Sistematika proposal penelitian tindakan kelas PTK mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
JUDUL PENELITIAN
Judul penelitian dinyatakan secara singkat dan spesifik tetapi cukup jelas menggambarkan
masalah yang akan diteliti, tindakan untuk mengatasi masalah serta nilai manfaatnya. Formulasi
judul dibuat agar menampilkan wujud penelitian tindakan kelas PTK bukan penelitian pada
umumnya. Umumnya di bawah judul utama dituliskan pula sub judul. Sub judul ditulis untuk
menambahkan keterangan lebih rinci tentang subyek, tempat, dan waktu penelitian. Berikut
contoh judul penelitian tindakan kelas PTK dalam pendidikan dasar.
Meningkatkan hasil belajar melalui pembelajanan kooperatif pada mata pelajaran IPS
(dapat dituliskan topik bahasan dan juga mata pelajarannya) di SD Negeri XXX.
Penerapan pembelajaran model Problem Based Learning untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran Fisika Kelas VII di SMP XXX.
Implementasi Strategi Pembelajaran Inkuiri pada Mata Pelajaran Geografi untuk
Meningkatkan Pemahaman Konsep tentang Perpindahan Penduduk.
BAB I PENDAHULUAN
Masalah yang diteliti adalah benar-benar masalah pembelajaran yang terjadi di sekolah.
Umumnya didapat dari pengamatan dan diagnosis yang dilakukan guru atau tenaga
kependidikan lain di sekolah. Perlu dijelaskan pula proses atau kondisi yang terjadi.
Masalah yang akan diteliti merupakan suatu masalah penting dan mendesak untuk
dipecahkan, serta dapat dilaksanakan dilihat dari segi ketersediaan waktu, biaya, dan daya
dukung lainnya yang dapat memperlancar penelitian tersebut.
Identifikasi masalah di atas, jelaskan hal-hal yang diduga menjadi akar penyebab dari
masa!ah tersebut. Secara cermat dan sistematis berikan alasan (argumentasi) bagaimana
dapat menarik kesimpulan tentang akar masalah itu.
Pada bagian ini umumnya terdiri atas jabaran tentang rumusan masalah, cara pemecahan
masalah, tujuan serta manfaat atau kontribusi hasil penelitian.
Tujuan penelitian tindakan kelas PTK dirumuskan secara jelas, dipaparkan sasaran antara dan
sasaran akhir tindakan perbaikan. Perumusan tujuan harus konsisten dengan hakikat
permasalahan yang dikemukakan dalam bagian-bagian sebelumnya. Sebagai contoh dapat
dikemukakan penelitian tindakan kelas PTK di bidang IPA yang bertujuan meningkatkan
prestasi siswa dalam mata pelajaran IPA melalui penerapan strategi pembelajaran yang dianggap
sesuai, pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar mengajar dan lain sebagainya. Pengujian
dan/atau pengembangan strategi pembelajaran bukan merupakan rumusan tujuan penelitian
tindakan kelas PTK. Ketercapaian tujuan hendaknya dapat diverfikasi secara obyektif.
Di samping tujuan penelitian tindakan kelas PTK di atas, juga perlu diuraikan kemungkinan
kemanfaatan penelitian. Dalam hubungan ini, perlu dipaparkan secara spesifik keuntungan-
keuntungan yang dapat diperoleh, khususnya bagi siswa, di samping bagi guru pelaksana
penelitian tindakan kelas PTK, bagi rekan-rekan guru lainnya serta bagi dosen LPTK sebagai
pendidik guru. Pengembangan ilmu, bukanlah prioritas dalam menetapkan tujuan penelitian
tindakan kelas PTK.
Pada bagian ini diuraikan landasan konseptual dalam arti teoritik yang digunakan peneliti dalam
menentukan alternatif pemecahan masalah. Untuk keperluan itu, dalam bagian ini diuraikan
kajian baik pengalaman peneliti PTK sendiri nyang relevan maupun pelaku-pelaku penelitian
tindakan kelas PTK lain di samping terhadap teori-teori yang lazim hasil kajian kepustakaan.
Pada bagian ini diuraikan kajian teori dan pustaka yang menumbuhkan gagasan mendasar usulan
rancangan penelitian tindakan. Kemukakan juga teori, temuan dan bahan penelitian lain yang
mendukung pilihan tindakan untuk mengatasi permasalahan penelitian tersebut. Uraian ini
digunakan untuk menyusun kerangka berpikir atau konsep yang akan digunakan dalam
penelitian. Pada bagian akhir dapat dikemukakan hipotesis tindakan yang menggambarkan
indikator keberhasilan tindakan yang diharapkan/ diantisipasi. Sebagai contoh, akan dilakukan
penelitian tindakan kelas PTK yang menerapkan model pembelajaran kontekstual sebagai jenis
tindakannya. Pada kajian pustaka harus jelas dapat dikemukakan:
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN (Lain-lain yang dianggap perlu seperti rancangan materi dan pembelajaran yang
akan dilaksanakan, serta alat pengumpulan data).
Disusun Oleh
PGMI/VI/A
Ade Rahmawati Arnisa : 10210221
PROGRAM STUDI
(STAINU) KEBUMEN
2012/2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan
karunia-Nya sehingga penulisan proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dapat
terselesaikan dengan lancar.
Penulisan Proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Penelitian Tindakan Kelas yang ditempuh pada program Strata Satu Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah di Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Kebumen
semester enam dengan judul “PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI
STRATEGI PEMBELAJARAN STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION)
PADA POKOK BAHASAN TELLING TIME KELAS V MI MA’ARIF BABADSARI TAHUN
PELAJARAN 2012/2013”.
Atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka dengan rendah hati penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih, terutama kepada yang terhormat :
1. Dosen Pengampu mata kuliah Penelitian Tindakan Kelas yang telah memberikan bekal
ilmu yang bermanfaat.
2. Bapak dan Ibu serta orang terdekat yang telah memberikan dukungan dan perhatian.
3. Semua pihak yang telah membantu penulisan proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
ini.
Selanjutnya penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat. Akhirnya penulis menyadari
bahwa penulisan Proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini sangat jauh dari sempurna. Oleh
karena itu segala kritik dan saran sangat penulis harapkan.
Kebumen, 1
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
…………………………………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR
………………………………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI
…………………………………………………………………………………………… iii
1. Judul ……………………………………………………………………………………….
2. Latar Belakang Masalah
…………………………………………………………………….
3. Pembatasan Masalah ………………………………………………………………….
4. Perumusan Masalah …………………………………………………………………..
5. Penegasan Istilah ………………………………………………………………………
6. Tujuan Penelitian ………………………………………………………………………
7. Kegunaan Penelitian ………………………………………………………………….
1. Kerangka Teori………………………………………………………………………….
……..
2. Penelitian yang
Relevan………………………………………………………………………
3. Kerangka Berpikir …………………………………………………………………….
4. Hipotesis Tindakan…………………………………………………………………….
1. Pendekatan Penelitian………………………………………………………………..
2. Desain Penelitian ………………………………………………………………………
3. Subyek Penelitian………………………………………………………………………
4. Teknik Pengumpulan Data …………………………………………………………
5. Teknik Analisis Data …………………………………………………………………
6. Indikator Keberhasilan ………………………………………………………………
7. Prosedur Penelitian ……………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………..
……..
BAB I
PENDAHULUAN
1. A. Judul
1. B. Latar Belakang Masalah
Bahasa Inggris adalah Bahasa Internasional yang banyak dikuasai oleh orang-orang di berbagai
negara. Negara Indonesia adalah salah satu negara yang warga negaranya juga dituntut untuk
dapat mempelajari dan mendalami bahasa mendunia ini. Sampai akhirnya, Bahasa Inggris
dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah maupun madrasah, dari jenjang Sekolah
Dasar/Madrasah sampai pada jenjang Perguruan Tinggi.
Mata Pelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar/Madrasah merupakan mata pelajaran yang
termasuk dalam muatan lokal. Dewasa ini, mata pelajaran Bahasa Inggris diajarkan kepada anak-
anak usia Madrasah. Jika dipandang dari penting tidaknya mata pelajaran Bahasa Inggris, mata
pelajaran ini memang tidak dimasukkan ke dalam mata pelajaran Ujian Nasional Sekolah
Dasar/Madrasah. Namun, pelajaran Bahasa Ingris juga tidak dapat disepelekan karena Bahasa
Inggris nantinya akan dimasukkan ke dalam mata pelajaran Ujian Nasional di jenjang yang lebih
tinggi, yaitu jenjang SMP dan SMA.
Bertolak dari masalah di atas, guru perlu memberikan respon positif secara konkret dan objektif
yang berupa upaya membangkitkan partisipasi siswa, baik dalam bentuk kontributif maupun
inisiatif yang semata-mata bertujuan untuk meningkatkan hasil dan prestasi belajar siswa. Upaya
itu akan berhasil manakala guru mampu menempatkan diri sebagai pengabdi untuk kepentingan
humanisasi dengan mencurahkan segala perhatiannya kepada keaktifan peserta didik dalam
mengikuti pembelajaran di kela maupun di rumah.
Sebagaimana diketahui bahwa strategi pembelajaran yang monoton cenderung membuat peserta
didik bosan untuk mengikuti pembelajaran. Sama halnya dengan pembelajaran Bahasa Inggris,
pembelajaran Bahasa Inggris akan berjalan efektif jika strategi pembelajaran yang dilakukan
oleh guru bervariasi. Materi tentang Telling Time (Menceritakan Waktu/Jam) merupakan salah
satu materi dalam mata pelajaran Bahasa Inggris yang memang memerlukan kejelian dan
keseriusan. Kenyataan yang terjadi di lapangan adalah bahwa masih banyak siswa yang belum
dapat menguasai materi Telling Time. Namun secara umum, Bahasa Inggris pada jenjang
Sekolah Dasar/Madrasah adalah hanya berupa konsep sederhana sehingga akan lebih mudah
dipelajari jika peserta didik dapat benar-benar memusatkan perhatiannya serta dapat
berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas dan kenyataan di lapangan, peneliti tertarik untuk mengadakan upaya
guna meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran Bahasa Inggris, terutama
untuk materi Telling Time yang memang membutuhkan kejelian dalam mempelajarinya. Untuk
meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam mempelajari materi tentang Telling Time yang
dianggap sukar oleh anak-anak usia Sekolah Dasar/ Madrasah, maka diperlukan adanya
pemecahan permasalahan. Pemecahan permasalahan tersebut adalah dengan melakukan strategi
pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division).
