotaan, kawasan

pertambangan minyak dan kawasan tanaman pangan.

Berdasarkan hasil identifikasi tingkat kekritisan lahan di kawasan budidaya

pertanian di Kabupaten Siak. Berdasarkan hasil analisis melalui overlay semua

variabel tingkat kekritisan lahan (kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi,

produktivitas lahan, dan pengelolaan lahan). Berikut ini adalah tabel analisis tingkat

kekritisan lahan di kawasan budidaya pertanian menurut kecamatan di Kabupaten

Siak. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.20 Analisis Tingkat Kekritisan Lahan Kawasan Budidaya Pertanian


Tingkat Total Total Luas
No Kecamatan Persentase (%)
Kekritisan Lahan Skor (Ha)

1. Bunga Raya Sangat Kritis 100-200 0,15 0,001


Kritis 220-260 1107,80 7,435
Agak Kritis 280-350 3798,34 25,492
Potensial Kritis 360-420 4162,36 27,935
Tidak Kritis 430-520 5831,52 39,137
Bunga Raya Total 14900,17 100
2. Dayun Sangat Kritis 100-200 178,08 0,485
Kritis 220-260 1843,90 5,022
Agak Kritis 280-350 2497,76 6,803
Potensial Kritis 360-420 31411,33 85,557
Tidak Kritis 430-520 782,64 2,132
Dayun Total 36713,72 100
3. Kandis Sangat Kritis 100-200 572,31 1,217
Kritis 220-260 2913,94 6,196
Agak Kritis 280-350 10238,51 21,772
Potensial Kritis 360-420 32065,74 68,187
Tidak Kritis 430-520 1235,72 2,628
Kandis Total 47026,22 100
4. Kerinci Kanan Sangat Kritis 100-200 312,31 0,980
Kritis 220-260 2096,55 6,576
Agak Kritis 280-350 4219,30 13,234
Potensial Kritis 360-420 25050,62 78,571
Tidak Kritis 430-520 204,17 0,640
Kerinci Kanan Total 31882,94 100
5. Koto Gasib Sangat Kritis 100-200 179,17 0,467
Kritis 220-260 2454,58 6,401

141
Tingkat Total Total Luas
No Kecamatan Persentase (%)
Kekritisan Lahan Skor (Ha)

Agak Kritis 280-350 10555,48 27,528


Potensial Kritis 360-420 23296,77 60,757
Tidak Kritis 430-520 1858,49 4,847
Koto Gasib Total 38344,49 100
6. Lubuk Dalam Sangat Kritis 100-200 421,77 2,203
Kritis 220-260 774,32 4,044
Agak Kritis 280-350 7192,61 37,564
Potensial Kritis 360-420 10758,71 56,189

Lubuk Dalam Total 19147,40 100


7. Mempura Sangat Kritis 100-200 17,32 0,089
Kritis 220-260 1342,18 6,907
Agak Kritis 280-350 1371,72 7,059
Potensial Kritis 360-420 15444,72 79,475
Tidak Kritis 430-520 1257,39 6,470
Mempura Total 19433,32 100
8. Minas Sangat Kritis 100-200 8124,66 30,402
Kritis 220-260 3838,71 14,364
Agak Kritis 280-350 4916,87 18,399
Potensial Kritis 360-420 7025,56 26,289
Tidak Kritis 430-520 2818,27 10,546
Minas Total 26724,07 100
9. Pusako Sangat Kritis 100-200 61,44 0,640
Kritis 220-260 1668,85 17,382
Agak Kritis 280-350 1221,24 12,720
Potensial Kritis 360-420 5298,97 55,191
Tidak Kritis 430-520 1350,62 14,067
Pusako Total 9601,12 100
10. Sabak Auh Sangat Kritis 100-200 16,61 0,222
Kritis 220-260 630,40 8,437
Agak Kritis 280-350 272,85 3,652
Potensial Kritis 360-420 6532,12 87,426
Tidak Kritis 430-520 19,60 0,262
Sabak Auh Total 7471,57 100
11. Siak Sangat Kritis 100-200 224,12 1,435
Kritis 220-260 2518,04 16,128
Agak Kritis 280-350 577,57 3,699
Potensial Kritis 360-420 10332,02 66,175
Tidak Kritis 430-520 1961,49 12,563
Siak Total 15612,65 100
12. Sungai Apit Sangat Kritis 100-200 819,51 1,795
Kritis 220-260 5034,98 11,026
Agak Kritis 280-350 11222,05 24,575
Potensial Kritis 360-420 11366,62 24,892
Tidak Kritis 430-520 17221,02 37,712
Sungai Apit Total 45664,18 100

142
Tingkat Total Total Luas
No Kecamatan Persentase (%)
Kekritisan Lahan Skor (Ha)

13. Sungai Mandau Sangat Kritis 100-200 46,73 0,307


Kritis 220-260 380,37 2,497
Agak Kritis 280-350 2280,20 14,966
Potensial Kritis 360-420 11185,15 73,413
Tidak Kritis 430-520 1343,54 8,818
Sungai Mandau Total 15235,99 100
14. Tualang Sangat Kritis 100-200 1617,43 6,363
Kritis 220-260 1174,36 4,620
Agak Kritis 280-350 7246,99 28,509
Potensial Kritis 360-420 15076,05 59,308
Tidak Kritis 430-520 305,28 1,201
Tualang Total 25420,10 100
Grand Total 353178,55
Sumber: Hasil Analisis, 2022

