kawasan konservasi Jakarta? Jangan salah, Jakarta juga punya lo. Kawasan konservasi
ini bernama Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA). Walaupun tidak seluas
Taman Nasional Gunung Halimun Salak, namun masih memiliki keanekaragaman
hayati yang cukup tinggi. SMMA merupakan kawasan konservasi yang terkecil di
negeri ini. Meski kecil, peranannya ternyata cukup penting bagi kehidupan.
Di sini, kita masih bisa menjumpai berbagai macam kehidupan, baik flora maupun
fauna. Mulai dari monyet ekor panjang atau Macaca fasicularis, berbagai jenis
burung endemik, biawak, ular hingga tumbuhan bakau yang beragam. Semuanya
berpadu menjadi satu bentuk kawasan ekologis yang tanpa disadari ternyata telah
menopang Jakarta, kota yang enggak pernah lepas dari masalah lingkungan.
Kerusakan yang paling ekstrem sekali terlihat dari dermaga. Di sana, kita bisa jumpai
Kali Angke yang mengalir melintasi SMMA yang berwarna hitam, penuh sampah,
dan bau busuknya menyengat. Sampai-sampai sebagian pengunjung mual hingga
muntah.
Di Jakarta, ribuan ton sampah mengalir setiap harinya dari sungai-sungai. Akhirnya,
lepas ke lautan luas hingga ratusan mil di Teluk Jakarta. Lautan sampah juga akan
dengan mudah dijumpai di Kepulauan Seribu.
Sampah-sampah yang mengalir ke laut itu membuat ekosistem Teluk Jakarta rusak.
Para nelayan Jakartalah yang terkena imbasnya. Mereka terpaksa mencari ikan hingga
ke tengah laut bahkan bisa sampai di luar wilayah Jakarta. Belum lagi hasil tangkapan
mereka yang sudah tercemar yang lagi-lagi menurunkan pendapatan mereka.
Pada musim hujan, di saat debit air tinggi, sampah akan terbawa air sungai masuk ke
SMMA dan akhirnya nyangkut di antara tanaman bakau. Kalau sudah begitu,
biasanya para sukarelawan, aktivis lingkungan dan dibantu masyarakat sekitar mulai
menyingsingkan lengan baju.
Masalah lingkungan di Jakarta memang sudah sangat ekstrem. Jangan pernah saling
menyalahkan satu sama lain karena itu buah dari kecongkakan dan kesombongan kita
sendiri sebagai manusia.
Jangan pula bergantung pada saatu elemen masyarakaat atau pemerintah untuk
membenahinya. Itu kewajiban kita bersama sebagai manusia yang berbudi dan
berakhlak mulia.
Langkah terbaik yang bisa dilakukan, yaitu tumbuhkan kepedulian pada lingkungan
dari tiap individu walau sekecil apapun. Kita memang bisa mulai dari mana saja, tapi
kita tak bisa menundanya hingga esok.
http://fi.oneworld.net/external/?url=http%3A%2F%2Fjakartagreenmonster.com
%2Fa.php%3Fq%3D77%26c%3D2
Jika tak percaya, datang saja ke margasatwa yang berlokasi di Jakarta Utara itu.
Diperkirakan ada 100 ekor monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang hidup di
kawasan konservasi yang hanya memiliki luas 25,02 hektar ini.
Kawanan monyet ini terbagi dalam empat kelompok. Nah, masing-masing kelompok
ini memiliki wilayah jelajah (breeding area) masing-masing.
Meski tak mengenal hukum seperti kebudayaan manusia, monyet-monyet itu hanya
mencari makan di wilayah jelajahnya saja. Mereka memakan buah pidada dan pucuk
daun pohon nipah.
"Monyet-monyet itu hanya mencari makan di wilayahnya sendiri, " ujar petugas polisi
hutan yang sehari hari bertugas di SMMA, Jati, dalam perbincangan dengan
detikcom, Rabu (5/3/2008).
