Anda di halaman 1dari 17

LOMBA JURNAL LARSI ANNUAL

Beny RAHMAN KHOMAINI


RSIA MUHAMMADIYAH PROBOLINGGO
IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI MANAJEMEN RUMAH SAKIT DI RSIA

MUHAMMADIYAH PROBOLINGGO

Abstrak

Informasi adalah dasar untuk pembuatan kebijakan, perencanaan, pemrograman, dan akuntabilitas.

Sistem informasi yang baik dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari organisasi. Studi

mengenai Implementasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit di RSIA Muhammadiyah

Probolinggo ini untuk mengetahui kesesuaian regulasi atau standar yang berlaku dibandingkan

terhadap penyelenggaraan SIMRS di RSIA Muhammadiyah Probolinggo. Metode yang digunakan

dalam studi ini adalah kualitatif. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa penyelenggaraan SIMRS

di RSIA Muhammadiyah Probolinggo belum berjalan dengan baik. Rumah sakit belum

melaksanakan tahapan & siklus pengembangan SIMRS dengan baik. Efektifitas dari penggunaan

SIMRS di rumah sakit masih belum memenuhi semua tujuan strategis

Pendahuluan

Teknologi komunikasi merupakan penerapan prinsip-prinsip keilmuan komunikasi untuk

memproduksi suatu item material bagi efektifitas dan efisisensi proses komunikasi. Teknologi

komunikasi merupakan suatu sistem makro yang di dalamnya meliputi teknologi telekomunikasi,

teknologi elektronika, dan teknologi informasi (Setyawan, 2018). Penerapan Teknologi Informasi

sudah masuk ke berbagai bidang dan mulai dirasakan manfaatnya. Teknologi informasi digunakan

dari berbagai sektor diantaranya administrasi rumah sakit, antrian pasien rumah sakit, manajemen

pengelolaan rawat inap dan lain-lain (Sulianta, 2009).


Sistem informasi (SI), atau sistem informasi manajemen (SIM), adalah sistem formal untuk

menyediakan manajemen dengan informasi yang berguna atau diperlukan untuk membuat

keputusan. Kontrol manajerial berdasarkan informasi yang valid membuat SI yang efektif menjadi

bagian tak terpisahkan dari sistem kontrol apa pun. (Laudon 2010).

Manajemen informasi dalam layanan kesehatan khususnya ditunjukkan dalam upaya yang

berkembang untuk menggantikan dokumen klinis kuno dan sistem administrasi warisan dengan

informasi yang maju dan inovatif, termasuk namun tidak terbatas pada (Laudon, 2010):

1. Sistem manajemen data yang berpusat pada pasien, seperti catatan medis elektronik,

catatan kesehatan elektronik, catatan kesehatan pribadi, catatan kesehatan berbasis

pembayar, entri pesanan dokter terkomputerisasi, dan resep elektronik system.

2. Generasi baru system informasi administratif, seperti manajemen rantai pasokan,

manajemen hubungan pelanggan, dan perencanaan sumber daya perusahaan

3. Komunitas virtual dan jaringan sosial berbasis internet, seperti jaringan informasi

kesehatan masyarakat dan jaringan informasi kesehatan regional

4. Layanan Web yang saling beroperasi, kesehatan seluler, kesehatan jarak jauh, dan

perangkat berbasis sensor jarak jauh

Jelas bahwa penggunaan system manajemen informasi ini pasti akan mengarah pada transformasi

perawatan kesehatan, dan selanjutnya menguntungkan masyarakat dengan industri layanan

kesehatan yang lebih akuntabel, tersedia, dapat diakses, dan terjangkau. Selain itu informasi adalah

dasar untuk pembuatan kebijakan, perencanaan, pemrograman, dan akuntabilitas (Mehdipour,

2013).
Sebagai salah satu penyedia layanan jasa kesehatan, RSIA Muhammadiyah Probolinggo tidak

ketinggalan dengan kemajuan teknologi dan sistem perumahsakitan telah melakukan implementasi

teknologi informasi dalam proses layanan yang diberikan sejak tahun 2016.

Tentunya implementasi SIMRS di rumah sakit harus mengikuti regulasi dan standar yang berlaku,

baik regulasi yang ditentukan oleh pemerintah dan ketentuan dari standar akreditasi rumah sakit.

