Anda di halaman 1dari 57

MODUL AJAR

SEJARAH
FASE F

INFORMASI UMUM

Nama Penyusun Drs. Ramli A Karabu


Instansi SMA Negeri 1 Pagimana
Tahun Penyusunan 2023
Fase F
Jumlah Peserta 35
Target Peserta Didik Reguler
Moda Tatap Muka
Alokasi Waktu 3 JP X 8 Pertemuan

Tujuan Pembelajaran

Capaian Pembelajaran Alur Tujuan Pembelajaran


- Fase F, peserta didik di Kelas XI dan XII 11.1. Menjelaskan kolonisasi dan
mampu mengembangkan konsep konsep perlawanan bangsa Indonesia
dasar sejarah untuk mengkaji peristiwa - 11.1.1. Menganalisis keterkaitan faktor-
sejarah dalam dimensi manusia, ruang, faktor lahirnya kolonialisme dan
dan waktu. Melalui literasi, diskusi, dan imperialisme serta kebijakan dinasti Turki
penyelidikan (penelitian) berbasis proyek Usmani, pelayaran ke timur dan eksploitasi
kolaboratif peserta didik mampu wilayah penghasil rempah-rempah dengan
menjelaskan berbagai peristiwa sejarah perlawanan kerajaan-kerajaan lokal terhadap
yang terjadi di Indonesia dan dunia bangsa-bangsa Eropa seperti perlawanan
meliputi Kolonialisme dan Perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis, kerajaan
Bangsa Indonesia,Pergerakan Kebangsaan Demak terhadap Portugis, dan perlawanan
Indonesia, Maluku terhadap Portugis.
Pendudukan Jepang di Indonesia, - 11.1.2. Menjelaskan strategi mendirikan
Proklamasi Kemerdekaan kongsi dagang VOC sebagai cara kolaboratif
Indonesia,Perjuangan Mempertahankan untuk eksploitasi, hak Oktroi dan kebijakan-
Kemerdekaan, Pemerintahan Demokrasi kebijakan gubernur jenderal dalam strategi
Liberal dan Demokrasi Terpimpin, eksploitasi wilayah-wilayah penghasil rempah-
- Peserta didik di Kelas XI mampu rempah, serta perlawanan raja-raja lokal
menggunakan sumber primer dan sekunder terhadap VOC seperti Sultan Agung
untuk melakukan penelitian sejarah Hanyokrokusuma di Mataram, Sultan
nasional dan sejarah lokal secara diakronis Hasanuddin di Makassar, Untung Surapati di
atau sinkronis kemudian Jawa, Sultan Ageng Tirtayasa di Banten, serta
mengomunikasikannya dalam korupsi dan kehancuran VOC
- 11.1.3. Menganalisis keterkaitan kebijakan
Kolonial Belanda dalam mengeksploitasi tanah
jajahan dengan perlawanan Sultan Hamengku
Buwono II di Yogyakarta, Kapiten Patimura di
Maluku, Sultan Mahmud Badaruddin di
Palembang, I Gusti Jelantik di Bali, Pangeran
Antasari di Kalimantan, Teuku Umar di Aceh,
dan perlawanan Sisingamangaraja I menghadapi
kebijakan kolonial Belanda
11.1.4. Menjelaskan konflik Inggris dengan Belanda
memperebutkan Pulau Jawa dan
perlawaanan Sultan Hamengku Buwono II
bentuk lisan, tulisan, dan/atau media lain.
Selain itu mereka juga mampu terhadap Inggris dalam peristiwa Geger
menggunakan keterampilan Sepoy serta tindakan Raffles dalam
sejarah untuk menganalisis dan mengeksploitasi kekayaaan Hindia Belanda
mengevaluasi peristiwa sejarah dengan cara melakukan penelitian sejarah
lokal ( penelitian dapat disesuaikan dengan
sejarah lokal daerah masing-masing)
- 11.1.5. Menganalisis keterkaitan lunturnya
kearifan budaya lokal dan penderitaan
rakyat dengan perlawanan Tuanku Imam
Bonjol di Minangkabau dan Pangeran
Diponegoro di Jawa.
- 11.1.6. Menganalisis keterkaitan
perlawanan Tuanku Imam Bonjol di
Minangkabau dan Pangeran Diponegoro di
Jawa dengan tanam paksa, serta efek
positif dan negatif dari kebijakan tanam
paksa
- 11.1.7. Menganalisis keterkaitan antara
kebijakan tanam paksa dengan munculnya
politik pintu terbuka, politik etis dan
keterkaitan antara politik etis dengan
kesempatan pendidikan, kesempatan
berwirausaha, dan tumbuhnya kesadaran
politik
11.1.8. Menganalisis keterkaitan antara politik
etis dengan eksploitasi kekayaan alam Indonesia
dan penderitaan rakyat serta keterkaitan antara
politik etis dengan tumbuhnya intelektual
dengan munculnya kesadaran kebangsaan

Profil Pelajar Pancasila

Beriman, Bertaqwa Kepada Tuhan


YME & Berakhlak Mulia
Mandiri
Bergotong Royong
Bernalar Kritis

Sarana & Prasarana

Buku Paket, LCD Proyektor


Leptop
Jaringan Interner
Peta

Ketersediaan Materi

Materi Pengayaan
Materi Remedial

Materi, Bahan Ajra

A. Faktor-faktor Penyebab Lahirnya Kolonialisme dan Imperialisme dan Keebijakan


Tuki Ustmani
1. Faktor Utama
a. Gold (Kekayaan)
Keinginan bangsa Eropa untuk berdagang secara langsung dengan dunia Timur adalah
merengkuh kekayaan sebanyak banyaknya. Usaha mencari kekayaan ini semakin
tajam setelah di Eropa saat itu merebak semangat merkantilisme. Paham
merkantilisme adalah teori ekonomi yang menyatakan bahwa kesejahteraan suatu
negara ditentukan oleh banyaknya aset atau modal yang dimiliki serta besarnya
volume perdagangan suatu negara. Modal negara itu dapat berupa emas, perak, dan
komoditas lain yang dimiliki negara.
b. Gospel (Menyebarkan Agama)
Portugis dan Spanyol adalah negara yang dilandasi agama Katolik. Dengan mematuhi
seruan Paus sebagai pemimpin Katolik dunia agar menyebarkan iman Kristiani ke
wilayah jajahan, maka mereka merasa telah mengemban tugas sebagai orang Katolik
yang taat.
c. Glory (Kejayaan)
Di tempat-tempat yang baru didudukinya, bangsa Portugis selalu menancapkan
Padrao. Padrao adalah suatu batu prasasti besar yang bergambar lambang kerajaan
Portugis (sekarang Portugal). Selain sebagai simbol tercapainya perjanjian kerja
dengan penguasa lokal, Padrao dianggap sebagai simbol kejayaan bangsa Portugis.
2. Faktor-faktor Pendukung
a. Adanya penemuan baru dalam teknologi maritim, misalnya kompas, navigasi,
kartografi (pembuatan peta).
b. Adanya semangat dan idealisme pribadi. Sejak Galileo Galilei mengatakan bahwa
bumi itu bulat, mereka tertantang untuk membuktikan teori itu. Rasa penasaran dan
idealisme pribadi ini kemudian banyak ditulis oleh mereka sebagai kisah perjalanan.
3. Faktor Pemicu
Konstantinopel (Turki) merupakan tempat bertemunya pedagang Eropa dengan pedagang
dari dunia Timur. Dagangan yang dijual misalnya emas, perak, rempah-rempah,
tembikar, karpet, batu mulia, dan lain-lain. Mereka membeli barang-barang itu kemudian
dijual di Eropa dengan harga mahal. Dari sinilah mereka secara perlahan-lahan mengenal
kekayaan dari dunia Timur. Konstantinopel dikuasai oleh Sultan Mehmed II, penguasa
Ottoman.

Tahun 1453, Sultan Mehmed II melarang keras bangsa Barat berdagang di


Konstantinopel sehingga satu-satunya akses Eropa menikmati komoditas perdagangan
Asia tertutup. Untuk itu, mereka berusaha keras untuk menuju ke Asia dalam usaha
berdagang lewat jalan lain. Dalam perkembangannya, bangsa Barat, terutama bangsa
Portugis, merasa keuntungan akan bertambah besar bila berdagang secara langsung
dengan sumbernya dengan tidak melalui pedagang perantara di Konstantinopel. Mereka
ingin datang sendiri ke India, Cina, Indonesia, dan lain-lain. Untuk itulah bangsa-bangsa
Barat mulai melakukan penjelajahan ke dunia Timur.

B. Perlawanan Raja-raja Lokal menghadapi Bangsa Eropa


a. Perlawanan Terhadap Portugis
Portugis merupakan salah satu negara pelopor penjelajahan samudra. Pada awalnya
kedatangan Bangsa Portugis adalah untuk mencari tempat penghasil rempah-rempah.
Dari berbagai penjelajah Portugis, pada tahun 1511 Alfonso de Albuquerque berhasil
menguasai Malaka yang menjadi tempat penting bagi perdagangan rempah-rempah.
Penguasaan Portugis terhadap Malaka kemudian memunculkan berbagai perlawanan
rakyat Indonesia.
1. Perlawanan Rakyat Aceh Terhadap Portugis
Sejak kedatangan orang Portugis di Malaka pada tahun 1511, telah terjadi
persaingan yang berbuntut permusuhan antara Portugis dan Kesultanan Aceh yang
pada waktu itu diperintah oleh Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528). Sultan
menganggap bahwa orang Portugis merupakan saingan dalam politik, ekonomi, dan
penyebaran agama. Berikut latar belakang perlawanan rakyat Aceh terhadap
Portugis.
a. Adanya monopoli perdagangan oleh Portugis.
b. Pelarangan terhadap orang-orang Aceh untuk berdagang dan berlayar ke Laut
Merah.
c. Penangkapan kapal-kapal Aceh oleh Portugis. Oleh sebab itulah Kesultanan Aceh
tetap pada pendiriannya bahwa Portugis harus segera diusir dari Malaka. Tindakan
kapal-kapal Portugis telah mendorong munculnya perlawanan rakyat Aceh.
Sebagai persiapan, Aceh melakukan langkah-langkah antara lain sebagai berikut.
d. Melengkapi kapal-kapal dagang Aceh dengan persenjataan, meriam, dan prajurit.
e. Mendatangkan bantuan persenjataan, sejumlah tentara, dan beberapa ahli dari
Turki pada tahun 1567.
f. Mendatangkan bantuan persenjataan dari Kalikut dan Jepara.
Setelah berbagai bantuan berdatangan, Aceh segera melancarkan serangan
terhadap Portugis di Malaka. Portugis harus bertahan mati matian di
Formosa/Benteng. Portugis harus mengerahkan semua kekuatannya sehingga
serangan Aceh ini dapat digagalkan. Sebagai tindakan balasan, pada tahun 1569
Portugis balik menyerang Aceh, tetapi serangan Portugis di Aceh ini juga dapat
digagalkan oleh pasukan Aceh.
Sejak Kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636),
perjuangan mengusir Portugis mencapai puncaknya. Untuk mencapai tujuannya,
Sultan Iskandar Muda menempuh beberapa cara untuk melumpuhkan kekuatan
Portugis, seperti blokade perdagangan. Sultan Aceh melarang daerah-daerah yang
dikuasai Aceh menjual lada dan timah kepada Portugis. Cara ini dimaksudkan agar
kekuatan Portugis benar-benar lumpuh karena tidak memiliki barang yang harus
dijual di Eropa.
Upaya ini ternyata tidak berhasil sepenuhnya, karena raja-raja kecil yang merasa
membutuhkan uang secara sembunyi-sembunyi menjual barang dagangannya kepada
Portugis. Gagal dengan taktik blokade ekonomi, Sultan Iskandar Muda menyerang
kedudukan Portugis di Malaka pada tahun 1629. Seluruh kekuatan tentara Aceh
dikerahkan. Namun, upaya itu mengalami kegagalan. Pasukan Kesultanan Aceh
dapat dipukul mundur oleh pasukan Portugis. Faktor penyebab kegagalan serangan
Aceh terhadap Portugis di Malaka adalah sebagai berikut.
a. Tidak dipersiapkan dengan baik.
b. Perlengkapan senjata yang digunakan masih sederhana.
c. Terjadi konflik internal di kalangan pejabat Kerajaan Aceh.

2. Perlawanan Kerajaan Demak Terhadap Portugis


Dikuasainya Malaka pada tahun 1511 oleh orang-orang Portugis merupakan
ancaman tersendiri bagi Kerajaan Demak. Pada tahun 1512, Kerajaan Demak di bawah
pimpinan Pati Unus (Pangeran Sabrang Lor) dengan bantuan Kerajaan Aceh
menyerang Portugis di Malaka. Namun, serbuan Demak tersebut mengalami
kegagalan. Berikut ini penyebab kegagalan serangan Demak ke Portugis di Malaka.

a. Serangan tersebut tidak dilakukan dengan persiapan yang matang.


b. Jarak yang terlalu jauh.
c. Kalah persenjataan.
Penyerangan dilakukan sekali lagi bersama Aceh dan Kerajaan Johor, tetapi tetap
berhasil dipatahkan oleh Portugis. Perjuangan Kerajaan Demak terhadap orang-orang
Portugis tidak berhenti sampai di situ. Kerajaan Demak selalu menyerang dan
membinasakan setiap kapal dagang Portugis yang melewati jalur Laut Jawa. Oleh
sebab itulah kapal dagang Portugis yang membawa rempah-rempah dari Maluku
(Ambon) tidak melalui Laut Jawa, tetapi melalui Kalimantan Utara.
Upaya Demak untuk mengusir Portugis diwujudkan dengan ditaklukkannya
Kerajaan Pajajaran oleh Fatahilah pada tahun 1527. Penaklukkan Pajajaran ini
disebabkan Kerajaan Pajajaran mengadakan perjanjian perdagangan dengan Portugis,
sehingga Portugis diperbolehkan mendirikan benteng di Sunda Kelapa. Ketika
orang orang Portugis mendatangi Sunda Kelapa (sekarang Jakarta), terjadilah perang
antara Kerajaan Demak di bawah pimpinan Fatahilah dengan tentara Portugis.
Dalam peperangan itu, orang-orang Portugis berhasil dipukul mundur pada 22
Juni 1527. Kemudian, pelabuhan Sunda Kelapa diganti namanya oleh Fatahilah
menjadi Jayakarta yang berarti kejayaan yang sempurna.

3. Perlawanan Maluku Terhadap Portugis


Pada tahun 1512, bangsa Portugis berhasil menemukan kepulauan rempah-
rempah, Maluku. Saat itu, bangsa Portugis yang dipimpin oleh Antonio de Abreau
mendarat di Ternate. Kedatangan Portugis semula diterima dengan baik oleh rakyat
Ternate. Sultan Bayanull (1500-1521) mengizinkan Portugis mendirikan pos dagang
di Ternate.
Sultan dan rakyat Ternate berharap Portugis dapat menjadi pembeli tetap rempah-
rempah dengan harga tinggi. Portugis juga diharapkan dapat membantu Ternate
untuk mengalahkan Tidore yang menjadi saingan dalam perdagangan
rempah rempah di Maluku. Setelah mengetahui Ternate menjadi pusat utama
perdagangan rempah-rempah di Maluku, Portugis berniat memonopoli perdagangan
rempah-rempah di Ternate. Bahkan, Portugis ikut campur dalam urusan
pemerintahan di Ternate. Tindakan Portugis tersebut akhirnya memancing
kemarahan rakyat Ternate.
Pada masa pemerintahan Sultan Hairun (1534-1570), rakyat Ternate bangkit
melakukan perlawanan terhadap Portugis. Sultan Hairun mengobarkan perang
mengusir Portugis dari Ternate. Perlawanan itu telah mengancam kedudukan
Portugis di Maluku. Keberadaan Aceh dan Demak yang terus mengancam kedudukan
Portugis di Malaka telah menyebabkan Portugis di Maluku kesulitan mendapat
bantuan. Oleh karena itu, Gubernur Portugis di Maluku, Lopez de Mesquita,
mengajukan perundingan damai kepada Sultan Hairun. Selanjutnya, Lopez de
Mesquita mengundang Sultan Hairun ke Benteng Sao Paulo. Dengan cara tersebut,
Sultan Hairun berhasil ditangkap dan dibunuh oleh Lopez de Mesquita.

Peristiwa itu semakin memicu kemarahan rakyat. Bahkan, seluruh rakyat Maluku
dapat bersatu melawan Portugis. Di bawah kepemimpinan Sultan Baabullah (1570-
1583), rakyat menyerang pos-pos perdagangan dan pertahanan Portugis di Maluku.
Benteng Sao Paulo dikepung selama lima tahun. Strategi tersebut berhasil
mengalahkan Portugis. Pada tahun 1575, Portugis meninggalkan Maluku.
Setelah kepergian Portugis, Ternate berkembang menjadi kerajaan Islam terkuat
di Maluku. Sultan Baabullah berhasil membawa Ternate mencapai puncak kejayaan.
Wilayah kekuasaan Ternate membentang dari Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan
Sulawesi Timur di bagian barat hingga Kepulauan Marshall di bagian timur, dari
Filipina Selatan di bagian utara hingga Kepulauan Kai dan Nusa Tenggara di bagian
selatan.
Setiap wilayah atau daerah ditempatkan wakil sultan yang disebut sangaji. Sultan
Baabullah diberi gelar “Heer van twee en zeventig eilanden” atau “Penguasa atas 72”
pulau berpenghuni yang meliputi pulau-pulau di Nusantara bagian timur, Mindanao
Selatan, dan Kepulauan Marshall. Pulau-pulau tersebut semuanya berpenghuni dan
memiliki raja yang tunduk kepada Sultan Baabullah.

