Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

BIEKOLOGI DAN MANAJEMEN GULMA


“ANALISIS VEGETASI”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Bioekologi dan
Manajemen Gulma

Disusun oleh:
Nama : Suria Paloh
NIM : 4442210007
Kelas : IVA
Kelompok : 2 (Dua)

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadhirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan kelancaran kepada penulis dalam
menyelesaikan praktikum pada Mata Kuliah Bioekologi dan Manajemen Gulma
dengan judul “Analisis Vegetasi”.
Dalam rangka memenuhi tugas praktikum Bioekologi dan Manajemen
Gulma, penulis menyusun laporan praktikum ini untuk hasil analisis vegetasi
gulma. Dalam hasil praktikum ini penulis mendapatkan bimbingan dan arahan
dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada Alfu Laila, S.P., M.Sc., Andree Saylendra, S.P., M.Si., Widia Eka Putri,
S.P., M.Agr., Sc selaku dosen pengampu mata kuliah Bioekologi dan Manajemen
Gulma yang sudah memberi arahan terkait praktikum ini. Saudara/i Naufal dan
Siti Khoiriyah selaku Asisten Bioekologi dan Manajemen Gulma kelas IVA yang
sudah membantu dalam berjalannya praktikum ini.
Dalam penyusunan hasil praktikum ini, penulis menyadari masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan untuk kesempurnaan laporan ini. Harapan penulis semoga
laporan ini dapat memberikan pengetahuan tambahan bagi mahasiswa maupun
khalayak umum.

Serang, Juli 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ...................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Gulma ........................................................................... 3
2.2 Identifikasi Gulma ................................................................................... 4
2.3 Analisis Vegetasi ..................................................................................... 5
2.4 Metode Analisis Vegetasi Gulma ............................................................ 7
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat................................................................................... 9
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................ 9
3.3 Cara Kerja ................................................................................................ 9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil ....................................................................................................... 11
4.2 Pembahasan ........................................................................................... 11
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan ............................................................................................... 17
5.2 Saran ...................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 18
LAMPIRAN ........................................................................................................... 1

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Hasil analisis vegetasi gulma ............................................................... 11

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Analisis vegetasi gulma ......................................................................... 8

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gulma merupakan tumbuhan yang tidak dikehendaki keberadaannya karena
mengganggu pertumbuhan dan juga produksi tanaman budidaya. Kehadiran gulma
pada pertanaman akan menimbulkan kompetisi yang sangat serius dalam
mendapatkan air, hara, cahaya matahari dan tempat tumbuh, dampaknya hasil
tanaman tidak mampu menunjukkan potensi yang sebenarnya. Selain persaingan,
kerugian tanaman dapat juga terjadi karena alelopati yang dihasilkan beberapa
jenis gulma (Kilkoda et al., 2015).
Secara umum dapat dikatakan bahwa besarnya pengaruh kompetisi dengan
gulma sangat ditentukan oleh lokasi atau kesuburan tanah, tanaman budidaya,
jenis gulma, tingkat kelembaban tanah, tingkat pengelolaan lahan, pupuk, stadia
tanaman, dan tingkat populasi gulma. Faktor-faktor tersebut selain mempengaruhi
dinamika gulma juga akan menentukan tingkat keberhasilan atau efektivitas dalam
kegiatan pengendalian (Widiyani et al., 2023).
Secara umum kegiatan pengendalian gulma dilakukan secara manual, secara
kimia dan secara kultur teknis. Pengendalian gulma manual adalah menggunakan
alat cangkul dan sebagainya, sedangkan pengendalian secara kimia adalah
menggunakan herbisida. Pengendalian gulma secara kultur teknis antara lain
dengan menanam LCC atau memelihara keberadaan serangga pemakan gulma.
Namun pengendalian tersebut diduga membutuhkan biaya yang sangat mahal
(Tantra dan Edi, 2016).
Mengetahui keanekaragaman jenis gulma sebelum tindakan pengendalian
diperlukan untuk mengetahui sifat-sifatnya agar dapat ditetapkan teknik
pengendalian yang efektif dan murah serta dapat pula dimanfaatkan untuk
kegunaan lainnya, seperti indikator lahan pertanian. Semakin rapat populasi gulma
pada suatu lahan pertanian, maka produksi tanaman yang dihasilkan akan semakin
menurun. Oleh karena itu, agar produktivitas stabil, tindakan pengendalian gulma
yang tepat sangat diperlukan, dan untuk kepentingan tersebut diperlukan
informasi mengenai jenis, sebaran, dan kepadatan gulma (Dahang, 2018).

1
Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komponen jenis) dan
bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Analisis vegetasi
digunakan untuk mengetahui gulma-gulma yang memiliki kemampuan tinggi
dalam penguasaan sarana tumbuh dan ruang hidup. Dalam hal ini, penguasaan
sarana tumbuh pada umumnya menentukan gulma tersebut penting atau tidak.
Namun dalam hal ini jenis tanaman memiliki peran penting, karena tanaman
tertentu tidak akan terlalu terpengaruh oleh adanya gulma tertentu, meski dalam
jumlah yang banyak (Lisdayani et al., 2022).
Dengan analisis vegetasi ini maka data analisis vegetasi pada gulma dapat
diperoleh informasi berdasarkan kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu
komunitas tumbuhan. Analisis vegetasi yang dihitung antara lain kerapatan relatif
gulma, kerapatan mutlak gulma, frekuensi relatif gulma, frekuensi mutlak gulma,
dominansi relatif gulma, dominansi mutlak gulma dan indeks nilai penting pada
gulma (Sari et al., 2018).
Dengan analisis vegetasi gulma maka dapat membantu untuk mengetahui
tingkat suksesi gulma yang dominan pada agroekosistem tertentu, akan
memudahkan untuk mengambil keputusan dalam program pengendalian gulma
atau evaluasi hasil pengendalian. Seperti perubahan komposisi jenis gulma akibat
penerapan metode pengendalian tertentu atau evaluasi percobaan herbisida untuk
menentukan efikasi herbisida terhadap gulma tertentu di lapangan. Sehingga
pengendalian gulma bukan lagi merupakan usaha sambilan, tetapi merupakan
bagian dari pengelolaan organisme pengganggu yang merupakan komponen
pokok dalam proses produksi pertanian.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan pada praktikum ini yaitu untuk
1. Memperoleh gambaran secara langsung mengenai hubungan di dalam
penyebaran pertumbuhan gulma pada suatu lahan.
2. Memperoleh gambaran jenis gulma utama yang harus dikendalikan.
3. Menentukan cara pengendalian gulma yang efektif dan efisien pada lahan
pengamatan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Gulma


