Anda di halaman 1dari 4

Judul : Pengamen Cilik

SINOPSIS

Didi adalah pengamen usia 12 tahun yang mengamen di daerah A. Setiap hari ia harus
mengamen mulai pukul 6 pagi sampai pukul 5 sore. Uang yang ia dapat sebagian besar harus
ia setorkan pada Bang Ito, preman yang menguasai daerah A. Jika ia tidak mendapat uang
banyak, Bang Ito tidak akan segan untuk memukul Didi dan teman-teman pengamen lainnya.
Sementara itu, Yoga adalah asli anak orang kaya yang sengaja memilih hidup di jalanan karena
kurangnya perhatian orang tuanya. Yoga juga memilih mengamen, tapi ia bukan berada di
daerah A, sehingga tidak harus setor uang. Yoga memiliki teman satu geng yang bernasip
sama dengannya.

NASKAH DRAMA

Di jalan pulang, sambil membawa ukulele, Didi baru akan menyetor uang kepada Bang Ito. Tapi
ia kena marah dan pukul karena uang yang ia dapat tidak sesuai target.

Didi : ‘Ini uangnya mas”

Bang Ito: “Dikit banget, Seharian ngapain aja? Ha? Jawab?”

Didi : “Nyari uang Bang.”

Bang Ito: “Nyari uang apa jalan-jalan doang?”

Didi: “Nyari uang Bang.”

Bang Ito: “Kalo nyari uang dapatnya nggak segini! Ngerti?”

Didi: “Iya Bang, hari ini agak sepi pengendara.”

Bang Ito: “Alasan melulu!”

Keesokan paginya, Didi berangkat mengamen lebih pagi dari hari-hari sebelumnya. Ia juga
tidak hanya berada di perempatan lampu merah biasa ia ngamen. Tetapi keluar masuk bus
juga. Sampai siang hari, ia lumayan mendapat uang. Ketika sedang asyik menghitung di
terminal, seorang laki-laki seusianya tiba-tiba duduk menyampingnya. Bocah tersebut juga
membawa ukulele. Hanya saja tidak lebih kumuh dari Didi. Kulitnya putih bersih, namanya
Yoga.

Didi: “Capek juga keliling ngamen”

Yoga: “Ngamen juga?”

Didi mengangguk pelan.

 
 

Yoga: “Dapat uang berapa?”

Didi: “Enam puluh ribu, tapi harus setor Bang Ito lima puluh ribu.”

Yoga: “Bang Ito? Abang loe?”

 Didi: “Bukan, dia penguasa daerah Cilacap, jadi banyak pengamen yang harus setor uang ke
dia dan nanti dikasih tempat untuk tidur.”

Yoga: “Tidur kalian di mana?”

Didi: “Kolong jembatan.”

Yoga: “Sama dong, aku juga di kolong jembatan. Tapi nggak ada tuh sistem setor-setor. Jadi
nggak ada kejar target harus dapat uang berapa.”

Didi: “Berarti penguasa wilayah di tempatmu baik banget ya.”

Yoga tersenyum sebentar.

Yoga: “Di tempatku nggak ada Abang-Abang penguasa wilayah. Bahkan jika ada yang
menyakiti salah satu dari kami, maka semua teman-teman maju untuk membela.”

Didi: “Ada tempat yang kayak gitu? Boleh saya gabung sama kalian?”

Yoga: “Oh tentu, asalkan solidaritas harus terjaga. Nggak boleh ada pengkhianatan.

Jika ada suatu masalah harus dibicarakan baik-baik dengan yang lainnya.”

Didi: “Saya sanggup. Saya sudah tidak tahan dengan perlakuan Bang Ito.”

Yoga mengulurkan tangannya.

Yoga: “kalo gitu Aku Yoga, mulai nanti ikutlah denganku. Akan kukenalkan ke teman

-temanku di base camp.”

Didi menerima uluran tangan Yoga.

Didi                        : “Oke aku mengerti.”

Sesuai kesepakatan, selesai mengamen, sore itu Yoga membawa Didi ke tempat teman-
temannya. Di base camp sudah ada 2 teman lainnya, Adril dan Roy. Keduanya terlihat sedang
asyik menggambar sketsa sederhana.

