Alur Drama
Pada pagi hari itu tepatnya di depan rumah Adi, Dani, Jordi dan Dendi sedang
berkumpul. Tidak lama kemudian si Adi keluar dari rumahnya mendengar ketiga
temannya itu sedang ngobrol didepan halaman rumahnya.
Adi : Hai, ada apa ini? Kok tumben kalian pada gerumpi didepan rumah
Dani : Aku tadinya sih mau manggil kamu, tapi kamunya aja yang sudah keburu
Adi : Nggak ada tuh.. emang mau ngajak kemana kok kayaknya mau ngajak aku
jalan gitu?
Dani : Nggak kok, aku cuman nanya aja.. ya, sapa tahu aja kamu mau kemana gitu,
Adi : Nggak ada kok, hari ini aku stay dirumah aja.
Dendi : Ngerjain Lela?! Ah.. kamu ini jahat amat sih jadi orang!
Adi : Iya tuh.. kenapa sih dari dulu kamu tuh nggak pernah berubah, Di. Dari dulu
Dani berusaha untuk menyadarkan Jordi yang diusianya sudah menginjak 17 tahun, tapi
sikapnya masih saja seperti anak-anak.
Dani : Jordi, kamu tu kan udah dewasa, mestinya tabiat buruk yang selama ini
melekat pada diri kamu itu sudah beransur menghilang, ini nggak malah
Adi : Tuh.. dengerin kata si Dani, harusnya kamu tuh bisa bersikap lebih dewasa,
dan kebiasaan kamu yang suka ngejahilin orang itu sedikit demi sedikut harus
kamu hilangin.
Karena Jordi anaknya memang keras kepala dan suka menganggu orang lain, maka dia
tidak mengedahkan nasehat teman-temannya.
Melihat sikap si Jordi yang tidak juga sadar diri tentang kebiasaan buruknya, Dendi pun
berusaha menyadarkan Jordi.
Dendi : Iseng itu emang boleh aja sih, Jordi. Tapi, kalau berlebihan kan nggak baik
juga. Lela tu anaknya baik dan pendiam, terus kenapa tega amat kamu mau
Adi : Bener banget apa yang Dendi bilang. Justru kalau aku pas ngelihat Lela itu
Jordi baru tahu kalau ternyata Lela sudah tidak memiliki ibu. Mendengar kabar tersebut,
keinginan Jordi untuk menjahili Lela pun pupus.
Jordi : Oh.. begitu ya.. kasihan ya si Lela! Ya sudah deh, aku janji nggak bakalan
Dani : Bagus itu, tapi jangan hanya sama Lela dong! Sama siapapun kamu nggak
Semenjak itu, Jordi sudah tidak pernah menganggu Lela lagi, namun perangai buruknya
masih saja tidak berubah. Jordi sering membuat onar dikampungnya dan juga
disekolahan.
SELESAI
NASKAH DRAMA TEMA PENDIDIKAN
KELOMPOK :
Meisy Sela Anindia (27)
Sinta Utami (34)
Mira Apriliani (28)
Dewi Arianti (15)
Doni:
Luk, kamu kemarin malam sama siapa yang pas disemak-semak itu? kamu lagi ngapain?
Lukman:
Ah.. kamu ini ngaco aja. Orang kemarin malam aku dirumah saja kok.
Doni:
Yang benar aja? terus siapa yang aku lihat kemarin malam itu ya?
Datanglah Roni. Roni ternyata juga melihat Doni pada malam hari itu.
Roni:
Eh.. ada apa nih?
Doni:
Oh.. ini kemarin malam itu kan aku lihat si Lukman disemak-semak gitu, tapi dia bilang
bukan dirinya.,
Roni:
Oh.. itu sekitar jam 20.00 kan?
Doni:
Iya. Emang kamu juga lihat?
Roni:
Lha emang iya, emangnya Lukman bilang nggak gitu?
Doni:
Iya, kata Lukman itu bukan dia.
Roni:
Ah.. kamu Luk, pake nggak ngaku segala. Orang kemarin malam itu emang kamu kok.
