Anda di halaman 1dari 7

INOVASI DALAM PATIENT SAFETY

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Manajemen Keperawatan II


Dosen Pengampu: Ns. Devi Nurmalia, S.Kep., M.Kep

Oleh:
Kelompok 12 Kelas A16.1
1. Sinta Sawaki (22020114120070)
2. Salsabila Izzaturrohmah (22020116120014)
3. Verren Ilma Khairunnisa (22020116120019)
4. Giovanny Meresa Natasya (22020116140119)*

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
1. Electronic Health Record (EHR)
Electronic Health Record (EHR) adalah salah satu sistem rekam kesehatan
elektronik yang merupakan kegiatan mengkomputerisasi isi rekam medis
kesehatan. EHR adalah catatan elektronik informasi terkait kesehatan seseorang
yang mengikuti standar interoperabilitas nasional dan dapat dibuat, dikumpulkan,
dikelola, digunakan, dan dirujuk oleh dokter atau tenaga kesehatan yang berhak
pada lebih dari satu organisasi pelayanan kesehatan (National Alliance for Health
Information Technology, 2008). Menurut Fuad (2008), EHR adalah informasi
catatan elektronik terkait kesehatan yang mengikuti standar interoperabilitas
nasional dan dapat ditarik dari berbagai sumber, namun dikelola, dibagi, serta
dikendalikan oleh individu.
Penyelenggaraan EHR ini dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
karena EHR ini dapat mencegah kejadian medical eror melalui tiga mekanisme.
Ketiga mekanisme tersebut adalah pencegahan adverse event, memberikan respon
cepat segera setelah terjadinya adverse event, dan melacak serta menyediakan
umpan balik mengenai adverse event. Sistem EHR ini nantinya akan diterapkan di
semua pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, perlu juga dilakukan pengelolaan
terhadap kualitas data, pelayanan, manajemen, dan pengukuran yang lebih ketat
dari sebelumnya.
EHR terdiri dari data yang terstruktur maupun tidak terstruktur. Hal ini dapat
meningkatkan peluang terjadinya kesalahan. Dalam KEPMENKES/No.
377/Menkes/SK/III/2007 disebutkan bahwa salah satu kompetensi perekam medis
yaitu menjaga mutu rekam medis itu sendiri. Kompetensi itu diantaranya
melakukan penilaian dan memberikan solusi terhadap sistem komputerisasi
pelayanan Manajemen Informasi Kesehatan (MIK) atau Rekam Medis (RM). Selain
itu, juga meningkatkan kualitas data klinis dalam proses menjaga mutu MIK/RM.
Oleh karena itu, sistem EHR perlu dilakukan evaluasi secara berkala.
Menurut UK Institute of Health Informatics (2000), tujuan evaluasi sistem
informasi antara lain untuk menentukan peningkatan yang diperlukan dalam produk
individu tunggal atau tim, mengkonfirmasi bagian-bagian dari sebuah produk
dimana peningkatan tidak diperlukan atau dibutuhkan, serta mencapai kerja kualitas
teknik yang lebih baik.
Tantangan sistem informasi ruma sakit yang berbasis komputer, selain dari aspek
finansial juga aspek legal, yaitu keselamatan pasien (patient safety), dan security.
Beberapa pihak masih mencurigai bahwa rekam medis elektronik tidak memiliki
payung hukum yang jelas, juga terkait dengan upaya penjaminan data agar
tersimpan dengan mengedepankan aspek privacy, confidentiality, maupun safety.
Teknologi terbarukan dari sistem komputerisasi ini ada juga yang menggunakan
enkripsi maupun berbagai penanda seperti biometric (sidik jari atau pemindai
retina) yang dapat lebih protektif daripada tanda tangan biasa. Keuntungan yang
dapat diambil dari rekam medis yang terkomputerisasi antara lain fasilitas lebih
lengkap, dapat bergerak pada sistem informasi lain, sebagai alat bantu yang
lengkap, dan sebagai bagian dari pekerjaan yang berkelanjutan secara otomatis.
EHR harus memenuhi kriteria sebagai berikut, yaitu mengintegrasikan data diri
berbagai sumber, mengumpukan data pada titik pelayanan, dan mendukung
pemberi pelayanan dalam pengambilan keputusan. Menurut International
Organization for Standarisasi (ISO), sistem EHR berarti penyimpanan data pasien
dalam bentuk digital, disimpan, dan dipertukarkan dengan aman, dan dapat diakses
oleh beberapa pihak yang berwenang. EHR berisi informasi masa lalu, saat ini dan
kemungkinan pada masa depan, yang mana dapat mendukung keberlanjutan,
efisiensi, dan kualitas pelayanan kesehatan yang terintegrasi.

