Anda di halaman 1dari 23

AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN

A. PENDAHULUAN
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/ 1992
tentang kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapat pelayanan
kesehatan. Maka, setiap individu, keluarga, dan masyarakat berhak memperoleh
perlindungan terhadap kesehatanya, dan negara bertanggungjawab mengatur agar
terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk masyarakat miskin dan tidak
mampu. Angka kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah tersebut
diakibatkan karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Kesulitan akses
pelayanan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tidak adanya kemampuan secar
ekonomi karena biaya pengobatan penyakit yang relatif mahal.
Bagi warga miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memuaskan
adalah hal yang sangat sulit. Mereka harus memenuhi berbagai macam syarat yang
ditentukan oleh pihak rumah sakit. Syarat-syarat tersebut menjadi alat untuk
mempersulit pasien warga miskin untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Pihak
rumah sakit terlalu mementingkan syarat daripada pelayanan yang diberikan.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin mempunyai arti
penting,

karena

beberapa

alasan

pokok

yakni:

1. Kesehatan masyarakat menjamin terpenuhinya keadilan sosial khususnya bagi


masyarakat miskin, sehingga pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin mutlak
mengingat kematian bayi dan kematian balita 3 (tiga) kali dan 5 (lima) kali lebih
tinggi dibanding keluarga tidak miskin. Di sisi lain penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang baik bagi masyarakat miskin, dapat mencegah 8 (delapan) juta
kematian

tiap

tahunnya.

2. Untuk kepentingan politis nasional yakni menjaga keutuhan integrasi bangsa


dengan meningkatkan upaya pembangunan (termasuk kesehatan) di daerah miskin
dan kepentingan politis internasional untuk menggalang kebersamaan dalam
memenuhi komitmen global guna menurunkan angka kemiskinan melalui upaya
perbaikan
3.

Hasil

pelayanan
penelitian

kesehatan

menunjukkan

bahwa

bagi
kesehatan

keluarga

miskin.

penduduk yang

baik,

pertumbuhan ekonomi akan baik pula dengan demikian upaya mengatasi


kemiskinan akan lebih mudah dengan prospek ke depan yang jauh lebih berhasil.
Kemiskinan dan penyakit hubungannya sangat erat, tidak akan pernah putus kecuali
dilakukan intervensi pada salah satu atau kedua sisi, yakni pada kemiskinannya atau
penyakitnya. Kemiskinan mempengaruhi kesehatan sehingga orang miskin menjadi
rentan terhadap berbagai macam penyakit, karena mereka mengalami gangguan
seperti :

a. Menderita gizi buruk;


b. Kurangnya pengetahuan warga tentang kesehatan;
c. Kurangnya perilaku hidup sehat dan bersih;
d. Lingkungan pemukiman yang kurang memadai;
e. Tidak tersedianya biaya kesehatan.
Sebaliknya kesehatan mempengaruhi kemiskinan. Masyarakat yang sehat akan
menekan tingkat kemiskinan karena orang yang sehat mempunyai kondisi sebagai
berikut :
a. Produktivitas kerja tinggi;
b. Rendahnya biaya pengeluaran untuk keperluan berobat;
c. Masyarakat dapat berinvestasi dan menabung;

d. Meningkatnya mutu pendidikan;


e. Angka fertilitas (kelahiran) dan mortalitas (kematian) rendah;
f. Stabilitas ekonomi terjamin.
Buruknya layanan kesehatan masih menjadi keluhan kalangan masyarakat yang
kurang mampu di Indonesia. Upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan
kesehatan terhadap warga miskin melalui JAMKESMAS masih belum dapat
terealisasi dengan baik. Pemerintah perlu memberikan perhatian khusus untuk
menangani masalah ini. Hal ini karena kesehatan merupakan hak dasar setiap
warga negara. Negara wajib memberi jaminan kesehatan kepada warganya,
termasuk warga miskin.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan pemerintah dalam menghadapi
permasalahan

kesehatan

di

atas

dapat

dilakukan

dengan

cara:

1. Membebaskan biaya kesehatan dan mengutamakan masalah-masalah kesehatan


yang banyak diderita masyarakat miskin seperti Malaria, kurang gizi, PMS dan
berbagai
2.

penyakit

Mengutamakan

infeksi

lain

penanggulangan

dan
penyakit

sanitasi
warga

lingkungan.

kurang

mampu.

