SEJARAH
FASE F
INFORMASI UMUM
Tujuan Pembelajaran
Ketersediaan Materi
Materi Pengayaan
Materi Remedial
Peristiwa itu semakin memicu kemarahan rakyat. Bahkan, seluruh rakyat Maluku
dapat bersatu melawan Portugis. Di bawah kepemimpinan Sultan Baabullah (1570-
1583), rakyat menyerang pos-pos perdagangan dan pertahanan Portugis di Maluku.
Benteng Sao Paulo dikepung selama lima tahun. Strategi tersebut berhasil
mengalahkan Portugis. Pada tahun 1575, Portugis meninggalkan Maluku.
Setelah kepergian Portugis, Ternate berkembang menjadi kerajaan Islam terkuat
di Maluku. Sultan Baabullah berhasil membawa Ternate mencapai puncak kejayaan.
Wilayah kekuasaan Ternate membentang dari Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan
Sulawesi Timur di bagian barat hingga Kepulauan Marshall di bagian timur, dari
Filipina Selatan di bagian utara hingga Kepulauan Kai dan Nusa Tenggara di bagian
selatan.
Setiap wilayah atau daerah ditempatkan wakil sultan yang disebut sangaji. Sultan
Baabullah diberi gelar “Heer van twee en zeventig eilanden” atau “Penguasa atas 72”
pulau berpenghuni yang meliputi pulau-pulau di Nusantara bagian timur, Mindanao
Selatan, dan Kepulauan Marshall. Pulau-pulau tersebut semuanya berpenghuni dan
memiliki raja yang tunduk kepada Sultan Baabullah.
Setelah Sultan Agung mangkat (wafat) pada tahun 1645, kedudukan sultan
digantikan oleh putranya yang bergelar Sunan Amangkurat I. Sunan Amangkurat I
dalam menjalankan politik pemerintahannya melakukan kerja sama dengan VOC.
Pada tahun 1646 diadakan perjanjian bilateral antara Mataram dengan VOC. Isi
perjanjian itu sangat merugikan Mataram. Adapun isi perjanjian sebagai berikut. a.
Mataram mengakui kekuasaan VOC di Batavia dan VOC mengakui kekuasaan
Amangkurat I di Mataram. b. Apabila ada utusan Mataram yang akan bepergian ke
luar negeri akan diangkut oleh kapal-kapal VOC. c. Kapal-kapal Kesultanan Mataram
diperbolehkan melintasi Selat Malaka dengan seizin VOC. d. Mataram tidak
diperkenankan mengadakan hubungan dagang dengan Maluku. e. Apabila terjadi
peperangan, masing-masing tidak akan saling membantu musuh. Dengan
ditandatanganinya perjanjian ini, maka Mataram di bawah Amangkurat I mengakui
kedaulatan VOC.
Untuk menghadapi tentara Banten, VOC terus memperkuat Kota Batavia dengan
mendirikan benteng-benteng pertahanan seperti Benteng Noorwijk dengan harapan
VOC mampu bertahan dari berbagai serangan dari luar. Sementara itu, untuk
kepentingan pertahanan, Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan untuk membangun
saluran irigasi yang membentang dari Sungai Untung Jawa sampai Pontang. Hal ini
bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian dan memudahkan transportasi
perang. Karena jasanya itulah, maka Sultan diberi gelar Tirtayasa (“tirta” artinya air).
Pada tahun 1671, Sultan Ageng mengangkat putra mahkota Abdul Nazar
Abdulkahar sebagai sultan pembantu yang kemudian lebih dikenal dengan nama
Sultan Haji. Sebagai raja pembantu, Sultan Haji bertanggung jawab pada urusan
dalam negeri, sedangkan Sultan Ageng beserta putranya yang lain, yakni Pangeran
Arya Purbaya, bertanggung jawab atas urusan luar negeri.
Pemisahan urusan pemerintahan ini tercium oleh perwakilan VOC di Banten,
yakni W. Caeff. Ia kemudian mendekati dan menghasut Sultan Haji agar urusan
pemerintahan di Banten tidak dipisah-pisahkan dan jangan sampai kekuasaan jatuh di
tangan Arya Purbayasa. Hingga akhirnya,
Sultan Haji mencurigai ayahnya dan saudaranya serta membuat persengkongkolan
dengan VOC. Untuk merebut tanah Kesultanan Banten, maka timbullah
pertentangan yang begitu tajam antara Sultan Haji dengan Sultan Ageng Tirtayasa.
Dalam persengkongkolan tersebut, VOC sanggup membantu Sultan Haji untuk
merebut Kesultanan Banten, tetapi dengan empat syarat, yakni:
a. Banten harus menyerahkan Cirebon kepada VOC.
b. Monopoli ada di Banten, dikuasai dan dipegang VOC.
c. Banten harus membayar 600.000 ringgit apabila mengingkari janji.
d. Pasukan Banten yang menguasai daerah pantai dan pedalaman Priangan segera
ditarik kembali.
Isi perjanjian tersebut disetujui oleh Sultan Haji. Pada tahun 1681, VOC dengan
atas nama Sultan Haji berhasil merebut Kesultanan Banten dan menguasai Istana
Surosawan. Sultan Ageng Tirtayasa kemudian membangun istana yang baru dan
berpusat di Tirtayasa. Sultan Ageng pun berusaha merebut Banten kembali.
Pada tahun 1682, pasukan Sultan Ageng berhasil mengepung Istana Surosawan.
Kemudian, Sultan Haji meminta bantuan pasukan VOC di bawah pimpinan Francos
Tack. Pasukan Sultan Ageng Tirtayasa dapat dipukul mundur dan terdesak hingga ke
Benteng Tirtayasa. Sultan Ageng Titayasa akhirnya meloloskan diri bersama
putranya, Pangeran Arya Purbaya, ke Hutan Lebak. Mereka masih melancarkan
serangan walaupun dengan bergerilya.
