Anda di halaman 1dari 4

Kemiskinan, Sebuah Akar dari Permasalahan Selanjutnya

Sustainable Development Goals (SDGs) atau Pembangunan Berkelanjutan merupakan


agenda pembangunan yang akan menyempurnakan agenda pembangunan sebelumnya yaitu
Millenium Development Goals (MDGs) yang berakhir pada tahun 2015. Sebelumnya, Millenium
Development Goals mempunyai 8 tujuan yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan;
mencapai pendidikan dasar untuk semua; mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan; menurunkan angka kematian anak; meningkatkan kesehatan ibu; memerangi
HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya; memastikan kelestarian lingkungan hidup; dan
mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Saat program MGDs berakhir,
pencapaiannya belum semua terlaksanakan oleh setiap negara yang ikut menandatangani
program tersebut termasuk Indonesia. Kemudian setelah berakhirnya program MGDs, pada
tanggal 25 September 2015 dideklarasikan suatu program yang melanjutkan program MGDs
yaitu SGDs (Sustainable Development Goals) yang akan berakhir pada tahun 2030. Sustainable
Development Goals memfokuskan pada tiga dimensi pembangunan, yaitu pembangunan sosial,
pembangunan ekonomi, dan pembangunan lingkungan, dengan 17 tujuan diantaranya
menghapus kemiskinan; mengakhiri kelaparan; kesehatan yang baik dan sejahtera; pendidikan
bermutu; kesetaraan gender; akses air bersih dan sanitasi; energi bersih dan terjangkau;
pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi; infrastruktur, industri dan inovasi; mengurangi
ketimpangan; kota dan komunitas yang berkelanjutan; konsumsi dan produksi yang bertanggung
jawab; penanganan perubahan iklim; menjaga ekosistem laut; menjaga ekosistem darat;
perdamaian keadilan dan kelembagaan yang kuat; dan kemitraan untuk mencapai tujuan.

Sekitar 70 persen indikator yang mengukur target MGDs telah dicapai oleh Indonesia,
namun beberapa permasalahan di bidang kesehatan masih cukup jauh dari capaian dan harus
mendapatkan perhatian khusus, diantaranya tingkat kemiskinan nasional, angka kematian bayi,
angka kematian ibu, prevalensi gizi buruk, prevalensi HIV dan AIDS serta beberapa permasalahan
terkait lingkungan. Kemiskinan menjadi indikator nomor satu dalam SGDs, karena kemiskinan
bisa menjadi gerbang awal timbulnya masalah-masalah yang akan terjadi dalam kehidupan
masyarakat. Kemiskinan masih dipandang sebagai masalah yang serius khususnya bagi negara
berkembang.