Tabel 5.20 hasil perhitungan penilaian lahan kritis pada kawasan budidaya

pertanian menunjukkan tingkat kekritisan lahan potensial kritis, yaitu dengan luas

sebesar 209.006,74 ha atau nilai persentase 59,18%, kedua adalah tingkat kekritisan

lahan agak kritis, yaitu dengan luas sebesar 67.611,49 ha atau nilai persentase

19,14%, ketiga adalah tingkat kekritisan lahan tidak kritis, yaitu dengan luas

sebesar 36.189,55 ha atau nilai persentase 10,25%, keempat adalah tingkat

kekritisan lahan kritis, yaitu dengan luas sebesar 27.778,96 ha atau nilai persentase

7,87%, dan kelima adalah tingkat kekritisan lahan sangat kritis, yaitu dengan luas

sebesar 12.591,73 atau nilai persentase 3,57%.

Berdasarkan tabel 5.12 diatas menunjukkan bahwa dari masing-masing

setiap kecamatan di Kabupaten Siak mengenai tingkat kekritisan lahan di kawasan

budidaya pertanian diuraikan sesuai masing-masing kecamatan yakni; Kecamatan

Bunga Raya dengan tingkat kekritisan lahan didominasi oleh tidak kritis dengan

persentase 39,13%, Kecamatan Dayun dengan tingkat kekritisan lahan didominasi

oleh potensial kritis dengan persentase 85,57%, Kecamatan Kandis dengan tingkat

143
kekritisan lahan didominasi oleh potensial kritis dengan persentase 68,18%,

Kecamatan Kerinci Kanan dengan tingkat kekritisan lahan didominasi oleh

potensial kritis dengan persentase 78,57%, Kecamatan Koto Gasib dengan tingkat

kekritisan lahan didominasi oleh potensial kritis dengan persentase 60,75%,

Kecamatan Lubuk Dalam dengan tingkat kekritisan lahan didominasi oleh potensial

kritis dengan persentase 56,18%, Kecamatan Mempura dengan tingkat kekritisan

lahan didominasi oleh potensial kritis dengan persentase 79,47%, Kecamatan Minas

dengan tingkat kekritisan lahan didominasi oleh sangat kritis dengan persentase

30,40%, Kecamatan Pusako dengan tingkat kekritisan lahan didominasi oleh

potensial kritis dengan persentase 55,19%, Kecamatan Sabak Auh dengan tingkat

kekritisan lahan didominasi oleh potensial kritis dengan persentase 87,42%,

Kecamatan Siak dengan tingkat kekritisan lahan didominasi oleh potensial kritis

dengan persentase 66,17%, Kecamatan Sungai Apit dengan tingkat kekritisan lahan

didominasi oleh tidak kritis dengan persentase 37,71%, Kecamatan Sungai Mandau

dengan tingkat kekritisan lahan didominasi oleh potensial kritis dengan persentase

73,41%, dan Kecamatan Tualang dengan tingkat kekritisan lahan didominasi oleh

potensial kritis dengan persentase 59,30%. Berdasarkan pemaparan diatas

menunjukkan bahwa tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian di setiap

kecamatan di Kabupaten Siak didominasi oleh potensial kritis. Untuk lebih

detailnya dapat dilihat pada gambar peta analisis tingkat kekritisan lahan di

kawasan budidaya pertanian Kabupaten Siak dibawah ini:

144
118
5.2.2 Kawasan Hutan Lindung

Kawasan hutan lindung terdapat beberapa kawasan yang termasuk

didalamnya kawasan ekosistem mangrove, kawasan hutan lindung, suaka

margasatwa, taman hutan raya, dan taman nasional.

Berdasarkan hasil identifikasi tingkat kekritisan lahan di kawasan budidaya

pertanian di Kabupaten Siak. Berdasarkan hasil analisis melalui overlay semua

variabel tingkat kekritisan lahan (kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi,

produktivitas lahan, dan pengelolaan lahan). Berikut adalah tabel analisis tingkat

kekritisan lahan di kawasan hutan lindung di Kabupaten Siak:

Tabel 5.21 Analisis Tingkat Kekritisan Lahan Kawasan Hutan Lindung


Tingkat Total Total Luas Persentase
No Kecamatan
Kekritisan Lahan Skor (Ha) (%)
1. Dayun Sangat Kritis 100-180 634,31 2,28
Kritis 200-260 730,37 2,63
Agak Kritis 280-360 21,38 0,08
Potensial Kritis 370-450 598,97 2,16
Tidak Kritis 460-520 25808,31 92,86
Dayun Total 27793,34 100
2. Minas Kritis 200-260 1,51 0,06
Agak Kritis 280-360 176,45 7,34
Potensial Kritis 370-450 835,50 34,76
Tidak Kritis 460-520 1390,25 57,84
Minas Total 2403,70 100
3. Pusako Tidak Kritis 460-520 9,90 100
Pusako Total 9,90 100
4. Sabak Auh Potensial Kritis 370-450 23,97 100

