Anda di halaman 1dari 3

LATIHAN PAT

Dulu Dikuras VOC, Kini Dipaksa WTO Wilayah Nusantara pernah dijajah VOC
karena rempah-rempah. Kini Uni Eropa datang dengan centeng WTO untuk nikel
Indonesia.
Edi Suwiknyo - Bisnis.com 24 Desember 2022 | 06:13 WIB

Bisnis.com, JAKARTA -- Ada yang menarik dari pernyataan Presiden Joko Widodo
(Jokowi) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asean-Uni Eropa di Brussel, Belgia pada
pekan lalu. Dia menyatakan bahwa Asean dan Uni Eropa adalah mitra yang cukup strategis.

Namun demikian, Jokowi menginginkan sebuah kemitraan yang tidak saling mendominasi
atau merugikan pihak lain. Dia menekankan pentingnya suatu kesetaraan dan sikap saling
menguntungkan antara kedua belah pihak.

"Kemitraan dengan Asean dipastikan akan menguntungkan. Dan jika ingin membangun
kemitraan yang lebih baik, maka kemitraan harus didasarkan kepada kesetaraan," ujar Jokowi
saat memberikan pidato dalam konferensi tersebut.

Pernyataan Jokowi tentu tidak bisa dipandang sebelah mata. Kalimatnya cukup tegas dan
jelas. Apalagi dia menyampaikannya di sebuah acara yang dihadiri oleh elite Eropa dan
Asean di jantung Uni Eropa, yakni Brussel, Belgia. Asean dan Eropa sejatinya telah memiliki
hubungan yang berabad-abad. Hubungan tersebut telah berjalan dengan segala dinamikanya,
termasuk kenangan pahit kolonisasi. Hampir semua negara atau wilayah di Asean, kecuali
Thailand, adalah bekas koloni maupun jajahan dari bangsa Eropa.

Indonesia, misalnya, pernah memiliki pengalaman dijajah oleh Belanda. Sekadar catatan,
wilayah Belanda dulu mencakup Belgia, tempat pelaksanaan KTT Asean-Uni Eropa kemarin
berlangsung. Singapura, Malaysia dan Myanmar adalah negara bekas jajahan Inggris. Filipina
dijajah Spanyol. Laos, Kamboja, dan Vietnam atau kawasan Indochina pernah dijajah oleh
Prancis.

Dulu orang-orang Eropa datang ke kawasan Asia Tenggara, khususnya Nusantara, ingin
berdagang dan memperoleh rempah-rempah. Mereka diterima dengan baik. Namun lambat
laun para petualang Eropa itu malah menetap kemudian ingin berkuasa. Mereka kemudian
menggunakan cara licik bahkan kekerasan untuk menaklukkan raja-raja lokal.

Singkat cerita para pedagang Belanda, melalui Vereenigde Oostindische Compagnie atau
VOC (kumpeni) mendominasi kawasan Nusantara. Mereka berhasil memonopoli rute
perdagangan rempah-rempah dari Batavia, Makassar, hingga Banda di Kepulauan Maluku.
Mereka memaksa para pedagang menjual rempah ke VOC. Tidak boleh kepada pedagang
Eropa lainnya.
Monopoli rempah-rempah membuat VOC tercatat sebagai perusahaan dengan valuasi
terbesar sepanjang sejarah. Bahkan kalau dibandingkan dengan valuasi perusahaan-
perusahaan seperti Apple, Microsoft atau perusahaan mentereng lainnya, mereka tidak ada
seujung kukunya.

Namun di balik cerita kejayaan VOC, penjajahan Eropa juga menghasilkan sejarah
perbudakan. Orang-orang Nusantara, khususnya Jawa, diperbudak untuk mengerjakan
perkebunan. Mereka dikirim ke berbagai daerah. Dipaksa mengolah lahan di Sumatra.
Mereka juga dibawa ke negara koloni Belanda, seperti Suriname untuk bekerja di
perkebunan. Mayoritas tidak kembali lagi ke Jawa. Mereka menetap di sana dan membentuk
komunitas Jawa di Suriname. Satu persoalan yang tidak pernah disinggung oleh Padoeka
Jang Moelia Perdana Menteri Negari Walandi [Belanda] Mark Rutte saat meminta maaf atas
perbudakan pada masa kolonial pekan lalu. Hegemoni Eropa di kawasan Nusantara dan Asia
Tenggara runtuh pada pertengahan abad ke 20.