Lagian kenapa sih pake nggak ngaku segala? emangnya siapa teman kamu itu?
Lukman pun merasa panik dan kebingungan. Dia tetap berusaha mengelak.
Lukman:
Benaran, itu bukan aku. Lagian kan kalian tahu aku nggak punya teman akrab selain
kalian.
Doni:
Makanya itu, aku nanya.. kemarin itu siapa. Sudahlah kamu ngaku aja. Kenapa sih pake
nggak ngaku segala? emangnya ada apa?
Karena merasa penasaran, Doni dan Roni pun mendatangi tempat itu dimalam harinya.
Siapa tahu Lukman akan menemui temannya itu lagi. Dan pada malam itu ternyata
Lukman memang ada janji dengan lelaki itu.
Disaat Lukman sedang memberikan uang sebesar Rp 70.000, Roni dan Doni
memergoki Lukman dan temannya.
Doni:
Nah, benar kan? eh.. kamu ini siapa (tanya Doni kepada teman Lukman yang diberinya
uang). Belakangan diketahui, namanya adalah Freddy.
Roni:
Teman kamu ditanya kok malah langsung pergi, Luk? dia siapa sih? terus kenapa kamu
kasih uang?
Lukman semakin bingung dan dia tidak bsia menutupi. Timbul kecurigaan dibenak
Roni dan Doni, bahwa ada hal yang nggak beres dengan temannya itu.
Doni: Jangan-jangan Lukman ini make narkoba.. (bisik Doni kepada Roni)
Roni:
Apa iya ya? terus uang itu tadi uang apa? udah gitu ditanya malah kabur orangnya.
Roni pun tanpa berpikir panjang, dia langsung menggeledah saku Lukman. Roni
merasa sangat kaget karena disaku Lukman terdapat benada itu (narkoba).
Roni:
Sejak kapan kamu make yang ginian, Luk? wah.. kamu kok bisan-bisanya jadi
pemaakai barang haram ini?
Doni:
Kamu tahu nggak Luk? narkoba itu bisa merusak kehidupan kamu. kamu juga bisa
masuk penjara kalau ketahuan pake narkoba.
Karena terus mendapat teguran dan nasehat dari Doni dan Roni, Lukman pun menangis.
Namun kemudian, Lukman sadar diri, dan dia berjanji untuk tidak memakai barang
terlarang itu.
SELESAI
ADEGAN I
IRMA : (heran melihat teman-temannya malah berkumpul di warung Pak Edi) Hei,
kok, masih pada mejeng di sini?
Esti : Lho, sekolah kita sepi? (Esti tidak jadi menjawab karena
Irma langsung memotong)
Irma : Sebentar-sebentar (meletakkan telunjuk menyilang di bibirnya seraya
berpikir) Ini pasti ulah guru-guru kita. (menatap satu persatu teman-temannya
dengan hati-hati) Mereka sedang rapat, kan?
ESTI : Memangnya kemarin kamu tidak membaca pengumuman di mading?
Ketua kelas kita saja mengumumkan di depan kelas.
IRMA : Gimana mau baca? Aku kan nggak masuk sekolah.
JANET : Makanya kalau sekolah yang rajin, sehingga tidak ketinggalan
informasi.
IRMA : (Menyadari ada anak baru, Irma meliriknya) Ini siapa, ya?
ESTI : Oya, aku sampai lupa. Kenalkan, ini Reni. (pada siswi baru) Ren,
kenalkan ini teman kita Irmawati.
(Irma dan Reni bersalaman)
RENI : Reni Ambarsari.
IRMA : Irmawati. Kamu siswa baru di sini?
(Reni mengangguk dengan ramah) Pindahan dari mana?
RENI : Aku pindah dari Bandung. Dari SMP Negeri 2.
ESTI : Kalian berbincang-bincang dulu, ya! Aku kangen sama toilet dulu.
JANET : Huh, dasar beser! (mengiringi kepergian Esti)
ADEGAN II
JANET : Nah, sekarang mumpung lagi libur. Kita adakan acara perkenalan
dengan Reni, bagaimana?