Sabak Auh Total 23,97 100,0


5. Sungai Apit Sangat Kritis 100-180 2,53 0,06
Kritis 200-260 65,17 1,66
Agak Kritis 280-360 51,32 1,31
Potensial Kritis 370-450 89,04 2,27
Tidak Kritis 460-520 3721,90 94,71
Sungai Apit Total 3929,96 100
6. Sungai Mandau Sangat Kritis 100-180 85,19 0,22
Kritis 200-260 1374,82 3,62
Agak Kritis 280-360 1984,36 5,23
Potensial Kritis 370-450 2705,47 7,13
Tidak Kritis 460-520 31803,97 83,80

146
Tingkat Total Total Luas Persentase
No Kecamatan
Kekritisan Lahan Skor (Ha) (%)
Sungai Mandau Total 37953,81 100
Grand Total 72114,68
Sumber: Hasil Analisis, 2022

Tabel 5.21 hasil perhitungan penilaian lahan kritis pada kawasan hutan

lindung menunjukkan tingkat kekritisan lahan potensial tidak kritis, yaitu dengan

luas sebesar 62.734,32 ha atau nilai persentase 86,99%, kedua adalah tingkat

kekritisan lahan potensial kritis, yaitu dengan luas sebesar 4.252,96 ha atau nilai

persentase 5,90%, ketiga adalah tingkat kekritisan lahan agak kritis, yaitu dengan

luas sebesar 2.233,51 ha atau nilai persentase 3,10%, keempat adalah tingkat

kekritisan lahan kritis, yaitu dengan luas sebesar 2.171,87 ha atau nilai persentase

3,01%, dan kelima adalah tingkat kekritisan lahan sangat kritis, yaitu dengan luas

sebesar 722,02 ha atau nilai persentase 1,00%.

Berdasarkan tabel 5.12 diatas menunjukkan bahwa dari masing-masing

setiap kecamatan di Kabupaten Siak mengenai tingkat kekritisan lahan di kawasan

hutan lindung diuraikan sesuai masing-masing kecamatan yakni; Kecamatan Dayun

dengan tingkat kekritisan lahan didominasi oleh tidak kritis dengan persentase

92,86%, Kecamatan Minas dengan tingkat kekritisan lahan didominasi oleh tidak

kritis dengan persentase 57,84%, Kecamatan Pusako dengan tingkat kekritisan

lahan didominasi oleh tidak kritis dengan persentase 100%, Kecamatan Sabak Auh

dengan tingkat kekritisan lahan didominasi oleh potensial kritis dengan persentase

100%, Kecamatan Sungai Apit dengan tingkat kekritisan lahan didominasi oleh

tidak kritis dengan persentase 94,71% dan Kecamatan Sungai Mandau dengan

tingkat kekritisan lahan didominasi oleh tidak kritis dengan persentase 83,80%.

147
Berdasarkan pemaparan diatas menunjukkan bahwa tingkat kekritisan lahan

di setiap kecamatan di Kabupaten Siak didominasi oleh tidak kritis. Untuk lebih

detailnya dapat dilihat pada gambar peta analisis tingkat kekritisan lahan di

kawasan hutan lindung Kabupaten Siak dibawah ini:

148
120
5.2.3 Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai dan Perhutanan Sosial No. P. 4/V-SET/2013 tentang Petunjuk Teknis

Penyusunanan Data Spasial Lahan Kritis, kawasan lindung di luar kawasan hutan

terdapat beberapa kawasan yang disetarakan dengan badan sungai, kawasan hutan

produksi terbatas, kawasan hutan produksi tetap, kawasan hutan produksi yang

dapat dikonversi. Kawasan lindung di luar kawasan hutan lainnya yaitu sempadan

pantai, sempadan sungai, tubuh air. (UU RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang).

Berdasarkan hasil identifikasi tingkat kekritisan lahan di kawasan lindung

di luas kawasan hutan menurut kecamatan di Kabupaten Siak. Berdasarkan hasil

analisis melalui overlay semua variabel tingkat kekritisan lahan (penutupan lahan,

kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi, dan produktivitas). Berikut ini adalah tabel

analisis tingkat kekritisan lahan di kawasan lindung di luas kawasan hutan di

Kabupaten Siak. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.22 Analisis Tingkat Kekritisan Lahan Kawasan Lindung di Luar


Kawasan Hutan
Tingkat Total Total Luas Persentase
No Kecamatan
Kekritisan Lahan Skor (Ha) (%)
1. Bunga Raya Agak Kritis 280-350 721,35 49,43
Potensial Kritis 360-420 178,96 12,26
Tidak Kritis 430-520 559,02 38,31