Tentara VOC terus mencari Sultan Ageng Tirtayasa beserta pengikutnya yang
kemudian bergerak ke arah Bogor. Baru setelah melalui tipu muslihat, pada tahun
1683 Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap dan ditawan di Batavia sampai
meninggal pada tahun 1692.
Daendels tidak menyukai raja-raja Jawa karena semangatnya yang anti feodalis.
Dia memang pengagum Napoleon Bonaparte yang menyebarkan paham
republikanisme, kebebasan, kesetaraan. Kebijakan yang antifeodal tampak pada
sikapnya terhadap Raja Solo dan Raja Yogyakarta, yakni:
a. Semua Raja Jawa harus mengakui Raja Belanda, junjungannya.
b. Mengangkat pejabat Belanda dengan sebutan minister.
c. Jika di VOC seorang residen Belanda ketika menghadap raja diperlakukan sama
seperti seorang bupati dengan duduk di lantai dan mempersembahkan sirih sebagai
tanda hormat kepada Raja 22 Jawa, maka minister tidak diperlakukan seperti itu.
Minister duduk sejajar dengan raja dan tidak perlu mempersembahkan sirih sebagai
tanda hormat.
d. Ketika minister datang ke keraton harus disambut raja.
e. Ketika bertemu di jalan dengan raja, minister tidak perlu turun dari kereta, tetapi
cukup membuka jendela.
Melihat tindakan Daendels seperti itu, Sultan Hamengkubuwono II membangkang
dan akhirnya Daendels menyerbu Yogyakarta lalu menurunkan Sultan
Hamengkubuwono II dan menggantikannya dengan Sultan Hamengkubuwono III yang
masih kecil.
Sikap yang kedua ialah terhadap Raja Banten. Daendels mengasingkan Raja
Banten karena menentang pembangunan jalan Anyer-Panarukan. Karena otoriter,
Daendels dipanggil ke Belanda. Ada dua versi sebab Daendels dipanggil, yakni
tenaganya diperlukan untuk memimpin tentara Prancis menghadapi Rusia atau
hubungannya yang buruk dengan raja-raja Jawa dikhawatirkan merugikan Belanda
jika Inggris menyerbu Jawa.
2. Jan Willem Janssen (1811-1811)
Pada masa Janssen menjabat (20 Februari sampai 18 September 1811), Inggris
menyerbu Jawa melalui darat dan laut sehingga Janssen menyerah di Tuntang (Jawa
Tengah) dengan membuat perjanjian Tuntang yang isinya sebagai berikut. a. Pulau
Jawa dan sekitarnya jatuh ke tangan Inggris. b. Tentara yang dahulu anak buah
Daendels menjadi tentara Inggris. c. Orang-orang Belanda dapat dipekerjakan oleh
Inggris. Dengan penjanjian Tuntang ini, berarti Nusantara jatuh ke tangan
pemerintahan Inggris.
Pada 6-8 Juni 1848, pihak Belanda melakukan serangan kedua dengan
mendaratkan pasukannya di Sangsit. Bali yang dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik
mengerahkan pasukan Benteng Jagaraga yang merupakan benteng terkuat bila
dibandingkan dengan empat benteng lainnya. Sedangkan pihak Belanda dipimpin
oleh Jendral Van Der Wijck. Namun, pihak Belanda gagal menembus benteng yang
dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik dan hanya mampu merebut satu benteng saja,
yakni benteng sebelah timur Sangsit yang berada dekat Bungkulan.
Adanya kekalahan ini semakin mengangkat semangat raja-raja lainnya untuk
semakin mengerahkan kekuatan dalam melawan Belanda. Pasukan Patih Jelantik ini
menggegerkan parlemen Belanda yang kemudian melancarkan serangan besar-
besaran yang dipimpin oleh Jendral Michiels pada 31 Maret 1849. Belanda
menyerang Bali dengan menembakkan meriam-meriamnya.
Pada 7 April 1849, Raja Buleleng dan Patih Jelantik bersama 12 ribu prajurit
berhadapan dengan Jendral Michiels. Karena kalah persenjataan, Bali terdesak dan
mundur sampai Pegunungan Batur Kintamani. Jagaraga akhirnya jatuh ke tangan
Belanda pada 16 April 1849. I Gusti Ketut Jelantik gugur pada serangan di
Karangasem oleh Belanda yang didatangkan dari Lombok dan menyerang hingga ke
Pegunungan Bale Punduk. Gugurnya I Gusti Ketut Jelantik membuat perlawanan
raja-raja Bali mulai mengalami kemunduran. Daerah Bali dapat dengan mudah
dikuasai. Hanya tersisa Bali Selatan yang masih melakukan perlawanan.
Pada Februari 1898, Teuku Umar tiba di wilayah VII Mukim Pidie bersama
seluruh kekuatan pasukannya lalu bergabung dengan Panglima Polem. Pada 1 April
1898, Teuku Panglima Polem bersama Teuku Umar dan para Uleebalang serta para
ulama terkemuka lainnya menyatakan sumpah setianya kepada Raja Aceh Sultan
Muhammad Daud Syah. Pada Februari 1899, Jenderal Van Heutsz mendapat laporan
dari mata-matanya mengenai kedatangan Teuku Umar di Meulaboh dan segera
menempatkan sejumlah pasukan yang cukup kuat di perbatasan Meulaboh. Malam
menjelang 11 Februari 1899, Teuku Umar bersama pasukannya tiba di pinggiran
Kota Meulaboh. Pasukan Aceh terkejut ketika pasukan Van Heutsz mencegat. Posisi
pasukan Umar tidak menguntungkan dan tidak mungkin mundur. Satu-satunya jalan
untuk menyelamatkan pasukannya adalah bertempur.