Selain itu implementasi SIMRS juga harus dapat memenuhi tujuannya yaitu pelayanan yang bisa

berjalan dengan lebih efektif. Oleh karena itu perlu dilakukan studi tentang apakah implementasi

SIMRS di RSIA Muhammadiyah Probolinggo telah memenuhi kaidah regulasi dan tujuannya.

Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) dan Rekam Medis Elektronik

Kesehatan adalah bagian yang sangat penting dari masyarakat kita. Dengan kata lain, Salah satu

isu terpenting adalah pelayanan kesehatan. Belakangan ini, konsep pelayanan kesehatan

masyarakat telah mengalami perubahan besar yang menyebabkan ekspektasi yang lebih tinggi dan

permintaan yang meningkat akan fasilitas medis berkualitas tinggi. Organisasi layanan kesehatan

dari semua tingkat menghadapi kebutuhan kritis untuk mengelola dan mengintegrasikan informasi

klinis, keuangan, dan operasional. Untuk menyelesaikan tugas ini, Sistem Informasi Manajemen

Rumah Sakit (SIMRS) harus dikembangkan. Secara umum SIMRS didefinisikan sebagai sistem

informasi komprehensif yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, memproses,

mengambil, dan mengkomunikasikan perawatan pasien dan informasi administrasi untuk semua

kegiatan yang berafiliasi dengan rumah sakit dan untuk memenuhi persyaratan fungsional dari

semua pengguna yang berwenang di rumah sakit (Van Bemmel J.H., Musen M.A. 1999). Oleh

karena itu, Sistem Informasi adalah sistem komputer yang mengumpulkan, menyimpan,

memproses, memanggil kembali, menampilkan, dan mengkomunikasikan informasi secara tepat


waktu yang dibutuhkan dalam praktik, pendidikan, administrasi dan penelitian (Malliarou, 2006;

Malliarou et al., 2007).

Manfaat menggunakan Sistem Informasi sangat banyak, tidak hanya mengurangi kesalahan dan

meningkatkan kecepatan dan akurasi perawatan tetapi juga dapat menurunkan biaya kesehatan

dengan mengoordinasikan layanan dan meningkatkan kualitas perawatan. Definisi sistem

informasi rumah sakit diperkenalkan dengan baik tahun 2011 pada Konferensi Internasional

tentang Ilmu Sosial dan Kemanusiaan, yaitu: “Sistem Informasi Rumah Sakit dapat didefinisikan

sebagai sistem masif dan terintegrasi yang mendukung persyaratan informasi rumah sakit yang

komprehensif, termasuk pasien, klinis, tambahan dan manajemen keuangan” (Mehdipour, 2013).

Pada periode 1970-1980, istilah rekam medis terkomputerisasi digunakan untuk menggambarkan

upaya otomatisasi rekam medis awal. Upaya otomasi awal berfokus pada pengembangan

peringatan, catatan pemberian obat, komunikasi pesanan penyedia, dan catatan. Otomasi terutama

digunakan dalam jenis sistem berikut: pendaftaran pasien, keuangan, laboratorium, radiologi,

farmasi, keperawatan, dan terapi pernapasan. Selama tahun 1970-an, sebagian besar rekam medis

terkomputerisasi dikembangkan di lingkungan universitas untuk digunakan yang disesuaikan

dengan kebutuhan entitas yang sedang berkembang; oleh karena itu, sistem awal ini tidak dapat

dengan mudah diimplementasikan di fasilitas lain (Green, 2011).

Langkah selanjutnya dalam evolusi catatan elektronik mencakup penggabungan data dari sistem

data yang berbeda ke dalam satu database terpusat yang dikenal sebagai gudang data klinis, yang

menyediakan akses mudah ke data dalam bentuk elektronik atau cetak. Istilah rekam medis

elektronik (RME) digunakan pada akhir 1990-an untuk menggambarkan sistem yang didasarkan

pada pencitraan dan penggabungan data dari berbagai sistem yang berdiri sendiri (Green, 2011).
Dengan semakin banyaknya fasilitas pelayanan kesehatan yang mengembangkan sistem rekam

kesehatan elektronik, jaringan informasi elektronik antar fasilitas telah menjadi kenyataan di

banyak daerah dengan didirikannya organisasi informasi kesehatan regional (RHIO: Regional

Health Information Organization). RHIO adalah jaringan elektronik informasi medis pasien yang

dikumpulkan dari beberapa organisasi kesehatan di suatu wilayah geografis. Tujuan dari RHIO

adalah untuk memberikan kesempatan kepada penyedia layanan kesehatan untuk mengakses

informasi pasien yang dihasilkan di fasilitas lain, sehingga memungkinkan pertukaran informasi

kesehatan (HIE: Health Information Exchange). RHIO memungkinkan akses ke berbagai jenis

informasi pasien seperti laporan laboratorium, hasil tes, informasi pertemuan, dan sebagainya, di

mana pun yang mungkin pernah dikunjungi pasien (Green, 2011).