Bunga Raya Total 1459,32 100


2. Dayun Sangat Kritis 100-200 969,65 2,71
Kritis 220-270 3752,47 10,47
Agak Kritis 280-350 921,35 2,57
Potensial Kritis 360-420 4741,29 13,23
Tidak Kritis 430-520 25453,22 71,02
Dayun Total 35837,98 100
3. Kandis Sangat Kritis 100-200 154,64 0,40
Kritis 220-270 4681,61 12,05
Agak Kritis 280-350 3041,78 7,83

150
Tingkat Total Total Luas Persentase
No Kecamatan
Kekritisan Lahan Skor (Ha) (%)
Potensial Kritis 360-420 30611,38 78,80
Tidak Kritis 430-520 358,86 0,92
Kandis Total 38848,26 100
4. Kerinci Kanan Kritis 67,25 58,67
Potensial Kritis 360-420 32,20 28,09
Tidak Kritis 430-520 15,17 13,24
Kerinci Kanan Total 114,62 100
5. Koto Gasib Sangat Kritis 100-200 59,66 0,90
Kritis 220-270 1496,65 22,52
Agak Kritis 280-350 184,85 2,78
Potensial Kritis 360-420 1330,35 20,02
Tidak Kritis 430-520 3574,53 53,78
Koto Gasib Total 6646,04 100
6. Lubuk Dalam Agak Kritis 280-350
0,06 1,80
Potensial Kritis 360-420 3,30 98,20
Lubuk Dalam Total 3,36 100
7. Mempura Sangat Kritis 100-200 2,54 0,03
Kritis 220-270 482,03 6,32
Agak Kritis 280-350 12,87 0,17
Potensial Kritis 360-420 383,12 5,02
Tidak Kritis 430-520 6752,27 88,46
Mempura Total 7632,83 100
8. Minas Sangat Kritis 100-200 611,33 1,46
Kritis 220-270 4230,18 10,14
Agak Kritis 280-350 2157,25 5,17
Potensial Kritis 360-420 12063,79 28,90
Tidak Kritis 430-520 22674,04 54,33
Minas Total 41736,59 100
9. Pusako Sangat Kritis 100-200 715,41 4,40
Kritis 220-270 2323,27 14,29
Agak Kritis 280-350 188,16 1,16
Potensial Kritis 360-420 3355,28 20,63
Tidak Kritis 430-520 9681,48 59,53
Pusako Total 16263,60 100
10. Sabak Auh Kritis 220-270 4,40 0,84
Agak Kritis 280-350 14,44 2,75
Potensial Kritis 360-420 130,76 24,88
Tidak Kritis 430-520 376,01 71,54
Sabak Auh Total 525,60 100
11. Siak Sangat Kritis 100-200 229,87 1,00
Kritis 220-270 2433,86 10,56
Agak Kritis 280-350 1310,64 5,69
Potensial Kritis 360-420 6847,07 29,71
Tidak Kritis 430-520 12224,00 53,04
Siak Total 23045,44 100
12. Sungai Apit Sangat Kritis 100-200 755,75 0,79

151
Tingkat Total Total Luas Persentase
No Kecamatan
Kekritisan Lahan Skor (Ha) (%)
Kritis 220-270 6560,50 6,84
Agak Kritis 280-350 5027,13 5,24
Potensial Kritis 360-420 3995,13 4,17
Tidak Kritis 430-520 79542,60 82,96
Sungai Apit Total 95881,12 100
13. Sungai Mandau Sangat Kritis 100-200 1887,68 2,29
Kritis 220-270 8574,88 10,42
Agak Kritis 280-350 4900,64 5,95
Potensial Kritis 360-420 10734,38 13,04
Tidak Kritis 430-520 56208,65 68,29
Sungai Mandau Total 82306,24 100
14. Tualang Sangat Kritis 100-200 26,51 0,32
Kritis 220-270 683,50 8,23
Agak Kritis 280-350 86,94 1,05
Potensial Kritis 360-420 1435,64 17,30
Tidak Kritis 430-520 6067,64 73,10
Tualang Total 8300,24 100
Grand Total 358601,25
Sumber: Hasil Analisis, 2022

Tabel 5.22 hasil perhitungan penilaian lahan kritis pada kawasan lindung

diluar kawasan hutan menunjukkan tingkat kekritisan lahan tidak kritis, yaitu

dengan luas sebesar 223.487,49 ha atau nilai persentase 62,32%, kedua adalah

tingkat kekritisan lahan potensial kritis, yaitu dengan luas sebesar 75.842,65 ha atau

nilai persentase 21,15%, ketiga adalah tingkat kekritisan lahan kritis, yaitu dengan

luas sebesar 35.290,60 ha atau nilai persentase 9,84%, keempat adalah tingkat

kekritisan lahan agak kritis, yaitu dengan luas sebesar 18.567,47 atau nilai

persentase 5,18%, dan kelima adalah tingkat kekritisan lahan sangat kritis, yaitu

dengan luas sebesar 5.413,04 atau nilai persentase 1,51%.