Dalam pertempuran itu, Teuku Umar gugur terkena peluru musuh yang
menembus dadanya. Jenazahnya dimakamkan di Mesjid Kampung Mugo di Hulu
Sungai Meulaboh. Mendengar berita kematian suaminya, Cut Nyak Dhien sangat
bersedih. Namun, itu bukan berarti perjuangan telah berakhir. Dengan gugurnya
suaminya tersebut, Cut Nyak Dhien bertekad untuk meneruskan perjuangan rakyat
Aceh melawan Belanda. Ia pun mengambil alih pimpinan perlawanan pejuang Aceh.
7. Perlawanan Sisingamangaraja (1878 - 1907)
Sisingamangaraja XII (lahir di Bakara, 18 Februari 1845, meninggal di Dairi, 17
Juni 1907 pada umur 62 tahun) adalah seorang raja di Negeri Toba, Sumatra Utara
dan pejuang yang berperang melawan Belanda. Sebelumnya, ia dimakamkan di
Tarutung Tapanuli Utara, lalu dipindahkan ke Soposurung, Balige pada tahun 1953.
Nama kecil Sisingamangaraja XII adalah Patuan Bosar, yang kemudian digelari
Ompu Pulo Batu. Ia juga dikenal dengan Patuan Bosar Ompu Pulo Batu. Ia naik
takhta pada tahun 1876 untuk menggantikan ayahnya, Sisingamangaraja XI yang
bernama Ompu Sohahuaon. Selain itu, ia juga disebut juga sebagai Raja Imam.
Penobatan Sisingamangaraja XII sebagai maharaja di Negeri Toba bersamaan
dengan dimulainya open door policy (politik pintu terbuka) Belanda dalam
mengamankan modal asing yang beroperasi di Hindia Belanda. Ia tidak mau
menandatangani Korte Verklaring (perjanjian pendek) di Sumatra, terutama
Kesultanan Aceh dan Toba karena kerajaan ini membuka hubungan dagang dengan
negara-negara Eropa lainnya. Di sisi lain, Belanda sendiri berusaha untuk
menanamkan monopolinya atas kerajaan tersebut. Politik yang berbeda ini
mendorong situasi selanjutnya untuk melahirkan Perang Tapanuli yang
berkepanjangan hingga puluhan tahun.
Sisingamangaraja adalah keturunan seorang pejabat yang ditunjuk oleh Raja
Pagaruyung yang sangat berkuasa ketika itu, yang datang berkeliling Sumatra Utara
untuk menempatkan pejabat-pejabatnya. Dalam sepucuk surat kepada Marsden
bertahun 1820, Raffles menulis bahwa para pemimpin Batak menjelaskan kepadanya
mengenai Sisingamangaraja yang merupakan keturunan Minangkabau dan bahwa di
Silindung terdapat sebuah arca batu berbentuk manusia sangat kuno yang diduga
dibawa dari Pagaruyung. Sampai awal abad ke-20, Sisingamangaraja masih
mengirimkan upeti secara teratur kepada pemimpin Minangkabau melalui
perantaraan Tuanku Barus yang bertugas menyampaikannya kepada pemimpin
Pagaruyung.
Tahun 1877, para misionaris di Silindung dan Bahal Batu meminta bantuan
kepada pemerintah kolonial Belanda dari ancaman diusir oleh Singamangaraja XII.
Kemudian, pemerintah Belanda dan para penginjil sepakat untuk tidak hanya
menyerang markas Sisingamangaraja XII di Bakara, tetapi sekaligus menaklukkan
seluruh Toba.
Pada 6 Februari 1878, pasukan Belanda sampai di Pearaja, tempat kediaman
penginjil Ingwer Ludwig Nommensen. Kemudian, beserta penginjil Nommensen dan
Simoneit sebagai penerjemah, pasukan Belanda terus menuju ke Bahal Batu untuk
menyusun benteng pertahanan. Namun, kehadiran tentara kolonial ini telah
memprovokasi Sisingamangaraja XII yang kemudian mengumumkan pulas (perang)
pada 16 Februari 1878 dan penyerangan ke pos Belanda di Bahal Batu mulai
dilakukan.
Pada 14 Maret 1878, datang Residen Boyle bersama tambahan pasukan yang
dipimpin oleh Kolonel Engels sebanyak 250 orang tentara dari Sibolga. Pada 1 Mei
1878, Bakkara, pusat pemerintahan Sisingamangaraja diserang pasukan kolonial dan
pada 3 Mei 1878, seluruh Bakkara dapat ditaklukkan. Namun, Sisingamangaraja XII
beserta pengikutnya dapat menyelamatkan diri dan terpaksa keluar mengungsi.
Sementara para raja yang tertinggal di Bakara dipaksa Belanda untuk bersumpah
setia dan kawasan tersebut dinyatakan berada dalam kedaulatan pemerintah Hindia
Belanda.
Walaupun Bakara telah ditaklukkan, Sisingamangaraja XII terus melakukan
perlawanan secara gerilya. Namun, sampai akhir Desember 1878, beberapa kawasan
seperti Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, serta Gurgur juga dapat
ditaklukkan oleh pasukan kolonial Belanda. Di antara tahun 1883-1884,
Sisingamangaraja XII berhasil melakukan konsolidasi pasukannya. Kemudian,
bersama pasukan bantuan dari Aceh, secara ofensif menyerang kedudukan Belanda,
di antaranya Uluan dan Balige pada Mei 1883 serta Tangga Batu pada tahun 1884.