Definisi gulma yang bersifat umum yaitu semua jenis tumbuhan yang tumbuh
dengan sendirinya di tempat yang sedang di usahakan orang, yang bersifat
merugikan baik pada bidang pertanian, transportasi, maupun area rekreasi atau
kepariwisataan. “A plant out place” ialah definisi gulma terpendek yang artinya
tumbuhan yang salah tempat. Dalam bahasa Indonesia gulma diketahui sebagai
rerumputan atau rumpai yang memiliki arti tumbuhan berumput (grassy plant),
herba (berb), tumbuhan penganggu (noxius plant), dan tumbuhan yang tidak
diinginkan. Banyak istilah yang telah digunakan manusia untuk menyebut gulma
di antaranya yaitu tumbuhan yang tidak diingini (unwanted plant), tumbuhan yang
tidak berguna (nonusefull plant), tumbuhan yang menyakitkan (harmful plant),
tumbuhan yang beracun (poisonous plant) dan tumbuhan yang sering kali tumbuh
cepat dan berlebihan serta sukar dihilangkan (often prolific and persistent)
(Umiyati, 2017).
Definisi secara umum gulma adalah tanaman liar yang mengganggu
pertumbuhan tanaman yang ditanam manusia atau dengan kata lain gulma
merupakan tumbuhan pengganggu yang tumbuh tanpa dibudidayakan,
kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian karena dapat menurunkan
hasil produksi tanaman yang dibudidayakan. Hal tersebut terjadi karena gulma
mampu berkompetisi dengan tanaman budidaya dalam memperoleh air, udara,
unsur hara di dalam tanah, cahaya matahari dan tempat hidup. Selain itu, beberapa
gulma dapat mengeluarkan senyawa allelopati yang dapat menghambat
pertumbuhan tanaman lain di sekitarnya (Gawaksa et al., 2016).
Secara umum masalah yang ditimbulkan gulma pada lahan tanaman pertanian
yaitu terjadi kompetisi dalam memperebutkan air tanah, cahaya matahari, unsur
hara, ruang tumbuh dan udara. Gulma mempunyai kemampuan bersaing yang
kuat dalam memperebutkan CO2, air, cahaya matahari dan nutrisi, sehingga
pertumbuhan gulma dapat memperlambat pertumbuhan tanaman pokok. Gulma
dapat menjadi inang bagi hama atau penyakit sehingga memungkinkan dapat

3
berkembang biak dengan baik. Gulma dapat mengeluarkan senyawa alelopati
yang dihasilkan oleh tumbuhan baik sewaktu masih hidup atau setelah mati
(bagian-bagian yang busuk) yang dapat mempengaruhi pertumbuhan jenis-jenis
lain yang tumbuh di dekatnya. Pengaruh alelopati terhadap aktivitas tumbuhan
antara lain menghambat penyerapan hara, menghambat pembelahan sel-sel akar,
menghambat sintesis protein dan aktivitas enzim, dan sebagainya (Paiman, 2020).

2.2 Identifikasi Gulma


Kompetisi antara tanaman budidaya dan gulma tidak mematikan tanaman
pokok namun dapat menyebabkan kerugian bagi usaha pertanian, kompetisi dalam
perebutan unsur hara dan air dapat meningkatkan komponen produksi. Selain itu,
biaya pengendalian gulma cukup besar dan seringkali lebih mahal dari biaya
pengendalian hama dan penyakit. Dengan demikian perlu dilakukan pengendalian
gulma yang tepat. Identifikasi jenis-jenis gulma akan membantu dalam proses
pengendalian gulma (Syarifa et al., 2018).
Pada proses identifikasinya, berbagai faktor menjadi penyebab adanya
perbedaan populasi gulma pada berbagai tempat. Sejarah penggunaan lahan
mempengaruhi proses perubahan dan perkembangan tumbuhan atau yang lebih
dikenal dengan istilah suksesi. Pada proses suksesi, komposisi tumbuhan yang
hidup dan menghuni daerah tersebut. Kecepatan, arah dan komposisi suksesi
ditentukan oleh spesies yang ada dan berkembang biak secara cepat. Beberapa
spesies akan muncul dan dapat beradaptasi dengan lingkungan baru, sehingga
mendominasi lingkungan baru tersebut (Rosmanah dan Alfayanti, 2020).
Keragaman gulma dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Banyak faktor yang
mempengaruhi keragaman gulma pada tiap lokasi pengamatan, seperti cahaya,
unsur hara, pengolahan tanah, cara budidaya tanaman, serta jarak tanam atau
kerapatan tanaman yang digunakan berbeda serta umur tanaman jeruk tersebut.
Spesies gulma juga dipengaruhi oleh kerapatan tanaman, kesuburan tanah, pola
budidaya dan pengolahan tanah. Sebaran gulma antara satu daerah dengan daerah
lainnya berbeda sesuai dengan faktor yang mempengaruhinya. Identifikasi gulma
serta pengenalan jenis-jenis gulma dominan merupakan langkah awal dalam
menentukan keberhasilan pengendalian gulma. Identifikasi gulma secara umum

4
dapat ditentukan oleh karakteristik morfologi, habitat dan penyebaran gulma
tersebut sehingga dapat melihat bagaimana kompetisi yang dilakukan oleh gulma
tersebut (Imaniasita et al., 2020).
Adanya berbagai definisi dan deskripsi gulma menunjukkan bahwa golongan
gulma mempunyai kisaran karakter luas dan mempunyai konsekuensi dalam
pemberantasan dan pengelolaannya. Dalam mengidentifikasi gulma dapat
ditempuh satu atau kombinasi dari sebagian atau seluruh cara. Cara identifikasi
dengan membandingkan tumbuhan gulma dengan gambar paling praktis dan dapat
dikerjakan sendiri di tempat, oleh karena telah banyak publikasi gambar dan foto-
foto gulma. Bila ada spesies gulma yang sukar diidentifikasi, maka herbarium
gulma kimia yang berperan dalam mekanisme itu disebut alelokimia. (lengkap
daun, batang, bunga, bunga dan akarnya) tersebut dapat dikirim ke herbarium.
Tanda-tanda yang dipakai dalam identifikasi dan penelaahan spesies gulma;
terbagi atas sifat-sifat vegetatif yang bisa berubah sesuai dengan lingkungan dan
sifat-sifat generatif yang cenderung tetap (Saitun et al., 2020)