Berdasarkan tabel 5.22 diatas menunjukkan bahwa dari masing-masing

setiap kecamatan di Kabupaten Siak mengenai tingkat kekritisan lahan di kawasan

lindung diluar kawasan hutan diuraikan sesuai masing-masing kecamatan yakni;

Kecamatan Bunga Raya dengan tingkat kekritisan lahan didominasi oleh agak kritis

152
dengan persentase 49,43%, Kecamatan Dayun dengan tingkat kekritisan lahan

didominasi oleh tidak kritis dengan persentase 71,02%, Kecamatan Kandis dengan

tingkat kekritisan lahan didominasi oleh potensial kritis dengan persentase 78,80%,

Kecamatan Kerinci Kanan dengan tingkat kekritisan lahan didominasi oleh kritis

dengan persentase 58,67%, Kecamatan Koto Gasib dengan tingkat kekritisan lahan

didominasi oleh tidak kritis dengan persentase 53,78%, Kecamatan Lubuk Dalam

dengan tingkat kekritisan lahan didominasi oleh potensial kritis dengan persentase

98,20%, Kecamatan Mempura dengan tingkat kekritisan lahan didominasi oleh

tidak kritis dengan persentase 88,46%, Kecamatan Minas dengan tingkat kekritisan

lahan didominasi oleh potensial tidak kritis dengan persentase 54,33%, Kecamatan

Pusako dengan tingkat kekritisan lahan didominasi oleh tidak kritis dengan

persentase 59,53%, Kecamatan Sabak Auh dengan tingkat kekritisan lahan

didominasi oleh tidak kritis dengan persentase 71,54%, Kecamatan Siak dengan

tingkat kekritisan lahan didominasi oleh tidak kritis dengan persentase 53,04%,

Kecamatan Sungai Apit dengan tingkat kekritisan lahan didominasi oleh tidak kritis

dengan persentase 82,96%, Kecamatan Sungai Mandau dengan tingkat kekritisan

lahan didominasi oleh tidak kritis dengan persentase 68,29%, dan Kecamatan

Tualang dengan tingkat kekritisan lahan didominasi oleh tidak kritis dengan

persentase 73,10%.

Berdasarkan pemaparan diatas menunjukkan bahwa tingkat kekritisan lahan

di setiap kecamatan di Kabupaten Siak didominasi oleh tidak kritis. Untuk lebih

detailnya dapat dilihat pada gambar peta analisis tingkat kekritisan lahan kawasan

lindung di luar kawasan hutan dibawah ini:

153
125
6 BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan maka didapatkan

kesimpulan sebagai berikut:

1. Tingkat kekritisan lahan di Kabupaten Siak terdapat 5 kelas yaitu sangat

kritis, kritis, agak kritis, potensial kritis, dan tidak kritis. Luas lahan dengan

kondisi sangat kritis 18.726,68 Ha, kritis 65.241,43 Ha, agak kritis

88.412,47 Ha, potensial kritis 289.102,35 Ha, dan tidak kritis 322.411,53

Ha.

2. Sebaran lahan sangat kritis dan kritis terluas terdapat pada Kawasan lindung

di luar kawasan hutan seluas 40636,39 Ha. Diikuti lahan kritis kawasan

budidaya pertanian seluas 40370,59 Ha dan yang terkecil berada pada

kawasan hutan lindung seluas 2.893,90 Ha.

3. Sebaran lahan sangat kritis dan kritis pada kawasan budidaya paling besar

berada di Kecamatan Minas yaitu 11.963,37 Ha, Kecamatan Pusako

1.730,29 Ha dan Kecamatan Siak 2.742,16 Ha.

4. Sebaran lahan sangat kritis dan kritis pada kawasan lindung di luar Kawasan

hutan paling besar berada di Kecamatan Minas 4.841,51 Ha, Kecamatan

Kandis 4.836,25 Ha dan Kecamatan Dayun 4.722,12 Ha.

5. Sebaran lahan sangat kritis dan kritis pada kawasan hutan lindung paling

besar berada di Kecamatan Sungai Mandau 1.460,01 Ha dan Kecamatan

Dayun 1.364,68 Ha.

155
6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, ditemukan beberapa

kelemahan dalam menyusun skripsi penelitian ini. adapun kekurangan pada skripsi

penelitian ini ialah data pengelolaan lahan yang kurang, perlu kajian lanjutan untuk

mendapatkan data mengenai parameter pengelolaan lahan yang maksimal, survei

lapangan diambil beberapa sampel beserta dokumentasi yang menggunakan

aplikasi google map street, dan survei lapangan secara langsung. Untuk penelitian

selanjutnya perlu dilakukan penelitian dan kajian lanjutan dalam mengidentifikasi

tingkat kekritisan lahan di Kabupaten Siak secara lebih kompleks dan dengan hasil

yang maksimal.

156
DAFTAR PUSTAKA

Dokumen:

Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan

Perhutanan Sosial No. P. 4/V-SET/2013 tentang Petunjuk Teknis

Penyusunanan Data Spasial Lahan Kritis.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.76/Menlhk-

Setjen/2015 tanggal 16 Desember 2015 tentang Kriteria Zona Pengelolaan

Taman Nasional dan Blok Pengelolaan Cagar Alam, Suaka Margasatwa,

Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.