Sistem Keuntungan Kerugian


Low start-up costs Retrieval of information is not easily customized
Training of staff is simple Hand-written information can be illegible
Manual Requires less technically trained staff Difficult to abstract information
Undocumented services are not usually
Paper records are available because there is no
discovered until discharge analysis of record
downtime
occurs
Improves access to patient information Increase start-up costs
Multiple users can access patient information Selection and development of system is time-
simultaneously and remotely consuming
Staff training is time-consuming and can be
Eliminates paper record storage
expensive
Improves readability of patient information Technical staff need to maintain system
Elektronik Timely capture of data User resistance can occur
Views of patient record can be customized
Updates of information can easily occur
Retrieval of customized information
Enhanced security of patient information
Reduces administrative costs
Tabel 1. Perbandingan Rekam Medis Manual dan Elektronik

Pelaksanaan catatan kesehatan elektronik (EHR) telah secara signifikan mempengaruhi semua

sistem catatan yang terlibat dengan pengarsipan, pelacakan grafik, dan sejenisnya. EHR memiliki
kemampuan untuk menghasilkan catatan lengkap tentang pertemuan pasien klinis — serta

mendukung aktivitas terkait perawatan lainnya secara langsung atau tidak langsung melalui

antarmuka — termasuk dukungan keputusan berbasis bukti, manajemen kualitas, dan pelaporan

hasil. (Masyarakat Sistem Informasi dan Manajemen Kesehatan, 2015)

Regulasi & Kebijakan Pemerintah

Kemajuan teknologi telah mengubah cara profesional manajemen informasi kesehatan melakukan

pekerjaan mereka, tetapi itu tidak mengubah “pekerjaan”. Rekam medis yang tepat waktu, akurat,

dan lengkap masih menjadi dasar bagi departemen informasi kesehatan yang berfungsi dengan

baik, yang berkontribusi terhadap keberhasilan rumah sakit secara keseluruhan (Skurka, 2017).

Oleh karena itu pemerintah menetapkan regulasi dan kebijakan untuk menjamin penyelenggaraan

SIMRS di rumah sakit sesuai standar dan mendukung tercapainya tujuan. Diantara peraturan-

peraturan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Undang - Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

2. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1171 Tahun 2011 Tentang Sistem Informasi Rumah

Sakit (SIRS)

3. Peraturan Menteri Kesehatan No. 82 Tahun 2013 Tentang Standar SIMRS

4. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2014 Tentang Sistem Informasi Kesehatan

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Nomor 24 Tahun 2022 Tentang

Rekam Medis

6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik


Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit ini telah ditetapkan sesuai dengan Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2013, pasal 3 ayat 1 : setiap Rumah Sakit wajib

menyelenggarakan SIMRS; dan juga pasal 52 ayat 1 Undang-Undang No 44 tahun 2009 tentang

Rumah Sakit yang menyatakan bahwa setiap Rumah Sakit wajib melakukan pencatatan dan

pelaporan semua kegiatan penyelenggaraan Rumah Sakit dalam bentuk Sistem Informasi

Manajemen Rumah Sakit. Pembentukan SIMRS dilakukan dalam rangka meningkatkan efisiensi

dan efektivitas penyelenggaraan Rumah Sakit di Indonesia.

Kerangka Konseptual

Gambar 1. Kerangka Konsep

Metode

Ontologi dari tulisan ini dibangun dari kerangka teori sistem informasi manajemen rumah sakit

(SIMRS) dan regulasi atau standar yang berlaku dibandingkan terhadap penyelenggaraan SIMRS

di RSIA Muhammadiyah Probolinggo. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah kualitatif

dengan pendekatan strategi deskriptif analitik. Pengumpulan data dilakukan dalam waktu 2
minggu menggunakan survey wawancara dan data sekunder terkait implementasi SIMRS di RSIA

Muhammadiyah Probolinggo.