Judul Penelitian Tindakan Kelas: Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Strategi
Pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division) Pada Pokok Bahasan Telling Time
Kelas V MI Ma’arif Babadsari Tahun Pelajaran 2012/2013
Dari judul di atas, peneliti memberikan batasan-batasan masalah yang berupa variabel-variabel
sebagai berikut:
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka perlu ditentukan rumusan-
rumusan masalah. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
Dari analisis di atas dapat diidentifikasikan kondisi yang saat ini ada di lapangan, yaitu:
1. Proses pembelajaran Bahasa Inggris di kelas masih berjalan monoton
2. Strategi pembelajaran yang digunakan masih belum tepat
3. Metode pembelajaran yang diterapkan membosankan
4. Siswa kesulitan menguasai materi Telling Time
5. Hasil belajar siswa untuk materi Telling Time masih jauh dari yang diharapkan
BAB II
KAJIAN TEORITIS
Menurut Tannenbaun dan Hahn, partisipasi merupakan suatu tingkat sejauhmana peran anggota
melibatkan diri di dalam kegiatan dan menyumbangkan tenaga dan pikirannya dalam
pelaksanaan kegiatan tersebut. Sedangkan menurut Dusseldorp, partisipasi diartikan sebagai
kegiatan atau keadaan mengambil bagian dalam suatu aktivitas mencapai suatu kemanfaatan
secara optimal.
Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa partisipasi adalah keterlibatan seseorang
baik pikiran maupun tenaga untuk memperoleh manfaat dari suatu kegiatan. Jika mengacu pada
definisi di atas, partisipasi di dalam kelas merupakan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran. Dengan demikian, partisipasi siswa di dalam kelas adalah sangat berperan penting
dalam usahanya mencapai tujuan pembelajaran yang optimal. Dengan adanya partisipasi aktif
dari siswa dalam pembelajaran di kelas, suasana pembelajaran akan menjadi lebih hidup.
Kecenderungan siswa berperan aktif, pada akhirnya tentu saja akan berpengaruh pada perolehan
hasil belajar siswa.
Selain dipengaruhi oleh partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran di dalam kelas,
pembelajaran di dalam kelas juga akan dipengaruhi oleh strategi pembelajaran yang
diskenariokan oleh guru. Secara umum, Strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar
haluan untuk bertindak telah ditentukan. Dihubungkan dengan pembelajaran (Belajar Mengajar),
strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan peseta didik
dalam perwujudan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa di dalam suatu pembelajaran dibutuhkan
adanya sinergi atau hubungan antara guru dan peserta didik. Peserta didik bersama guru
melaksanakan pembelajaran berdasar strategi pembelajaran yang telah ditetapkan. Banyak sekali
strategi pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru, diantaranya adalah strategi pembelajaran
STAD.
1. Strategi Pembelajaran STAD
Strategi Pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan salah satu
sistem pembelajaran kooperatif yang di dalamnya dibentuk siswa dibentuk ke dalam kelompok
yang terdiri dari empat atau lima anggota yang mewakili siswa dengan tingkat kemampuan dan
jenis kelamin yanng berbeda. Guru memberikan pelajaran dan selanjutnya siswa bekerja dalam
kelompoknya masing-masing untuk memastikan bahwa semua anggota kelompok telah
menguasai pelajaran yang diberikan. Kemudian, siswa melaksanakan tes atas materi yang
diberikan dan mereka harus mengerjakan sendiri tanpa bantuan siswa yang lain. Nilai tes yang
mereka peroleh, selanjutnya dibandingkan dengan nilai rata-rata yang mereka peroleh
sebelumnya dan kelompok-kelompok yang berhasil memenuhi kriteria diberi nilai tersendiri
sehingga nilai ini kemudian ditambahkan pada nilai kelompok.
Strategi STAD lebih mementingkan sikap daripada teknik dan prinsip, yakni sikap partisipasi
dalam rangka mengembangkan potensi afektif dan kognitif. Menurut Slavin, STAD terdiri dari
lima komponen, yaitu presentasi kelas, kelompok, tes, nilai peningkatan individu, dan
penghargaan kelompok. Berdasarkan pendapat Slavin, dapat diketahui bahwa strategi
pembelajaran STAD adalah memang menekankan pada penguasaan materi bagi diri individu
yang perolehan penguasaan materi pelajaran tersebut dilakukan secara kelompok.
Hasil penelitian Harjono (2010) menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD dengan objek siswa kelas X-1 SMA di Semarang pada semester gasal 2009 mata
pelajaran kimia terlihat bahwa metode ini dapat meningkatkan aktifitas kooperatif siswa dalam
KBM di kelas, di mana ditunjukkan lebih dari 87% dari siswanya berpartisipasi aktif dalam
kegiatan kelompok tersebut, dari data observasi terhadap gurunya juga terlihat bahwa
pengelolaan kelas menjadi jauh lebih baik dari minggu ke minggunya, selain itu yang paling
penting adalah pencapaian hasil belajar siswa dalam menjawab kuis-kuis setelah melewati 3
siklus meningkat hingga rata-rata kelas yang didapatkan jadi 75 dari rata-rata kelas 57
sebelumnya.
Adapun hasil penelitian eksperimen Nugroho dkk. (2009) mengenai penerapan model kooperatif
tipe STAD dalam pembelajaran dengan subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA SMAN 7
Semarang dinilai dapat meningkatkan pemahaman dan aktivitas siswa, hal ini ditunjukkan
adanya peningkatan ketuntasan klasikal, skor rata-rata post tes dan aktivitas. Sehingga olehnya
disarankan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berorientasi keterampilan proses dijadikan
model pembelajaran alternatif untuk meningkatkan pemahaman dan aktivitas siswa dalam mata
pelajaran fisika.
Sedangkan dari hasil analisa data penelitian Wijaya (2008) model pembelajaran kooperatif tipe
STAD menunjukkan bahwa hasil pos-tes siswa SDN 1 Menteng Palangkaraya menyatakan
bahwa 93% dari siswanya tuntas dalam pembelajaran yang diiringi peningkatan pemahaman
penguasaan materi, hal ini juga didukung oleh data hasil aktivitas guru dan siswa, pengelolaan
pembelajaran, respon guru dan siswa terhadap model pembelajaran ini sangat baik.
Berdasar pengamatan di lapangan nampak bahwa pada umumnya proses pembelajaran Bahasa
Inggris di kelas, terutama di jenjang Sekolah Dasar/Madrasah berjalan monoton, konvensional,
rendahnya penguasaan materi Telling Time pada khususnya, dan materi Bahasa Inggris
seluruhnya pada umumnya mengakibatkan kualitas dan hasil belajar Bahasa Inggris masih
rendah.
Melihat situasi yang demikian, perlu adanya upaya untuk meningkatkan perolehan hasil belajar
Bahasa Inggris siswa secara keseluruhan terutama penguasaan materi dengan pokok bahasan
Telling Time. Strategi pembelajaran STAD diharapkan mampu memecahkan masalah ini,
dengan harapan setelah penelitian tindakan secara kolaboratif ini selesai, proses pembelajaran
Bahasa Inggris di kelas khususnya di kelas V MI Ma’arif Babadsari tidak lagi monoton, kualitas
pembelajaran Bahasa Inggris meningkat, dan yang terpenting adalah perolehan hasil belajar
Bahasa Inggris siswa kelas V MI Ma’arif Babadsari untuk pokok bahasan Telling Time dapat
meningkat sesuai harapan.
Masing-masing pembelajaran dalam STAD diawali dengan presentasi yang dilakukan oleh guru
yang juga mencakup komponen yang sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang
telah dibuat.
1. Diskusi Kelompok
Materi : Lembar kerja untuk masing-masing kelompok yang berkaitan dengan pokok
bahasan Telling Time (Menceritakan Waktu/Jam)
Selama pelaksanaan belajar kelompok, tugas dari masing-masing kelompok adalah menguasai
materi yang diberikan dalam pelajaran dan membantu anggota kelompok lain dalam satu
kelompok untuk benar-benar menguasai materi pokok Telling Time tersebut. Para siswa diberi
lembar kerja untuk mengerjakan tugas kelompok.
Pada hari pertama kerja kelompok STAD, guru harus menjelaskan pada siswa tentang apa arti
kerja kelompok. Lebih khusus lagi, sebelum memulai kerja kelompok perlu dibahas peraturan-
peraturan kelompok yang berlaku selama proses pembelajaran berlangsung.
Diskusi kelompok dikatakan berhasil ditandai dengan tingginya ineraksi perbincangan ilmiah
antar siswa dalam satu kelompok guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan, atau
menyusun berbagai alternatif pemikiran.
1. Tes
Alokasi Waktu : ½ jam pelajaran
Guru membagi tes dan memberi cukup waktu bagi siswa untuk menyelesaikannya. Jangan
membiarkan siswa untuk bekerjasama dalam mengerjakan tes. Pada tahap ini siswa bekerja
dengan menunjukkan apa yang telah mereka pelajari secara individu. Pastikan untuk
memberikan nilai pada tes tersebut pada pertemuan selanjutnya.
1. Penghargaan Kelompok
Gagasan Pokok: Menentukan nilai peningkatan individu dan nilai kelompok dan Memberikan
penghargaan pada kelompok hasilnya paling baik.
Setelah dilaksanakan tes, ditentukan nilai dengan peningkatan individu dan kelompok serta
memberikan penghargaan pada kelompok yang memiliki nilai tinggi. Jika memungkinkan,
umumkan nilai kelompok yang diperoleh pada periode setelah pelaksanaan tes.
Siswa memperoleh nilai peningkatan. Sebelum mulai menentukan nilai peningkatan, diperlukan
satu lembar salinan nilai tes. Tujuan dar pemberian nilai dasar dan nilai peningkatan adalah
untuk memungkinkan semua siswa memberikan nilai maksimum pada kelompoknya masing-
masing apapun hasil prestasi pencapaian yang merreka peroleh sebelumnya.
Sedangkan untuk menentukan nilai kelompok adalah dengan mencatat nilai peningkatan dari
masing-masing anggota kelompok pada lembar ringkasan kelompok dan membegi nilai
peningkatan kelompok total dengan jumlah anggota kelompok yang hadir.
Tiga tingkat penghargaan yang diberikan dengan pedoman pemberian penghargaan berupa angka
maupun berupa huruf dengen kriteria Baik, Cukup, dan Kurang. Dengan demikian, gambaran
dari kerangka berfikir peneliti dapat dideskripsikan sebagai berikut:
Perlakuan
Hasilan
Keadaan Sekarang
1. KBM berjalan
monoton
2. Belum
ditemukan
strategi yang
tepat
3. Metode belum
bervariasi
4. Hasil
pembelajaran
masih rendah Diskusi
9. Simulasi
pembelajaran
kooperatif
STAD
pembelajaran ini diharapkan dapat memberikan gambaran akan kondisi lapangan saat ini,
perlakuan yang akan dilakukan, dan hasil yang diharapkan, termasuk revisi dan siklus-siklus
yang akan dilalui.
1. D. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan adalah suatu perkiraan yang bakal terjadi jika suatu tindakan yang dilakukan.