2.3 Analisis Vegetasi


Jenis-jenis gulma yang menyusun vegetasi di lapangan pada umumnya
mempunyai sifat-sifat yang berbeda antara jenis satu dengan yang lain. Untuk
mempermudah dalam pengelolaan di lapangan gulma dikelompokkan berdasarkan
kesamaan sifat. Gulma dikelompokkan atas dasar kesamaan sifat daur hidup,
morfologi, habitat, tipe pertumbuhan, dan struktur batangnya. Dengan melakukan
analisis vegetasi bisa diketahui komposisi jenis-jenis gulma yang menyusun
vegetasi tersebut. Berdasarkan komposisi jenis gulma ini bisa diketahui kelompok
jenis gulma dominan beserta sifatnya (Mangoensoekarjo dan Toekidjan, 2015).
Analisis vegetasi merupakan kegiatan yang sangat penting dilakukan agar
mengetahui komposisi vegetasi supaya dapat menentukan tindakan dalam
pengendalian gulma. Tujuan analisis vegetasi ialah untuk dapat mengetahui
hubungan antara jenis-jenis gulma yang menyusun vegetasi dan faktor lingkungan
yang memengaruhi, komposisi jenis gulma yang menyusun vegetasi, jenis-jenis
gulma yang dominan, keragaman komunitas gulma, dan saran pengendalian yang
tepat (Saitama et al., 2016).

5
Analisis vegetasi merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi
jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Satuan vegetasi yang dipelajari dalam
analisis vegetasi berupa komunitas tumbuhan yang merupa-kan asosiasi konkret
dari semua spesies tumbuhan yang menempati suatu habitat. Hasil analisis
vegetasi tumbuhan disajikan secara deskriptif mengenai komposisi spesies dan
struktur komunitasnya. Struktur suatu komunitas tidak hanya dipengaruhi oleh
hubungan antar spesies tetapi juga oleh jumlah individu dari setiap spesies
organisme (Maridi et al., 2015).
Dengan analisis vegetasi ini maka data analisis vegetasi pada gulma dapat
diperoleh informasi berdasarkan kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu
komunitas tumbuhan. Analisis vegetasi yang dihitung antara lain kerapatan relatif
gulma, kerapatan mutlak gulma, frekuensi relatif gulma, frekuensi mutlak gulma,
dominansi relatif gulma, dominansi mutlak gulma dan indeks nilai penting pada
gulma. Dalam metode analisis vegetasi ditentukan oleh keadaan vegetasi yang
terdiri dari hal-hal struktur dan komposisi vegetasi (semak rendah, tumbuhan
menjalar, rumput, herba, tumbuhan dalam hamparan yang luas, dan sebagainya)
(Sari et al., 2018).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan analisis vegetasi
yaitu, distribusi petak contoh dan metode analisis vegetasi. Distribusi petak
contoh pada areal pengamatan ditentukan oleh kondisi gulma yang ada, dengan
kata lain harus disesuaikan dengan corak vegetasi dan faktor lingkungannya.
Dalam menentukan teknik petak contoh dapat dilakukan dengan berbagai cara,
antara lain cara subjektif, cara ini dilakukan dengan menentukan jumlah dan
memilih letak petak contoh yang dianggap mewakili populasi gulma yang ada di
seluruh areal pengamatan atau dengan cara melemparkan alat petak contoh,
misalnya kuadran. Selanjutnya adalah distribusi petak contoh sampling bertingkat.
Sampling bertingkat diperlukan apabila vegetasi terdiri atas beberapa blok atau
startum dengan pembatasan yang jelas, misalnya didasarkan pada gulma yang
mendominasi pada masing-masing blok. Setiap blok dilakukan sampling dengan
cara acak tak langsung. Dengan cara tersebut maka kondisi gulma dapat di data
sehingga bias yang terjadi antara nilai dugaan dengan kondisi yang sebenarnya
dapat diperkecil (Amirina et al., 2019).

6
2.4 Metode Analisis Vegetasi Gulma
Analisis vegetasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan
menggunakan metode pendugaan atau estimasi visual, kuadrat, garis dan titik.
Metode estimasi visual, estimasi visual dilakukan dengan cara melihat dan
menduga parameter gulma yang akan diamati, misalnya tingkat penutupan,
kelimpahan, dan distribusi suatu gulma. Peubah tersebut dikelompokkan ke dalam
dominasi dan frekuensi (Nuraida et al., 2022).
Metode kuadrat, kuadrat adalah ukuran luas yang dihitung dalam satuan
kuadrat. Bentuk kuadrat bermacam-macam seperti lingkaran, segitiga, empat
persegi panjang, dan bujur sangkar. Dalam pelaksanaan di lapang, lebih sering
menggunakan bujur sangkar. Besaran atau peubah yang dapat diukur dengan
menggunakan metode ini adalah kerapatan, dominasi, frekuensi, nilai penting, dan
jumlah nisbah dominasi (JND) atau SDR (Summed Dominance Ratio) (Nuraida et
al., 2022).
Metode garis atau rintisan, metode ini sebetulnya mirip dengan metode
kuadrat, hanya saja petak contoh yang digunakan berukuran memanjang berupa
mistar/meteran atau tali berskala dan diletakkan di atas vegetasi gulma. Metode
ini sesuai untuk diterapkan pada vegetasi dengan corak populasi rapat, rendah, dan
berkelompok dengan batas yang jelas. Besaran atau peubah yang dapat diukur dan
dihitung pada analisis vegetasi dengan metode garis adalah jumlah individu jenis
gulma tertentu dalam kelompok yang dilalui rintisan (KN), jumlah panjang
rintisan yang melalui jenis gulma (DM), jumlah rintisan yang memuat jenis gulma
tertentu (FM) dan Metode titik, metode ini efektif digunakan untuk analisis
vegetasi gulma dengan corak vegetasi rendah, rapat, dan membentuk
anyaman/jalinan sehingga tidak jelas batasan gulma yang satu dengan gulma yang
lainnya (Nuraida et al., 2022).
Dalam pengukuran dikenal dua jenis pengukuran untuk mendapatkan
informasi atau data yang diinginkan. Kedua jenis pengukuran tersebut adalah
pengukuran yang bersifat merusak (destructive measures) yaitu jenis gulma yang
ada dicabut atau dipotong untuk dihitung jumlah atau biomassanya dan
pengukuran yang bersifat tidak merusak (non-destructive measures) yaitu hanya
menghitung jumlah yang ada. Agar data penelitian yang akan diperoleh bersifat

