Anda di halaman 1dari 3

1

Bening
Samuel, pria tampan blasteran Jerman-Indo itu hanya pasrah menerima titah
mamanya yang memberikan seorang pembantu untuk mengawasi dan melayaninya di
rumahnya sendiri. Benar pria itu sudah mempunyai rumah miliknya sendiri dan hidup
mandiri terpisah dari orang tuanya. Dan sekarang ia sudah dalam perjalanan menuju ke
rumahnya setelah menjemput pembantu yang di pilih oleh mamanya yang bernama Bening.
Sekitar sejam kemudian mereka sampai di sebuah rumah tingkat dua berdesign
modern klasik yang nampak dari depan di penuhi oleh kaca. Cat rumahnya pun di dominasi
oleh warna hitam. Rumah itu terlihat begitu dingin percis seperti pemiliknya, dingin dan
misterius. Begitulah yang di pikirkan Bening pertama kali melihat rumah Tuannya itu. Di
dalam rumahnya pun tampak sama, di dominasi warna hitam namun masih ada kombinasi
warna abu-abu dan beberapa perabotan berwarna putih. Jadi, tidak terlalu menyeramkan
seperti yang di fikirkan oleh Bening sebelumnya bahkan sangat memanjakan matanya meski
kesan misterius dan dingin itu masih sangat ketara. Bening terus mengikuti langkah Sam dari
belakang dalam diam yang mengantarya menuju kamar yang akan di tempatinya.
“Ini kamar kamu.” Sam menyerahkan kunci kamar pada Bening. “Kamu tidak perlu
menyiapkan makan malam, malam ini saya ada diruang kerja karena ada kerjaan yang belum
selesai, kamu bisa memulai pekerjaan kamu besok pagi saja. Biasanya saya bangun jam enam
pagi dan kamar saya ada di lantai dua pintu sebelah kanan kamu bisa masuk ke sana dan
menyiapkan pakaian saya untuk ke kantor besok.”
“Baik Tuan.” Jawab Bening patuh. Sam mengangguk sekedar menanggapi jawaban
Bening, lalu ketika ia berniat beranjak pergi dari sana karena merasa tidak ada yang perlu di
bicarakan lagi karna ia sudah membicarakan semua tugas dan peraturan pada gadis ini di
mobil tadi, tapi suara ragu-ragu gadis itu menghentikan niatnya.
“A-apakah Tuan ingin di buatkan sesuatu untuk menemani Tuan kerja?” mendengar
itu Sam nampak berfikir sejenak dan akhirnya memberi keputusan.
“Oke, buatkan saya kopi saja.”
“Baik Tuan.” Setelah mendengar jawaban dari pembantu barunya itu, tanpa
membuang waktu lagi Sam bergegas menuju ruang kerjanya di lantai dua.
Bening menghembuskan nafasnya berkali-kali setelah sampai di depan pintu ruang
kerja Tuannya. Sebenarnya Bening tidak nyaman masuk ke dalam ruangan itu yang hanya
ada mereka berdua, namun jika dirinya tidak masuk bagaimana bisa ia memberikan kopi ini
pada Tuan Sam. Dengan mengucapkan basmalah di dalam hatinya berkali-kali, bening mulai
2

mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu, ketukan pertama terdengar ragu tapi ketukan
berikutnya terdengar lebih mantap namun tetap pelan. Dan tak butuh waktu lama untuk orang
yang ada di dalam ruangan itu membukakan pintunya.
“Ini kopinya, Tuan.” Bening memberikan secangkir kopi di tangannya pada Sam.
Sam yang sedari tadi terus memperhatikan gadis itu yang selalu menundukkan
wajahnya ketika sedang berbicara dengannya mulai terusik dan tidak nyaman.
“Angkat kepala mu jika sedang berbicara dengan saya. Saya tidak suka melihat lawan
bicara saya terus menunduk atau mengalihkan tatapannya ke arah lain.” Sam berucap dingin
namun ada ketegasan di setiap katanya.
Dengan ragu Bening memberanikan diri mengangkat wajahnya meski hal itu tidak di
perbolehkann bagi seorang perempuan untuk menatap mata lawan jenis yang bukan
mahramnya. Tapi karena suara tegas dari Tuannya itu meminta secara langsung mau tak mau
Bening menatap wajah sang Tuan.
Mungkin bagi perempuan lain menatap wajah Sam secara langsung dan sedekat itu
akan terpesona oleh ketampanannya yang mewarisi gen ayahnya yang seorang bule. Namun
bagi seorang Bening tidak, karena bagi Bening laki-laki yang bisa membuat nya terpesona
adalah laki-laki yang pandai mengaji dan bagus agamanya.
Bedal halnya dengan seorang Sam, bertatapan langsung dengan wajah Bening
membuat Sam langsung terpana oleh kecantikan Bening yang alami bahkan Sam sangat yakin
di wajah gadis itu sama sekali tidak ada polesan alat make up sedikit pun yang selalu di pakai
oleh perempuan-perempuan yang pernah menjadi pasangan atau teman kencan satu
malamnya. Sam bisa melihat dengan jelas kecantikan Bening yang khas ayu perempuan
Indonesia dengan bola mata hitam jenih yang mampu menghipnotis Sam sejak pertama kali
menatapnya, bulu mata lentik, hidung yang mancung namun mungil, dengan bibir tipis
ranumnya yang keseluruhannya begitu pas dan cantik di wajah mungil yang terbungkus kain
tipis yang di sebut kerudung membingkai wajah Bening, terlihat begitu indah, terlihat begitu
sempurna meski tatapan mereka hanya beberapa detik karena Bening langsung memutuskan
kontak mata mereka dan kembali menunduk. Tapi bagi Sam, beberapa detik mampu
menggetarkan hatinya
“Kopinya Tuan.” Bening kembali berucap.
Sam hanya melirik cangkir di tangan gadis itu tapi ketika menyadari ada getaran halus
di tangan gadis itu, Sam mengernyitkan dahinya, apakah gadis di hadapannya ini takut
kepada dirinya sehingga membuat gadis itu terus menunduk sejak tadi. Apa bagi gadis ini
wajahnya semenyeramkan itu. Masih dengan pikirannya yang berkecamuk sekaligus
3

