Anda di halaman 1dari 84

Proposal Penelitian Tindakan Kelas

Posted by' Haryanto, S.Pd onMay 27, 2012

Proposal Penelitian Tindakan Kelas


Penyusunan proposal atau usulan penelitian merupakan langkah awal yang harus dilakukan
peneliti sebelum memulai kegiatan penelitian tindakan kelas PTK. Proposal penelitian tindakan
kelas PTK dapat membantu memberi arah pada peneliti agar mampu menekan kesalahan yang
mungkin terjadi selama penelitian berlangsung. Proposal penelitian tindakan kelas PTK harus
dibuat sistematis dan logis sehingga dapat dijadikan pedoman yang mudah diikuti. Proposal
penelitian tindakan kelas PTK adalah gambaran terperinci tentang proses yang akan dilakukan
peneliti (guru) untuk memecahkan masalah dalam pelaksanaan tugas (pembelajaran).

Pengertian Proposal Penelitian Tindakan Kelas


Proposal penelitian atau sering disebut juga sebagai usulan penelitian adalah suatu pernyataan
tertulis mengenai rencana atau rancangan kegiatan penelitian secara keseluruhan. Proposal
penelitian tindakan kelas PTK berkaitan dengan pernyataan atas nilai pentingnya penelitian.
Membuat proposal penelitian tindakan kelas PTK bisa jadi merupakan langkah yang paling sulit
namun menyenangkan di dalam tahapan proses penelitian. Sebagai panduan, berikut dijelaskan
sistematika usulan penelitian tindakan kelas PTK.

Sistematika Proposal Penelitian Tindakan Kelas

Sistematika proposal penelitian tindakan kelas PTK mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

JUDUL PENELITIAN

Judul penelitian dinyatakan secara singkat dan spesifik tetapi cukup jelas menggambarkan
masalah yang akan diteliti, tindakan untuk mengatasi masalah serta nilai manfaatnya. Formulasi
judul dibuat agar menampilkan wujud penelitian tindakan kelas PTK bukan penelitian pada
umumnya. Umumnya di bawah judul utama dituliskan pula sub judul. Sub judul ditulis untuk
menambahkan keterangan lebih rinci tentang subyek, tempat, dan waktu penelitian. Berikut
contoh judul penelitian tindakan kelas PTK dalam pendidikan dasar.

 Meningkatkan hasil belajar melalui pembelajanan kooperatif pada mata pelajaran IPS
(dapat dituliskan topik bahasan dan juga mata pelajarannya) di SD Negeri XXX.
 Penerapan pembelajaran model Problem Based Learning untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran Fisika Kelas VII di SMP XXX.
 Implementasi Strategi Pembelajaran Inkuiri pada Mata Pelajaran Geografi untuk
Meningkatkan Pemahaman Konsep tentang Perpindahan Penduduk.

BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Tujuan utama penelitian tindakan kelas PTK adalah untuk memecahkan permasalahan


pembelajaran. Untuk itu, dalam uraian latar belakang masalah yang harus dipaparkan hal-hal
berikut.

 Masalah yang diteliti adalah benar-benar masalah pembelajaran yang terjadi di sekolah.
Umumnya didapat dari pengamatan dan diagnosis yang dilakukan guru atau tenaga
kependidikan lain di sekolah. Perlu dijelaskan pula proses atau kondisi yang terjadi.
 Masalah yang akan diteliti merupakan suatu masalah penting dan mendesak untuk
dipecahkan, serta dapat dilaksanakan dilihat dari segi ketersediaan waktu, biaya, dan daya
dukung lainnya yang dapat memperlancar penelitian tersebut.
 Identifikasi masalah di atas, jelaskan hal-hal yang diduga menjadi akar penyebab dari
masa!ah tersebut. Secara cermat dan sistematis berikan alasan (argumentasi) bagaimana
dapat menarik kesimpulan tentang akar masalah itu.

B.     Perumusan Masalah dan Cara Pemecahan Masalah

Pada bagian ini umumnya terdiri atas jabaran tentang rumusan masalah, cara pemecahan
masalah, tujuan serta manfaat atau kontribusi hasil penelitian.

 Perumusan Masalah, berisi rumusan masalah penelitian. Dalam perumusan masalah


dapat dijelaskan definisi, asumsi, dan lingkup yang menjadi batasan penelitian tindakan
kelas  PTK. Rumusan masalah sebaiknya menggunakan kalimat tanya dengan
mengajukan alternatif tindakan yang akan dilakukan dan hasil positif yang diantisipasi
dengan cara mengajukan indikator keberhasilan tindakan, cara pengukuran serta cara
mengevaluasinya.
 Pemecahan Masalah; merupakan uraian altematif tindakan yang akan dilakukan untuk
memecahkan masalah. Pendekatan dan konsep yang digunakan untuk menjawab masalah
yang diteliti disesuaikan dengan kaidah penelitian tindakan kelas PTK. Cara pemecahan
masalah ditentukan atas dasar akar penyebab permasalahan dalam bentuk tindakan yang
jelas dan terarah. Alternatif pemecahan hendaknya mempunyai landasan konseptual yang
mantap yang bertolak dari hasil analisis masalah. Di samping itu, harus terbayangkan
manfaat hasil pemecahan masalah dalam pembenahan dan/atau peningkatan
implementasi program pembelajaran. Juga dicermati artikulasi kemanfaatan PTK berbeda
dari kemanfaatan penelitian formal.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian tindakan kelas PTK dirumuskan secara jelas, dipaparkan sasaran antara dan
sasaran akhir tindakan perbaikan. Perumusan tujuan harus konsisten dengan hakikat
permasalahan yang dikemukakan dalam bagian-bagian sebelumnya. Sebagai contoh dapat
dikemukakan penelitian tindakan kelas PTK di bidang IPA yang bertujuan meningkatkan
prestasi siswa dalam mata pelajaran IPA melalui penerapan strategi pembelajaran yang dianggap
sesuai, pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar mengajar dan lain sebagainya. Pengujian
dan/atau pengembangan strategi pembelajaran bukan merupakan rumusan tujuan penelitian
tindakan kelas PTK. Ketercapaian tujuan hendaknya dapat diverfikasi secara obyektif.

Di samping tujuan penelitian tindakan kelas PTK di atas, juga perlu diuraikan kemungkinan
kemanfaatan penelitian. Dalam hubungan ini, perlu dipaparkan secara spesifik keuntungan-
keuntungan yang dapat diperoleh, khususnya bagi siswa, di samping bagi guru pelaksana
penelitian tindakan kelas PTK, bagi rekan-rekan guru lainnya serta bagi dosen LPTK sebagai
pendidik guru. Pengembangan ilmu, bukanlah prioritas dalam menetapkan tujuan penelitian
tindakan kelas PTK.

BAB II KERANGKA TEORETIK DAN HIPOTESIS TINDAKAN

Pada bagian ini diuraikan landasan konseptual dalam arti teoritik yang digunakan peneliti dalam
menentukan alternatif pemecahan masalah. Untuk keperluan itu, dalam bagian ini diuraikan
kajian baik pengalaman peneliti PTK sendiri nyang relevan maupun pelaku-pelaku penelitian
tindakan kelas PTK lain di samping terhadap teori-teori yang lazim hasil kajian kepustakaan.
Pada bagian ini diuraikan kajian teori dan pustaka yang menumbuhkan gagasan mendasar usulan
rancangan penelitian tindakan. Kemukakan juga teori, temuan dan bahan penelitian lain yang
mendukung pilihan tindakan untuk mengatasi permasalahan penelitian tersebut. Uraian ini
digunakan untuk menyusun kerangka berpikir atau konsep yang akan digunakan dalam
penelitian. Pada bagian akhir dapat dikemukakan hipotesis tindakan yang menggambarkan
indikator keberhasilan tindakan yang diharapkan/ diantisipasi. Sebagai contoh, akan dilakukan
penelitian tindakan kelas PTK yang menerapkan model pembelajaran kontekstual sebagai jenis
tindakannya. Pada kajian pustaka harus jelas dapat dikemukakan:

 Bagaimana teori pembelajaran kontekstual, siapa saja tokoh-tokoh dibelakangnya,


bagaimana sejarahnya, apa yang spesifik dari teori tersebut, persyaratannya, dll.
 Bagaimana bentuk tindakan yang dilakukan dalam penerapan teori tersebut pada
pembelajaran, strategi pembelajarannya, skenario pelaksanaannya, dll.
 Bagaimana keterkaitan atau pengaruh penerapan model tersebut dengan perubahan yang
diharapkan, atau terhadap masalah yang akan dipecahkan, hal ini hendaknya dapat
dijabarkan dari berbagai hasil penelitian yang sesuai.
 Bagaimana perkiraan hasil (hipotesis tindakan) dengan dilakukannya penerapan model di
atas pada pembelajaran terhadap hal yang akan dipecahkan.

BAB III PROSEDUR PENELITIAN


Pada bagian ini diuraikan secara jelas prosedur penelitian yang akan dilakukan. Kemukakan
obyek, waktu dan lamanya tindakan, serta lokasi penelitian secara jelas. Prosedur hendaknya
dirinci dan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi-refleksi, yang bersifat daur
ulang atau siklus. Sistematika penelitian tindakan kelas ini meliputi:

1. Setting penelitian dan karakteristik subjek penelitian. Pada bagian ini disebutkan di


mana penelitian tersebut dilakukan, di kelas berapa dan bagaimana karakteristik dari
kelas tersebut seperti komposisi siswa pria dan wanita. Latar belakang sosial ekonomi
yang mungkin relevan dengan permasalahan, tingkat kemampuan dan lain sebagainya.
2. Variabel yang diselidiki. Pada bagian ini ditentukan variabel-variabel penelitian yang
dijadikan fokus utama untuk menjawab permasalahan yang dihadapi. Variabel tersebut
dapat berupa (1) variabel input yang terkait dengan siswa, guru, bahan pelajaran, sumber
belajar, prosedurevaluasi, lingkungan belajar, dan lain sebagainya; (2) variabel
proses pelanggaran KBM seperti interaksi belajar-mengajar, keterampilan bertanya, guru,
gaya mengajar guru, cara belajar siswa, implementasi berbagai metode mengajar di kelas,
dan sebagainya, dan (3) variabel output seperti rasa keingintahuan siswa, kemampuan
siswa mengaplikasikan pengetahuan, motivasi siswa, hasil belajar siswa, sikap terhadap
pengalaman belajar yang telah digelar melalui tindakan perbaikan dan sebagainya.
3. Rencana Tindakan. Pada bagian ini digambarkan rencana tindakan untuk meningkatkan
pembelajaran, seperti :
o Perencanaan, yaitu persiapan yang dilakukan sehubungan dengan penelitian
tindakan kelas PTK yang diprakarsai seperti penetapan tindakan, pelaksanaan tes
diagnostik untuk menspesifikasi masalah, pembuatan skenario pembelajaran,
pengadaan alat-alat dalam rangka implementasi penelitian tindakan kelas PTK,
dan lain-lain yang terkait dengan pelaksanaan tindakan perbaikan yang
ditetapkan. Disamping itu juga diuraikan alternatif-alternatif solusi yang akan
dicobakan dalam rangka perbaikan masalah
o Implementasi Tindakan, yaitu deskripsi tindakan yang akan dilakukan. Skenario
kerja tindakan perbaikan dan prosedur tindakan yang akan diterapkan.
o Observasi dan Interpretasi, yaitu uraian tentang prosedur perekaman dan
penafsiran data mengenai proses dan produk dari implementasi tindakan
perbaikan yang dirancang.
o Analisis dan Refleksi, yaitu uraian tentang prosedur analisis terhadap hasil
pemantauan dan refleksi berkenaan dengan proses dan dampak tindakan
perbaikan yang akan digelar, personel yang akan dilibatkan serta kriteria dan
rencana bagi tindakan berikutnya.
4. Data dan cara pengumpulannya. Pada bagian ini ditunjukan dengan jelas jenis data
yang akan dikumpulkan yang berkenaan dengan baik proses maupun dampak tindakan
perbaikan yang di gelar, yang akan digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan
atau kekurangberhasilan tindakan perbaikan pembelajaran yang dicobakan. Format data
dapat bersifat kualitatif, kuantitatif, atau kombinasi keduanya.
5. Indikator kinerja, pada bagian ini tolak ukur keberhasilan tindakan perbaikan
ditetapkan secara eksplisit sehingga memudahkan verifikasinya untuk tindakan perbaikan
melalui penelitian tindakan kelas PTK yang bertujuan mengurangi kesalahan konsep
siswa misalnya perlu ditetapkan kriteria keberhasilan yang diduga sebagai dampak dari
implementasi tindakan perbaikan yang dimaksud.
6. Tim peneliti dan tugasnya, pada bagian ini hendaknya dicantumakan nama-nama
anggota tim peneliti dan uraian tugas peran setiap anggota tim peneliti serta jam kerja
yang dialokasikan setiap minggu untuk kegiatan penelitian.
7. Jadwal kegiatan penelitian disusun dalam matriks yang menggambarkan urutan
kegiatan dari awal sampai akhir.
8. Rencana anggaran, meliputi kebutuhan dukungan financial untuk tahap persiapan
pelaksanan penelitian, dan pelaporan.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN (Lain-lain yang dianggap perlu seperti rancangan materi dan pembelajaran yang
akan dilaksanakan, serta alat pengumpulan data).

Demikianlah sistematika proposal penelitian, semoga dapat membantu dalam


penyusunan proposal penelitian tindakan kelas yang anda lakukan.

Read more: PROPOSAL PENELITIAN : Proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

roposal Penelitian Tindakan Kelas


Posted on Juni 26, 2013 | Tinggalkan Komentar

Tugas Proposal Penelitian

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN


STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION) PADA POKOK BAHASAN
TELLING TIME KELAS V MI MA’ARIF BABADSARI TAHUN PELAJARAN
2012/2013

Disusun Oleh

PGMI/VI/A
Ade Rahmawati Arnisa      : 10210221

Disusun untuk  memenuhi salah satu tugas akhir

pada mata kuliah Penelitian Tindakan Kelas

Dosen pengampu Martiono, M.Pd

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA

(STAINU) KEBUMEN

2012/2013

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan
karunia-Nya sehingga penulisan proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dapat
terselesaikan dengan lancar.

Penulisan Proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Penelitian Tindakan Kelas yang ditempuh pada program Strata Satu Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah di Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Kebumen
semester enam dengan judul “PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI
STRATEGI PEMBELAJARAN STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION)
PADA POKOK BAHASAN TELLING TIME KELAS V MI MA’ARIF BABADSARI TAHUN
PELAJARAN 2012/2013”.

Atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka dengan rendah hati penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih, terutama kepada yang terhormat :

1. Dosen Pengampu mata kuliah Penelitian Tindakan Kelas yang telah memberikan bekal
ilmu yang bermanfaat.
2. Bapak dan Ibu serta orang terdekat yang telah memberikan dukungan dan perhatian.
3. Semua pihak yang telah membantu penulisan proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
ini.
Selanjutnya penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat. Akhirnya penulis menyadari
bahwa penulisan Proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini sangat jauh dari sempurna. Oleh
karena itu segala kritik dan saran sangat penulis harapkan.

Kebumen,                       1

Penulis

Ade Rahmawati Arnisa

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
…………………………………………………………………………………. i

KATA PENGANTAR
………………………………………………………………………………. ii

DAFTAR ISI
…………………………………………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………………….


1

1. Judul ……………………………………………………………………………………….
2. Latar Belakang Masalah
…………………………………………………………………….
3. Pembatasan Masalah ………………………………………………………………….
4. Perumusan Masalah …………………………………………………………………..
5. Penegasan Istilah ………………………………………………………………………
6. Tujuan Penelitian ………………………………………………………………………
7. Kegunaan Penelitian ………………………………………………………………….

BAB II KAJIAN TEORITIS ………………………………………………………………. ……..

1. Kerangka Teori………………………………………………………………………….
……..

2. Penelitian yang
Relevan………………………………………………………………………
3. Kerangka Berpikir …………………………………………………………………….
4. Hipotesis Tindakan…………………………………………………………………….

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………………………………………………

1. Pendekatan Penelitian………………………………………………………………..
2. Desain Penelitian ………………………………………………………………………
3. Subyek Penelitian………………………………………………………………………
4. Teknik Pengumpulan Data …………………………………………………………
5. Teknik Analisis Data …………………………………………………………………
6. Indikator Keberhasilan ………………………………………………………………
7. Prosedur Penelitian ……………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………..
……..

BAB I

PENDAHULUAN

1. A.      Judul

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN


STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION) PADA POKOK BAHASAN
TELLING TIME KELAS V MI MA’ARIF BABADSARI TAHUN PELAJARAN 2012/2013

 
1. B.       Latar Belakang Masalah

Bahasa Inggris adalah Bahasa Internasional yang banyak dikuasai oleh orang-orang di berbagai
negara. Negara Indonesia adalah salah satu negara yang warga negaranya juga dituntut untuk
dapat mempelajari dan mendalami bahasa mendunia ini. Sampai akhirnya, Bahasa Inggris
dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah maupun madrasah, dari jenjang Sekolah
Dasar/Madrasah sampai pada jenjang Perguruan Tinggi.

Mata Pelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar/Madrasah merupakan mata pelajaran yang
termasuk dalam muatan lokal. Dewasa ini, mata pelajaran Bahasa Inggris diajarkan kepada anak-
anak usia Madrasah. Jika dipandang dari penting tidaknya mata pelajaran Bahasa Inggris, mata
pelajaran ini memang tidak dimasukkan ke dalam mata pelajaran Ujian Nasional Sekolah
Dasar/Madrasah. Namun, pelajaran Bahasa Ingris juga tidak dapat disepelekan karena Bahasa
Inggris nantinya akan dimasukkan ke dalam mata pelajaran Ujian Nasional di jenjang yang lebih
tinggi, yaitu jenjang SMP dan SMA.

Kenyataan yang terjadi di lapangan, ternyata memperlihatkan bahwa proses pembelajaran


Bahasa Inggris di Sekolah Dasar/Madrasah sekarang ini adalah masih jauh dari apa yang
diharapkan. Khususnya di kelas V MI Ma’arif Babadsari memperlihatkan bahwa hasil belajar
Bahasa Inggris pada pokok Bahasa Telling Time adalah masih jauh dari yang diharapkan. Dan
tentu saja hal ini akan berpengaruh pada perolehan hasil belajar siswa. Selama mengikuti proses
pembelajaran, peserta didik justru cenderung bosan mengikuti pembelajaran dan cenderung
menganggap pelajaran Bahasa Inggris adalah “momok” bagi mereka karena sulit untuk
dipelajari.