7
valid, maka sebelum melakukan penelitian harus menentukan terlebih dahulu
metode yang akan digunakan, jumlah, ukuran dan peletakan satuan-satuan unit
contoh (Saitama et al., 2016).
Pemilihan metode yang akan digunakan tergantung pada keadaan morfologi
jenis tumbuhan dan penyebarannya, tujuan penelitian dan biaya serta tenaga yang
tersedia. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah bentuk unit sampling, ukuran
kuadrat, jumlah unit sampling. Parameter kuantitatif dalam analisa vegetasi juga
harus diperhatikan secara seksama. Dalam analisa vegetasi ada tiga macam
parameter kuantitatif vegetasi yang sangat penting diukur dari suatu tipe
komunitas tumbuhan yaitu kerapatan (density), frekuensi, dan cover (kelindungan)
(Saitama et al., 2016).

Gambar 1. Analisis vegetasi gulma


(Sumber: Karenga et al., 2022)

8
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 17 Juli 2023 pada pukul 13.30-
14.30 WIB bertempat di Lapangan Bumi Mutiara Serang (BMS), Kecamatan
Cipocok Jaya, Kabupaten Serang, Banten.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu rafia, gunting,
oven, pulpen, kayu, timbangan analitik, bambu/batu dan kamera. Sedangkan
bahan-bahan yang digunakan yaitu kertas map coklat, dan sampel gulma.

3.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Dihitung kuadrat adalah ukuran luas yang dalam satuan kuadrat (m 2, cm2,
dan sebagainya). Bentuk kuadrat bermacam-macam seperti lingkaran, segi
tiga, empat persegi panjang, dan bujur sangkar. Dalam pelaksanaan di
lapangan, lebih sering digunakan bujur sangkar. Pada praktikum ini
digunakan kuadran berukuran 1 m x 1 m.
2. Diletakkan kuadran pada 4 tempat yang berbeda (4 ulangan). Lakukan
pengamatan visual untuk menduga penutupan masing-masing spesies
gulma (data dominansi) yang terdapat pada kuadran.
3. Dipotong gulma yang ada masing-masing kuadran tepat di atas permukaan
tanah, kemudian pilah berdasar spesies yang ada dan lakukan identifikasi
gulma untuk masing-masing spesies.
4. Dioven sampel gulma selama 24 jam dengan suhu oven 80℃
5. Ditimbang bobot kering masing-masing spesies yang ditemukan pada tiap
ulangan (data dominansi).
6. Dihitung jumlah populasi masing-masing spesies gulma tersebut (data
kerapatan).

9
7. Dilakukan penghitungan berdasarkan data 4 ulangan tersebut dalam
penjelasan berikut ini: besaran atau peubah yang dapat diukur dengan
menggunakan metode ini adalah kerapatan, dominansi, frekuensi, nilai
penting, dan jumlah nisbah dominansi (JND) atau SDR (summed
dominance ratio), pada batasan berikut:
- Kerapatan Mutlak (KM) = jumlah individu jenis gulma tertentu dalam
petak contoh.
- Kerapatan Nisbi (KN) = kerapatan mutlak jenis gulma tertentu dibagi
total kerapatan mutlak semua jenis gulma.
- Dominansi Mutlak (DM) = % penutupan, bobot basah, bobot kering,
luas basal, atau volume jenis gulma tertentu dalam petak contoh.
- Dominansi Nisbi (DN) = dominansi mutlak jenis gulma tertentu
dibagi total dominansi mutlak semua jenis gulma.
- Frekuensi Mutlak (FM) = jumlah petak contoh yang memuat jenis
gulma tertentu.
- Frekuensi Nisbi (FN) = frekuensi mutlak jenis gulma tertentu dibagi
total frekuensi mutlak semua jenis gulma.
- Nilai Penting (NP) = jumlah nilai semua peubah nisbi yang digunakan
- SDR = nilai penting dibagi jumlah peubah nisbi.
8. Dihitung NP dan SDR berdasarkan dua atau tiga peubah di atas, misalnya
dominansi dengan frekuensi, kerapatan dengan frekuensi, atau dominansi,
kerapatan, dan frekuensi. Makin banyak peubah yang digunakan makin
mendekati nilai kebenaran yang akan diduga.
9. SDR menggambarkan kemampuan suatu jenis gulma tertentu untuk
menguasai sarana tumbuh yang ada. Semakin besar nilai SDR maka gulma
tersebut semakin dominan.
10. Diurutkan apabila nilai SDR dari yang tertinggi hingga terendah, semua
gulma harus diberi nomor urut walaupun nilai SDR-nya sama, maka
urutan SDR tersebut menggambarkan komposisi jenis gulma yang ada
pada areal pengamatan.
11. Dibuat laporan harus menyertakan data hasil pengamatan ditambah dengan
analisis dan pembahasan kritis mahasiswa terhadap data yang diperoleh.

10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 4.1. Hasil analisis vegetasi gulma
Kerapatan Dominasi
Nama Gulma KM KN DM DN FM FN NP SDR
1 2 3 4 1 2 3 4
Mimosa pudica L. 1 1 2 4 0,21 0,27 0,36 1,53 8 0,04 2,37 0,09 4 0,19 0,32 0,10
Emila sonchifolia 0 1 0 0 0 0,06 0 0 1 0 0,06 0 1 0,05 0,05 0,01
Desdodium trifolum 0 11 0 39 0 0,26 0 5,72 50 0,23 5,98 0,23 2 0,1 0,55 0,18
Leersia viginica 0 28 0 0 0 0,92 0 0 28 0,13 0,92 0,04 1 0,05 0,21 0,07
Eleusine indica 31 0 13 0 5,47 0 2,45 0 44 0,2 7,92 0,3 2 0,1 0,6 0,2
Cynodon dactylon 34 0 0 0 1,82 0 0 0 34 0,15 1,82 0,07 1 0,05 0,27 0,09
Ageratum conyzoides 3 0 0 4 0,18 0 0 1,5 7 0,03 1,68 0,06 2 0,1 0,19 0,06
Ficus recurva 0 0 0 10 0 0 0 1,35 10 0,05 1,35 0,05 1 0,05 0,15 0,04
Ottochloa nodosa 0 0 0 7 0 0 0 1,47 7 0,03 1,47 0,06 1 0,05 0,14 0,04
Laktuca serriola 0 0 0 2 0 0 0 0,19 2 0,01 0,19 0,01 1 0,05 0,06 0,02
Sonchus oleraceus 0 0 6 0 0 0 0,14 0 6 0,03 0,14 0,01 1 0,05 0,08 0,02
Convolvulus arvensis 0 0 13 0 0 0 0,63 0 13 0,06 0,63 0,02 1 0,05 0,13 0,04
Phyllanthus urinaria 0 0 1 0 0 0 0,16 0 1 0 0,16 0,01 1 0,05 0,06 0,01
Amaranthus blitoides 0 0 5 0 0 0 1,03 0 5 0,02 1,03 0,04 1 0,05 0,11 0,03
Paspalum conjugatum 0 0 4 0 0 0 0,26 0 4 0,02 0,26 0,01 1 0,05 0,08 0,02
Total 69 41 44 66 7,68 1,51 5,03 11,76 220 25,98 21 3 1