3. Meningkatkan penyediaan serta efektivitas berbagai pelayanan kesehatan


masyarakat yang bersifat non personal seperti penyuluhan kesehatan, regulasi
pelayanan kesehatan dan penyediaan obat, keamanan dan kesehatan makanan,
pengawasan terhadap kesehatan dan kebersihan lingkungan pemukiman serta
kesehatan

dan

keselamatan

kerja.

4. Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan masyarakat miskin.


5.

Meningkatkan

partisipasi

dan

konsultasi

terhadap

masyarakat

miskin.

6. Re lokasi berbagai sumber daya yang tersedia dengan memprioritaskan daerah


miskin.

B. RUMUSAN MASALAH
Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak
dasar rakyat, yaitu hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan pelayanan
kesehatan. Pembangunan kesehatan juga harus dipandang sebagai suatu investasi
dalam kaitannya untuk mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia dan
pembangunan ekonomi, serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan
kemiskinan.
Indonesia memang telah mengalami kemajuan penting dalam meningkatkan
kualitas kesehatan penduduk. Kemajuan ini dapat dilihat melalui angka kematian
bayi yang menurun dari 46 (1997) menjadi 35 per seribu kelahiran hidup (2003).
Umur harapan hidup telah meningkat dari 65,8 tahun (1999) menjadi lebih dari 66,2
tahun (2003). Prevalensi gizi kurang (underweight) pada anak balita, telah menurun
dari 37,5 persen (1989) menjadi 25,8 persen (2002). Namun demikian masih banyak
masalah yang harus dipecahkan dan tantangan baru muncul sebagai akibat
perubahan sosial ekonomi agar masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan yang
berkualitas. Permasalahan tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
Terjadinya disparitas status kesehatan. Meskipun secara nasional kualitas
kesehatan masyarakat telah meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan
antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan-perdesaan masih
cukup tinggi. Angka kematian bayi dan angka kematian balita pada golongan
termiskin adalah empat kali lebih tinggi dari golongan terkaya. Selain itu, angka
kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan lebih tinggi di daerah perdesaan,
di kawasan timur Indonesia, serta pada penduduk dengan tingkat pendidikan
rendah. Persentase anak balita yang berstatus gizi kurang dan buruk di daerah

perdesaan lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan. Pertolongan persalinan oleh


tenaga kesehatan terlatih pada golongan terkaya adalah empat kali lebih tinggi
dibanding dengan golongan termiskin. Cakupan imunisasi pada golongan miskin
adalah lebih rendah dari golongan kaya.
Terjadinya beban ganda penyakit. Pola penyakit yang diderita oleh masyarakat
sebagian besar adalah penyakit infeksi menular seperti TB, ISPA, malaria, diare, dan
penyakit kulit. Namun demikian, pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan
penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta diabetes
mellitus. Dengan demikian telah terjadi transisi epidemiologi dan menghadapi beban
ganda pada waktu yang bersamaan (double burden). Dengan terjadinya beban
ganda yang diikuti dengan meningkatnya jumlah penduduk, serta perubahan struktur
penduduk yang ditandai dengan meningkatnya penduduk usia produktif dan usia
lanjut, akan mempengaruhi jumlah dan jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan
masyarakat di masa datang.
Kinerja pelayanan kesehatan yang rendah. Faktor utama penyebab tingginya
angka kematian bayi di Indonesia sebenarnya dapat dicegah dengan intervensi yang
dapat terjangkau dan sederhana, oleh karena itu kinerja pelayanan kesehatan
merupakan salah satu faktor penting dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan
penduduk. Masih rendahnya kinerja pelayanan kesehatan dapat dilihat dari
beberapa indikator, seperti: proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan,
proporsi bayi yang mendapatkan imunisasi campak, proporsi penemuan kasus
(Case Detection Rate) TB Paru. Pada tahun 2001, cakupan persalinan oleh tenaga
kesehatan baru mencapai 67,7 persen, dengan variasi antara 41,39 persen di
Propinsi Maluku dan 100 persen di Propinsi Bali dan Sulawesi Selatan. Pada tahun
2002, cakupan imunisasi campak untuk bayi umur 12-23 bulan baru mencapai 71,6