Hasil Dan Pembahasan

1. Pengembangan SIMRS Di RSIA Muhammadiyah Probolinggo

Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Muhammadiyah berdiri pada tahun 1977, yang awalnya

berbentuk Balai Pengobatan dan Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BP/BKIA) ‘Siti Aisyah’. Pada

tahun 2004, berubah status menjadi Rumah Sakit Anak dan Bersalin (RSAB) Siti Aisyah sesuai

dengan surat ijin Menteri Kesehatan RI No YM. 02.04.3.5.1340 pertanggal 9 Juli 2004.

RSIA Muhammadiyah Probolinggo telah melakukan implementasi sistem manejemen teknologi

informasi dalam proses layanan yang diberikan sejak tahun 2016 dengan memakai aplikasi yang

dikembangkan sendiri oleh tenaga IT. Aplikasi tersebut terbatas pada sistem registrasi, pencatatan

rekam medis pasien dan billing pasien. Pada tahun 2019 rumah sakit mengganti SIMRS dengan

aplikasi KHANZA dan menambahkan aplikasi keuangan yang terpisah AIS. Lalu pada tahun 2020

RSIA Muhammadiyah Probolinggo mulai menggunakan aplikasi pendaftaran dan antrian online.

Dilanjutkan tahun 2022 mulai membuat aplikasi rekam medis rawat jalan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa RSIA Muhammadiyah Probolinggo telah melakukan

upaya yang berkembang untuk menggantikan dokumen klinis kuno dan sistem administrasi

warisan dengan informasi yang maju dan inovatif.

2. Fase Pengembangan SIMRS

Life Cycle Model merupakan salah satu metode untuk pengembangan Sistem Informasi. Metode

ini berisi tujuh fase berbeda berikut: definisi kebutuhan pengguna, analisis sistem saat ini, desain
sistem baru, kodifikasi sistem baru, penerimaan dan evaluasi, implementasi, dan pemeliharaan

sistem. sistem baru (Damigou et al., 2006 dalam Mehdipour, 2013). Sedangkan menurut Allan dan

Englebright (2000), tahapan penerapan HIS adalah: 1. Tahap perencanaan 2. Tahap analisis 3.

Tahap desain 4. Tahap pengembangan 5. Tahap implementasi 6. Tahap evaluasi 7. Tahap

peningkatan (Mehdipour, 2013)

Dari wawancara pada tim IT di RSIA Muhammadiyah Probolinggo mengenai tahap implementasi

SIMRS di rumah sakit didapatkan bahwa pengembangan SIMRS awalnya dilakukan oleh IT

rumah sakit pada tahun 2016, namun penyelenggaraan SIMRS ini tidak melalui tahapan

perencanaan dan analisis yang adekuat. Sehingga pada pengembangan selanjutnya belum bisa

memenuhi harapan dan kebutuhan rumah sakit. Pada tahun 2019, rumah sakit beralih

menggunakan aplikasi SIMRS Khanza yang merupakan aplikasi open source dan aplikasi

keuangan AIS yang dibeli dari pengembang luar rumah sakit. Permasalahan yang bisa timbul dari

pengembangan SIMRS yang tidak dilakukan oleh tenaga IT di internal rumah sakit adalah

kompatibilitas dengan pengguna dan lingkungan rumah sakit karena dalam proses pengembangan

tidak melalui interaksi dengan pengguna langsung. Hal ini juga dikarenakan pada tahap

perencanaan dan analisis memerlukan penentuan masalah sistem informasi yang memerlukan

input data dari internal rumah sakit, sedangkan pengembang dari luar melihat permasalahan dari

data banyak rumah sakit secara umum, sehingga akan menjadi kurang fokus dalam penentuan

masalah sistem informasi.

Kling dkk. (2000) mengatakan bahwa cara pandang yang berfokus pada teknologi sistem informasi

semata akan menyebabkan kegagalan, karena hal tersebut tidak cukup menjelaskan interaksi antara

orang-orang yang merancang, mengimplementasikan dan menggunakannya, serta konteks

organisasi di mana teknologi dan personelnya berada. Banyak implementasi SIMRS yang gagal,
dan biasanya disebabkan tidak hanya satu faktor. Abreu dan Conrath (1993) mengatakan bahwa

alasan kegagalan sistem informasi dapat sebanyak jumlah kegagalan itu sendiri, dan terdapat

proporsi yang signifikan bahwa sistem baru tersebut kurang dimanfaatkan, tidak memenuhi

harapan, atau gagal digunakan.