4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini mengenai analisis vegetasi gulma. Menurut Heriyanto dan
Yulianto (2017) analisis vegetasi gulma merupakan suatu cara untuk mempelajari
dan memahami jenis-jenis gulma yang tumbuh pada suatu area tanaman tertentu.
Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis gulma yang tumbuh pada suatu
area, menghitung jumlah gulma per jenis, dan menentukan komposisi gulma di
area tersebut. Salah satu metode yang digunakan adalah analisis vegetasi
menggunakan metode kuadrat. Menurut Safitri et al. (2019), metode kuadrat
adalah salah satu metode analisa vegetasi yakni pada pengamatan petak contoh
yang luasnya diukur dalam satuan kuadrat. Adapun bentuk petak contoh bisa
berupa persegi empat, persegi panjang atau lingkaran.

11
Berdasarkan hasil pengamatan gulma pada lahan daerah lapangan
menunjukkan jenis gulma secara umum tercatat ada 15 jenis gulma. Tabel 1
menunjukkan terdapat bahwa spesies gulma yang termasuk ke dalam gulma
rumput terdapat 5 spesies, yaitu: Leersia viginica, Eleusine indica, Cynodon
dactylon, Ottochloa nodosa, Paspalum conjugatum. Tercatat 10 spesies golongan
gulma berdaun lebar, yaitu: Mimosa pudica L., Emila sonchifolia, Desmodium
trifolum, Ageratum conyzoides, Ficus recurva, Lactuca serriola, Sonchus
oleraceus, Convolvulus arvensis, Phyllanthus urinaria, Amaranthus blitoides.
Jumlah jenis terbanyak dari hasil identifikasi adalah jenis gulma berdaun
lebar, yaitu sebanyak 10 spesies, hal tersebut dimungkinkan karena lahan yang
cocok untuk pertumbuhan gulma berdaun lebar. Menurut Tustiyani et al. (2019),
golongan gulma berdaun lebar menyukai tanah sedikit lembab, cenderung tumbuh
dengan habitat agak ternaungi, sedangkan gulma jenis teki dan rumput lebih
menyukai lahan terbuka. Kondisi pH tanah, kelembaban tanah serta intensitas
cahaya sangat mendukung gulma daun lebar ini untuk dapat tumbuh dengan cepat
dan mendominasi areal lahan. Gulma daun lebar lebih banyak menyerap unsur N
dan lebih banyak menggunakan air sehingga pertumbuhannya lebih cepat. selain
itu merupakan tumbuhan C4 yang tidak tahan terhadap intensitas cahaya yang
tinggi.
Hasil analisis pada kerapatan mutlak (KM) dan kerapatan nisbi tertinggi
didapatkan gulma dengan spesies Desmodium trioflum dengan angka kerapatan
mutlak (KM) sebesar 50 dan kerapatan nisbi (KN) sebesar 0,23 atau 23% dari
total keseluruhan. Diikuti dengan spesies Eleusine indica dengan nilai sebesar 44
dan sebesar 0,2 atau 20%. Cynodon dactylon dengan nilai sebesar 34 dan sebesar
0,15 atau 15%. Leersia viginica dengan nilai sebesar 28 dan sebesar 0,13 atau
13%. Convolvulus arvensis dengan nilai sebesar 13 dan sebesar 0,06 atau 6%.
Ficus recurva dengan nilai sebesar 10 dan 0,5 atau 5%. Mimosa pudica L. dengan
nilai sebesar 8 dan 0,04%. Ageratum conyzoides dan Ottochloa nodosa sebesar 7
dan 0,03 atau 3%. Sonchus oleraceus sebesar 6 dan 0,03 atau 3%. Amaranthus
blitoides dengan nilai sebesar 5 dan 0,02 atau 2%. Paspalum conjugatum dengann
nilai sebesar 4 dan 0,02 atau 2%. Laktuca serriola dan Emila sonchifolia dengan
nilai sebesar 2 dan 0,01 atau 1%.

12
Menurut Rahman dan Islam (2017), kerapatan suatu jenis spesies tanaman
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi iklim dan tanah, interaksi antar
spesies, dan aktivitas manusia seperti penebangan hutan dan pembukaan lahan.
Ketersediaan cahaya, air, dan nutrisi juga dapat memengaruhi kerapatan jenis
spesies tanaman di suatu lokasi. Selain itu, faktor biologis seperti reproduksi dan
regenerasi tanaman juga dapat memengaruhi kerapatan jenis spesies tanaman di
suatu lokasi.
Hasil nilai dominansi mutlak (DM) dan dominansi nisbi (NB) nilai tertinggi
didapatkan nilai tertinggi yaitu spesies Eleusine indica dengan nilai dominansi
mutlak yaitu 7,92 dan dominansi nisbi yaitu 0,3 atau 3%. Sedangkan nilai
terendah terdapat pada spesies Emila sonchifolia dengan nilai dominansi mutlak
yaitu 0,06 dan dominansi nisbi hanya mencapai 0%. Menurut Hidayat (2017)
spesies tumbuhan yang memiliki dominansi mutlak dan dominansi nisbi yang
lebih tinggi dari yang lainnya juga dikarenakan spesies tumbuhan tersebut cukup
mendominasi pada beberapa areal dan menyebabkan nilai dominansinya tinggi.
Spesies tumbuhan yang memiliki nilai DM dan DN yang tinggi umumnya
menyebar pada seluruh areal lahan. Simangunsong et al. (2018), faktor-faktor
dinamika populasi gulma yang ada pada area lahan dipengaruhi oleh banyak
faktor diantaranya adalah lingkungan, kultur teknis, dan tanaman. Faktor-faktor
tersebut juga menentukan tingkat keberhasilan atau efektivitas dalam kegiatan
pengendalian. Keberhasilan gulma dalam berkompetisi, memodifikasi dan
memanfaatkan lingkungan tumbuh akan menimbulkan dominasi terhadap tanaman
utama.
Keputusan dalam melihat dominansi keragaman dan spesies gulma adalah
dengan melihat nilai SDR. Menurut Tantra dan Edi (2016) summed dominance
ratio (SDR) dapat menggambarkan dominansi gulma pada suatu areal tertentu
dalam menguasai sarana tumbuh yang didapatkan dari besaran kerapatan mutlak
(KM), frekuensi mutlak (FM), kerapatan nisbi (KN), frekuensi nisbi (FN), dan
nilai penting (NP). Kerapatan dihitung dengan satuan individu. Nilai SDR
menunjukkan dominansi suatu gulma yang tumbuh di area lahan. Jika nilai SDR
suatu gulma tinggi, maka dominansi gulma tersebut tinggi. Begitupun sebaliknya,
jika nilai SDR suatu gulma rendah, maka dominansinya rendah.