Dari judul Penelitian Tindakan Kelas Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Strategi
Pembelajaran STAD (Student Tams Achievement Division) Pada Pokok Bahasan Telling Time
Kelas V MI Ma’arif Babadsari Tahun Pelajaran 2012/2013. Hipotesis tindakannya adalah “Jika
pembelajaran Bahasa Inggris untuk pokok bahasan Telling Time dilakukan dengan strategi
pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Devision), maka nilai rata-rata siswa kelas V
MI Ma’arif Babadsari akan meningkat menjadi 70”. Dengan demikian, hipotesis tindakan yang
berupa strategi pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Devision) merupakan
tindakan yang diperkirakan dapat memecahkan masalah yang diteliti.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan pendekatan Penelitian Eksperimen yang kualitatif.
Pendekatan eksperimen dilaksanakan di tempat terselenggaranya proses pembelajaran. Data
dikumpulkan dari orang-orang yang terlibat dalam perilaku alamiah. Hasil penelitiannya adalah
bersifat kualitatif yakni berupa deskriptif analitik, yaitu uraian naratif mengenai suatu proses
tingkah laku subjek yang diteliti sesuai dengan masalah yang diteliti.
Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah Penelitian Tindakan (Action Research) yakni
penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan baru untuk mengatasi kebutuhan
dalam dunia kerja atau kebutuhan praktis lain. Secara lebih spesifik lagi adalah bahwa penelitian
ini adalah penelitian dengan jenis Penelitian Tindakan Kelas yang lebih menekankan pada upaya
perbaikan dan peningkatan kualitas dan proses pembelajaran yang terselenggara di dalam kelas.
Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data
penelitiannya. Pada Penelitian Tindakan Kelas ini, metode penelitian yang digunakan adalah
angket, wawancara, pengamatan (observasi), tes, dan dokumentasi.
Cara-cara atau teknik peneliti dalam mengumpulkan data adalah dengan cara:
1. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan
menggunakan seluruh alat indera.
Dalam penelitian ini, peneliti mengadakan pengamata terhadap tingkah laku siswa dalam
mengikuti pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran STAD. Apa yang terjadi di
lapangan dari awal sampai akhir ditulis oleh peneliti sebagai bekal dalam pengumpulan data.
1. Wawancara
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh
informasi dari pihak yang diwawancarai.
Dalam penelitian ini, peneliti mengadakan wawancara dengan kepala sekolah, guru,siswa, dan
sebagian orangtua siswa kelas V perihal hasil belajar Bahasa Inggris Siswa dan juga mengenai
tanggapan siswa dan semua pihak terhadap mata pelajaran Bahasa Inggris terutama untuk pokok
bahasan Telling Time.
1. Studi Dokumenter
Studi dokumenter lebih menekankan pada dokumentasi, yakni barang-barang tertulis. Di dalam
penelitian ini , peneliti melaksanakan dokumentasi, yakni dengan cara menyelidiki benda-benda
tertulis yang ada di sekolah dan atau terdapat di kelas V.
1. Perekaman
Perekaman adalan kegiatan dimana peneliti merekam atau mengabadikan atau menyimpan serta
meliput semua aktivitas yang terjadi selama proses pelaksanaan penelitian berlanngsung.
Dalam kegiatan ini, peneliti menggunakan perekam (record) berupa Handy Cam atau kamera
digital untuk merekam semua aktivitas yang berlangsung selama penelitian.
1. Tes
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur
keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemempuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau
kelompok.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tes prestasi, yaitu tes yang digunakan untuk
mengukur pencapaian siswa seteleh mempelejari sesuatu. Dalam hal ini, peneliti melakukan
evaluasi atau tes hanya untuk materiBahasa Inggris dengan pokok bahasan Telling Time.Tes
dilaksanakan setelah pokok bahasan selesai dipelajari, dan bentuk tes adalah berupa pilihan
ganda dan uraian.
1. Angket
Angket merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi
dari responden dalam arti laporan tentang pribadi dirinya atau hal-hal yang ia ketahui.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan angket jenis Check list yaitu sebuah daftar dimana
responden hanya tinggal membutuhkan tanda check (√) pada kolom yang sesuai. Sama halnya
dengan Penelitian Tindakan Kelas ini, responden terkait hanya mengisi angket dengan
membubuhkan tanda check. Adapun mengenai isi dari angket tersebut adalah semua hal yang
berhubungan dengan mata pelajaran Bahasa Inggris secara umum dan untuk materi Telling Time
secara khusus.
Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, selanjutnya peneliti akan mengolah data
yang sudah ada. Pekerjaan analisis data meliputi:
1. Persiapan
Pada tahap persiapan, yang dilakukan oleh peneliti adalah memillih atau menyortir data
sedemikian rupa sehingga hanya data yang terpakai saja. Tahap persiapan dimaksudkan untuk
merapikan data agar bersih, rapi, dan tinggal mengadakan pengolahan data atau analisis.
Misal: Jenis kelamin: laki-laki diberi kode (1), perempuan diberi kode (0)
1. Mengubah jenis data yang disesuaikandengan teknik analisis data yang akan digunakan
2. Memberikan kode (coding) dalam hubungan dengan pengolahan data pada semua
variabel.
3. Penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian.
Teknik analisis data yang digunakan dalam pengelolaan data adalah secara induktif, yakni data-
data yang diperoleh dikumpulkn menjadi satu dan selanjutnya dideskripsikan dari hal-hal yang
khusus dan terakhir didapatkan kesimpulan umum dari data-data tersebut.
Indikator dalam penelitian tindakan kelas adalah setelah diterapkan strategi pembelajaran STAD
(Student Tams Achievement Division) pada mata pelajaran Bahasa Inggris dalam pokok bahasan
Telling Time. Kualitas kemampuan siswa dalam menyelesaikan pokok bahasan ini ditandai
dengan meningkatnya skor rata – rata dan ketuntasan dalam belajar.
Dalam proses pembelajaran di dalam kelas, ditemukan siswa yang berperilaku belajar, seperti
tidak mengerjakan tugas dengan baik, baik tugas yang dikerjakan di kelas maupun tugas yang
dikerjakan di rumah, tidak semangat belajar rendah, takut menanyakan hal-hal yang belum
difahami, dan sebagainya.
Di kelas V MI Ma’arif Babadsari, hampir 50 persen belum dapat menguasai materi Bahasa
Inggris tentang Telling Time (menceritakan waktu/ jam).
Dengan adanya perilaku yang muncul di atas, guru Bahasa Inggris yang masih pemula dengan
masa kerja kurang dari 5 tahun merasa kesulitan untuk mengefektifkan kondisi pembelajaran
karena keadaan yang ada sangat berpengaruh pada hasil belajar Bahasa Inggris siswa kelas V,
hal ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar Bahasa Inggris siswa pada materi Telling
Time, hal ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar Bahasa Inggris siswa pada materi
Telling Time.
1. Perencanaan Tindakan
Untuk melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas akan dilaksanakan bersama dengan teman
sejawat dan juga kepala sekolah. Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti telah
bermusyawarah dengan pihak terkait, dalam hal ini guru dan kepala sekolah perihal Pelaksanaan
Penelitian Tindakan Kelas. Peneliti mengutarakan maksud dan tujuan dari penelitian yang akan
dilaksanakan. Setelah bermusyawarah, terdapat kata sepakat mengenai tindakan yang dapat
meningkatkan hasil belajar Bahasa Inggris siswa kelas V untuk materi Telling Time
(Menceritakan Waktu/ Jam) pada siswa kelas V MI Ma’arif Babadsari, yaitu dengan
menggunakan strategi pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division). Prosedur
penelitian ini terdiri dari tiga siklus. Tiap-tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang
dicapai. Prosedur dalam tiap-tiap siklus adalah sama, yakni meliputi Perencanaan, Tindakan,
Observasi, dan Refleksi.
Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti berkolaborasi dengan guru melaksanakan tindakan
sesuai dengan skenario yang telah terdapat pada RPP. Pelaksanaan tindakan dalam Penelitian
Tindakan Kelas ini adalah ditekankan pada implementasi Strategi Pembelajaran STAD, yakni
meliputi:
1. Siswa diberi penjelasan tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD dan komponen-
komponennya
2. Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan pertimbangan kemampuan
akademik dan jenis kelamin
3. Peneliti memberikan penjelasan tentang tujuan pembelajaran dan garis besar materi yang
akan dipelajari
4. Siswa ditugaskan untuk bergabung ke dalam kelompoknya masing-masing
5. Peneliti memulai dengan memaparkan dan mendiskusikan materi yang dibahas
6. Peneliti membagi tugas kepada setiap kelompok
7. Peneliti melakukan observasi dan membimbing kegiatan kelompok
8. Setelah kegiatan kelompok selesai, dilanjutkan dengan diskusi kelas yang dipandu oleh
guru untuk membahas hal-hal yang tidak dan atau belum terselesaikan dalam kegiatan
kelompok
9. Peneliti memberikan kuis untuk mengetahui penguasaan konsep yang dipelajari secara
individual
1. Observasi
Kegiatan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini peneliti
melakukan observasi terhadap keterampilan kooperatif STAD yang dilatihkan kepada siswa
dengan menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan. Pada tahap ini, peneliti juga
mengumpulkan data, baik berupa data kuantitatif maupun data kualitatif. Data kuantitatif adalah
data yang berupa angka, dan data kualitataif adalah data yang berupa huruf.
1. Refleksi
Kegiatan pada tahap ini adalah mencermati, mengkaji, dan menganalisis secara mendalam dan
secara menyeluruh tindakan yang telah dilaksanakan yang didasarkan data yang telah terkumpul
pada tahap observasi. Dalam hal ini, peneliti menganalisis data hasil observasi yang mencakup
analisis mengenai keterampilan kooperatif STAD siswa dalam melakukan kegiatan pada masing-
masing tahap belajar kooperatif STAD tersebut, hasil kegiatan kelompok, dan hasil kuis yang
berkaitan dengan hasil kegiatan kelompok. Selanjutnya, peneliti juga melakukan evaluasi untuk
menemukan keberhasilan dari dampak tindakan yang telah dilakukan terhadap peningkatan hasil
belajar Bahasa Inggris siswa untuk materi Telling Time.
Peneliti juga menganalisis mengenai kekuatan dan kelemahan dari tindakan yang telah
dilaksanakan. Pada akhirnya, hasil-hasil yang diperoleh dan permasalahan yang muncul pada
pelaksanaan tindakan dipakai sebagai dasar untuk melakukan perencanaan ulang pada siklus
berikutnya. Penelitian ini akan dilaksanakan tiga siklus sehingga pelaksanaan Penelitian
Tindakan Kelas ini benar-benar akan sangat bermanfaat dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Basrowi, Sukidin, dkk. 2011. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Insan Cendekia.