Sisingamangaraja XII meninggal pada 17 Juni 1907 dalam sebuah pertempuran dengan
Belanda di pinggir Bukit Lae Sibulbulen, di suatu desa yang bernama Si Ennem Kodn, di
perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang sekarang. Sebuah peluru
menembus dadanya akibat tembakan pasukan Belanda yang dipimpin Kapten Hans Christoffel.
Menjelang napas terakhir, ia tetap berucap, “Ahu (aku) … Sisingamangaraja.”
Turut gugur pada waktu itu dua putranya, Patuan Nagari dan Patuan Anggi, serta putrinya,
Lopian. Sementara itu, keluarganya yang tersisa ditawan di Tarutung. Sisingamangaraja XII
sendiri kemudian dikebumikan Belanda secara militer pada 22 Juni 1907 di Silindung setelah
sebelumnya mayatnya diarak dan dipertontonkan kepada masyarakat Toba. Makamnya kemudian
dipindahkan ke Makam Pahlawan Nasional di Soposurung, Balige sejak 14 Juni 1953.
Inggris di bawah komando Raffles berkirim surat kepada raja-raja Jawa yang isinya Inggris
siap membantu mereka untuk mengakhiri segala sesuatu yang berkaitan antara raja-raja Jawa
dengan rezim Perancis-Belanda. Bukan itu saja, Raffles juga berkirim surat kepada Sultan Sepuh
dan berjanji akan memulihkan martabatnya dan mengembalikan kekuasaannya sebagai raja. Para
raja Jawa itu juga diminta membatalkan atau tidak membuat perjanjian apa pun dengan rezim
Belanda dan menunggu saja kedatangan Inggris. Dengan janji Raffles itu seakan-akan Inggris
berbeda dengan Belanda yang kejam dan serakah. Dengan adanya surat itu pupus sudah harapan
Rezim Belanda di bawah kekuasaan Janssens untuk meminta bantuan raja-raja Jawa, walaupun
hanya berupa tentara untuk melawan Inggris.
Untuk menghadapi tentara Inggris, rezim Belanda menyiapkan 17.774 tentara warisan
Daendels. Tentara sejumlah itu merupakan jerih payah Daendels untuk mengorganisasi
pertahanan militer yang semula hanya berjumlah 7.000 tentara. Pada 3 Agustus 1811 tentara
Inggris yang dipimpin oleh Kolonel (kelak Mayor Jenderal Sir) Samuel Gibbs melakukan
pendaratan besar-besaran. Sejumlah kapal dikerahkan untuk menggempur rezim Belanda di Jawa.
Ada 81 kapal baik kapal angkut maupun kapal perang mendarat di pantai Batavia, di Cilincing,
dan pada 8 Agustus 1811 Kota Tua (Batavia) berhasil direbut Raffles.
Janssens berusaha mempertahankan kekuasaannya bersama dengan tentaranya di Meester
Cornelis (sekarang Jatinegara), akan tetapi gelombang tentara Inggris yang dahsyat tidak dapat
dibendung Janssens. Dalam pertempuran itu, tentara Belanda dibuat berantakan sehingga 50
persen serdadu Eropa dan Ambon tewas. Tentara bantuan dari Jawa dan Madura juga 80 persen
tewas.
Pertempuran tidak seimbang itu kelak diabadikan di daerah sekitar Jatinegara sebagai nama
daerah Rawabangke atau Rawaangke tempat di mana para korban pertempuran mati di rawa-rawa
secara bertumpuk-tumpuk.
Meester Cornelis (Jatinegara) jatuh pada 26 Agustus 1811 dan mengakibatkan 500 serdadu
korban tewas di pihak Inggris. Janssens kemudian memindahkan pusat pertahanan dan
pemerintahan ke Semarang. Di sana ia menyusun lagi kekuatan militernya. Tetapi karena ia sudah
banyak kehilangan tentara di Meester Cornelis (Jatinegara), maka gempuran Inggris yang
mendaratkan pasukannya pada 12 September 1811 sebanyak 1.600 yang dikomandani Kolonel
Samuel Gibbs membuat Janssens tidak berdaya.
Akhirnya, empat hari setelah pendaratan tentara Inggris di Semarang, tepatnya di Jatingaleh
dekat Srondol di daratan tinggi Semarang, Janssens dan sekutu-sekutu Jawanya (prajurit
Kesunanan dan Mangkunegaran) dapat dikalahkan dengan telak, karena sebagian besar dari
tentara campuran itu melarikan diri. Tapi Janssens tidak begitu mudah menyerah. Ia mundur ke
Salatiga untuk kembali menyusun kekuatan kembali. Ketika tentara Inggris mendarat di Semarang
Pangeran Notokusumo dan putranya disuruh Raffles pergi ke Surabaya dan berada di sana.
Tentara Inggris yang beringas itu terus merangsek ke depan menghancurkan sisa- sisa tentara
Belanda. Akhirnya pada 18 September 1811 di atas Jembatan Kali Tuntang Janssens dengan
terpaksa menandatangani surat pernyataan menyerah. Isi perjanjian Tuntang yaitu:
1. Jawa dan semua pangkalannya (Madura, Palembang, Makassar, dan Sunda Kecil) diserahkan
kepada Inggris.
2. Militer-militer Belanda menjadi tawanan Inggris.
3. Pegawai-pegawai sipil yang ingin bekerja, dapat bekerja terus dalam pemerintahan Inggris.
Engelhard tetap menjadi minister walaupun dia orang Belanda.
Setelah Janssens menyerah, pemerintahan Raffles mengambil kebijakan bahwa semua pejabat
sipil dalam pemerintahan Prancis-Belanda diizinkan untuk terus bekerja demi melayani
pemerintahan yang baru, yakni Inggris. Dari orang-orang inilah agaknya Raffles mendapatkan
informasi bahwa Sultan Sepuh adalah raja Jawa yang suka membangkang terhadap kekuasaan
asing di Jawa.