IRMA : Tepat! Tapi sayang, ya, Reni jadi belum bisa berkenalan dengan
teman-teman sekelas kita, dan juga guru-guru kita. (Berwajah
menyesal).
JANET : Itu, kan, masih banyak waktu. Besok juga bisa. (Wajahnya mendadak
ceria) Nah, bagaimana kalau kita ajak Reni ke Monas? Kita makan
makan di sana?
IRMA : Tapi siapa yang bayar?
JANET : Tenang saja! Kan, ada aku. (bergaya bos).
IRMA : Kalau hari ini nggak libur, kamu pasti bisa disambut meriah oleh
teman-teman dan guru di sini, Ren. Nanti kamu akan berkenalan
dengan guru paling angker di sini. Namanya Pak Nurdin.
RENI : (tersenyum penasaran) Memang ada?
IRMA : Di Bandung pasti nggak ada. Guru ini galaknya nggak ketulungan.
Kalau ngajar, nggak ada siswa yang berani berulah. Kalau salah sedikit
saja, langsung segala caci maki berhamburan dari mulutnya yang item,
tebel, tertutup kumis. Kaca mata tebalnya yang melorot akan
terguncang-guncang. Pokoknya seru. Lucunya lagi, kalau dia marah,
suka terbatuk-batuk kecapean.
Janet Tidak Kuat Menahan Tawa, Sementara Reni Hanya Tersenyum, Esti datang lagi
dan duduk menjejeri Reni. IRMA (Tidak peduli atas kedatangan Esti dan melanjutkan
ceritanya).
Irma : Kamu juga bisa melihat kepalanya yang botak dan licin, bahkan tuh,
kepala bisa dipakai main pingpong, kali.
(Janet semakin terbahak-bahak sementara Reni tetap tersenyum).
ESTI : (ingin tahu) Siapa, Ir?
IRMA : Pak Nurdin, guru Matematika kita.
ESTI : Apa? (kaget) Ir!
IRMA : Nih, aku sebutkan teman-teman yang sudah jadi korbannya
(menengadahkan telapak tangannya untuk menghitung, lalu merenung)
Pokoknya 90 persen murid di sini pasti sudah pernah kena marahnya.
ESTI : IRMA!
IRMA : Nah, Esti juga pernah disuruh berdiri dengan tangan direntangkan dan
kaki diangkat sebelah. Sadis, kan?
ESTI : Ir, sudah, dong! Tidak baik menjelek-jelekkan guru. Nanti kualat
kamu!
IRMA : Alah, nggak dijelek-jelekkan juga, memang sudah jelek, kok.
JANET : Lagian, bisa aja si Irma bikin orang ketawa. (Masih dengan sisa
tawanya) Sudah, ah, tar keburu siang. Gimana acaranya? Jadi tidak?
ESTI : Acara apa?
JANET : Kita mau ngajak Reni jalan-jalan ke Monas. Di sana kan, ada bakso
yang enak. Kamu harus ikut! Ini, kan, acara penyambutan teman baru
kita.
ESTI : Bagus. Boleh. Aku setuju.
RENI : Tapi, maaf, saya tidak bisa ikut. Lain kali saja, ya? Soalnya saya di sini
numpang di rumah Uwa. Tidak enak, kan, baru dua hari sudah berani
kelayapan.
IRMA : Memang kamu tinggal di daerah mana?
RENI : Saya tinggal di Benhil. Nanti sewaktu-waktu main bersama Esti.
(bersiap-siap) Saya pamit dulu, ya. Di rumah banyak pekerjaan.
ESTI : Berani sendiri?
RENI : Berani. Naik 213, kan? (Esti tersenyum) Assalamualaikum!
ESTI, JANET, IRMA Waalaikumsalam.
IRMA : Salam buat Uwanya, ya!
RENI : Insya Allah, nanti saya sampaikan.
ESTI : Kenapa harus repot-repot menitip salam buat uwanya pada Reni?