persen, dengan variasi antara 44,1 persen di Propinsi Banten dan 91,1 persen di
Propinsi D.I Yogyakarta. Sementara itu, proporsi penemuan kasus penderita TB
Paru pada tahun 2002 baru mencapai 29 persen. Rendahnya kinerja pelayanan
kesehatan ini berpengaruh terhadap upaya peningkatan status kesehatan penduduk.
Perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat.
Perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat merupakan salah satu faktor penting
untuk mendukung peningkatan status kesehatan. Beberapa perilaku masyarakat
yang kurang sehat antara lain dapat dilihat antara lain melalui kebiasaan merokok
dan rendahnya pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif dan gizi lebih pada balita.
Proporsi penduduk dewasa yang merokok sebesar 31,8 persen. Sementara itu,
proporsi penduduk perokok yang mulai merokok pada usia di bawah 20 tahun
meningkat dari 60 persen pada tahun 1995 menjadi 68 persen pada tahun 2001.
Pada tahun 2002, persentase bayi usia 4-5 bulan yang memperoleh ASI eksklusif
baru mencapai 13,9 persen. Persentase gizi-lebih pada balita mencapai 2,8 persen
pada tahun 2003. Kondisi ini antara lain dipengaruhi oleh rendahnya pengetahuan
masyarakat akan pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat.
Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan. Salah satu faktor penting lainnya
yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat adalah kondisi
lingkungan yang tercermin antara lain dari akses masyarakat terhadap air bersih dan
sanitasi dasar. Pada tahun 2002, persentase rumah tangga yang mempunyai akses
terhadap air yang layak untuk dikonsumsi baru mencapai 55,2 persen (BPS 2002),
dan akses rumah tangga terhadap sanitasi dasar 63,5 persen.
Rendahnya kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.
Pada tahun 2002, rata-rata setiap 100.000 penduduk baru dapat dilayani dilayani

oleh 3,5 Puskesmas. Selain jumlahnya yang kurang, kualitas, pemerataan dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan di Puskesmas masih menjadi kendala. Pada
tahun 2003 terdapat 1.179 Rumah Sakit (RS), terdiri dari 598 RS milik pemerintah,
dan 581 RS milik swasta. Jumlah seluruh tempat tidur (TT) di RS sebanyak 127.217
TT. Dengan demikian rata-rata 61 TT melayani 100.000 penduduk. Walaupun rumah
sakit terdapat di hampir semua kabupaten/kota, namun kualitas pelayanan sebagian
besar RS pada umumnya masih dibawah standar. Pelayanan kesehatan masih
belum memenuhi harapan masyarakat. Masyarakat merasa kurang puas dengan
mutu pelayanan rumah sakit dan puskesmas, karena lambatnya pelayanan,
kesulitan administrasi dan lamanya waktu tunggu.
Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusi tidak merata. Dalam hal tenaga
kesehatan, Indonesia mengalami kekurangan pada hampir semua jenis tenaga
kesehatan yang diperlukan. Pada tahun 2001, diperkirakan per 100.000 penduduk
baru dapat dilayani oleh 7,7 dokter umum, 2,7 dokter gigi, 3,0 dokter spesialis dan
8,0 bidan. Rendahnya rasio ini diperburuk oleh penyebaran tenaga kesehatan yang
tidak merata. Lebih dari dua per tiga dokter spesialis berada di Jawa dan Bali, dan
sekitar 15 propinsi yang memiliki rasio dokter per penduduk di atas rata-rata
nasional.
Rendahnya kualitas kesehatan penduduk miskin. Angka kematian bayi pada
kelompok termiskin adalah 61 dibandingkan dengan 17 per 1.000 kelahiran hidup
pada kelompok terkaya. Penyakit infeksi yang merupakan penyebab kematian
utama pada bayi dan balita, seperti malaria dan TBC, lebih sering terjadi pada
masyarakat miskin. Rendahnya status kesehatan penduduk miskin terutama
disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap pelayanan kesehatan karena kendala
geografis dan kendala biaya (cost barrier). Data SDKI 2002-2003 menunjukkan

bahwa 48,7 persen masalah dalam mendapatkan pelayanan kesehatan adalah


karena kendala biaya, jarak dan transportasi. Utilisasi rumah sakit masih didominasi
oleh golongan mampu, sedang masyarakat miskin cenderung memanfaatkan
pelayanan di puskesmas. Demikian juga persalinan oleh tenaga kesehatan pada
penduduk miskin hanya sebesar 39,1 persen dibanding 82,3 persen pada penduduk
kaya. Asuransi kesehatan sebagai suatu bentuk sistem jaminan sosial hanya
menjangkau 18,74 persen (2001) penduduk, dan hanya sebagian kecil diantaranya
penduduk miskin.
C. TUJUAN
Tujuan pembangunan kesehatan pada tahun 2004-2009 adalah meningkatnya
derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan yang antara lain tercermin dari:
1. Meningkatnya umur harapan hidup dari 66,2 tahun menjadi 67,9 tahun
2. Menurunnya angka kematian bayi dari 35 menjadi 25 per 1000 kelahiran hidup
3. Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 307 menjadi 226 per 100.000
kelahiran hidup
4. Menurunnya prevalensi gizi-kurang pada anak balita dari 25,8 persen menjadi 20
persen.