C. Berdirinya VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) Dan Hak Oktroi


1. Sejarah Lahirnya VOC
Keberhasilan Van Neck berlayar ke Indonesia pada tahun 1600 menjadikan
Belanda dalam dua tahun menjadi negara yang kaya rempah-rempah. Keuntungan
yang diperoleh berlipat-lipat sehingga banyak kongsi dagang dari Negeri Belanda dan
negara Eropa lain tergiur untuk datang ke Indonesia. Akan tetapi, banyaknya rempah-
rempah menjadikan penawaran melebihi permintaan sehingga harga rempah-rempah
jatuh.
Kenyataan ini diperparah dengan bersaingnya kongsi-kongsi dagang yang
berujung saling konflik. Melihat situasi seperti itu, banyak kalangan mengusulkan agar
dibentuk sebuah organisasi dagang sehingga tahun 1602 terbentuklah serikat dagang
untuk wilayah timur yang disebut VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Lidah
orang Indonesia menyebutnya Kompeni. Pemegang sahamnya adalah pedagang-
pedagang besar Belanda.
a. Tujuan berdirinya VOC
1) Menghindari persaingan tidak sehat antarkongsi dagang Belanda.
2) Memperkuat posisi Belanda menghadapi persaingan dagang dengan bangsa Eropa
lain.
3) Monopoli pedagang rempah-rempah di Indonesia.
4) Membantu pemerintah Belanda yang sedang berjuang melawan pendudukan
Spanyol.
b. Hak-hak istimewa (hak Oktroi) VOC VOC berkembang pesat karena pemerintah
Belanda (Hindia Belanda) memberi hak-hak istimewa (hak Oktroi), yakni:
1) Menjadi wakil sah pemerintah Belanda di Asia.
2) Melakukan monopoli perdagangan.
3) Mencetak dan mengedarkan mata uang sendiri.
4) Melakukan perjanjian dan perang dengan negara lain.
5) Memungut pajak.
6) Memiliki angkatan perang sendiri.
7) Menyelenggarakan pemerintahan sendiri.
Dengan wewenang seperti itu, perkumpulan dagang seperti VOC bertindak layaknya
seperti sebuah negara sehingga tidak heran jika dalam waktu lima tahun VOC
mempunyai 15 armada dan sangat berkuasa.

D. Kebijakan-Kebijakan VOC di Indonesia


1) Memberlakukan dua jenis pajak kepada rakyat. Pertama, pajak contingenten, yaitu
pajak hasil bumi yang langsung dibayarkan kepada VOC. Pajak ini diterapkan
terhadap jajahan langsung, misalnya Batavia. Kedua, pajak verplichete leverente, yaitu
penyerahan wajib hasil bumi dengan harga yang telah ditentukan VOC. Pajak ini
diterapkan terhadap daerah jajahan yang secara tidak langsung dikuasai, misalnya
Kerajaan Mataram Islam.
2) Menyingkirkan pedagang-pedagang lain, baik pedagang negara Eropa lain maupun
pedagang Jawa, Cina, Arab, dan Melayu. Hal ini dilakukan untuk monopoli rempah-
rempah.
3) Menentukan luas areal penanaman rempah-rempah. Kebijakan ini diterapkan di
Maluku.
4) Melakukan kebijakan ekstirpasi, yakni penebangan kelebihan jumlah tanaman rempah-
rempah agar harga tetap dipertahankan. Untuk melindungi kebijakan tersebut, Belanda
melakukan pelayaran Hongi, yakni pelayaran menggunakan perahu kecil (kora-kora)
untuk patroli terhadap penyelundupan rempah-rempah.
5) Mewajibkan kerajaan-kerajaan untuk menyerahkan upeti setiap tahun kepada VOC.
6) Mewajibkan rakyat menanam tanaman tertentu, misalnya kopi, dan hasilnya dijual
kepada VOC dengan harga yang sudah ditentukan oleh VOC.
Langkah-langkah VOC Dalam rangka mendukung kebijakan-kebijakan, VOC melakukan
dua hal sebagai berikut.
1) Menggunakan cara kekerasan
Bila ada raja atau sultan yang menolak berdagang dengan syarat-syarat yang telah
ditentukan VOC, maka raja tersebut ditangkap dan diasingkan ke daerah lain.
Selanjutnya, VOC mengangkat raja atau sultan baru yang menuruti kemauan VOC.
2) Taktik jitu devide et impera
Devide et impera secara harfiah artinya “pecah belah dan kuasai”. Salah satu
bentuknya adalah dengan mencampuri urusan dalam negeri setiap kerajaan. Caranya,
apabila ada konflik internal di suatu kerajaan atau dengan kerajaan lain, VOC akan
mendatangi salah satu kerajaan untuk menawarkan bantuan. Ketika tawaran bantuan
tersebut diterima, VOC akan membantu mengalahkan kerajaan lain dengan berbagai
syarat atau perjanjian. Isinya imbalan monopoli perdagangan atau mendapatkan
sebagian wilayah yang dikalahkan. Monopoli perdagangan adalah VOC
mengharuskan para petani menjual rempah-rempahnya kepada VOC dan tidak boleh
kepada kongsi dagang lain dengan harga yang sudah ditentukan sendiri oleh VOC.
Dengan cara itu, pada tahun 1669, VOC merupakan perusahaan dagang terkaya
sepanjang sejarah. VOC memiliki 150 kapal dagang, 40 kapal perang, 50.000 pekerja,
10.000 tentara, dan pembayaran deviden (sistem pembagian keuntungan) sebanyak
40%. Seorang filsuf dari Jerman yang bernama Karl Marx (1818-1883) menulis
dalam bukunya yang berjudul Das Salam Historia VOC merupakan perusahaan
internasional pertama di dunia. Anggota kongsi ini tidak hanya orang-orang Belanda,
tetapi juga ada orang Spanyol, Portugis, dan Inggris. Yang mengejutkan, mereka
kebanyakan merupakan bekas-bekas penjahat yang kemudian bergabung dengan
VOC sehingga tidak mengherankan bila VOC hancur akibat korupsi yang merajalela.
Das Capital menyebut VOC sebagai salah satu korporasi pertama dalam sejarah dunia
yang paling jahat dan rakus. Sejarawan Onghokham pernah mengatakan bahwa
kolonialisme di Jawa bukan dengan operasi militer, melainkan lebih banyak dengan
melakukan perjanjian dengan raja atau pangeran setempat. Jumlah tentara VOC dan
Hindia Belanda tidaklah terlalu besar, tetapi hanya kuat secara finansial.
E. Perlawanan Raja-Raja Lokal Terhadap VOC
Setelah VOC menancapkan pengaruhnya dengan tujuan menguasai kerajaan-kerajaan
dan melakukan monopoli perdagangan, banyak kerajaan lokal yang menentang dan
melakukan perlawanan. Berikut ini perlawanan perlawanan terhadap VOC.
1. Sultan Agung Hanyokrokusumo di Mataram (1628–1629) Kerajaan Mataram
mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo
(1613-1645). Daerah kekuasaannya meliputi hampir seluruh Pulau Jawa. Hanya Jawa
Barat yang belum masuk wilayah Mataram. Pada mulanya, hubungan antara Mataram
dengan VOC berjalan baik. Dibuktikan dengan diperbolehkannya VOC mendirikan
kantor dagang di wilayah Mataram tanpa membayar pajak. Namun, akhirnya VOC
menunjukkan sikap yang tidak baik, ingin memonopoli perdagangan di Jepara.
Tuntutan VOC tersebut ditolak oleh Bupati Kendal bernama Baurekso, yang
bertanggung jawab atas wilayah Jepara. Namun, penolakan itu tidak menyurutkan
keinginan VOC. Persekutuan dagang VOC tetap melaksanakan monopoli
perdagangannya. Hal ini membangkitkan kemarahan rakyat Mataram sehingga kantor
VOC diserang. Gubernur Jenderal VOC, Jan Pieterszoon Coen, membalasnya dengan
memerintahkan pasukannya untuk menembaki daerah Jepara. Menyikapi peristiwa
tersebut, Sultan Agung bertekad menyerang Kota Batavia. Penyerangan Sultan
Agung terhadap VOC di Kota Batavia dilakukan sebanyak dua kali.
Serangan pertama dilakukan tahun 1628. Pada pertengahan bulan Agustus 1628,
secara tiba-tiba armada Mataram muncul di perairan Kota Batavia. Mereka segera
menyerang benteng VOC. Berikut ini panglima-panglima Sultan Agung. a.
Tumenggung Baurekso. b. Tumenggung Sura Agul-agul. c. Kyai Dipati Manduro-
Rejo. d. Kyai Dipati Uposonto.
Dalam perlawanan tersebut, Tumenggung Baurekso gugur beserta putranya.
Pasukan Sultan Agung menggunakan taktik perang yang tinggi, antara lain dengan
membendung sungai Ciliwung, (seperti waktu penyerangan di Surabaya).
Namun, penyerangan kali ini mengalami kegagalan. Akhirnya, pasukan Sultan
Agung terpaksa mengundurkan diri. Meskipun gagal, tetapi tidak membuat Sultan
Agung dan pasukannya, para bangsawan serta rakyatnya patah semangat. Kemudian,
disusunlah strategi baru untuk persiapan serangan kedua.
Serangan kedua dilaksanakan pada tahun 1629 dengan perencanaan yang lebih
sempurna, antara lain sebagai berikut. a. Persenjataan dilengkapi dengan senjata api
dan meriam. b. Pasukan berkuda dan beberapa gajah. c. Persediaan makanan yang
cukup dan pengadaaan lumbung lumbung padi di Tegal dan Cirebon.
Serangan kedua ini berhasil menghancurkan Benteng Hollandia dan menewaskan
J.P. Coen sewaktu mempertahankan Benteng Meester Cornellis. Karena banyak
pasukan yang tewas, daerah itu dinamakan Rawa Bangke. Rupanya, VOC dapat
mengetahui tempat lumbung padi di Tegal dan Cirebon. Kemudian,
lumbung lumbung itu dibakar. Akhirnya, serangan kedua ini juga mengalami
kegagalan. Kedua serangan yang gagal ini tidak membuat Sultan Agung putus asa.
Dia telah memikirkan untuk serangan selanjutnya. Namun, sebelum rencananya
terwujud, Sultan Agung mangkat (1645). Kegagalan yang menyebabkan kekalahan
itu, antara lain sebagai berikut. a. Pasukan lelah karena jarak Mataram (sekarang
Yogyakarta) menuju Batavia (Jakarta) sangat jauh. b. Kekurangan persediaan
makanan (kelaparan). c. Kalah dalam persenjataan. d. Banyak yang meninggal akibat
penyakit malaria.

Setelah Sultan Agung mangkat (wafat) pada tahun 1645, kedudukan sultan
digantikan oleh putranya yang bergelar Sunan Amangkurat I. Sunan Amangkurat I
dalam menjalankan politik pemerintahannya melakukan kerja sama dengan VOC.
Pada tahun 1646 diadakan perjanjian bilateral antara Mataram dengan VOC. Isi
perjanjian itu sangat merugikan Mataram. Adapun isi perjanjian sebagai berikut. a.
Mataram mengakui kekuasaan VOC di Batavia dan VOC mengakui kekuasaan
Amangkurat I di Mataram. b. Apabila ada utusan Mataram yang akan bepergian ke
luar negeri akan diangkut oleh kapal-kapal VOC. c. Kapal-kapal Kesultanan Mataram
diperbolehkan melintasi Selat Malaka dengan seizin VOC. d. Mataram tidak
diperkenankan mengadakan hubungan dagang dengan Maluku. e. Apabila terjadi
peperangan, masing-masing tidak akan saling membantu musuh. Dengan
ditandatanganinya perjanjian ini, maka Mataram di bawah Amangkurat I mengakui
kedaulatan VOC.

2. Perlawanan Sultan Hasanuddin dari Makassar (1666 - 1667)


Pada abad ke-17 di Sulawesi Selatan telah muncul beberapa kerajaan kecil seperti
Gowa, Tallo, Sopeng, dan Bone. Di antara kerajaan itu yang paling kuat secara
ekonomi dan militer adalah kerajaan Gowa atau Makassar. Adapun kondisi yang
membuat Makassar menjadi kerajaan yang penting karena hal-hal berikut.
a. Letak Makassar yang sangat strategis dalam lalu lintas perdagangan, yakni
Malaka-Batavia-Maluku.
b. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis (1511) membuat saudagar-saudagar Arab,
India, dan Melayu berpindah ke Makassar.
c. Posisi Makassar sebagai pelabuhan transit yang berasal dari Kesultanan Banjar
(Banjarmasin).
mulanya, hubungan VOC dengan Makassar berjalan dengan baik. Posisi strategis
Makassar memperkuat hubungan tersebut. Setelah VOC menerapkan kebijakan
monopoli perdagangan di Goa, hubungan mereka menjadi retak. VOC ingin
menguasai perdagangan Malaka-Batavia-Maluku. Sebagai balasannya, Makassar
selalu menerobos monopoli VOC yang memicu ketegangan yang berujung pada
peperangan. Perang diawali dengan perampasan armada VOC di Maluku oleh
pasukan Hasanuddin. Tindakan ini memicu perang yang kemudian dikenal dengan
Perang Makassar (1666-1669). Dalam perang itu, VOC bersekutu dengan Aru Palaka,
Raja Bone yang sedang berseteru dengan Kerajaan Gowa. Karena kalah persenjataan,
maka Kesultanan Gowa dapat dikalahkan dan Sultan Hasanuddin tunduk pada
Perjanjian Bongaya (1667) yang sangat merugikan Kerajaan Gowa. Isi perjanjian itu
adalah:
a. Gowa harus mengakui monopoli perdagangan VOC.
b. Pedagang dari Barat kecuali VOC harus meninggalkan Gowa.
c. Gowa harus membayar kerugian perang.
d. VOC akan membangun banteng-benteng di Makassar.
e. Gowa harus mengakui kedaulatan Kesultanan Bone.
3. Untung Suropati di Jawa (1685 - 1706)
Suropati melawan VOC terjadi pada tahun 1685-1706. Nama lengkapnya adalah
Untung Surapati atau Untung Suropati. Ia adalah bekas seorang budak yang berasal
dari Bali. Setelah menjadi orang bebas, ia masuk dinas militer VOC. Karena
kecakapan dan kepribadiannya yang kuat, ia dapat mencapai pangkat letnan.
Kemudian, ia mendapat tugas mengadakan operasi militer di daerah Banten dan
Priangan. Dalam operasi itu, Suropati berhasil menangkap Pangeran Purbaya.
Pangeran Purbaya menyerahkan kerisnya kepada Untung Suropati. Namun secara
kesatria, Suropati mengembalikan keris itu kepada Pangeran Purbaya. Wakil
Suropati, seorang pembantu letnan bangsa Belanda bernama Kuffeler, tidak
menyetujui kebijakan Suropati itu.

Dengan sombong, ia menghina Suropati sebagai atasannya, karena Suropati


seorang pribumi. Maka, terjadilah perselisihan antara keduanya. Dalam perselisihan
itu, Kuffeler mati terbunuh. Sejak itulah Suropati keluar dari dinas tentara VOC,
kemudian mengadakan perlawanan di daerah Priangan.
Ketika VOC mengirimkan pasukan untuk menangkapnya, ia telah menyingkir ke
Kartasura. Kemudian, VOC mengirimkan pasukan ke Kartasura di bawah pimpinan
Kapten Tack. Dalam pertempuran di Kartasura, Kapten Tack dan sebagian besar anak
buahnya terbunuh oleh pasukan Surapati. Kemudian, Suropati dan anak buahnya
bergerak ke Jawa Timur dan mendirikan kerajaan kecil di Pasuruan. Sementara itu, di
Mataram terjadi pergantian takhta. Sunan Amangkurat II wafat pada tahun 1703. Ia
digantikan oleh putranya, Sunan Amangkurat III, yang juga terkenal dengan sebutan
Sunan Mas.
Dari tindakan-tindakannya, tampaklah bahwa Sunan Mas memihak perjuangan
Suropati. Oleh sebab itu, VOC mencalonkan Pangeran Puger sebagai raja baru.
Dengan dukungan VOC, Pangeran Puger dapat menggeser kedudukan Sunan Mas.
Setelah naik takhta, Pangeran Puger bergelar Paku Buwono I. Namun, ia harus
menandatangani perjanjian dengan VOC pada tahun 1705. Sementara itu, setelah
kedudukannya tergeser, Sunan Mas menggabungkan diri dengan Untung Suropati di
Jawa Timur. Pada tahun 1706, VOC mengirimkan tentara yang kuat ke Jawa Timur
untuk menyerang Suropati. Dengan gagah berani, Suropati memimpin perlawanan
terhadap VOC, tetapi ia gugur dalam pertempuran di Bangil.
3. Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682)
Pada tahun 1651 sampai dengan 1682, Banten diperintah oleh Pangeran Surya
dengan gelar Pangeran Ratu Ing Banten dan setelah kembali dari Mekah mendapat
gelar Sultan Abdulfatah atau lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa.
Sebelumnya, Banten diperintah oleh kakek dari Sultan Ageng Tirtayasa, yaitu Sultan
Abdulmafakhir Mahmud Abdulkadir. Sultan Ageng Tirtayasa merupakan anak dari
Sultan Abul Ma’ali Ahmad.
Pada waktu itu Banten memiliki posisi yang strategis sebagai bandar perdagangan
internasional. Oleh karena itu, sejak semula Belanda ingin menguasai Banten, tetapi
tidak pernah berhasil. Akhirnya, VOC membangun bandar di Batavia pada tahun
1619. Hal ini menyebabkan timbulnya persaingan antara Banten dan Batavia untuk
memperebutkan posisi sebagai bandar perdagangan internasional. Oleh karena itu,
rakyat Banten sering melakukan serangan-serangan terhadap VOC.
Sultan Ageng Tirtayasa berusaha memulihkan posisi Banten sebagai bandar
perdagangan internasional sekaligus menandingi perkembangan perdagangan di
Batavia. Beberapa yang dilakukan Sultan Ageng Tirtayasa adalah sebagai berikut. a.
Mengundang para pedagang dari Eropa lain seperti Inggris, Prancis, Denmark, dan
Portugis. b. Mengembangkan hubungan dagang dengan negara-negara Asia seperti
Persia, Benggala, Siam, Tonkin, dan Cina.
VOC sangat tidak menyukai perkembangan di Banten. Oleh karena itu, untuk
melemahkan peran Banten sebagai bandar perdagangan, VOC sering melakukan
blokade, yaitu kapal-kapal dagang dari Maluku dilarang meneruskan perjalanan ke
Banten. Sebagai balasan, Sultan Ageng mengirimkan beberapa pasukannya untuk
mengganggu kapal-kapal dagang VOC dan membuat kekacauan di Batavia.
Dalam rangka memberi tekanan dan melemahkan kedudukan VOC, rakyat
Banten juga melakukan perusakan terhadap beberapa bibit tanaman milik VOC.
Akibatnya, hubungan Banten dengan Batavia semakin memburuk.