Manfaat secara keseluruhan penerapan Rekam Medis Elektronik (RME) bermuara


pada meningkatnya mutu layanan. Isu penting dalam peningkatan mutu saat ini
berorientasi pada Patient Safety (PS) atau keamanan pasien yang memiliki 6
sasaran yaitu :
1. Ketepatan identifikasi pasien

2. Peningkatan komunikasi yang efektif

3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai

4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi

5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

6. Pengurangan risiko pasien jatuh


Seluruh komponen pelayanan rumah sakit wajib paham dan bekerja secara
bersungguh-sungguh dengan tujuan terjaganya keamanan pasien. Ini menjadi hal
yang krusial, mengingat berbagai kesalahan bisa terjadi dalam proses layanan:
pemberian obat; prosedur bedah; layanan radiologi; layanan laboratorium;
penentuan diagnostik dan dalam proses transfusi.

Keamanan informasi
Mengingat bahwa suatu pelayanan merupakan sistem dengan berbagai subsistem
dan bagian yang kompleks, maka elemen informasi menjadi sangat penting, terlebih
lagi guna menghindari kesalahan-kesalahan sebagaimana disebutkan di atas. Dalam
hal ini fasyankes wajib menjamin keamanan dalam sistem penyimpanan data dan
sistem akses catatan medis pasien. Dengan RME, jelas sangat terbantu.

Terhindar dari kesalahan identitas pasien


Kesalahan transfusi sebanyak 49% dikarenakan darah diberikan kepada pasien yang
salah, salah identifikasi. Penggunaan RME memungkinkan rumah sakit menyimpan
data elektronik setiap pasien dilengkapi dengan foto-diri, sehingga membantu
mencegah terjadinya kesalahan data antar-pasien yang dapat terjadi karena
kesamaan nama dan tanggal lahir.

Kekhususan data (medis) penting disimpan, seperti tanda lahir (tahilalat,


toh/tompel, bekas luka, dsb) serta riwayat alergis pasien. Informasi ini bisa menjadi
sumber verifikasi data identitas pasien sebenarnya, guna mengurangi kesalahan
tindakan.

Manajemen utilitisasi
Dengan RME, pencatatan riwayat tindakan medis pasien akan tersimpan dengan
baik dan tidak dapat terhapus dari system. Selain itu, proses perawatan dan
pengobatan dilakukan secara transparan, artinya system ini dapat menghindari
terapi medis berlebihan yang tidak sesuai kebutuhan. Hal ini akan mendukung
manajemen utilisasi karena biaya perawatan dan pengobatan yang tidak dibutuhkan
menjadi kerugian bagi pihak pasien.
Integrasi informasi
Pengobatan pasien dapat dilakukan secara berkesinambungan, karena semua data
medis pasien, termasuk data penunjang (hasil laboratorium, foto rontgen, hasil CT
Scan, hasil MRI) serta resep, tercatat pada sistem elektronik terintegrasi, yang dapat
diakses dokter yang merawat sehingga memudahkan kolaborasi tim dokter dalam
menangani pasien. Inipun mencegah terjadi kesalahan tindakan, mengingat dalam
menentukan tindakan diperlukan informasi yang lengkap.