Bahri Djamarah, Syaiful dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Hadi, Amirul dan Haryono. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CLIS PADA SISWA KELAS IX A SMP
NEGERI 1 YOGYAKARTA SEMESTER GANJIL
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah model pembelajaran CLIS
dapat meningkatkan aktivitas belajar Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa kelas IX A SMP
Negeri 1 Yogyakarta semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013. Prosedur peneltian ini akan
dilakukan melalui 3 (tiga) siklus, setiap siklus dilakukan selama 2 x 40 menit yang terdiri dari 4
tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi
Hasil dari penelitian pada setiap siklus dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegara-an pada
siswa kelas IX D SMP Negeri 1 Yogyakarta semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013, yaitu
sebagai berikut: (1) pada siklus I kinerja guru dalam penggunaan model pembelajaran CLIS
mencapai 62,50% dan aktivitas belajar Pendidikan Kewarganegaraan mencapai 61,54%, (2) pada
siklus II kinerja guru dalam penggunaan model pembelajaran CLIS mencapai 75,00% dan
aktivitas belajar Pendidikan Kewarganegaraan 69,23%, dan (3) pada siklus III kinerja guru
dalam penggunaan model pembelajaran CLIS mencapai 83,33% dan aktivitas belajar Pendidikan
Kewarganegaraan 79,49%. Dengan demikian semakin meningkat kinerja guru dalam
penggunaan model pembelajaran CLIS maka semakin meningkat aktivitas belajar Pendidikan
Kewarganegaraan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. [Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945]
Dalam perkembangannya sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sampai dengan penghujung abad
ke-20, rakyat Indonesia telah mengalami berbagai peristiwa yang mengancam keutuhan negara.
Untuk itu diperlukan pemahaman yang mendalam dan komitmen yang kuat serta konsisten
terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Konstitusi Negara
Republik Indonesia perlu ditanamkan kepada seluruh komponen bangsa Indonesia, khususnya
generasi muda sebagai generasi penerus.
Guru memiliki tanggung jawab agar pembelajaran yang diberikan dapat berhasil dengan baik.
Keberhasilan ini banyak bergantung kepada usaha guru membangkitkan aktivitas belajar siswa
dalam mengikuti proses pembelajaran. Aktivitas dalam belajar mengajar merupakan rangkaian
kegiatan yang meliputi keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran, bertanya hal-hal yang belum
jelas, mencatat, mendengar, berpikir, membaca, dan segala kegiatan yang dilakukan yang dapat
menunjang prestasi belajar. Belajar sambil melakukan aktivitas lebih banyak mendatangkan hasil
bagi anak didik, sebab kesan yang didapatkan oleh anak didik lebih tahan lama tersimpan di
dalam benak anak didik.
Dari hasil evaluasi proses pembelajaran di atas ternyata belum memberikan dampak yang baik
terhadap peningkatan aktivitas belajar siswa. Hal ini disebabkan karena proses pembelajaran
yang dilakukan masih menggunakan metode dan model yang kurang menarik perhatian siswa.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka identifikasi masalah dalam penelitian
ini adalah:
2. Apakah penggunakan model pembelajaran Koopratif tipe TGT dapat meningkatkan aktivitas
belajar Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa kelas IX A SMP Negeri 1 Yogyakarta semester
ganjil tahun pelajaran 2012/2013.
4. Apakah penggunaan model pembelajaran CLIS dapat meningkatkan aktivitas belajar
Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa kelas IX A SMP Negeri 1 Yogyakarta semester ganjil
tahun pelajaran 2012/2013.
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
”Apakah penggunaan model pembelajaran CLIS dapat meningkatkan aktivitas belajar
Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa kelas IX A SMP Negeri 1 Yogyakarta semester ganjil
tahun pelajaran 2012/2013”
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah model pembelajaran CLIS
dapat meningkatkan aktivitas belajar Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa kelas IX A SMP
Negeri 1 Yogyakarta semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013.
Dapat memperluas proses berpikir dan dapat menimbulkan minat sekaligus kreativitas serta
aktivitas belajar siswa, sehingga siswa dapat berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam
menanggapi isu kewarganegaraan
Bermanfaat sebagai masukan dalam rangka mengefektifkan pembinaan dan pengembangan bagi
guru agar dapat lebih profesional dalam melaksanakan proses pembelajaran sehingga dapat
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
PROPOSAL PENELITIAN
UMK
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIK ANAK USIA DINI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI
HALAMAN PERSETUJUAN
Mengetahui,
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Kendari
PENDAHULUAN
Undang-Undang (UU) No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah
mengamanatkan dilaksanakannya pendidikan kepada seluruh rakyat Indonesia sejak usia dini,
yakni sejak anak dilahirkan. Disebutkan secara tegas dalam Undang-Undang tersebut bahwa
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak
sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (pasal 1, butir 14). Pendidikan bagi
anak usia dini semakin popular. Orang tua semakin merasakan pentingnya memberikan
pendidikan kepada anak sejak dini dan berlomba memberikan fasilitas pendidikan terbaik pada
lembaga pendidikan pra sekolah atau yang lebih dikenal dengan sekolah Raudatul Athfal/Taman
Kanak-Kanak.
didik mengembangkan berbagai kemampuan atau kecerdasan yang dimiliki oleh setiap anak
oleh Gardner. Anak yang memiliki kecerdasan ini memiliki kemampuan untuk
memvisualisasikan berbagai hal dan memiliki kelebihan dalam hal berpikir melalui gambar
Hildayani, (2005:5.16). Anak yang memiliki kecerdasan visual-spasial dapat dilihat dari
kesehariannya misalnya anak dapat menceritakan gambar dengan jelas, lebih senang membaca
peta, diagram, lebih menyukai gambar daripada teks, menyukai kegiatan seni, pandai
menggambar, yang terkadang mendekati atau persis aslinya, dapat membangun konstruksi tiga
dimensi yang menarik, lebih mudah belajar dengan gambar daripada teks, dan membuat coretan-
konstruktif, bermain sandiwara boneka, meniru gambar objek, bermain dengan lilin mainan,
menyusun objek mainan, bermain peran, membaca buku, dan bermain video game. Kegiatan
tersebut merupakan kegiatan yang melibatkan semua indera anak terlibat dalam pembelajaran
yang diawali dengan menampilkan model dan diakhiri dengan membuat atau menciptakan
sesuatu klinik Pediatri, (2009:2). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Kostelnik Masitoh,
(2005:7.4) bahwa pengalaman langsung harus mendahului penggambaran atau sesuatu yang
lebih abstrak dan model lebih konkret daripada gambar, dan gambar lebih konkret daripada kata-
kata.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 2 sampai 25 April 2012
Kambu kota Kendari tidak begitu tampak. Ketika diberikan bahan limbah anorganik berupa kulit
aqua gelas anak hanya mampu mengguntingnya yang menghasilkan bentuk tidak beraturan,
ketika kegiatan menggambar orang sebagian besar anak hanya mampu membuat coretan
sederhana berupa garis, lingkaran dan titik, setelah mencuci tangan anak tidak langsung
mengeringkannya padahal sudah disampaikan oleh ibu gurunya, dan ketika kegiatan
menggambar bebas ada anak yang masih bingung gambar apa yang akan dibuat, sedangkan
sekolah sendiri menginginkan anak memiliki kecerdasan visual-spasial diantaranya anak sudah
mengenal spasial dua arah berpasangan seperti arah depan-belakang, atas-bawah, dan kanan-kiri,
anak mampu menggambar figur orang, anak dapat membedakan beberapa warna dan anak dapat
membuat bentuk dari bahan limbah anorganik yang diberikan oleh ibu gurunya. Kondisi di
lapangan tidak sesuai dengan apa yang menjadi tujuan sekolah, hal tersebut dipicu oleh
penggunaan metode pembelajaran yang kurang bervariasi. Metode ceramah merupakan metode
kecamatan Kambu kota Kendari. Selain itu media yang digunakan juga kebanyakan berupa
lembar kerja dalam bentuk buku yang berupa latihan-latihan yang lebih menekankan pada
anak serta kurangnya keterlibatan anak dalam mengeksplorasi media atau sumber belajar yang
bisa mengasah kecerdasan mereka merupakan faktor utama yang menjadi masalah mengapa anak
berdasarkan amatan penulis, potensi kecerdasan visual-spasial masih memiliki peluang yang
potensial untuk dikembangkan secara optimal, dengan catatan perlu melakukan tindakan
Pemanfaatan bahan limbah anorganik bagi usia RA/TK merupakan kegiatan bermain dan
memiliki unsur pendidikan yang kompleks, disamping harganya yang murah dan menarik bagi
anak, juga bahannya banyak dan mudah diperoleh disekitar lingkungan anak, maka dipandang
pengembangan potensi anak. Upaya tersebut, dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab kongkrit
dan kewajiban untuk mengoptimalkan perkembangan kecerdasan visual-spasial yang dimiliki
anak, yang mana penulis memandangnya masih memiliki peluang yang potensial untuk lebih
dikembangkan lagi.
Bertolak dari keinginan pada latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk menerapkan
anak RA/TK Al-Mu’minin Kendari. Ketertarikan ini, selanjutnya mendorong penulis dan
berkolaborasi dengan guru RA/TK Al-Mu’minin kota Kendari untuk melaksanakan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang diatas , maka permasalahan yang akan dijawab dalam
penelitian ini adalah “ Apakah melalui pemanfaatan bahan limbah anorganik dapat
Mengacu pada rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian
ini adalah untuk meningkatan kecerdasan visual-spasial pada anak kelompok B2 di RA/TK Al-
Mu’minin kecamatan Kambu kota Kendari melalui pemanfaatan bahan limbah anorganik.
mereka terstimulasi sehingga memiliki pola pikir, daya nalar dan pola berimajinasi secara
kompleks, motivasi positif, respon, aktif, kreatif dan meningkatkan interaksi positif antar
mereka (anak).
2. Dari segi teoritis/keilmuwan, hasil penelitian ini diharapkan menjadi kontribusi khasanah ilmiah
pemanfaatan bahan limbah anorganik yang banyak terdapat disekitar lingkungan anak sesuai
dengan karakteristik dan kebutuhan anak secara khusus dan memperkaya kajian ilmu Pendidikan
3. Bagi guru RA/TK Al-Mu’minin kecamatan Kambu kota Kendari sebagai tambahan
pengetahuan keprofesian yang selalu dituntut untuk melakukan upaya inovatif sebagai
implementasi berbagai teori dan teknik pembelajaran bagi anak usia dini di RA/TK serta bahan
ajaran yang dapat dikembangkan lebih lanjut dan dipakainya dalam kegiatan belajar sambil
bermain bagi anak didiknya terutama dalam hal meningkatkan kecerdasan visual-spasial anak
usia dini.