Idealnya satu kelompok monyet membutuhkan area jelajah 50 hingga 100 hektar.
Namun di SMMA, luas hutan bakau hanya 25,02 Hektar. Alhasil, satu kelompok
hanya mendapatkan jatah 6,27 hektar. Sangat jauh dari kondisi ideal.
Tapi toh, monyet-monyet itu tetap patuh pada areanya sendiri. Mereka tak
menyerobot milik tetangganya atau hak yang lain. Tenggang rasa.
detik.com
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Sejarah
2 Tutupan Vegetasi
3 Keanekaragaman Satwa
4 Mencapai SMMA
5 Perijinan
6 Pranala luar
[sunting] Sejarah
Semula SMMA ditetapkan sebagai cagar alam oleh pemerintah Hindia Belanda pada
tanggal 17 Juni 1939, dengan luas awal 15,04 ha. Kemudian kawasan ini diperluas
sehingga pada sekitar tahun 1960-an tercatat memiliki luas 1.344,62 ha. Dengan
meningkatnya tekanan dan kerusakan lingkungan baik di dalam maupun di sekitar
kawasan Muara Angke, sebagian wilayah cagar alam ini kemudian menjadi rusak.
Sehingga, setelah 60 tahun menyandang status sebagai cagar alam, pada tahun 1998
Pemerintah mengubah status kawasan ini menjadi suaka margasatwa untuk
merehabilitasinya. Perubahan status ini ditetapkan melalui SK Menteri Kehutanan dan
Perkebunan No 097/Kpts-II/1998 sebagai Suaka Margasatwa Muara Angke dengan
total luas 25,02 ha.
Kali Angke, batas timur SMMA, jalur lalu-lintas perahu nelayan. Pohon api-api
tumbuh di sepanjang tepiannya
Vegetasi semula di SMMA adalah hutan mangrove pantai utara Jawa, dengan
keanekaragaman jenis yang cukup tinggi. Akan tetapi akibat tingginya tingkat
kerusakan hutan di wilayah ini, saat ini diperkirakan hanya tinggal 10% yang tertutup
oleh vegetasi berpohon-pohon. Sebagian besar telah berubah menjadi rawa terbuka
yang ditumbuhi rumput-rumputan, gelagah (Saccharum spontaneum) dan eceng
gondok (Eichchornia crassipes).
Tercatat sekitar 30 jenis tumbuhan dan 11 di antaranya adalah jenis pohon, yang
hidup di SMMA. Pohon-pohon mangrove itu di antaranya adalah jenis-jenis bakau
(Rhizophora mucronata, R. apiculata), api-api (Avicennia spp.), pidada (Sonneratia
caseolaris), dan kayu buta-buta (Excoecaria agallocha). Beberapa jenis tumbuhan
asosiasi bakau juga dapat ditemukan di kawasan ini seperti ketapang (Terminalia
catappa) dan nipah (Nypa fruticans).
Selain jenis-jenis di atas, terdapat pula beberapa jenis pohon yang ditanam untuk
reboisasi. Misalnya asam Jawa (Tamarindus indica), bintaro (Cerbera manghas),
kormis (Acacia auriculiformis), nyamplung (Calophyllum inophyllum), tanjang
(Bruguiera gymnorrhiza), dan waru laut (Hibiscus tiliaceus).
SMMA merupakan tempat tinggal aneka jenis burung dan pelbagai satwa lain yang
telah sulit ditemukan di wilayah Jakarta lainnya. Jakarta Green Monster mencatat
seluruhnya ada 91 jenis burung, yakni 28 jenis burung air dan 63 jenis burung hutan,
yang hidup di wilayah ini. Sekitar 17 jenis di antaranya adalah jenis burung yang
dilindungi.