Yoga: “Teman-teman, kenalkan ini Didi.”

 
 

Adril dan Roy buru-buru meletakkan pensilnya dan memperkenalkan diri. Sambutan yang cukup
baik.

Adril: “Sini...sini... Duduk dulu, kalau mau pesan minum silakan pesan minum di

warung sebelah, ntar aku yang bayarin.”

 Dengan agak ragu, Didi ikut duduk tanpa pesan minum. Ia duduk hati-hati sekali, belum
adaptasi.

Roy: “Jadi, atas alasan apa kamu kabur dari rumah?”

Didi terkejut mendengar pertanyaan Roy, wajahnya berubah pucat.

Didi: “A...aku tidak kabur dari rumah. Aku hanya kabur dari wilayah Bang Ito.”

Adril dan Roy saling berpandangan, tak mengerti. Tapi mereka yakin bahwa Didi anak jalanan
juga, dilihat dari pakaiannya yang lusuh dan ukulele yang dibawanya.

Yoga: “Jadi Bang Ito ini adalah penguasa wilayah Cilacap, di mana biasa Didi ngamen. Didi

harus setor uang 50 ribu rupiah setiap selesai ngamen tiap hari. Ia tak tahan, jadi ia kabur dan
gabung ke sini.”

Adril: “Bang Ito bukan Abang loe?”

Didi menggeleng pelan.

Roy: “Lalu sebelumnya? Kenapa kamu kabur dari rumah? Punya rumah kan?”

Kali ini Didi dipandang lekat oleh Adril, Roy, dan Yoga.

Didi: “Aku nggak punya rumah. Sejak kecil aku sudah hidup di jalanan sama emak.

Sekarang emak sudah meninggal.”

Yoga, Adril, dan Roy melongo mendengar penjelasan Didi.

Didi: “Kalian? Apa kalian semua punya rumah?”

Yoga, Adril, dan Roy mengangguk bersamaan.

Yoga: “Kau tenang saja Di, sekarang kamu bisa tinggal bersama kita.”

Didi mengangguk diikuti dengan senyumnya.

 
 

Roy: “Jadi Di, kita semua di sini sebenarnya memiliki rumah. Bahkan mewah-mewah. Kita tidak
bermaksud pamer. Kami hanya bercerita sama kamu, kenapa kita berada di jalanan.”

Yoga : “Papa sama mama kita pada sibuk karir di luar. Di rumah sama pembantu doang, males
lah.”

Adril: “Di jalanan, kita ngerasa bebas dan banyak pengalaman baru, teman baru, dan tentunya
perhatian teman-teman yang nggak bisa kita dapat dari orang tua. Sesekali kita juga pulang ke
rumah, kangen sama mama.”

Roy: “Haha dasar anak mama loe!”

Didi mulai ikut tertawa.

Didi: “Aku nggak mau milih kehidupan seperti ini, tapi aku yakin semua ada hikmahanya. Dulu
Emak bilang kalau hidup di jalanan itu keras. Banyak penjahat seperti Bang Ito ataupun teman-
teman dengan pergaulan bebas. Tapi selama kita nggak macem-macem alias lurus-lurus aja,
semuanya baik-baki saja. Tidak akan ada perbedaan antara anak jalanan dan anak rumahan.”

Yoga: “Aku setuju. Hidup di jalanan emang keras, dan aku yakin kamu udah punya jiwa tangguh
dalam menghadapi kejahatan di jalanan.”

Adril: “Di, kamu juga harus tahu, kalau kita di sini juga menikmati banget hidup di jalanan.
Sebisa mungkin memanfaatkan waktu dengan kegiatan yang positif. Kamu lihat sendiri tadi kita
sibuk menggambar sketsa.”

Roy: “Selain membuat sketsa, kita juga belajar bikin kerajinan tangan dari barang bekas. Itupun
juga barang-barang hasil mulung.”

Didi : “Kalian hebat. Aku mau gabung sama kalian.”

Kehidupan jalanan memang terkenal sangar dan ngerinya. Akan tetapi tak sedikit pula ada
orang-orang yang peduli pada anak jalanan lainnya dan berusaha mengubah hal negatif
menjadi sesuatu yang positif.

Anda mungkin juga menyukai