Menurunnya gairah belajar, selain disebabkan oleh ketidaktepatan metodologis pembelajaran


juga berakar pada paradigma pendidikan konvensional yang selalu menggunakan metode
pembelajaran klasikal dan ceramah tanpa pernah diselingi berbagai metode yang menantang
untuk berusaha. Termasuk adanya penyekat ruang struktural yang tinggi antara guru dan siswa.
Peristiwa yang menonjol ialah siswa kurang berpartisipasi, kurang terlibat, dan tidak punya
inisiatif serta kontributif baik secara intelektual, maupun emosional. Pertanyaan dan gagasan dari
siswa, ataupun pendapat jarang muncul. Kalaupun ada pendapat yang muncul jarang diikuti oleh
gagasan lain sebagai respon. Kesalahan-kesalahan tersebut tidak bisa hanya dibebankan kepada
siswa saja tetapi yang pertama bertanggungjawab hendaknya adalah guru.

Bertolak dari masalah di atas, guru perlu memberikan respon positif secara konkret dan objektif
yang berupa upaya membangkitkan partisipasi siswa, baik dalam bentuk kontributif maupun
inisiatif yang semata-mata bertujuan untuk meningkatkan hasil dan prestasi belajar siswa. Upaya
itu akan berhasil manakala guru  mampu menempatkan diri sebagai pengabdi untuk kepentingan
humanisasi dengan mencurahkan segala perhatiannya kepada keaktifan peserta didik dalam
mengikuti pembelajaran di kela maupun di rumah.

Sebagaimana diketahui bahwa strategi pembelajaran yang monoton cenderung membuat peserta
didik bosan untuk mengikuti pembelajaran. Sama halnya dengan pembelajaran Bahasa Inggris,
pembelajaran Bahasa Inggris akan berjalan efektif jika strategi pembelajaran yang dilakukan
oleh guru bervariasi. Materi tentang Telling Time (Menceritakan Waktu/Jam) merupakan salah
satu materi dalam mata pelajaran Bahasa Inggris yang memang memerlukan kejelian dan
keseriusan. Kenyataan yang terjadi di lapangan adalah bahwa masih banyak siswa yang belum
dapat menguasai materi Telling Time. Namun secara umum, Bahasa Inggris pada jenjang
Sekolah Dasar/Madrasah adalah hanya berupa konsep sederhana sehingga akan lebih mudah
dipelajari jika peserta didik dapat benar-benar memusatkan perhatiannya serta dapat
berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas dan kenyataan di lapangan, peneliti tertarik untuk  mengadakan upaya
guna meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran Bahasa Inggris, terutama
untuk materi Telling Time yang memang membutuhkan kejelian dalam mempelajarinya. Untuk
meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam mempelajari materi tentang Telling Time yang
dianggap sukar oleh anak-anak usia Sekolah Dasar/ Madrasah, maka diperlukan adanya
pemecahan permasalahan. Pemecahan permasalahan tersebut adalah dengan melakukan strategi
pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division).

1. C.      Pembatasan Masalah

Judul Penelitian Tindakan Kelas: Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Strategi
Pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division) Pada Pokok Bahasan Telling Time
Kelas V MI Ma’arif Babadsari Tahun Pelajaran 2012/2013

Dari judul di atas, peneliti memberikan batasan-batasan masalah yang berupa variabel-variabel
sebagai berikut:

1. Strategi pembelajaran  STAD (Student Teams Achievement Division)


2. Hasil belajar Bahasa Inggris Tentang Telling Time Siswa kelas V MI Ma’arif Babadsari

1. D.      Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka perlu ditentukan rumusan-
rumusan masalah. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Apakah implementasi strategi pembelajaran STAD dapat meningkatkan hasil belajar


Bahasa Inggris?
2. Apakah penggunaan strategi pembelajaran STAD mampu meningkatkan hasil belajar
Bahasa Inggris siswa kelas V MI terkait materi Telling Time?

1. E.       Penegasan Istilah

Dari analisis di atas dapat diidentifikasikan kondisi yang saat ini ada di lapangan, yaitu:
1. Proses pembelajaran Bahasa Inggris di kelas masih berjalan monoton
2. Strategi pembelajaran yang digunakan masih belum tepat
3. Metode pembelajaran yang diterapkan membosankan
4. Siswa kesulitan menguasai materi Telling Time
5. Hasil belajar siswa untuk materi Telling Time masih jauh dari yang diharapkan

1. F.       Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian tindakan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Guru dapat meningkatkan strategi pembelajaran Bahasa Inggris


2. Guru dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Inggris
3. Siswa dapat bekerja secara mandiri maupun kelompok, serta mampu
mempertanggungjawabkan segala tugas individu maupun tugas kelompok
1. Seluruh siswa dapat menguasai materi pelajaran Bahasa Inggris secara tuntas

1. G.      Kegunaan Penelitian


1. Manfaat Teoritis
2. Ditemukannya strategi pembelajaran yang tepat dan bervariasi
3. Hasil belajar siswa untuk mata pelajaran Bahasa Inggris meningkat
1. Manfaat Praktis
2. Proses pembelajaran Bahasa Inggris di kelas tidak lagi monoton
3. Metode pembelajaran Bahasa Inggris terkesan bervariasi, sehingga tidak
membosankan
4. Meningkatnya keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas mandiri,
kelompok, yang terstruktur dan yang tidak
5. Meningkatnya keberanian siswa mengungkapkan pendapat, ide,
pertanyaan, dan saran
1. Manfaat Teoritis dan Praktis
2. Membantu mengatasi permasalahan pembelajaran yang dihadapi
oleh guru dan mendapat tambahan wawasan serta keterampilan
pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu
pembelajaran
3. Siswa memperoleh pelajaran Bahasa Inggris yang lebih menarik,
menyenangkan, dan memungkinkan dirinya untuk meguasai materi
Bahasa Inggris sebagai bekal menuju jenjang sekolah yanng lebih
tinggi

BAB II

KAJIAN TEORITIS

1. A.      Kerangka Teori


1. Partisipasi Dalam Pembelajaran

Menurut Tannenbaun dan Hahn, partisipasi merupakan suatu tingkat sejauhmana peran anggota
melibatkan diri di dalam kegiatan dan menyumbangkan tenaga dan pikirannya dalam
pelaksanaan kegiatan tersebut. Sedangkan menurut Dusseldorp, partisipasi diartikan sebagai
kegiatan atau keadaan mengambil bagian dalam suatu aktivitas mencapai suatu kemanfaatan
secara optimal.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa partisipasi adalah keterlibatan seseorang
baik pikiran maupun tenaga untuk memperoleh manfaat dari suatu kegiatan. Jika mengacu pada
definisi di atas, partisipasi di dalam kelas merupakan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran. Dengan demikian, partisipasi siswa di dalam kelas adalah sangat berperan penting
dalam usahanya mencapai tujuan pembelajaran yang optimal. Dengan adanya partisipasi aktif
dari siswa dalam pembelajaran di kelas, suasana pembelajaran akan menjadi lebih hidup.
Kecenderungan siswa berperan aktif, pada akhirnya tentu saja akan berpengaruh pada perolehan
hasil belajar siswa.

Selain dipengaruhi oleh partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran di dalam kelas,
pembelajaran di dalam kelas juga akan dipengaruhi oleh strategi pembelajaran yang
diskenariokan oleh guru. Secara umum, Strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar
haluan untuk bertindak telah ditentukan.  Dihubungkan dengan pembelajaran (Belajar Mengajar),
strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai pola-pola umum  kegiatan guru dan peseta didik
dalam perwujudan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa di dalam suatu pembelajaran dibutuhkan
adanya sinergi atau hubungan antara guru dan peserta didik. Peserta didik bersama guru
melaksanakan pembelajaran berdasar strategi pembelajaran yang telah ditetapkan. Banyak sekali
strategi pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru, diantaranya adalah strategi pembelajaran
STAD.
1. Strategi Pembelajaran STAD

Strategi Pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan salah satu
sistem pembelajaran kooperatif yang di dalamnya dibentuk siswa dibentuk ke dalam kelompok
yang terdiri dari empat atau lima anggota yang mewakili siswa dengan tingkat kemampuan dan
jenis kelamin yanng berbeda. Guru memberikan pelajaran dan selanjutnya siswa bekerja dalam
kelompoknya masing-masing untuk memastikan bahwa semua anggota kelompok telah
menguasai pelajaran yang diberikan. Kemudian, siswa melaksanakan tes atas materi yang
diberikan dan mereka harus mengerjakan sendiri tanpa bantuan siswa yang lain. Nilai tes yang
mereka peroleh, selanjutnya dibandingkan dengan nilai rata-rata yang mereka peroleh
sebelumnya dan kelompok-kelompok yang berhasil memenuhi kriteria diberi nilai tersendiri
sehingga nilai ini kemudian ditambahkan pada nilai kelompok.

Strategi STAD lebih mementingkan sikap daripada teknik dan prinsip, yakni sikap partisipasi
dalam rangka mengembangkan potensi afektif dan kognitif. Menurut Slavin, STAD terdiri dari
lima komponen, yaitu presentasi kelas, kelompok, tes, nilai peningkatan individu, dan
penghargaan kelompok. Berdasarkan pendapat Slavin, dapat diketahui bahwa strategi
pembelajaran STAD adalah memang menekankan pada penguasaan materi bagi diri individu
yang perolehan penguasaan materi pelajaran tersebut dilakukan secara kelompok.

Secara garis besar, langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran


STAD meliputi: (1). Guru membentuk kelompok yang terdiri dari empat orang siswa yang
heterogen, (2). Guru menyajikan materi pelajaran diikuti penjelasan tentang materi, (3). Guru
memberi tugas pada kelompok, (4). Guru memberikan kuis dan lembar kerja pada masing-
masing kelompok, (5). Guru memberikan evaluasi pada siswa.

Adapun kelebihan strategi pembelajaran STAD adalah:

1. Siswa lebih mampu mendengar, menerima, dan menghormati orang lain.


2. Siswa mampu mengidentifikasi perasaannya dan perasaan orang lain.
3. Siswa dapat menerima pengalaman dan dimengerti oleh orang lain.
4. Siswa mampu meyakinkan dirinya untuk orang lain dengan membantu orang lain, dan
meyakinkan dirinya untuk saling memahami dan mengerti.
5. Mampu mengembangkan potensi individu yang berhasil guna dan berdaya guna, kreatif,
bertanggungjawab, mampu mengaktualisasikan dan mengoptimalkan dirinnya terhadap
perubahan yang terjadi.

Strategi pembelajaran STAD termasuk dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif


adalah kerja kelompok dengan unsur-unsur dasar, yaitu:  ketergantungan positif, akuntabilitas
individual, interaksi tatap muka, keterampilan sosial, dan processing (Bennet, 1991). Menurut
Mortale, pembelajaran kooperatif secara umum menyangkut teknik pengelompokkan yang di
dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang terdiri
dari empat atau lima siswa. Pembentukan kelompok didasarkan pada pemerataan karakteristik
psikologis individu, yang meliputi kecerdasan, kecepatan belajar, motivasi belajar, perhatian,
cara berfikir, dan daya ingat.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, terlihat jelas bahwa pembelajaran kooperatif dapat


meningkatkan kemampuan belajar siswa. Pembelajaran koopertif STAD yang dalam hal ini
masuk ke dalam pembelajaran kooperatif tentu saja akan membawa dampak bagi proses
pembelajaran. Mengingat begitu besarnya manfaat dan keuntungan dari strategi pembelajaran
STAD, alangkah baiknya jika guru dapat menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran.

1. B.       Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian Harjono (2010) menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD dengan objek siswa kelas X-1 SMA di Semarang pada semester gasal 2009 mata
pelajaran kimia terlihat bahwa metode ini dapat meningkatkan aktifitas kooperatif siswa dalam
KBM di kelas, di mana ditunjukkan lebih dari 87% dari siswanya berpartisipasi aktif dalam
kegiatan kelompok tersebut, dari data observasi terhadap gurunya juga terlihat bahwa
pengelolaan kelas menjadi jauh lebih baik dari minggu ke minggunya, selain itu yang paling
penting adalah pencapaian hasil belajar siswa dalam menjawab kuis-kuis setelah melewati 3
siklus meningkat hingga rata-rata kelas yang didapatkan jadi 75 dari rata-rata kelas 57
sebelumnya.

Adapun hasil penelitian eksperimen Nugroho dkk. (2009) mengenai penerapan model kooperatif
tipe STAD dalam pembelajaran dengan subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA SMAN 7
Semarang dinilai dapat meningkatkan pemahaman dan aktivitas siswa, hal ini ditunjukkan
adanya peningkatan ketuntasan klasikal, skor rata-rata post tes dan aktivitas. Sehingga olehnya
disarankan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berorientasi keterampilan proses dijadikan
model pembelajaran alternatif untuk meningkatkan pemahaman dan aktivitas siswa dalam mata
pelajaran fisika.

Sedangkan dari hasil analisa data penelitian Wijaya (2008) model pembelajaran kooperatif tipe
STAD menunjukkan bahwa hasil pos-tes siswa SDN 1 Menteng Palangkaraya menyatakan
bahwa 93% dari siswanya tuntas dalam pembelajaran yang diiringi peningkatan pemahaman
penguasaan materi, hal ini juga didukung oleh data hasil aktivitas guru dan siswa, pengelolaan
pembelajaran, respon guru dan siswa terhadap model pembelajaran ini sangat baik.

1. C.      Kerangka Berpikir

Berdasar pengamatan di lapangan nampak bahwa pada umumnya proses pembelajaran Bahasa
Inggris di kelas, terutama di jenjang Sekolah Dasar/Madrasah berjalan monoton, konvensional,
rendahnya penguasaan materi Telling Time pada khususnya, dan materi Bahasa Inggris
seluruhnya pada umumnya mengakibatkan kualitas dan hasil belajar Bahasa Inggris masih
rendah.
Melihat situasi yang demikian, perlu adanya upaya untuk meningkatkan perolehan hasil belajar
Bahasa Inggris siswa secara keseluruhan terutama penguasaan materi dengan pokok bahasan
Telling Time. Strategi pembelajaran STAD diharapkan mampu memecahkan masalah ini,
dengan harapan setelah penelitian tindakan secara kolaboratif ini selesai, proses pembelajaran
Bahasa Inggris di kelas khususnya di kelas V MI Ma’arif Babadsari tidak lagi monoton, kualitas
pembelajaran Bahasa Inggris meningkat, dan yang terpenting adalah perolehan hasil belajar
Bahasa Inggris siswa kelas V MI Ma’arif Babadsari untuk pokok bahasan Telling Time dapat
meningkat sesuai harapan.

1. Adapun Contoh Pelaksanaan Strategi Pembelajaran STAD


2. Mengajar

Alokasi Waktu     :  1 jam pelajaran

Gagasan Pokok    :  Guru memberikan materi pelajaran

Materi                   :  Telling Time (Menceritakan Waktu/ Jam)

Masing-masing pembelajaran dalam STAD diawali dengan presentasi yang dilakukan oleh guru
yang juga mencakup komponen yang sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang
telah dibuat.

1. Diskusi Kelompok

Alokasi Waktu     :  1 jam pelajaran

Gagasan Pokok    :  Siswa belajar dalam kelompoknya

Materi                   :  Lembar kerja untuk masing-masing kelompok yang berkaitan dengan pokok
bahasan Telling Time (Menceritakan Waktu/Jam)

Selama pelaksanaan belajar kelompok, tugas dari masing-masing kelompok adalah menguasai
materi yang diberikan dalam pelajaran dan membantu anggota kelompok lain dalam satu
kelompok untuk benar-benar menguasai materi pokok Telling Time tersebut. Para siswa diberi
lembar kerja untuk mengerjakan tugas kelompok.

Pada hari pertama kerja kelompok STAD, guru harus menjelaskan pada siswa tentang apa arti
kerja kelompok. Lebih khusus lagi, sebelum memulai kerja kelompok perlu dibahas peraturan-
peraturan kelompok yang berlaku selama proses pembelajaran berlangsung.

Diskusi kelompok dikatakan berhasil ditandai dengan tingginya ineraksi perbincangan ilmiah
antar siswa dalam satu kelompok guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan, atau
menyusun berbagai alternatif pemikiran.

1. Tes
Alokasi Waktu     : ½  jam pelajaran

Gagasan Pokok    : Guru memberikan tes individu

Materi                   : Tes dengan pokok bahasan Telling Time

Guru membagi tes dan memberi cukup waktu bagi siswa untuk menyelesaikannya. Jangan
membiarkan siswa untuk bekerjasama dalam mengerjakan tes. Pada tahap ini siswa bekerja
dengan menunjukkan apa yang telah mereka pelajari secara individu. Pastikan untuk
memberikan nilai pada tes tersebut pada pertemuan selanjutnya.

1. Penghargaan Kelompok

Gagasan Pokok: Menentukan nilai peningkatan individu dan nilai kelompok dan Memberikan
penghargaan pada kelompok hasilnya paling baik.

1. Menentukan Nilai Individu dan Kelompok

Setelah dilaksanakan tes, ditentukan nilai dengan peningkatan individu dan kelompok serta
memberikan penghargaan pada kelompok yang memiliki nilai tinggi. Jika memungkinkan,
umumkan nilai kelompok yang diperoleh pada periode setelah pelaksanaan tes.

1. Nilai Peningkatan dan Nilai Kelompok

Siswa memperoleh nilai peningkatan. Sebelum mulai menentukan nilai peningkatan, diperlukan
satu lembar salinan nilai tes. Tujuan dar pemberian nilai dasar dan nilai peningkatan adalah
untuk memungkinkan semua siswa memberikan nilai maksimum pada kelompoknya masing-
masing apapun hasil prestasi pencapaian yang merreka peroleh sebelumnya.

Sedangkan untuk menentukan nilai kelompok adalah dengan mencatat nilai peningkatan dari
masing-masing anggota kelompok pada lembar ringkasan kelompok dan membegi nilai
peningkatan kelompok total dengan jumlah anggota kelompok yang hadir.

1. Memberikan Penghargaan atas Pencapaian Nilai Kelompok

Tiga tingkat penghargaan yang diberikan dengan pedoman pemberian penghargaan berupa angka
maupun berupa huruf dengen kriteria Baik, Cukup, dan Kurang. Dengan demikian, gambaran
dari kerangka berfikir peneliti dapat dideskripsikan  sebagai berikut:

Perlakuan

Hasilan

Keadaan Sekarang
 

1. KBM berjalan  
monoton
 
2. Belum
ditemukan  
strategi yang
tepat  
3. Metode belum
 
bervariasi
4. Hasil  
pembelajaran
masih rendah Diskusi

5. Guru mampu Pemecahan


menerapkan Masalah
pembelajaran
dengan strategi Penerapan
STAD STAD
6. Kualitas dan Evaluasi
perolehan hasil awal
pembelajaran Evaluasi
meningkat efek
7. Penjelasan Evaluasi
mbelajaran akhir
kooperatif
STAD Atas dasar
diagram di
8. Pelatihan atas,
pembelajarn kegiatan
kooperatif
STAD

9. Simulasi
pembelajaran
kooperatif
STAD
pembelajaran ini diharapkan dapat memberikan gambaran akan kondisi lapangan saat ini,
perlakuan yang akan dilakukan, dan hasil yang diharapkan, termasuk revisi dan siklus-siklus
yang akan dilalui.