Untuk menghadapi tentara Banten, VOC terus memperkuat Kota Batavia dengan
mendirikan benteng-benteng pertahanan seperti Benteng Noorwijk dengan harapan
VOC mampu bertahan dari berbagai serangan dari luar. Sementara itu, untuk
kepentingan pertahanan, Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan untuk membangun
saluran irigasi yang membentang dari Sungai Untung Jawa sampai Pontang. Hal ini
bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian dan memudahkan transportasi
perang. Karena jasanya itulah, maka Sultan diberi gelar Tirtayasa (“tirta” artinya air).
Pada tahun 1671, Sultan Ageng mengangkat putra mahkota Abdul Nazar
Abdulkahar sebagai sultan pembantu yang kemudian lebih dikenal dengan nama
Sultan Haji. Sebagai raja pembantu, Sultan Haji bertanggung jawab pada urusan
dalam negeri, sedangkan Sultan Ageng beserta putranya yang lain, yakni Pangeran
Arya Purbaya, bertanggung jawab atas urusan luar negeri.
Pemisahan urusan pemerintahan ini tercium oleh perwakilan VOC di Banten,
yakni W. Caeff. Ia kemudian mendekati dan menghasut Sultan Haji agar urusan
pemerintahan di Banten tidak dipisah-pisahkan dan jangan sampai kekuasaan jatuh di
tangan Arya Purbayasa. Hingga akhirnya,
Sultan Haji mencurigai ayahnya dan saudaranya serta membuat persengkongkolan
dengan VOC. Untuk merebut tanah Kesultanan Banten, maka timbullah
pertentangan yang begitu tajam antara Sultan Haji dengan Sultan Ageng Tirtayasa.
Dalam persengkongkolan tersebut, VOC sanggup membantu Sultan Haji untuk
merebut Kesultanan Banten, tetapi dengan empat syarat, yakni:
a. Banten harus menyerahkan Cirebon kepada VOC.
b. Monopoli ada di Banten, dikuasai dan dipegang VOC.
c. Banten harus membayar 600.000 ringgit apabila mengingkari janji.
d. Pasukan Banten yang menguasai daerah pantai dan pedalaman Priangan segera
ditarik kembali.
Isi perjanjian tersebut disetujui oleh Sultan Haji. Pada tahun 1681, VOC dengan
atas nama Sultan Haji berhasil merebut Kesultanan Banten dan menguasai Istana
Surosawan. Sultan Ageng Tirtayasa kemudian membangun istana yang baru dan
berpusat di Tirtayasa. Sultan Ageng pun berusaha merebut Banten kembali.
Pada tahun 1682, pasukan Sultan Ageng berhasil mengepung Istana Surosawan.
Kemudian, Sultan Haji meminta bantuan pasukan VOC di bawah pimpinan Francos
Tack. Pasukan Sultan Ageng Tirtayasa dapat dipukul mundur dan terdesak hingga ke
Benteng Tirtayasa. Sultan Ageng Titayasa akhirnya meloloskan diri bersama
putranya, Pangeran Arya Purbaya, ke Hutan Lebak. Mereka masih melancarkan
serangan walaupun dengan bergerilya.
Tentara VOC terus mencari Sultan Ageng Tirtayasa beserta pengikutnya yang
kemudian bergerak ke arah Bogor. Baru setelah melalui tipu muslihat, pada tahun
1683 Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap dan ditawan di Batavia sampai
meninggal pada tahun 1692.

F. Sebab-sebab Kehancuran VOC


Setelah berkuasa kurang dari 200 tahun, VOC tidak lagi dapat mempertahankan
hegemoni perdagangannya. Tahun 1799, VOC dibubarkan oleh Belanda. Sebab-sebab
VOC dibubarkan adalah sebagai berikut.
a. Faktor Internal
Persaingan dagang dan korupsi di semua tingkatan, menjadi penyebab hancurnya
VOC yaitu.
1) Menyunat keuntungan yang menjadi hak VOC.
2) Menyunat uang kas dan anggaran.
3) Menggelembungkan anggaran agar kelebihan masuk ke kantong sendiri.
4) Dalam mengangkat bupati melakukan pungutan liar.

5) Melakukan penyuapan untuk duduk di jabatan-jabatan 19 VOC.


6) Memaksa penduduk menyerahkan upeti.
7) Sengaja membiarkan pedagang liar beroperasi sehingga mendapatkan sumber
pungutan liar.
8) Memaksa rakyat menyerahkan hasil bumi lebih dari ketentuan.
9) Apabila menjadi karyawan VOC harus menyuap pejabat VOC.
10) Sebagai pejabat VOC berdagang rempah-rempah untuk dirinya sendiri, bukan atas
nama VOC.
11) Perdagangan gelap merajalela karena difasilitasi pejabat VOC yang korup karena
mereka mendapat setoran pungutan liar.
12) Anggaran penggajian pegawai semakin besar sedangkan penghasilan VOC semakin
menipis.
13) Biaya perang untuk menghadapi perlawanan raja/sultan sangat besar sehingga utang
VOC terus menumpuk. 1). Adanya persaingan dagang dari Eropa lain seperti
Inggris dan Prancis. 2). Pemasukan kecil serta utang menumpuk menyulitkan VOC
memberikan bagi hasil kepada pemegang saham VOC.
b. Faktor Eksternal
Belanda di Eropa dikuasai oleh Prancis tahun 1795 di bawah pimpinan Napoleon
Bonaparte yang kemudian mengganti namanya menjadi Republik Bataaf (1795-1806).
Perubahan politik ini memengaruhi VOC karena pemerintahan di bawah Napoleon
menyerukan “republikanisme-kebebasan kesetaraan”. Kebijakan VOC menurut
Napoleon bertentangan dengan kebebasan dan kesetaraan. Untuk itu, VOC harus
dibubarkan. VOC pun dibubarkan pada tahun 1799.

G. Kolonialisme Belanda di Indonesia


a. Indonesia Pasca-VOC
Ketika VOC dibubarkan pada tahun 1799, terjadi kekosongan kekuasaan di
Nusantara. Sementara itu, Inggris mengincar Nusantara untuk dikuasai. Saat itu antara
Belanda dengan Prancis menjadi sekutu di Eropa untuk menghadapi Inggris. Jawa
merupakan daerah koloni Belanda-Perancis yang belum dikuasai Inggris. Untuk itu,
Belanda-Prancis mengangkat seorang gubernur jenderal agar Inggris tidak bisa masuk
ke Jawa.
Tugas berat gubernur jenderal ini adalah menghadapi serangan Inggris secara
tiba-tiba. Dengan demikian, dalam kurun waktu 1806-1811, Nusantara menjadi
jajahan Prancis karena sekutu Belanda-Prancis dipimpin oleh Prancis walaupun
pejabat yang memerintah masih didominasi orang-orang Belanda. Adapun pejabat
tersebut adalah sebagai berikut.

1. Herman Willem Daendels (1808-1811)


Daendels memegang dua tugas, yaitu mempertahankan Pulau Jawa agar tidak
jatuh ke tangan Inggris dan memperbaiki tanah jajahan dari pengaruh korupsi. Untuk
itulah kekuasaan periode ini tidak semata-mata memperoleh keuntungan ekonomi,
tetapi mempertahankan hegemoni selama mungkin. Daendels menyadari bahwa sekutu
Prancis-Belanda tidak akan mampu menandingi kekuatan armada Inggris. Untuk itu,
Daendels menerapkan kebijakan sebagai berikut.
a. Membangun jalan raya dari Anyer (ujung barat Jawa) sampai Panarukan (ujung
timur Jawa) agar tentaranya dapat bergerak dengan cepat. Selain itu juga untuk
mengangkut kopi dari pedalaman Priangan ke Pelabuhan Cirebon. Dalam
pembangunan itu, Daendels menerapkan kebijakan menghidupkan lagi kerja wajib
(verplichte diensten) serta kebijakan wajib penyerahan hasil bumi (verplichte
leverantie).
b. Membangun benteng pertahanan, contohnya Benteng Lodewijk di Surabaya.
c. Membangun pangkalan angkatan laut di Merak dan Ujung Kulon.
d. Mendirikan pabrik senjata di Surabaya.

Daendels tidak menyukai raja-raja Jawa karena semangatnya yang anti feodalis.
Dia memang pengagum Napoleon Bonaparte yang menyebarkan paham
republikanisme, kebebasan, kesetaraan. Kebijakan yang antifeodal tampak pada
sikapnya terhadap Raja Solo dan Raja Yogyakarta, yakni:
a. Semua Raja Jawa harus mengakui Raja Belanda, junjungannya.
b. Mengangkat pejabat Belanda dengan sebutan minister.
c. Jika di VOC seorang residen Belanda ketika menghadap raja diperlakukan sama
seperti seorang bupati dengan duduk di lantai dan mempersembahkan sirih sebagai
tanda hormat kepada Raja 22 Jawa, maka minister tidak diperlakukan seperti itu.
Minister duduk sejajar dengan raja dan tidak perlu mempersembahkan sirih sebagai
tanda hormat.
d. Ketika minister datang ke keraton harus disambut raja.
e. Ketika bertemu di jalan dengan raja, minister tidak perlu turun dari kereta, tetapi
cukup membuka jendela.
Melihat tindakan Daendels seperti itu, Sultan Hamengkubuwono II membangkang
dan akhirnya Daendels menyerbu Yogyakarta lalu menurunkan Sultan
Hamengkubuwono II dan menggantikannya dengan Sultan Hamengkubuwono III yang
masih kecil.
Sikap yang kedua ialah terhadap Raja Banten. Daendels mengasingkan Raja
Banten karena menentang pembangunan jalan Anyer-Panarukan. Karena otoriter,
Daendels dipanggil ke Belanda. Ada dua versi sebab Daendels dipanggil, yakni
tenaganya diperlukan untuk memimpin tentara Prancis menghadapi Rusia atau
hubungannya yang buruk dengan raja-raja Jawa dikhawatirkan merugikan Belanda
jika Inggris menyerbu Jawa.
2. Jan Willem Janssen (1811-1811)
Pada masa Janssen menjabat (20 Februari sampai 18 September 1811), Inggris
menyerbu Jawa melalui darat dan laut sehingga Janssen menyerah di Tuntang (Jawa
Tengah) dengan membuat perjanjian Tuntang yang isinya sebagai berikut. a. Pulau
Jawa dan sekitarnya jatuh ke tangan Inggris. b. Tentara yang dahulu anak buah
Daendels menjadi tentara Inggris. c. Orang-orang Belanda dapat dipekerjakan oleh
Inggris. Dengan penjanjian Tuntang ini, berarti Nusantara jatuh ke tangan
pemerintahan Inggris.

H. Perlawanan Raja-raja Lokal terhadap Kolonialisme Belanda


Pascapembubaran VOC, perlawanan rakyat Indonesia terhadap kolonial Belanda
tidak surut, bahkan semakin luas. Dengan berbagai kelicikan dan tipu muslihat, pejabat
kolonial Belanda berhasil menangkap para pahlawan tersebut. Untuk lebih jelasnya,
berikut perlawanan terhadap Hindia Belanda
1. Sultan Hamengku Buwono II dan Raja Banten
Daendels tidak menyukai raja-raja Jawa karena semangatnya yang anti feodalis.
Dia memang pengagum Napoleon Bonaparte yang menyebarkan paham
republikanisme, kebebasan, kesetaraan. Kebijakan yang antifeodal tampak pada
sikapnya terhadap Raja Solo dan Raja Yogyakarta, yakni:
a. Semua Raja Jawa harus mengakui Raja Belanda, junjungannya.
b. Mengangkat pejabat Belanda dengan sebutan minister.
c. Jika di VOC seorang residen Belanda ketika menghadap raja diperlakukan sama
seperti seorang bupati dengan duduk di lantai dan mempersembahkan sirih sebagai
tanda hormat kepada Raja 22 Jawa, maka minister tidak diperlakukan seperti itu.
Minister duduk sejajar dengan raja dan tidak perlu mempersembahkan sirih sebagai
tanda hormat.
d. Ketika minister datang ke keraton harus disambut raja.
e. Ketika bertemu di jalan dengan raja, minister tidak perlu turun dari kereta, tetapi
cukup membuka jendela.

Melihat tindakan Daendels seperti itu, Sultan Hamengkubuwono II membangkang


dan akhirnya Daendels menyerbu Yogyakarta lalu menurunkan Sultan
Hamengkubuwono II dan menggantikannya dengan Sultan Hamengkubuwono III yang
masih kecil.
Sikap yang kedua ialah terhadap Raja Banten. Daendels mengasingkan Raja
Banten karena menentang pembangunan jalan Anyer-Panarukan. Karena otoriter,
Daendels dipanggil ke Belanda. Ada dua versi sebab Daendels dipanggil, yakni
tenaganya diperlukan untuk memimpin tentara Prancis menghadapi Rusia atau
hubungannya yang buruk dengan raja-raja Jawa dikhawatirkan merugikan Belanda
jika Inggris menyerbu Jawa

2. Perlawanan Kapitan Pattimura di Maluku (1817).


Menurut Konvensi London (1814), Kepulauan Maluku merupakan salah satu
wilayah kekuasaan Inggris yang harus diserahkan kepada Belanda. Pascapenyerahan,
pemerintah Belanda segera menunjuk Van Middelkoop sebagai gubernur di Kepulauan
Maluku.
Kembalinya Belanda ke Maluku menimbulkan kekecewaan sekaligus kemarahan
dari rakyat Maluku. Mengapa rakyat Maluku marah? Pertama, kolonial Belanda
diduga akan membebani rakyat dengan berbagai kewajiban yang memberatkan. Hal
yang serupa ini memang telah terjadi pada masa kekuasaan VOC. Kedua, rakyat takut
Belanda akan memonopoli perdagangan. Karena tidak ingin kembali menderita akibat
penguasaan Belanda, maka rakyat Maluku pun bersiap melakukan gerakan
perlawanan.
Pada 9 Mei 1817, rakyat Saparua mengangkat Thomas Matulessy sebagai
pemimpin gerakan perlawanan. Thomas Matulessy juga diberikan gelar Pattimura.
Pattimura dipilih karena dianggap mempunyai kecakapan bidang militer serta
kemampuan memimpin.
Kemampuan Pattimura atau Thomas Matulessy ini sudah tidak militer. diragukan
lagi. Ia memiliki pengalaman yang cukup dalam memimpin pasukan Pada masa
pemerintah Inggris di Maluku, Pattimura bekerja di dinas militer. Ia juga memiliki
pangkat terakhir sebagai mayor. Ketika dilaksanakan suatu pertemuan, para pejuang
Maluku bertekad untuk merebut Benteng Duurstede dan mengusir semua
penghuninya.
Aksi perlawanan untuk merebut Benteng Duurstede tersebut dimulai pada 15 Mei
1817. Kala itu, rakyat Maluku melakukan perlawanan terhadap pemerintah Hindia
Belanda, dimulai dari 56 perampasan perahu-perahu pos yang berada di Pelabuhan
Porto. Pascaperampasan tersebut, mereka mulai menyerang benteng. Pada saat itu,
banyak serdadu Belanda yang ditangkap dan dibunuh. Hal yang sama dialami juga
oleh Residen Porto, Van den Berg. Saat itu juga, Benteng Duurstede jatuh ke tangan
rakyat Maluku.
Gubernur Van Middelkoop terkejut mendengar kabar mengenai kejadian tersebut.
Ia lalu segera mengirimkan pasukan dari Ambon di bawah pimpinan Mayor Beetjes.
Pasukan ini didaratkan di Saparua pada 20 Mei 1817. Begitu pasukan Belanda
mendarat, rakyat Saparua dengan segera menyambutnya dengan serentetan tembakan.
Akibatnya, dengan terpaksa pasukan Beetjes memutar haluan dan membelokkannya ke
sebuah tikungan teluk yang terletak di sebelah kiri benteng.
Di tempat ini, lagi-lagi pasukan Beetjes kembali disambut dengan serangan yang
semakin gencar. Pasukan Beetjes pun menjadi kacau-balau. Sebaliknya, rakyat
Maluku semakin bersemangat dalam melakukan penyerangan terhadap Belanda.
Pasukan Belanda berusaha untuk mundur, tetapi pasukan Pattimura terus-menerus
mengejarnya. Di dalam pertempuran ini, Mayor Beetjes akhirnya tewas.

Sebagai pembalasan atas kekalahannya, Belanda lalu segera menempatkan kapal-


kapal perangnya di wilayah perairan Saparua. Serangan segera dilancarkan dengan
menembakkan meriam ke arah Duurstede yang dilakukan secara terus-menerus. Pada
2 Agustus 1817, pasukan Belanda berhasil menduduki Benteng Duurstede. Namun,
mereka gagal menangkap Pattimura. Oleh karena itu, Belanda segera melancarkan
politik adu domba.
Belanda mengumumkan kepada masyarakat tentang tawaran hadiah sebesar
1.000 gulden. Hadiah tersebut akan diberikan bagi siapa pun yang dapat
menginformasikan keberadaan Pattimura. Ternyata, jeratan yang dibuat Belanda ini
betul mengenai sasaran. Raja Boi adalah orang yang memberitahukan tempat
persembunyian Pattimura kepada pihak Belanda.
Setelah mengetahui lokasi persembunyian Pattimura, Belanda dengan segera
mengerahkan pasukannya. Ia membawa pasukan besar-besaran demi menangkap
Pattimura yang bersembunyi 57 di Bukit Boi. Pada 16 Desember 1918, Pattimura pun
dijatuhi dengan hukuman gantung di Benteng Nieuw Victoria di Kota Ambon.
Penangkaan Pattimura ini pun menjadi tanda berakhirnya perjuangan rakyat Maluku
terhadap Belanda.