Buku:

Agung, K. W., & Puspaningtyas, Z. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif. In


Pandiva Buku. Pandiva Buku.
Kironoto, B. A., Yulistiyanto, B., & Olii, M. R. (2020). Erosi dan Konservasi
Lahan. UGM Press.
Kurniawan, A. (2018). Metodologi Penelitian Pendidikan. PT Remaja Rosdakarya.
Marwadani. (2020). Praktis Penelitian Kualitatif Teori Dasar dan Analisis Data
Dalam Perspektif Kualitatif. Deepublish.
Semiawan, C. R. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Grasindo.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta.

Jurnal Indonesia dan Skripsi:

Auliana, A., Ridwan, I., & Nurlina, N. (2018). Analisis Tingkat Kekritisan Lahan
di DAS Tabunio Kabupaten Tanah Laut. Positron, 7(2), 54.
https://doi.org/10.26418/positron.v7i2.18671
Barzian Ali Aktab. (2020). Analisis Tingkat Kekritisan Lahan Di Kabupaten
Lombok Barat Universitas Muhammadiyah Mataram Di Mataram
[Universitas Muhammadiyah Mataram. In Sustainability (Switzerland) (Vol.
4, Issue 1).

156
Didu, M. S. (2011). Analisis posisi dan peran lembaga serta kebijakan dalam
proses pembentukan lahan kritis. 93–105.
Fitriani, L. (2016). Evaluasi Pemanfaatan Lahan. Skripsi Fakultas Keguruan Dan
Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto, 7–22.
Hemawan, S., & Amirullah. (2016). Metode Penelitian Bisnis Pendekatan
Kuantitatif & Kualitatif. Media Nusa Creative.
Khoimah, S. (2012a). Tingkat Kekritisan dan Arahan Rehabilitasi Lahan Daerah
Aliran Sungai Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri. Universitas
Sebelas Maret, 33(10), 348–352.
Khoimah, S. (2012b). Tingkat Kekritisan Dan Arahan Rehabilitasi Lahan Daerah
Aliran Sungai Walikan Kabupaten Karanganyar Dan Wonogiri Tahun 2012.
10(9), 32. https://dspace.ups.edu.ec/bitstream/123456789/5224/1/UPS-
QT03885.pdf
Kubangun, S. H., Haridjaja, O., & Gandasasmita, K. (2014). Model spasial bahaya
lahan kritis di Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi. Institiut Pertanian
Bogor, 16(2), 149–156.
Nugraha, I., Astuti, P., Manan, M., Asteriani, F., Hisyam, M. I., Teknik, F., Riau,
U. I., Teknik, F., & Riau, U. I. (2018). Kajian Perubahan Penggunaan Lahan
Tahun 2000-2015 Sub Das Sail Menggunakan Data Citra Satelit. 52–57.
Pamungkas, Danny. 2020. Pemetaan Tingkat Bahaya Erosi Dengan Metode Rusle
di Sub DAS Garang Hulu. Universitas Negeri Semarang, Prodi Geografi.
Semarang. Skripsi
Patel. (2019). Lahan Kritis. Vol. 9–25.
Ramayanti, L. A., Yuwono, B. D., & Awaluddin, M. (2015). Pemetaan Tingkat
Lahan Kritis Dengan Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi
Geografi (Studi Kasus: Kabupaten Blora). Jurnal Geodesi Undip, 4(April),
86–94.
Rupaidah, E. (2008). Tingkat Kekritisan Lahan di Wilayah Pengembangan Selatan
Kabupaten Tasikmalaya. Universitas Indonesia.
Sinaga, J., Yuniarti, E., Studi, P., Lingkungan, T., Teknik, F., Tanjungpura, U.,
Studi, P., Sipil, T., Sipil, J. T., Teknik, F., & Tanjungpura, U. (2011). Analisis-
Potensi-Erosi-Pada-Penggunaan-L. 2010, 1–10.
Suntoro, M. A., Astiani, D., & Ekyastuti, W. (2019). Analisis Lahan Kritis dan
Arahan Lahan Dalam Pengembangan Wilayah Pada Subdas Di Kabupaten
Kayong Utara Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi
Geografis. Jurnal TENGKAWANG, 9(1), 14–26.
https://doi.org/10.26418/jt.v9i1.33633
Suryani, & Hendriyani. (2016). Metode Riset Kuantitatif: Teori dan Aplikasi pada
Penelitian Bidang Manajemen dan Ekonomi Islam. Prenadamedia Group.
Syahrier, F. A. (2022). Dinamika Kebijakan Land Conversion Di Kecamatan

157
Bungaraya Kabupaten Siak. Jdp (Jurnal Dinamika Pemerintahan), 5(1), 18–
36.
Tuhehay, K., Gosal, P. H., & Mononimbar, W. (2019). Analisis Tingkat Lahan
Kritis Berbasis GIS (Sistem Informasi Geografis) (Studi Kasus: Kecamatan
Amurang, Kecamatan Amurang Timur, Kecamatan Amurang Barat, dan
Kecamatan Tumpaan). Jurnal Spasial Perencanaan Wilayah Dan Kota, 6(3),
746–757.
Widyatmanti, W., Murti, S. H., & Syam, P. D. (2018). Pemetaan Lahan Kritis Untuk
Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Lahan di Kabupaten Kulon Progo. Jurnal
Pengabdian Dan Pengembangan Masyarakat, 1(1).
https://doi.org/10.22146/jp2m.41024
Wulandari, R. (2021). Analisis Tingkat Kekritisan Lahan Menggunakan Sistem
Informasi Geografis (SIG) di Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan.
Universitas Hasanuddin, 3(March), 6.
Zamrodah, Y. (2016). Kawasan Hutan Lindung. 15(2), 1–23.