 
1. D.      Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan adalah suatu perkiraan yang bakal terjadi jika suatu tindakan yang dilakukan.
Dari judul Penelitian Tindakan Kelas Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Strategi
Pembelajaran STAD (Student Tams Achievement Division) Pada Pokok Bahasan Telling Time
Kelas V MI Ma’arif Babadsari Tahun Pelajaran 2012/2013. Hipotesis tindakannya adalah “Jika
pembelajaran Bahasa Inggris untuk pokok bahasan Telling Time dilakukan dengan strategi
pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Devision), maka nilai rata-rata siswa kelas V
MI Ma’arif Babadsari akan meningkat menjadi 70”. Dengan demikian, hipotesis tindakan yang
berupa strategi pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Devision) merupakan
tindakan yang diperkirakan dapat memecahkan masalah yang diteliti.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1. A.      Pendekatan Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan pendekatan Penelitian Eksperimen yang kualitatif.
Pendekatan eksperimen dilaksanakan di tempat terselenggaranya proses pembelajaran. Data
dikumpulkan dari orang-orang yang terlibat dalam perilaku alamiah. Hasil penelitiannya adalah
bersifat  kualitatif yakni berupa deskriptif analitik, yaitu uraian naratif mengenai suatu proses
tingkah laku subjek yang diteliti sesuai dengan masalah yang diteliti.

1. B.       Desain Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah Penelitian Tindakan (Action Research) yakni
penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan baru untuk mengatasi kebutuhan
dalam dunia kerja atau kebutuhan praktis lain. Secara lebih spesifik lagi adalah bahwa penelitian
ini adalah penelitian dengan jenis Penelitian Tindakan Kelas yang lebih menekankan pada upaya
perbaikan dan peningkatan kualitas dan proses pembelajaran yang terselenggara di dalam kelas.

Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data
penelitiannya. Pada Penelitian Tindakan Kelas ini, metode penelitian yang digunakan adalah
angket, wawancara, pengamatan (observasi), tes, dan dokumentasi.
 

1. C.      Subyek Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di MI Ma’arif Babadsari, Kecamatan Kutowinangun,


Kabupaten Kebumen. Subjek penelitiannya adalah seluruh obyek yang dijadikan sasaran
penelitian. Populasi Penelitian Tindakan Kelas ini nadalah seluruh siswa kelas V MI Ma’arif
Babadsari. Penelitian Tindakan Kelas ini akan dilaksanakan selama 1,5 bulan, yaitu dari tanggal
29 Oktober 2012 sampai dengan tanggal 14 Desember 2012.

1. D.      Teknik Pengumpulan Data

Cara-cara atau teknik peneliti dalam mengumpulkan data adalah dengan cara:

1. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan
menggunakan seluruh alat indera.

Dalam penelitian ini, peneliti mengadakan pengamata terhadap tingkah laku siswa dalam
mengikuti pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran STAD. Apa yang terjadi di
lapangan dari awal sampai akhir ditulis oleh peneliti sebagai bekal dalam pengumpulan data.

1. Wawancara

Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh
informasi dari pihak yang diwawancarai.

Dalam penelitian ini, peneliti mengadakan wawancara dengan kepala sekolah, guru,siswa, dan
sebagian orangtua siswa kelas V perihal hasil belajar Bahasa Inggris Siswa dan juga mengenai
tanggapan siswa dan semua pihak terhadap mata pelajaran Bahasa Inggris terutama untuk pokok
bahasan Telling Time.

1. Studi Dokumenter

Studi dokumenter lebih menekankan pada dokumentasi, yakni barang-barang tertulis. Di dalam
penelitian ini , peneliti melaksanakan dokumentasi, yakni dengan cara menyelidiki benda-benda
tertulis yang ada di sekolah dan atau terdapat di kelas V.

1. Perekaman

Perekaman adalan kegiatan dimana peneliti merekam atau mengabadikan atau menyimpan serta
meliput semua aktivitas yang terjadi selama proses pelaksanaan penelitian berlanngsung.

Dalam kegiatan ini, peneliti menggunakan perekam (record) berupa Handy Cam atau kamera
digital untuk merekam semua aktivitas yang berlangsung selama penelitian.
 

1. Tes

Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain  yang digunakan untuk mengukur
keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemempuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau
kelompok.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tes prestasi, yaitu tes yang digunakan untuk
mengukur pencapaian siswa seteleh mempelejari sesuatu. Dalam hal ini, peneliti melakukan
evaluasi atau tes hanya untuk materiBahasa Inggris dengan pokok bahasan Telling Time.Tes
dilaksanakan setelah pokok bahasan selesai dipelajari, dan  bentuk tes adalah berupa pilihan
ganda dan uraian.

1. Angket

Angket merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi
dari responden dalam arti laporan tentang pribadi dirinya atau hal-hal yang ia ketahui.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan angket jenis Check list yaitu sebuah daftar dimana
responden hanya tinggal membutuhkan tanda check (√)  pada kolom yang sesuai. Sama halnya
dengan Penelitian Tindakan Kelas ini, responden terkait hanya mengisi angket dengan
membubuhkan tanda check. Adapun mengenai isi dari angket tersebut adalah semua hal yang
berhubungan dengan mata pelajaran Bahasa Inggris secara umum dan untuk materi Telling Time
secara khusus.

1. E.       Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, selanjutnya peneliti akan mengolah data
yang sudah ada. Pekerjaan analisis data meliputi:

1. Persiapan

Pada tahap persiapan, yang dilakukan oleh peneliti adalah memillih atau  menyortir data
sedemikian rupa sehingga hanya data yang terpakai saja. Tahap persiapan dimaksudkan untuk
merapikan data agar bersih, rapi, dan tinggal mengadakan pengolahan data atau analisis.

Kegiatan dalam tahap persiapan antara lain:

1. Mengecek nama dan kelengkapan identitas pengisi intrumen.


2. Mengecek kelengkapan data (isi instrumen pengumpulan data, keutuhan instrumen)
3. Mengecek macam isian data.
4. Tabulasi

Dalam tahapan tabulasi, peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Memberikan skor (scoring) terhadap item-item yang perlu diberi skor


2. Memberikan kode terhadap item-item yang tidak diberi skor

Misal: Jenis kelamin: laki-laki diberi kode (1), perempuan diberi kode (0)

1. Mengubah jenis data yang disesuaikandengan teknik analisis data yang akan digunakan
2. Memberikan kode (coding) dalam hubungan dengan pengolahan data pada semua
variabel.
3. Penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian.

Teknik analisis data yang digunakan dalam pengelolaan data adalah secara induktif, yakni data-
data yang diperoleh dikumpulkn menjadi satu dan selanjutnya dideskripsikan dari hal-hal yang
khusus dan terakhir didapatkan kesimpulan umum dari data-data tersebut.

1. F.       Indikator Keberhasilan

Indikator dalam penelitian tindakan kelas adalah setelah diterapkan strategi pembelajaran STAD
(Student Tams Achievement Division) pada mata pelajaran Bahasa Inggris dalam pokok bahasan
Telling Time. Kualitas kemampuan siswa dalam menyelesaikan pokok bahasan ini ditandai
dengan meningkatnya skor rata – rata dan ketuntasan dalam belajar.

1. G.      Prosedur Penelitian


1. Penjajagan Awal (Analisis Kebutuhan)

Dalam proses pembelajaran di dalam kelas, ditemukan siswa yang berperilaku belajar, seperti
tidak mengerjakan tugas dengan baik, baik tugas yang dikerjakan di kelas maupun tugas yang
dikerjakan di rumah, tidak semangat belajar rendah, takut menanyakan hal-hal yang belum
difahami, dan sebagainya.

Di kelas V MI Ma’arif Babadsari, hampir 50 persen belum dapat menguasai materi Bahasa
Inggris tentang Telling Time (menceritakan waktu/ jam).
Dengan adanya perilaku yang muncul di atas, guru Bahasa Inggris yang masih pemula dengan
masa kerja kurang dari 5 tahun merasa kesulitan untuk mengefektifkan kondisi pembelajaran
karena keadaan yang ada sangat berpengaruh pada hasil belajar Bahasa Inggris siswa kelas V,
hal ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar Bahasa Inggris siswa pada materi Telling
Time, hal ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar Bahasa Inggris siswa pada materi
Telling Time.

1. Perencanaan Tindakan

Untuk melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas akan dilaksanakan bersama dengan teman
sejawat dan juga kepala sekolah. Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti telah
bermusyawarah dengan pihak terkait, dalam hal ini guru dan kepala sekolah perihal Pelaksanaan
Penelitian Tindakan Kelas. Peneliti mengutarakan maksud dan tujuan dari penelitian yang akan
dilaksanakan. Setelah bermusyawarah, terdapat kata sepakat mengenai tindakan yang dapat
meningkatkan hasil belajar Bahasa Inggris siswa kelas V untuk materi Telling Time
(Menceritakan Waktu/ Jam) pada siswa kelas V MI Ma’arif Babadsari, yaitu dengan
menggunakan strategi pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division). Prosedur
penelitian ini terdiri dari tiga siklus. Tiap-tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang
dicapai.  Prosedur dalam tiap-tiap siklus adalah sama, yakni meliputi Perencanaan, Tindakan,
Observasi, dan Refleksi.

Pada tahap perencanaan tindakan, peneliti merencanakan penelitian berdasarkan tujuan


penelitian. Beberapa perangkat yang dipersiapkan dalam perencanaan tindakan diantaranya:
RPP, instrumen penelitian yang diperlukan, dan perangkat lain yang dibutuhkan dalam
penelitian. Selain itu peneliti juga merumuskan rencana tindakan, berupa:

1. Materi pelajaran Bahasa Inggris ditekankan pada materi Telling Time.


2. Menetapkan indikator ketercapaian hasil belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa
Inggris. Penelitian dikatakan berhasil jika tejadi peningkatan hasil belajar Bahasa Inggris
untuk materi Telling Time denngan ketuntasan belajar minimal 70% siswa mampu
menjawab dengan benar paling sedikit 60% dari keseluruhan soal yang ada.
3. Menentukan instrumen penelitian siswa, berupa: Tes tertulis, tes kinerja, lembar
pengamatan beserta pedoman pengamatan, kuesioner, Lembar Kerja Siswa, catatan
lapangan, dan instrumen lain yang nantinya diperlukan dalam Penelitian Tindakan Kelas.
4. Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti berkolaborasi dengan guru melaksanakan tindakan
sesuai dengan skenario yang telah terdapat pada RPP. Pelaksanaan tindakan dalam Penelitian
Tindakan Kelas ini adalah ditekankan pada implementasi Strategi Pembelajaran STAD, yakni
meliputi:

1. Siswa diberi penjelasan tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD dan komponen-
komponennya
2. Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan pertimbangan kemampuan
akademik dan jenis kelamin
3. Peneliti memberikan penjelasan tentang tujuan pembelajaran dan garis besar materi yang
akan dipelajari
4. Siswa ditugaskan untuk bergabung ke dalam kelompoknya masing-masing
5. Peneliti memulai dengan memaparkan dan mendiskusikan materi yang dibahas
6. Peneliti membagi tugas kepada setiap kelompok
7. Peneliti melakukan observasi dan membimbing kegiatan kelompok
8. Setelah kegiatan kelompok selesai, dilanjutkan dengan diskusi kelas yang dipandu oleh
guru untuk membahas hal-hal yang tidak dan atau belum terselesaikan dalam kegiatan
kelompok
9. Peneliti memberikan kuis untuk mengetahui penguasaan konsep yang dipelajari secara
individual
1. Observasi

Kegiatan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini peneliti
melakukan observasi terhadap keterampilan kooperatif STAD yang dilatihkan kepada siswa
dengan menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan. Pada tahap ini, peneliti juga
mengumpulkan data, baik berupa data kuantitatif maupun data kualitatif. Data kuantitatif adalah
data yang berupa angka, dan data kualitataif adalah data yang berupa huruf.

1. Refleksi

Kegiatan pada tahap ini adalah mencermati, mengkaji, dan menganalisis secara mendalam dan
secara menyeluruh tindakan yang telah dilaksanakan yang didasarkan data yang telah terkumpul
pada tahap observasi. Dalam hal ini, peneliti menganalisis data hasil observasi yang mencakup
analisis mengenai keterampilan kooperatif STAD siswa dalam melakukan kegiatan pada masing-
masing tahap belajar kooperatif STAD tersebut, hasil kegiatan kelompok, dan hasil kuis yang
berkaitan dengan hasil kegiatan kelompok. Selanjutnya, peneliti juga melakukan evaluasi untuk
menemukan keberhasilan dari dampak tindakan yang telah dilakukan terhadap peningkatan hasil
belajar Bahasa Inggris siswa untuk materi Telling Time.

Peneliti juga menganalisis mengenai kekuatan dan kelemahan dari tindakan yang telah
dilaksanakan. Pada akhirnya, hasil-hasil yang diperoleh dan permasalahan yang muncul pada
pelaksanaan tindakan dipakai sebagai dasar untuk melakukan perencanaan ulang pada siklus
berikutnya. Penelitian ini akan dilaksanakan tiga siklus sehingga pelaksanaan Penelitian
Tindakan Kelas ini benar-benar akan sangat bermanfaat dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

 
 

DAFTAR PUSTAKA

Asrori, Mohammad. 2009. Penelitian Tindakan Kelas.  Bandung: Wacana Prima.

Basrowi, Sukidin, dkk. 2011. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Insan Cendekia.

Bahri Djamarah, Syaiful dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta.

Hadi, Amirul dan Haryono. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Hamalik, Oemar. 1993 .Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Mandar Maju.

Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
 MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CLIS PADA SISWA KELAS IX A SMP
NEGERI 1 YOGYAKARTA SEMESTER GANJIL

TAHUN PELAJARAN 2012/2013

ABSTRAK

Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara dan hasil evaluasi pelaksanaan pembelajaran


Pendidikan Kewarganegaraan di kelas IX D SMP Negeri 1 Yogyakarta tahun pelajaran
2012/2013 diperoleh data sebagai berikut: (1) kegiatan pembelajaran masih banyak didominasi
oleh guru sehingga siswa kurang aktif mengikuti pembelajaran, (2) metode yang digunakan
dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menitik beratkan pada penanaman informasi/
konsep-konsep yang dipelajari diberitahukan atau disajikan dengan ceramah saja; (3) dalam
proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa merasa kurang mendapatkan
pengarahan dan bimbingan dalam belajar mandiri, (4) dalam pelaksnaan pembelajaran guru
masih menarapkan Catat Buku Sampai Abis. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
”Apakah penggunaan model pembelajaran CLIS dapat meningkatkan aktivitas belajar
Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa kelas IX D SMP Negeri 1 Yogyakarta semester ganjil
tahun pelajaran 2012/2013”

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah model pembelajaran CLIS
dapat meningkatkan aktivitas belajar Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa kelas IX A SMP
Negeri 1 Yogyakarta semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013. Prosedur peneltian ini akan
dilakukan melalui 3 (tiga) siklus, setiap siklus dilakukan selama 2 x 40 menit yang terdiri dari 4
tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi

Hasil dari penelitian pada setiap siklus dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegara-an pada
siswa kelas IX D SMP Negeri 1 Yogyakarta semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013, yaitu
sebagai berikut: (1) pada siklus I kinerja guru dalam penggunaan model pembelajaran CLIS
mencapai 62,50% dan aktivitas belajar Pendidikan Kewarganegaraan mencapai 61,54%, (2) pada
siklus II kinerja guru dalam penggunaan model pembelajaran CLIS mencapai 75,00% dan
aktivitas belajar Pendidikan Kewarganegaraan 69,23%, dan (3) pada siklus III kinerja guru
dalam penggunaan model pembelajaran CLIS mencapai 83,33% dan aktivitas belajar Pendidikan
Kewarganegaraan 79,49%. Dengan demikian semakin meningkat kinerja guru dalam
penggunaan model pembelajaran CLIS maka semakin meningkat aktivitas belajar Pendidikan
Kewarganegaraan.

BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah.

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. [Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945]

Dalam perkembangannya sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sampai dengan penghujung abad
ke-20, rakyat Indonesia telah mengalami berbagai peristiwa yang mengancam keutuhan negara.
Untuk itu diperlukan pemahaman yang mendalam dan komitmen yang kuat serta konsisten
terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Konstitusi Negara
Republik Indonesia perlu ditanamkan kepada seluruh komponen bangsa Indonesia, khususnya
generasi muda sebagai generasi penerus.

Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan


pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Guru memiliki tanggung jawab agar pembelajaran yang diberikan dapat berhasil dengan baik.
Keberhasilan ini banyak bergantung kepada usaha guru membangkitkan aktivitas belajar siswa
dalam mengikuti proses pembelajaran. Aktivitas dalam belajar mengajar merupakan rangkaian
kegiatan yang meliputi keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran, bertanya hal-hal yang belum
jelas, mencatat, mendengar, berpikir, membaca, dan segala kegiatan yang dilakukan yang dapat
menunjang prestasi belajar. Belajar sambil melakukan aktivitas lebih banyak mendatangkan hasil
bagi anak didik, sebab kesan yang didapatkan oleh anak didik lebih tahan lama tersimpan di
dalam benak anak didik.

Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara dan hasil evaluasi pelaksanaan pembelajaran


Pendidikan Kewarganegaraan di kelas IX D SMP Negeri 1 Yogyakarta tahun pelajaran
2012/2013 diperoleh data sebagai berikut: (1) kegiatan pembelajaran masih banyak didominasi
oleh guru sehingga siswa kurang aktif mengikuti pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan,
(2) metode yang digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menitik beratkan
pada penanaman informasi/ konsep-konsep yang dipelajari diberitahukan atau disajikan dengan
ceramah saja; (3) dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa merasa kurang
mendapatkan pengarahan dan bimbingan dalam belajar mandiri, (4) dalam pelaksnaan
pembelajaran guru masih menarapkan Catat Buku Sampai Abis.

Dari hasil evaluasi proses pembelajaran di atas ternyata belum memberikan dampak yang baik
terhadap peningkatan aktivitas belajar siswa. Hal ini disebabkan karena proses pembelajaran
yang dilakukan masih menggunakan metode dan model yang kurang menarik perhatian siswa.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka perlu diadakan tindakan perbaikan-perbaikan


sebagai upaya meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam Pendidikan Kewarganegaraan.
B.    Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka identifikasi masalah dalam penelitian
ini adalah:

1. Apakah penggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan


aktivitas belajar Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa kelas IX A SMP Negeri 1 Yogyakarta
semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013.

