A. PENDAHULUAN
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/ 1992
tentang kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapat pelayanan
kesehatan. Maka, setiap individu, keluarga, dan masyarakat berhak memperoleh
perlindungan terhadap kesehatanya, dan negara bertanggungjawab mengatur agar
terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk masyarakat miskin dan tidak
mampu. Angka kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah tersebut
diakibatkan karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Kesulitan akses
pelayanan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tidak adanya kemampuan secar
ekonomi karena biaya pengobatan penyakit yang relatif mahal.
Bagi warga miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memuaskan
adalah hal yang sangat sulit. Mereka harus memenuhi berbagai macam syarat yang
ditentukan oleh pihak rumah sakit. Syarat-syarat tersebut menjadi alat untuk
mempersulit pasien warga miskin untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Pihak
rumah sakit terlalu mementingkan syarat daripada pelayanan yang diberikan.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin mempunyai arti
penting,
karena
beberapa
alasan
pokok
yakni:
tiap
tahunnya.
Hasil
pelayanan
penelitian
kesehatan
menunjukkan
bahwa
bagi
kesehatan
keluarga
miskin.
penduduk yang
baik,
kesehatan
di
atas
dapat
dilakukan
dengan
cara:
penyakit
Mengutamakan
infeksi
lain
penanggulangan
dan
penyakit
sanitasi
warga
lingkungan.
kurang
mampu.
dan
keselamatan
kerja.
Meningkatkan
partisipasi
dan
konsultasi
terhadap
masyarakat
miskin.
B. RUMUSAN MASALAH
Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak
dasar rakyat, yaitu hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan pelayanan
kesehatan. Pembangunan kesehatan juga harus dipandang sebagai suatu investasi
dalam kaitannya untuk mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia dan
pembangunan ekonomi, serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan
kemiskinan.
Indonesia memang telah mengalami kemajuan penting dalam meningkatkan
kualitas kesehatan penduduk. Kemajuan ini dapat dilihat melalui angka kematian
bayi yang menurun dari 46 (1997) menjadi 35 per seribu kelahiran hidup (2003).
Umur harapan hidup telah meningkat dari 65,8 tahun (1999) menjadi lebih dari 66,2
tahun (2003). Prevalensi gizi kurang (underweight) pada anak balita, telah menurun
dari 37,5 persen (1989) menjadi 25,8 persen (2002). Namun demikian masih banyak
masalah yang harus dipecahkan dan tantangan baru muncul sebagai akibat
perubahan sosial ekonomi agar masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan yang
berkualitas. Permasalahan tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
Terjadinya disparitas status kesehatan. Meskipun secara nasional kualitas
kesehatan masyarakat telah meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan
antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan-perdesaan masih
cukup tinggi. Angka kematian bayi dan angka kematian balita pada golongan
termiskin adalah empat kali lebih tinggi dari golongan terkaya. Selain itu, angka
kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan lebih tinggi di daerah perdesaan,
di kawasan timur Indonesia, serta pada penduduk dengan tingkat pendidikan
rendah. Persentase anak balita yang berstatus gizi kurang dan buruk di daerah
persen, dengan variasi antara 44,1 persen di Propinsi Banten dan 91,1 persen di
Propinsi D.I Yogyakarta. Sementara itu, proporsi penemuan kasus penderita TB
Paru pada tahun 2002 baru mencapai 29 persen. Rendahnya kinerja pelayanan
kesehatan ini berpengaruh terhadap upaya peningkatan status kesehatan penduduk.
Perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat.
Perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat merupakan salah satu faktor penting
untuk mendukung peningkatan status kesehatan. Beberapa perilaku masyarakat
yang kurang sehat antara lain dapat dilihat antara lain melalui kebiasaan merokok
dan rendahnya pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif dan gizi lebih pada balita.
Proporsi penduduk dewasa yang merokok sebesar 31,8 persen. Sementara itu,
proporsi penduduk perokok yang mulai merokok pada usia di bawah 20 tahun
meningkat dari 60 persen pada tahun 1995 menjadi 68 persen pada tahun 2001.