JANET : Memangnya kamu mau menyampaikannya? Pasti uwanya punya anak
yang ganteng, kan?
IRMA : Diam-diam rupanya teman kita ini punya simpanan. (senyum
menggoda)
ESTI : Uwanya tidak punya anak, kok.
IRMA : Terus kenapa nggak perlu titip salam sama Reni?
ESTI : Setiap hari juga kita ketemu sama uwanya Reni.
IRMA : (Semakin heran) Di mana?
ESTI : Ya, di sekolah kita. (Memasang tampang tanpa beban). Uwnya Reni
itu Pak N u r d i n !!!
(Melongok, kaget, terpana sehingga tidak bisa berbicara apa-apa).
JANET : (Menarik bahu Esti yang tetap bertampang tanpa beban) Gila, kamu,
Es! Kenapa tidak dari tadi, kamu ngasih tau?
ESTI : (Melirik ujung jari-jari tangan Janet yang menempel di bahunya, lalu
menatap Janet sejenak) Kamu tadi tidak ingat ketika aku berkali-kali
memotong ucapan dia (menunjuk ke arah Irma yang dengan lemas
duduk di bangku panjang).
JANET : Terus bagaimana, dong, jalan keluarnya? (menghiba pada Esti).
ESTI : (Melangkah ke depan dengan tangan mengepal dan tegak) Begitulah
mulut. Jika kita tidak dapat menjaganya, maka akan lebih tajam dari
mata pedang. Bahkan ada pepatah Mulutmu Harimaumu.
IRMA : (Wajah putus asa, suaranya lemah). Esti, sahabatku, tolonglah aku!
Aku harus bagaimana?
JANET : Jika cerita itu sampai ke telinga Pak Nurdin, oh, aku tidak bisa
membayangkan Irma akan dicoreti wajahnya dengan spidol. Lalu
disuruh teriak-teriak keliling kelas dengan kalimat,Pak Nurdin, saya
memang bermulut ember! Dan itu disuruhnya dilakukan berulang
ulang sampai jam pelajaran matematika selesai, oh! (lirih).
IRMA : Janet! (Membentak, hampir menangis) Jangan kamu takut-takuti aku
seperti itu! Tanpa kamu takuti juga, aku sudah ketakutan.
ESTI : Berdoa saja, semoga Reni tidak menyampaikannya. Jadikan ini
sebagai pelajaran buat kita agar bisa memelihara lidah.
IRMA : Baiklah, aku mau bertobat (berlari ke arah kanan)
JANET, ESTI : Ir, tunggu! (berlari mengejar Irma).
** SELESAI **
NASKAH DRAMA TEMA PERSAHABATAN
SALAH PAHAM
KELOMPOK :
Tiba-tiba datang Inggar dengan sendiri, dan Sintya pun merengkasnya hingga jatuh
Sintya : ha..ha..haa..haa
Risma : Eh, kunaon dih maneh sih?
Wini : Ken we lah geus biasa si Sintya mah, naon lucuna padahal mah
nya?
Sintya : da lucu ih, hayang seri .....
Risma : hm ....... sok atuh seri .....
Wini : ges lah, mending cuang ka kantin yuk !
Sintya,Risma : yukkkkk ......!
ketika Inggar sedang mengepel dan sengaja Sintya, Wini, dan risma menginjak lantai
yang baru dipel
Sintya : Win, Ris engke mun si Inggar asup cuang nyanyi happy
birthday to you heeh!!
Wini : Heeh siap
Risma : Okeh
Inggar : hh... nuhun nya Sintya, Wini, Risma .... maraneh teh da emang
sahabat terbaik urang ... butuh pisan sahabat jiga
maraneh ....
Risma : hh gar ... urangge dan mun eweh maraneh mah sorangan maaf
hh urang ge ...?
Wini : urangge maaf hh ...?
Inggar : hh dimaaf ken kabeh ge ... te kunanaon ieh ....
Sintya : ges atuh tong kalah carerik ah ...