13
Dari hasil analisis vegetasi gulma dengan metode kuadrat yang dilakukan di
lokasi pengamatan diketahui bahwa gulma berdaun sempit lebih dominan
berdasarkan dari nilai dari SDR-nya dibandingkan jenis gulma berdaun lebar yang
terdapat yaitu gulma Eleusine indica yang memiliki SDR 0,2 yang berarti
Eleusine indica menguasai 20% sarana tumbuh yang ada pada area lahan
pengamatan. Sedangkan pada gulma berdaun lebar lebih dominan dengan SDR
0,18 yang artinya hanya menguasai 18% saran tumbuh pada area pengamatan.
Gulma berdaun lebar pada umumnya merupakan tumbuhan berkeping dua,
meskipun ada juga yang berkeping satu. Secara umum gulma berdaun lebar
memiliki ciri-ciri bentuk daun melebar dan tanaman tumbuh tegak atau menjalar.
Gulma berdaun lebar akan kompetisi terhadap tanaman utama berupa kompetisi
cahaya.
Gulma Eleusine indica merupakan gulma paling banyak ditemukan di area
pengamatan karena gulma ini tergolong ganas. Gulma ganas adalah gulma dengan
tingkat penyebaran yang cepat dan sulit dikendalikan. Gawaksa et al. (2016),
menyatakan bahwa sifat Eleusine indica merupakan gulma yang dapat
berkembang biak dengan cara vegetatif dan generatif. Reproduksi secara vegetatif
dapat berkembang biak dengan rimpang dan secara generatif berkembang biak
dengan biji. Biji memiliki bobot yang sangat ringan dan dapat terbang apabila
tertiup angin, bantuan manusia, hewan dan makhluk hidup lainnya, yang apabila
biji tersebut jatuh ke tanah maka akan menjadi individu baru. Hal ini
memungkinkan yang menjadi sebab dominansi gulma Eleusine indica lebih
banyak pada area lahan.
Gulma ini mampu tumbuh dan berkembang pada tanah yang bersifat asam
seperti halnya lahan tambak/kolam. Menurut Firmansyah et al. (2020), Eleusine
indica merupakan spesies rumput yang tumbuh baik pada areal terbuka, kering,
terganggu, dan tahan terhadap tanah asam yang mengandung asam sulfat. E.
indica berasal dari Australia. Spesies ini dikatakan invasif karena dapat tumbuh
pada berbagai jenis tanah, membutuhkan cahaya matahari yang tinggi, tingkat
reproduksi tinggi, memiliki propagul yang dapat bertahan hidup lebih dari satu
tahun, memiliki tingkat penyebaran yang tinggi, toleran terhadap pengembalaan,
dan kebakaran

14
Keadaan lahan yang didominasi oleh gulam berdaun sempit dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, dimana faktor tersebut berdampak nyata pada pertumbuhan
gulma daun sempit. Menurut Lisdayani et al. (2022), dominasi gulma berdaun
sempit pada sesuatu lahan disebabkan oleh penyiangan gulma belum semua
terangkat ke permukaan dan kemungkinan masih ada tersisa biji gulma di dalam
tanah sehingga gulma tersebut tumbuh kembali.
Intensitas cahaya merupakan faktor yang mempengaruhi resistensi gulma.
Menurut Nugraha dan Guntoro (2022) semakin tinggi intensitas cahaya mencapai
tumbuhan, maka laju fotosintesis menjadi maksimum dan pertumbuhan
meningkat. Lahan datar memiliki intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi
sehingga pada musim kemarau lahan ini cukup kering dan hanya tumbuhan yang
kuat yang dapat bertahan hidup. Intensitas cahaya matahari yang masuk ke
permukaan tanah curam sangat sedikit sehingga kondisi lahan sangat lembab.
Kondisi ini menjadi habitat yang baik bagi gulma Eleusine indica untuk tumbuh
dengan baik.
Secara keseluruhan golongan gulma berdaun sempit kebanyakan berasal dari
famili poaceae. Menurut Fitria et al. (2019), gulma berdaun sempit/rerumputan
(Grasses) Gulma berdaun sempit memiliki ciri khas sebagai berikut: daun
menyerupai pita, batang tanaman beruas-ruas, tanaman tumbuh tegak atau
menjalar, hidup semusim, atau tahunan dan memiliki pelepah serta semusim, atau
tahunan dan memiliki pelepah serta helaian daun dan batangnya disebut culms.
Dominansi selanjutnya berdasarkan nilai SDR diikuti oleh berbagai spesies
yaitu: Desdodium trifolum dengan SDR 0,8 atau 18% saran tumbuh. Mimosa
pudica L. 11% saran tumbuh, Cynodon dactylon dengan SDR 0,9 atau 9% saran
tumbuh. Leersia viginica dengan SDR 0,7 atau 7% sarana tumbuh, Ageratum
conyzoidesi dengan SDR 0,6 atau 6% sarana tumbuh. Ficus recurva dan
Ottochloa nodosa dengan SDR 0,5 atau 5% sarana tumbuh, Convolvulus arvensis
dan Amaranthus blitoides dengan SDR 0,4 atau sarana tumbuh 4%, Sonchus
oleraceus dan Paspalum conjugatum dengan SDR 0,3 atau 3% sarana tumbuh,
dan dominansi paling sedikit yaitu terdapat pada gulma spesies Phyllanthus
urinaria, Laktuca serriola dan Emila sonchifolia dengan SDR 0,2 atau 2% sarana
tumbuh.