bingung. Tanpa mau repot memikirkannya lagi, Sam langsung mengambil cangkir kopi
tersebut dari tangan Bening.
“Terima kasih.” Setelah mengucapkan itu seketika Sam menutup pntu ruang kerjanya
dengan sedikit keras, entahlah hatinya sedikit kesal mengetahui ada seorang perempuan yang
tidak terpesona oleh ketampanannya bahkan terkesan takut. Apa karismanya sekarang sudah
turun merosot sangat jauh, hinggga tidak mempan terhadap gadis kampung yang menjadi
pembantunya itu. Sepertinya Sam harus segera menenggelamkan dirinya dalam pekerjaannya
segera karena tiba-tiba kepalanya menjadi pusing.
Sementara itu Bening yang berdiri di depan ruangan Sam tersentak kaget oleh suara
pintu yang di banting dari dalam membuat Bening segera melangkahkan kakinya bergegas
turun ke lantai bawah untuk segera masuk ke dalam kamarnya dan menguncinya. Tentu saja
ia merasa tidak nyaman bahkan sekarang bertambah takut setelah merasakan tatapan
beberapa detik Sam padanya tadi. Entahlah hatinya merasa terusik meski tatapan Sam hanya
sebentar dan mungkin tidak ada maksud apapun dari tatapan Sam padanya tapi hal itu
membuat hati Bening merasa takut sekaligus gelisah.
Sudah dua bulan ini Bening bekerja sebagai pembantu di rumahnya. Dan sudah dua
bulan ini gadis itu masih saja menghindar tatapannya ketika mereka sedang berbicara bahkan
sekarang dengan terang-terangan gadis itu menjaga jarak dengan dirinya meski gadis itu tetap
melakukan tugasnya dengan baik. Awalnya Sam hanya penasaran dengan Bening tapi makin
dirinya mengenal Bening, Sam selalu memikirkan gadis itu, sepertinya Sam sudah mulai gila
dan mungkin ia memang sudah gila karena biasanya Sam yang gila kerja sangat betah
berlama-lama di kantor menyibukkan dirinya dengan segudang pekerjaan tapi sekarang ia
ingin segera cepat-cepat pulang ke rumahnya. Padahal saat dirinya sudah di rumah, Sam
hanya bisa bertemu dengan Bening hanya sebentar ketika gadis itu menyiapkan makan
malamnya dan setelah itu Sam langsung masuk ke dalam ruang kerjanya untuk
menyelesaikan pekerjaan yang ia bawa dari kantor karena di kantor dirinya tidak bisa fokus
mengerjakan semua pekerjaannya seperti sekarang.
Jam masih menunjukkan setengan empat sore, namun ia sudah tidak tahan lagi untuk
segera beranjak pulang ke rumahnya karena makin ke sini dirinya makin tidak bisa terlalu
lama untuk tidak melihat keberadaan gadis yang tinggal serumah dengan dirinya.
“Bening, kau sudah membuatku gila.” Rutuk Sam dalam hati.
Sepertinya Sam menyadari satu hal bahwa dirinya bukan hanya gila tapi sudah jatuh
hati kepada pembantunya sendiri, Bening. Si gadis berkerudung yang menjerat dirinya pada
pandangan pertama.

Anda mungkin juga menyukai