2. Apakah penggunakan model pembelajaran Koopratif tipe TGT dapat meningkatkan aktivitas
belajar Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa kelas IX A SMP Negeri 1 Yogyakarta semester
ganjil tahun pelajaran 2012/2013.

3. Apakah penggunaan model pembelajaran kontekstual berbasis inquiri dapat meningkatkan


aktivitas belajar Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa kelas IX A SMP Negeri 1 Yogyakarta
semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013.

4.   Apakah penggunaan model pembelajaran CLIS dapat meningkatkan aktivitas belajar
Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa kelas IX A SMP Negeri 1 Yogyakarta semester ganjil
tahun pelajaran 2012/2013.

C.    Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
”Apakah penggunaan model pembelajaran CLIS dapat meningkatkan aktivitas belajar
Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa kelas IX A SMP Negeri 1 Yogyakarta semester ganjil
tahun pelajaran 2012/2013”

D.    Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah model pembelajaran CLIS
dapat meningkatkan aktivitas belajar Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa kelas IX A SMP
Negeri 1 Yogyakarta semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013.

E.    Manfaat Penelitian

1.      Bagi siswa:

Dapat memperluas proses berpikir dan dapat menimbulkan minat sekaligus kreativitas serta
aktivitas belajar siswa, sehingga siswa dapat berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam
menanggapi isu kewarganegaraan

2.      Bagi guru:


Bermanfaat untuk perbaikan dan mengembangkan kemampuan, serta merencanakan penggunaan
model pembelajaran CLIS sebagai salah satu cara untuk meningkatkan aktivitas belajar
Pendidikan Kewarganegaraan.

3.    Bagi sekolah:

Bermanfaat sebagai masukan dalam rangka mengefektifkan pembinaan dan pengembangan bagi
guru agar dapat lebih profesional dalam melaksanakan proses pembelajaran sehingga dapat
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.

PROPOSAL PENELITAN: MENINGKATKAN KECERDASAN VISUAL-


SPASIAL ANAK MELALUI PEMANFAATAN BAHAN LIMBAH
ANORGANIK PADA ANAK KELOMPOK B2 DI RA/TK ‘AL-MU’MININ’
KECAMATAN KAMBU KOTA KENDARI

PROPOSAL PENELITIAN

MENINGKATKAN KECERDASAN VISUAL-SPASIAL ANAK

MELALUI PEMANFAATAN BAHAN LIMBAH ANORGANIK

PADA ANAK KELOMPOK B2 DI RA/TK “AL-MU’MININ”


KECAMATAN KAMBU KOTA KENDARI

UMK
 
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIK ANAK USIA DINI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI

HALAMAN PERSETUJUAN

MENINGKATKAN KECERDASAN VISUAL-SPASIAL ANAK


MELALUI PEMANFAATAN BAHAN LIMBAH ANORGANIK
PADA ANAK KELOMPOK B2 DI RA/TK ‘AL-MU’MININ’
KECAMATAN KAMBU KOTA KENDARI
 
Telah disetujui untuk diajukan dalam ujian proposal
Pembimbing Tanda Tangan Tanggal

1.      Drs. Fahruddin Hanafi, M.Pd .................................... .....................

2.      Dra. Sri Astuti, M.Pd .................................... .....................

 
Mengetahui,
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Kendari

Drs. H. Muh. Natsir, M.Si.


NIP. 19640828 199303 1 002
BAB I

PENDAHULUAN 

A.  Latar Belakang

Undang-Undang (UU) No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah

mengamanatkan dilaksanakannya pendidikan kepada seluruh rakyat Indonesia sejak usia dini,

yakni sejak anak dilahirkan. Disebutkan secara tegas dalam Undang-Undang tersebut bahwa

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak

sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan

pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak

memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (pasal 1, butir 14). Pendidikan bagi

anak usia dini semakin popular. Orang tua semakin merasakan pentingnya memberikan

pendidikan kepada anak sejak dini dan berlomba memberikan fasilitas pendidikan terbaik pada

anak-anaknya. Perkembangan tersebut mendorong semakin menggeliatnya pertumbuhan

lembaga pendidikan pra sekolah atau yang lebih dikenal dengan sekolah Raudatul Athfal/Taman

Kanak-Kanak.

Ditengah beragam alternatif Pendidikan Raudatul Athfal/Taman Kanak-Kanak, pada

dasarnya tujuan Pendidikan Raudatul Athfal/Taman Kanak-Kanak adalah membantu peserta

didik mengembangkan berbagai kemampuan atau kecerdasan yang dimiliki oleh setiap anak

baik psikis maupun fisik, yang biasa disebut “Multiple Intelegences”.

Kecerdasan visual-spasial merupakan salah satu kecerdasan majemuk yang dikemukakan

oleh Gardner. Anak yang memiliki kecerdasan ini memiliki kemampuan untuk
memvisualisasikan berbagai hal dan memiliki kelebihan dalam hal berpikir melalui gambar

Hildayani, (2005:5.16). Anak yang memiliki kecerdasan visual-spasial dapat dilihat dari

kesehariannya misalnya anak dapat menceritakan gambar dengan jelas, lebih senang membaca

peta, diagram, lebih menyukai gambar daripada teks, menyukai kegiatan seni, pandai

menggambar, yang terkadang mendekati atau persis aslinya, dapat membangun konstruksi tiga

dimensi yang menarik, lebih mudah belajar dengan gambar daripada teks, dan membuat coretan-

coretan yang bermakna dibuku kerja atau kertas.

Kecerdasan visual-spasial dapat dikembangkan melalui kegiatan membayangkan,

menggambar, membuat kerajinan, mengatur, dan merancang, membentuk dan bermain

konstruktif, bermain sandiwara boneka, meniru gambar objek, bermain dengan lilin mainan,

menyusun objek mainan, bermain peran, membaca buku, dan bermain video game. Kegiatan

tersebut merupakan kegiatan yang melibatkan semua indera anak terlibat dalam pembelajaran

yang diawali dengan menampilkan model dan diakhiri dengan membuat atau menciptakan

sesuatu klinik Pediatri, (2009:2). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Kostelnik Masitoh,

(2005:7.4) bahwa pengalaman langsung harus mendahului penggambaran atau sesuatu yang

lebih abstrak dan model lebih konkret daripada gambar, dan gambar lebih konkret daripada kata-

kata.

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 2 sampai 25 April 2012

menunjukkan bahwa kemampuan visual-spasial anak di RA/TK Al-Mu’minin Kecamatan

Kambu kota Kendari tidak begitu tampak. Ketika diberikan bahan limbah anorganik berupa kulit

aqua gelas anak hanya mampu mengguntingnya yang menghasilkan bentuk tidak beraturan,

ketika kegiatan menggambar orang sebagian besar anak hanya mampu membuat coretan

sederhana berupa garis, lingkaran dan titik, setelah mencuci tangan anak tidak langsung
mengeringkannya padahal sudah disampaikan oleh ibu gurunya, dan ketika kegiatan

menggambar bebas ada anak yang masih bingung gambar apa yang akan dibuat, sedangkan

sekolah sendiri menginginkan anak memiliki kecerdasan visual-spasial diantaranya anak sudah

mengenal spasial dua arah berpasangan seperti arah depan-belakang, atas-bawah, dan kanan-kiri,

anak mampu menggambar figur orang, anak dapat membedakan beberapa warna dan anak dapat

membuat bentuk dari bahan limbah anorganik yang diberikan oleh ibu gurunya. Kondisi di

lapangan tidak sesuai dengan apa yang menjadi tujuan sekolah, hal tersebut dipicu oleh

penggunaan metode pembelajaran yang kurang bervariasi. Metode ceramah merupakan metode

yang mendominasi pembelajaran di RA/TK, khususnya pembelajaran di RA Al- Mu’minin

kecamatan Kambu kota Kendari. Selain itu media yang digunakan juga kebanyakan berupa

lembar kerja dalam bentuk buku yang berupa latihan-latihan yang lebih menekankan pada

kemampuan akademik. Minimnya pembelajaran yang bisa menggali kecerdasan visual-spasial

anak serta kurangnya keterlibatan anak dalam mengeksplorasi media atau sumber belajar yang

bisa mengasah kecerdasan mereka merupakan faktor utama yang menjadi masalah mengapa anak

memiliki kecerdasan yang minim khususnya kecerdasan visual-spasial. Meskipun demikian,

berdasarkan amatan penulis, potensi kecerdasan visual-spasial masih memiliki peluang yang

potensial untuk dikembangkan secara optimal, dengan catatan perlu melakukan tindakan

perbaikan pembelajaran dalam aktivitas belajar sambil bermain anak.

Pemanfaatan bahan limbah anorganik bagi usia RA/TK merupakan kegiatan bermain dan

memiliki unsur pendidikan yang kompleks, disamping harganya yang murah dan menarik bagi

anak, juga bahannya banyak dan mudah diperoleh disekitar lingkungan anak, maka dipandang

perlu untuk melakukan upaya-upaya perbaikan dalam program pelaksanaan kegiatan

pengembangan potensi anak. Upaya tersebut, dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab kongkrit
dan kewajiban untuk mengoptimalkan perkembangan kecerdasan visual-spasial yang dimiliki

anak, yang mana penulis memandangnya masih memiliki peluang yang potensial untuk lebih

dikembangkan lagi.

Bertolak dari keinginan pada latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk menerapkan

kegiatan memanfaatan bahan limbah anorganik dalam meningkatkan kecerdasan visual-spasial

anak RA/TK Al-Mu’minin Kendari. Ketertarikan ini, selanjutnya mendorong penulis dan

berkolaborasi dengan guru RA/TK Al-Mu’minin kota Kendari untuk melaksanakan Penelitian

Tindakan Kelas dengan judul “Meningkatkan Kecerdasan Visual-Spasial Anak Dengan

Memanfaatkan Bahan Limbah Anorganik Pada Anak Kelompok B2 di RA/TK Al-Mu’minin

kecamatan Kambu Kota Kendari”.

B.  Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas , maka permasalahan yang akan dijawab dalam

penelitian ini adalah “ Apakah melalui pemanfaatan bahan limbah anorganik dapat

meningkatkan kecerdasan visual spasial pada anak kelompok B2 di RA/TK Al-Mu’minin

kecamatan Kambu kota Kendari?”

C.  Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian

ini adalah untuk meningkatan kecerdasan visual-spasial pada anak kelompok B2 di RA/TK Al-

Mu’minin kecamatan Kambu kota Kendari melalui pemanfaatan bahan limbah anorganik.

D.  Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat bermanfaat :


1.      Bagi anak didik kelompok B2 RA/TK Al-Mu’minin kecamatan Kambu kota Kendari: agar

mereka terstimulasi sehingga memiliki pola pikir, daya nalar dan pola berimajinasi secara

kompleks, motivasi positif, respon, aktif, kreatif dan meningkatkan interaksi positif antar

mereka (anak).

2.      Dari segi teoritis/keilmuwan, hasil penelitian ini diharapkan menjadi kontribusi khasanah ilmiah

dalam mengembangkan kecerdasan visual- spasial anak RA/TK Al-Mu’minin melalui

pemanfaatan bahan limbah anorganik yang banyak terdapat disekitar lingkungan anak sesuai

dengan karakteristik dan kebutuhan anak secara khusus dan memperkaya kajian ilmu Pendidikan

Anak Usia Dini (PAUD) pada umumnya.

3.      Bagi guru RA/TK Al-Mu’minin kecamatan Kambu kota Kendari sebagai tambahan

pengetahuan keprofesian yang selalu dituntut untuk melakukan upaya inovatif sebagai

implementasi berbagai teori dan teknik pembelajaran bagi anak usia dini di RA/TK serta bahan

ajaran yang dapat dikembangkan lebih lanjut dan dipakainya dalam kegiatan belajar sambil

bermain bagi anak didiknya terutama dalam hal meningkatkan kecerdasan visual-spasial anak

usia dini.

4.      Bagi Lembaga PAUD/RA/TK Al-Mu’minin kecamatan Kambu kota Kendari dan bagi pihak-

pihak yang berkompeten dengan masalah perkembangan anak usia dini, diharapkan hasil

penelitian ini nantinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi untuk menyusun lankah-

langkah yang lebih konkrit dan dalam penyusunan kebijakan usaha pengembangan dan

peningkatan kecerdasan visual-spasial anak usia dini di RA/TK dan sekolah PAUD lain yang

sederajat, khususnya yang relevan dengan pemanfaatan bahan limbah anorganik yang ada

dilingkungan sekitar sebagai media pembelajaran untuk meningkatkan kecerdasan visual-spasial

anak.
5.      Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis serta sebagai bahan rujukan atau kajian

lebih lanjut bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang lebih luas dan mendalam

mengenai peningkatan kecerdasan visual-spasial anak usia RA/TK, khususnya dengan

memanfaatkan bahan limbah anorganik yang banyak terdapat dilingkungan sekitar.

E.  Defenisi Operasional

Untuk menyamakan persepsi dan menghindari terjadinya kesalahan penafsiran terhadap

aspek-aspek atau variabel-variabel pengamatan dalam penelitian ini, maka perlu untuk diperjelas

terlebih dahulu batasan-batasan konsepsinya pada bagian defenisi operasional, yakni seperti

berikut:

1.    Kecerdasan visual-spasial adalah kemampuan untuk membentuk suatu gambaran tentang tata

ruang didalam pikiran. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada warna, garis, bentuk, ruang dan

hubungan antar unsur-unsur tersebut. Anak dengan kecerdasan visual-spasial  yang tinggi

cenderung berpikir secara visual. Mereka kaya khayalan internal (internal imagery) sehingga

cenderung imajinatif dan kreatif.

2.    Pemanfaatan bahan limbah anorganik yang dimaksud adalah suatu kegiatan pengelolaan sumber

pembelajaran berupa penggunaan atau pemanfaatan bahan limbah anorganik yang terdapat di

lingkungan sekitar anak untuk tujuan peningkatan kecerdasan visual spasial anak dalam kegiatan

belajar sambil bermain di RA/TK Al-Mu’minin kecamatan Kambu kota Kendari. Melalui

pemanfaatan bahan limbah anorganik itu, diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran yang

memfasilitasi capaian perkembangan kecerdasan visual-spasial anak secara optimal sesuai yang

diharapkan.

3.    Bahan limbah anorganik yang dimaksud adalah bahan bekas atau bahan sisa pakai yang terbuat

dari bahan plastik dan dianggap tidak memiliki manfaat yang terdapat dilingkungan, seperti:
bekas minuman ringan (bekas; aqua gelas, teh gelas, juice gelas, dan lain sejenisnya), bekas botol

minuman plastik, bekas pembungkus makanan dari plastik, dan lain sebagainya. Yang semua

bahan limbah anorganik tersebut, dimanfaatkan dalam kegiatan belajar sambil bermain anak

didik (anak “RA/TK Al-Mu’minin” kecamatan Kambu kota Kendari), dalam rangka

meningkatkan kecerdasan visual-spasial anak didik.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.  Konsep Kecerdasan Visual-Spasial Anak

1.    Konsep Kecerdasan

Teori “Multiple Intelegence” yang dikemukakan oleh Howard Gardner merupakan gebrakan

yang sangat fundamental dibidang ilmu pengetahuan, yakni: a. Kecerdasan Linguistik/bahasa,

berkaitan dengan kemampuan membaca, menulis, berdiskusi, berargumentasi dan berdebat; b.

Kecerdasan Matematis-Logis, berkaitan dengan kemampuan berhitung, menalar dan berpikir

logis, memecahkan masalah; c. Kecerdasan Visual-Spasial, berkaitan dengan kemampuan

menggambar, memotret, membuat patung, mendesain; d. Kecerdasan Musikal, berkaitan dengan

kemampuan menciptakan lagu, mendengar nada dari sumber bunyi atau alat-alat music; e.

Kecerdasan kinestetik/gerak, berkaitan dengan kemampuan gerak motorik dan keseimbangan; f.

Kecerdasan Interpersonal, berkaitan dengan kemampuan bergaul dengan orang lain, memimpin,

kepekaan soasial, kerja sama dan empati; g. Kecerdasan Intrapersonal, berkaitan dengan
pemahaman terhadap diri sendiri, motivasi diri, tujuan hidup dan pengembangan diri; dan h.

Kecerdasan Naturalis, berkaitan dengan kemampuan meneliti perkembangan alam, melakukan

identifikasi dan observasi terhadap lingkungan sekitar.

Teori tersebut membuka mata dunia yang selama ini mengidentikkan suatu kecerdasan

dengan nilai IQ. Munculnya teori “Multiple Intelegence” atau kecerdasan majemuk

membuktikan bahwa tidak ada anak yang bodoh atau pintar, yang ada hanyalah anak yang lebih

menguasai satu bidang tertentu dan kurang menguasai bidang lain. Maksud dari pernyataan

tersebut adalah kedelapan kecerdasan yang diungkapkan oleh Gardner bisa saja dimiliki oleh

individu, hanya saja dalam taraf yang berbeda. Selain itu, kecerdasan ini tidak berdiri sendiri

terkadang bercampur dengan kecerdasan lain Agustin, (2006:36). Misalnya saja bila anak pintar

bernyanyi sebagai kecerdasan musikal, ia juga pada umumnya cerdas dalam gerakan tubuh, ia

dapat mengikuti dan menyesuaikan gerakannya dengan ritme atau alunan musik yang

didengarkannya.

Kecerdasan bukanlah sesuatu yang bersifat kebendaan, melainkan sesuatu fiksi ilmiah

untuk mendeskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual. Dalam

mengartikan kecerdasan ini, para ahli mempunyai pengertian yang beragam, sebagaimana yang

dikemukakan oleh Yusuf (2005:106), diantara pengertian itu adalah sebagai berikut:

a.    Kecerdasan sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara

cepat dan efektif.

b.    Intelegensi meliputi tiga pengertian, yaitu kemampuan untuk belajar, keseluruhan pengetahuan

untuk diperoleh, dan kemampuan untuk beradaptasi secara berhasil dengan situasi baru atau

lingkungan pada umumnya.


c.    Kecerdasan dibagi dalam dua kategori, yaitu: (1) “Fluid Inteligence”, yaitu tipe kemampuan

analisis kognitif yang relatif tidak dipengaruhi oleh pengalaman belajar sebelumnya; (2)

“Crystalized Inteligence ”, yaitu keterampilan-keterampilan atau kemampuan nalar (berpikir)

yang dipengaruhi oleh pengalaman belajar sebelumnya.

Menurut Thurstone Syaodih, (2007:93) individu memiliki sejumlah faktor kecerdasan yang

berkelompok menjadi tujuh faktor kemampuan, yaitu:

1.        Verbal Comprehension, kemampuan untuk memahami hal-hal yang dinyatakan secara verbal

atau menggunakan bahasa.

2.        Word Fluecy, kelancaran dan kefasihan menyatakan buah pikiran dengan menggunakan kata-

kata.