3. Perlawanan Sultan Mahmud Badaruddin di Palembang (1817 - 1821)


Sultan Mahmud Badaruddin II lahir di Palembang pada tahun 1767. Ia adalah
pemimpin Kesultanan Palembang-Darussalam selama dua periode (1803-1813 dan
1818-1821) setelah masa pemerintahan ayahnya, Sultan Muhammad Bahauddin
(1776- 1803). Nama aslinya sebelum menjadi Sultan adalah Raden Hasan Pangeran
Ratu.
Sejak hasil tambang timah ditemukan di Bangka pada pertengahan abad ke-18,
Palembang menjadi incaran Inggris dan Belanda. Demi menjalin kontrak dagang,
bangsa Eropa berniat menguasai Palembang. Karena timbul persaingan antara Belanda
dan Inggris, maka Inggris melalui Raffles berusaha membujuk Sultan Mahmud
Badaruddin ll agar mengusir Belanda dari Palembang.
Sultan Mahmud menolak permintaan Raffles karena tidak ingin terlibat dalam
pertikaian Inggris dan Belanda. Namun, akhirnya terjalin kerja sama Inggris dan
Palembang dengan pihak Palembang lebih diuntungkan.
a. Peristiwa Loji Sungai Aur (1811).
Pada 14 September 1811, terjadi pembantaian di Loji Sungai Aur. Pihak
Belanda yang disalahkan atas pembataian tersebut. Namun, Belanda
beranggapan bahwa Inggris sengaja melakukannya agar Kesultanan
Palembang mengusir Belanda dari Palembang. Karena merasa terpojok,
Inggris di bawah pimpinan Raffles mengadakan perundingan dengan Sultan
Mahmud Badaruddin II dan berharap mendapatkan jatah Pulau Bangka yang
saat itu masuk wilayah Kesultanan Palembang. Pulau tersebut juga merupakan
penghasil timah yang diperebutkan Belanda dan Inggris. Namun, permintaan
Inggris jelas ditolak oleh Sultan Mahmud Badaruddin II.
b. Penyerbuan Inggris ke Palembang tahun 1812.
Hubungan Sultan Mahmud Badaruddin II dengan Raffles cukup baik
sebelum takluknya Belanda dari Inggris. Namun, pada 12 Maret 1812, Inggris
mengirim ekspedisi militer di bawah pimpinan Gillespie ke Palembang dan
memerangi Palembang dengan alasan menghukum Sultan Mahmud
Badaruddin atas penolakannya menyerahkan wilayah Pulau Bangka.
Dalam pertempuran itu, Inggris berhasil menduduki Palembang. Sultan
Mahmud Badaruddin pun menyingkir ke Muara Rawas di hulu Sungai Musi.
Pada 1811, Inggris mengalahkan Belanda dan memaksa Belanda
menandatangani Perjanjian Tuntang yang isinya sebagai berikut. 1)
Pemerintah Belanda menyerahkan Indonesia kepada Inggris di Kalkuta
(India). 2) Semua tentara Belanda menjadi tawanan perang Inggris. 3) Orang
Belanda dapat dipekerjakan dalam pemerintahan Inggris.

Dengan demikian, Palembang jatuh ke tangan Inggris. Setelah menguasai


Palembang, Inggris mengangkat Pangeran Adipati yang merupakan adik
kandung Sultan Mahmud Badaruddin ll sebagai Sultan Palembang setelah
menandatangani perjanjian dengan syarat-syarat yang menguntungkan
Inggris.
Inggris mengambil alih Pulau Bangka dan mengganti namanya menjadi
Duke of York’s Island dan menempatkan Meares sebagai residennya.
Sementara itu, Sultan Mahmud Badaruddin yang melarikan diri ke Muara
Rawas mulai menghimpun kekuatan dan mendirikan kubu di Muara Rawas
untuk menghadapi serangan dari Meares yang ingin menangkapnya.
Pada 28 Agustus 1812, terjadi pertempuran di Buay Langu yang
menyebabkan Meares tertembak dan tewas setelah dibawa ke Mentok.
Kedudukan residen kemudian diambil alih oleh Mayor Robinson. Dalam
upaya menangkap Sultan Mahmud Badaruddin, Mayor Robinson mengadakan
perundingan damai dengan Sultan Mahmud Badaruddin. Melalui serangkaian
perundingan, Sultan Mahmud Badaruddin kembali ke Palembang dan naik
takhta pada Juli 1813 sebelum kembali dilengserkan pada Agustus 1813.
Sementara itu, Mayor Robinson ditahan dan dipecat oleh Raffles karena
mandat yang diberikan tidak dijalankan dengan baik. Perlawanan Sultan
Mahmud Badaruddin bersama rakyat yang menggunakan stategi perang
bergerilya dengan ketangkasan dan kecerdasannya serta pemahaman terhadap
medan perang akhirnya mampu memaksa Inggris untuk mundur dan kalah.
Inggris pun mengakui kedaulatan Palembang sebagai kesultanan.
Konflik Sultan Mahmud Badaruddin ll dengan Belanda dimulai sejak
ditandatangani Perjanjian London antara Belanda dan Inggris yang membuat
Inggris menyerahkan daerah koloni di Nusantara, termasuk Palembang,
kepada Belanda. Serah terima dilakukan dua tahun kemudian, tepatnya pada
19 Agustus 1816 oleh Jhon Fendall sebagai pengganti Raffles.
Setelah serah terima kekuasaan, Belanda mengangkat Herman Warner
Muntinghe sebagai komisaris di Palembang. Tindakan pertama yang
dilakukannya adalah mendamaikan kedua sultan, Sultan Mahmud Badaruddin
II dan Husin Diauddin. Tindakannya berhasil. Sultan Mahmud Badaruddin II
berhasil naik takhta kembali pada 7 Juni 1818. Sementara itu, Husin Diauddin
yang pernah bersekutu dengan Inggris berhasil dibujuk oleh Muntinghe ke
Batavia sebelum akhirnya dibuang ke Cianjur.
Mutinghe melakukan penjajahan ke pedalaman wilayah Kesultanan
Palembang dengan alasan untuk inventarisasi wilayah, karena pada dasarnya
hanya untuk menguji kesetiaan Sultan Mahmud Badaruddin ll dan karena
ketidakpercayaan Mutinghe kepada Sultan Mahmud Badaruddin ll. Akan
tetapi, di daerah Muara Rawas, Mutinghe dan pasukannya diserang oleh
pengikut Sultan Mahmud Badaruddin ll.
Setelah kembali, Mutinghe bermaksud memaksa Kesultanan Palembang
agar menyerahkan putra mahkota sebagai jaminan agar Kesultanan Palembang
selalu setia terhadap pemerintah Belanda. Namun, sampai habis batas
penyerahannya, Kesultanan Palembang tidak menyerahkan putra mahkota dan
Sultan Mahmud Badaruddin menyerang Belanda yang didasari oleh sikap
Belanda yang terlalu mencampuri urusan kesultanan dan mengekang
kesultanan agar tunduk kepada Belanda. Sikap inilah yang menyebabkan
Sultan Mahmud Badaruddin dan Kesultanan Palembang beserta rakyat
menyatakan perang terhadap Belanda.

c. Perang Palembang I (1819)


Pertempuran Belanda melawan Kesultanan Palembang pecah pada 12 Juni
1819. Perlawanan itu dikenal dengan Pertempuran Menteng yang merupakan
pertempuran terdahsyat karena banyak korban berjatuhan dari pihak Belanda.
Pertempuran terus berlanjut, akan tetapi karena kuatnya pertahanan
Palembang yang sulit ditembus dan banyaknya korban di pihak Belanda,
maka Belanda memutuskan kembali ke Batavia dengan membawa kekalahan.
d. Perang Palembang II (1819)
Sekembalinya ke Batavia dan memberitahukan keadaaan peperangan ke
pemerintah di Batavia, Gubernur Jenderal Belanda saat itu, Van der Capellen,
mengadakan perundingan dengan Laksamana Constantijn Johan Wolterbeek
dan Mayjend. Hendrik Markus de Kock yang membahas tentang Kesultanan
Palembang yang sangat sulit ditaklukkan oleh Belanda. Akhirnya, diputuskan
untuk kembali menyerang Palembang.
Oleh karena itu, Belanda mengirimkan ekspedisi ke Palembang dengan
kekuatan penuh dengan tujuan menggulingkan Sultan Mahmud Badaruddin ll
dan menguasai Palembang secara penuh, serta mengganti Sultan Mahmud
Badaruddin dengan Pangeran Jayadiningrat yang didukung oleh Belanda.
Sebab, Belanda beranggapan bahwa selama Sultan Mahmud Badaruddin
masih berkuasa, maka Palembang tidak akan pernah bisa dikuasai seluruhnya
dan itu berarti Belanda tidak bisa menjangkau jalur perdagangan di Pulau
Bangka yang menjadi wilayah dari Kesultanan Palembang.
Kabar bahwa Belanda mengirimkan pasukan ekspedisi ke Palembang telah
didengar oleh Sultan Mahmud Badaruddin ll. Karena ia telah mengira akan
ada serangan balik, maka ia mempersiapkan pertahanan yang tangguh di
beberapa tempat di Sungai Musi sebelum masuk ke Palembang dengan dibuat
benteng-benteng pertahanan yang dikomandani oleh keluarga sultan.
Pada 21 Oktober 1819, pecah pertempuran di Sungai Musi antara Belanda
yang dipimpin oleh Wolterbeek dengan Kesultanan Palembang yang dipimpin
sendiri oleh Sultan Mahmud Badaruddin. Terjadi tembak-menembak meriam
di kedua belah pihak hingga Wolterbeek menghentikan pertempuran dan
memutuskan kembali ke Batavia.
e. Perang Palembang III (1821)
Setelah pertempuran pada 21 Oktober 1819, Sultan Mahmud Badaruddin
ll mengangkat anaknya, Pangeran Ratu, menjadi sultan di Kesultanan
Palembang dengan gelar Ahmad Najamuddin lll. Hal ini dilakukan karena
Sultan Mahmud Badaruddin ll hanya ingin terfokus untuk melawan Belanda
dan mengusirnya dari Tanah Palembang dan tidak diganggu oleh urusan
Kesultanan Palembang.
Namun, persiapan benteng dan pertahanan Sultan Mahmud Badaruddin ll
di Sungai Musi sudah diketahui oleh Belanda melalui mata-matanya yang
ternyata adalah dari kalangan bangsawan dan orang Arab di Palembang. Hal
ini menyebabkan Belanda mempersiapkan pasukan yang besar dalam rangka
menghadapi Kesultanan Palembang.
Pada 16 Mei 1821, Belanda di bawah pimpinan De Kock memasuki sungai
Musi dan pertempuran baru terjadi pada 11- 20 Juni 1821. Belanda kembali
mengalami kekalahan, akan tetapi hal ini tidak menyurutkan semangat
Belanda. Belanda kembali menyusun strategi dalam menghadapi
Kesultanan Palembang. Hingga akhirnya pada 24 Juni 1821, yang pada saat
itu bertepatan dengan bulan Ramadan, Belanda menyerang Palembang pada
dini hari.

Terjadilah pertempuran hebat antara pemerintah Belanda dengan rakyat


Palembang. Akibat serangan fajar tersebut, Palembang dapat dilumpuhkan,
tetapi belum dapat dikuasai sepenuhnya. Baru pada 25 Juni 1821, Palembang
jatuh ke tangan Belanda. Maka, resmilah kolonialisme Belanda di
Palembang.Setelah melakukan perlawanan dan menderita kekalahan akibat
serangan tiba-tiba dari Belanda, Palembang pun dapat dikuasai oleh Belanda.
Sementara itu, Sultan Mahmud Badaruddin ll dan keluarganya menjadi
tawanan Belanda.
Pada 13 Juli 1821, Sultan Mahmud Badaruddin dan keluarganya dikirim
ke Batavia sebelum dipindahkan ke Ternate pada 26 September 1821 sampai
Sultan Mahmud Badaruddin ll meninggal di Ternate pada 26 September 1852.
Sebagian keluarga sultan yang tidak tertangkap mengasingkan diri ke Marga
Sembilan sambil melanjutkan perlawanan atas Belanda waluapun tidak
sehebat Sultan Mahmud Badaruddin ll. Karena banyaknya perlawanan
Kesultanan Palembang kepada Belanda, maka Belanda membekukan
Kesultanan Palembang.

4. Perlawanan I Gusti Ketut Jelantik di Bali (1846 - 1849)


I Gusti Ketut Jelantik adalah putra dari I Gusti Nyoman Jelantik Raya. Ia
diangkat sebagai patih di Kerajaan Buleleng pada tahun 1828 dan meninggal pada
tahun 1849. I Gusti Ketut Jelantik dikenal luas karena keberaniannya dalam melawan
penjajah Belanda pada saat itu. Sikap dan tindakannya dinilai berani karena menolak
tuntutan Belanda dalam sebuah perundingan yang menuntut agar Kerajaan Buleleng
mengganti kerugian kapal yang dirusak dan mengakui kedaulatan pemerintah Hindia
Belanda. Pada saat perundingan itu, pihak Belanda diwakili oleh JPT Mayor
Komisaris Hindia Belanda, sedangkan Kerajaan Buleleng diwakili oleh Raja
Buleleng, I Gusti Ngurah Mada Karangasem, dan Patih Agung, I Gusti Ketut
Jelantik.
I Gusti Ketut Jelantik marah besar dengan tuntutan pihak Belanda agar
kerajaannya tunduk kepada kolonial Belanda. Oleh sebab itu, ia berucap, “Tidak bisa
menguasai negeri orang lain hanya dengan sehelai kertas saja, tapi harus diselesaikan
di atas ujung keris. Selama saya hidup, kerajaan ini tidak akan pernah mengakui
kedaulatan Belanda.”
Belanda terus mencoba mencari celah untuk melawan I Gusti Ketut Jelantik, salah
satunya dengan memanfaatkan Raja Klungkung. Dalam pertemuan yang berlangsung
pada 12 Mei 1845, Belanda menuntut agar Buleleng mengganti rugi kapal dan
menghapuskan hak “tawan karang”, yakni merampas perahu yang terdampar di
kawasan Buleleng. I Gusti Ketut Jelantik marah dengan tuntutan Belanda itu, bahkan
ia menghunuskan sebilah keris pada kertas perjanjian.
Pada 27 Juni 1846, Belanda melakukan serangan ke Kerajaan Buleleng.
Akhirnya, Kerajaan Buleleng jatuh ke tangan Belanda pada 29 Juni 1846. Kemudian,
Rraja Buleleng dan Patih I Gusti Ketut Jelantik mundur ke Desa Jagaraga untuk
menyusun kekuatan. Patih I Gusti Ketut Jelantik adalah seseorang yang ahli strategi
perang dan menjadi sosok yang disegani oleh raja-raja lain karena sikapnya yang
teguh pendirian. Hal ini ditunjukkan ketika mempertahankan Desa Jagaraga, Patih I
Gusti Ketut Jelantik terus memperkuat pasukannya dan mendapat bantuan dari
kerajaan lain seperti Klungkung, Karangasem, Badung, dan Mengwi.

Pada 6-8 Juni 1848, pihak Belanda melakukan serangan kedua dengan
mendaratkan pasukannya di Sangsit. Bali yang dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik
mengerahkan pasukan Benteng Jagaraga yang merupakan benteng terkuat bila
dibandingkan dengan empat benteng lainnya. Sedangkan pihak Belanda dipimpin
oleh Jendral Van Der Wijck. Namun, pihak Belanda gagal menembus benteng yang
dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik dan hanya mampu merebut satu benteng saja,
yakni benteng sebelah timur Sangsit yang berada dekat Bungkulan.
Adanya kekalahan ini semakin mengangkat semangat raja-raja lainnya untuk
semakin mengerahkan kekuatan dalam melawan Belanda. Pasukan Patih Jelantik ini
menggegerkan parlemen Belanda yang kemudian melancarkan serangan besar-
besaran yang dipimpin oleh Jendral Michiels pada 31 Maret 1849. Belanda
menyerang Bali dengan menembakkan meriam-meriamnya.
Pada 7 April 1849, Raja Buleleng dan Patih Jelantik bersama 12 ribu prajurit
berhadapan dengan Jendral Michiels. Karena kalah persenjataan, Bali terdesak dan
mundur sampai Pegunungan Batur Kintamani. Jagaraga akhirnya jatuh ke tangan
Belanda pada 16 April 1849. I Gusti Ketut Jelantik gugur pada serangan di
Karangasem oleh Belanda yang didatangkan dari Lombok dan menyerang hingga ke
Pegunungan Bale Punduk. Gugurnya I Gusti Ketut Jelantik membuat perlawanan
raja-raja Bali mulai mengalami kemunduran. Daerah Bali dapat dengan mudah
dikuasai. Hanya tersisa Bali Selatan yang masih melakukan perlawanan.

5. Perlawanan Pangeran Antasari di Kalimantan (1859 - 1862)


Pangeran Antasari lahir pada tahun 1797 di Banjar. Ayahnya bernama Pangeran
Masohut (Mas’ud). Ayahnya merupakan anak dari Pangeran Amir yang merupakan
anak dari Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah yang gagal naik takhta pada tahun
1785. Ibunya bernama Gusti Hadijah binti Sultan Sulaiman. Semasa muda, Pangeran
Antasari mempunyai nama Gusti Inu Kartapati. Pangeran Antasari memiliki tiga
putra dan delapan putri. Ia memiliki saudara perempuan yang bernama Ratu Antasari
yang menikah dengan Sultan Muda Abdurrahman bin Sultan Adam, tetapi meninggal
setelah melahirkan calon pewaris Kesultanan Banjar yang diberi nama Rakhmatillah,
yang juga meninggal semasa masih bayi.
Penjajahan kolonial Belanda ketika menduduki wilayah Kalimantan tepatnya berada di Banjar.
Strategi yang mereka jalankan dikenal berhak naik takhta adalah Pangeran Hidayat. Sultan Tamjid
tidak disukai oleh rakyat karena terlalu memihak kepada Belanda. dengan nama politik divide et
impera, yang berarti membagi, memecah belah, dan menguasai atau yang dikenal dengan istilah
“politik adu domba”. Hal tersebut bertujuan untuk menguasai kerajaan di Banjar. Pada tahun 1859,
Sultan Tamjid diangkat menjadi Sultan Kerajaan Banjar, padahal yang Belanda sengaja

memberikan dukungannya kepada Sultan Tamjid. Hal ini menunjukkan campur


tangan Belanda sudah sangat meresahkan, bahkan dalam pengangkatan seorang
sultan pun merekalah yang menentukan.
Sebagai salah seorang keturunan Raja Banjarmasin yang dibesarkan di luar istana,
Pangeran Antasari merasa prihatin dengan situasi tersebut. Walaupun ia keluarga
Sultan Banjar, tetapi tidak pernah hidup dalam lingkungan istana. Karena dibesarkan
di tengah-tengah rakyat biasa, Antasari menjadi dekat dengan rakyat, mengenal
perasaan, dan mengetahui penderitaan mereka. Pada waktu itu, kekuasaan kolonial
Belanda sedang berusaha untuk melemahkan Kerajaan Banjar.