Menurut Suparlan (2004:315) kemiskinan sebagai suatu standar tingkat hidup yang
rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan pada sejumlah atau segolongan orang
dibandingkan dengan standar kehidupan yang rendah ini secara langsung nampak pengaruhnya
terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral dan rasa harga diri mereka yang tergolong
sebagai orang miskin. Sedangkan menurut Ritonga (2003:1) memberikan definisi
bahwa kemiskinan adalah kondisi kehidupan yang serba kekurangan yang dialami seseorang atau
rumah tangga sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal atau yang layak bagi
kehidupannya. Kebutuhan dasar minimal yang dimaksud adalah yang berkaitan dengan
kebutuhan pangan, sandang, perumahan dan kebutuhan sosial yang diperlukan oleh penduduk
atau rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak. Ciri-ciri kemiskinan
menurut Suharto diantaranya adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar
(papan,sandang, dan pangan), ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya seperti
kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi, ketiadaan jaminan masa depan
(karena tiada investasi untuk pendidikan dan keluarga), dan ketiadaan akses terhadap lapangan
kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
Kemiskinan dapat menimbulkan masalah lain seperti kelaparan, masalah kesehatan,
kriminalitas, dan sanitasi. Kelaparan merupakan salah satu akibat utama dari kemiskinan.
Kelaparan atau ketidakcukupan konsumsi pangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang
secara regular, mengkonsumsi sejumlah makanan yang tidak cukup untuk menyediakan energi
yang dibutuhkan untuk hidup normal, aktif, dan sehat. Kelaparan terjadi ketika mereka tidak
dapat membeli kebutuhan pangan mereka sehari-sehari. Kelaparan juga dapat menimbulkan
masalah lain seperti masalah kesehatan. Kelaparan dapat menyebaban stunting, busung lapar,
dan gizi buruk akibat kurangnya nutrisi yang dibutuhkan tubuh, atau biasa disebut malnutrition.
Meningkatnya angka kematian ibu dan bayi dapat disebabkan oleh gangguan kehamilan akibat
kurangnya asupan gizi untuk ibu hamil dan bayi. Kurangnya asupan gizi disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari yang terjadi dalam waktu yang
cukup lama.
Kriminalitas dapat meningkat seiring meningkatnya tingkat kemiskinan. Orang-orang
akan melakukan apapun demi mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, jika hal ini ditunjang
dengan rendahnya tingkat pendidikan, maka yang terjadi adalah mereka dapat menghalalkan
segala cara agar dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka seperti mencuri, merampok,
membobol bank, sampai melakukan pembunuhan. Rendahnya tingkat pendidikan juga dapat
menyebabkan angka pengangguran semakin tinggi. Kurangnya pendidikan dapat membuat orang
tersebut tidak dapat bersaing di dunia kerja. Mereka akan tersingkirkan oleh orang yang kualitas
pendidikannya lebih tinggi. Arti pendidikan tidak hanya pengetahuan saja, namun pendidikan
merupakan pembelajaran, pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang
diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau
penelitian. Keterbatasan keterampilan juga membuat seseorang akan tersingkirkan oleh orang
yang memiliki keterampilan lebih baik. Akibatnya orang tersebut dapat kehilangan pekerjaannya
dan menjadi pengangguran.
Sanitasi merupakan perilaku manusia yang disengaja untuk membudayakan kebiasaan
hidup bersih dan sehat untuk mencegah manusia terkontaminasi langsung dengan bahan-bahan
kotor dan berbahaya dengan harapan bisa menjaga dan memperbaiki tingkat kesehatan
manusia. Orang-orang dibawah garis kemiskinan cenderung tinggal di pinggiran kota, di dekat rel
kereta, hingga di pinggiran sungai atau kolong jembatan. Tentunya sanitasi di daerah tersebut
tidak baik untuk kesehatan, contohnya, orang-orang yang tinggal di pinggiran sungai, mereka
akan mencuci baju, mandi, hingga membuang air besar dan kecil di sungai tersebut, bakteri yang
berasal dari feses manusia tersebut akan menempel di baju mereka, di tubuh mereka, bahkan di
air yang mereka minum, hal ini dapat memicu pertumbuhan penyakit di tubuh mereka, jika
mereka tidak mendapatkan pengobatan secara terus menerus dikarenakan kekurangan biaya
untuk berobat, penyakit tersebut akan terus berkembang, berakumulasi, dan menggerogoti
tubuh mereka. Belum lagi jika penyakit tersebut merupakan penyakit yang mudah menular,
kondisi udara dan lingkungan disana akan semakin buruk.
Kelaparan, kriminalitas, kesehatan dan sanitasi dapat menjadi sebuah lingkaran
permasalahan yang saling berkaitan. Kelaparan dapat menjadi sebuah jawaban dari adanya
kriminalitas, juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang.
Kesehatan seseorang juga dapat disebabkan karena sanitasi yang buruk. Seseorang yang kondisi
kesehatannya terganggu dapat memicu kriminalitas yang disebabkan karena ketidakmampuan
untuk membayar biaya pengobatan, sehingga ia bisa menghalalkan segala cara agar dapat
membayar biaya pengobatan tersebut. Tetapi semua hal diatas berakar dari satu permasalahan
kompleks yaitu kemiskinan.

Anda mungkin juga menyukai