Inggar : ha ha aha ... hh nya ... ges lah cuang ka kantin be yuk ! da
ayeuna hari ulang tahun urang + nyerikan urang, di traktir ku
urang ! bebas hayang naon bae ge !
Risma : hh nya bener ?
Inggar : bener ....
Sintya, Wini, & risma : yesssssss !!!!!!!
Tema:
Persahabatan
Karakter:
Prita (Sosok sahabat yang bijak)
Abel (Sosok sahabat yang baik)
Hindi (Sosok yang mudah salah paham)
Laura (Sosok sahabat yang penuh kesibukan)
Latar/Background:
Sebuah Taman
Sinopsis Drama
Prita, Hindi, Abel dan Laura merupakan empat orang (perempuan) sahabat yang sudah
bertahun-tahun bersama. Pada suatu ketika, Prita mendapati bahwa Hindi tidak hadir
pada acara penting yang diselenggarakan oleh Laura. Prita menanyakan hal tersebut
kepada Hindi, kemudian Hindi menjawab bahwa ia tidak hadir lantaran menganggap
Laura sudah berubah menjadi orang yang sombong.
Prita dan Abel pun mencoba meyakinkan Hindi, bahwa dia hanya salah paham. Setelah
melalui percakapan panjang, dan pada saat yang bersamaan Laura juga ada disitu, maka
akhirnya terjawab. Hindi hanya salah paham, Hindi dan Laura pun akhirnya saling
meminta maaf.
Dialog Drama
Prita:
Kemarin aku tidak lihat kamu datang di acaranya Laura, Hin? Kenapa? Kamu ada
urusan penting atau kenapa?
Hindi:
Aku dirumah saja. Tidak ada apa-apa.
Prita:
Terus kenapa kamu tidak datang? Seharusnya kamu kan bisa datang soalnya kamu juga
tidak ada kesibukan apa-apa waktu itu?
Abel pun menceritakan situasi yang sedang terjadi antara Hindi dan Laura.
Abel:
Maaf ya, Hin aku ikut bicara ya?
Prita:
Memangnya ada apa, Bel? Apa kamu lagi ada masalah sama Laura, Hin? Masalah apa?
Kenapa kamu tidak ngomong sama aku?
Abel:
Hindi bilang sama aku kalau Laura sombong sama dia katanya. Jadi, dia tidak ingin
ambil tahu lagi soal Laura.
Mendengar penjelasan Abel, Prita menggelengkan kepala dan sama sekali tidak percaya
dengan apa yang didengarnya.
Prita:
Aku tidak percaya. Kamu pasti salah paham! Laura itu kan orangnya baik. Aku sudah
bertahun-tahun kenal sama dia. Selama kenal dia aku tidak pernah merasa kalau dia itu
orangnya sombong.
Abel:
Iya, apa yang kamu bilang memang benar, Prit. Aku yakin kalau Hindi ini hanya salah
paham. Aku sudah kasih tahu Hindi, tapi dia tetap menganggap kalau Laura beda
dengan yang dulu.
Hindi pun mengungkapkan apa yang ada dihatinya soal sikap Laura.
Hindi:
Kalau Laura baik sama kalian, itu kan bukan berarti dia juga baik sama aku. Kalau
memang dia itu tidak sombong, terus kenapa berulang kali saya panggil dia jawabnya
singkat begitu?
Prita:
Dengan ya, Hin! Orang itu kan ada kalanya bad mood atau mungkin saat itu suasana
hati Laura sedang tidak enak. Ya wajar kalau dia kurang seberapa enak diajak ngomong.
Tapi kan bukan berarti dia sombong.
Abel:
Iya, benar itu. Sudahlah, kamu jangan mudah menyimpulkan begitu kenapa?
Prita:
Iya, kalian kan sudah lama berteman baik. Jangan karena hal yang kecil saja kalian jadi
bermusuhan.
Hindi:
Aku tidak bermusuhan!
Abel:
Ya tapi kan sama saja dengan bermusuhan kalau tadinya teman baik terus sekarang
seperti orang yang tidak pernah kenal begitu.