Belanda mengadu domba golongan-golongan yang ada di dalam istana sehingga


mereka terpecah-pecah dan bermusuhan. Maka, Antasari pun berinisiatif untuk
mengusir penjajah dari Kerajaan Banjar tanpa kompromi. Pangeran Antasari
berusaha membela hak Pangeran Hidayat, lalu bersekutu dengan kepala-kepala
daerah Hulu Sungai, Martapura, Barito, Pleihari, Kahayan, Kapuas, dan daerah lain.
Mereka semuanya bertekad untuk mengangkat senjata mengusir Belanda dari
Kerajaan Banjar. Sikap anti terhadap Belanda muncul akibat pergantian kekuasaan di
istana yang menimbulkan keresahan di antara rakyat.
Pada 25 April 1859, Perang Banjar terjadi saat Pangeran Antasari beserta dengan
sekitar 6.000 pasukan menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron.
Berawal dari peperangan tersebut, peperangan demi peperangan terjadi di seluruh
wilayah Kerajaan Banjar yang dipimpin oleh Pangeran Antasari yang dibantu dengan
para panglima dan pasukannya. Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di
Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tabalong, Tanah Laut, dan Sungai Barito
sampai ke Puruk Cahu.
Pertempuran yang terjadi antara pasukan Khalifatul Mukminin dengan pasukan
Belanda berlangsung terus di berbagai medan. Pasukan Belanda yang mendapat
bantuan dari Batavia menang dalam persenjataan sehingga berhasil membuat mundur
pasukan Khalifatul Mukminin dan memindahkan pusat benteng pertahanannya di
Muara Teweh.
Pangeran Antasari berhasil mengerahkan tenaga rakyat dan mengobarkan
semangat mereka sehingga Belanda menghadapi kesulitan. Karena hebatnya
perlawanan, maka Belanda membujuk Pangeran Antasari untuk menyerah, tetapi ia
tetap pada pendiriannya. Ini dijelaskan dalam surat yang ditulisnya untuk Letnan
Kolonel Gustave Verspijk di Banjarmasin tanggal 20 Juli 1861, “... dengan tegas
kami terangkan kepada tuan: kami tidak setuju terhadap usul minta ampun dan kami
berjuang terus menuntut hak pusaka (kemerdekaan) ”
Pada 14 Maret 1862, Pangeran Antasari diangkat sebagai pimpinan pemerintahan
tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang gelar
Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin di hadapan para kepala suku Dayak
dan adipati penguasa wilayah Dusun Atas, Kapuas, dan Kahayan, yaitu Tumenggung
Surapati/Tumengung Yang Pati Jaya Raja. Pangeran Antasari juga merupakan
pemimpin Suku Bakumpai, Kutai, Maanya, Murung, Ngaju, Pasir, Siang, Sihong,
dan beberapa suku yang berdiam di kawasan dan pedalaman atau sepanjang Sungai
Barito.
Sebagai salah satu pemimpin rakyat yang penuh dedikasi maupun sebagai sepupu
dari pewaris Kesultanan Banjar, untuk mengukuhkan kedudukannya sebagai
pemimpin perjuangan umat Islam tertinggi di Banjar bagian utara (Muara Teweh dan
sekitarnya), maka pada 14 Maret 1862, bertepatan dengan 13 Ramadan 1278 Hijriah,
dimulai dengan seruan, “Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah.” Seluruh rakyat
Banjar mengangkat Pangeran Antasari menjadi Panembahan Amiruddin Khalifatul
Mukminini, yaitu pemimpin pemerintahan, panglima perang, dan pemuka agama
tertinggi.
Dalam keadaan sangat terjepit, Pangeran Hidayat akhirnya menyerah kepada
Belanda. Kepala-kepala daerah lain pun banyak pula yang menyerah. Pangeran
Antasari tetap melanjutkan perjuangan. Baginya, pantang untuk berdamai dengan
Belanda, apalagi menyerah. Ia terus melanjutkan perjuangannya dengan berperang di
kawasan Kalimantan Selatan dan Tengah. Pada Oktober 1862, suatu serangan besar-
besaran telah direncanakan.
Pasukan telah disiapkan, wabah penyakit cacar menyerang dan melemahkan
pasukan ini beserta Antasari juga terkena wabah tersebut. Pangeran Antasari
meninggal dunia pada 11 Oktober 1862 di Tanah Kampung Bayan Begok,
Sampirang. Perjuangannya dilanjutkan oleh putranya yang bernama Muhammad
Seman.

6. Perlawanan Teuku Umar di Aceh (1873-1899)


Teuku Umar dilahirkan di Meulaboh, Aceh Barat, pada tahun 1854. Ia anak
seorang uleebalang (hulubalang) bernama Teuku Achmad Mahmud dari
perkawinannya dengan adik perempuan Raja Meulaboh. Umar mempunyai dua orang
saudara perempuan dan tiga saudara laki-laki.
Nenek moyang Umar adalah Datuk Makhudum Sati yang berasal dari
Minangkabau. Dia merupakan keturunan dari Laksamana Muda Nanta yang
merupakan perwakilan Kesultanan Aceh pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar
Muda di Pariaman. Salah seorang keturunan Datuk Makhudum Sati pernah berjasa
terhadap Sultan Aceh, yang pada waktu itu terancam oleh seorang Panglima Sagi
yang ingin merebut kekuasaannya. Berkat jasanya tersebut, orang itu diangkat
menjadi Uleebalang VI Mukim dengan gelar Teuku Nan Ranceh. Teuku Nan Ranceh
mempunyai dua orang putra, yaitu Teuku Nanta Setia dan Teuku Ahmad Mahmud.
Sepeninggal Teuku Nan Ranceh, Teuku Nanta Setia menggantikan kedudukan
ayahnya sebagai Uleebalang VI Mukim. la mempunyai anak perempuan bernama Cut
Nyak Dhien.
Teuku Umar dari kecil dikenal sebagai anak yang cerdas, pemberani, dan kadang
suka berkelahi dengan teman-teman sebayanya. Ia juga memiliki sifat yang keras dan
pantang menyerah dalam menghadapi segala persoalan. Teuku Umar tidak pernah
mendapatkan pendidikan formal. Meski demikian, ia mampu menjadi seorang
pemimpin yang kuat, cerdas, dan pemberani.
Ketika Perang Aceh meletus pada 1873, Teuku Umar ikut serta berjuang bersama
pejuang-pejuang Aceh lainnya. Ketika itu, umurnya baru menginjak 19 tahun.
Mulanya ia berjuang di kampungnya sendiri, kemudian dilanjutkan ke Aceh Barat.
Pada umur yang masih muda ini, Teuku Umar sudah diangkat sebagai keuchik
gampong (kepala desa) di daerah Daya Meulaboh.
Pada usia 20 tahun, Teuku Umar menikah dengan Nyak Sofiah, anak Uleebalang
Glumpang. Untuk meningkatkan derajat dirinya, Teuku Umar kemudian menikah
lagi dengan Nyak Malighai, putri dari Panglima Sagi XXV Mukim. Pada tahun 1880,
Teuku Umar menikahi janda Cut Nyak Dhien, putri pamannya, Teuku Nanta Setia.
Suami Cut Nya Dien, yaitu Teuku Ibrahim Lamnga meninggal dunia pada Juni 1878
dalam peperangan melawan Belanda di Gle Tarun. Keduanya kemudian berjuang
bersama melancarkan serangan terhadap pos-pos Belanda.
Teuku Umar kemudian mencari strategi untuk mendapatkan senjata dari pihak
Belanda. Akhirnya, Teuku Umar berpura-pura menjadi antek Belanda. Belanda
berdamai dengan pasukan Teuku Umar pada tahun 1883. Gubernur Van Teijn pada
saat itu juga bermaksud memanfaatkan Teuku Umar sebagai cara untuk merebut hati
rakyat Aceh.
Teuku Umar kemudian masuk dinas militer. Ketika bergabung dengan Belanda,
Teuku Umar menundukkan pos-pos pertahanan Aceh. Hal tersebut dilakukan Teuku
Umar secara pura-pura untuk mengelabuhi Belanda agar Teuku Umar diberi peran
yang lebih besar. Taktik tersebut berhasil. Sebagai kompensasi atas keberhasilannya
itu, permintaan Teuku Umar untuk menambah 17 orang panglima dan 120 orang
prajurit, termasuk seorang Pang Laot (Panglima Laut) sebagai tangan kanannya,
dikabulkan.
Tahun 1884, Kapal Inggris “Nicero” terdampar. Kapten dan awak kapalnya
disandera oleh Raja Teunom. Raja Teunom menuntut tebusan senilai 10 ribu dolar
tunai. Oleh pemerintah kolonial Belanda, Teuku Umar ditugaskan untuk
membebaskan kapal tersebut, karena kejadian tersebut telah mengakibatkan
ketegangan antara Inggris dengan Belanda.

Teuku Umar menyatakan bahwa merebut kembali Kapal “Nicero” merupakan


pekerjaan yang berat. Sebab, tentara Raja Teunom sangat kuat, sehingga Inggris
sendiri tidak dapat merebutnya kembali. Namun, ia sanggup merebut kembali asal
diberi logistik dan senjata yang banyak sehingga dapat bertahan dalam jangka waktu
74 yang lama. Dengan perbekalan perang yang cukup banyak, Teuku Umar
berangkat dengan Kapal “Bengkulen” ke Aceh Barat dengan membawa 32 orang
tentara Belanda dan beberapa panglimanya.
Tidak lama, Belanda dikejutkan berita yang menyatakan bahwa semua tentara
Belanda yang ikut dibunuh di tengah laut. Seluruh senjata dan perlengkapan perang
lainnya dirampas. Sejak itu, Teuku Umar kembali memihak pejuang Aceh untuk
melawan Belanda. Teuku Umar juga menyarankan Raja Teunom agar tidak
mengurangi tuntutannya.
Teuku Umar membagikan senjata hasil rampasan kepada tentara Aceh dan
memimpin kembali perlawanan rakyat. Teuku Umar juga berhasil merebut kembali
daerah 6 Mukim dari tangan Belanda. Nanta Setia, Cut Nyak Dhien, dan Teuku
Umar kembali ke daerah 6 Mukim dan tinggal di Lampisang, Aceh Besar, yang juga
menjadi markas tentara Aceh.
Dua tahun setelah insiden Nicero, pada 15 Juni 1886 merapatlah ke Bandar
Rigaih Kapal “Hok Canton” yang dinakhodai pelaut Denmark bernama Kapten
Hansen, dengan maksud menukarkan senjata dengan lada. Hansen bermaksud
menjebak Umar untuk naik ke kapalnya, menculiknya, dan membawa lari lada yang
bakal dimuat ke Pelabuhan Ulee Lheu dan diserahkan kepada Belanda yang telah
menjanjikan imbalan sebesar $ 25 ribu untuk kepala Teuku Umar.
Umar curiga dengan syarat yang diajukan Hansen dan mengirim utusan. Hansen
berkeras Umar harus datang sendiri. Teuku Umar lalu mengatur siasat. Pagi dini hari,
salah seorang panglima bersama 40 orang prajuritnya menyusup ke kapal. Hansen
tidak tahu kalau dirinya sudah dikepung. Paginya, Teuku Umar datang dan menuntut
pelunasan lada sebanyak $ 5 ribu. Namun, Hansen ingkar janji dan memerintahkan
anak buahnya menangkap Umar.
Teuku Umar sudah siap dan memberi isyarat kepada anak buahnya. Hansen
berhasil dilumpuhkan dan tertembak ketika berusaha melarikan diri. Nyonya Hansen
dan John Fay ditahan sebagai sandera, sedangkan awak kapal dilepas. Belanda sangat
marah karena rencananya gagal. Perang pun berlanjut. Pada tahun 1891, Teungku
Chik Di Tiro dan Teuku Panglima Polem VIII Raja Kuala (ayah dari Teuku Panglima
Polem IX Muhammad Daud) gugur dalam pertempuran. Belanda sebenarnya pun
sangat kesulitan karena biaya perang terlalu besar dan lama.
Teuku Umar sendiri merasa perang ini sangat menyengsarakan rakyat. Rakyat
tidak bisa bekerja sebagaimana biasanya, petani tidak dapat lagi mengerjakan sawah
ladangnya. Teuku Umar pun mengubah taktik dengan cara menyerahkan diri kembali
kepada Belanda. September 1893, Teuku Umar menyerahkan diri kepada Gubernur
Deykerhooff di Kutaraja bersama 13 orang panglima bawahannya setelah mendapat
jaminan keselamatan dan pengampunan. Teuku Umar dihadiahi gelar “Teuku Johan
Pahlawan Panglima Besar Nederland”.
Istrinya, Cut Nyak Dhien, sempat bingung, malu, dan marah atas keputusan
suaminya itu. Umar suka menghindar apabila terjadi percekcokan. Teuku Umar
menunjukkan kesetiaannya kepada Belanda dengan sangat meyakinkan. Setiap
pejabat yang datang ke rumahnya selalu disambut dengan menyenangkan. Ia selalu
memenuhi setiap panggilan dari gubernur Belanda di Kutaraja dan memberikan
laporan yang memuaskan sehingga ia mendapat kepercayaan yang besar dari
gubernur Belanda.

Kepercayaan itu dimanfaatkan dengan baik demi kepentingan perjuangan rakyat


Aceh selanjutnya. Sebagai contoh, dalam peperangan, Teuku Umar hanya melakukan
perang pura-pura dan hanya memerangi Uleebalang yang memeras rakyat (misalnya
Teuku Mat Amin). Pasukannya disebarkan bukan untuk mengejar musuh, melainkan
untuk menghubungi para pemimpin pejuang Aceh dan menyampaikan pesan rahasia.
Pada suatu hari di Lampisang, Teuku Umar mengadakan pertemuan rahasia yang
dihadiri para pemimpin pejuang Aceh untuk membicarakan rencana Teuku Umar
untuk kembali memihak Aceh dengan membawa lari semua senjata dan
perlengkapan perang milik Belanda yang dikuasainya. Cut Nyak Dhien pun sadar
bahwa selama ini suaminya telah bersandiwara di hadapan Belanda untuk
mendapatkan keuntungan demi perjuangan Aceh. Bahkan, gaji yang diberikan
Belanda secara diam-diam dikirim kepada para pemimpin pejuang untuk membiayai
perjuangan. Pada 30 Maret 1896, Teuku Umar keluar dari dinas militer Belanda
dengan membawa pasukannya beserta 800 pucuk senjata, 25.000 butir peluru, 500
kilogram amunisi, dan uang 18.000 dolar.
Berita larinya Teuku Umar menggemparkan pemerintah kolonial Belanda.
Gubernur Deykerhooff dipecat dan digantikan oleh Jenderal Vetter. Tentara baru
segera didatangkan dari Pulau Jawa. Vetter mengajukan ultimatum kepada Umar
untuk menyerahkan kembali semua senjata kepada Belanda. Umar tidak mau
memenuhi tuntutan itu. Maka, pada 26 April 1896, Teuku Johan Pahlawan dipecat
sebagai Uleebalang Leupung dan Panglima Perang Besar Gubernemen Hindia
Belanda.
Teuku Umar mengajak uleebalang-uleebalang yang lain untuk memerangi
Belanda. Seluruh komando perang Aceh mulai tahun 1896 berada di bawah pimpinan
Teuku Umar. la dibantu oleh istrinya, Cut Nyak Dhien, dan Panglima Pang Laot serta
mendapat dukungan dari Teuku Panglima Polem Muhammad Daud. Pertama kali
dalam sejarah Perang Aceh, tentara Aceh dipegang oleh satu komando.

Pada Februari 1898, Teuku Umar tiba di wilayah VII Mukim Pidie bersama
seluruh kekuatan pasukannya lalu bergabung dengan Panglima Polem. Pada 1 April
1898, Teuku Panglima Polem bersama Teuku Umar dan para Uleebalang serta para
ulama terkemuka lainnya menyatakan sumpah setianya kepada Raja Aceh Sultan
Muhammad Daud Syah. Pada Februari 1899, Jenderal Van Heutsz mendapat laporan
dari mata-matanya mengenai kedatangan Teuku Umar di Meulaboh dan segera
menempatkan sejumlah pasukan yang cukup kuat di perbatasan Meulaboh. Malam
menjelang 11 Februari 1899, Teuku Umar bersama pasukannya tiba di pinggiran
Kota Meulaboh. Pasukan Aceh terkejut ketika pasukan Van Heutsz mencegat. Posisi
pasukan Umar tidak menguntungkan dan tidak mungkin mundur. Satu-satunya jalan
untuk menyelamatkan pasukannya adalah bertempur.
Dalam pertempuran itu, Teuku Umar gugur terkena peluru musuh yang
menembus dadanya. Jenazahnya dimakamkan di Mesjid Kampung Mugo di Hulu
Sungai Meulaboh. Mendengar berita kematian suaminya, Cut Nyak Dhien sangat
bersedih. Namun, itu bukan berarti perjuangan telah berakhir. Dengan gugurnya
suaminya tersebut, Cut Nyak Dhien bertekad untuk meneruskan perjuangan rakyat
Aceh melawan Belanda. Ia pun mengambil alih pimpinan perlawanan pejuang Aceh.
7. Perlawanan Sisingamangaraja (1878 - 1907)
Sisingamangaraja XII (lahir di Bakara, 18 Februari 1845, meninggal di Dairi, 17
Juni 1907 pada umur 62 tahun) adalah seorang raja di Negeri Toba, Sumatra Utara
dan pejuang yang berperang melawan Belanda. Sebelumnya, ia dimakamkan di
Tarutung Tapanuli Utara, lalu dipindahkan ke Soposurung, Balige pada tahun 1953.