Bagi pemerintah Hindia Belanda, sistem TP berhasil dengan luar biasa. Kas Belanda menjadi
surplus sehingga Bosch dipuja-puja sebagai tokoh yang memakmurkan dan menyejahterakan
Negeri Belanda. Atas “jasanya” itu, Bosch diberi gelar bangsawan de Graaf. Gelar ini diberikan
untuk orang-orang yang berjasa kepada negara. Namun demikian, Sistem TP banyak mendapat
kritik dari berbagai pihak, termasuk orang-orang Belanda sendiri karena dianggap lebih kejam
dari zaman VOC.
Salah satu pengkritik yang paling keras adalah Eduard Douwes Dekker. Kritiknya ditulis
dalam sebuah buku (novel) berjudul Max Havelaar dengan menggunakan nama samaran
Multatuli. Isi buku (novel) itu menjelaskan kisah petani yang menderita karena kebijakan
sewenang-wenang Belanda dan bertentangan dengan moral Eropa saat itu yang menjunjung tinggi
semangat Revolusi Perancis: kesamaan, kebebasan, dan persaudaraan. Sistem TP kemudian
dihapus pada tahun 1870 setelah dikeluarkan Undang-undang Agraria dan Undang-undang Gula.
Tujuan dikeluarkan Undang-undang Agraria adalah sebagai berikut. 1) Melindungi hak milik
petani dari penguasa dan modal asing. Hal ini reaksi dari pemerintah Belanda yang mengambil
alih tanah rakyat dalam TP. 2) Pemodal asing dapat menyewa tanah rakyat seperti halnya di
Inggris, Amerika, Jepang, dan Cina. 3) Membuka kesempatan rakyat untuk bekerja menjadi buruh
perkebunan.
Sementara itu, Undang-undang Gula memberi kesempatan kepada para pengusaha gula untuk
mengambil alih pabrik gula milik pemerintah Belanda. Penerapan kedua undang-undang itu
melatarbelakangi para pengusaha swasta untuk menanamkan modalnya di Indonesia sehingga era
liberalisasi ekonomi dimulai di Indonesia.
Politik Pintu Terbuka (1870-1900) 28 Tahun 1850, partai liberal di Belanda memenangkan
pemilu sehingga partai ini menjalankan pemerintahan. Perkembangan liberalisme di Belanda
dipicu oleh semangat Revolusi Perancis dan revolusi industri Inggris. Dampak dari kemenangan
partai liberal adalah diterapkannya sistem ekonomi liberal, termasuk di negeri jajahan
(Indonesia). Karena tergantung kepada modal individu dan swasta untuk menggerakkan
perekonomian, maka sistem ini disebut sistem kapitalisme.
1) Penerapan Sistem Pintu Terbuka.
Di Indonesia, sistem ekonomi liberal diwujudkan dalam bentuk kebijakan pintu terbuka. Hal
tersebut sesuai dengan maksud utama kebijakan ini, yaitu membuka ruang (pintu) seluas-luasnya
bagi swasta untuk melakukan kegiatan ekonomi. Kebijakan ini berhasil menarik minat banyak
pengusaha, baik dari asing maupun dari etnis Tionghoa untuk menanamkan modalnya secara
besar- besaran. Tidak hanya dalam bidang perkebunan, tetapi juga pertambangan. Berikut ini
contoh perkebunan milik swasta asing yang ada di Indonesia.
1. Perkebunan tembakau di Deli (Sumatra Utara), Kedu, Klaten, dan lain-lain.
2. Perkebunan tebu di Cirebon dan Semarang
. 3. Perkebunan kina di Jawa Barat.
4. Perkebunan karet di Palembang dan Sumatra Timur.
5. Perkebunan kelapa sawit di Sumatra Utara.
6. Perkebunan teh di Jawa Barat.
7. Bersamaan dengan itu, para pengusaha juga mendirikan pabrik teh, tembakau, gula, rokok,
dan pabrik cokelat. Sementara itu, pertambangan berkembang di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan.
Batubara di Sumatra Barat dan Selatan, sedangkan timah di Pulau Bangka.
2) Dampak Kebijakan Pintu Terbuka.
dampak dari Kebijakan Pintu terbuka? Bagi Belanda dan penguasa asing berdampak pada
peningkatan kesejahteraan mereka, sedangkan bagi rakyat berdampak pada kesengsaraan dan
penderitaan. Kebijakan ini menjadi tempat 29 eksploitasi baru yang tidak berbeda dengan TP.
Eksploitasi tersebut adalah eksploitasi manusia dan eksploitasi agraria.
1. Eksploitasi Manusia.
Eksploitasi manusia ialah pengerahan tenaga manusia yang diwarnai tipu daya dan paksaan,
ketidakadilan, serta kesewenang-wenangan yang mereka alami di perkebunan. Contohnya adanya
hukuman cambuk terhadap para kuli yang melakukan pelanggaran selama bekerja di perkebunan
tembakau di Deli, Sumatra. Bagi yang melarikan diri mendapat hukuman denda, disekap, kerja
tanpa upah, bahkan dibunuh. Kebijakan ini juga ditandai dengan pengiriman secara besar-besaran
dan secara paksa tenaga kerja dari Jawa untuk dipekerjakan di perkebunan perkebunan
Belanda di tanah jajahannya yang lain seperti di Suriname dan Guyana. Sekitar tahun 1890-an,
orang Jawa dari Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dikirim ke Suriname mencapai 32.965 orang.