4. Bagi Lembaga PAUD/RA/TK Al-Mu’minin kecamatan Kambu kota Kendari dan bagi pihak-
pihak yang berkompeten dengan masalah perkembangan anak usia dini, diharapkan hasil
penelitian ini nantinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi untuk menyusun lankah-
langkah yang lebih konkrit dan dalam penyusunan kebijakan usaha pengembangan dan
peningkatan kecerdasan visual-spasial anak usia dini di RA/TK dan sekolah PAUD lain yang
sederajat, khususnya yang relevan dengan pemanfaatan bahan limbah anorganik yang ada
anak.
5. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis serta sebagai bahan rujukan atau kajian
lebih lanjut bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang lebih luas dan mendalam
aspek-aspek atau variabel-variabel pengamatan dalam penelitian ini, maka perlu untuk diperjelas
terlebih dahulu batasan-batasan konsepsinya pada bagian defenisi operasional, yakni seperti
berikut:
1. Kecerdasan visual-spasial adalah kemampuan untuk membentuk suatu gambaran tentang tata
ruang didalam pikiran. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada warna, garis, bentuk, ruang dan
hubungan antar unsur-unsur tersebut. Anak dengan kecerdasan visual-spasial yang tinggi
cenderung berpikir secara visual. Mereka kaya khayalan internal (internal imagery) sehingga
2. Pemanfaatan bahan limbah anorganik yang dimaksud adalah suatu kegiatan pengelolaan sumber
pembelajaran berupa penggunaan atau pemanfaatan bahan limbah anorganik yang terdapat di
lingkungan sekitar anak untuk tujuan peningkatan kecerdasan visual spasial anak dalam kegiatan
belajar sambil bermain di RA/TK Al-Mu’minin kecamatan Kambu kota Kendari. Melalui
pemanfaatan bahan limbah anorganik itu, diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran yang
memfasilitasi capaian perkembangan kecerdasan visual-spasial anak secara optimal sesuai yang
diharapkan.
3. Bahan limbah anorganik yang dimaksud adalah bahan bekas atau bahan sisa pakai yang terbuat
dari bahan plastik dan dianggap tidak memiliki manfaat yang terdapat dilingkungan, seperti:
bekas minuman ringan (bekas; aqua gelas, teh gelas, juice gelas, dan lain sejenisnya), bekas botol
minuman plastik, bekas pembungkus makanan dari plastik, dan lain sebagainya. Yang semua
bahan limbah anorganik tersebut, dimanfaatkan dalam kegiatan belajar sambil bermain anak
didik (anak “RA/TK Al-Mu’minin” kecamatan Kambu kota Kendari), dalam rangka
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Teori “Multiple Intelegence” yang dikemukakan oleh Howard Gardner merupakan gebrakan
kemampuan menciptakan lagu, mendengar nada dari sumber bunyi atau alat-alat music; e.
Kecerdasan Interpersonal, berkaitan dengan kemampuan bergaul dengan orang lain, memimpin,
kepekaan soasial, kerja sama dan empati; g. Kecerdasan Intrapersonal, berkaitan dengan
pemahaman terhadap diri sendiri, motivasi diri, tujuan hidup dan pengembangan diri; dan h.
Teori tersebut membuka mata dunia yang selama ini mengidentikkan suatu kecerdasan
dengan nilai IQ. Munculnya teori “Multiple Intelegence” atau kecerdasan majemuk
membuktikan bahwa tidak ada anak yang bodoh atau pintar, yang ada hanyalah anak yang lebih
menguasai satu bidang tertentu dan kurang menguasai bidang lain. Maksud dari pernyataan
tersebut adalah kedelapan kecerdasan yang diungkapkan oleh Gardner bisa saja dimiliki oleh
individu, hanya saja dalam taraf yang berbeda. Selain itu, kecerdasan ini tidak berdiri sendiri
terkadang bercampur dengan kecerdasan lain Agustin, (2006:36). Misalnya saja bila anak pintar
bernyanyi sebagai kecerdasan musikal, ia juga pada umumnya cerdas dalam gerakan tubuh, ia
dapat mengikuti dan menyesuaikan gerakannya dengan ritme atau alunan musik yang
didengarkannya.
Kecerdasan bukanlah sesuatu yang bersifat kebendaan, melainkan sesuatu fiksi ilmiah
untuk mendeskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual. Dalam
mengartikan kecerdasan ini, para ahli mempunyai pengertian yang beragam, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Yusuf (2005:106), diantara pengertian itu adalah sebagai berikut:
a. Kecerdasan sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara
b. Intelegensi meliputi tiga pengertian, yaitu kemampuan untuk belajar, keseluruhan pengetahuan
untuk diperoleh, dan kemampuan untuk beradaptasi secara berhasil dengan situasi baru atau
analisis kognitif yang relatif tidak dipengaruhi oleh pengalaman belajar sebelumnya; (2)
Menurut Thurstone Syaodih, (2007:93) individu memiliki sejumlah faktor kecerdasan yang
1. Verbal Comprehension, kemampuan untuk memahami hal-hal yang dinyatakan secara verbal
2. Word Fluecy, kelancaran dan kefasihan menyatakan buah pikiran dengan menggunakan kata-
kata.
3. Number Ability, kemampuan untuk memahami dan memecahkan masalh-masalah matematis,
6. Paceptual Ability, kemampuan untuk mengamati dan memberikan penafsiran atas hasil
pengamatan.
ruang secara akurat. Sebagaimana dikemukakan oleh Armstrong Masfiroh, (2004:67) bahwa
“anak yang cerdas dalam visual-spasial memiliki kepekaan terhadap warna, garis-garis, bentuk-
bentuk, dan bangunan-bangunan”. Sedangkan menurut Indra Masfiroh, (2004:67) anak yang
memiliki kemampuan visual-spasial dapat mengenali identitas objek ketika objek tersebut ada
dari sudut pandang yang berbeda, dan mampu memperkirakan jarak dan kecerdasan darinya
Kecerdasan Visual-Spasial memiliki manfaat yang luar biasa dalam kehidupan manusia.
Hampir semua pekerjaan yang menghasilkan karya nyata memerlukan sentuhan kecerdasan ini.
Bangunan yang dirancang arsitektur, desain taman, lukisan, rancangan busana, pahatan, bahkan
benda-benda sehari-hari yang dipakai manusia pun adalah hasil buah kecerdasan visual-spasial
yang tinggi mengesankan kreativitas. Kemampuan mencipta satu bentuk, seperti bentuk pesawat
terbang, rumah, mobil, burung, mengesankan adanya unsur transformasi bentuk yang rumit.
membentuk sesuatu dengan plastisin, mencecap, dan menyusun potongan gambar. Guru perlu
mereka, seperti alat-alat permainan konstruktif (Lego, puzzle, lasie), balok-balok bentuk
geometri berbagai warna dan ukuran, peralatan menggambar, pewarna, alat-alat dekoratif (kertas
warna-warni, gunting, lem, benang), dan berbagai buku bergambar. Akan lebih baik, jika
menyediakan beberapa miniatur benda-benda yang disukai anak, seperti mobil-mobilan, pesawat
bagian belakang hemisfer kanan. Kecerdasan ini berkaitan erat dengan kemampuan imajinasi
anak. Pola pikir topologis (bersifat mengurai bagian-bagian dari suatu objek) pada awal masa
kanak-kanak memungkinkan mereka menguasai kerangka pikir euclidean pada usia 9-10 tahun.
Kepekaan artistik pada kecerdasan ini tetap bertahan hingga seseorang itu berusia tua.
Anak usia 4 tahun, umumnya, sudah mengenal spasial dua arah biner (berpasangan) seperti
arah depan-belakang, atas-bawah, sana-sini, meskipun adakalanya masih bingung dengan arah
kanan dan kiri. Mereka belum dapat memahami arah mata angin, meskipun diantaranya dapat
Menurut Beredekamp dan Copple Musfiroh, (2004:93) anak usia 4 tahun sudah dapat
menata balok-balok menjadi bentuk yang tinggi dan agak kompleks. Mereka yang menunjukkan
kemampuan memperkirakan secara spasial yang masih terbatas, dan cenderung merusak posisi
atau benda. Mereka cenderung mengubah mainan yang memiliki bagian-bagian yang masih
anak-anak perlu dibelajarkan melalui gambar, metafora, visual dan warna. Cara terbaik untuk
Secara umum deskripsi tentang kecerdasan spasial pada anak beserta indikatornya yang
Adapun cirri-ciri yang tampak pada aktifitas anak adalah sebagai berikut :
a. Memiliki kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang, dan bangunan.
b. Memiliki kemampuan membayangkan sesuatu, melahirkan ide secara visual dan spasial.
c. Memiliki kemampuan mengenai identitas objek ketika objek itu ada pada sudut pandang yang
berbeda.
d. Mampu memperkirakan jarak dan keberadaan dirinya dengan sebuah objek.
e. suka mencoret-coret, membentuk gambar, mewarnai, dan menyusun unsur-unsur bangunan.
Secara karier kecerdasan spasial biasanya dimiliki oleh arsitek, insyinyur mesin, seniman,
fotografer, pilot, navigator, pemahat, dan penemu Lwin Mubiar, (2006:57). Adapun Yusuf dan
imajinasi mental pemahaman ruang, manipulasi imajinasi, serta penggadaan imajinasi nyata
guru untuk membantu mengembangkan kecerdasan spasial anak : (a) menggambar dan melukis;
(b) mencoret-coret; (c) membuat prakarya; dan (d) melakukan permainan konstruktif.
Kecerdasan ini melibatkan imajinasi aktif yang membuat seseorang mampu mempersiapkan
warna, garis dan luas, serta menetapkan arah dengan tepat Andi Yudha, (2009:53). Selain itu
spasial anak, salah satunya adalah dengan belajar bentuk geometri, salah satu caranya yaitu
dengan meminta anak memperhatikan bentuk-bentuk rumah, bola, atau benda yang ada dalam
buku, seperti menyebutkan konsep garis, lurus, zig-zag, bulat, persegi, atau kerucut.
Menurut Apriany (2007:8) kemampuan visual-spasial sangat dibutuhkan anak ketika belajar,
terutama ketika anak diperkenalkan dengan huruf-huruf, angka, dan bentuk. Anak yang kurang
memiliki kemampuan visual-spasial akan merasa kebingungan saat diperkenalkan dengan huruf
sehingga terjadi penafsiran huruf yang terbalik seperti pada huruf b dan d, anak sering salah
dalam membaca dan menuliskan huruf-huruf tersebut. Untuk itu kecerdasan visual-spasial
sangat berperan penting dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan kemampuan visual-spasial
yang dimilikinya, anak dengan mudah mempelajari materi ajar yang diberikan oleh guru
khususnya menulis dan membaca. Selain itu, kecerdasan visual-spasial juga dibutuhkan anak
Menurut Abdurrahman Apriani, (2007:57) ada lima jenis kecerdasan visual-spasial, yaitu:
Menunjukkan persepsi tentang posisi berbagai objek dalam ruang. Dimensi fungsi visual ini
mengimplikasikan prsepsi tentang suatu objek atau symbol (gambar, huruf, dan angka) dan
Menunjukkan pada kemampuan membedakan suatu objek dari objek yang lain. Dalam tes
kesiapan belajar misalnya anak diminta menemukan gambar kelinci yang bertelinga satu dari
sederetan gambar kelinci yang bertelinga dua. Jika anak diminta untuk membedakan antara huruf
m dan n, anak harus mengetahui jumlah bongkol pada tiap huruf tersebut.