Nama kecil Sisingamangaraja XII adalah Patuan Bosar, yang kemudian digelari
Ompu Pulo Batu. Ia juga dikenal dengan Patuan Bosar Ompu Pulo Batu. Ia naik
takhta pada tahun 1876 untuk menggantikan ayahnya, Sisingamangaraja XI yang
bernama Ompu Sohahuaon. Selain itu, ia juga disebut juga sebagai Raja Imam.
Penobatan Sisingamangaraja XII sebagai maharaja di Negeri Toba bersamaan
dengan dimulainya open door policy (politik pintu terbuka) Belanda dalam
mengamankan modal asing yang beroperasi di Hindia Belanda. Ia tidak mau
menandatangani Korte Verklaring (perjanjian pendek) di Sumatra, terutama
Kesultanan Aceh dan Toba karena kerajaan ini membuka hubungan dagang dengan
negara-negara Eropa lainnya. Di sisi lain, Belanda sendiri berusaha untuk
menanamkan monopolinya atas kerajaan tersebut. Politik yang berbeda ini
mendorong situasi selanjutnya untuk melahirkan Perang Tapanuli yang
berkepanjangan hingga puluhan tahun.
Sisingamangaraja adalah keturunan seorang pejabat yang ditunjuk oleh Raja
Pagaruyung yang sangat berkuasa ketika itu, yang datang berkeliling Sumatra Utara
untuk menempatkan pejabat-pejabatnya. Dalam sepucuk surat kepada Marsden
bertahun 1820, Raffles menulis bahwa para pemimpin Batak menjelaskan kepadanya
mengenai Sisingamangaraja yang merupakan keturunan Minangkabau dan bahwa di
Silindung terdapat sebuah arca batu berbentuk manusia sangat kuno yang diduga
dibawa dari Pagaruyung. Sampai awal abad ke-20, Sisingamangaraja masih
mengirimkan upeti secara teratur kepada pemimpin Minangkabau melalui
perantaraan Tuanku Barus yang bertugas menyampaikannya kepada pemimpin
Pagaruyung.
Tahun 1877, para misionaris di Silindung dan Bahal Batu meminta bantuan
kepada pemerintah kolonial Belanda dari ancaman diusir oleh Singamangaraja XII.
Kemudian, pemerintah Belanda dan para penginjil sepakat untuk tidak hanya
menyerang markas Sisingamangaraja XII di Bakara, tetapi sekaligus menaklukkan
seluruh Toba.
Pada 6 Februari 1878, pasukan Belanda sampai di Pearaja, tempat kediaman
penginjil Ingwer Ludwig Nommensen. Kemudian, beserta penginjil Nommensen dan
Simoneit sebagai penerjemah, pasukan Belanda terus menuju ke Bahal Batu untuk
menyusun benteng pertahanan. Namun, kehadiran tentara kolonial ini telah
memprovokasi Sisingamangaraja XII yang kemudian mengumumkan pulas (perang)
pada 16 Februari 1878 dan penyerangan ke pos Belanda di Bahal Batu mulai
dilakukan.
Pada 14 Maret 1878, datang Residen Boyle bersama tambahan pasukan yang
dipimpin oleh Kolonel Engels sebanyak 250 orang tentara dari Sibolga. Pada 1 Mei
1878, Bakkara, pusat pemerintahan Sisingamangaraja diserang pasukan kolonial dan
pada 3 Mei 1878, seluruh Bakkara dapat ditaklukkan. Namun, Sisingamangaraja XII
beserta pengikutnya dapat menyelamatkan diri dan terpaksa keluar mengungsi.
Sementara para raja yang tertinggal di Bakara dipaksa Belanda untuk bersumpah
setia dan kawasan tersebut dinyatakan berada dalam kedaulatan pemerintah Hindia
Belanda.
Walaupun Bakara telah ditaklukkan, Sisingamangaraja XII terus melakukan
perlawanan secara gerilya. Namun, sampai akhir Desember 1878, beberapa kawasan
seperti Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, serta Gurgur juga dapat
ditaklukkan oleh pasukan kolonial Belanda. Di antara tahun 1883-1884,
Sisingamangaraja XII berhasil melakukan konsolidasi pasukannya. Kemudian,
bersama pasukan bantuan dari Aceh, secara ofensif menyerang kedudukan Belanda,
di antaranya Uluan dan Balige pada Mei 1883 serta Tangga Batu pada tahun 1884.

Sisingamangaraja XII meninggal pada 17 Juni 1907 dalam sebuah pertempuran dengan
Belanda di pinggir Bukit Lae Sibulbulen, di suatu desa yang bernama Si Ennem Kodn, di
perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang sekarang. Sebuah peluru
menembus dadanya akibat tembakan pasukan Belanda yang dipimpin Kapten Hans Christoffel.
Menjelang napas terakhir, ia tetap berucap, “Ahu (aku) … Sisingamangaraja.”
Turut gugur pada waktu itu dua putranya, Patuan Nagari dan Patuan Anggi, serta putrinya,
Lopian. Sementara itu, keluarganya yang tersisa ditawan di Tarutung. Sisingamangaraja XII
sendiri kemudian dikebumikan Belanda secara militer pada 22 Juni 1907 di Silindung setelah
sebelumnya mayatnya diarak dan dipertontonkan kepada masyarakat Toba. Makamnya kemudian
dipindahkan ke Makam Pahlawan Nasional di Soposurung, Balige sejak 14 Juni 1953.

I. Konflik Inggris Dengan Belanda Memperebutkan Pulau Jawa


Pada bulan Mei 1811 Daendels dipanggil Kaisar Napoleon untuk kembali ke Belanda.
Kedatangan gubernur jenderal yang baru pengganti Daendels membawa angin segar bagi raja-raja
Jawa. Karakter gubernur jenderal yang baru ini berbanding terbalik dengan Daendels sehingga
cepat mendapatkan simpati di lingkungan yang dipimpinnya. Jan Willem Janssens memang
mempunyai karakter yang jujur, kebapakan, dan sabar.
Janssens memerintah sejak tanggal 6 Mei 1811 dan tidak lagi memusatkan perhatian kepada
raja-raja Jawa tetapi pada mempersiapkan strategi dan infrastruktur pertahanan Jawa dalam
rangka menghadapi invansi pasukan Inggris yang sudah semakin dekat.
Karena hubungan yang baik dengan raja-raja Jawa Janssens meminta bantuan militer kepada raja-
raja Jawa, termasuk juga Kesultanan Yogyakarta. Selain bantuan militer Janssens tidak meminta
bantuan dalam bentuk apa pun. Sikap Janssens ini dipertahankan sampai ia menandatangani
Kapitulasi Tuntang pada 18 September 1811 dan menyerahkan wilayah koloni Jawa kepada
Inggris.
Untuk menghadapi Belanda di Jawa, Inggris sudah bersiap di Malaka dengan kekuatan 12.000
serdadu terlatih yang didatangkan langsung dari resimen-resimen garis depan, batalion-batalion
Sepoy Benggala dan pasukan artileri berkuda dari Madras.

Inggris di bawah komando Raffles berkirim surat kepada raja-raja Jawa yang isinya Inggris
siap membantu mereka untuk mengakhiri segala sesuatu yang berkaitan antara raja-raja Jawa
dengan rezim Perancis-Belanda. Bukan itu saja, Raffles juga berkirim surat kepada Sultan Sepuh
dan berjanji akan memulihkan martabatnya dan mengembalikan kekuasaannya sebagai raja. Para
raja Jawa itu juga diminta membatalkan atau tidak membuat perjanjian apa pun dengan rezim
Belanda dan menunggu saja kedatangan Inggris. Dengan janji Raffles itu seakan-akan Inggris
berbeda dengan Belanda yang kejam dan serakah. Dengan adanya surat itu pupus sudah harapan
Rezim Belanda di bawah kekuasaan Janssens untuk meminta bantuan raja-raja Jawa, walaupun
hanya berupa tentara untuk melawan Inggris.
Untuk menghadapi tentara Inggris, rezim Belanda menyiapkan 17.774 tentara warisan
Daendels. Tentara sejumlah itu merupakan jerih payah Daendels untuk mengorganisasi
pertahanan militer yang semula hanya berjumlah 7.000 tentara. Pada 3 Agustus 1811 tentara
Inggris yang dipimpin oleh Kolonel (kelak Mayor Jenderal Sir) Samuel Gibbs melakukan
pendaratan besar-besaran. Sejumlah kapal dikerahkan untuk menggempur rezim Belanda di Jawa.
Ada 81 kapal baik kapal angkut maupun kapal perang mendarat di pantai Batavia, di Cilincing,
dan pada 8 Agustus 1811 Kota Tua (Batavia) berhasil direbut Raffles.
Janssens berusaha mempertahankan kekuasaannya bersama dengan tentaranya di Meester
Cornelis (sekarang Jatinegara), akan tetapi gelombang tentara Inggris yang dahsyat tidak dapat
dibendung Janssens. Dalam pertempuran itu, tentara Belanda dibuat berantakan sehingga 50
persen serdadu Eropa dan Ambon tewas. Tentara bantuan dari Jawa dan Madura juga 80 persen
tewas.

Pertempuran tidak seimbang itu kelak diabadikan di daerah sekitar Jatinegara sebagai nama
daerah Rawabangke atau Rawaangke tempat di mana para korban pertempuran mati di rawa-rawa
secara bertumpuk-tumpuk.
Meester Cornelis (Jatinegara) jatuh pada 26 Agustus 1811 dan mengakibatkan 500 serdadu
korban tewas di pihak Inggris. Janssens kemudian memindahkan pusat pertahanan dan
pemerintahan ke Semarang. Di sana ia menyusun lagi kekuatan militernya. Tetapi karena ia sudah
banyak kehilangan tentara di Meester Cornelis (Jatinegara), maka gempuran Inggris yang
mendaratkan pasukannya pada 12 September 1811 sebanyak 1.600 yang dikomandani Kolonel
Samuel Gibbs membuat Janssens tidak berdaya.
Akhirnya, empat hari setelah pendaratan tentara Inggris di Semarang, tepatnya di Jatingaleh
dekat Srondol di daratan tinggi Semarang, Janssens dan sekutu-sekutu Jawanya (prajurit
Kesunanan dan Mangkunegaran) dapat dikalahkan dengan telak, karena sebagian besar dari
tentara campuran itu melarikan diri. Tapi Janssens tidak begitu mudah menyerah. Ia mundur ke
Salatiga untuk kembali menyusun kekuatan kembali. Ketika tentara Inggris mendarat di Semarang
Pangeran Notokusumo dan putranya disuruh Raffles pergi ke Surabaya dan berada di sana.
Tentara Inggris yang beringas itu terus merangsek ke depan menghancurkan sisa- sisa tentara
Belanda. Akhirnya pada 18 September 1811 di atas Jembatan Kali Tuntang Janssens dengan
terpaksa menandatangani surat pernyataan menyerah. Isi perjanjian Tuntang yaitu:
1. Jawa dan semua pangkalannya (Madura, Palembang, Makassar, dan Sunda Kecil) diserahkan
kepada Inggris.
2. Militer-militer Belanda menjadi tawanan Inggris.
3. Pegawai-pegawai sipil yang ingin bekerja, dapat bekerja terus dalam pemerintahan Inggris.
Engelhard tetap menjadi minister walaupun dia orang Belanda.
Setelah Janssens menyerah, pemerintahan Raffles mengambil kebijakan bahwa semua pejabat
sipil dalam pemerintahan Prancis-Belanda diizinkan untuk terus bekerja demi melayani
pemerintahan yang baru, yakni Inggris. Dari orang-orang inilah agaknya Raffles mendapatkan
informasi bahwa Sultan Sepuh adalah raja Jawa yang suka membangkang terhadap kekuasaan
asing di Jawa.

J. Tanam Paksa Dan Politik Pintu Terbuka


Pada masa Van den Bosch (1830-1870) sebagai gubernur jenderal yang baru diberi tugas
menyelamatkan keuangan Negeri Belanda. Untuk tugas itu, Van den Bosch menerapkan
kebijakan sebagai berikut. Bosch menghapus sistem sewa tanah peninggalan Raffles dan
menggantinya dengan sistem yang disebut cultuurstelsel. Secara harfiah, cultuurstelsel berarti
sistem budaya. Oleh bangsa Indonesia, sistem itu disebut Tanam Paksa atau TP, karena dalam
praktiknya rakyat dipaksa menanam tanaman ekspor seperti kopi, tarum (nila), tebu, tembakau,
kayu manis, dan kapas.
Kebijakan tanam paksa adalah sebagai berikut. 1) Mewajibkan setiap desa menyisakan 20
persen tanah untuk ditanami kopi, tebu, dan nila. Hasilnya dijual kepada pemerintah dengan harga
yang sudah ditentukan. Tanah yang digunakan untuk tanam paksa bebas dari pajak. 2) Rakyat
yang tidak memiliki tanah pertanian wajib mengerjakan tanah pertanian milik pemerintah selama
66 hari. 3) Waktu mengerjakan tanaman tidak boleh melebihi waktu tanam padi, yakni tiga bulan.
4) Kelebihan hasil produksi akan dikembalikan kepada rakyat. 5) Kerugian tanaman akibat
bencana alam atau serangan hama sehingga gagal panen akan ditanggung oleh pemerintah. 6)
Pengawasan dalam penggarapan tanam paksa dilakukan oleh para kepala desa.
Dalam pelaksanaannya, ternyata tanam paksa berbeda jauh dari konsep awalnya, yaitu sebagai
berikut. 1) Tanah milik petani digunakan seluruhnya untuk tanam paksa. 2) Tanah yang
digunakan tanam pajak tetap dikenakan pajak. 3) Warga yang tidak mempunyai tanah tetap
bekerja di tanah pertanian pemerintahan selama satu tahun penuh.

Bagi pemerintah Hindia Belanda, sistem TP berhasil dengan luar biasa. Kas Belanda menjadi
surplus sehingga Bosch dipuja-puja sebagai tokoh yang memakmurkan dan menyejahterakan
Negeri Belanda. Atas “jasanya” itu, Bosch diberi gelar bangsawan de Graaf. Gelar ini diberikan
untuk orang-orang yang berjasa kepada negara. Namun demikian, Sistem TP banyak mendapat
kritik dari berbagai pihak, termasuk orang-orang Belanda sendiri karena dianggap lebih kejam
dari zaman VOC.
Salah satu pengkritik yang paling keras adalah Eduard Douwes Dekker. Kritiknya ditulis
dalam sebuah buku (novel) berjudul Max Havelaar dengan menggunakan nama samaran
Multatuli. Isi buku (novel) itu menjelaskan kisah petani yang menderita karena kebijakan
sewenang-wenang Belanda dan bertentangan dengan moral Eropa saat itu yang menjunjung tinggi
semangat Revolusi Perancis: kesamaan, kebebasan, dan persaudaraan. Sistem TP kemudian
dihapus pada tahun 1870 setelah dikeluarkan Undang-undang Agraria dan Undang-undang Gula.
Tujuan dikeluarkan Undang-undang Agraria adalah sebagai berikut. 1) Melindungi hak milik
petani dari penguasa dan modal asing. Hal ini reaksi dari pemerintah Belanda yang mengambil
alih tanah rakyat dalam TP. 2) Pemodal asing dapat menyewa tanah rakyat seperti halnya di
Inggris, Amerika, Jepang, dan Cina. 3) Membuka kesempatan rakyat untuk bekerja menjadi buruh
perkebunan.
Sementara itu, Undang-undang Gula memberi kesempatan kepada para pengusaha gula untuk
mengambil alih pabrik gula milik pemerintah Belanda. Penerapan kedua undang-undang itu
melatarbelakangi para pengusaha swasta untuk menanamkan modalnya di Indonesia sehingga era
liberalisasi ekonomi dimulai di Indonesia.
Politik Pintu Terbuka (1870-1900) 28 Tahun 1850, partai liberal di Belanda memenangkan
pemilu sehingga partai ini menjalankan pemerintahan. Perkembangan liberalisme di Belanda
dipicu oleh semangat Revolusi Perancis dan revolusi industri Inggris. Dampak dari kemenangan
partai liberal adalah diterapkannya sistem ekonomi liberal, termasuk di negeri jajahan
(Indonesia). Karena tergantung kepada modal individu dan swasta untuk menggerakkan
perekonomian, maka sistem ini disebut sistem kapitalisme.
1) Penerapan Sistem Pintu Terbuka.
Di Indonesia, sistem ekonomi liberal diwujudkan dalam bentuk kebijakan pintu terbuka. Hal
tersebut sesuai dengan maksud utama kebijakan ini, yaitu membuka ruang (pintu) seluas-luasnya
bagi swasta untuk melakukan kegiatan ekonomi. Kebijakan ini berhasil menarik minat banyak
pengusaha, baik dari asing maupun dari etnis Tionghoa untuk menanamkan modalnya secara
besar- besaran. Tidak hanya dalam bidang perkebunan, tetapi juga pertambangan. Berikut ini
contoh perkebunan milik swasta asing yang ada di Indonesia.
1. Perkebunan tembakau di Deli (Sumatra Utara), Kedu, Klaten, dan lain-lain.
2. Perkebunan tebu di Cirebon dan Semarang
. 3. Perkebunan kina di Jawa Barat.
4. Perkebunan karet di Palembang dan Sumatra Timur.
5. Perkebunan kelapa sawit di Sumatra Utara.
6. Perkebunan teh di Jawa Barat.
7. Bersamaan dengan itu, para pengusaha juga mendirikan pabrik teh, tembakau, gula, rokok,
dan pabrik cokelat. Sementara itu, pertambangan berkembang di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan.
Batubara di Sumatra Barat dan Selatan, sedangkan timah di Pulau Bangka.
2) Dampak Kebijakan Pintu Terbuka.
dampak dari Kebijakan Pintu terbuka? Bagi Belanda dan penguasa asing berdampak pada
peningkatan kesejahteraan mereka, sedangkan bagi rakyat berdampak pada kesengsaraan dan
penderitaan. Kebijakan ini menjadi tempat 29 eksploitasi baru yang tidak berbeda dengan TP.
Eksploitasi tersebut adalah eksploitasi manusia dan eksploitasi agraria.
1. Eksploitasi Manusia.
Eksploitasi manusia ialah pengerahan tenaga manusia yang diwarnai tipu daya dan paksaan,
ketidakadilan, serta kesewenang-wenangan yang mereka alami di perkebunan. Contohnya adanya
hukuman cambuk terhadap para kuli yang melakukan pelanggaran selama bekerja di perkebunan
tembakau di Deli, Sumatra. Bagi yang melarikan diri mendapat hukuman denda, disekap, kerja
tanpa upah, bahkan dibunuh. Kebijakan ini juga ditandai dengan pengiriman secara besar-besaran
dan secara paksa tenaga kerja dari Jawa untuk dipekerjakan di perkebunan perkebunan
Belanda di tanah jajahannya yang lain seperti di Suriname dan Guyana. Sekitar tahun 1890-an,
orang Jawa dari Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dikirim ke Suriname mencapai 32.965 orang.
Setelah kemerdekaan, mereka hanya sebagian kecil yang kembali ke Indonesia. Perhitungan
tahun 1972 sebanyak 57.688 keturunan Jawa berada di Suriname dan pada tahun 2004 berjumlah
71.879.
2. Eksploitasi Agraria.
Eksploitasi agraria tampak dalam bentuk penggunaan lahan-lahan produktif yang sedang
dikerjakan rakyat maupun lahan-lahan kosong yang masih berupa hutan untuk dijadikan
perkebunan serta areal pertambangan. Pemanfaatan lahan produktif umumnya di Jawa, sedangkan
perkebunan di Sumatra, dengan menggunakan lahan-lahan yang masih kosong. Ada beberapa
dampak negatif dari kebijakan pintu terbuka bagi masyarakat Jawa, yakni sebagai berikut. 3. Para
priayi dan birokrat kesultanan menyewakan tanah lungguhnya kepada para pengusaha
perkebunan swasta asing karena lebih menguntungkan daripada disewakan kepada para petani
penggarap. 4. Di lahan-lahan perkebunan tenaga kerjanya dari rakyat 30 Jawa dan sistem
pengupahannya tidak adil karena sangat murah.
5. Sebagian dari rakyat Jawa dikirim ke Suriname untuk bekerja di perkebunan Belanda. 6. Para
bupati di 18 wilayah keresidenan di Jawa ikut menyewakan sebagian tanahnya kepada
pengusaha perkebunan asing dan memaksa rakyat di 18 keresidenan tersebut bekerja
diperkebunan-
perkebunan tersebut. 7. Reaksi Terhadap Kebijakan Pintu Terbuka. Kebijakan tersebut sebagai
tempat untuk mengeksploitasi rakyat sehingga Belanda semakin makmur. Hal ini membuat kaum
humanis bersuara lantang. Sudah berabad-abad rakyat menderita demi kemakmuran Belanda
sehingga sudah sepantasnya Belanda membalas budi dengan memajukan bangsa Indonesia,
bukannya menyengsarakannya. Itulah gagasan dasar yang mendorong lahirnya politik etis. Salah
satu penggagas munculnya politik etis adalah Van Deventer. Menurutnya, pemerintah Belanda
harus melakukan sesuatu demi kesejahteraan kaum pribumi.