3.        Number Ability, kemampuan untuk memahami dan memecahkan masalh-masalah matematis,

yaitu masalah yang menyangkut dan menggunakan angka-angka atau bilangan-bilangan.

4.        Spatial Ability, kemampuan untuk memahami ruang.

5.        Memory, kemampuan untuk mengingat.

6.        Paceptual Ability, kemampuan untuk mengamati dan memberikan penafsiran atas hasil

pengamatan.

7.        Reasoning, kemampuan berpikir logis.

2.    Konsep Kecerdasan Visual-Spasial pada Anak

Kecerdasan Visual-Spasial berkaitan dengan kemampuan menangkap warna, arah, dan

ruang secara akurat. Sebagaimana dikemukakan oleh Armstrong Masfiroh, (2004:67) bahwa

“anak yang cerdas dalam visual-spasial memiliki kepekaan terhadap warna, garis-garis, bentuk-

bentuk, dan bangunan-bangunan”. Sedangkan menurut Indra Masfiroh, (2004:67) anak yang
memiliki kemampuan visual-spasial dapat mengenali identitas objek ketika objek tersebut ada

dari sudut pandang yang berbeda, dan mampu memperkirakan jarak dan kecerdasan darinya

dengan sebuah objek.

Kecerdasan Visual-Spasial memiliki manfaat yang luar biasa dalam kehidupan manusia.

Hampir semua pekerjaan yang menghasilkan karya nyata memerlukan sentuhan kecerdasan ini.

Bangunan yang dirancang arsitektur, desain taman, lukisan, rancangan busana, pahatan, bahkan

benda-benda sehari-hari yang dipakai manusia pun adalah hasil buah kecerdasan visual-spasial

yang tinggi mengesankan kreativitas. Kemampuan mencipta satu bentuk, seperti bentuk pesawat

terbang, rumah, mobil, burung, mengesankan adanya unsur transformasi bentuk yang rumit.

Kecerdasan Visual-Spasial dapat distimulasi melalui berbagai program seperti melukis,

membentuk sesuatu dengan plastisin, mencecap, dan menyusun potongan gambar. Guru perlu

menyediakan berbagai fasilitas yang memungkinkan anak mengembangkan daya imajinasi

mereka, seperti alat-alat permainan konstruktif (Lego, puzzle, lasie), balok-balok bentuk

geometri berbagai warna dan ukuran, peralatan menggambar, pewarna, alat-alat dekoratif (kertas

warna-warni, gunting, lem, benang), dan berbagai buku bergambar. Akan lebih baik, jika

menyediakan beberapa miniatur benda-benda yang disukai anak, seperti mobil-mobilan, pesawat

terbang, rumah-rumahan, hewan dan orang-orangan.

Menurut Gardner Musfiroh, (2004:69) kecerdasan visual-spasial mempunyai lokasi diotak

bagian belakang hemisfer kanan. Kecerdasan ini berkaitan erat dengan kemampuan imajinasi

anak. Pola pikir topologis (bersifat mengurai bagian-bagian dari suatu objek) pada awal masa

kanak-kanak memungkinkan mereka menguasai kerangka pikir euclidean pada usia 9-10 tahun.

Kepekaan artistik pada kecerdasan ini tetap bertahan hingga seseorang itu berusia tua.
Anak usia 4 tahun, umumnya, sudah mengenal spasial dua arah biner (berpasangan) seperti

arah depan-belakang, atas-bawah, sana-sini, meskipun adakalanya masih bingung dengan arah

kanan dan kiri. Mereka belum dapat memahami arah mata angin, meskipun diantaranya dapat

menyebutkan nama mata angin.

Menurut Beredekamp dan Copple Musfiroh, (2004:93) anak usia 4 tahun sudah dapat

menata balok-balok menjadi bentuk yang tinggi dan agak kompleks. Mereka yang menunjukkan

kemampuan memperkirakan secara spasial yang masih terbatas, dan cenderung merusak posisi

atau benda. Mereka cenderung mengubah mainan yang memiliki bagian-bagian yang masih

bagus. Menurut Amstrong Musfiroh, (2004:137) untuk mengasah kecerdasan visual-spasial,

anak-anak perlu dibelajarkan melalui gambar, metafora, visual dan warna. Cara terbaik untuk

menstimulasi mereka adalah film, video, diagram, peta, dan grafik.

Secara umum deskripsi tentang kecerdasan spasial pada anak beserta indikatornya yang

dicetuskan oleh Howard Gardner Agustin, (2006:37) diuraikan sebagai berikut :


Kecerdasan visual-spasial adalah kemampuan memahami, memproses, dan berpikir dalam
bentuk visual. Anak dengan kecakapan ini mampu menerjemahkan bentuk gambaran dalam

pikirannya ke dalam bentuk dua atau tiga dimensi.

Adapun cirri-ciri yang tampak pada aktifitas anak adalah sebagai berikut :

a.    Memiliki kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang, dan bangunan.

b.    Memiliki kemampuan membayangkan sesuatu, melahirkan ide secara visual dan spasial.

c.    Memiliki kemampuan mengenai identitas objek ketika objek itu ada pada sudut pandang yang

berbeda.

d.   Mampu memperkirakan jarak dan keberadaan dirinya dengan sebuah objek.

e.    suka mencoret-coret, membentuk gambar, mewarnai, dan menyusun unsur-unsur bangunan.

Secara karier kecerdasan spasial biasanya dimiliki oleh arsitek, insyinyur mesin, seniman,

fotografer, pilot, navigator, pemahat, dan penemu Lwin Mubiar, (2006:57). Adapun Yusuf dan

Nurihsan Agustin, (2006:36) mengemukakan, kecerdasan spasial sebagai sekumpulan

kemampuan-kemampuan yang berhubungan dengan pemilihan, pemahaman, proyeksi visual,

imajinasi mental pemahaman ruang, manipulasi imajinasi, serta penggadaan imajinasi nyata

maupun imajinasi dalam diri/abstrak.

Dalam kaitannya dengan upaya membantu mengembangkan kecerdasan spasial anak,

Rachmani, Agustin, (2006:36) menjelaskan bahwa stimulasi-stimulasi berikut dapat digunakan

guru untuk membantu mengembangkan kecerdasan spasial anak : (a) menggambar dan melukis;

(b) mencoret-coret; (c) membuat prakarya; dan (d) melakukan permainan konstruktif.

Kecerdasan ini melibatkan imajinasi aktif yang membuat seseorang mampu mempersiapkan

warna, garis dan luas, serta menetapkan arah dengan tepat Andi Yudha, (2009:53). Selain itu

Andi Yudha mengemukakan mengenai bagaimana cara mengembangkan kecerdasan visual-

spasial anak, salah satunya adalah dengan belajar bentuk geometri, salah satu caranya yaitu
dengan meminta anak memperhatikan bentuk-bentuk rumah, bola, atau benda yang ada dalam

buku, seperti menyebutkan konsep garis, lurus, zig-zag, bulat, persegi, atau kerucut.

Menurut Apriany (2007:8) kemampuan visual-spasial sangat dibutuhkan anak ketika belajar,

terutama ketika anak diperkenalkan dengan huruf-huruf, angka, dan bentuk. Anak yang kurang

memiliki kemampuan visual-spasial akan merasa kebingungan saat diperkenalkan dengan huruf

sehingga terjadi penafsiran huruf yang terbalik seperti pada huruf b dan d, anak sering salah

dalam membaca dan menuliskan huruf-huruf tersebut. Untuk itu kecerdasan visual-spasial

sangat berperan penting dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan kemampuan visual-spasial

yang dimilikinya, anak dengan mudah mempelajari materi ajar yang diberikan oleh guru

khususnya menulis dan membaca. Selain itu, kecerdasan visual-spasial juga dibutuhkan anak

untuk dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan manipulasi motorik halus

misalnya menggambar, menyusun mainan bongkar pasang, melukis, dan lain-lain..

Menurut Abdurrahman Apriani, (2007:57) ada lima jenis kecerdasan visual-spasial, yaitu:

1.        Hubungan keruangan (Spasial relation)

Menunjukkan persepsi tentang posisi berbagai objek dalam ruang. Dimensi fungsi visual ini

mengimplikasikan prsepsi tentang suatu objek atau symbol (gambar, huruf, dan angka) dan

hubungan ruangan yang menyatu dengan sekitarnya.

2.        Diskriminasi Visual (Visual discrimination)

Menunjukkan pada kemampuan membedakan suatu objek dari objek yang lain. Dalam tes

kesiapan belajar misalnya anak diminta menemukan gambar kelinci yang bertelinga satu dari

sederetan gambar kelinci yang bertelinga dua. Jika anak diminta untuk membedakan antara huruf

m dan n, anak harus mengetahui jumlah bongkol pada tiap huruf tersebut.

3.        Diskriminasi Bentuk dan latar belakang (figure-ground discrimination)


Menunjuk pada kemampuan membedakan suatu objek dari latar belakang yang mengelilinginya.

Anak yang memiliki kekurangan dalam bidang ini tidak dapat memusatkan perhatian pada suatu

objek karena sekeliling objek tersebut ikut mempengaruhi perhatiannya, akibatnya dari keadaan

semacam itu anak menjadi terkecoh perhatiannya oleh berbagai rangsangan yang berada

disekitar objek yang harus diperhatikan.

4.        Visual Clouser

Menunjuk pada kemampuan mengingat dan mengidentifikasi suatu objek, meskipun objek

tersebut tidak diperhatikan secara keseluruhan.

5.        Mengenal Objek (Object recognition)

Menunjuk pada kemampuan mengenal sifat berbagai objek pada saat mereka memandang.

Pengenalan tersebut mencakup berbagai bentuk geometri, hewan, huruf, angka, kata, dan

sebagainya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan visual-spasial sangat penting.

Dimana kemampuan tersebut dapat membantu anak dalam proses belajar mengajar serta

mengenali lingkungan sekitarnya. Misalnya kemampuan hubungan keruangan merupakan bagian

yang sangat penting dalam belajar matematika, demikian juga kemampuan membedakan huruf

dan kata secara visual merupakan bagian yang esensial dalam belajar membaca.

B.     Mengembangkan Potensi Kecerdasan Visual-Spasial Anak Usia Raudatul Athfal/Taman


Kanak-Kanak

Menurut Hildayani Watiah, (2011:24) anak dengan kecerdasan visual-spasial bisa melihat

aneka perbedaan warna yang hampir tidak kentara dan berbagai pola yang tidak biasa serta

mampu menerjemahkan desain-desain ini pada media ekspresi yang dipilih. Anak senang dengan

alat seni, termasuk pensil, krayon, lukisan, kuas-lukis, dan grafik computer, dan akan
menghabiskan waktu senggangnya untuk membuat sketsa, menggambar, dan mendesain. Sering

kali, karya-karya yang sempurna dari anak ini menunjukan berbagai hubungan visual-spasial

seperti pola-pola inovatif dan pengubahan imajinatif atas berbagai objek sehari-hari.

Muslihuddin dan Agustin (2008:80) mengemukakan guru dapat merangsang kecerdasan spasial

dengan melakukan berbagai program seperti melukis, membentuk sesuatu dengan plastisin,

mengecap dan menyusun potongan gambar.

C.    Peran Guru dalam Meningkatkan Kecerdasan Visual-Spasial

Peran pendidik atau guru bertugas merangsang dan membina kecerdasan visual-spasial anak.

Pentingnya pengembangan visual-spasial pada anak usia Raudatul Athfal/Taman Kanak-Kanak

berdampak positif bagi perkembangan mental dan fisik. Perkembangan mental antara lain:

emosi, intelektual, persepsi, sosial, estetik, dan kreatif. Dalam hal perkembangan fisik motorik

halusnya, anak sudah dapat melakukan aktifitas seperti menggunakan pensil atau krayon,

mencoret-coret, meniru bentuk gambar, untuk mengembangkan imajinasinya sehingga

merangsang aktifitas kreatifnya.

Metode pembelajaran dengan menggunakan permainan adalah cara atau pendekatan yang

dipergunakan dalam menyajikan atau menyampaikan materi pembelajaran di Raudatul

Athfal/Taman Kanak-Kanak. Pembelajaran disusun sehingga menggembirakan dan demokratis

agar anak tertarik untuk terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran. Anak tidak hanya duduk

tenang mendengarkan ceramah guru, tetapi mereka aktif berinteraksi dengan berbagai benda dan

orang dilingkungannya, baik secara fisik maupun mental. Pembelajaran di Raudatul

Athfal/Taman Kanak-Kanak harus menerapkan esensi bermain. Esensi bermain meliputi

perasaan menyenangkan, merdeka, bebas memilih, dan merangsang anak terlibat aktif.
Menurut Purba Watiah, (2011:25) untuk mengembangkan dan menginspirasi kecerdasan

visual-spasial ini di ruang kelas, guru dapat melengkapi ruang kelas dengan berbagai bahan seni,

kamera, peta, program computer atau grafik, dan model karya seni. Untuk merangsang

kecerdasan ini, bebaskan anak untuk bereksperimen disemua wilayah seni visual secara bebas,

juga dalam kaitannya dengan berbagai tugas dibidang kurikulum yang lain.

D.  Ragam Aktifitas Pembelajaran Untuk Mengembangkan Kecerdasan Visual-Spasial Anak

Ragam aktifitas pembelajaran yang dapat meningkatkan kecerdasan visual-spasial salah

satunya adalah dengan permainan balok. Menyusun balok, dapat membantu anak menguasai

konsep bidang. Metode pengajaran yang memasukkan berpikir spasial seperti bentuk-bentuk

balok yang menghubungkan konsep spasial dapat membantu terhadap pemecahan masalah dalam

dunia anak-anak, Elliot dalam Sulistyowati, (2010:46).

Bermain merupakan suatu kegiatan yang sangat disenangi anak. Melalui kegiatan bermain,

anak dapat memuaskan keinginannya yang terpendam. Pada berbagai situasi dan tempat anak

selalu menyempatkan untuk menggunakan tempat serta media sebagai arena bermain dan

permainan. Permainan dapat membantu anak mengerti lebih baik melalui indera penglihatan dan

pendengaran, anak dapat mengerti pelajaran dengan memahami perbedaan arah, perbedaan

warna serta bentuk. Anak-anak usia Raudatul Athfal/Taman Kanak-Kanak dalam berekspresi

seni rupa memiliki kekuatan yang menunjukkan karakteristik dan hal ini penting bagi

terwujudnya karya seni.

Menurut Edy Sulistyowati, (2010:46) kecerdasan visual-spasial dapat dikembangkan dengan

pembelajaran seni rupa. Ekspresi seni anak-anak usia dini pada umumnya menunjukkan

keunikan, naïf, spontan, ekspresif, jujur, dan orisinal. Hasil karya seni anak ini termasuk dalam

kecerdasan visual-spasial. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan menangkap warna, arah,
dan ruang secara akurat serta mengubah penangkapannya tersebut ke dalam bentuk lain, seperti

lukisan atau menggambar bebas. Potensi ini ditumbuhkembangkan, sehingga kreatifitas anak

dapat tersalurkan dengan baik.

Kegiatan menggambar bebas, permainan warna atau mewarnai gambar merupakan kegiatan

kreatif anak usia dini yang dapat mengenalkan warna pada anak, melatih motorik halus, serta

mampu menceritakan tentang hasil karya yang dibuat. Anak usia dini rasa keingintahuan serta

kemampuan menyimpan memori diingatannya masih sangat tinngi. Oleh karena itu,

pengembangan kecerdasan visual-spasial hendaknya mendapatkan kesempatan dan pembinaan

secara terarah lebih intensif dan efektif sesuai dengan masa perkembangannya. Melalui bermain

warna atau membuat coretan gambar anak akan berekspresi dan bereksplorasi, yang berarti akan

menumbuhkan kecerdasan visual-spasial anak.

Banyak Raudatul Athfal/Taman Kanak-Kanak dalam menyampaikan pembelajaran kurang

memperhatikan potensi, bakat dan minat yang dimiliki anak. Lembaga ataupun pendidik kurang

memahami karakteristik anak, kebebasan yang diinginkan anak, kebutuhan anak, kurang

memberikan kesempatan pada anak dan kurang memahami pemberian penilaian kepada anak.

Metode pembelajaran yang digunakan kurang menyenangkan, monoton, dan guru menjelaskan

materi pembelajaran di papan tulis. Sehingga kurang mempengaruhi tingkat berpikir, kecerdasan

anak, minat belajar anak, dan kurang dapat mengembangkan potensi yang dimiliki anak.

Pelaksanaan pembelajaran di Raudatul Athfal/Taman Kanak-Kanak seharusnya guru

menggunakan berbagai metode yang sesuai dengan rancangan. Metode pembelajaran tersebut

antara lain terdiri dari metode bermain, karyawisata, demonstrasi, proyek, dan bercerita.

E.  Peningkatan Kecerdasan Visual-Spasial Anak Melalui Pemanfaatan Bahan Limbah


Anorganik yang Terdapat Di Lingkungan Sekitar Anak
Sehubungan dengan kegiatan belajar sambil bermain anak terhadap sesuatu yang ada pada

alam sekitar mereka, menurut Moeslichatoen, (1995:37), akan memberikan kesempatan kepada

anak untuk memahami dan memanfaatkan oleh jajahannya atau sifat petualangannya yang

merupakan salah satu ciri sifat khas pada anak, berupa: (1) wawasan informasi yang lebih luas

dan lebih nyata; (2) menumbuhkan rasa keingintahuan anak tentang sesuatu yang telah ataupun

baru diketahuinya; (3) dapat memperjelas konsep dan mengembangkan kemampuan,

keterampilan, kecerdasan, serta imajinasi dan daya kreativitas anak; (4) memperoleh pemahaman

penuh tentang kehidupan manusia, hewan, tanaman, cuaca, dan sebagainya yang terdapat di

lingkungan dengan berbagai situasi dan kondisi yang ada; (5) memperoleh pengetahuan tentang

bagaimana memahami lingkungan yang ada disekitar serta bagaimana pemanfaatannya.

Berkaitan dengan hal tersebut Rachmawati dan Euis. K., (2005:74), juga mengemukakan

pandangan bahwa dalam proses membelajarkan anak, hendaknya guru mampu memanfaatkan

bahan limbah anorganik/materi yang terdapat di lingkungan sekitar anak sebagai media

pembelajaran dalam suatu bentuk kegiatan pendekatan seperti, menuntun dan mengajak anak

mengeksplorasi bahan limbah anorganik/materi tersebut menjadi bentuk mainan yang edukatif

baginya. Dalam konsep ini, guru dapat mengamati dan memilih benda-benda kongkrit apa saja

yang terdapat di lingkungan sekitar anak, untuk selanjutnya benda-benda yang sesungguhnya

tersebut di eksplorasi secara lebih mendalam yang dilakukan anak sambil bermain sehingga

didapatkan pengetahuan-pengetahuan baru yang bermakna bagi anak dalam mengembangkan

kecerdasan visual-spasial dan daya kreatifitasnya.