D. KESIMPULAN DAN SARAN


KESIMPULAN

Untuk mencapai tujuan tersebut, kebijakan pembangunan kesehatan diarahkan


pada:
1. Peningkatan jumlah jaringan dan kualitas Puskesmas;
2. Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga medis;
3. Pengembangan jaminan kesehatan bagi penduduk miskin;
4. Peningkatan sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola hidup sehat;
5. Peningkatan pendidikan kesehatan pada masyarakat sejak usia dini;
6. Pemerataan dan peningkatan kualitas fasilitas kesehatan dasar.

SARAN
Diharapkan kepada seluruh sector yang terkait lebih meningkatkan promosi
kesehatan

dan

pemberdayaan

masyarakat,

peningkatan

lingkungan

sehat,

peningkatan sumber daya kesehatan, pengembangan obat asli Indonesia,


pengembangan

kebijakan

dan

manajemen

pembangunan

kesehatan,

serta

penelitian dan pengembangan kesehatan. Peningkatan sumber daya masyarakat


yang lebih berkualitas sehingga tujuan dari pembangunan kesehatan dapat tercapai
dan merata sampai kepada masyarakat miskin baik diperkotaan maupun dipelosok.
Diharapkan pemerataan sarana dan prasarana kesehatan menjangkau
masyarakat dipedesaan sehingga akses pelayanan kesehatan masyarakat miskin
lebih mudah dan lebih cepat

PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG


LEBIH BERKUALITAS
A. KONDISI UMUM
Pembangunan kesehatan merupakan investasi untuk meningkatkan kualitas
sumber
daya manusia. Dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM),
kesehatan

adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan ekonomi. Dalam
UndangUndang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan
adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang
hidup
produktif secara sosial dan ekonomi.

Secara umum, status kesehatan dan gizi masyarakat Indonesia terus mengalami
peningkatan, antara lain dilihat indikator angka kematian bayi, kematian ibu
melahirkan, usia harapan hidup, dan prevalensi gizi kurang. Angka kematian bayi
menurun dari 46 (1997) menjadi 35 per 1.000 kelahiran hidup (20022003).
Angka
kematian ibu melahirkan menurun dari 334 (1997) menjadi 307 per 100.000
kelahiran
hidup (20022003). Usia harapan hidup meningkat dari 65,8 tahun (1999)
menjadi 66,2
tahun (2003). Prevalensi gizi kurang menurun dari 34,4 persen (1999) menjadi
27,5
persen (2004), namun dalam beberapa tahun terakhir ini cenderung terjadi
stagnasi.
Walaupun terjadi peningkatan, status kesehatan masyarakat Indonesia masih
lebih
rendah bila dibandingkan dengan status kesehatan di negara-negara ASEAN
seperti
Thailand, Malaysia, dan Philipina, dan masih jauh dari sasaran Millennium
Development Goals (MDGs).

Pada tahun 2006, pembangunan kesehatan diarahkan untuk mendukung


peningkatan
derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat, terutama
penduduk miskin, terhadap pelayanan kesehatan dasar. Beberapa sasaran yang
akan

dicapai antara lain: (1) meningkatnya keluarga yang berperilaku hidup bersih
dan sehat;
(2) meningkatnya keluarga yang memiliki akses terhadap sanitasi dan air bersih;
(3)
meningkatnya cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih;
(4)
meningkatnya cakupan pelayanan antenatal, postnatal dan neonatal; (5)
meningkatnya
kunjungan penduduk miskin ke Puskesmas dan rumah sakit; (6) meningkatnya
cakupan
imunisasi; (7) lebih meratanya penyebaran tenaga kesehatan; (8) meningkatnya
ketersediaan obat esensial nasional; (9) meningkatnya cakupan pemeriksaan
sarana
produksi dan distribusi produk terapetik/obat, obat tradisional, kosmetik,
perbekalan
kesehatan rumah tangga, produk komplemen dan produk pangan; dan (10)
menurunnya
angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular seperti malaria, demam
berdarah
dengue (DBD), tuberkulosis paru, diare, HIV/AIDS, serta (11) menurunnya
prevalensi
kurang gizi dan gizi buruk pada anak balita.