K. Politik Etis
Kebijakan politik etis menyangkut dua bidang, yakni politik dan ekonomi. Dalam bidang
politik adalah diberlakukannya kebijakan desentralisasi, yaitu memberikan ruang, peran, serta
Salam Historia Dari orang-orang Belanda ternyata ada yang peduli terhadap penderitaan rakyat,
yakni Eduard Douwes Dekker (Multatuli). Dialah yang menghentikan praktek jahat Tanam Paksa
karena karya novelnya yang berjudul “Akulah yang Menderita” atau Max Havelaar. Sikap kritis
terhadap pemerintah Belanda rupanya menurun pada cucunya yang bernama Ernest Francois
Eugene Dekker alias Ernest Douwes Dekker (Danudirja Setyabudi), pendiri Indische Partij yang
tergabung dalam kelompok tiga serangkai bersama Ki Hadjar Dewantara dan Cipto
Mangunkusuma. kesempatan bagi orang-orang Indonesia untuk memikirkan nasib dan masa
depannya sendiri dengan melibatkan mereka di dewan-dewan lokal, yaitu sebuah dewan rakyat
(masuk dalam pemerintahan) yang dikenal dengan Volksraad (Dewan Rakyat). Dewan ini
semacam Dewan Perwakilan Rakyat. Melalui dewan ini, aspirasi rakyat disalurkan melalui wakil-
wakilnya yang duduk di dewan ini.

1) Rencana Politik Etis.


Dalam bidang ekonomi diberlakukan Trias van Deventer, yaitu: 1. Irigasi (pengairan) yaitu
membangun dan memperbaiki pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian. 2. Migrasi
yaitu mengajak rakyat untuk bertransmigrasi sehingga terjadi keseimbangan jumlah penduduk. 3.
Edukasi yaitu menyelenggarakan pendidikan dengan memperluas bidang pengajaran dan
pendidikan.
2) Penyimpangan Politik Etis.
Sekilas gagasan van Deventer sangat mulia, tetapi pada kenyataanya tidak seindah gagasannya.
Penyimpangan tersebut antara lain sebagai berikut. 1. Irigasi. Perairan hanya dialirkan kepada
tanah-tanah perkebunan swasta, bukan tanah-tanah pertanian rakyat. 2. Migrasi. Rakyat yang
diberangkatkan ke luar Pulau Jawa ternyata hanya untuk bekerja di perkebunan milik pengusaha
Belanda dan asing. Rakyat yang ikut program ini dijadikan kuli kontrak seperti di Lampung dan
Sumatra Utara. Karena tidak sesuai dengan tujuan awal, banyak rakyat melarikan diri dan kembali
ke daerah asal. Bagi yang melarikan diri dan tertangkap akan diberi hukuman dan dikembalikan
untuk bekerja lagi. 3. Edukasi. Pengajaran hanya untuk anak-anak pegawai
berhitung sampai kelas 2 dengan pengantar bahasa Melayu. Politik etis dalam bidang pengajaran
juga tidak mengakomodasi orang asing seperti Cina dan Arab. Untuk itu, orang Cina mendirikan
pendidikan Tiong Hoa Hak Tong dan Arab mendirikan madrasah. Pelaksanaan pendidikan yang
tidak merata mendorong munculnya sekolah nonpemerintah seperti Taman Siswa, Perguruan
Muhammadiyah, dan pendidikan kaum perempuan yang digagas
R.A. Kartini.
3) Dampak Politik Etis.
Terlepas dari segala penyimpangan, ternyata politik etis membawa efek positif bagi pendidikan di
Indonesia. Salah satu orang dari kelompok etis yang bernama Mr. Abendanon (sahabat R.A.
Kartini) berjasa mendirikan sekolah- sekolah, baik untuk priayi maupun rakyat biasa. Kian
terbukanya sekolah- sekolah untuk pribumi menjadikan pemuda Indonesia berilmu, tetapi juga
berwawasan luas dan sadar politik sehingga lahirlah Dr. Wahidin Sudirohusodo, Dr. Sutomo,
sampai pada tokoh sentral seperti Ir. Sukarno.
Kegiatan
Pembelajaran
Pengaturan Peserta Metode
didik
Berkelompok - Diskusi
- Project (penelitian sejarah lokal)
- Ceramah
- Debat
- Bermain peran

Assesmen

Individu Berkelompok
- Test tertulis PG atau Essay - Diskusi kelompok
- Sikap peserta didik selama - Presentasi
mengikuti kegiatan - Produk laporan penelitian
pembelajaran (mengkomunikasikan laporan
dalam bentuk tulisan/tulisan/
media lain)

Persiapan
Pembelajaran

No Langkah Persiapan Pembelajaran Waktu


1 Membuat maind maping materi kolonisasi dan 15 menit
perlawanan bangsa Indonesia
2 Mencari informasi materi dan membuat pemaparan power 90 menit
point
3 Membuat tekhnis kegiatan project penelitian peserta didik 15 menit
4 Membuat assesmen 30 menit
No Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
Pendahuluan - Presensi kehadiran peserta didik 10 menit
- Berdoa bersama-sama dipimpin
salah satu peserta didik
- Kesepakatan aturan dalam
kegiatan pembelajaran pada hari
ini
- Apersepsi tentang pembelajaran
hari ini
Kegiatan Inti - Peserta didik diberi pertanyaan 70 menit
pemantik: Mengapa orang-orang
Eropa berlomba-lomba
melakukan pelayaran ke Timur?
- Menyajikan informasi awal
materi tentang keterkaitan faktor-
faktor lahirnya kolonialisme dan
imperialisme serta kebijakan
dinasti Turki Usmani, pelayaran
ke timur dan eksploitasi wilayah
penghasil rempah-rempah dengan
perlawanan kerajaan-kerajaan
lokal terhadap bangsa-bangsa
Eropa seperti perlawanan rakyat
Aceh terhadap Portugis, kerajaan
Demak terhadap Portugis, dan
perlawanan Maluku terhadap
Portugis dengan media power
point
- Guru memberikan
kesempatan berdiskusi
tentang keterkaitan
kebijakan dinasti Turki Usmani,
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
pelayaran ke timur dan eksploitasi
wilayah penghasil rempah-rempah
dengan perlawanan kerajaan-
kerajaan lokal terhadap bangsa-
bangsa Eropa seperti perlawanan
rakyat Aceh terhadap Portugis,
kerajaan Demak terhadap Portugis,
dan perlawanan Maluku terhadap
Portugis.
Penutup - Penguatan guru tentang 10 menit
keterkaitan antara perlawanan
raja-raja lokal dengan eksploitasi
bangsa Eropa
- Kesimpulan tentang materi hari
itu
- Evaluasi kegiatan
pembelajaran hari ini
- Refleksi tentang kelebihan dan
kelemahan pembelajaran hari
ini

Pertemuan 2

N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu


o
Pendahuluan - Presensi kehadiran peserta didik 10 menit
- Berdoa bersama-sama dipimpin
salah satu peserta didik
- Kesepakatan aturan dalam
kegiatan pembelajaran pada hari
ini
- Apersepsi tentang pembelajaran
hari ini
Kegiatan Inti - Peserta didik diberi pertanyaan 70 menit
pemantik: Mengapa para
pedagang Eropa dari Belanda
mendirikan sebuah organisasi
dagang yang bernama VOC?
Apa latar belakangnya?
- Menyajikan informasi awal untuk
membuka wawasan tentang
strategi mendirikan kongsi dagang
VOC sebagai cara kolaboratif
untuk eksploitasi, hak Oktroi dan
kebijakan-kebijakan gubernur
jenderal dalam strategi eksploitasi

N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu


o
wilayah-wilayah penghasil rempah-
rempah, serta perlawanan raja-raja
lokal terhadap VOC seperti Sultan
Agung Hanyokrokusuma di
Mataram, Sultan Hasanuddin di
Makassar, Untung Surapati di Jawa,
Sultan Ageng Tirtayasa di Banten,
serta korupsi dan kehancuran VOC
dengan media power point
- Guru menerapkan metode bermain
peran misalnya tentang “Terbunuhnya
kapten Tack oleh Surapati”. (Guru
silahkan memilih perlawanan tokoh
lain) dengan menunjuk peserta didik
ada yang berperan sebagai Surapati,
Kapten Tack, Sunan Amangkurat II,
pasukan kapten Tack, pasukan
Surapati dan sebagainya. Guru sudah
memberi naskah yang kemudian
dibagikan pada peserta didik alur
ceritera terbunuhnya Kapten Tack.

Penutup - Penguatan guru tentang 10 menit


keterkaitan antara perlawanan
raja-raja lokal dengan eksploitasi
bangsa Eropa
- Kesimpulan tentang materi hari
itu
- Evaluasi kegiatan
pembelajaran hari ini
- Refleksi tentang kelebihan dan
kelemahan pembelajaran hari
ini

Pertemuan 3

N Jenis Kegiatan yang dilakukan Waktu


o Kegiatan
Pendahuluan - Presensi tentang kehadiran 10 menit
peserta didik hari ini
- Berdoa secara bersama-sama
sesuai agama dipimpin satu
orang peserta didik
- Kesepakatan aturan dalam
kegiatan pembelajaran
pada hari ini
- Apersepsi tentang materi yang

N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu


o
dipelajari hari ini

Kegiatan Inti - Peserta didik diberi pertanyaan 70 menit


pemantik: Mengapa raja-raja lokal
melakukan perlawanan terhadap
pedagang Belanda yang
dipersenjatai?
- Guru menyajikan informasi awal
tentang keterkaitan kebijakan
Kolonial Belanda dalam
mengeksploitasi tanah jajahan dengan
perlawanan Sultan Hamengku
Buwono II di Yogyakarta, Kapiten
Patimura di Maluku, Sultan Mahmud
Badaruddin di Palembang, I Gusti
Jelantik di Bali, Pangeran Antasari di
Kalimantan, Teuku Umar di Aceh,
dan perlawanan Sisingamangaraja I
menghadapi kebijakan kolonial
Belanda dengan power point
- Guru menerapkan metode bermain
peran tentang perlawanan Teuku
Umar (guru bisa memilih tokoh lain)
agar peserta didik semakin
memahami perlawanan raja-raja lokal
terhadap kolonialisme Belanda
Penutup - Evaluasi kegiatan 10 menit
pembelajaran hari ini
- Refleksi kekurangan dan
kelebihan pembelajaran hari ini

Pertemuan 4
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
Pendahuluan - Presensi kehadiran peserta didik 10 menit
- Berdoa sesuai agama dan
keyakinan masing-masing
- Mengingatkan kembali
kesepakatan aturan dalam kegiatan
pembelajaran pada hari ini
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
Kegiatan Inti - Peserta didik diberi pertanyaan 70 menit
pemantik: Mengapa kita harus
melakukan penelitian sejarah?
apa manfaatnya?
- Guru menyajikan informasi awal
tentang penelitian sejarah lokal
(bisa menyesuiakan dengan daerah
masing-masing) bisa juga tentang
konflik Inggris dengan Belanda
memperebutkan Pulau Jawa dan
perlawaanan Sultan Hamengku
Buwono II terhadap Inggris dalam
peristiwa Geger Sepoy serta
tindakan Raffles dalam
mengeksploitasi kekayaaan Hindia
Belanda dengan media power point
- Guru memberikan penjelasan
singkat termasuk pembentukan
kelompok kerja sesuai bidang
penelitian masing-masing tentang
penelitian sejarah lokal (bisa
menyesuiakan dengan daerah
masing-masing) bisa juga tentang
konflik Inggris dengan Belanda
memperebutkan Pulau Jawa dan
perlawaanan Sultan Hamengku
Buwono II terhadap Inggris dalam
peristiwa Geger Sepoy serta
tindakan Raffles dalam
mengeksploitasi kekayaaan Hindia
Belanda.
- Membentuk 5 kelompok dalam
1 kelas dengan tentang
perlawanan Sultan Hamengku
Buwono II terhadap Inggris
dalam peristiwa Geger Sepoy
atau peristiwa- peristiwa
sejarah lokal di daerah masing-
masing perlawanan terhadap
kolonial dalam bidang:

- Guru menjelaskan tekhnis


pelaksanaan kegiatan
project penelitian sejarah
sederhana
dalam bentuk laporan penelitian
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
atau vlog yang akan dilakukan
para siswa secara berkelompok
untuk kunjungan perpustakaan/
museum/ tempat yang relevan
dengan informasi perlawaanan
Sultan Hamengku Buwono II
terhadap Inggris dalam peristiwa
Geger Sepoy atau peristiwa-
peristiwa sejarah lokal di daerah
masing-masing perlawanan
terhadap kolonial (bidang politik,
sosial, budaya, ekonomi,
teknologi).
- Memberikan ruang untuk setiap
kelompok merencanakan kegiatan
proyeknya
Penutup - Penguatan dari guru tentang 10 menit
materi yang baru saja
didiskusikan
- Kesepakatan pengumpulan
hasil penelitian sejarah lokal
- Evaluasi kegiatan
pembelajaran hari ini
- Refleksi terhadap kelebihan
dan kekurangan pembelajaran
hari ini

Pertemuan 5
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
Pendahuluan - Presensi kehadiran peserta didik 10 menit
- Berdoa berdasarkan agama dan
keyakinan masing-masing
dipimpin salah satu orang peserta
didik
- Mengingatkan kembali
kesepakatan aturan dalam kegiatan
pembelajaran pada hari ini
- Apersepsi untuk menjelaskan
pentingnya pokok bahasan hari ini
bagi kehidupan peserta didik
Kegiatan Inti - Peserta didik siberi 70 menit
pertanyaan pemantik:
Mengapa terjadi
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
perlawanan dari Tuanku Imam
Bonjol? Mengapa Diponegoro
melakukan perlawanan terhadap
belanda? Apa akibatnya dari
perlawanan itu terhadap rakyat?
- Guru menyajikan informasi awal
tentang keterkaitan lunturnya
kearifan budaya lokal dan
penderitaan rakyat dengan
perlawanan Tuanku Imam Bonjol
di Minangkabau dan Pangeran
Diponegoro di Jawa.
- Guru menerapkan metode diskusi
tentang keterkaitan lunturnya
kearifan budaya lokal dan
penderitaan rakyat dengan
perlawanan Tuanku Imam Bonjol
di Minangkabau dan Pangeran
Diponegoro di Jawa.
Penutup - Penguatan dari guru tentang 10 menit
materi yang baru saja
didiskusikan
- Kesimpulan secara bersama-
sama antara guru dan peserta
didik
- Evaluasi kegiatan
pembelajaran hari ini
- Refleksi terhadap kekurangan
dan kelebihan pembelajaran
hari ini