Lingkungan kita memang kaya dengan bahan-bahan yang dapat digunakan/dimanfaatkan

guru untuk membuat media bermain atau permainan bagi anak, baik itu yang masih alami

maupun yang sudah terbuang atau merupakan bahan sisa yang telah dibuang. Hal tersebut
dipandang sebagai pemanfaatan yang menunjuang pendidikan kreativitas anak ke arah yang

lebih baik, seperti pandangan yang dikutip dari http://asepsofyan.multiply.com, (2009), yang

mengemukakan bahwa pendidikan kreatifitas yang baik adalah mengajak, menuntun dan

membantu anak untuk membuat mainan kerajinan sendiri dari bahan limbah anorganik yang

dianggap tak digunakan lagi yang banyak terdapat di lingkungan sekitar mereka. Mengajak

mereka dengan perasaan riang dan gembira membuat mainan dari bahan limbah anorganik aneka

minuman kaleng dan gelas, kardus, botol bekas, gabus, dan lain sebagainya, dengan kegiatan

seperti permainan membuat robot-robot dari kardus bekas, menghias botol bekas menjadi

binatang, membuat mobil-mobilan dari bahan kaleng bekas, dan sebagainya. Lebih lanjut

dijelaskan bahwa, anak memang perlu terus dilatih untuk mampu bekerja memgembangkan

kecerdasan visual-spasial dan kreatifitasnya dalam durasi yang relatif lama dan berorientasi hasil,

pujilah proses mereka dalam membuat suatu karya sehingga anak tidak akan stres, anak-anak

juga penting untuk terus dibiasakan membuat aneka mainan sendiri dan berilah terus dia support

dalam kegiatan tersebut. Dukungan, dorongan, dan penghargaan yang tulus atas hasil kerja anak

akan membekas, membuat anak tambah semangat bekerja, dan lebih kreatif serta termotivasi

mengembangkan daya imajinasi dan kreatifitasnya untuk selalu ingin membuat hal-hal yang

unik, original, baru, dan lebih menarik lagi.

Berkaitan dengan hal pemanfatan media yang mampu mengembangkan imajinasi dan

kecerdasan visual-spasial anak, Yuliani N. Sujiono, dkk, (2005:8.5) dalam kajiannya

mengungkapkan bahwa adanya keluhan dari berbagai kalangan masyarakat tentang rendahnya

kemampuan imajinatif dan kecerdasan visual-spasial yang dimiliki anak saat ini, disebabkan

antara lain oleh minimnya para guru RA/TK mengunakan atau memanfaatkan media belajar

ketika mereka mengajar, seperti permainan dan mainan dari bahan-bahan sederhana yang banyak
terdapat dilingkungan sekitar anak selanjutnya dikatakan bahwa media, meskipun itu dibuat dari

bahan limbah anorganik dalam bentuk yang sederhana, namun dapat menjadikan anak mampu

lebih berpikir kreatif, mampu menyelesaikan permasalahan dari tugas perkembangannya, mampu

berpikir logis, mampu menstimulasi anak untuk melakukan kegiatan belajar yang bermakna,

mampu meningkatkan daya nalarnya dan mampu menemukan satu jawaban yang paling tepat

terhadap masalah yang diberikan berdasarkan informasi yang tersedia. Penerapan media juga

bisa lebih mampu memenuhi kepuasan diri anak dalam belajar sambil bermain. Misalnya saja,

anak yang sedang bermain dengan menggunting-gunting kertas atau bahan limbah dari plastik

atau dengan media permainan konstruktif lainnya, nampak mereka sangat asyik sekali dan

bahkan tidak mau diganggu. Mereka terus mencoba dan mencoba lagi untuk membuat berbagai

bentuk pola-pola dengan kombinasi baru atau membuat berbagai kombinasi susunan baru dari

bahan-bahan tersebut. Nampaklah bahwa media yang sederhana dengan hanya memanfaatkan

bahan limbah anorganik, seperti yang terbuat dari bahan kertas dan pelastik yang banyak terdapat

dilingkungan sekitar anak, juga dapat berperan sebagai sumber munculnya inspiratif, imajinatif,

dan kreatifitas anak sehingga dapat meningkatkan kecerdasan visual-spasial anak.

F.   Hipotesis tindakan

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan pada bagian kajian pustaka di atas, maka

dapat di kemukakan hipótesis tindakan dalam penelitian ini, yaitu “ melalui pemanfaatan bahan

limbah anorganik dalam proses kegiatan belajar sambil bermain, maka dapat meningkatkan

kecerdasan visual-spasial anak kelompok B2 RA Al – Mu’minin kecamatan Kambu kota

Kendari”.

BAB III
METODE PENELITIAN

A.  Setting Penelitian

1.      Tempat

Penelitian ini bertempat di kelas anak kelompok B2 RA/TK Al-Mu’minin kecamatan Kambu

kota Kendari.

2.      Waktu

Waktu pelaksanaan, di rencanakan dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2012.

3.      Subjek

Subjek yakni seluruh anak didik yang tergabung dalam kelas kelompok B2 yang seluruhnya

berjumlah 15 anak, terdiri dari 7 anak laki-laki dan 8 anak perempuan, dengan melibatkan atau

berkolaborasi dengan seorang mitra peneliti yakni guru RA/TK Al-Mu’minin Kenadri itu

sendiri.

B.  Faktor Yang Diteliti

Adapun faktor-faktor yang ingin diamati peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1.      Faktor anak RA/TK, mengamati aktifitas anak-anak dalam proses kegiatan sambil bermain

dengan bahan limbah anorganik di dadalam kelas, dalam upaya peningkatan kecerdasan visual-

spasial anak.

2.      Faktor guru RA/TK, mengamati dan memperhatikan segala aktifitas guru RA/TK yang

mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran sambil bermain bagi anak sebagai

upaya peningkatan kecerdasan visual-spasial anak.


3.      Faktor sumber, bahan atau perangkat pembelajaran yang diterapkan atau dimanfaatkan guru

yang dapat mendukung dan melancarkan pelaksanaan kegiatan belajar sambil bermain bagi anak

pada bidang pengembangan kemampuan dasar kognitif khusus kecerdasan visual-spasial anak.

4.      Faktor proses pembelajaran, mengamati dan memperhatikan proses tindakan-tindakan

pembelajaran yang diberikan selama kegiatan pembelajaran bidang pengembangan kecerdasan

visual-spasial anak berlangsung dengan aktivitas pemanfaatan bahan limbah anorganik.

C.    Data dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber data, jenis data dan teknik dalam pengumpulannya pada penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1.      Sumber data penelitian diperoleh dari guru dan anak RA/TK. Selain itu, bersumber dari

dokumen-dokumen yang dipandang penting berupa catatan-catatan khusus tentang program-

program kegiatan belajar anak yang belum terdapat dalam pedoman observasi namun dianggap

dapat mendukung hasil penelitian.

2.      Jenis data yang dikumpulkan adalah data kualitatif berupa nilai perolehan yang dinyatakan

dengan simbol huruf (BSB = Berkembang Sangat Baik, BSH = Berkembang Sesuai Harapan,

MB = Mulai Berkembang, dan BB = Belum Berkembang), yang diperoleh dengan menggunakan

pedoman atau lembar checklist penilaian yang berisikan sejumlah indikator penilaian.

3.      Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan teknik penilaian dengan melakukan

observasi yaitu cara pengumpulan data dengan menggunakan pengamatan langsung terhadap

suatu objek yang diteliti dalam satu periode tertentu, dan dengan mengadakan pencatatan secara

sistematis atau pengkodean tentang hal-hal atau aspek-aspek tertentu yang diamati, lalu

mencheklist atau memberi tanda pada lembar pengamatan penilaian dan atau pada pedoman
observasi sesuai hasil yang tampak di lapangan. Menurut Sujiono, N. Yuliani, (2005:7.14),

observasi merupakan salah satu alat dalam kegiatan evaluasi di lembaga PAUD yang digunakan

dalam mengevaluasi pengembangan berbagai aspek perkembangan anak. Kegiatan observasi

adalah suatu teknik pengamatan yang dapat dilakukan guru RA/TK/PAUD untuk mengetahui

kemajuan perkembangan kemampuan, unjuk kerja/kinerja, dan sikap anak, yang dilakukan

dengan mengamati aktivitas dan tingkah laku anak dalam kegiatan belajar sambil bermain

dengan berbagai bentuk permainan untuk setiap aspek perkembangan anak.

4.      Disamping teknik observasi, peneliti juga menggunakan teknik tanya jawab dengan anak yang

bermaksud untuk mengetahui kelancaran anak dalam memberikan jawaban verbal atas

pertanyaan-pertanyaan sederhana yang berkisar tentang apa yang dibuatnya dengan bahan

limbah anorganik.

Data yang sudah berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini, berikutnya diolah dan

dideskripsikan secara kualitatif dalam bentuk paparan logis sesuai keadaan apa adanya yang

diperoleh dari hasil pengamatan di dalam kelas, kemudian dilakukan interpretasi sebagai

jawaban terhadap permasalahan yang diajuakan dalam penelitian ini. Selanjutnya, atas dasar

hasil jawaban tersebut dapat ditarik suatu kesimpulannya.

D.  Teknik Analisis Data

Sebelum data-data dianalisis (nilai tingkat pencapaian perkembangan kecerdasan visual-

spasial anak didik), peneliti terlebih dahulu melakukan evaluasi atau penilaian dengan observasi.

Selanjutnya melakukan analisis data setelah semua data yang dibutuhkan telah terkumpul. Untuk

keperluan analisis data-data, peneliti menggunakan teknik analisis deskriptif-kualitatif dengan

presentatif hasil, yang disesuaikan dengan indikator-indikator atau ketentuan yang telah
ditetapkan. Untuk maksud analisis data berupa nilai-nilai capaian perkembangan kecerdasan

visual-spasial anak, peneliti menggunakan kriteria tertentu yang disesuaikan dengan bentuk

penilaian yang digunakan guru di RA Al-Mu’minin Kendari dalam menilai capaian

perkembangan kemampuan dasar anak didiknya dan memperhatikan pula pedoman penilaian di

TK yang disarankan Depdiknas, Direktorat PAUD, (2010).

Penilaian terhadap pencapaian perkembangan kecerdasan visual-spasial yang ditampakkan

setiap anak terhadap tagihan indikator penilaian dalam memanfaatkan bahan limbah anorganik

untuk menghasilkan sebuah karya seperti yang telah diperlihatkan guru, dilakukan atau diberi

nilai dengan mengacu pada pedoman pemberian penilaian dalam satuan pendidikan Taman

Kanak-Kanak, yakni dengan diberikan dalam bentuk simbol-simbol dengan huruf seperti : (

) = Berkembang Sangat Baik (BSB), yakni jika anak menunjukkan kecerdasan visual-

spasial sesuai tagihan indikator tanpa bantuan guru; ( ) = Berkembang Sesuai Harapan

(BSH), yakni jika anak mampu menampakkan kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator

namun terkadang masih harus diberikan bimbingan dan bantuan guru; ( ) = Mulai

Berkembang (MB), yakni jika anak telah mampu menampakkan kecerdasan visual-spasial sesuai

tagihan indikator namun masih sering dibimbing dan dibantu langsung oleh guru; ( ) = Belum

Berkembang (BB), yakni jika anak belum menampakkan kecerdasan visual-spasial sesuai

tagihan indikator pencapaian perkembangan kecerdasan visual-spasial karena dalam

melakukannya harus selalu dibimbing dan dibantu secara langsung dari awal oleh guru,

Direktorat Pembinaan TK dan SD (2010), Usman Uzer dan Lilisetiawati, (1993:75), yang telah

dipersiapkan sebelumnya pada tahap kegiatan perencanaan (seperti terlampir), untuk sampai

pada data perolehan nilai akhir pengembangan kemampuan masing-masing anak didik (setiap

siklus tindakan), melakukan pengamatan dan penilaian dengan memberi nilai terhadap aspek
pengembangan yang dicapai anak didik berdasarkan indikator penilaian yang diamati/dinilai

disetiap kegiatan evaluasi.

Perolehan Nilai
AkhirAnak Didik
 
Adapun rumus yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: melakukan
perhitungan berdasarkan jumlah perolehan nilai yang dicapai masing-masing anak didik sesuai
yang ada dalam penilaian setiap siklus, seperti berikut :

Dengan ketentuan perolehan nilai (secara individu) dengan kriteria hasil hitungan berdasarkan

konversi, anak dikatakan mampu jika minimal 2,50-3,49 atau minimal BSH (Berkembang Sesuai

Harapan) seperti berikut :

Nilai Konversi 3,50-4,00 (BSB = Berkembang Sangat Baik)

Nilai Konversi 2,50-3,49 (BSH = Berkembang Sesuai Harapan)

Nilai Konversi 1,50-2,49 ( MB = Mulai Berkembang)

Nilai Konversi 0,01-1,49 ( BB = Belum Berkembang).

Direktorat Pembinaan TK dan SD, .(2010). Usman Uzer dan Lilis Setiawati, (1993:75)

Indikator kinerja yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan kinerja secara klasikal pada

setiap siklus tindakan, (dalam penelitian ini menggunakan acuan patokan 75% secara klasikal)

sebagai berikut :

Jumlah

anak yang memperoleh nilai bintang ( , & )


% P= X100%

Total banyaknya anak didik dalam kelas (B2)

P = Perolehan nilai klasikal

Jika : Hasil hitungan berada pada persentase 95% - 100% = BSB

Hasil hitungan berada pada persentase 85% - 94% = BSH

Hasil hitungan berada pada persentase 75% - 84% = MB

Hasil hitungan berada pada persentase di bawah 75% = BB

Selanjutnya adalah tahap pelaporan berdasarkan hasil pelaksanaan pembelajaran peningkatan

kecerdasan visual-spasial anak dengan pemanfaatan bahan limbah anorganik selama kegiatan,

dan tahap akhir adalah penarikan kesimpulan dalam bentuk penulisan penelitian.

E.     Indikator Keberhasilan Kinerja

Berdasarkan hasil evaluasi/penilaian yang telah disesuaikan tersebut dan hasil perhitungan

dengan formulasi diatas, selanjutnya diberi makna secara kualitatif berupa nilai kemampuan

dasar kecerdasan visual-spasial anak dalam konveksi, kemudian disesuaikan dengan indikator

keberhasilan kinerja yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun persentase indikator kinerja

yang diterapkan dalam penelitian ini adalah dengan menghitung banyaknya anak didik yang

memperoleh nilai konversi 2,50 – 4,00 atau jumlah anak didik yang memperoleh nilai akhir

kecerdasan visual-spasial dengan nilai BSB (Berkembang Sangat Baik) dan BSH (Berkembang

Sesuai Harapan), dan secara klasikal 75% sebagai acuan apakah penelitian tindakan ini telah

dapat diselesaikan ataukah masih harus dilanjutkan ke siklus selanjutnya. Berdasarkan hasil
penilaian dari tagihan indikator penilaian berupa item-item aspek perkembangan kecerdasan

spasial anak yang diamati dan diberi nilai (terdapat pada lembar observasi/assesmen checklist

pada halaman lampiran), maka kegiatan penilitian tindakan ini dihentikan karena dipandang telah

terselesaikan. Berarti, secara individu anak kelompok B2 RA/TK Almuminin Kendari dikatakan

berhasil jika telah memperoleh perkembangan kecerdasan visual spasial dengan nilai BSB

Berkembang Sangat Baik) dan BSH (Berkembang Sesuai Harapan), dan secara klasikal 75%

yang diterapkan guru RA/TK Al-Mu’minin kota Kendari.

F.   Model Rancangan Pendekatan dan Prosedur Penelitian Tindakan

Sesuai dengan maksud dan tujuan yang terkandung dalam pelaksanaan penelitian ini, maka

pendekatan yang digunakan adalah pendekatan tindakan atau yang oleh Hopkins (1993) disebut

penelitian tindakan (action research) yang merupakan bagian dari penelitian kualitatif, yaitu

penelitian yang dilakukan untuk mencari makna yang melatarbelakangi kinerja guru, sehingga

akan diperoleh tingkat pemahaman tentang masalah atau situasi yang ada dilapangan, khususnya

yang menyangkut pelaksanaan pengelolaan dan proses pembelajaran di kelas.

Proses penelitian tindakan kelas menggunakan proses penelitian observasi dan wawancara

yang bersifat reflektif, partisipatif, dan kolaboratif sebagaimana yang dikemukakan oleh Hopkins

(1993:88-89), dengan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, diadakan perencanaan

bersama (planning converence) anatara guru (Guru RA/TK) dengan penelitian. Kedua, observasi

kelas (classroom observation) pada kegiatan ini peneliti mengobservasi guru (Guru RA/TK)

yang sedang melakukan kegiatan pembelajaran atau mengajar di kelas dan selanjutnya

mengumpulkan data yang objektif tentang aspek-aspek pengamatan yang telah direncanakan

semula. Dan langkah Ketiga, pertemuan balikan (feedback conference), peneliti dan guru (Guru

RA/TK) mengadakan diskusi untuk saling memberi penilaian (evaluation) atau yang merupakan refleksi

terhadap tampilan pembelajaran. Kemmis dan Mc Taggar, lebih lanjut mengemukakan bahwa penelitian
tindakan dilaksanakan dalam beberapa siklus tindakan dengan beberapa kali tindakan dalam setiap

siklusnya yang mengacu pada empat langkah utama yaitu (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi,

(4) refleksi. Keemapat langkah tersebut akan dilaksanakan secara bersiklus dengan jumlah putaran akan

ditentukan berdasarkan perkembangan efektifitas solusi aksi yang ditawarkan kepada subjek (guru dan

siswa). Kedua model tersebut dipadukan dengan formulasi sesuai dengan kebutuhan penelitian ini yang

disesuaikan dengan kondisi lapangan yang tahapannya dapat digambarkan dalam bentuk siklus seperti

pada halaman berikut:

Alternatif pemecahan
(Rencana TindakanI)
 

Pelaksanaan

Tindakan I

 SKETSA SIKLUS PENELTIAN TINDAKAN

PERMASALAHAN
 

SIKLUS I
 

ANALISISDATA I

Terselesaikan

REFLEKSI I

OBSERVASI

(Monitoring)

BELUM
TERSELESAIKAN
 
SIKLUSII
(ProgramPerbaikan)
 

Alternatif Pemecahan
(Rencana Tindakan II)
 
PELAKSANAAN
TINDAKAN II

Terselesaikan
 

REFLEKSIII

ANALISISDATAII
 
OBSERVASI
(Monitoring)
 

SIKLUS SELANJUTNYA
 

BELUM

TERSELESAIKAN
 

Sri Wuryan Aziz, (2000:57)

Memperhatikan bagan tahapan atau prosedur penelitian tindakan kelas yang disajikan pada

halaman sebelumnya, terlihat bahwa aktifitas penelitian tindakan berlangsung dari siklus ke

siklus selanjutnya. Begitu pun juga pada penelitian yang penulis akan lakukan kali ini

direnacakan dan diupayakan kegiatan tindakan yang dilakukan dapat terselesaikan dengan baik

dalam dua siklus saja. Oleh sebab itu, dalam perencanaannya, prosedur kegiatan tindakan yang

akan dilakukan didesain seoptimal mungkin bersama mitra peneliti (Guru) dan pengamatannya

disesuaikan dengan perubahan-perubahan yang ingin dicapai seperti apa yang telah didesain

dalam aspek-aspek yang akan diamati mengenai faktor perkembangan kreatifitas anak RA/TK

Al-Mu’minin Kendari.