Berbagai kondisi status kesehatan dan keberhasilan pencapaian sasaran


pembangunan kesehatan seperti tersebut di atas dipengaruhi antara lain oleh
faktor
II.27-2
lingkungan fisik, biologik maupun sosial ekonomi, perilaku masyarakat untuk
hidup
bersih dan sehat, serta kondisi pelayanan kesehatan.

Dalam upaya membuat pemberian pelayanan kesehatan makin merata dan


bermutu,

ketersediaan sarana pelayanan kesehatan dasar sangat diperlukan. Sampai


dengan akhir
tahun 2005 telah tersedia 7.550 Puskesmas, sekitar 22.000 Puskesmas
Pembantu, dan
6.132 Puskesmas Keliling. Hampir seluruh Kabupaten/Kota telah memiliki Rumah
Sakit, baik milik pemerintah maupun swasta. Meskipun demikian, banyak
golongan
masyarakat terutama penduduk miskin belum sepenuhnya dapat mengakses
pelayanan
kesehatan karena kendala biaya, jarak dan transportasi.

Untuk itu, diperlukan peningkatan ketersediaan, pemerataan dan mutu sarana


pelayanan kesehatan dasar, terutama di Puskesmas dan jaringannya. Dalam
upaya
memperluas jaringan pelayanan kesehatan dasar di tingkat desa, pada tahun
2007 akan
ditingkatkan pelaksanaan poliklinik kesehatan desa sebagai salah satu upaya
perwujudan desa siaga. Di poliklinik kesehatan desa tersebut dilaksanakan
pelayanan
kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam upaya
mempercepat
penurunan angka kematian bayi, angka kematian ibu dan meningkatkan status
gizi.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini lebih menekankan pada upaya
pemberdayaan
masyarakat dan uji cobanya telah dimulai pada tahun 2006. Selain itu, untuk
meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar,
khususnya bagi
penduduk miskin, pemberian Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat
Miskin
(JPK-MM) akan terus dilanjutkan.

Penyakit infeksi menular masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat

yang menonjol. Sejalan dengan ini, penyakit degeneratif mulai menunjukkan


kecenderungan meningkat. Hal ini berkaitan dengan keadaan lingkungan dan
perilaku
masyarakat yang masih belum mendukung pola hidup bersih dan sehat. Angka
kesakitan masih cukup tinggi, terutama pada anak-anak dan pada usia di atas 55
tahun,
dengan tingkat morbiditas lebih tinggi pada perempuan. Pola penyakit menular
seperti
demam berdarah dengue (DBD), HIV/AIDS, tuberkulosis paru, malaria, diare dan
infeksi saluran pernafasan tetap tinggi. Beberapa penyakit degeneratif seperti
jantung
dan hipertensi, juga cenderung menunjukkan peningkatan. Selain itu muncul
penyakit
baru (emerging diseases) yang berpotensi menjadi pandemi yaitu flu burung.
Dalam
rangka penanggulangan penyakit, terutama penyakit menular, berbagai upaya
perlu
terus ditingkatkan antara lain melalui peningkatan cakupan imunisasi,
meningkatkan
surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah, serta upaya untuk
meningkatkan
kesehatan lingkungan dan pengendalian vektor.

Status gizi masyarakat yang rendah tetap harus menjadi fokus perhatian. Selain
prevalensi gizi kurang dan gizi buruk yang tinggi, berbagai masalah gizi utama
lain
yaitu anemia gizi besi, gangguan akibat kurang yodium, kurang vitamin A, dan
kurang
zat gizi mikro lainnya perlu ditingkatkan upaya pencegahan dan
penanggulangannya.
Saat ini terdapat 10 provinsi dengan prevalensi gizi kurang diatas 30 persen,
bahkan di 4

propinsi yaitu Gorontalo, NTB, NTT, dan Papua, diatas 40 persen. Kasus gizi
buruk
terus terjadi, terutama pada penduduk miskin. Masalah gizi lainnya terutama
diderita
oleh golongan rawan seperti ibu hamil, bayi dan anak balita dari keluarga miskin.
Di
beberapa daerah terutama di perkotaan, gizi lebih dan kegemukan terus
meningkat,
karena perubahan perilaku dan gaya hidup yang tidak sehat.