Pada tahun 2002, persentase bayi usia 4-5 bulan yang memperoleh ASI eksklusif
baru mencapai 13,9 persen. Persentase gizi-lebih pada balita mencapai 2,8 persen
pada tahun 2003. Kondisi ini antara lain dipengaruhi oleh rendahnya pengetahuan
masyarakat akan pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat.
Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan. Salah satu faktor penting lainnya
yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat adalah kondisi
lingkungan yang tercermin antara lain dari akses masyarakat terhadap air bersih dan
sanitasi dasar. Pada tahun 2002, persentase rumah tangga yang mempunyai akses
terhadap air yang layak untuk dikonsumsi baru mencapai 55,2 persen (BPS 2002),
dan akses rumah tangga terhadap sanitasi dasar 63,5 persen.
Rendahnya kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.
Pada tahun 2002, rata-rata setiap 100.000 penduduk baru dapat dilayani dilayani
oleh 3,5 Puskesmas. Selain jumlahnya yang kurang, kualitas, pemerataan dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan di Puskesmas masih menjadi kendala. Pada
tahun 2003 terdapat 1.179 Rumah Sakit (RS), terdiri dari 598 RS milik pemerintah,
dan 581 RS milik swasta. Jumlah seluruh tempat tidur (TT) di RS sebanyak 127.217
TT. Dengan demikian rata-rata 61 TT melayani 100.000 penduduk. Walaupun rumah
sakit terdapat di hampir semua kabupaten/kota, namun kualitas pelayanan sebagian
besar RS pada umumnya masih dibawah standar. Pelayanan kesehatan masih
belum memenuhi harapan masyarakat. Masyarakat merasa kurang puas dengan
mutu pelayanan rumah sakit dan puskesmas, karena lambatnya pelayanan,
kesulitan administrasi dan lamanya waktu tunggu.
Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusi tidak merata. Dalam hal tenaga
kesehatan, Indonesia mengalami kekurangan pada hampir semua jenis tenaga
kesehatan yang diperlukan. Pada tahun 2001, diperkirakan per 100.000 penduduk
baru dapat dilayani oleh 7,7 dokter umum, 2,7 dokter gigi, 3,0 dokter spesialis dan
8,0 bidan. Rendahnya rasio ini diperburuk oleh penyebaran tenaga kesehatan yang
tidak merata. Lebih dari dua per tiga dokter spesialis berada di Jawa dan Bali, dan
sekitar 15 propinsi yang memiliki rasio dokter per penduduk di atas rata-rata
nasional.
Rendahnya kualitas kesehatan penduduk miskin. Angka kematian bayi pada
kelompok termiskin adalah 61 dibandingkan dengan 17 per 1.000 kelahiran hidup
pada kelompok terkaya. Penyakit infeksi yang merupakan penyebab kematian
utama pada bayi dan balita, seperti malaria dan TBC, lebih sering terjadi pada
masyarakat miskin. Rendahnya status kesehatan penduduk miskin terutama
disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap pelayanan kesehatan karena kendala
geografis dan kendala biaya (cost barrier). Data SDKI 2002-2003 menunjukkan
SARAN
Diharapkan kepada seluruh sector yang terkait lebih meningkatkan promosi
kesehatan
dan
pemberdayaan
masyarakat,
peningkatan
lingkungan
sehat,
kebijakan
dan
manajemen
pembangunan
kesehatan,
serta
adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan ekonomi. Dalam
UndangUndang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan
adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang
hidup
produktif secara sosial dan ekonomi.
Secara umum, status kesehatan dan gizi masyarakat Indonesia terus mengalami
peningkatan, antara lain dilihat indikator angka kematian bayi, kematian ibu
melahirkan, usia harapan hidup, dan prevalensi gizi kurang. Angka kematian bayi
menurun dari 46 (1997) menjadi 35 per 1.000 kelahiran hidup (20022003).