Jurnal Internasional:

B. H. Narendra et al (2019). Critical land mapping for the development of biomass-


based energy in East Lombok Regency, Indonesia. IOP Conf. Ser: Earth
Environ. Sci. 314-012072/ IOP Pubhlising. Jurnal Earth adn Environmental
Science. IPB.
B. H. Narendra et al (2020). The potency of wood based electricity production from
critical land in Indonesia. IOP Conf. Ser: Earth Environ. Sci. 935-012044/
IOP Pubhlising. Jurnal Earth adn Environmental Science. IPB.
Kirana et al (2020). Spatial and Temporal Clustering Analysis of Hotspot Pattern
Distribution of Critical Land in Kalimantan, Indonesia. IOP Conf. Ser: Earth
Environ. Sci. 528/ IOP Pubhlising. Jurnal Earth adn Environmental Science.
IPB.

158
LAMPIRAN

(a) Data Hasil IDW Erosivitas Hujan

(b) Data Parameter Tingkat Kekritisan Lahan (Penutupan Lahan)

159
(c) Data Parameter Tingkat Kekritisan Lahan (Kemiringan Lereng)

(d) Data Parameter Tingkat Kekritisan Lahan (Produktivitas)

160
(e) Data Parameter Tingkat Kekritisan Lahan (Tingkat Bahaya Erosi)

(f) Data Hasil Overlay Parameter Tingkat Kekritisan Lahan (Penutupan Lahan,
Kemiringan Lereng, Tingkat Bahaya Erosi, Produktivitas, dan Pengelolaan Lahan)

161
(g) Data Hasil Overlay Parameter Tingkat Kekritisan Lahan (Kawasan Budidaya
Pertanian)

(h) Data Hasil Overlay Parameter Tingkat Kekritisan Lahan (Kawasan Hutan
Lindung)

162
(i) Data Hasil Overlay Parameter Tingkat Kekritisan Lahan (Kawasan Lindung
Diluar Kawasan Hutan)

(j) Data Hasil Interpretasi Parameter Pengelolaan Lahan (Hutan-Baik)

163
(k) Data Hasil Interpretasi Parameter Pengelolaan Lahan (Hutan-Sedang)

(l) Data Hasil Interpretasi Parameter Pengelolaan Lahan (Hutan-Buruk)

(m) Data Hasil Interpretasi Parameter Pengelolaan Lahan (Perkebunan-Baik)

164
(n) Data Hasil Interpretasi Parameter Pengelolaan Lahan (Perkebunan-Sedang)

(o) Data Hasil Interpretasi Parameter Pengelolaan Lahan (Perkebunan-Buruk)

(p) Data Hasil Interpretasi Parameter Pengelolaan Lahan (Pertanian-Baik)

165
(q) Data Hasil Interpretasi Parameter Pengelolaan Lahan (Pertanian-Sedang)

(r) Data Hasil Interpretasi Parameter Pengelolaan Lahan (Pertanian-Buruk)

(s) Data Hasil Interpretasi Parameter Pengelolaan Lahan (Permukiman-Sedang


Tidak Rapat)

166
(t) Data Hasil Interpretasi Parameter Pengelolaan Lahan (Permukiman-Buruk
Rapat)

(u) Data Hasil Interpretasi Parameter Pengelolaan Lahan (Lahan Terbuka-Buruk)

(v) Data Hasil Interpretasi Parameter Pengelolaan Lahan (Sawah-Baik)

167
(w) Data Hasil Interpretasi Parameter Pengelolaan Lahan (Sawah-Sedang)

(x) Data Hasil Interpretasi Parameter Pengelolaan Lahan (Sawah-Buruk)