Upaya penanggulangan masalah gizi terutama difokuskan pada ibu hamil, bayi,
dan
anak balita, karena mereka ini adalah golongan rawan yang paling rentan
terhadap
kekurangan gizi serta besarnya dampak yang dapat ditimbulkan. Masalah gizi
bukan
hanya masalah kesehatan, tetapi menyangkut masalah sosial ekonomi, dan
perilaku
masyarakat. Dengan demikian, upaya penanggulangan masalah gizi harus
dilakukan
secara sinergis meliputi berbagai bidang seperti pertanian, pendidikan dan
ekonomi
dengan fokus pada kelompok miskin.

Obat dan perbekalan kesehatan merupakan komponen penting dalam pelayanan


kesehatan. Ketersediaan dan keterjangkauan obat esensial untuk pelayanan
kesehatan
perlu terus diupayakan. Meningkatnya ketersediaan obat generik esensial
diharapkan
dapat mendorong pemakaian obat generik esensial oleh masyarakat umum
terutama
bagi kelompok miskin, karena lebih terjangkau oleh masyarakat. Upaya ini akan
bersinergi dengan upaya peningkatan akses serta prasarana pelayanan
kesehatan dasar.

Dengan sinergitas ini, masyarakat diharapkan akan lebih mudah dalam


menjangkau
fasilitas kesehatan, mendapatkan pelayanan yang bermutu, dan harga obat yang
terjangkau.

Pengawasan terhadap obat, makanan dan keamanan pangan serta narkotika,


psikotropika dan zat adikfif (NAPZA) menjadi hal sangat penting. Hal ini dilakukan
untuk melindungi masyarakat dari obat yang tidak bermutu, pangan yang
berbahaya dan
penyalahgunaan NAPZA. Dalam hal pengawasan pangan, perlu ditingkatkan
pengawasan dan penegakan hukum terhadap penggunaan zat-zat tambahan
yang
membahayakan.

B. SASARAN PEMBANGUNAN TAHUN 2007

Pembangunan kesehatan pada tahun 2007 merupakan bagian dari upaya


pencapaian
sasaran pembangunan kesehatan dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah
20052009 yaitu meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat yang
ditandai
dengan meningkatnya usia harapan hidup, menurunnya angka kematian bayi,
II.27-4
menurunnya angka kematian ibu, dan menurunnya prevalensi gizi kurang pada
balita.
Adapun sasaran keluaran pembangunan kesehatan tahun 2007 adalah:
(1) Meningkatnya persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat
mencakup 44%
(2) Meningkatnya persentase keluarga menghuni rumah yang memenuhi syarat

kesehatan mencakup 73%; persentase keluarga menggunakan air bersih


mencakup
60,3%; dan persentase keluarga menggunakan jamban yang memenuhi syarat
kesehatan mencakup 65%
(3) Meningkanya persentase tempat-tempat umum yang memenuhi syarat
kesehatan
mencakup 78%
(4) Meningkatnya cakupan rawat jalan mencakup 11%
(5) Meningkatnya cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
mencakup
75%
(6) Meningkatnya cakupan pelayanan antenatal (K4) mencakup 82%; cakupan
kunjungan neonatus (KN2) 82%
(7) Meningkatnya pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin secara cuma-cuma
di
Puskesmas dan kelas III Rumah Sakit mencakup 100%
(8) Meningkatnya persentase rumah sakit yang melaksanakan pelayanan gawat
darurat
mencakup 90%; jumlah rumah sakit yang melaksanakan pelayanan obstetri dan
neonatal emergensi komprehensif mencakup 80%; meningkatnya jumlah rumah
sakit yang terakreditasi mencakup 60%
(9) Meningkatnya persentase desa yang mencapai Universal Child Immunization
(UCI) mencakup 92%
(10) Meningkatnya Case Detection Rate TB mencakup > 70%
(11) Menurunnya angka Acute Flaccid Paralysis menjadi 2 per 100 ribu anak usia
kurang dari 15 tahun
(12) Meningkatnya persentase penderita demam berdarah (DBD) yang ditangani
mencakup 100%
(13) Meningkatnya persentase penderita malaria yang diobati mencakup 100%
(14) Menurunnya Case Fatality Rate diare saat KLB mencakup 1,3%
(15) Meningkatnya persentase orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang mendapat