Dalam pelaksanaan penelitian tindakan ini, langkah-langkah prosedur kegiatan yang akan

dilakukan juga mengikuti tahapan kegiatan sebagaimana yang nampak terlihat pada gambar

skema di halaman sebelumnya. Secara garis besar menurut gambar tersebut, tahapan atau

prosedur kegiatan dalam penelitian tindakan ini yakni: (1) Perencanaan kegiatan dan tindakan
yang akan dilakukan; (2) Pelaksanaan tindakan (dalam proses belajar-mengajar di kelas); (3)

Pengadaaan observasi/pengamatan dan penilaian (evaluasi); dan (4) Refleksi.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada setiap tahapan prosedur tersebut, secara rinci dapat

dijabarkan sebagai berikut:

1.    Kegiatan perencanaan; hal-hal yang dilakukan pada tahapan ini adalah:

a.    Membuat skenario kegiatan belajar sambil bermain bagi anak dengan memanfaatkan bahan

limbah anorganik (RKH).

b.        Membuat lembar daftar pengamatan atau pedoman observasi untuk dijadikan acuan pengamatan

dalam mengetahui perkembangan daya kecerdasan visual-spasial anak yang diamati, serta

bagaimana situasi atau keadaan dalam proses kegiatan pembelajaran anak yang bermain dengan

anak yang bermain dengan memanfaatkan media dari bahan limbah anorganik, baik untuk guru

RA/TK (untuk keperluan perbaikan tindakan pada setiap siklus kegiatan pembelajaran), maupun

untuk anak RA/TK guna menilai kecerdasan visual-spasialnya dalam kegiatan belajar sambil

bermain membuat pola-pola bahan limbah anorganik dan membentuknya menjadi objek seperti

yang telah diperlihatkan guru.

c.         Mempersiapkan berbagai bahan limbah anorganik dan peralatan permainan serta perlengkapan

lainnya yang diperlukan dan yang dapat membantu guru dalam membimbing dan

membelajarkan anak RA/TK secara baik.

d.        Mendesain alat evaluasi/penilaian yang digunakan untuk melihat dan mengetahui hasil

pelaksanaan tindakan dan perkembangan kecerdasan visual-spasial anak dalam program kegiatan

belajar sambil bermain membuat pola-pola dari bahan limbah anorganik dan membentuknya

menjadi objek seperti yang akan diperlihatkan atau dicontohkan guru.

e.         Mempersiapkan pedoman untuk jurnal refleksi diri.


2.    Pelaksanaan tindakan

Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini adalah melaksanakan aktivitas proses belajar sambil

bermain bersama anak di dalam kelas dalam rangka mengembangkan kecerdasan visual-spasial

anak, yang sesuai dengan rencana kegiatan pembelajaran yang telah disusun dan direncanakan

sebelum tindakan dilakukan, dan tentunya dengan memilih tema yang sesuai dengan kurikulum

RA/TK dan lingkungan kehidupan sekitar anak.

3.    Kegiatan Observasi dan Evaluasi

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah mengadakan observasi atau pengamatan yang

skema dan faktual terhadap pelaksanaan tindakan dalam proses kegiatan pembelajaran anak

RA/TK. Kegiatan ini dilakukan secara berkolaborasi dengan salah satu guru RA/TK Al-

Mu’minin kota Kendari, dan selanjutnya mencatat semua kejadian-kejadian penting dan

perubahan-perubahan serta hal-hal lain yang nampak dalam aktivitas mengajar dan belajar

sambil bermain anak, semaua hal ini dalam pengamatan dan pencatatannya diupayakan evaluasi

atau penilaiannya relevan dan sesuai dengan aspek-aspek pengamatan yang ingin diselidiki pada

anak.

4.    Refleksi

Hasil-hasil pengamatan dan pencatatan yang diperoleh pada tahap observasi dan evaluasi

dikumpulkan serta dianalisis. Berdasarkan hasil analisis ini, dapat diketahui kelemahan dan

kekurangan yang terjadi dari tindakan yang dilakukan pada setiap kegiatan pembelajaran dalam

satu siklus. Setelah diketahui hal-hal yang dimaksud, maka diambil suatu keputusan apakah

tindakan tersebut dapat dianggap terselesaikan ataukah dipandang masih perlu perbaikan-

perbaikan sehingga siklus tindakan selanjutnya masih harus dilakukan lagi.


Lampiran 1.

Lembar Observasi Guru

Berkaitan dengan Pelaksanaan Pembelajaran Peningkatan Kecerdasan Visual-Spasial


melalui Pemanfaatan Bahan Limbah Anorganik

Hari / Tanggal :

Tempat : RA/TK ‘Al-Mu’minin

Responden : Guru

Hasil

No. Aspek Yang Diamati Pengamatan Keterangan

Ya Tidak

1. Melaksanakan Apersepsi

2. Menyampaikan materi sesuai dengan tujuan

pembelajaran mengenal bilangan yang akan

disampaikan

3. Melaksanakan prosedur peningkatan

kecerdasan visual-spasial yang akan

dilaksanakan

4. Menyediakan dan menjelaskan media yang

akan digunakan dalam peningkatan

kecerdasan visual-spasial

5. Memberikan kesempatan kepada setiap anak


untuk memanfaatkan bahan limbah

anorganik dalam proses pembelajaran

6. Melakukan evaluasi dengan mereview

materi pembelajaran kecerdasan visual-

spasial yang telah disampaikan

Kendari,

                          Guru Kelompok B2 Peneliti

Mengetahui,

Kepala RA/TK Al-Mu’minin

Lampiran 2.

Pedoman Observasi Anak

Berkaitan dengan Aktivitas Anak

Hari / Tanggal :

Tempat : RA/TK ‘Al-Mu’minin

Responden : Anak

Hasil
No. Aspek Yang Diamati Pengamatan Keterangan

Ya Tidak

1. Anak mengetahui permasalahan peningkatan

kecerdasan visual-spasial yang disampaikan

2. Anak mampu memegang dan menggunakan

peralatan secara baik dan benar

3. Anak berinteraksi aktif dalam pembelajaran

4. Anak melakukan yang diperintahkan

5. Anak dapat memegang dan menggunting

bahan limbah anorganik (gelas air mineral)

hingga terbagi dua mengikuti garis lengkung

6. Anak mengemukakan hasil perlakuannya

7. Anak memberikan tanggapan terhadap

perlakuan yang telah diselesaikannya

8. Anak mampu secara kreatif memanfaatkan

bahan limbah anorganik dalam berbagai

bentuk media yang bisa meningkatkan

kecerdasan visual-spasial

9. Anak mengalami kesulitan dengan

permasalahan yang disajikan

10. Anak merapikan peralatan yang telah

digunakan
Kendari,

                          Guru Kelompok B2 Peneliti

Mengetahui,

Kepala RA/TK Al-Mu’minin

Lampiran 3.

Lembar Instrumen Penilaian

Instrumen Penilaian Anak


Meningkatkan Kecerdasan Visual-Spasial Anak
Melalui Pemanfaatan Bahan Limbah Anorganik
Pada Anak Kelompok B2 RA/TK Al-Mu’minin Kendari.

Nama Anak Didik : ………………………………

Nilai Perolehan

BSB BSH MB BB

No. Indikator

1. Anak mampu memegang dan

menggunakan peralatan gunting secara

baik dan benar


2. Anak dapat menggunting kertas karton

dan plastik membentuk 6-8 lekukan

gerigi

3. Anak dapat membuat pola gambar

kursi dan meja serta mampu

menggunting pola gambar kursi dan

meja yang telah anak buat sendiri

4. Anak dapat memegang dan

menggunting bahan limbah anorganik

(gelas air mineral) hingga terbagi dua

mengikuti garis vertikal

5. Anak dapat memegang dan

menggunting bahan limbah anorganik

(gelas air mineral) hingga terbagi dua

mengikuti garis lengkung

6. Anak dapat memegang dan

menggunting bahan limbah anorganik

(gelas air mineral) menjadi bentuk

gelang-gelang

7. Anak mampu membuat guntingan

mengikuti pola garis lurus tidak

terputus yang dibuat guru

8. Anak mampu membuat guntingan


mengikuti pola gambar bentuk

segitiga, segi empat, dan kerucut

seperti yang telah dibuat dan

ditunjukkan oleh guru

9. Dengan kecerdasan visual-spasialnya,

anak mampu membuat guntingan

membentuk 1-2 buah kursi dan meja

mengikuti pola yang telah dibuat dan

ditunjukk an guru serta mampu

menghiasinya atau mewarnainya

dengan spidol warna yang telah

disiapkan guru

10. Dengan memanfaatkan bahan limbah

anorganik, anak mampu membuat

guntingan membentuk 1-2 buah mata

angin dan mampu menghiasinya atau

mewarnainya dengan cat warna

Keterangan:

= (BSB) Berkembang Sangat Baik, jika anak mampu menunjukkan

kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator tanpa

bantuan guru.

= (BSH) Berkembang Sesuai Harapan, jika anak menunjukkan


kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator namun

terkadang masih harus diberikan bimbingan dan bantuan guru.

= (MB) Mulai Berkembang, yakni jika anak telah mampu

menampakkan kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan

indikator namun masih sering dibimbing dan dibantu langsung

oleh guru.

= (BB) Belum Berkembang, yakni jika anak belum menampakkan

kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator pencapaian

perkembangan kecerdasan visual-spasial karena dalam

melakukannya harus selalu dibimbing dan dibantu secara

langsung dari awal oleh guru.

(Jml nilai BSB x 4) + (Jml nilai BSH x 3) + (Jml nilai MB x 2) +


(Jml nilai BB x 1)
Perolehan
Nilai Akhir =
Anak Didik Jumlah Seluruh Indikator = 10

Sedangkan untuk mengetahui keberhasilan kinerja secara klasikal pada setiap siklus tindakan

menggunakan acuan patokan 75% secara klasikal sebagai berikut :

Jumlah

anak yang memperoleh nilai bintang ( , & )


% P= X100%

Total banyaknya anak didik dalam kelas (B2)

P = Perolehan nilai klasikal

Jika : Hasil hitungan berada pada persentase 95% - 100% = BSB

Hasil hitungan berada pada persentase 85% - 94% = BSH

Hasil hitungan berada pada persentase 75% - 84% = MB

Hasil hitungan berada pada persentase di bawah 75% = BB

Lampiran 4.

RENCANA KEGIATAN HARIAN (RKH)

Meningkatkan Kecerdasan Visual-Spasial Anak


Melalui Pemanfaatan Bahan Limbah Anorganik
Pada Anak Kelompok B2 Di RA/TK Al-Mu’minin
Kecamatan Kambu Kota Kendari

Kelompok : Kelompok B2

Semester : II

Tema / Sub Tema : Lingkungan / Peralatan Dalam Rumah

Bidang Pengembangan : Motorik Halus

Tingkat Pencapaian Perkembangan : Melakukan Eksplorasi dengan Berbagai Media dan

Kegiatan

Capaian Perkembangan : Bereksplorasi dengan Berbagai Media


: Membuat Mainan dengan Teknik Melipat,

Menggunting dan Menempel.

Hari / Tanggal : …………………………………… 2012

Waktu : ± 60 Menit

I.       Tujuan

A.     Tujuan Umum

Anak dengan kecerdasan visual-spasialnya dapat memanfaatkan bahan limbah anorganik yang

terbuat dari plastik yang banyak berserakan di lingkungan sekitarnya.

B.     Tujuan Khusus

Anak dapat atau mampu mengembangkan kecerdasan visual-spasialnya untuk membuat bentuk

kursi, meja, dan mata angin mainan dengan memanfaatkan limbah plastik.

II. Materi, Media, Sumber Data, dan Metode

a.       Materi : Meningkatkan Kecerdasan Visual-Spasial Anak

b.      Media : Bahan Limbah Anorganik(aqua gelas, teh gelas, juice gelas, dan

lain sejenisnya.

c.       Sumber Data : Kurikulum berdasarkan Permen 58 Tahun 2009 tentang

Standar Pendidikan Anak Usia Dini

d.      Metode : Penugasan dan Hasil Karya


III. Kegiatan Pembelajaran

  Pendahuluan (± 10 Menit)

1.      Guru membimbing anak untuk berdo’a sebelum belajar, bernyanyi dan mengucapkan salam.

2.      Guru memberi penjelasan sambil bercerita tentang macam-macam peralatan dalam rumah,

memperlihatkan dan memperagakan serta memberi contoh-contoh konkrit bagaimana mengolah

bahan limbah anorganik menjadi suatu hasil karya sesuai indikator yang dinilai dan

menghubungkan materi pembelajaran (tema dan sub tema) dengan tindakan penelitian.

  Kegiatan Inti (± 40 Menit)

1.      Anak mendengarkan penjelasan guru dan perhatian tertuju pada proses pembelajaran.

2.      Guru menjelaskan jenis dan fungsi alat dan bahan yang akan digunakan dalam kegiatan

menggunting, mebuat pola-pola bentuk kursi, meja, dan mata angin.

3.      Guru mengajak, mengarahkan dan memotivasi anak untuk bermain sambil belajar membuat

sesuatu dengan memperlihatkan atau memperagakan bagaimana mempergunakan alat (gunting)

dan bahan-bahan limbah plastik yang telah dipersiapkan dengan hati-hati dan benar untuk

membuat sesuatu (kursi, meja dan mata angin).

4.      Membelajarkan, memotivasi, dan membimbing/menuntun anak bagaimana menggunting secara

hati-hati dengan menggunkan gunting agar hasil guntingan juga baik (menggunting lurus,

membelokan guntingan, menggunting dari arah berlawanan, menggunting dengan irisan kecil-

kecil, memegang bahan-bahan limbah seperti kertas, karton, plastik lalu mengguntingnya, dan

sebagainya).

5.      Guru mengajak dan meminta anak untuk memperhatikan guru mengerjakan atau membuat

bentuk kursi, meja, dan mata angin dari bahan limbah plastik hingga selesai menjadi hasil karya.
6.      Guru mengajak, memotivasi, dan meminta anak untuk melakukanya sendiri seperti contoh dan

cara yang telah diperlihatkan guru.

7.      Dua orang guru keliling ruangan mengamati dan memperhatikan aktifitas anak-anak untuk

menghindari hal-hal yang tidak diinginkan (karena anak memengang gunting dalam bermain

sambil belajar) dan membantu anak yang mengalami kesulitan.

8.      Guru terus berkeliling kelas, menyantuni anak, memberikan bantuan seperlunya, menanggapi

permintaan dan pertanyaan-pertanyaan anak, memotivasi dan menstimulasi kecerdasan visual-

spasial anak dalam memberdayakan alat dan bahan-bahan limbah anorganik untuk membuat

sesuatu, hingga waktu istrahat tiba.

9.      Guru mengajak, mengarahkan dan meminta, anak untuk membersikan diri, duduk tertib, lalu

berdoa, kemudian menikmati bekalnya.

10.  Guru mengajak dan mengarahkan anak untuk istrahat dan bermain bebas diluar kelas.

  Kegiatan Penutup (± 10 Menit)

1.      Guru mendiskusikan kegiatan anak yang telah dilaksanakan seharian.

2.      Guru membimbing anak untuk bernyanyi, berdoa pulang, dan ucapkan salam.

IV. Kegiatan Evaluasi

a.       Pelaksanaan evaluasi dilakukan dalam proses pembelajaran.

b.      Alat Evaluasi :

= (BSB) Berkembang Sangat Baik, jika anak mampu menunjukkan

kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator tanpa

bantuan guru.
= (BSH) Berkembang Sesuai Harapan, jika anak menunjukkan

kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator

namun terkadang masih harus diberikan bimbingan

dan bantuan guru.

= (MB) Mulai Berkembang, yakni jika anak telah mampu

menampakkan kecerdasan visual-spasial sesuai

tagihan indikator namun masih sering dibimbing dan

dibantu langsung oleh guru.

= (BB) Belum Berkembang, yakni jika anak belum

menampakkan kecerdasan visual-spasial sesuai

tagihan indikator pencapaian perkembangan

kecerdasan visual-spasial karena dalam

melakukannya harus selalu dibimbing dan dibantu

secara langsung dari awal oleh guru.

Perolehan (Jml nilai BSB x 4) + (Jml nilai BSH x 3) + (Jml nilai MB x 2) + (Jml nilai BB x 1)

Nilai Akhir =

Anak Didik Jumlah Seluruh Indikator = 10

c.       Hasil evaluasi tercantum pada format penilaian.


Kendari,

                          Guru Kelompok B2 Peneliti

Mengetahui,

Kepala RA/TK Al-Mu’minin

Diposkan oleh harto kambaton di 11.21

CONTOH PROPOSAL PTK PAUD Pengembangan Kognitif

ma Peneliti     : Jauhar Indah Wahyuni, S.Pd


it Kerja          : TK Islam Pasuruan

ul Penelitian :     Penerapan  Metode Eksperimen Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Anak Kelompok
B di TK Islam Pasuruan

A.     Latar Belakang Masalah


1.      Pembelajaran masih berpusat pada guru, anak kurang diberi kesempatan untuk membangun
sendiri pengetahuannya tentang sesuatu hal.
2.      Guru lebih banyak ceramah, sehingga pembelajaran kurang bermakna, pengetahuan yang
didapat anak tidak dapat bertahan lama dari ingatannya
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana penerapan metode eksperimen melalui kegiatan pengamatan pertumbuhan tanaman
yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak kelompok B di TK Islam Pasuruan?
2.       Apakah terdapat peningkatan kemampuan kognitif anak kelompok B di TK Islam Pasuruan,
setelah dibelajarkan dengan menggunakan metode eksperimen melalui kegiatan pengamatan
pertumbuhan tanaman?

C.     Rumusan Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka rumusan tujuan penelitian adalah untuk
mendeskripsikan :
1.      Penerapan metode eksperimen melalui kegiatan pengamatan pertumbuhan tanaman dalam
meningkatkan kemampuan kognitif anak kelompok B di TK Islam Pasuruan.
2.      Peningkatan kemampuan kognitif anak kelompok B di TK Islam Pasuruan setelah dibelajarkan
dengan metode eksperiman melalui kegiatan pengamatan pertumbuhan tanaman.