Setelah kemerdekaan, mereka hanya sebagian kecil yang kembali ke Indonesia. Perhitungan
tahun 1972 sebanyak 57.688 keturunan Jawa berada di Suriname dan pada tahun 2004 berjumlah
71.879.
2. Eksploitasi Agraria.
Eksploitasi agraria tampak dalam bentuk penggunaan lahan-lahan produktif yang sedang
dikerjakan rakyat maupun lahan-lahan kosong yang masih berupa hutan untuk dijadikan
perkebunan serta areal pertambangan. Pemanfaatan lahan produktif umumnya di Jawa, sedangkan
perkebunan di Sumatra, dengan menggunakan lahan-lahan yang masih kosong. Ada beberapa
dampak negatif dari kebijakan pintu terbuka bagi masyarakat Jawa, yakni sebagai berikut. 3. Para
priayi dan birokrat kesultanan menyewakan tanah lungguhnya kepada para pengusaha
perkebunan swasta asing karena lebih menguntungkan daripada disewakan kepada para petani
penggarap. 4. Di lahan-lahan perkebunan tenaga kerjanya dari rakyat 30 Jawa dan sistem
pengupahannya tidak adil karena sangat murah.
5. Sebagian dari rakyat Jawa dikirim ke Suriname untuk bekerja di perkebunan Belanda. 6. Para
bupati di 18 wilayah keresidenan di Jawa ikut menyewakan sebagian tanahnya kepada
pengusaha perkebunan asing dan memaksa rakyat di 18 keresidenan tersebut bekerja
diperkebunan-
perkebunan tersebut. 7. Reaksi Terhadap Kebijakan Pintu Terbuka. Kebijakan tersebut sebagai
tempat untuk mengeksploitasi rakyat sehingga Belanda semakin makmur. Hal ini membuat kaum
humanis bersuara lantang. Sudah berabad-abad rakyat menderita demi kemakmuran Belanda
sehingga sudah sepantasnya Belanda membalas budi dengan memajukan bangsa Indonesia,
bukannya menyengsarakannya. Itulah gagasan dasar yang mendorong lahirnya politik etis. Salah
satu penggagas munculnya politik etis adalah Van Deventer. Menurutnya, pemerintah Belanda
harus melakukan sesuatu demi kesejahteraan kaum pribumi.
K. Politik Etis
Kebijakan politik etis menyangkut dua bidang, yakni politik dan ekonomi. Dalam bidang
politik adalah diberlakukannya kebijakan desentralisasi, yaitu memberikan ruang, peran, serta
Salam Historia Dari orang-orang Belanda ternyata ada yang peduli terhadap penderitaan rakyat,
yakni Eduard Douwes Dekker (Multatuli). Dialah yang menghentikan praktek jahat Tanam Paksa
karena karya novelnya yang berjudul “Akulah yang Menderita” atau Max Havelaar. Sikap kritis
terhadap pemerintah Belanda rupanya menurun pada cucunya yang bernama Ernest Francois
Eugene Dekker alias Ernest Douwes Dekker (Danudirja Setyabudi), pendiri Indische Partij yang
tergabung dalam kelompok tiga serangkai bersama Ki Hadjar Dewantara dan Cipto
Mangunkusuma. kesempatan bagi orang-orang Indonesia untuk memikirkan nasib dan masa
depannya sendiri dengan melibatkan mereka di dewan-dewan lokal, yaitu sebuah dewan rakyat
(masuk dalam pemerintahan) yang dikenal dengan Volksraad (Dewan Rakyat). Dewan ini
semacam Dewan Perwakilan Rakyat. Melalui dewan ini, aspirasi rakyat disalurkan melalui wakil-
wakilnya yang duduk di dewan ini.
Assesmen
Individu Berkelompok
- Test tertulis PG atau Essay - Diskusi kelompok
- Sikap peserta didik selama - Presentasi
mengikuti kegiatan - Produk laporan penelitian
pembelajaran (mengkomunikasikan laporan
dalam bentuk tulisan/tulisan/
media lain)
Persiapan
Pembelajaran
Pertemuan 2
Pertemuan 3
Pertemuan 4
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
Pendahuluan - Presensi kehadiran peserta didik 10 menit
- Berdoa sesuai agama dan
keyakinan masing-masing
- Mengingatkan kembali
kesepakatan aturan dalam kegiatan
pembelajaran pada hari ini
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
Kegiatan Inti - Peserta didik diberi pertanyaan 70 menit
pemantik: Mengapa kita harus
melakukan penelitian sejarah?
apa manfaatnya?
- Guru menyajikan informasi awal
tentang penelitian sejarah lokal
(bisa menyesuiakan dengan daerah
masing-masing) bisa juga tentang
konflik Inggris dengan Belanda
memperebutkan Pulau Jawa dan
perlawaanan Sultan Hamengku
Buwono II terhadap Inggris dalam
peristiwa Geger Sepoy serta
tindakan Raffles dalam
mengeksploitasi kekayaaan Hindia
Belanda dengan media power point
- Guru memberikan penjelasan
singkat termasuk pembentukan
kelompok kerja sesuai bidang
penelitian masing-masing tentang
penelitian sejarah lokal (bisa
menyesuiakan dengan daerah
masing-masing) bisa juga tentang
konflik Inggris dengan Belanda
memperebutkan Pulau Jawa dan
perlawaanan Sultan Hamengku
Buwono II terhadap Inggris dalam
peristiwa Geger Sepoy serta
tindakan Raffles dalam
mengeksploitasi kekayaaan Hindia
Belanda.