Kelemahan dalam pengembangan ini dapat diatasi apabila siklus atau fase pengembangan sistem

informasi di RSIA Muhammadiyah Probolinggo berjalan dengan baik dengan terus-menerus

melakukan evaluasi dan perbaikan/peningkatan sistem aplikasi Khanza dari tim internal rumah

sakit.

3. Kesesuaian SIMRS Dengan Regulasi

a. Undang - Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

Implementasi SIMRS dalam pelayanan rumah sakit menunjukkan bahwa RSIA

Muhammadiyah Probolinggo telah melaksanakan pasal 52 ayat 1 Undang-Undang No 44

tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yang berbunyi setiap Rumah Sakit wajib melakukan

pencatatan dan pelaporan semua kegiatan penyelenggaraan Rumah Sakit dalam bentuk

Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit.

b. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1171 Tahun 2011 Tentang Sistem Informasi Rumah

Sakit (SIRS)

RSIA Muhammadiyah Probolinggo telah melaksanakan regulasi Permenkes No. 1171

Tahun 2011 Tentang SIRS ayat 1 dengan melaksanakan pengumpulan, pengolahan dan

penyajian data rumah sakit, dan pasal 2 dengan melakukan pelaporan SIRS menggunakan

aplikasi sistem pelaporan rumah sakit kepada Kementerian Kesehatan yang meliputi :

a. Data identitas rumah sakit;

b. Data ketenagaan yang bekerja di rumah sakit;


c. Data rekapitulasi kegiatan pelayanan;

d. Data kompilasi penyakit/morbiditas pasien rawat inap; dan

e. Data kompilasi penyakit/morbiditas pasien rawat jalan.

c. Peraturan Menteri Kesehatan No. 82 Tahun 2013 Tentang Standar SIMRS

Dalam pasal 2 disebutkan bahwa pengaturan SIMRS bertujuan meningkatkan efisiensi,

efektivitas, profesionalisme, kinerja, serta akses dan pelayanan Rumah Sakit. Pelaksanaan

SIMRS di RSIA Muhammadiyah Probolinggo telah memberikan peningkatan efisisensi

dalam pengolahan data & pelaporan, mulai dari laporan kunjungan, diagnose penyakit

terbanyak, logistic, keuangan dan lain-lain. Aplikasi keuangan AIS terbukti dapat

meningkatkan efektifitas pelaporan keuangan secara lebih tepat dan cepat, serta efisiensi

tenaga. Dalam aspek peningkatan profesionalisme dan efektifitas pelayanan oleh SIMRS

masih belum tercapai karena belum berjalannya implementasi rekam medik elektronik di

aplikasi Khanza. Padahal seharusnya dengan penyelenggaraan rekam medik elektronik

banyak yang bisa dilakukan, seperti efisiensi kertas, efisiensi ruang berkas, akses data

pasien lebih cepat, review pengobatan lebih mudah, pencarian berkas rekam medis lebih

cepat, dan waktu tunggu pasien bisa menurun.

Sesuai pasal 3, RSIA Muhammadiyah Probolinggo telah memenuhi kewajiban

pelaksanaan SIMRS di rumah sakit.

Penyelenggaraan SIMRS Khanza di rumah sakit sesuai pasal 4 telah menggunakan aplikasi

pendukung strategic decision, namun penyusunan strategi bisnis belum semua berbasis

data SIMRS, masih terdapat unit-unit yang masih memakai pencatatan dan pelaporan

manual. Juga belum terdapat bukti bahwa SIMRS telah mendukung transparansi dan

budaya kerja di RSIA Muhammadiyah Probolinggo.


Selain aplikasi E-claim & V-claim, SIMRS yang dipakai telah dapat diintegrasikan aplikasi

JKN mobile dan antrian online.

Penyelenggaraan SIMRS sesuai pasal 6 di RSIA Muhammadiyah Probolinggo telah

meliputi pelayanan pasien dan administrasi. Namun masih ada modul yang belum dipakai

secara maksimal, seperti fitur rekam medik elektronik, pengelola logistik & inventaris

Pada pasal 7 menyatakan penyelenggaraan SIMRS harus memenuhi unsur keamanan

secara fisik, jaringan, dan sistem aplikasi. Rumah sakit telah memiliki kebijakan

pembatasan hak akses untuk masing-masing unit namun belum sampai pada tingkat

individu misalnya dengan username dan password untuk masing-masing karyawan. Untuk

melindungi dari peretasan setiap data SIMRS dienkripsi dan dilindungi dengan anti virus.