Pertemuan
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
Pendahuluan - Presensi kehadiran peserta didik 10 menit
- Berdoa berdasarkan agama dan
keyakinan masing-masing
dipimpin salah satu orang peserta
didik
- Mengingatkan kembali
kesepakatan aturan dalam kegiatan
pembelajaran pada hari ini
- Apersepsi untuk menjelaskan arti
pentingnya pembelajaran hari ini
bagi nilai-nilai kehidupan
Kegiatan Inti - Peserta didik diberi 70 menit
pertanyaan

N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu


o
pemantik: Mengapa perlawanan
Tuanku Imam Bonjol dan perlawanan
Diponegoro mengakibatkan adanya
tanam paksa?
- Guru menyajikan informasi awal
tentang keterkaitan perlawanan
Tuanku Imam Bonjol di
Minangkabau dan Pangeran
Diponegoro di Jawa dengan tanam
paksa, serta efek positif dan negatif
dari kebijakan tanam paksa
- Guru menerapkan metode debat
dengan membentuk dua kelompok
tentang tema “Dampak yang terjadi
terhadap perlawanan Diponegoro
terhadap rakyat”. Pihak kelompok
satu menyoroti dari pihak Belanda
yang harus melunasi hutang-hutang
Belanda akibat Perang Jawa. Pihak
kelompok lain menyoroti dari pihak
Indonesia yang harus melakukan
tanam paksa untuk menutup hutang-
hutang Belanda.
Penutup - Penguatan dari guru tentang 10 menit
materi yang baru saja
didiskusikan
- Kesimpulan
- Evaluasi kegiatan
pembelajaran hari ini
- Refleksi dari proses
pembelajaran hari ini

N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu


o
pemantik: Mengapa perlawanan
Tuanku Imam Bonjol dan perlawanan
Diponegoro mengakibatkan adanya
tanam paksa?
- Guru menyajikan informasi awal
tentang keterkaitan perlawanan
Tuanku Imam Bonjol di
Minangkabau dan Pangeran
Diponegoro di Jawa dengan tanam
paksa, serta efek positif dan negatif
dari kebijakan tanam paksa
- Guru menerapkan metode debat
dengan membentuk dua kelompok
tentang tema “Dampak yang terjadi
terhadap perlawanan Diponegoro
terhadap rakyat”. Pihak kelompok
satu menyoroti dari pihak Belanda
yang harus melunasi hutang-hutang
Belanda akibat Perang Jawa. Pihak
kelompok lain menyoroti dari pihak
Indonesia yang harus melakukan
tanam paksa untuk menutup hutang-
hutang Belanda.
Penutup - Penguatan dari guru tentang 10 menit
materi yang baru saja
didiskusikan
- Kesimpulan
- Evaluasi kegiatan
pembelajaran hari ini
- Refleksi dari proses
pembelajaran hari ini

Pertemuan
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
Pendahuluan - Presensi kehadiran peserta didik 10 menit
- Berdoa berdasarkan agama
dan keyakinan masing-masing
dipimpin salah satu orang
peserta didik
- Guru memberikan informasi
tentang kesepakatan aturan
dalam kegiatan pembelajaran
pada hari

N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu


o
ini
- Apersepsi untuk menjelaskan arti
pentingnya pembelajaran hari ini
bagi nilai-nilai kehidupan
Kegiatan Inti - Peserta didik diberi pertanyaan 70 menit
pemantik: Mengapa kebijakan
politik etis memunculkan
kesempatan berwirausaha, dan
pendidikan bagi pribumi?
- Guru menyajikan informasi awal
sebagai pembuka wawasan tentang
keterkaitan antara kebijakan tanam
paksa dengan munculnya politik
pintu terbuka, politik etis dan
keterkaitan antara politik etis dengan
kesempatan pendidikan, kesempatan
berwirausaha.
- Guru menerapkan diskusi kelompok
tentang dampak tanam paksa
terhadap munculnya politik etis dan
dampak politik etis terhadap
kesempatan pendidikan.
Penutup - Penguatan dari guru tentang 10 menit
materi yang baru saja
didiskusikan
- Kesimpulan bersama-sama
antara guru dan peserta didik
pelajaran hari ini
- Evaluasi kegiatan
pembelajaran hari ini
- Refleksi dari proses
pembelajaran hari ini

N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu


o
Pendahuluan - Presensi kehadiran peserta didik 10 menit
- Berdoa berdasarkan agama
dan keyakinan masing-masing
dipimpin salah satu orang
peserta didik
- Guru memberikan informasi
tentang kesepakatan aturan
dalam kegiatan pembelajaran
pada hari

N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu


o
ini
- Apersepsi untuk menjelaskan arti
pentingnya pembelajaran hari ini
bagi nilai-nilai kehidupan
Kegiatan Inti 70 menit
- Peserta didik diberi pertanyaan
pemantik: Mengapa politik etis
(eksploitasi kekayaan alam)
menimbulkan penderitaan rakyat dan
menumbuhkan kesadaran nasional?
- Menyajikan informasi awal materi
tentang keterkaitan antara politik etis
dengan eksploitasi kekayaan alam
Indonesia dan penderitaan rakyat
serta keterkaitan antara politik etis
dengan tumbuhnya intelektual dengan
munculnya kesadaran kebangsaan.
- Guru menerapkan metode diskusi
tentang keterkaitan antara politik etis
dengan meningkatkan kesadaran
nasional bagi pribumi setelah mereka
berpendidikan.
Penutup - Penguatan dari guru tentang 10 menit
materi yang baru saja
didiskusikan
- Kesimpulan bersama-sama
antara guru dan peserta didik
pelajaran hari ini
- Evaluasi kegiatan
pembelajaran hari ini
- Refleksi dari proses
pembelajaran hari ini
ASESMEN DIAGNOSTIK KOGNITIF

1. Apa yang dimaksud dengan kolonialisme dan imperialism?


2. Buatlah keterangan periode bawah ini

1596 1602 1619 1800 1808 1811 1816 1830 1870 1900

1. Sebutkan 3 kebijakan VOC yang sangat menderitakan rakyat di Nusantara


2. Perhatikan gambar di sebelah kiri dan cocokkan dengan nama pernyataan di

sebelah kanan gambar

1. Pemimpin Perlawanan Gowa –


Tallo

2. Pencetus Kebijakan Sewa Tanah

3. Sultan Mataram yang


menyerang Batavia

4. Pemimpin perlawanan
rakyat Saparua

5. Pencetus Kebijakan Politik Etis


RUBRIK
PENGKATEGORIAN
PESERTA DIDIK
1. Kategori Siswa Cerdas Istimewa dan Mampu menjawab seluruh soal dengan
Berbakat Istimewa pemahaman konseptual yang tepat

Mampu menjawab 2 hingga 4 soal


2. Kategori Siswa Reguler dengan pemahaman konseptual yang
cukup

Mampu menjawab dibawah 0 soal


3. Kategori Siswa Hambatan
dengan pemahaman konseptual cukup

ASSESMEN FORMATIF

PESERTA DIDIK

N Nama Siswa Penguasaan Materi Penyampaian Slide Presentasi


o
1.
2.
3.
4.
5.

PESERTA DIDIK CERDAS

N Nama Siswa Penguasaan Gaya Slide Analogi Kebahasaan


o Materi Penyampaian Presentasi
1
.
2
.
3
.
4
.
5
.
ASESMEN FORMATIF 2
- Peserta didik reguler:
Pemberian penugasan berupa pembuatan timeline periodisasi kolonialisme Bangsa Barat di
Indonesia
- Peserta didik cerdas istimewa berbakat istimewa:
Memberikan tugas pembuatan timeline periodisasi kolonialisme bangsa barat di Indonesia
menggunakan canva/kertas karton
ASSESMEN SUMATIF

Mata Pelajaran : Sejarah Nama:


Kelas XI ……………………………………...
Pokok Bahasan : Kolonialisme Bangsa
Barat Waktu :
…...........................................
Durasi : 70 menit

Berdoalah sesuai keyakinan masing-masing. Tuliskan jawaban secara jelas, tegas, dan rinci!

1. Pengertian Kolonialisme yang paling benar adalah ….


A. Usaha untuk memperluas wilayah di luar wilayah negaranya sendiri
B. Upaya untuk melaksanakan pemerintahan di luar wilayah negaranya sendiri
C. Proses mendirikan sebuah negara yang berbeda dengan negaranya sendiri
D. Memasukan unsur penjajahan dalam kehidupan sehari-hari warga lain
E. Mendirikan sebuah pemerintahan di dalam wilayah negaranya sendiri

2. Pada abad ke 15 dan 16 Masehi, masa eksplorasi dan penjelajahan samudera oleh Bangsa Eropa
banyak dipelopori oleh 2 kerajaan Kristen yang terkenal dengan Gerakan reconquista, kerajaan yang
dimaksud adalah ….
A. Inggris dan Belanda
B. Portugis dan Italia
C. Inggris dan Denmark
D. Romawi suci dan Perancis
E. Spanyol dan Portugis

3. Beberapa latar belakang dari munculnya penjelajahan samudera oleh bangsa Eropa antara lain adalah
….
A. Keinginan untuk menyebarkan agama, memperoleh rempah-rempah dan menyebarkan teknologi
B. Menyebarkan agama, memperoleh kejayaan bangsanya dan membuat maju tanah asia
C. Memperoleh rempah-rempah, menyebarkan agama, dan mencari kekayaan
D. Mendharma bhaktikan ilmu pengetahuan, menyebarkan kedamaian dan memperoleh
pengakuan dari bangsa di Asia
E. Mandat dari Paus di Roma, mendapat pencerahan dari masa Renaissance, lahirnya ideologi
humanism

4. Perlawanan Bangsa Indonesia dari Sulawesi Selatan yang berupaya untuk melawan Tindakan
semena- mena yang dilakukan VOC pada abad ke 17 terhadap Kesultanan Gowa dan Tallo dipimpin
oleh seorang tokoh Bernama ….
A. Aru palaka
B. Daeng Risadju
C. Andi Mattalata
D. Sultan Hassanudin
E. Karaeng Matommpa
5. Kebijakan Usaha swasta merupakan buah dari pemikiran yang berhaluan ideologi….
A. Komunisme
B. Kolonialisme
C. Liberalisme
D. Nasionalisme
E. Utopisme

6. Penjajahan Bangsa Indonesia yang terjadi sejak abad ke 17 Masehi merupakan sebuah proses
panjang yang melibatkan banyak sekali peristiwa-peristiwa yang membuat Belanda semakin kuat
berkuasa di Indonesia dan melakukan penjajahan, bila ditelisik lebih cermat, faktor penyebab
Belanda mendapat pijakan kuat tidak lain adalah karena….
A. Bangsa Indonesia mudah terpecah belah dan diadu domba
B. Belanda memiliki teknologi yang sangat maju
C. Orang-orang Belanda datang dengan maksud berdagang
D. Bangsa Indonesia mudah untuk dijajah
E. Kebudayaan Indonesia yang sangat jauh tertinggal dari Belanda

7. Salah satu kerajaan di Jawa Bagian Barat yang melawan VOC dan kemudian harus dikalahkan
dengan mengadu domba antara ayah (Raja) dan anak (Putera Mahkota) adalah kerajaan….
A. Demak
B. Banten
C. Mataram
D. Galuh
E. Cirebon

8. Salah satu kebijakan Tanam Paksa yang secara tertulis terlihat sangat manusiawi, namun dalam
pelaksanaannya tidak demikian, antara lain adalah….
A. Diperbolehkannya menanam tanaman lain diluar yang diwajibkan
B. Kerugian petani akibat hama akan ditanggung pemerintah
C. Seluruh tanaman wajib akan dikumpulkan oleh pemerintah
D. Kegagalan panen merupakan tanggung jawab petani
E. Kepala desa diwajibkan memegang penuh tanggung jawab pelaksanaan Tanam paksa

9. Kebijakan VOC dalam mempertahankan harga Pala di pasaran dunia adalah dengan cara
memusnahkan pohon Pala yang liar dan tidak dikuasai VOC, kebijakan tersebut dikenal dengan
nama….
A. Verprichte Leverantie
B. Hongi
C. Ekstirpasi
D. Monopoli
E. Stelsel
10. Hadirnya VOC di Pelabuhan dekat Sunda Kelapa memancing penguasa Mataram untuk melakukan
penyerangan terhadap kedudukan VOC di Sunda Kelapa (belakangan disebut Batavia), penguasa
Mataram yang melakukan serangan tersebut pada tahun 1628 dan 1629 adalah….
A. Amangkurat I
B. Sultan agung
C. Panembahan Senopati
D. Raja Cakraningrat
E. Pangeran
Diponegoro Kunci
Jawaban:
No Kunc No Kunc
i i
1 A 6 A
2 E 7 B
3 C 8 D
4 D 9 C
5 C 10 B

Skor
No Soal Kunci Jawaban
(Maks.30)
1. Secara tertulis kebijakan tanam paksa tidak 1. Jumlah tanah yang harus
terlihat begitu kejam bagi para petani, ditanami tanaman wajib
tetapi dalam kenyataannya seringkali melebih 1/5
petani menjadi korban dari kebijakan 2. Hari kerja wajib di lahan milik
tersebut, sebutkan dua (2) penyelewengan pemerintah melebihi 66 hari 5
dalam kebijakan tanam paksa dalam setahun
3. Kerugian yang dialami oleh
petani tidak ditanggung oleh
pemerintah
2. Salah satu reaksi yang muncul dari para Novel bersetting di Lebak, Banten
kaum liberal dan humanis Belanda dalam dan jabatan yang dipegang oleh
memandang Tanam Paksa adalah ketidak Maax Havelar adalah asisten
setujuan, salah satunya dengan menulis residen 5
buku berjudul Max Haveelar yang ditulis
oleh Douwes Dekker. Sebutkan lokasi
setting dan jabatan dari penulis buku
tersebut dalam buku Maax Haavelar!
3 Bangsa-bangsa barat melakukan Kata Kunci :
penjajahan di wilayah-wilayah asia demi Penghisapan manusia oleh manusia
keuntungan Negara mereka sendiri, lain, monopoli, perbudakan, 5
menurut anda hal paling fundamental dari pembodohan, pelanggaran HAM,
kesalahan perilaku menjajah adalah … perampasan hak
4 Menurut anda, Indonesia sebagai bangsa Kata Kunci:
besar memiliki potensi untuk menjadi Tingkat Pendidikan, literasi rendah,
motivasi, system Pendidikan, 5
bangsa yang hebat dengan kekayaan
alamnya, tetapi kini Indonesia belum kemauan individu, tradisi korupsi

menjadi bangsa yang maju dan


mensejahterakanpenduduknya,dimanakah
letak kesalahannya
5 Daendels adalah seorang yang terpengaruh - Membagi Jawa menjadi 9
atas ide-ide revolusi perancis mengenai Prefektur
persamaan, persaudaraan, dan kebebasan, - Mengurangi kekuasaan para
5
hal ini menyebabkan dia membenci bupati
feodalisme dan hal tersebut ditunjukan
dengan membuat kebijakan …

PENGAYAAN
REMEDIAL
PENGAYAAN
Pengayaan diberikan untuk menambah wawasan tentang materi pembelajaran dan diberikan kepada
peserta didik yang telah mencapai tujuan pembelajaran. Peserta didik diminta untuk menggali lebih
dalam tentang berbagai perkembangan masa tanam paksa dan usaha swasta, dengan salah satunya
membaca buku Max Havelaar atau membaca buku bertema kolonialisme.
REMEDIA
Remedial diberikan kepada peserta didik yang belum mencapai tujuan pembelajaran. Peserta didik diminta
untuk mempresentasikan salah satu kisah perlawanan Bangsa Indonesia terhadap VOC maupun terhadap

BAHAN BACAAN GURU &


PESERTA DIDIK

1. Buku Referensi
2. Buku Paket
3. Buku Elektronik
GLOSARIUM

Kolonialisme adalah Upaya yang dilakukan negara-negara penguasa dalam rangka menguasai suatu
daerah/wilayah untuk mendapatkan sumber daya.
Imperialisme adalah kebijakan di mana sebuah negara besar dapat memegang kendali atau pemerintahan atas
daerah lain agar negara itu bisa dipelihara atau berkembang
Ekstirpasi bermakna membabat tumbuhan hingga habis dan menebang pohon di hutan. Tujuan dari hak
ekstirpasi adalah membatasi produksi tumbuhan agar harga jualnya tetap tinggi. Hak ekstirpasi pernah
diberlakukan oleh VOC terhadap tanaman rempah-rempah di Maluku.
VOC adalah Perusahaan Dagang Hindia Timur
Konvensi London adalah Perjanjian Inggris-Belanda 1814 adalah sebuah perjanjian yang
ditandatangan oleh Britania Raya dan Belanda di London pada tanggal 13 Agustus 1814. Perjanjian ini
ditandatangani oleh Robert Stewart, Viscount Castlereagh sebagai perwakilan Inggris dan Hendrik
Fagel sebagai perwakilan Belanda
PAX NETHERLANDICA adalah upaya Belanda untuk menguasai seluruh Nusantara di bawah
kekuasaannya. Gagasan Pax Neerlandica yang dicetuskan oleh Gubernur Jenderal Johannes Benedictus
van Heutsz pertama kali muncul pada awal abad ke-20.
DAFTAR PUSTAKA

Ricklefs, MC. 1993. Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta: Gadjah

Mada Univ. Press Gotschalk, Louis. 2009. Mengerti Sejarah,

Yogyakarta : UGM Press

Carey, Peter. 2010. Kuasa Ramalan Jilid I & II, Jakarta: KPG

Kartodirdjo, Sartono, dkk, 1984. Sejarah Nasional Indonesia Jilid IV,


Jakarta: Grafindo Kemendikbud, 2014. Sejarah Indonesia Kelas XI,
Jakarta: Kementerian pendidikan dan
kebudayaan RI.

Mengetahui, Pagimana, Agustus 2023


Kepala SMA Negeri 1 Pagimana Guru Mata Pelajaran

Acah Rianto, M. Pd Drs. Ramli A Karabu


NIP. 196604011988121003 NIP. 198903202020121013

Anda mungkin juga menyukai