15
Banyaknya jenis gulma yang tumbuh di pertanaman tersebut dapat
disebabkan karena adanya tindakan pengolahan tanah. Menurut Purnamasari et al.
(2017), bahwa proses pencangkulan pada saat pengolahan tanah dapat
menyebabkan terangkatnya biji gulma ke permukaan tanah. Simpanan biji gulma
dalam tanah (seedbank) tersebut sewaktu-waktu dapat berkecambah menjadi
individu gulma apabila didukung faktor lingkungan.
Perkembangbiakan gulma tergantung dari kondisi lingkungan di sekitar
pertanaman. Jika lingkungan mendukung maka pertumbuhan gulma tersebut
semakin berkembang. Purnamasari et al. (2017), menyatakan bahwa banyaknya
jenis gulma yang tumbuh di pertanaman tersebut dapat disebabkan karena adanya
tindakan pengolahan tanah dan input pupuk kandang, proses pencangkulan pada
saat pengolahan tanah dapat menyebabkan terangkatnya biji gulma ke permukaan
tanah. Simpanan biji gulma dalam tanah (seedbank) tersebut sewaktu-waktu dapat
berkecambah menjadi individu gulma apabila didukung faktor lingkungan. Selain
itu area lahan yang tidak terurus dengan baik dapat menjadi sebab untuk
keberadaan gulma tumbuh, karena ruang bebas yang diberikan cukup maksimal
untuk pertumbuhan gulma.
Secara teoritis dan fakta bahwa tingginya aktivitas manusia seringkali
memunculkan gangguan terhadap ekosistem, yaitu terbukanya vegetasi tumbuhan
yang ada. Bukaan vegetasi ini akan menyediakan ruang kosong yang kemudian
akan diinvasi oleh jenis gulma invasif yang memiliki pertumbuhan sangat cepat.
Sifat mendominasi suatu spesies gulma tertentu dapat menimbulkan dampak
buruk bagi ekosistem yang ditempati jenis tersebut. Menurut Firmansyah et al.
(2020), menyatakan dampak gulma yang bersifat invasif ini mampu mengubah
struktur dan komposisi spesies dalam ekosistem. Spesies lokal tidak mampu
bersaing dan terancam punah. Secara ekonomi, dampak invasi gulma sangat
signifikan, dalam bidang pertanian muncul berbagai jenis hama dan penyakit
tanaman asing yang belum dikenal petani cara penanganannya, ekosistem air
tercemar oleh berbagai gulma, yang akhirnya semua berujung pada peningkatan
biaya pengendalian yang lebih tinggi.

16
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan secara umum terdapat spesies
gulma dengan 5 spesies gulma rumput/berdaun sempit yaitu Leersia viginica,
Eleusine indica, Cynodon dactylon, Ottochloa nodosa, Paspalum conjugatum, dan
10 spesies gulma berdaun lebar, yaitu: Mimosa pudica L., Emila sonchifolia,
Desmodium trifolum, Ageratum conyzoides, Ficus recurva, Lactuca serriola,
Sonchus oleraceus, Convolvulus arvensis, Phyllanthus urinaria, Amaranthus
blitoides. Secara umum lebih banyak gulma dari anggota famili Astraceae
(poaceae).
Berdasarkan hasil penelitian identifikasi gulma KM 50 dan KN 0,23 atau
23% tertinggi didapatkan gulma dengan spesies Desmodium trioflum. Sedangkan
terendah Laktuca serriola dan Emila sonchifolia dengan nilai sebesar 2 dan 0,01
atau 1%. Hasil DM dan DN nilai tertinggi didapatkan spesies Eleusine indica
dengan nilai 7,92 dan DN yaitu 0,3 atau 3%. Sedangkan nilai terendah terdapat
pada spesies Emila sonchifolia dengan yaitu 0,06 dan NB hanya 0%.
Pada areal lahan pengamatan dapat disimpulkan gulma yang paling tinggi
didapatkan dengan Nilai SDR 20% adalah gulma Elusine indica dan gulma yang
paling rendah didapatkan dengan Nilai SDR 0,2 atau 2% saran tumbuh adalah
Phyllanthus urinaria, Laktuca serriola dan Emila sonchifolia, dengan jumlah total
gulma yang teridentifikasi adalah 25 spesies gulma.

5.2 Saran
Adapun saran pada praktikum ini lebih teliti dalam mengidentifikasi gulma
yang akan dianalisis, terutama kelompok nama-nama nya, karena akan
mempengaruhi perhitungan analisis dominansi sehingga ketepatan dalam
pengendalian akan secara akurat tanpa salah untuk mengidentifikasi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Amirina, W., Yudi, F.A., dan Eva, P. 2019. Analisis Vegetasi dan Jenis Vegetasi
Dominan yang Berasosiasi dengan Manggarsih (Paramerian laevigata) di
Kawasan Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan. Jurnal Sylva
Scienteae Vol. 2(6): 1140-1148.
Dahang, D. 2018. Analisis Vegetasi Gulma Pada Ladang Broccoli (Brassica
oleraceae Var. Italica L.) di Kebun Pendidikan Universitas Quality
Berastagi. Jurnal Agroteknosains. Vol. 2(2): 222-229.
Firmansyah, N., Khusrizal, Selvy, R.H., Maisura dan Badhwai. 2020. Dominansi
Gulma Invasif pada Beberapa Tipe Pemanfaatan Lahan di Kecamatan
Sawang Kabupaten Aceh Utara. Jurnal Agrium. Vol. 17(2): 144-148.
Fitria, Efrida, Fitra, S.H. 2019. Analisis Vegetasi Gulma di lahan Tanaman
Jagung (Zea mays L.). Jurnal Pertanian Tropik. Vol. 6(2): 216-221.
Gawaska, H.P., Damhuri, dan Lili, D. 2016. Gulma di Lahan Pertanaman Jagung
(Zea mays L.) di Kecamatan Barangka Kabupaten Muna Barat. J. Ampibi.
Vol. 1(3): 1-9.
Heriyanto, N. M., dan Yulianto, I. 2017. Analisis Komposisi Gulma pada Lahan
Sawah Tadah Hujan dengan Sistem Tanam SRI dan Konvensional. Jurnal
Produksi Tanaman. Vol. 5(7): 1679-1685.
Hidayat, M. 2017. Analisis Vegetasi dan Keanekaragaman Tumbuhan di Kawasan
Manifestasi Geotermal Ie Suum Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh
Besar. Jurnal Biotik. Vol. 5(2): 114-124.
Immaniasita, V., Twenty, L., Krisyetno, Dayu, S.P. 2020. Identifikasi Keragaman
dan Dominasi Gulma pada Lahan Pertanaman Kedelai. Agrotechnology
Research Journal. Vol. 4(1): 11-16.
Karengan, F., Yonce, M.K., Suryani, K.L. 2022. Analisis Vegetasi Gulma di
Lahan Jagung Di Desa Umbu Pabal Selatan Kabuapten Sumba Tengah.
Agriland. Vol. 10(1): 12-15.
Kilkoda, A.K., T. Nurmala, D. Widayat. 2015. Pengaruh Keberadaan Gulma
(Ageratum conyzoides dan Boreria alata) terhadap Pertumbuhan dan Hasil