Anak yang memiliki kekurangan dalam bidang ini tidak dapat memusatkan perhatian pada suatu
objek karena sekeliling objek tersebut ikut mempengaruhi perhatiannya, akibatnya dari keadaan
semacam itu anak menjadi terkecoh perhatiannya oleh berbagai rangsangan yang berada
Menunjuk pada kemampuan mengingat dan mengidentifikasi suatu objek, meskipun objek
Menunjuk pada kemampuan mengenal sifat berbagai objek pada saat mereka memandang.
Pengenalan tersebut mencakup berbagai bentuk geometri, hewan, huruf, angka, kata, dan
sebagainya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan visual-spasial sangat penting.
Dimana kemampuan tersebut dapat membantu anak dalam proses belajar mengajar serta
yang sangat penting dalam belajar matematika, demikian juga kemampuan membedakan huruf
dan kata secara visual merupakan bagian yang esensial dalam belajar membaca.
Menurut Hildayani Watiah, (2011:24) anak dengan kecerdasan visual-spasial bisa melihat
aneka perbedaan warna yang hampir tidak kentara dan berbagai pola yang tidak biasa serta
mampu menerjemahkan desain-desain ini pada media ekspresi yang dipilih. Anak senang dengan
alat seni, termasuk pensil, krayon, lukisan, kuas-lukis, dan grafik computer, dan akan
menghabiskan waktu senggangnya untuk membuat sketsa, menggambar, dan mendesain. Sering
kali, karya-karya yang sempurna dari anak ini menunjukan berbagai hubungan visual-spasial
seperti pola-pola inovatif dan pengubahan imajinatif atas berbagai objek sehari-hari.
Muslihuddin dan Agustin (2008:80) mengemukakan guru dapat merangsang kecerdasan spasial
dengan melakukan berbagai program seperti melukis, membentuk sesuatu dengan plastisin,
Peran pendidik atau guru bertugas merangsang dan membina kecerdasan visual-spasial anak.
berdampak positif bagi perkembangan mental dan fisik. Perkembangan mental antara lain:
emosi, intelektual, persepsi, sosial, estetik, dan kreatif. Dalam hal perkembangan fisik motorik
halusnya, anak sudah dapat melakukan aktifitas seperti menggunakan pensil atau krayon,
Metode pembelajaran dengan menggunakan permainan adalah cara atau pendekatan yang
agar anak tertarik untuk terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran. Anak tidak hanya duduk
tenang mendengarkan ceramah guru, tetapi mereka aktif berinteraksi dengan berbagai benda dan
perasaan menyenangkan, merdeka, bebas memilih, dan merangsang anak terlibat aktif.
Menurut Purba Watiah, (2011:25) untuk mengembangkan dan menginspirasi kecerdasan
visual-spasial ini di ruang kelas, guru dapat melengkapi ruang kelas dengan berbagai bahan seni,
kamera, peta, program computer atau grafik, dan model karya seni. Untuk merangsang
kecerdasan ini, bebaskan anak untuk bereksperimen disemua wilayah seni visual secara bebas,
juga dalam kaitannya dengan berbagai tugas dibidang kurikulum yang lain.
satunya adalah dengan permainan balok. Menyusun balok, dapat membantu anak menguasai
konsep bidang. Metode pengajaran yang memasukkan berpikir spasial seperti bentuk-bentuk
balok yang menghubungkan konsep spasial dapat membantu terhadap pemecahan masalah dalam
Bermain merupakan suatu kegiatan yang sangat disenangi anak. Melalui kegiatan bermain,
anak dapat memuaskan keinginannya yang terpendam. Pada berbagai situasi dan tempat anak
selalu menyempatkan untuk menggunakan tempat serta media sebagai arena bermain dan
permainan. Permainan dapat membantu anak mengerti lebih baik melalui indera penglihatan dan
pendengaran, anak dapat mengerti pelajaran dengan memahami perbedaan arah, perbedaan
warna serta bentuk. Anak-anak usia Raudatul Athfal/Taman Kanak-Kanak dalam berekspresi
seni rupa memiliki kekuatan yang menunjukkan karakteristik dan hal ini penting bagi
pembelajaran seni rupa. Ekspresi seni anak-anak usia dini pada umumnya menunjukkan
keunikan, naïf, spontan, ekspresif, jujur, dan orisinal. Hasil karya seni anak ini termasuk dalam
kecerdasan visual-spasial. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan menangkap warna, arah,
dan ruang secara akurat serta mengubah penangkapannya tersebut ke dalam bentuk lain, seperti
lukisan atau menggambar bebas. Potensi ini ditumbuhkembangkan, sehingga kreatifitas anak
Kegiatan menggambar bebas, permainan warna atau mewarnai gambar merupakan kegiatan
kreatif anak usia dini yang dapat mengenalkan warna pada anak, melatih motorik halus, serta
mampu menceritakan tentang hasil karya yang dibuat. Anak usia dini rasa keingintahuan serta
kemampuan menyimpan memori diingatannya masih sangat tinngi. Oleh karena itu,
secara terarah lebih intensif dan efektif sesuai dengan masa perkembangannya. Melalui bermain
warna atau membuat coretan gambar anak akan berekspresi dan bereksplorasi, yang berarti akan
memperhatikan potensi, bakat dan minat yang dimiliki anak. Lembaga ataupun pendidik kurang
memahami karakteristik anak, kebebasan yang diinginkan anak, kebutuhan anak, kurang
memberikan kesempatan pada anak dan kurang memahami pemberian penilaian kepada anak.
Metode pembelajaran yang digunakan kurang menyenangkan, monoton, dan guru menjelaskan
materi pembelajaran di papan tulis. Sehingga kurang mempengaruhi tingkat berpikir, kecerdasan
anak, minat belajar anak, dan kurang dapat mengembangkan potensi yang dimiliki anak.
menggunakan berbagai metode yang sesuai dengan rancangan. Metode pembelajaran tersebut
antara lain terdiri dari metode bermain, karyawisata, demonstrasi, proyek, dan bercerita.
alam sekitar mereka, menurut Moeslichatoen, (1995:37), akan memberikan kesempatan kepada
anak untuk memahami dan memanfaatkan oleh jajahannya atau sifat petualangannya yang
merupakan salah satu ciri sifat khas pada anak, berupa: (1) wawasan informasi yang lebih luas
dan lebih nyata; (2) menumbuhkan rasa keingintahuan anak tentang sesuatu yang telah ataupun
keterampilan, kecerdasan, serta imajinasi dan daya kreativitas anak; (4) memperoleh pemahaman
penuh tentang kehidupan manusia, hewan, tanaman, cuaca, dan sebagainya yang terdapat di
lingkungan dengan berbagai situasi dan kondisi yang ada; (5) memperoleh pengetahuan tentang
Berkaitan dengan hal tersebut Rachmawati dan Euis. K., (2005:74), juga mengemukakan
pandangan bahwa dalam proses membelajarkan anak, hendaknya guru mampu memanfaatkan
bahan limbah anorganik/materi yang terdapat di lingkungan sekitar anak sebagai media
pembelajaran dalam suatu bentuk kegiatan pendekatan seperti, menuntun dan mengajak anak
mengeksplorasi bahan limbah anorganik/materi tersebut menjadi bentuk mainan yang edukatif
baginya. Dalam konsep ini, guru dapat mengamati dan memilih benda-benda kongkrit apa saja
yang terdapat di lingkungan sekitar anak, untuk selanjutnya benda-benda yang sesungguhnya
tersebut di eksplorasi secara lebih mendalam yang dilakukan anak sambil bermain sehingga
guru untuk membuat media bermain atau permainan bagi anak, baik itu yang masih alami
maupun yang sudah terbuang atau merupakan bahan sisa yang telah dibuang. Hal tersebut
dipandang sebagai pemanfaatan yang menunjuang pendidikan kreativitas anak ke arah yang
lebih baik, seperti pandangan yang dikutip dari http://asepsofyan.multiply.com, (2009), yang
mengemukakan bahwa pendidikan kreatifitas yang baik adalah mengajak, menuntun dan
membantu anak untuk membuat mainan kerajinan sendiri dari bahan limbah anorganik yang
dianggap tak digunakan lagi yang banyak terdapat di lingkungan sekitar mereka. Mengajak
mereka dengan perasaan riang dan gembira membuat mainan dari bahan limbah anorganik aneka
minuman kaleng dan gelas, kardus, botol bekas, gabus, dan lain sebagainya, dengan kegiatan
seperti permainan membuat robot-robot dari kardus bekas, menghias botol bekas menjadi
binatang, membuat mobil-mobilan dari bahan kaleng bekas, dan sebagainya. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa, anak memang perlu terus dilatih untuk mampu bekerja memgembangkan
kecerdasan visual-spasial dan kreatifitasnya dalam durasi yang relatif lama dan berorientasi hasil,
pujilah proses mereka dalam membuat suatu karya sehingga anak tidak akan stres, anak-anak
juga penting untuk terus dibiasakan membuat aneka mainan sendiri dan berilah terus dia support
dalam kegiatan tersebut. Dukungan, dorongan, dan penghargaan yang tulus atas hasil kerja anak
akan membekas, membuat anak tambah semangat bekerja, dan lebih kreatif serta termotivasi
mengembangkan daya imajinasi dan kreatifitasnya untuk selalu ingin membuat hal-hal yang
Berkaitan dengan hal pemanfatan media yang mampu mengembangkan imajinasi dan
mengungkapkan bahwa adanya keluhan dari berbagai kalangan masyarakat tentang rendahnya
kemampuan imajinatif dan kecerdasan visual-spasial yang dimiliki anak saat ini, disebabkan
antara lain oleh minimnya para guru RA/TK mengunakan atau memanfaatkan media belajar
ketika mereka mengajar, seperti permainan dan mainan dari bahan-bahan sederhana yang banyak
terdapat dilingkungan sekitar anak selanjutnya dikatakan bahwa media, meskipun itu dibuat dari
bahan limbah anorganik dalam bentuk yang sederhana, namun dapat menjadikan anak mampu
lebih berpikir kreatif, mampu menyelesaikan permasalahan dari tugas perkembangannya, mampu
berpikir logis, mampu menstimulasi anak untuk melakukan kegiatan belajar yang bermakna,
mampu meningkatkan daya nalarnya dan mampu menemukan satu jawaban yang paling tepat
terhadap masalah yang diberikan berdasarkan informasi yang tersedia. Penerapan media juga
bisa lebih mampu memenuhi kepuasan diri anak dalam belajar sambil bermain. Misalnya saja,
anak yang sedang bermain dengan menggunting-gunting kertas atau bahan limbah dari plastik
atau dengan media permainan konstruktif lainnya, nampak mereka sangat asyik sekali dan
bahkan tidak mau diganggu. Mereka terus mencoba dan mencoba lagi untuk membuat berbagai
bentuk pola-pola dengan kombinasi baru atau membuat berbagai kombinasi susunan baru dari
bahan-bahan tersebut. Nampaklah bahwa media yang sederhana dengan hanya memanfaatkan
bahan limbah anorganik, seperti yang terbuat dari bahan kertas dan pelastik yang banyak terdapat
dilingkungan sekitar anak, juga dapat berperan sebagai sumber munculnya inspiratif, imajinatif,
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan pada bagian kajian pustaka di atas, maka
dapat di kemukakan hipótesis tindakan dalam penelitian ini, yaitu “ melalui pemanfaatan bahan
limbah anorganik dalam proses kegiatan belajar sambil bermain, maka dapat meningkatkan
Kendari”.