- Membentuk 5 kelompok dalam
1 kelas dengan tentang
perlawanan Sultan Hamengku
Buwono II terhadap Inggris
dalam peristiwa Geger Sepoy
atau peristiwa- peristiwa
sejarah lokal di daerah masing-
masing perlawanan terhadap
kolonial dalam bidang:
Pertemuan 5
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
Pendahuluan - Presensi kehadiran peserta didik 10 menit
- Berdoa berdasarkan agama dan
keyakinan masing-masing
dipimpin salah satu orang peserta
didik
- Mengingatkan kembali
kesepakatan aturan dalam kegiatan
pembelajaran pada hari ini
- Apersepsi untuk menjelaskan
pentingnya pokok bahasan hari ini
bagi kehidupan peserta didik
Kegiatan Inti - Peserta didik siberi 70 menit
pertanyaan pemantik:
Mengapa terjadi
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
perlawanan dari Tuanku Imam
Bonjol? Mengapa Diponegoro
melakukan perlawanan terhadap
belanda? Apa akibatnya dari
perlawanan itu terhadap rakyat?
- Guru menyajikan informasi awal
tentang keterkaitan lunturnya
kearifan budaya lokal dan
penderitaan rakyat dengan
perlawanan Tuanku Imam Bonjol
di Minangkabau dan Pangeran
Diponegoro di Jawa.
- Guru menerapkan metode diskusi
tentang keterkaitan lunturnya
kearifan budaya lokal dan
penderitaan rakyat dengan
perlawanan Tuanku Imam Bonjol
di Minangkabau dan Pangeran
Diponegoro di Jawa.
Penutup - Penguatan dari guru tentang 10 menit
materi yang baru saja
didiskusikan
- Kesimpulan secara bersama-
sama antara guru dan peserta
didik
- Evaluasi kegiatan
pembelajaran hari ini
- Refleksi terhadap kekurangan
dan kelebihan pembelajaran
hari ini
Pertemuan
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
Pendahuluan - Presensi kehadiran peserta didik 10 menit
- Berdoa berdasarkan agama dan
keyakinan masing-masing
dipimpin salah satu orang peserta
didik
- Mengingatkan kembali
kesepakatan aturan dalam kegiatan
pembelajaran pada hari ini
- Apersepsi untuk menjelaskan arti
pentingnya pembelajaran hari ini
bagi nilai-nilai kehidupan
Kegiatan Inti - Peserta didik diberi 70 menit
pertanyaan
Pertemuan
N Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu
o
Pendahuluan - Presensi kehadiran peserta didik 10 menit
- Berdoa berdasarkan agama
dan keyakinan masing-masing
dipimpin salah satu orang
peserta didik
- Guru memberikan informasi
tentang kesepakatan aturan
dalam kegiatan pembelajaran
pada hari
1596 1602 1619 1800 1808 1811 1816 1830 1870 1900
4. Pemimpin perlawanan
rakyat Saparua
ASSESMEN FORMATIF
PESERTA DIDIK
Berdoalah sesuai keyakinan masing-masing. Tuliskan jawaban secara jelas, tegas, dan rinci!
2. Pada abad ke 15 dan 16 Masehi, masa eksplorasi dan penjelajahan samudera oleh Bangsa Eropa
banyak dipelopori oleh 2 kerajaan Kristen yang terkenal dengan Gerakan reconquista, kerajaan yang
dimaksud adalah ….
A. Inggris dan Belanda
B. Portugis dan Italia
C. Inggris dan Denmark
D. Romawi suci dan Perancis
E. Spanyol dan Portugis
3. Beberapa latar belakang dari munculnya penjelajahan samudera oleh bangsa Eropa antara lain adalah
….
A. Keinginan untuk menyebarkan agama, memperoleh rempah-rempah dan menyebarkan teknologi
B. Menyebarkan agama, memperoleh kejayaan bangsanya dan membuat maju tanah asia
C. Memperoleh rempah-rempah, menyebarkan agama, dan mencari kekayaan
D. Mendharma bhaktikan ilmu pengetahuan, menyebarkan kedamaian dan memperoleh
pengakuan dari bangsa di Asia
E. Mandat dari Paus di Roma, mendapat pencerahan dari masa Renaissance, lahirnya ideologi
humanism
4. Perlawanan Bangsa Indonesia dari Sulawesi Selatan yang berupaya untuk melawan Tindakan
semena- mena yang dilakukan VOC pada abad ke 17 terhadap Kesultanan Gowa dan Tallo dipimpin
oleh seorang tokoh Bernama ….
A. Aru palaka
B. Daeng Risadju
C. Andi Mattalata
D. Sultan Hassanudin
E. Karaeng Matommpa
5. Kebijakan Usaha swasta merupakan buah dari pemikiran yang berhaluan ideologi….
A. Komunisme
B. Kolonialisme
C. Liberalisme
D. Nasionalisme
E. Utopisme
6. Penjajahan Bangsa Indonesia yang terjadi sejak abad ke 17 Masehi merupakan sebuah proses
panjang yang melibatkan banyak sekali peristiwa-peristiwa yang membuat Belanda semakin kuat
berkuasa di Indonesia dan melakukan penjajahan, bila ditelisik lebih cermat, faktor penyebab
Belanda mendapat pijakan kuat tidak lain adalah karena….
A. Bangsa Indonesia mudah terpecah belah dan diadu domba
B. Belanda memiliki teknologi yang sangat maju
C. Orang-orang Belanda datang dengan maksud berdagang
D. Bangsa Indonesia mudah untuk dijajah
E. Kebudayaan Indonesia yang sangat jauh tertinggal dari Belanda
7. Salah satu kerajaan di Jawa Bagian Barat yang melawan VOC dan kemudian harus dikalahkan
dengan mengadu domba antara ayah (Raja) dan anak (Putera Mahkota) adalah kerajaan….
A. Demak
B. Banten
C. Mataram
D. Galuh
E. Cirebon
8. Salah satu kebijakan Tanam Paksa yang secara tertulis terlihat sangat manusiawi, namun dalam
pelaksanaannya tidak demikian, antara lain adalah….