18
Tiga Ukuran Varietas Kedelai (Glycine max L. Merr) pada Percobaan Pot
Bertingkat. Jurnal Kultivasi. Vol. 14(2): 1-9.
Lisdayani, Yusup, D., Putri, M.S., dan Rini, S. 2022. Analisis Vegetasi Gulma di
Lahan Pertanian Kelurahan Simalingkar B Medan Tuntungan. Jurnal
Agroteknosains. Vol. 6(2): 58-66.
Mangoensoekarjo, S. dan A. Toekidjan S. 2015. Ilmu Gulma dan Pengelolaan
pada Budidaya Perkebunan. UGM Press. Yogyakarta. 393 hlm.
Maridi, Alanindra, S., dan Putri, A. 2015. Analisis Struktur Vegetasi di
Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Bioedukasi. Vol. 8(1): 28-42.
Nugraha, K., dan Guntoro, D. 2022. Dominansi dan Potensi Resistensi Gulma
Eleusine indica terhadap Herbisida Glifosat di Kebun Pendidikan Kelapa
Sawit Jonggol, Jawa Barat. Bul. Agrohorti. Vol. 10(2): 340-348.
Nuraida, D., Sheilla, Z.A., Niken, A.W., Kristin, W.S., dan Rizal, M.I. 2022.
Analisis Vegetasi Tumbuhan Herba di Kawasan Hutan Krawak. Jurnal
Biologi dan Pembelajarannya. Vol. 9(2): 98-106.
Paiman. 2020. Gulma Tanaman Pangan. UPY Press. Yogyakarta. 231 hlm.
Purnamasari, C.D., Tyasmoro, S.Y., Sumarni, T. 2017. Pengaruh Teknik
Pengendalian Gulma Pada Tanaman Padi (Oryza sativa L). Jurnal
Produksi Tanaman. Vol. 5(5): 870- 879.
Rahman, M. A., dan Islam, M. A. 2017. Tree Species Diversity, Composition, and
Regeneration Status of Sal (Shorea robusta Gaertn.) Forests in
Bangladesh. Journal of Forestry Research. Vol. 28(5): 1041-1052.
Rosmanah, S., dan Alfayanti. 2020. Identifikasi Gulma pada Dua Agroekosistem
yang Berbeda di Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu. Prosiding Seminar
Nasional Agroinovasi Spesifik Lokasi untuk Ketahanan Pangan Pada Era
Masyarakat Ekonomi ASEAN. Vol. 2(1): 319-327.
Safitri, A., Wahid, I., Khairaddaraini, K., dan Mulyadi, M. 2019. Analisis
Vegetasi Tumbuhan Habitus Tiang dan Pohon di Kawasan Pegunungan
Deudap Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar. In Prosiding Seminar Nasional
Biotik. Vol. 6(1): 259-265.

19
Saitama, A., E. Widaryanto, dan K.P. Wicaksono. 2016. Komposisi Vegetasi
Gulma pada Tanaman Tebu Keprasan Lahan Kering di Dataran Rendah
dan Tinggi. Jurnal Produksi Tanaman, 4(5): 406-415.
Saitun, E.S., Farida, H., dan I Dewa, N.R. 2020. Identifikasi dan Analisis Populasi
Gulma pada Budidaya Tanaman Padi Organik dan Anorganik. Agrimeta.
Vol. 10(20): 13-17.
Sari, D.N., Fitra, W., Maulida, A.M., dan Muslich, H. 2018. Analisis Vegetasi
Tumbuhan Dengan Metode Transek (Line Transect) di Kawasan Hutan
Deudap Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar. Prosiding Seminar Nasional
Biotik. Vol. 6(1): 165-173.
Simangunsong, Y.P., Sofyan, Z., dan Dwi, G. 2018. Manajemen Pengendalian
Gulma Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.): Analisis
Faktor-faktor Penentu Dominansi Gulma di Kebun Dolok Ilir, Sumatera
Utara. Bul. Agrohorti. Vol. 6(2): 198-205.
Syarifa, Ike, A., Ra, H.T. 2018. Identifikasi Gulma Tanaman Padi (Oryza sativa
L. var. Ciherang) Sumatera Selatan. Jurnal Biosilampari. Vol. 1(1): 40-44.
Tantra, A.W., dan Edi, S. 2016. Manajemen Gulma di Kebun Kelapa Sawit
Bangun Bandar: Analisis Vegetasi dan Seedbank Gulma. Bul. Agrohorti.
Vol. 4(2): 138-143.
Tustiyani, 1., Nurjanah, D.R., Maesyaroh, S.S., dan Mutakin, J. 2019. Identifikasi
Keanekaragaman dan Dominansi Gulma pada Lahan Pertanaman Jeruk
(Citrus Sp.). Jurnal Kultivasi. Vol. 18(1): 779-783.
Umiyati, U., dan Dedi, W. 2017. Gulma dan Pengendaliannya. Deepublish.
Sleman. 98 hlm.
Widiyani, D.P., Kresna, S.U., Sismita, S., dan Sri, N. 2023. Analisis Vegetasi
Gulma pada Berbagai Tegakan Tanaman Perkebunan. Jurnal Agrotek
Tropika. Vol. 11(1): 55-61.

20
LAMPIRAN

Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3.


Pra penyiangan gulma Pasca penyiangan gulma Berangkasan gulma

Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6.


Bobot kering Mimosa Bobot kering Emila Bobot kering Desmodium
pudica sonchifolia trifolum L.

Gambar 7.
Bobot kering Leersia
vignica

Anda mungkin juga menyukai