Proses dekolonisasi mulai berlangsung. Di Indonesia, pada masa Soekarno, terjadi proses
nasionalisasi aset-aset belas Belanda ke Indonesia. Orang-orang Belanda diusir dan disuruh
pulang ke negaranya. Eropa yang terancam oleh sikap-sikap 'nasionalistik' para pemimpin
Asean, tak kehabisan akal. Apalagi usai perang dunia ke II, perang dingin berkecamuk. Kalau
Asia Tenggara jatuh ke kubu komunis. Pasokan sumber daya alam mereka akan menipis.
Alhasil, orang-orang blok Barat itu mulai mendekati elite-elite lokal yang kontra dengan
pemimpin mereka. Di Indonesia pergolakan Permesta dan PRRI adalah contoh kolaborasi
antara elite lokal dan intervensi asing pasca dekolonisasi.

Puncak intervensi asing di Indonesia terjadi ketika kekuasaan Soekarno tumbang pada dekade
1960-an. Di bidang ekonomi, Eropa yang mulai kehilangan pamor itu juga memiliki cara lain
untuk tetap mempertahankan dan melindungi kepentingannya di Asean. Salah satunya
menggunakan instrumen global, seperti World Trade Organization alias WTO.

Peristiwa atau ontran-ontran palihg anyar adalah kekalahan Indonesia dalam sengketa dengan
Uni Eropa terkait eksportasi bijih nikel. Berdasarkan laporan final panel pada 17 Oktober
2022, Indonesia dinyatakan terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994
dalam sengketa yang terdaftar pada dispute settlement (DS) 592. Adapun, pembelaan
pemerintah Indonesia lewat ketentuan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994 berkaitan
dengan keterbatasan jumlah cadangan nikel nasional juga ditolak badan pengatur
perdagangan internasional tersebut. Uni Eropa menang. WTO secara tidak langsung telah
'memaksa' Indonesia untuk kembali membuka keran ekspor bijih nikel yang telah dihentikan
sejak 2020.

WTO memandang kebijakan pelarangan ekspor nikel dan proses hilirisasi tambang yang
dilakukan pemerintah Indonesia tidak bisa dibenarkan alias tidak sesuai dengan ketentuan
WTO. Putusan itu tentu membenarkan alasan Eropa bahwa kebijakan Indonesia yang
menghentikan eksportasi bijih nikel telah merugikan industri di Eropa. WTO hanya melihat
dari sisi Eropa. Mereka sama sekali tidak melihat alasan dan kerugian Indonesia akibat terus
menerus mengekspor barang mentah seperti bijih nikel ke Eropa. Hal inilah yang kemudian
dikeluhkan oleh Jokowi. Jokowi sangat geram dengan sikap 'superior' Uni Eropa dan WTO.
Makanya dalam beberapa kesempatan kepala negara berulangkali menekankan pentingnya
hubungan setara. Bukan hubungan atasan bawahan seperti zaman penjajahan dulu. "Dulu
zaman VOC, zaman kompeni, itu ada yang namanya kerja paksa, ada yang namanya tanam
paksa. Zaman modern ini muncul lagi, ekspor paksa. Ekspor paksa," tegas Jokowi.
Sumber: https://kabar24.bisnis.com/read/20221224/15/1611755/dulu-dikuras-voc-kini-
dipaksa-wto.

Bacalah artikel di atas untuk menjawab pertanyaan nomor 1,2,5,6


1. Sebutkan dan jelaskan dampak positif dan negatif yang dapat mempengaruhi
perdagangan internasional pada artikel berita diatas!
2. Apa kebijakan yang akan kalian lakukan jika kalian sebagai pemimpin dalam
menanggapi kasus tersebut!
3. Mengapa jatuhnya konstantinopel dianggap sebagai salah satu faktor pendorong
bangsa Eropa mencari daerah rempah-rempah sendiri?
4. Sebutkan 3 gubernur VOC yang pernah memimpin dan jelaskan kebijakan yang
pernah dilakukan!
5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan monopoli perdagangan? Coba kaitkan dengan
artikel diatas!
6. Jelaskan persamaan WTO dengan VOC!
7. Jelaskan apa yang dimaksud dengan politik etis!

Anda mungkin juga menyukai