Data disimpan di server yang berada dalam ruangan yang terkunci, yang hanya dapat

diakses oleh IT rumah sakit. Perlindungan data back up di server cadangan atau di cloud

masih belum tersedia. Bila terjadi gangguan dengan SIMRS (down time) maka

diberlakukan “code white”, dan petugas akan melakukan input data secara manual di kertas

dan saat SIMRS sudah bekerja kembali akann dilakukan input data digital.

Penyelenggaraan SIMRS di RSIA Muhammadiyah Probolinggo telah dilakukan oleh unit

struktural yang terdiri dari kepala unit, 1 programer, 1 teknisi hardware, dan 1 teknisi

jaringan.

d. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2014 Tentang Sistem Informasi Kesehatan

Regulasi ini mengatur Sistem Informasi Kesehatan secara umum untuk semua jenis

layanan kesehatan dan masyarakat/perorangan. Didalamnya juga secara khusus terdapat

regulasi yang mengatur Sistem Informasi Rumah Sakit dengan pokok bahasan yang hampir

sama dengan Permenkes No. 82 Tahun 2013 Tentang Standar SIMRS.


Jenis informasi kesehatan yang bisa disediakan oleh SIMRS meliputi: informasi

pembiayaan kesehatan; informasi sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan.

Sedangakan informasi upaya kesehatan; informasi penelitian dan pengembangan

kesehatan; informasi sumber daya manusia kesehatan; informasi manajemen dan regulasi

kesehatan; dan informasi pemberdayaan masyarakat, masih belum tersedia dalam SIMRS

rumah sakit. Indikator mutu disyaratkan harus terbuka dan bisa diakses oleh intansi

kesehatan pemerintah atau daerah. Pada penyelenggaraan SIMRS di RSIA

Muhammadiyah Probolinggo jenis informasi ini telah tersedia dalam modul-modul

SIMRS, saat ini informasi indicator mutu nasional dapat diakses melalui website rumah

sakit.

Sistem rekam medik yang digunakan sebagai sumber data di RSIA Muhammadiyah

Probolinggo masih dalam bentuk nonelektronik.

Menurut pasal 51 kompetensi pengelola sistem informasi kesehatan setidaknya memiliki

kemampuan di bidang statistic, computer dan epidemiologi. Sedangkan tenaga pengelola

SIMRS di RSIA Muhammadiyah masih belum memiliki kompetensi atau pelatihan

epidemiologi & statistic.

e. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Nomor 24 Tahun 2022 Tentang

Rekam Medis

RSIA Muhammadiyah Probolinggo belum melakukan implementasi rekam medik

elektronik. Di Tahun 2023 ini ada rencana dari rumah sakit untuk implementasi rekam

medis elektronik di rumah sakit sesuai perintah dari regulasi yang dalam pelaksanaannya

harus memperhatikan jaminan keamanan, kerahasiaan, keutuhan/integritas data, dan

ketersediaan data Rekam Medis.


Dalam segi kompatibilitas dan/atau interoperabilitas SIMRS Khanza yang digunakan oleh

rumah sakit dengan aplikasi yang dikembangkan oleh kemenkes sebagaimana yang

disebutkan dalam regulasi masih belum diketahui. Oleh karena itu perlu bagi rumah sakit

untuk senantiasa melakukan pengembangan sehingga regulasi bisa dipenuhi. Selain itu

juga perlu dilakukan pendaftaran SIMRS yang digunakan ke kementrian kesehatan.

Meskipun fitur rekam medis elektronik telah tersedia di Khanza namun pelaksanaan pasal

13 tentang kegiatan penyelenggaraan Rekam Medis Elektronik masih terbatas pada

registrasi Pasien; penginputan data untuk klaim pembiayaan. RSIA Muhammadiyah

Probolinggo belum melakukan pendistribusian data Rekam Medis Elektronik; pengisian

informasi klinis; pengolahan informasi Rekam Medis Elektronik; penyimpanan Rekam

Medis Elektronik; penjaminan mutu Rekam Medis Elektronik; dan transfer isi Rekam

Medis Elektronik.