D.     Rumusan  Hipotesis Tindakan


Rumusan Hipotesis Tindakan dalam penelitian ini adalah:
Jika diterapkan metode eksperiman melalui kegiatan pengamatan pertumbuhan tanaman, maka
dapat meningkatkan kemampuan kogintif anak kelompok B di TK Islam Pasuruan

E.      Manfaat Penelitian


Secara teoritis, hasil  penelitian tentang penerapan metode eksperimen melalui kegiatan
pengamatan pertumbuhan tanaman dalam meningkatkan kemampuan kognitif anak kelompok B
di TK Islam Pasuruan ini akan memberikan sumbangan pada khasanah ilmu pengetahuan tentang
pembelajaran di Taman Kanak-kanak. Secara praktis dalam proses pelaksanaan PTK
berlangsung akan meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru
kelompok B di TK Islam Pasuruan, sedangkan bagi anak kelompok B diperkirakan akan
mendapat hasil yaitu kemampuan kognitif anak akan meningkat.

F.      Kajian Pustaka


1.      Anak Usia Dini
a.       Pengertian anak usia dini
Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyatakan bahwa anak usia dini adalah anak yang sejak lahir sampai 6 tahun (Depdiknas,
2003).

b.      Karakteristik anak usia dini


Karakteristik anak usia dini yang khas tersebut seperti dikemukakan oleh Richard D.
Kellough (dalam Hartati, 2005) adalah sebagai berikut : (1)anak itu bersifat egosentris; (2) Anak
memiliki rasa ingin tahu yang besar; (3) Anak adalah makluk sosial; (4) Anak bersifat unik; (5)
Anak umumnya kaya dengan fantasi; (6) Anak memiliki daya kosentrasi yang pendek; (7) Anak
merupakan masa belajar yang paling pontesial.

c.       Tujuan dan fungsi pendidikan anak usia dini


Pendidikan pada anak usia dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan tindakan yang
dilakukan oleh pendidik dan orang tua dalam proses perawatan, pengasuhan dan pendidikan pada
anak dengan menciptakan aura dan lingkungan dimana anak dapat mengeksplorasi pengalaman
yang memberikan kesempatan kepadanya untuk mengetahuai dan memahami pengalaman
belajar yang diperolehnya dari lingkungan, melalui cara mengamati, meniru dan bereksperimen
yang berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan seluruh potensi dan kecerdasan
anak.                                             

d.      Peran pendidik dalam pendidikan anak usia dini


Peran guru anak usia dini lebih sebagai mentor atau fasilitator, dan bukan penstranfer ilmu
pengetahuan sementara, karena ilmu tidak dapat ditransfer dari guru kepada anak tanpa keaktifan
anak itu sendiri dalam proses pembelajaran, tekanan harus diletakkan pada pemikiran guru.

2.      Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini


a.       Pengertian kognitif
Istilah kognitif sering kali dikenal dengan istilah intelek. Intelek berasal dari bahasa
inggris “intellect” yang menurut Chaplin (dalam Asrori, 2007: 36) diartikan sebagai berikut
“Proses kognitif, proses berpikir, daya menghubungkan kemampuan menilai dan kemampuan
mempertimbangkan juga kemampuan mental atau intelegensi”
b.      Ciri-ciri kognitif anak usia dini
Menuru Piaget dalam Moeslichatoen (1996 : 65) bahwa setiap individu akan mengalami
empat periode perkembangan berpikir yang berlangsung mulai dari lahir sampai remaja. Masing-
masing periode selalu dialami anak secara berurutan. Pertama, individu akan mengalami periode
sensorimotor ± sampai umur 2,0 tahun. Kemudian periode  pra operasional ± sampai umur 7,0
tahun, dilanjutkan pada periode operasional konkrit ± sampai umur 11,0 tahun dan terakhir
periode operasional formal ± sampai umur 15 tahun.
c.       Pengembangan kognitif anak usia dini
Montessori (dalam Sujiono, 2009 : 202) mengatakan bahwa masa ini merupakan periode
sensitif selama masa inilah anak secara khusus muda menerima situasi-situasi dari lingkunganya.
d.      Tujuan pengembangan kognitif anak usia dini
Masa peka adalah sesuatu masa yang menuntut perkembangan anak dikembangkan secara
optimal. Peneliti menunjukkan bahwa 80 % perkembangan mental, kecerdasan anak berlangsung
pada usia ini. Kenyataan di lapangan bahwa anak yang tinggal kelas, drop out khususnya pada
kelas rendah disebabkan anak yang bersangkutan tidak melalui pendidikan di TK (Depdiknas,
2007)

3.      Metode Eksperimen


a.       Pengertian metode eksperimen
Metode eksperimen adalah cara memberikan pengalaman kepada anak dimana anak
memberi perlakuan terhadap sesuatu dan mengamati akibatnya       ( Depdiknas, 2005).
b.      Manfaat dan tujuan penggunaan metode eksperimen
Eksperimen yang berhasil bisaanya diawali oleh pembuatan rancangan program
eksperimen yang rinci dan hati – hati. Adapun langkah – langkah pemakaian metode eksperimen
menurut Gunarti, dkk (2008, 11.21) adalah sebagai berikut : Tahap I : Mempersiapkan
eksperimen; Tahap II : Pelaksanaan eksperimen; Tahap III : Mengambil kesimpulan dari hasil
eksperimen
c.       Kelebihan dan kelemahan metode eksperimen
Manfaat yang dapat diraih melalui pembelajaran dengan metode eksperimen akan
berdampak pada seluruh aspek-aspek perkembangan anak, menurut Gunarti, dkk (208 : 11.7)
d.      Cara pembelajaran kognitif melalui eksperimen
pembelajaran kognitif melalui eksperimen adalah mencoba dan menceritakan apa yang
terjadi jika biji ditanam.
e.       Media
Adapun media yang akan digunakan yaitu : Gelas bekas air mineral; Kapas; Air;Biji-bijian
(kacang hijau, kacang tanah, kedelai)

G.     Metode Penelitian


1.      Rancangan Penelitian
a.       Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-interaktif dengan menggunakan rancangan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
b.      Penelitian ini menggunakan model PTK Kolaboratif yaitu peneliti berkolaborasi dengan teman
sejawat, yang bertindak sebagai kolaborator.
c.       Konsep pokok penelitian tindakan yang akan dilaksanakan menggunakan Model Kurt Lewin
terdiri dari empat komponen, yaitu 1) perencanaan (planning), 2) tindakan (acting), 3)
pengamatan (observing), 4) refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen itu dipandang
sebagai satu siklus.

2.      Subyek Penelitian


Penelitian ini dilakukan di kelompok B TK Islam Pasuruan dengan jumlah siswa 20 anak,
9 anak perempuan dan 11 anak laki-laki.

3.      Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi, dokumentasi dan
tes. Observasi dilakukan untuk melihat dan mengamati aktifitas anak dalam kegiatan
pembelajaran dan juga untuk mengamati kemampuan siswa.
Dokumentasi dalam penelitian ini adalah seluruh bahan rekaman selama penelitian
berlangsung. Dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data tentang kegiatan pembelajaran
melalui foto.
Tes pada penelitian ini berupa tes lisan, sehingga peneliti dan observer melakukan tanya
jawab ketika kegiatan sedang berlangsung maupun ketika kegiatan sudah selesai.

4.      Instrumen Penelitian


instrumen yang digunakan berupa Lembar Observasi Siswa dan Format Penilaian.
Lembar Observasi digunakan peneliti untuk mengetahui sikap dan tingkah laku anak ketika
kegiatan berlangsung dan perubahan yang timbul. Format penilaian digunakan peneliti untuk
mengetahui perkembangan kemampuan anak setelah belajar melalui pengamatan pertumbuhan
tanaman

5.      Analisis Data


            Proses analisis data dimulai dengan menelaah data yang tersedia dari berbagai sumber,
yaitu dari: pengamatan yang sudah ditulis, dokumen foto, dan format penilaian. Data-data
tersebut dipelajari dan ditelaah.
            Data yang diperoleh melalui observasi dan dokumentasi kemudian ditulis ulang,
dipaparkan semuanya, kemudian dipilah-pilah sesuai fokus penelitian. Setelah melalui proses
analisis maka akan diperoleh data yang valid, kemudian data tersebut disimpulkan dan dimaknai.
Adapun rumus untuk menentukan persentase kemampuan kognitif anak adalah:
X =  Jumlah skor yang diperoleh anak  x 100%
                    Jumlah skor maksimal

6.      Standar Nilai Keberhasilan


a.       Standar Keberhasilan Individu
Bila anak mampu mencapai           (anak mampu mengelompokkan biji-bijian menurut
jenisnya)
b.      Keberhasilan klasikal
Standar nilai klasikal dalam penelitian ini di tetapkan minimal 75%. Artinya, kemampuan
kognitif anak dinyatakan meningkat jika rata-rata  ketuntasan dalam kelas mencapai 75%.

H.     Daftar Pustaka


Asrori, Mohammad. 2007. Psikologi Pembelajaran. Bandung : CV Wacana Prima
Depdiknas. 2007. Pedoman Pembelajaran Bidang Pengembangan Kognitif di Taman Kanak-Kanak.
Jakrta : Depdiknas
Depdiknas, 2004. Pedoman Penilaian Di Taman Kanak – Kanak. Jakarta : Depdiknas
Gunarti, W, dkk. 2008. Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini. Jakarta
: Universitas Terbuka
Hartati, Sofia. 2005. Perkembangan Belajar Pada Anak Usia Dini. Jakarta : Depdiknas
Iskandar. 2009. Penerapan PAKEM Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SDN
Plinggisan Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan. Malang : FIP UM
K. Roestiyah, N. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Rineka Cipta
Kusumah, W & Dwitagama, D. 2009. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT Indeks
Rachmawati, Y & Kurniati, E. 2010. Strategi Pengembangan Kreatifitas Pada Anak. Jakarta : PT
Predana Media Grup
Sujiono, Yuliani, N. 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : PT Indeks

PROPOSAL PTK PAUD


Senin, 16 Januari 2012
CONTOH PROPOSAL PTK PAUD Pengembangan Bahasa

ma Peneliti     : Jauhar Indah Wahyuni, S.Pd


it Kerja          : TK Islam Pasuruan

ul Penelitian :     Pemanfaatan Media Gambar Untuk Mengembangkan Kemampuan Berbahasa Anak Kelompok
B Di Tk Islam Pasuruan
A.     Latar Belakang Masalah
1.      kemampuan berbahasa Indonesia pada anak Kelompok B masih kurang. Hal ini terbukti bahasa
yang dipergunakan oleh mereka campur aduk antara bahasa daerah dengan bahasa Indonesia.
Sedangkan kegiatan belajar mengajar di TK Islam, bahasa pengantar yang digunakan  adalah
bahasa Indonesia.
2.      Dalam pembelajaran, peran guru terlalu dominan sehingga pembelajaran kurang bermakna,
pengetahuan yang didapat anak tidak dapat bertahan lama dari ingatannya

B.     Rumusan Masalah


1.      Bagaimana pemanfaatan media gambar untuk mengembangkan kemampuan berbahasa anak di
Kelompok B TK Islam Pasuruan?
2.      Apakah pemanfaatan media gambar dapat mengembangkan kemampuan berbahasa anak di
Kelompok B TK TK Islam Pasuruan?

C.     Rumusan Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka rumusan tujuan penelitian adalah untuk
mendeskripsikan :
1.      Penerapan pemanfaatan media gambar untuk mengembangkan kemampuan berbahasa anak di
Kelompok B TK Islam Pasuruan.
2.      Peningkatan kemampuan bahasa anak kelompok B di TK Islam Pasuruan setelah memanfaatkan
media gambar.

D.    Rumusan  Hipotesis Tindakan


Rumusan Hipotesis Tindakan dalam penelitian ini adalah:
Melalui pemanfaat media gambar, maka dapat meningkatkan kemampuan bahasa anak kelompok
B di TK Islam Pasuruan

E.     Manfaat Penelitian


Secara teoritis, hasil  penelitian tentang pemanfaatan media gambar untuk mengembangkan
kemampuan berbahasa anak di Kelompok B TK Islam Pasuruan ini akan memberikan
sumbangan pada khasanah ilmu pengetahuan tentang pembelajaran di Taman Kanak-kanak.
Secara praktis dalam proses pelaksanaan PTK berlangsung akan meningkatkan kualitas proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru kelompok B di TK Islam Pasuruan, sedangkan bagi anak
kelompok B diperkirakan akan mendapat hasil yaitu kemampuan kognitif anak akan meningkat.

F.      Kajian Pustaka


1.      Media Pembelajaran
a.       Pengertian pembelajaran
Menurut Hamalik (2001:57) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling
mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.

b.      Pengertian Media dan Media Pembelajaran


Sadiman (1986: 7) mendefinisikan media sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang fikiran,
perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa, sehingga proses belajar mengeajar terjadi.
Media adalah semua benda yang digunakan kegiatan belajar mengajar agar dapat
berangsung dengan lancar, teratur, efektif dan efesien sehingga tujuan pendidikan TK dapat
tercapai. (Depdikbud : 1998 : 4)

c.       Tujuan dan fungsi pendidikan anak usia dini


Pendidikan pada anak usia dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan tindakan yang
dilakukan oleh pendidik dan orang tua dalam proses perawatan, pengasuhan dan pendidikan pada
anak dengan menciptakan aura dan lingkungan dimana anak dapat mengeksplorasi pengalaman
yang memberikan kesempatan kepadanya untuk mengetahuai dan memahami pengalaman
belajar yang diperolehnya dari lingkungan, melalui cara mengamati, meniru dan bereksperimen
yang berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan seluruh potensi dan kecerdasan
anak.                                            

d.      Peran pendidik dalam pendidikan anak usia dini


Peran guru anak usia dini lebih sebagai mentor atau fasilitator, dan bukan penstranfer ilmu
pengetahuan sementara, karena ilmu tidak dapat ditransfer dari guru kepada anak tanpa keaktifan
anak itu sendiri dalam proses pembelajaran, tekanan harus diletakkan pada pemikiran guru.

2.      Perkembangan Bahasa Anak


Sesuai dengan garis-garis besar program kegiatan belajar Taman Kanak Kanak (GBPKB-
TK) perkembangan kemampuan berbahasa TK bertujuan agar anak didik mampu berkomunikasi
secara lisan dengan lingkungannya.
Mardiningsih (2004:15) menyatakan bahasa adalah suatu alat untuk mengungkapkan
pikiran, perasaan dan kemauan yang murni manusiawi yang tidak intuitif dengan pertolongan
system lambang-lambang yang diciptakan dengan sengaja
Menurut Sri Hastuti (1996) bahwa proses pemerolehan bahasa anak berlangsung tiga tahap
yaitu (a) Tahap penilaian, (b) Tahap memahami makna dan (c) Tahap menggunakan kata dalam
komunikasi

G.    Metode Penelitian


1.      Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian
Tindakan Kelas adalah proses investigasi terkendali untuk merumuskan dan memecahkan
masalah pembelajaran di kelas. Proses pemecahan masalah tersebut dilakukan secara bersiklus,
dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil pembelajaran di kelas
tertentu. (Arikunto, 2008).
Model siklus yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang dikembangkan
Arikunto (2008:3) yang terdiri dari: 1) perencanaan (planning), 2) tindakan (acting), 3)
pengamatan (observing), 4) refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen itu dipandang
sebagai satu siklus.

2.      Subyek Penelitian


Penelitian ini dilakukan di kelompok B TK Islam  Pasuruan dengan jumlah siswa 16
anak, 7 anak perempuan dan 9anak laki-laki.

3.      Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi, dokumentasi dan
tes. Observasi dilakukan untuk melihat dan mengamati aktifitas anak dalam kegiatan
pembelajaran dan juga untuk mengamati kemampuan siswa.
Dokumentasi dalam penelitian ini adalah seluruh bahan rekaman selama penelitian
berlangsung. Dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data tentang kegiatan pembelajaran
melalui foto.
Tes pada penelitian ini berupa tes lisan, sehingga peneliti dan observer melakukan tanya
jawab ketika kegiatan sedang berlangsung maupun ketika kegiatan sudah selesai.

4.      Instrumen Penelitian


instrumen yang digunakan berupa Lembar Observasi Siswa dan Format Penilaian.
Lembar Observasi digunakan peneliti untuk mengetahui sikap dan tingkah laku anak ketika
kegiatan berlangsung dan perubahan yang timbul. Format penilaian digunakan peneliti untuk
mengetahui perkembangan kemampuan bahasa anak setelah belajar melalui pemanfaatan media
pembelajaran

5.      Analisis Data


            Proses analisis data dimulai dengan menelaah data yang tersedia dari berbagai sumber,
yaitu dari: pengamatan yang sudah ditulis, dokumen foto, dan format penilaian. Data-data
tersebut dipelajari dan ditelaah.
            Data yang diperoleh melalui observasi dan dokumentasi kemudian ditulis ulang,
dipaparkan semuanya, kemudian dipilah-pilah sesuai fokus penelitian. Setelah melalui proses
analisis maka akan diperoleh data yang valid, kemudian data tersebut disimpulkan dan dimaknai.
Adapun rumus untuk menentukan persentase kemampuan kognitif anak adalah:
X =  Jumlah skor yang diperoleh anak  x 100%
                    Jumlah skor maksimal

6.      Standar Nilai Keberhasilan


Simbol Penilaian yang dipakai :
                « :         Anak belum mencapai indikator
                ««       :           Anak mencapai indikator dengan bantuan guru
  «««    :   Anak sudah mampu mencapai indikator tetapi hasilnya belum maksimal
««««  :   Anak sudah mampu mencapai indikator dengan hasil maksimal

H.    Daftar Pustaka


Arikunto, Suharsini. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Kurikulum TK dan RA. Jakarta: Direktorat Pendidikan TK dan
SD.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Media Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan
Dasar dan Menengah, Direktorat Tenaga Kependidikan.
Departemen Pendidikan Nasional. 2006.Pedoman Pembelajaran TK. Jakarta: Direktorat Pendidikan TK
dan SD.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Pedoman Pembelajaran Bidang Pengembangan Berbahasa di
Taman Kanak-kanak. Jakarta: Direktorat Pendidikan TK dan SD.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Media Pembelajaran. Bandung: Direktorat Jendreal Peningkatan
Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan.
Depdikbud. 1996. Pengembangan Kemampuan Berbahasa di Taman Kanak-kanak. Jakarta.
Depdiknas. 2005. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Depdiknas. 2007. Pengembangan Kemampuan Berbahasa di Taman Kanak-kanak. Jakarta:Direktorat
Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah
Hamalik, Oemar (1986). Media Pendidikan. Bandung : Alumni.
Moenir, Mardiah.1993. Teori Pendidikan Taman Kanak-kanak. Malang.
Sihkabudin. 1995. Model Media Pendidikan. Malang: FIP IKIP Malang

Anda mungkin juga menyukai