A. Diperbolehkannya menanam tanaman lain diluar yang diwajibkan
B. Kerugian petani akibat hama akan ditanggung pemerintah
C. Seluruh tanaman wajib akan dikumpulkan oleh pemerintah
D. Kegagalan panen merupakan tanggung jawab petani
E. Kepala desa diwajibkan memegang penuh tanggung jawab pelaksanaan Tanam paksa
9. Kebijakan VOC dalam mempertahankan harga Pala di pasaran dunia adalah dengan cara
memusnahkan pohon Pala yang liar dan tidak dikuasai VOC, kebijakan tersebut dikenal dengan
nama….
A. Verprichte Leverantie
B. Hongi
C. Ekstirpasi
D. Monopoli
E. Stelsel
10. Hadirnya VOC di Pelabuhan dekat Sunda Kelapa memancing penguasa Mataram untuk melakukan
penyerangan terhadap kedudukan VOC di Sunda Kelapa (belakangan disebut Batavia), penguasa
Mataram yang melakukan serangan tersebut pada tahun 1628 dan 1629 adalah….
A. Amangkurat I
B. Sultan agung
C. Panembahan Senopati
D. Raja Cakraningrat
E. Pangeran
Diponegoro Kunci
Jawaban:
No Kunc No Kunc
i i
1 A 6 A
2 E 7 B
3 C 8 D
4 D 9 C
5 C 10 B
Skor
No Soal Kunci Jawaban
(Maks.30)
1. Secara tertulis kebijakan tanam paksa tidak 1. Jumlah tanah yang harus
terlihat begitu kejam bagi para petani, ditanami tanaman wajib
tetapi dalam kenyataannya seringkali melebih 1/5
petani menjadi korban dari kebijakan 2. Hari kerja wajib di lahan milik
tersebut, sebutkan dua (2) penyelewengan pemerintah melebihi 66 hari 5
dalam kebijakan tanam paksa dalam setahun
3. Kerugian yang dialami oleh
petani tidak ditanggung oleh
pemerintah
2. Salah satu reaksi yang muncul dari para Novel bersetting di Lebak, Banten
kaum liberal dan humanis Belanda dalam dan jabatan yang dipegang oleh
memandang Tanam Paksa adalah ketidak Maax Havelar adalah asisten
setujuan, salah satunya dengan menulis residen 5
buku berjudul Max Haveelar yang ditulis
oleh Douwes Dekker. Sebutkan lokasi
setting dan jabatan dari penulis buku
tersebut dalam buku Maax Haavelar!
3 Bangsa-bangsa barat melakukan Kata Kunci :
penjajahan di wilayah-wilayah asia demi Penghisapan manusia oleh manusia
keuntungan Negara mereka sendiri, lain, monopoli, perbudakan, 5
menurut anda hal paling fundamental dari pembodohan, pelanggaran HAM,
kesalahan perilaku menjajah adalah … perampasan hak
4 Menurut anda, Indonesia sebagai bangsa Kata Kunci:
besar memiliki potensi untuk menjadi Tingkat Pendidikan, literasi rendah,
motivasi, system Pendidikan, 5
bangsa yang hebat dengan kekayaan
alamnya, tetapi kini Indonesia belum kemauan individu, tradisi korupsi
PENGAYAAN
REMEDIAL
PENGAYAAN
Pengayaan diberikan untuk menambah wawasan tentang materi pembelajaran dan diberikan kepada
peserta didik yang telah mencapai tujuan pembelajaran. Peserta didik diminta untuk menggali lebih
dalam tentang berbagai perkembangan masa tanam paksa dan usaha swasta, dengan salah satunya
membaca buku Max Havelaar atau membaca buku bertema kolonialisme.
REMEDIA
Remedial diberikan kepada peserta didik yang belum mencapai tujuan pembelajaran. Peserta didik diminta
untuk mempresentasikan salah satu kisah perlawanan Bangsa Indonesia terhadap VOC maupun terhadap
1. Buku Referensi
2. Buku Paket
3. Buku Elektronik
GLOSARIUM
Kolonialisme adalah Upaya yang dilakukan negara-negara penguasa dalam rangka menguasai suatu
daerah/wilayah untuk mendapatkan sumber daya.
Imperialisme adalah kebijakan di mana sebuah negara besar dapat memegang kendali atau pemerintahan atas
daerah lain agar negara itu bisa dipelihara atau berkembang
Ekstirpasi bermakna membabat tumbuhan hingga habis dan menebang pohon di hutan. Tujuan dari hak
ekstirpasi adalah membatasi produksi tumbuhan agar harga jualnya tetap tinggi. Hak ekstirpasi pernah
diberlakukan oleh VOC terhadap tanaman rempah-rempah di Maluku.
VOC adalah Perusahaan Dagang Hindia Timur
Konvensi London adalah Perjanjian Inggris-Belanda 1814 adalah sebuah perjanjian yang
ditandatangan oleh Britania Raya dan Belanda di London pada tanggal 13 Agustus 1814. Perjanjian ini
ditandatangani oleh Robert Stewart, Viscount Castlereagh sebagai perwakilan Inggris dan Hendrik
Fagel sebagai perwakilan Belanda
PAX NETHERLANDICA adalah upaya Belanda untuk menguasai seluruh Nusantara di bawah
kekuasaannya. Gagasan Pax Neerlandica yang dicetuskan oleh Gubernur Jenderal Johannes Benedictus
van Heutsz pertama kali muncul pada awal abad ke-20.
DAFTAR PUSTAKA
Carey, Peter. 2010. Kuasa Ramalan Jilid I & II, Jakarta: KPG