Terakhir RSIA Muhammadiyah Probolinggo perlu mempertimbangkan untuk penggunaan

tanda tangan elektronik sebagaimana disebutkan dalam pasal 31 bahwa dalam rangka

keamanan dan perlindungan data, penyelenggaraan Rekam Medis Elektronik di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan dapat dilengkapi dengan tanda tangan elektronik. Saat ini di RSIA

Muhammadiyah Probolinggo masih menggunakan transaksi manual & dokumen kertas.

f. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

RSIA Muhammadiyah Probolinggo belum melakukan aktifitas informasi dan transaksi

elektronik dalam pelayanan di rumah sakit.

4.4. Analisis Balanced Scorecard efektifitas implementasi SIMRS di RSIA Muhammadiyah

Probolinggo
Balanced Scorecard adalah kerangka kerja untuk menerjemahkan tujuan strategis menjadi

serangkaian ukuran kinerja yang terbatas dan koheren (Kaplan & Norton, 1992; Kaplan & Norton,

1993; Kaplan & Norton, 1996).

Dengan demikian Balanced Scorecard dapat digunakan untuk mengukur dan melakukan evaluasi

berdasarkan 4 perspektif pada penerapan SIMRS di RSIA Muhammadiyah Probolinggo dari hasil

data yang telah didapatkan, antara lain:

CUSTOMER INTERNAL PROCESS


 Waktu tunggu pelayanan  Belum implementasi RME
belum
menurun  Laporan keuangan bisa lebih cepat
 Resep obat manual sulit dibaca  Unit – unit masih membuat laporan
berisiko salah obat manual
 Ruang penyimpanan berkas RM
overload
INNOVATION FINANCIAL
 Belum ada innovasi layanan baru  Belum ada efisiensi kertas
berbasis SIMRS  Profitability?

Dari hasil analisa keempat perspektif menunjukkan bahwa pelaksanaan SIMRS di RSIA

Muhammadiyah Probolinggo masih belum efektif. Perlu dilakukan perbaikan – perbaikan lebih

lanjut agar penyelenggaraan SIMRS dapat menunjang tercapainya tujuan strategis rumah sakit.

Kesimpulan & Rekomendasi

Dari hasil pembahasan menunjukkan bahwa pelaksanaan SIMRS di RSIA Muhammadiyah

Probolinggo baru terlaksana dengan baik pada sistem administrasi dan jejaring social dengan

BPJS, sedangkan dalam sistem perawatan pasien dan layanan web belum berjalan. Rumah sakit

belum melaksanakan tahapan & siklus pengembangan SIMRS dengan baik. Efektifitas dari

penggunaan SIMRS di rumah sakit masih belum memenuhi semua tujuan strategis dari perspektif

pelanggan, innovasi, internal proses dan finansial. Studi ini belum menilai factor – factor yang
berpengaruh pada keberhasilan implementasi SIMRS di rumah sakit, perlu dilakukan studi

lanjutan untuk mengetahui factor-faktor tersebut seperti resistensi dari karyawan terhadap

implementasi SIMRS dan yang lain.

Referensi

Green, Michelle A. 2011. Essentials of Health Information Management: Principles and Practices

Second Edition. USA: Delmar, Cengage Learning.

Laudon, K., Laudon, J. 2010. Management Information Systems, 11th Edition. USA: Prentice Hall

Mehdipour, Y., Zerehkafi, H. 2013. Hospital Information System (HIS):At a Glance. Asian Journal

of Computer and Information Systems (ISSN: 2321 – 5658)

Nippak, Pria MD. 2016. Designing and evaluating a balanced scorecard for a health information

management department in a Canadian urban non-teaching hospital. Health Informatics Journal

Vol. 22(2) 120–139. DOI: 10.1177/1460458214537005

Seed Ahmed, Ehab. (2018). Health Information System Critical Success Factors (HISCFs): A

Systematic Literature Review. Journal of Information Systems Research and Innovation

10(1), 29-39

Setyawan, Daryanto. 2018. Dampak Perkembangan Teknologi Informasi Dan Komunikasi

Terhadap Budaya. SIMBOLIKA Vol. 4. ISSN 2442- 9198X

Skurka, M.A. 2017. Health Information Management Principles and Organization for Health

Information Services. Six Edition. San Francisko: JohnWiley & Sons, Inc.

Sulianta, F. 2009. Web Marketing. Jakarta: Penerbit Alex Media Komputindo.

Anda mungkin juga menyukai