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Tempat
Penelitian ini bertempat di kelas anak kelompok B2 RA/TK Al-Mu’minin kecamatan Kambu
kota Kendari.
2. Waktu
Waktu pelaksanaan, di rencanakan dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2012.
3. Subjek
Subjek yakni seluruh anak didik yang tergabung dalam kelas kelompok B2 yang seluruhnya
berjumlah 15 anak, terdiri dari 7 anak laki-laki dan 8 anak perempuan, dengan melibatkan atau
berkolaborasi dengan seorang mitra peneliti yakni guru RA/TK Al-Mu’minin Kenadri itu
sendiri.
Adapun faktor-faktor yang ingin diamati peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Faktor anak RA/TK, mengamati aktifitas anak-anak dalam proses kegiatan sambil bermain
dengan bahan limbah anorganik di dadalam kelas, dalam upaya peningkatan kecerdasan visual-
spasial anak.
2. Faktor guru RA/TK, mengamati dan memperhatikan segala aktifitas guru RA/TK yang
mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran sambil bermain bagi anak sebagai
yang dapat mendukung dan melancarkan pelaksanaan kegiatan belajar sambil bermain bagi anak
pada bidang pengembangan kemampuan dasar kognitif khusus kecerdasan visual-spasial anak.
Sumber data, jenis data dan teknik dalam pengumpulannya pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Sumber data penelitian diperoleh dari guru dan anak RA/TK. Selain itu, bersumber dari
program kegiatan belajar anak yang belum terdapat dalam pedoman observasi namun dianggap
2. Jenis data yang dikumpulkan adalah data kualitatif berupa nilai perolehan yang dinyatakan
dengan simbol huruf (BSB = Berkembang Sangat Baik, BSH = Berkembang Sesuai Harapan,
pedoman atau lembar checklist penilaian yang berisikan sejumlah indikator penilaian.
3. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan teknik penilaian dengan melakukan
observasi yaitu cara pengumpulan data dengan menggunakan pengamatan langsung terhadap
suatu objek yang diteliti dalam satu periode tertentu, dan dengan mengadakan pencatatan secara
sistematis atau pengkodean tentang hal-hal atau aspek-aspek tertentu yang diamati, lalu
mencheklist atau memberi tanda pada lembar pengamatan penilaian dan atau pada pedoman
observasi sesuai hasil yang tampak di lapangan. Menurut Sujiono, N. Yuliani, (2005:7.14),
observasi merupakan salah satu alat dalam kegiatan evaluasi di lembaga PAUD yang digunakan
adalah suatu teknik pengamatan yang dapat dilakukan guru RA/TK/PAUD untuk mengetahui
kemajuan perkembangan kemampuan, unjuk kerja/kinerja, dan sikap anak, yang dilakukan
dengan mengamati aktivitas dan tingkah laku anak dalam kegiatan belajar sambil bermain
4. Disamping teknik observasi, peneliti juga menggunakan teknik tanya jawab dengan anak yang
bermaksud untuk mengetahui kelancaran anak dalam memberikan jawaban verbal atas
pertanyaan-pertanyaan sederhana yang berkisar tentang apa yang dibuatnya dengan bahan
limbah anorganik.
Data yang sudah berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini, berikutnya diolah dan
dideskripsikan secara kualitatif dalam bentuk paparan logis sesuai keadaan apa adanya yang
diperoleh dari hasil pengamatan di dalam kelas, kemudian dilakukan interpretasi sebagai
jawaban terhadap permasalahan yang diajuakan dalam penelitian ini. Selanjutnya, atas dasar
spasial anak didik), peneliti terlebih dahulu melakukan evaluasi atau penilaian dengan observasi.
Selanjutnya melakukan analisis data setelah semua data yang dibutuhkan telah terkumpul. Untuk
presentatif hasil, yang disesuaikan dengan indikator-indikator atau ketentuan yang telah
ditetapkan. Untuk maksud analisis data berupa nilai-nilai capaian perkembangan kecerdasan
visual-spasial anak, peneliti menggunakan kriteria tertentu yang disesuaikan dengan bentuk
perkembangan kemampuan dasar anak didiknya dan memperhatikan pula pedoman penilaian di
setiap anak terhadap tagihan indikator penilaian dalam memanfaatkan bahan limbah anorganik
untuk menghasilkan sebuah karya seperti yang telah diperlihatkan guru, dilakukan atau diberi
nilai dengan mengacu pada pedoman pemberian penilaian dalam satuan pendidikan Taman
Kanak-Kanak, yakni dengan diberikan dalam bentuk simbol-simbol dengan huruf seperti : (
) = Berkembang Sangat Baik (BSB), yakni jika anak menunjukkan kecerdasan visual-
spasial sesuai tagihan indikator tanpa bantuan guru; ( ) = Berkembang Sesuai Harapan
(BSH), yakni jika anak mampu menampakkan kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator
namun terkadang masih harus diberikan bimbingan dan bantuan guru; ( ) = Mulai
Berkembang (MB), yakni jika anak telah mampu menampakkan kecerdasan visual-spasial sesuai
tagihan indikator namun masih sering dibimbing dan dibantu langsung oleh guru; ( ) = Belum
Berkembang (BB), yakni jika anak belum menampakkan kecerdasan visual-spasial sesuai
melakukannya harus selalu dibimbing dan dibantu secara langsung dari awal oleh guru,
Direktorat Pembinaan TK dan SD (2010), Usman Uzer dan Lilisetiawati, (1993:75), yang telah
dipersiapkan sebelumnya pada tahap kegiatan perencanaan (seperti terlampir), untuk sampai
pada data perolehan nilai akhir pengembangan kemampuan masing-masing anak didik (setiap
siklus tindakan), melakukan pengamatan dan penilaian dengan memberi nilai terhadap aspek
pengembangan yang dicapai anak didik berdasarkan indikator penilaian yang diamati/dinilai
Perolehan Nilai
AkhirAnak Didik
Adapun rumus yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: melakukan
perhitungan berdasarkan jumlah perolehan nilai yang dicapai masing-masing anak didik sesuai
yang ada dalam penilaian setiap siklus, seperti berikut :
Dengan ketentuan perolehan nilai (secara individu) dengan kriteria hasil hitungan berdasarkan
konversi, anak dikatakan mampu jika minimal 2,50-3,49 atau minimal BSH (Berkembang Sesuai
Direktorat Pembinaan TK dan SD, .(2010). Usman Uzer dan Lilis Setiawati, (1993:75)
Indikator kinerja yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan kinerja secara klasikal pada
setiap siklus tindakan, (dalam penelitian ini menggunakan acuan patokan 75% secara klasikal)
sebagai berikut :
Jumlah
kecerdasan visual-spasial anak dengan pemanfaatan bahan limbah anorganik selama kegiatan,
dan tahap akhir adalah penarikan kesimpulan dalam bentuk penulisan penelitian.
Berdasarkan hasil evaluasi/penilaian yang telah disesuaikan tersebut dan hasil perhitungan
dengan formulasi diatas, selanjutnya diberi makna secara kualitatif berupa nilai kemampuan
dasar kecerdasan visual-spasial anak dalam konveksi, kemudian disesuaikan dengan indikator
keberhasilan kinerja yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun persentase indikator kinerja
yang diterapkan dalam penelitian ini adalah dengan menghitung banyaknya anak didik yang
memperoleh nilai konversi 2,50 – 4,00 atau jumlah anak didik yang memperoleh nilai akhir
kecerdasan visual-spasial dengan nilai BSB (Berkembang Sangat Baik) dan BSH (Berkembang
Sesuai Harapan), dan secara klasikal 75% sebagai acuan apakah penelitian tindakan ini telah
dapat diselesaikan ataukah masih harus dilanjutkan ke siklus selanjutnya. Berdasarkan hasil
penilaian dari tagihan indikator penilaian berupa item-item aspek perkembangan kecerdasan
spasial anak yang diamati dan diberi nilai (terdapat pada lembar observasi/assesmen checklist
pada halaman lampiran), maka kegiatan penilitian tindakan ini dihentikan karena dipandang telah
terselesaikan. Berarti, secara individu anak kelompok B2 RA/TK Almuminin Kendari dikatakan
berhasil jika telah memperoleh perkembangan kecerdasan visual spasial dengan nilai BSB
Berkembang Sangat Baik) dan BSH (Berkembang Sesuai Harapan), dan secara klasikal 75%
Sesuai dengan maksud dan tujuan yang terkandung dalam pelaksanaan penelitian ini, maka
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan tindakan atau yang oleh Hopkins (1993) disebut
penelitian tindakan (action research) yang merupakan bagian dari penelitian kualitatif, yaitu
penelitian yang dilakukan untuk mencari makna yang melatarbelakangi kinerja guru, sehingga
akan diperoleh tingkat pemahaman tentang masalah atau situasi yang ada dilapangan, khususnya
Proses penelitian tindakan kelas menggunakan proses penelitian observasi dan wawancara
yang bersifat reflektif, partisipatif, dan kolaboratif sebagaimana yang dikemukakan oleh Hopkins
bersama (planning converence) anatara guru (Guru RA/TK) dengan penelitian. Kedua, observasi
kelas (classroom observation) pada kegiatan ini peneliti mengobservasi guru (Guru RA/TK)
yang sedang melakukan kegiatan pembelajaran atau mengajar di kelas dan selanjutnya
mengumpulkan data yang objektif tentang aspek-aspek pengamatan yang telah direncanakan
semula. Dan langkah Ketiga, pertemuan balikan (feedback conference), peneliti dan guru (Guru
RA/TK) mengadakan diskusi untuk saling memberi penilaian (evaluation) atau yang merupakan refleksi
terhadap tampilan pembelajaran. Kemmis dan Mc Taggar, lebih lanjut mengemukakan bahwa penelitian
tindakan dilaksanakan dalam beberapa siklus tindakan dengan beberapa kali tindakan dalam setiap
siklusnya yang mengacu pada empat langkah utama yaitu (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi,
(4) refleksi. Keemapat langkah tersebut akan dilaksanakan secara bersiklus dengan jumlah putaran akan
ditentukan berdasarkan perkembangan efektifitas solusi aksi yang ditawarkan kepada subjek (guru dan
siswa). Kedua model tersebut dipadukan dengan formulasi sesuai dengan kebutuhan penelitian ini yang
disesuaikan dengan kondisi lapangan yang tahapannya dapat digambarkan dalam bentuk siklus seperti
Alternatif pemecahan
(Rencana TindakanI)
Pelaksanaan
Tindakan I
PERMASALAHAN
SIKLUS I
ANALISISDATA I
Terselesaikan
REFLEKSI I
OBSERVASI
(Monitoring)
BELUM
TERSELESAIKAN
SIKLUSII
(ProgramPerbaikan)
Alternatif Pemecahan
(Rencana Tindakan II)
PELAKSANAAN
TINDAKAN II
Terselesaikan
REFLEKSIII
ANALISISDATAII
OBSERVASI
(Monitoring)
SIKLUS SELANJUTNYA
BELUM
TERSELESAIKAN
Memperhatikan bagan tahapan atau prosedur penelitian tindakan kelas yang disajikan pada
halaman sebelumnya, terlihat bahwa aktifitas penelitian tindakan berlangsung dari siklus ke
siklus selanjutnya. Begitu pun juga pada penelitian yang penulis akan lakukan kali ini
direnacakan dan diupayakan kegiatan tindakan yang dilakukan dapat terselesaikan dengan baik
dalam dua siklus saja. Oleh sebab itu, dalam perencanaannya, prosedur kegiatan tindakan yang
akan dilakukan didesain seoptimal mungkin bersama mitra peneliti (Guru) dan pengamatannya
disesuaikan dengan perubahan-perubahan yang ingin dicapai seperti apa yang telah didesain
dalam aspek-aspek yang akan diamati mengenai faktor perkembangan kreatifitas anak RA/TK
Al-Mu’minin Kendari.