Terhindar dari kesalahan pembacaan


Kesalahan pembacaan resep menyumbang 15% sebagai penyebab kesalahan
pemberian obat serta 6% dari kesalahan dalam permintaan tertulis. Dengan RME,
data medis pasien akan jelas terbaca karena tidak ditulis dengan tangan, sehingga
dapat mengurangi tingkat kesalahan dalam membaca intruksi dokter atau rencana
tindakan dokter yang akan dilakukan, seperti diagnosis atau pemeriksaan penunjang
medis lainnya yang perlu dilakukan oleh tim dokter.

Otentikasi informasi
Sistem pengamanan akses data elektronik dilakukan dengan
penggunaan password atau nomor pin, atau bisa juga dengan fingerprint atau retina
pada skala keamanan yang lebih tinggi. Kerahasiaan data medis pasien dapat
terjamin karena hanya bisa diakses oleh dokter dan petugas tertentu yang ditunjuk
dan memiliki wewenang untuk itu.
Efisiensi waktu
Sistem Order-Taker dalam RME dapat mengurangi tenaga dan biaya dalam
penyampaian informasi antar bagian pelayanan. Pasien dan keluarganya tidak perlu
secara manual membawa kemana-mana formulir-formulir (pemeriksaan lab) dan
lembar-lembar (hasil lab, radiologi dan resep). Lebih nyaman, tidak repot dan tanpa
harus antri untuk setiap kali akan melakukan tindakan medis atau mengambil obat.

Riwayat bersinambung
Sistem RME memungkinkan database online dan terintegrasi walaupun lokasi
rumah sakit berbeda kota. Pasien-lama tidak perlu mendaftar seperti pasien-baru,
tetapi cukup dengan menunjukkan kartu berobat atau menyebutkan nomor rekam
medis di rumah sakit lainnya yang terhubung online. Hal ini memudahkan pasien
dan dokter untuk melanjutkan perawatan dimanapun pasien berada.

Kemutakhiran informasi terjaga


Penggunaan RME memungkinkan data pasien tersimpan rapi, aman dan up-to-date,
tidak ada masa kadaluarsa serta memiliki sistem back-up data tanpa batas waktu.
Kapanpun diperlukan, data siap diambil dan digunakan. Bila digunakan system
koneksi internet, alur komunikasi antara rumah sakit dan pasien akan lebih cepat
dan dapat memberikan aktualisasi informasi kepada pasien melalui email
atau device lainnya. Bila kemutakhiran data terjamin, maka terjamin juga tindakan
yang tepat.
Keamanan pasien akan otomatis tercipta dengan dukungan system RME. Namun
manfaat penggunaan RME terasa atau tidak, akan sangat bergantung pada
kemampuan sumber daya penggunanya.

2. High-Tech Hand Hygiene Systems


Kebersihan tangan yang tepat adalah cara sederhana untuk mencegah
penyebaran bakteri di rumah sakit. Hanya mencuci tangan dengan sabun dan air
dapat mengurangi kematian akibat diare hingga 50 persen, dan sekelompok peneliti
yang berbasis di London memperkirakan mencuci tangan secara rutin dapat
mencegah sekitar 1 juta kematian per tahun. Rumah sakit sekarang mengandalkan
beberapa metode, termasuk pemantauan digital, untuk memastikan kepatuhan
kebersihan tangan. Teknologi seperti Sistem SwipeSense, yang merupakan dispenser
alkohol cerdas dengan sensor yang dapat memberi tahu apakah penyedia mematuhi
praktik terbaik kebersihan tangan saat memasuki atau keluar kamar pasien, sehingga
dapat meningkatkan kebersihan tangan (Dyrda & Bean, 2019).
Referensi

Fuad, A. (2008). Persiapan tenaga medis dalam persiapan RKE di Indonesia. Jakarta.

MenKes RI. (2007). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 377/Menkes/SK/III/2007


tentang Kompetensi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan. Jakarta: Menkes
RI.

Cahyono, Suharjo B. (2008) Membangun Budaya Keselamatan Pasien: Dalam Praktek


Kedokteran. Yogyakarta: Kanisius.

Sellappans,R. Chua,SS. Tajuddin,NA. (2014). Health Innovation for Patient Safety


Improvement. Australasian Medical Journal. 6(1):60-63.

Anda mungkin juga menyukai