168
Buah Jambu Jambu Jeruk Jeruk Jeruk
No Kecamatan Alpukat Anggur Apel Belimbing Duku/Langsat Durian
Naga Air Biji Lemon Pamelo Siam/Keprok
1 Siak - - - 6,86 - - - 5,59 25,20 - - 1,122
2 Bunga Raya 21,94 0,23 - 32,06 16,18 2,20 39,20 18,59 15,11 - 93,96 30,46
3 Sungai Apit - - - 29,54 - 5,66 202,32 16,60 28,73 30,00 60,35 14,67
4 Dayun 45,82 - - 3,50 - - - 47,11 45,67 - - -
5 Koto Gasib 8,58 - - 6,65 - 8,68 73,74 43,18 32,45 - - 5,83
6 Kandis 49,04 - - 13,93 - - 339,49 - 36,68 - - 44,00
7 Minas 32,95 3,15 - 104,79 - - - 31,05 500,98 3,00 - 0,88
8 Kerinci Kanan 1,46 - - 1,26 - - - 4,47 3,43 - - -
9 Tualang 18,82 - - 50,12 - 1,68 27,06 45,42 224,84 - - 11,84
10 Sungai Mandau 1,27 - - 7,56 - 9,10 101,46 5,30 7,80 - 11,46 5,225
11 Lubuk Dalam 7,41 0,45 - 12,04 0,31 1,33 65,75 83,01 49,95 - - 10,89
12 Mempura 11,89 - - 12,25 - 4,10 423,25 29,97 38,02 - - 0,99
13 Sabak Auh - - - 25,06 - - 92,46 32,75 103,03 102,00 3,82 0,92
14 Pusako - - - 1,19 - 3,25 47,75 10,43 2,98 - - -
Jumlah 199,19 3,83 - 306,81 16,49 35,99 1412,47 373,47 1114,87 135,00 169,59 126,83

(y) Produktivitas Komoditi Tradisional

169
Nangka/
No Kecamatan Lengkeng Mangga Manggis Nenas Pepaya Pisang Rambutan Salak Sawo Sirsak Sukun
Cempedak
1 Siak 44,37 5,02 - 0,0994 8,51 924,72 49,34 0,00 303,06 59,85 - 32,49
2 Bunga Raya 29,69 51,63 41,75 1,7458 89,88 15,96 88,28 56,35 0,04 1,22 5,72 0,33
3 Sungai Apit - 41,30 104,68 33181,82 3,92 49,82 1067,77 180,04 4,62 9,10 6,38 12,02
4 Dayun - 117,41 - 0 52,02 24,70 1,10 64,72 - 8,45 - 6,91
5 Koto Gasib - 46,02 34,89 12,25 17,64 116,48 119,63 38,93 225,49 8,19 4,37 -
6 Kandis - 4,13 - 0,098 4,48 153,40 7,70 31,14 2,24 3,64 - 1,00
7 Minas 13,19 63,90 - 0,9562 51,24 6,76 75,41 0,00 - 0,60 1,08 -
8 Kerinci Kanan 2,64 1,83 - 2,8602 11,09 83,62 361,30 0,00 - 1,48 0,38 0,27
9 Tualang - 104,67 40,13 1,9838 112,17 8,11 392,70 108,22 1,68 1,07 4,22 1,58
10 Sungai Mandau - 23,66 67,46 0,1008 32,14 345,75 79,59 77,85 12,36 7,49 0,80 2,59
11 Lubuk Dalam 22,27 44,84 9,07 0,5558 6,16 16,22 43,95 89,24 35,41 2,60 6,90 1,09
12 Mempura - 118,41 129,92 0,833 32,20 35,88 162,31 257,31 21,21 8,40 12,45 1,78
13 Sabak Auh - 85,73 100,84 3,92 17,36 17,89 80,58 152,89 - 3,90 31,16 3,90
14 Pusako - 28,20 118,75 0 - 26,47 442,92 121,06 - 3,72 - 1,00
Jumlah 112,15 736,73 647,48 33207,22 438,82 1825,77 2972,53 1177,74 606,12 119,70 73,45 64,98

(z) Lanjutan Produktivitas Komoditi Tradisional

170
Besaran Produktivitas Besaran Produktivitas
No Kecamatan Melinjo Petai Jengkol Persentasi (%)
(ton/ha) Total (Kg)
1 Siak 63,84 48,55 187,06 1.765,67 1.765.665,29 3,80
2 Bunga Raya 0,45 1,43 2,60 657,00 656.996,27 1,41
3 Sungai Apit 22,51 5,30 21,64 35098,77 35.098.774,55 75,53
4 Dayun 9,76 6,10 22,62 455,90 455.896,43 0,98
5 Koto Gasib - - 59,43 862,44 862.438,18 1,86
6 Kandis 1,72 2,49 30,87 726,06 726.057,41 1,56
7 Minas 0,41 0,90 0,58 891,82 891.821,70 1,92
8 Kerinci Kanan 1,23 6,36 9,52 493,19 493.190,11 1,06
9 Tualang 1,68 0,48 1,21 1.159,66 1.159.661,38 2,50
10 Sungai Mandau 3,36 8,96 12,81 824,09 824.089,45 1,77
11 Lubuk Dalam 2,30 2,54 3,92 518,20 518.204,97 1,12
12 Mempura 15,91 3,71 4,15 1.324,94 1.324.940,99 2,85
13 Sabak Auh 3,94 5,14 5,77 873,04 873.042,49 1,88
14 Pusako 0,57 3,18 8,66 820,13 820.128,48 1,76
Jumlah 127,67 95,14 370,84
Total Produktivitas Komoditi Umum 46470,91 46.470.907,69 100,00
(aa) Lanjutan Produktivitas Komoditi Tradisional

171

Anda mungkin juga menyukai