Dalam pelaksanaan penelitian tindakan ini, langkah-langkah prosedur kegiatan yang akan
dilakukan juga mengikuti tahapan kegiatan sebagaimana yang nampak terlihat pada gambar
skema di halaman sebelumnya. Secara garis besar menurut gambar tersebut, tahapan atau
prosedur kegiatan dalam penelitian tindakan ini yakni: (1) Perencanaan kegiatan dan tindakan
yang akan dilakukan; (2) Pelaksanaan tindakan (dalam proses belajar-mengajar di kelas); (3)
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada setiap tahapan prosedur tersebut, secara rinci dapat
1. Kegiatan perencanaan; hal-hal yang dilakukan pada tahapan ini adalah:
a. Membuat skenario kegiatan belajar sambil bermain bagi anak dengan memanfaatkan bahan
b. Membuat lembar daftar pengamatan atau pedoman observasi untuk dijadikan acuan pengamatan
dalam mengetahui perkembangan daya kecerdasan visual-spasial anak yang diamati, serta
bagaimana situasi atau keadaan dalam proses kegiatan pembelajaran anak yang bermain dengan
anak yang bermain dengan memanfaatkan media dari bahan limbah anorganik, baik untuk guru
RA/TK (untuk keperluan perbaikan tindakan pada setiap siklus kegiatan pembelajaran), maupun
untuk anak RA/TK guna menilai kecerdasan visual-spasialnya dalam kegiatan belajar sambil
bermain membuat pola-pola bahan limbah anorganik dan membentuknya menjadi objek seperti
c. Mempersiapkan berbagai bahan limbah anorganik dan peralatan permainan serta perlengkapan
lainnya yang diperlukan dan yang dapat membantu guru dalam membimbing dan
d. Mendesain alat evaluasi/penilaian yang digunakan untuk melihat dan mengetahui hasil
pelaksanaan tindakan dan perkembangan kecerdasan visual-spasial anak dalam program kegiatan
belajar sambil bermain membuat pola-pola dari bahan limbah anorganik dan membentuknya
Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini adalah melaksanakan aktivitas proses belajar sambil
bermain bersama anak di dalam kelas dalam rangka mengembangkan kecerdasan visual-spasial
anak, yang sesuai dengan rencana kegiatan pembelajaran yang telah disusun dan direncanakan
sebelum tindakan dilakukan, dan tentunya dengan memilih tema yang sesuai dengan kurikulum
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah mengadakan observasi atau pengamatan yang
skema dan faktual terhadap pelaksanaan tindakan dalam proses kegiatan pembelajaran anak
RA/TK. Kegiatan ini dilakukan secara berkolaborasi dengan salah satu guru RA/TK Al-
Mu’minin kota Kendari, dan selanjutnya mencatat semua kejadian-kejadian penting dan
perubahan-perubahan serta hal-hal lain yang nampak dalam aktivitas mengajar dan belajar
sambil bermain anak, semaua hal ini dalam pengamatan dan pencatatannya diupayakan evaluasi
atau penilaiannya relevan dan sesuai dengan aspek-aspek pengamatan yang ingin diselidiki pada
anak.
4. Refleksi
Hasil-hasil pengamatan dan pencatatan yang diperoleh pada tahap observasi dan evaluasi
dikumpulkan serta dianalisis. Berdasarkan hasil analisis ini, dapat diketahui kelemahan dan
kekurangan yang terjadi dari tindakan yang dilakukan pada setiap kegiatan pembelajaran dalam
satu siklus. Setelah diketahui hal-hal yang dimaksud, maka diambil suatu keputusan apakah
tindakan tersebut dapat dianggap terselesaikan ataukah dipandang masih perlu perbaikan-
Hari / Tanggal :
Responden : Guru
Hasil
Ya Tidak
1. Melaksanakan Apersepsi
disampaikan
dilaksanakan
kecerdasan visual-spasial
Kendari,
Mengetahui,
Lampiran 2.
Hari / Tanggal :
Responden : Anak
Hasil
No. Aspek Yang Diamati Pengamatan Keterangan
Ya Tidak
kecerdasan visual-spasial
digunakan
Kendari,
Mengetahui,
Lampiran 3.
Nilai Perolehan
BSB BSH MB BB
No. Indikator
gerigi
gelang-gelang
disiapkan guru
Keterangan:
bantuan guru.
oleh guru.
Sedangkan untuk mengetahui keberhasilan kinerja secara klasikal pada setiap siklus tindakan
Jumlah
Lampiran 4.
Kelompok : Kelompok B2
Semester : II
Kegiatan
Waktu : ± 60 Menit
I. Tujuan
Anak dengan kecerdasan visual-spasialnya dapat memanfaatkan bahan limbah anorganik yang
Anak dapat atau mampu mengembangkan kecerdasan visual-spasialnya untuk membuat bentuk
kursi, meja, dan mata angin mainan dengan memanfaatkan limbah plastik.
b. Media : Bahan Limbah Anorganik(aqua gelas, teh gelas, juice gelas, dan
lain sejenisnya.
Pendahuluan (± 10 Menit)
1. Guru membimbing anak untuk berdo’a sebelum belajar, bernyanyi dan mengucapkan salam.
2. Guru memberi penjelasan sambil bercerita tentang macam-macam peralatan dalam rumah,
bahan limbah anorganik menjadi suatu hasil karya sesuai indikator yang dinilai dan
menghubungkan materi pembelajaran (tema dan sub tema) dengan tindakan penelitian.
1. Anak mendengarkan penjelasan guru dan perhatian tertuju pada proses pembelajaran.
2. Guru menjelaskan jenis dan fungsi alat dan bahan yang akan digunakan dalam kegiatan
3. Guru mengajak, mengarahkan dan memotivasi anak untuk bermain sambil belajar membuat
dan bahan-bahan limbah plastik yang telah dipersiapkan dengan hati-hati dan benar untuk
hati-hati dengan menggunkan gunting agar hasil guntingan juga baik (menggunting lurus,
membelokan guntingan, menggunting dari arah berlawanan, menggunting dengan irisan kecil-
kecil, memegang bahan-bahan limbah seperti kertas, karton, plastik lalu mengguntingnya, dan
sebagainya).
5. Guru mengajak dan meminta anak untuk memperhatikan guru mengerjakan atau membuat
bentuk kursi, meja, dan mata angin dari bahan limbah plastik hingga selesai menjadi hasil karya.
6. Guru mengajak, memotivasi, dan meminta anak untuk melakukanya sendiri seperti contoh dan
7. Dua orang guru keliling ruangan mengamati dan memperhatikan aktifitas anak-anak untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan (karena anak memengang gunting dalam bermain
8. Guru terus berkeliling kelas, menyantuni anak, memberikan bantuan seperlunya, menanggapi
spasial anak dalam memberdayakan alat dan bahan-bahan limbah anorganik untuk membuat
9. Guru mengajak, mengarahkan dan meminta, anak untuk membersikan diri, duduk tertib, lalu
10. Guru mengajak dan mengarahkan anak untuk istrahat dan bermain bebas diluar kelas.
2. Guru membimbing anak untuk bernyanyi, berdoa pulang, dan ucapkan salam.
bantuan guru.
= (BSH) Berkembang Sesuai Harapan, jika anak menunjukkan
Perolehan (Jml nilai BSB x 4) + (Jml nilai BSH x 3) + (Jml nilai MB x 2) + (Jml nilai BB x 1)
Nilai Akhir =
Mengetahui,
ul Penelitian : Penerapan Metode Eksperimen Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Anak Kelompok
B di TK Islam Pasuruan
ul Penelitian : Pemanfaatan Media Gambar Untuk Mengembangkan Kemampuan Berbahasa Anak Kelompok
B Di Tk Islam Pasuruan
A. Latar Belakang Masalah
1. kemampuan berbahasa Indonesia pada anak Kelompok B masih kurang. Hal ini terbukti bahasa
yang dipergunakan oleh mereka campur aduk antara bahasa daerah dengan bahasa Indonesia.
Sedangkan kegiatan belajar mengajar di TK Islam, bahasa pengantar yang digunakan adalah
bahasa Indonesia.
2. Dalam pembelajaran, peran guru terlalu dominan sehingga pembelajaran kurang bermakna,
pengetahuan yang didapat anak tidak dapat bertahan lama dari ingatannya