Jenis burung yang sering dijumpai antara lain adalah pecuk-padi kecil (Phalacrocorax
niger), cangak (Ardeola spp.), kuntul (Egretta spp.), kareo padi (Amaurornis
phoenicurus), mandar batu (Gallinula chloropus), betet biasa (Psittacula alexandri),
merbah cerukcuk (Pycnonotos goiavier), kipasan belang (Rhipidura javanica),
remetuk laut (Gerygone sulphurea) dan lain-lain. Beberapa di antaranya merupakan
burung khas hutan bakau seperti halnya sikatan bakau (Cyornis rufigastra). Selain itu,
SMMA juga menjadi rumah bagi perenjak Jawa (Prinia familiaris).
SMMA juga dihuni oleh beberapa beberapa jenis burung endemik, yang hanya ada di
Pulau Jawa. Misalnya cerek Jawa (Charadrius javanicus) dan bubut Jawa (Centropus
nigrorufus). Bubut Jawa diketahui sebagai salah satu spesies terancam punah di dunia,
dengan penyebaran terbatas di beberapa tempat saja termasuk di SMMA. Burung
terancam punah lainnya yang menghuni kawasan ini ialah bangau bluwok (Mycteria
cinerea). Di Pulau Jawa, bangau jenis ini diketahui hanya berbiak di Pulau Rambut
yang terletak tidak jauh dari Muara Angke.
Jenis mamalia lain yang dapat ditemukan di SMMA, akan tetapi jarang terlihat,
adalah berang-berang cakar-kecil (Aonyx cinerea). Karnivora kecil pemakan ikan dan
aneka hewan air ini terutama aktif di malam hari (nokturnal).
SMMA juga menjadi tempat hidup berbagai spesies reptilia seperti biawak air
(Varanus salvator), ular sanca kembang (Python reticulatus), ular sendok Jawa alias
kobra Jawa (Naja sputatrix), ular welang (Bungarus fasciatus), ular kadut belang
(Homalopsis buccata), ular cincin mas (Boiga dendrophila), ular pucuk (Ahaetula
prasina) dan ular bakau (Cerberus rhynchops). Menurut informasi dari warga sekitar,
di SMMA masih ditemukan pula jenis buaya muara (Crocodylus porosus).
Suaka margasatwa ini terletak berbatasan dengan kompleks pemukiman Pantai Indah
Kapuk (PIK). Pintu masuknya berada di seberang kompleks ruko Niaga Mediterania,
di bagian timur PIK.
Untuk menuju SMMA, yang termudah adalah dengan mencapai Mega Mall Pluit
lebih dulu. Pertokoan ini mudah dicapai dengan berbagai kendaraan umum dari arah
Grogol atau Jakarta Kota melalui Jembatan Tiga. Kendaraan dari arah jalan tol dalam
kota Jakarta hendaknya keluar di pintu tol Jembatan Tiga.
Kemudian mengikuti jalan Pluit Indah di muka Mega Mall ke arah barat, dan
dilanjutkan menyeberangi perempatan dengan jembatan memasuki jalan Muara
Karang (Pluit Karang) terus ke arah barat hingga ke ujungnya. Menyeberangi
perempatan agak serong ke kiri (arah barat daya) terletak jalan Mandara Permai, jalan
masuk menuju Pantai Indah Kapuk.
Tidak jauh dari perempatan serong tersebut terdapat gerbang Pantai Indah Kapuk, dan
setelah menyeberang jembatan dan melalui bundaran, di sebelah kanan jalan (sebelah
utara, sekitar 500 meter dari gerbang) adalah Suaka Margasatwa Muara Angke.
Kendaraan dapat diparkir di kompleks ruko Niaga Mediterania, tepat di seberang
pintu masuk Suaka Margasatwa.
Lokasi ini dapat pula dicapai dari arah barat kompleks PIK, yakni dengan memasuki
wilayah PIK lebih dulu dan menuju jalan Pantai Indah Kapuk Utara 2, terus ke arah
timur hingga kompleks ruko Mediterania.
http://id.wikipedia.org/wiki/Suaka_Margasatwa_Muara_Angke