pertolongan ART mencakup 100%


(16) Meningkatnya persentase ibu hamil yang mendapat tablet Fe mencakup
85%
(17) Meningkatnya persentase bayi yang mendapat ASI Eksklusif mencakup 60%
(18) Meningkatnya persentase balita yang mendapatkan Vitamin A mencapai
80%
(19) Meningkatnya persentase guru, dosen dan instruktur bidang kesehatan
yang
ditingkatkan kemampuannya mencakup 10%
(20) Meningkatnya persentase peredaran produk pangan yang memenuhi syarat
mencakup 70%
(21) Meningkatnya cakupan pemeriksaan sarana produksi dalam rangka cara
pembuatan obat yang baik (CPOB) mencakup 45%

C. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2007

Pembangunan kesehatan pada tahun 2007 diarahkan pada: (1) Peningkatan


pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan, melalui pembangunan,
perbaikan
dan pengadaan peralatan di Puskesmas dan jaringannya terutama di daerah
bencana dan
II.27-5
tertinggal; pengembangan jaminan kesehatan bagi penduduk miskin dengan
melanjutkan pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas dan kelas III Rumah Sakit;
(2)
Peningkatan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan
wabah,
melalui pencegahan dan penanggulangan faktor resiko, peningkatan imunisasi,
peningkatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah termasuk flu
burung;

(3) Penanganan masalah gizi kurang dan gizi buruk pada ibu hamil, bayi dan
anak
balita, melalui peningkatan pendidikan gizi, penanggulangan kurang energi
protein
(KEP), anemia gizi besi, gangguan akibat kurang yodium (GAKY), kurang vitamin
A,
dan kekurangan zat gizi mikro lainnya; dan (4) Peningkatan ketersediaan obat
dan
pengawasan obat, makanan dan keamanan pangan, melalui peningkatan
ketersediaan
obat generik, pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya,
peningkatan
pengawasan narkotika, psikotropika, zat adiktif (NAPZA).

Kebijakan tersebut didukung oleh promosi kesehatan dan pemberdayaan


masyarakat, peningkatan lingkungan sehat, peningkatan sumber daya
kesehatan,
pengembangan obat asli Indonesia, pengembangan kebijakan dan manajemen
pembangunan kesehatan, serta penelitian dan pengembangan kesehatan.

PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN


KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS
A. PERMASALAHAN
B. SASARAN
C. ARAH KEBIJAKAN
Untuk mencapai sasaran tersebut, kebijakan pembangunan kesehatan
diarahkan pada:
1. Peningkatan jumlah jaringan dan kualitas Puskesmas;
2. Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga medis;
3. Pengembangan jaminan kesehatan bagi penduduk miskin;
4. Peningkatan sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola hidup sehat;

5. Peningkatan pendidikan kesehatan pada masyarakat sejak usia


dini;
6. Pemerataan dan peningkatan kualitas fasilitas kesehatan dasar.

D. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN
Arah kebijakan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat tersebut
dijabarkan dalam program-program pembangunan sebagai berikut:
1. Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Program ini ditujukan untuk memberdayakan individu, keluarga, dan masyarakat agar
mampu mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan dalam program ini antara lain meliputi:
1. Pengembangan media promosi kesehatan dan teknologi komunikasi, informasi dan
edukasi (KIE);
2. Pengembangan upaya kesehatan bersumber masyarakat dan terutama generasi muda;
serta
3. Peningkatan pendidikan kesehatan kepada masyarakat.
2. PROGRAM LINGKUNGAN SEHAT
Program ini ditujukan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat.
Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini antara lain meliputi:
1. Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar;
2. Pengawasan kualitas lingkungan; serta
3. Pengendalian dampak resiko lingkungan.
3. PROGRAM UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT
Program ini ditujukan untuk meningkatkan jumlah, pemerataan, dan kualitas pelayanan
kesehatan melalui puskesmas dan jaringannya meliputi puskesmas pembantu, puskesmas
keliling dan bidan di desa.
Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini antara lain meliputi:
1. Pelayanan kesehatan penduduk miskin di Puskesmas dan jaringannya;
2. Pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas dan
jaringannya;