Tidak lama kemudian, datanglah Laura.
Laura:
Kalian pada kumpul disinis, ada apa? Ada acara ya?
Prita:
Tidak, kamu sedang ngobrol soal kamu.
Laura:
Ngobrol soal aku? Ada apa? Aku kenapa?
Prita pun mencoba menjadi teman yang bijak dengan menyampaikan permasalahan
yang ada.
Prita:
Begini, kebetulan Laura dan Hindi ada disini. Aku mau situasi yang kurang
menyenangkan antara kalian ini segera diselesaikan.
Laura:
Situasi kurang menyenangkan antara aku sama Hindi, memangnya ada apa antara aku
sama Hindi? Aku punya salah?
Abel:
Begini, menurut Hindi kamu bersikap kurang menyenangkan sama dia? Terus dia
bilang kalau kamu itu sombong sama dia.
Laura:
Kenapa kamu bisa ngomong seperti itu, Hin? Aku punya salah ya? Maaf, kalau aku
memang punya salah, tapi aku benar-benar tidak menyadarinya.
Abel:
Benar kan, Hind? Laura tidak berniat membuat kamu berpikir yang bukan-bukan.
Prita:
Iya, kamu itu salah paham, Hin.
Hindi:
Kalau kamu tidak kenapa-kenapa sama aku, kenapa setiap aku panggil kamu jawabnya
singkat sekali? Bukannya itu namanya tidak ingin berteman?
Laura:
Aku bukannya tidak ingin kamu ajak ngomong atau sombong, tapi dalam beberapa hari
terakhir ini aku memang sedang sangat sibuk, dan pikiranku sering kacau. Aku bahkan
sering tidak fokus. Kalau aku menyinggung perasaan kamu, aku minta maaf.
Prita:
Iya Hin, kamu itu salah paham. Lain kali jangan mudah menyimpulkan segala sesuatu.
Itu kan tidak baik.
Hindi pun merasa bahwa dia telah salah menilai, dan mereka pun akhirnya saling minta
maaf.
Hindi:
Maafkan aku ya, Ra.. aku sudah salah menilai kamu.
Laura:
Iya, tidak mengapa. Aku juga minta maaf karena sudah membuat kamu berpikir yang
bukan-bukan. Kita ini kan sahabat, dan akan terus menjadi sahabat.
Prita dan Abel terlihat sangat senang melihat kedua temannya itu tidak lagi salah paham.
Prita:
Alhamdulillah.. akhirnya mereka saling menyadari satu sama lain.
Abel:
Persahabatan merupakan salah satu hal terpenting dalam kehidupan kita. Jangan
menodai persahabatan kalian hanya karena salah paham.
Mereka berempat akhirnya bergegas meninggalkan taman itu, dan pulang ke rumah
masing-masing.
TAMAT
Naskah Drama
Pada suatu saat yang sedang terjadi. Terdapat seraong pria benama Budi yang sedang
duduk santai di pinggir jalan. Tiba-tiba datang temannya yang bernama Deni.
Setelah sang preman pergi, Budi dan Deni berdiskusi selama beberapa saat kemudian
memutuskan untuk menemui seseorang.
Akhirnya Budi dan Deni berjalan tanpa arah, berharap ada orang yang bisa menolong
mereka
Ari : " Nah akhirnya ketemu lu Deni!" (nunjuk)
Budi : " Bentar-bentar, kita bisa selesaian ini baik-baik. Kenapa mas Ari ngejar Deni,"
Ari : " Kita lagi main petak umpet bego!"
Budi : " Buset!" (hampir jatuh)
Budi : " Jadi cuma main petak umpet?"
Deni : " Iya, emang kenapa Bud?"
Budi : " Bangke," (nampar terus pergi)
Akhirnya Budi pun pulang ke rumah dengan perasaan kecewa yang amat teramat
dalam. Pesan moral yang bisa kita ambil dari kisah ini adalah, jangan berbohong, tanpa
uang tutup mulut.
- Tamat -