Angka
kematian ibu melahirkan menurun dari 334 (1997) menjadi 307 per 100.000
kelahiran
hidup (20022003). Usia harapan hidup meningkat dari 65,8 tahun (1999)
menjadi 66,2
tahun (2003). Prevalensi gizi kurang menurun dari 34,4 persen (1999) menjadi
27,5
persen (2004), namun dalam beberapa tahun terakhir ini cenderung terjadi
stagnasi.
Walaupun terjadi peningkatan, status kesehatan masyarakat Indonesia masih
lebih
rendah bila dibandingkan dengan status kesehatan di negara-negara ASEAN
seperti
Thailand, Malaysia, dan Philipina, dan masih jauh dari sasaran Millennium
Development Goals (MDGs).
dicapai antara lain: (1) meningkatnya keluarga yang berperilaku hidup bersih
dan sehat;
(2) meningkatnya keluarga yang memiliki akses terhadap sanitasi dan air bersih;
(3)
meningkatnya cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih;
(4)
meningkatnya cakupan pelayanan antenatal, postnatal dan neonatal; (5)
meningkatnya
kunjungan penduduk miskin ke Puskesmas dan rumah sakit; (6) meningkatnya
cakupan
imunisasi; (7) lebih meratanya penyebaran tenaga kesehatan; (8) meningkatnya
ketersediaan obat esensial nasional; (9) meningkatnya cakupan pemeriksaan
sarana
produksi dan distribusi produk terapetik/obat, obat tradisional, kosmetik,
perbekalan
kesehatan rumah tangga, produk komplemen dan produk pangan; dan (10)
menurunnya
angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular seperti malaria, demam
berdarah
dengue (DBD), tuberkulosis paru, diare, HIV/AIDS, serta (11) menurunnya
prevalensi
kurang gizi dan gizi buruk pada anak balita.
Status gizi masyarakat yang rendah tetap harus menjadi fokus perhatian. Selain
prevalensi gizi kurang dan gizi buruk yang tinggi, berbagai masalah gizi utama
lain
yaitu anemia gizi besi, gangguan akibat kurang yodium, kurang vitamin A, dan
kurang
zat gizi mikro lainnya perlu ditingkatkan upaya pencegahan dan
penanggulangannya.
Saat ini terdapat 10 provinsi dengan prevalensi gizi kurang diatas 30 persen,
bahkan di 4
propinsi yaitu Gorontalo, NTB, NTT, dan Papua, diatas 40 persen. Kasus gizi
buruk
terus terjadi, terutama pada penduduk miskin. Masalah gizi lainnya terutama
diderita
oleh golongan rawan seperti ibu hamil, bayi dan anak balita dari keluarga miskin.
Di
beberapa daerah terutama di perkotaan, gizi lebih dan kegemukan terus
meningkat,
karena perubahan perilaku dan gaya hidup yang tidak sehat.
Upaya penanggulangan masalah gizi terutama difokuskan pada ibu hamil, bayi,
dan
anak balita, karena mereka ini adalah golongan rawan yang paling rentan
terhadap
kekurangan gizi serta besarnya dampak yang dapat ditimbulkan. Masalah gizi
bukan
hanya masalah kesehatan, tetapi menyangkut masalah sosial ekonomi, dan
perilaku
masyarakat. Dengan demikian, upaya penanggulangan masalah gizi harus
dilakukan
secara sinergis meliputi berbagai bidang seperti pertanian, pendidikan dan
ekonomi
dengan fokus pada kelompok miskin.
(3) Penanganan masalah gizi kurang dan gizi buruk pada ibu hamil, bayi dan
anak
balita, melalui peningkatan pendidikan gizi, penanggulangan kurang energi
protein
(KEP), anemia gizi besi, gangguan akibat kurang yodium (GAKY), kurang vitamin
A,
dan kekurangan zat gizi mikro lainnya; dan (4) Peningkatan ketersediaan obat
dan
pengawasan obat, makanan dan keamanan pangan, melalui peningkatan
ketersediaan
obat generik, pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya,
peningkatan
pengawasan narkotika, psikotropika, zat adiktif (NAPZA).
D. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN
Arah kebijakan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat tersebut
dijabarkan dalam program-program pembangunan sebagai berikut:
1. Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Program ini ditujukan untuk memberdayakan individu, keluarga, dan masyarakat agar
mampu mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan dalam program ini antara lain meliputi:
1. Pengembangan media promosi kesehatan dan teknologi komunikasi, informasi dan
edukasi (KIE);
2. Pengembangan upaya kesehatan bersumber masyarakat dan terutama generasi muda;
serta
3. Peningkatan pendidikan kesehatan kepada masyarakat.
2. PROGRAM LINGKUNGAN SEHAT
Program ini ditujukan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat.
Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini antara lain meliputi:
1. Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar;
2. Pengawasan kualitas lingkungan; serta
3. Pengendalian dampak resiko lingkungan.
3. PROGRAM UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT
Program ini ditujukan untuk meningkatkan jumlah, pemerataan, dan kualitas pelayanan
kesehatan melalui puskesmas dan jaringannya meliputi puskesmas pembantu, puskesmas
keliling dan bidan di desa.
Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini antara lain meliputi:
1. Pelayanan kesehatan penduduk miskin di Puskesmas dan jaringannya;
2. Pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas dan
jaringannya;
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran gizi keluarga dalam upaya
meningkatkan status gizi masyarakat terutama pada ibu hamil, bayi dan balita.
Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini meliputi:
1. Peningkatan pendidikan gizi;
2. Penanggulangan kurang energi protein (KEP), anemia gizi besi, gangguan akibat
kurang yodium (GAKY), kurang vitamin A, dan kekurangan zat gizi mikro lainnya
3. Penanggulangan gizi-lebih; serta
4. Peningkatan surveilens gizi.
7. PROGRAM SUMBER DAYA KESEHATAN
Program ini ditujukan meningkatkan jumlah, mutu dan penyebaran tenaga kesehatan,
serta meningkatkan jaminan pembiayaan kesehatan bagi penduduk miskin.
Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini meliputi:
1. Perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan;
2. Peningkatan keterampilan dan profesionalisme tenaga kesehatan melalui pendidikan
dan pelatihan tenaga kesehatan;
3. Pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan, terutama untuk pelayanan kesehatan di
puskesmas dan jaringannya, serta rumah sakit;
4. Pembinaan tenaga kesehatan termasuk pengembangan karir tenaga kesehatan; serta
5. Peningkatan jaminan pembiayaan kesehatan bagi penduduk miskin yang berkelanjutan.
8. PROGRAM OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN
Program ini ditujukan untuk menjamin ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan
obat dan perbekalan kesehatan.
Kegiatan pokok yang dilakukan program ini meliputi:
1. Peningkatan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan;
2. Peningkatan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan; serta
3. Peningkatan mutu obat dan perbekalan kesehatan.
9. PROGRAM PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN
Program ini bertujuan untuk menjamin produk terapetik/obat, obat tradisional, kosmetik,
perbekalan kesehatan, produk komplemen dan produk pangan memenuhi persyaratan mutu,
keamanan dan kemanfaatan/khasiat.
Kegiatan pokok yang dilakukan program ini adalah:
1. Peningkatan pengawasan obat dan makanan; dan
2. Penanggulangan penyalahgunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya (NAPZA).
10. PROGRAM PENGEMBANGAN OBAT ASLI INDONESIA
Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan tanaman obat Indonesia.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan dalam program ini antara lain meliputi:
1. Pengembangan dan penelitian tanaman obat; dan
2. Peningkatan promosi pemanfaatan obat bahan alam Indonesia.
11. PROGRAM KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN PEMBANGUNAN KESEHATAN
Program ini ditujukan untuk mengembangkan kebijakan dan manajemen pembangunan
kesehatan.
Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program antara lain meliputi:
1. Pengkajian kebijakan;
2. Pengembangan sistem perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan
pengendalian, pengawasan dan penyempurnaan administrasi keuangan; serta
dan