3. Pengadaan peralatan dan perbekalan kesehatan termasuk obat generik esensial;


4. Peningkatan pelayanan kesehatan dasar yang mencakup promosi kesehatan, kesehatan
ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi, kesehatan lingkungan,
pemberantasan penyakit menular, dan pengobatan dasar; serta
5. Penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan.
4. PROGRAM UPAYA KESEHATAN PERORANGAN
Program ini ditujukan untuk meningkatkan akses, keterjangkauan dan kualitas pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini meliputi:
1. Pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin di kelas III Rumah Sakit;
2. Pembangunan sarana dan prasarana rumah sakit di daerah pemekaran;
3. Perbaikan sarana dan prasarana rumah sakit;
4. Pengadaan peralatan dan perbekalan rumah sakit;
5. Peningkatan pelayanan kesehatan rujukan; serta
6. Penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan.
5. PROGRAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT
Program ini bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat
penyakit menular dan penyakit tidak menular. Prioritas penyakit menular yang akan
ditanggulangi adalah malaria, demam berdarah dengue, diare, polio, filaria, kusta, TB,
HIV/AIDS, pneumonia, dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Prioritas penyakit tidak menular yang ditanggulangi adalah penyakit jantung dan gangguan
sirkulasi, diabetes mellitus, dan neoplasma.
Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program adalah:
1. Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko;
2. Peningkatan imunisasi;
3. Penemuan dan tatalaksana penderita;
4. Peningkatan surveilens epidemiologi dan penanggulangan wabah; serta
5. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan
penyakit.
6. PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran gizi keluarga dalam upaya
meningkatkan status gizi masyarakat terutama pada ibu hamil, bayi dan balita.
Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini meliputi:
1. Peningkatan pendidikan gizi;
2. Penanggulangan kurang energi protein (KEP), anemia gizi besi, gangguan akibat
kurang yodium (GAKY), kurang vitamin A, dan kekurangan zat gizi mikro lainnya
3. Penanggulangan gizi-lebih; serta
4. Peningkatan surveilens gizi.
7. PROGRAM SUMBER DAYA KESEHATAN
Program ini ditujukan meningkatkan jumlah, mutu dan penyebaran tenaga kesehatan,
serta meningkatkan jaminan pembiayaan kesehatan bagi penduduk miskin.
Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini meliputi:
1. Perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan;
2. Peningkatan keterampilan dan profesionalisme tenaga kesehatan melalui pendidikan
dan pelatihan tenaga kesehatan;
3. Pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan, terutama untuk pelayanan kesehatan di
puskesmas dan jaringannya, serta rumah sakit;
4. Pembinaan tenaga kesehatan termasuk pengembangan karir tenaga kesehatan; serta
5. Peningkatan jaminan pembiayaan kesehatan bagi penduduk miskin yang berkelanjutan.
8. PROGRAM OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN
Program ini ditujukan untuk menjamin ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan
obat dan perbekalan kesehatan.
Kegiatan pokok yang dilakukan program ini meliputi:
1. Peningkatan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan;
2. Peningkatan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan; serta
3. Peningkatan mutu obat dan perbekalan kesehatan.
9. PROGRAM PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN

Program ini bertujuan untuk menjamin produk terapetik/obat, obat tradisional, kosmetik,
perbekalan kesehatan, produk komplemen dan produk pangan memenuhi persyaratan mutu,
keamanan dan kemanfaatan/khasiat.
Kegiatan pokok yang dilakukan program ini adalah:
1. Peningkatan pengawasan obat dan makanan; dan
2. Penanggulangan penyalahgunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya (NAPZA).
10. PROGRAM PENGEMBANGAN OBAT ASLI INDONESIA
Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan tanaman obat Indonesia.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan dalam program ini antara lain meliputi:
1. Pengembangan dan penelitian tanaman obat; dan
2. Peningkatan promosi pemanfaatan obat bahan alam Indonesia.
11. PROGRAM KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN PEMBANGUNAN KESEHATAN
Program ini ditujukan untuk mengembangkan kebijakan dan manajemen pembangunan
kesehatan.
Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program antara lain meliputi:
1. Pengkajian kebijakan;
2. Pengembangan sistem perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan
pengendalian, pengawasan dan penyempurnaan administrasi keuangan; serta

dan

3. Pengembangan sistem informasi kesehatan.


12. PROGRAM PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
Program ini bertujuan untuk menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan
sebagai masukan dalam perumusan kebijakan dan program pembangunan kesehatan.
Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini adalah:
1. Penelitian dan pengembangan;
2. Pengembangan tenaga peneliti, sarana dan prasarana penelitian; serta
3. Penyebarluasan hasil penelitian dan pengembangan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai