Anda di halaman 1dari 10

Pemanfaatan Data Spasial Bidang Tanah sebagai Penunjang Pengadaan Peta Kota Lengkap....................................................

(Arnowo)

PEMANFAATAN DATA SPASIAL BIDANG TANAH SEBAGAI


PENUNJANG PENGADAAN PETA KOTA LENGKAP
Studi Kasus di Kota Palopo, Provinsi Sulawesi Selatan

(Land Mapping Towards a Complete City Map, A Case Study in Palopo City,
South Sulawesi Province)

Hadi Arnowo

PPSDM Kementerian ATR/ BPN


Jalan Akses Tol Cimanggis, Cikeas Udik, Gunung Putri, Kabupaten Bogor
E-mail: h_arnowo@yahooc.com

ABSTRAK
Peta bidang tanah yang berasal dari kegiatan pendaftaran tanah dapat digunakan sebagai penunjang
pengadaan peta kota lengkap. Selanjutnya peta kota lengkap bermanfaat sebagai bahan masukan untuk
perencanaan pembangunan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur teknis pencapaian peta
kelurahan lengkap sebagai penunjang pengadaan peta kota lengkap, faktor-faktor penghambat terwujudnya
kelurahan lengkap serta langkah-langkah pembangunan data kelurahan lengkap. Pembuatan peta kelurahan
lengkap Palopo merupakan target kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap. Peta kelurahan lengkap
baru terwujud untuk 2 kelurahan yaitu Kelurahan Pentojangan (91,08 %) dan Kelurahan Luminda (92,69 %)
dari total 42 kelurahan sehingga memerlukan upaya keras untuk mencapai target seluruh wilayah kota
terpetakan. Pembuatan peta kelurahan lengkap harus terintegrasi dengan pengumpulan data yuridis agar
data kepemilikan tanah dapat dipertanggungjawabkan. Hambatan yang menjadi penyebab masih rendahnya
cakupan pemetaan adalah karena terdapat peta bidang tanah lama yang menggunakan sistem koordinat
lokal dan banyak bidang-bidang tanah belum tervalidasi dengan data yuridis. Upaya Kantor Pertanahan Kota
Palopo untuk memenuhi target peta kota lengkap adalah dengan mengkonversi peta-peta lama yang masih
dalam bentuk cetak menjadi format digital dan kemudian mengintegrasikan dalam sistem informasi bidang-
bidang tanah. Peta bidang tanah dalam wilayah administrasi kota ditetapkan sebagai peta kota lengkap
setelah divalidasi oleh pejabat yang berwenang dan melalui prosedur berdasarkan petunjuk teknis.

Kata kunci: integrasi peta, konversi peta, sistem informasi, sistem koordinat

ABSTRACT
Maps of land parcels derived from land registration activities can be used to support the procurement of
complete city maps. Furthermore, a complete city map is useful as input for development planning. The
purpose of this study was to determine the technical procedures for achieving a complete kelurahan map as
a support for the procurement of a complete urban map, the inhibiting factors for the realization of a
complete kelurahan as well as the steps for developing complete kelurahan data. The making of a complete
Palopo village map is the target of the Complete Systematic Land Registration activity. The complete urban
village map has only been realized for 2 urban villages, namely Pentojangan Village (91.08%) and Luminda
Village (92.69%) from a total of 42 villages so that it requires hard efforts to achieve the target of the entire
mapped city area. Making a complete village map must be integrated with juridical data collection so that
land ownership data can be accounted for. The obstacle that causes the low mapping coverage is because
there are old plots of land maps that use a local coordinate system and many land parcels have not been
validated with juridical data. The effort of the Land Office of Palopo City to meet the target of complete city
maps is to convert old maps that are still in print form into digital format and then integrate them into the
land parcels information system. Map of land parcels within the administrative area of the city shall be
determined as a complete city map after being validated by the competent authority and through procedures
based on technical instructions.

Keywords: coordinate system, information system, map conversion, map integration

187
Seminar Nasional Geomatika 2021: Inovasi Geospasial dalam Pengurangan Risiko Bencana

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Peta berbasis bidang tanah pada umumnya digunakan oleh lembaga terkait dengan
pertanahan dan tata ruang. Untuk kepentingan pertanahan, peta bidang tanah sangat penting
untuk menunjukkan kepemilikan dan penguasaan tanah. Sedangkan peta bidang tanah untuk tata
ruang digunakan untuk perencanaan detail tata ruang dan evaluasi pemanfaatan ruang. Dalam
beberapa aspek tertentu, pelaksanaan pembangunan dalam skala mikro memerlukan data spasial
bidang tanah.
Dalam urusan pertanahan, pemetaan bidang tanah identik dengan pendaftaran tanah. Secara
ideal pemetaan bidang tanah harus meliputi seluruh wilayah Indonesia sebagaimana dinyatakan
dalam pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria yaitu sebagai berikut: “Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan
pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang
diatur dengan Peraturan Pemerintah”
Sebagai tindak lanjut dari ketentuan mengenai pendaftaran tanah tersebut, pemerintah
kemudian menerbitkan peraturan pemerintah untuk pendaftaran tanah. Peraturan yang pertama
terbit setelah disahkannya Undang-Undang Pokok Agraria adalah Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (RI, 1961) dan kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (RI, 1997). Pendaftaran tanah
dalam suatu wilayah memerlukan data bidang tanah lengkap.
Menurut Pasal 19 Ayat 2 RI (1961), kegiatan pendaftaran tanah meliputi:
a. pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah;
b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Satuan wilayah tata usaha pendaftaran tanah adalah desa atau kelurahan. Pendaftaran tanah
secara lengkap dalam suatu wilayah dimulai dari pendaftaran lengkap dalam wilayah administrasi
desa/kelurahan. Kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang saat ini menjadi
program prioritas di bidang pertanahan menghasilkan peta bidang tanah lengkap dalam suatu
wilayah desa/kelurahan. Data spasial bidang tanah yang lengkap dalam satu wilayah disebut juga
dengan data pendaftaran tanah secara fisik. Terpetakannya seluruh bidang tanah belum menjadi
jaminan kepastian hukum hak atas tanah karena masih terdapat langkah-langkah pemeriksaan
tanah dan azas publisitas yang harus dipenuhi. Meskipun demikian kelengkapan data bidang tanah
dalam suatu wilayah dapat menjadi petunjuk dalam pendaftaran hak atas tanah.
Peta desa lengkap menjadi basis pengembangan peta kecamatan lengkap dan kemudian peta
kabupaten/kota lengkap melalui tahapan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan PTSL membentuk peta desa lengkap.
2. Agregasi desa-desa lokasi PTSL dalam satu kecamatan secara bertahap menghasilkan peta
kecamatan lengkap.
3. Agregasi kecamatan lengkap secara bertahap menghasilkan peta kabupaten/ kota lengkap.

Peta desa lengkap merupakan sarana operasional untuk kegiatan pelayanan pertanahan
seperti untuk pemeliharaan data pendaftaran tanah, monitoring dan evaluasi penggunaan dan
pemanfaatan pertanahan serta peta kerja untuk berbagai analisis pertanahan. Peta kecamatan
lengkap pada dasarnya merupakan agregasi dari seluruh peta desa lengkap sehingga untuk
penyajian dalam format peta tertentu dilakukan generalisasi berdasarkan kaidah-kaidah kartografi.
Hal yang sama untuk peta kabupaten/kota lengkap. Kegunaan dari peta kecamatan dan peta
kabupaten/kota lengkap sebagai peta informasi umum dan orientasi letak berbagai kegiatan
tematik.
Sebagai upaya untuk memetakan bidang-bidang tanah di seluruh wilayah Indonesia,
Kementerian ATR/BPN hingga saat ini telah melakukan kegiatan-kegiatan berupa alih media
warkah sebesar 22,94% dari 76.402.550 berkas warkah, buku tanah sebesar 33,33% dari
72.813.119 buku tanah, dan 19,59% dari 78.710.597 surat ukur. Mengenai kesiapan menuju kota
lengkap, berdasarkan statistik pertanahan, kualitas data fisik di Kantor Pertanahan Kota Palopo
188
Pemanfaatan Data Spasial Bidang Tanah sebagai Penunjang Pengadaan Peta Kota Lengkap.................................................... (Arnowo)

baru memiliki kesiapan data digital dalam rangka layanan elektronik sebesar 32,63% dari target
ideal kesiapan data 100% siap elektronik (Kementerian ATR/BPN, 2021b). Berdasarkan data
tersebut, penyelenggaraan layanan elektronik di Kantor Pertanahan Kota Palopo masih
kurang/rendah sehingga perlu ditingkatkan secara bertahap dengan prinsip medekat, merapat dan
menyeluruh melalui pelaksanaan PTSL dari kelurahan demi kelurahan Lengkap menuju Kota
Palopo Lengkap.
Peta Kota Palopo lengkap dibentuk dari agregasi secara berjenjang yaitu dari peta kelurahan
lengkap kemudian peta kecamatan lengkap dan terakhir peta kota lengkap. Pembuatan peta kota
lengkap adalah dalam rangka pencapaian target pendaftaran bidang-bidang tanah lengkap dalam
satuan wilayah administrasi Kota. Dengan demikian peta kota lengkap merupakan bagian dari
administrasi pertanahan. Setelah tersedianya peta kota lengkap, maka data spasial tersebut dapat
digunakan oleh Pemerintah Kota sebagai penunjang data pembangunan di Kota Palopo.

Gambar 1. Pembentukan Peta Kota Palopo Lengkap dari Kegiatan PTSL

Tujuan Penelitian

Berdasarkan penjelasan mengenai kondisi data fisik bidang tanah di atas, maka rumusan
masalah pada karya tulis ini adalah:
1. Bagaimana prosedur teknis untuk mewujudkan kelurahan lengkap menuju kota lengkap?
2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat terwujudnya kelurahan lengkap menuju kota
lengkap?
3. Bagaimana langkah-langkah untuk membangun data kelurahan lengkap menuju kota
lengkap?
Pertanyaan masalah di atas, menjadi dasar untuk perumusan tujuan pembuatan karya tulis ini
sebagai berikut:
1. Menjelaskan prosedur teknis pencapaian desa/kelurahan lengkap menuju kota lengkap
2. Menguraikan faktor-faktor penghambat terwujudnya desa/kelurahan lengkap menuju kota
lengkap
3. Menjelaskan langkah-langkah pembangunan data desa/kelurahan lengkap menuju kota
lengkap
Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan masukan bagi kantor pertanahan untuk
melakukan kerjasama dengan berbagai pihak dalam rangka mewujudkan desa/kelurahan lengkap
menuju kota lengkap. Pembahasan materi dari karya tulis ini dilakukan dengan menguraikan
bagaimana integrasi data spasial dilakukan, persyaratan dan tahapan kegiatan yang dilakukan
secara empiris dan teoritis.

189
Seminar Nasional Geomatika 2021: Inovasi Geospasial dalam Pengurangan Risiko Bencana

METODE
Metode penelitian dalam karya tulis ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan
pendekatan empiris yaitu menjelaskan hasil pengamatan di Kantor Pertanahan Kota Palopo dan
menganalisis berdasarkan petunjuk teknis PTSL (Kementerian ATR/BPN, 2021a). Pengumpulan
data berdasarkan pengamatan dan wawancara kepada petugas di bidang survei pemetaan.
Setelah data terkumpul, dilakukan analisis data dengan membandingkan antara hasil pekerjaan
lapangan dan pengolahan data dengan ketentuan teknis. Ketentuan teknis yang dijadikan
referensi adalah petunjuk teknis PTSL (Kementerian ATR/BPN, 2021a), yang memuat prosedur
penetapan dan deklarasi desa lengkap.
Lokasi pengambilan data adalah Kantor Pertanahan Kota Palopo, Provinsi Sulawesi Selatan.
Data yang dianalisis adalah data hasil dari seluruh pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap (PTSL) berupa peta bidang tanah. Data spasial bidang tanah hasil pengukuran dan
pemetaan dalam satu hamparan wilayah kelurahan kemudian divalidasi dikaitkan dengan warkah
permohonan dan data yuridis. Berdasarkan peta wilayah desa tersebut, kemudian dilakukan
analisis mengenai layak tidaknya hasil pemetaan tersebut menjadi peta desa lengkap.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pembuatan peta bidang tanah sebenarnya telah dilakukan sejak masa pemerintahan Hindia
Belanda dahulu. Pada masa kolonial tersebut pemetaan bidang tanah dalam rangka pemberian
hak-hak atas tanah ciptaan pemerintah kolonial. Lahirnya hak-hak barat dan hak-hak lain yang
diakui pada saat itu disertai dengan peta-peta bidang tanah. Pada saat itu persil bidang tanah
cukup luas sehingga dapat dipetakan pada peta topografi skala 1:50.000. Dokumen persil tanah
hak-hak lama diplotkan pada peta topografi tersebut. Sistem proyeksi peta yang digunakan resmi
oleh pemerintah Hindia Belanda adalah Sistem Lambert.
Setyowati (2014) menyebutkan peta topografi yang ada saat itu baru meliputi sekitar 15 %
wilayah daratan Indonesia. Mengingat tidak banyak tidak banyak hak-hak barat yang dilahirkan
sehingga peta bidang tanah bersifat sporadis pada daerah-daerah tertentu di Pulau Jawa dan
Sumatera. Istilah peta eigendom, peta erfpacht dan sebagainya menunjukkan adanya bidang
tanah dengan hak barat tersebut pada suatu wilayah.
Setelah Indonesia merdeka dan sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria peta-peta
bidang tanah dengan hak-hak barat masih diakui sebagai tanah-tanah yang terdaftar. Berlakunya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria membawa
perubahan besar bagi hukum agraria nasional (RI, 1961). Salah satu yang diwujudkan oleh
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) adalah sistem pendaftaran tanah melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (RI, 1997). Lahirnya ketentuan
mengenai pendaftaran tanah disertai dengan amanah upaya pendaftaran tanah desa demi desa.
Pembuatan peta-peta pendaftaran tanah secara teknis baru diatur dalam Peraturan Menteri
Agraria Nomor 6 Tahun 1965 tentang Pedoman-Pedoman Pokok Penyelenggaraan Pendaftaran
Tanah (Kementerian Agraria, 1965) sebagai tindak lanjut dari RI (1997). Di dalam peraturan
tersebut pemetaan bidang tanah dalam rangka pendaftaran tanah belum diwajibkan menggunakan
sistem koordinat nasional. Meskipun pada saat berlakunya sistem pendaftaran nasional telah
dikenal penggunaan sistem koordinat TM3, tetapi praktiknya bidang-bidang tanah dipetakan
menggunakan koordinat lokal. Hal ini menyebabkan produk pendaftaran tanah yang menggunakan
sistem koordinat lokal seperti peta pendaftaran tanah, surat ukur, peta situasi berada dalam satu
sistem. Bidang-bidang tanah yang tidak berbasiskan sistem koordinat lokal diistilahkan sebagai
bidang tanah melayang (flying parcels) dan kelak menjadi salah satu penyumbang masalah
sengketa pertanahan.
Pemetaan bidang-bidang tanah untuk tujuan peta dasar pendaftaran tanah sebenarnya telah
dimulai tidak lama setelah peraturan pemerintah tentang pendaftaran tanah. Metode yang
digunakan adalah metode terestris. Teknologi alat ukur yang tersedia masih mengandalkan
pengamatan secara optis manual sehingga cakupan wilayah yang terpetakan sangat terbatas.
Pemetaan dasar menggunakan foto udara mulai diperkenalkan pada akhir tahun 70-an dan diatur
secara teknis melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 1978 tentang Pelaksanaan
190
Pemanfaatan Data Spasial Bidang Tanah sebagai Penunjang Pengadaan Peta Kota Lengkap.................................................... (Arnowo)

Pengukuran dan Pemetaan Pendaftaran Tanah Secara Fotogrametris (Kemdagri, 1978). Sejak
teknologi foto udara diperkenalkan, pemetaan dasar berbasis bidang tanah mulai mengalami
peningkatan pesat. Pada saat itu penggunaan sistem koordinat nasional berbasis TM3 sudah mulai
luas digunakan dan secara berangsur dilakukan penerapan penyeragaman pemetaan
menggunakan sistem koordinat nasional.
Penggunaan sistem koordinat nasional menjadi kewajiban setiap pelaksanaan pengukuran
baik dalam rangka pendaftaran tanah maupun pembuatan peta dasar sejak disahkannya RI (1997)
dan peraturan turunannya yaitu Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Kementeria Agraria/BPN, 1997). Perkembangan teknologi
satelit penginderaan jauh resolusi tinggi dan teknologi pengamatan satelit turut menyumbang
peningkatan cakupan wilayah peta berbasis bidang tanah. Perdana et al. (2013) menyatakan
bahwa pengumpulan data bidang tanah secara masif dan cepat berkat dukungan teknologi citra
satelit resolusi tinggi.
Citra satelit resolusi tinggi dapat menghadirkan visibilitas yang sangat baik untuk
mengidentifikasi batas-batas persil tanah. Sedangkan untuk kepentingan kadastral atau
pendaftaran tanah harus didukung oleh pementaan terestris. Secara teori, peta citra satelit atau
foto udara digunakan sebagai penghasil peta dasar atau peta kerja, sedangkan untuk kepentingan
pertanahan masih ditambah dengan pengambilan data batas bidang tanah berdasarkan azas
kontradiktur delimitasi yaitu persetujuan antar pihak-pihak yang berbatasan pada bidang tanah.
Dalam hal ini penggunaan peta citra satelit yang hanya menampilkan bidang-bidang tanah secara
fisik dapat langsung dimanfaatkan untuk aplikasi perencanaan pembangunan, pertanian,
konservasi dan sebagainya. Sedangkan peta bidang-bidang tanah hasil dari pengukuran kadastral
menjadi referensi untuk tujuan yuridis.
Peta desa/kelurahan berbasis bidang tanah yang dikenal dengan peta desa/kelurahan lengkap
merupakan data spasial bidang-bidang tanah yang terkait dengan penguasaan pemilikan tanah.
Meskipun peta desa/kelurahan dapat dihasilkan dari interpretasi citra satelit atau foto udara, tetapi
untuk penggunaan yang lebih jelas dan pasti adalah peta bidang tanah yang dihasilkan dari
kegiatan PTSL. Secara hierarki pembuatan peta berbasis bidang tanah dalam satuan wilayah
kecamatan dan kemudian untuk kabupaten/kota akan mempunyai bobot informasi yang lebih kuat
karena menyangkut penguasaan dan pemilikan tanah, sesuatu aspek yang sangat vital.
Menurut Arnowo (2020), manfaat peta bidang hasil dari PTSL sebagai basis peta desa lengkap
adalah:
1. menyediakan basis data pertanahan untuk keperluan penyelenggaraan pemerintahan desa;
2. mendeteksi dan mengantisipasi sedini mungkin timbulnya sengketa pertanahan;
3. menjadi rujukan umum untuk kepentingan pembebasan tanah baik dalam rangka investasi
atau untuk kepentingan umum; dan
4. menjadi masukan dalam pengembangan potensi ekonomi.
Pembuatan peta desa lengkap tidak bisa langsung dihasilkan dari peta dasar citra satelit,
tetapi harus melalui tahapan pemetaan. Unsur utama dari pemetaan adalah hasil pengambilan
data fisik bidang tanah atau pengukuran kadastral. Unsur lainnya adalah bidang-bidang tanah
yang tidak bisa dipetakan langsung status hukum dalam keadaan sengketa, status quo, hambatan
hukum lainnya serta merupakan bidang tanah melayang (flying parcels). Terhadap bidang-bidang
tanah yang bermasalah tersebut menjadi penyebab mengapa peta desa lengkap belum dapat
dideklarasikan
Tahapan pembuatan peta desa lengkap hasil dari kegiatan PTSL adalah sebagai berikut:
1. Penyiapan peta kerja atau peta dasar yang berasal dari citra satelit resolusi tinggi atau foto
udara
2. Plotting bidang tanah yang telah terdaftar
3. Plotting bidang tanah hasil pengukuran
4. Pemberian Nomor Induk Sementara (NIS) pada bagian-bagian berikut ini:
- Bidang yang terbentuk dari unsur geografis (disebut dengan NIS Fitur Geografis/FG),
berupa sungai, jalan, gang, fasos, fasum, danau, sempadan dan lain-lain

191
Seminar Nasional Geomatika 2021: Inovasi Geospasial dalam Pengurangan Risiko Bencana

- Bidang-bidang tanah yang belum diketahui pemiliknya (no name)/ tidak ada orang yang
dapat menunjukkan batas bidang tanah di lapangan (disebut dengan NIS Non FG)
- Bidang tanah yang dan terpetakan dari hasil ukuran bidang-bidang tanah yang berbatasan
langsung (termasuk dalam NIS Non FG). NIS Non FG dapat juga diberikan untuk bidang-
bidang tanah hasil delineasi citra satelit resolusi tinggi/foto udara yang orthorectified. NIS
Non FG jumlah dan luasnya tidak boleh melebihi 10% dari total jumlah dan luas bidang
tanah dalam satu unit desa
5. Pengunggahan ke dalam sistem KKP (Komputerisasi Kantor Pertanahan)
Desa/kelurahan lengkap dapat terbentuk apabila seluruh bidang tanah terpetakan termasuk
mengintegrasikan data bidang tanah lama, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 2.

Sumber: Kementerian ATR/BPN (2021a)


Gambar 2. Ilustrasi Desa/ Kelurahan Lengkap

Suatu desa/kelurahan dinyatakan desa lengkap, apabila memenuhi indikator-indikator


berikut ini:
1. Jumlah Nomor Identifikasi Bidang (NIB) tervalidasi ≥ 95 %
2. Jumlah bidang tanah yang divalidasi ≥ 98 %
3. Tidak ada gap dan overlap antar bidang (cek di AutoCAD)
4. Luas wilayah desa terisi penuh bidang tanah (NIB dan NIS Non FG) dan fitur geografis (NIS
FG);
5. Memenuhi rumus berikut:
Luas Wilayah = Luas NIB + Luas NIS (FG+Non FG)
Keterangan:
▪ Jumlah NIB + NIS FG > NIS Non FG
▪ Luas NIB + NIS FG > NIS Non FG
▪ NIS Non FG <10% dari jumlah maupun luas seluruh bidang

Untuk data bidang tanah lama yang telah terdaftar harus sudah terintegrasi pada poin 1.
Apabila terdapat data bidang tanah yang melayang (flying parcels) karena koordinatnya belum
standar, maka harus dilakukan peningkatan kualitas sesuai dengan ketentuan di dalam petunjuk
teknis. Peta bidang tanah dalam satuan wilayah kelurahan dinyatakan lengkap apabila telah
memenuhi ketentuan teknis dan melalui prosedur yang telah ditentukan serta telah divalidasi oleh
pejabat yang berwenang.

192
Pemanfaatan Data Spasial Bidang Tanah sebagai Penunjang Pengadaan Peta Kota Lengkap.................................................... (Arnowo)

Selain ketentuan fisik bidang tanah di atas, pengecekan yuridis bidang tanah juga harus
dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:
1. Link antara data fisik dengan data yuridis
2. Berita Acara Penelitian validasi Buku Tanah
Peta kelurahan lengkap di Kota Palopo merupakan hasil dari kegiatan PTSL. Data peta
kelurahan lengkap baru Kelurahan Pentojangan(91,08 %) dan Kelurahan Luminda (92,69 %) dari
42 kelurahan yang ada. Potensi pemetaan kelurahan lengkap untuk seluruh Kota Palopo masih
terbuka karena program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap terus berjalan dan target
pendaftaran tanah seluruh Indonesia tetap akan diwujudkan. Setelah seluruh kelurahan telah
terpetakan lengkap, maka fisik sudah terbentuk peta kota lengkap.
Meskipun secara fisik seluruh bidang tanah telah terintegrasi dalam wilayah administasi kota
tetapi untuk dinyatakan sebagai peta kota lengkap memerlukan prosedur sesuai dengan ketentuan
dalam petunjuk teknis, sebagai berikut:
Cakupan peta kelurahan lengkap di Kota Palopo yang masih rendah disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu:
a. Banyak dokumen Buku Tanah, Surat Ukur, Peta Pendaftaran dan Gambar Ukur yang belum
terpetakan dalam sistem koordinat nasional
b. Geometri produk peta yang tidak sama dengan kondisi lapangan saat ini
c. Terjadi ketidakjelasan batas administrasi di lapangan
d. Sulitnya memetakan bidang tanah dari peta hardcopy ke peta dasar
e. Kurang akuratnya pemetaan digital sebelumnya
f. Terjadi kerancuan administrasi dalam dokumen pertanahan dan pemekaran admnistrasi
saat ini
Dokumen-dokumen lama yang masih dalam bentuk cetak (hardcopy) sangat penting untuk
dikonversi menjadi format digital. Apabila dokumen lama tidak dikonversi menjadi data digital
berpotensi menjadi bahan sengketa pertanahan. Upaya Kantor Pertanahan Kota Palopo untuk
meletakkan data spasial pada produk peta-peta lama adalah dengan melakukan konversi data.
Proses konversi data dimulai dengan pemindaian (scanning) peta analog dan diidentifikasi
mengenai yuridis dan fisik bidang tanah. Hasil scanning tersebut kemudian didigitasi untuk
memperoleh data spasial. Data spasial hasil digitasi tersebut diintegrasikan dengan data spasial
yang ada dalam satu sistem referensi peta. Pekerjaan penggabungan data spasial hasil konversi
kedalam data spasial memerlukan kecermatan terutama pada tanah-tanah yang telah terdaftar.
Sebaran bidang-bidang tanah yang telah terdaftar dan telah terpetakan menjadi batas bidang-
bidang tanah hasil pengukuran terbaru dan seterusnya hingga membentuk peta bidang tanah
lengkap dalam satu wilayah.
Plotting bidang-bidang tanah yang masih terkendala dengan kepastian letak, subjek hak dan
bentuk bidang tanah, memerlukan pembuktian di lapangan. Petugas Kantor Pertanahan Kota
Palopo menindaklanjuti hambatan dalam plotting bidang tanah tertentu dengan turun ke lapangan
untuk memperoleh kepastian data. Kegiatan pengecekan lapangan terhadap bidang-bidang tanah
dilakukan secara simultan dengan kegiatan pengumpulan data fisik dan pengumpulan data yuridis
PTSL.
Hasil pengecekan lapangan terhadap bidang-bidang tanah berupa:
- Bidang tanah dengan kualitas K1 yaitu dapat ditindaklanjuti untuk pensertipikatan tanah bagi
bidang tanah yang belum terdaftar
- Bidang tanah terdaftar yang bisa diidentifikasi kemudian dilakukan plotting di atas peta dasar.
Apabila tidak bisa diidentifikasi maupun tidak bisa ditemukan lokasinya di lapangan, dibuatkan
Berita Acara yang dilampirkan dalam Peta Bidang Tanah
- Bidang tanah yang telah menjadi sengketa atau berpotensi sengketa, maka bidang tanah
tersebut dibuatkan Berita Acara dan diserahkan berkasnya ke Seksi Pengendalian dan
Penanganan Sengketa.
Untuk memetakan bidang-bidang tanah yang masih menggunakan koordinat lokal,
diperlukan peta kerja dari citra satelit resolusi tinggai atau foto udara. Peta kerja yang digunakan
oleh Kantor Pertanahan Kota Palopo bersumber dari suplai peta dasar dari Kementerian ATR/BPN
dengan coverage wilayah terbatas. Abdullah (2018) menyebutkan bahwa data citra satelit resolusi

193
Seminar Nasional Geomatika 2021: Inovasi Geospasial dalam Pengurangan Risiko Bencana

tinggi tidak selalu tersedia setiap saat. Akibatnya untuk pemetaan desa lengkap harus berganti
lokasi yang telah tersedia data citra satelit resolusi tinggi. Pada sejumlah areal yang tidak tersedia
citra satelit resolusi tinggi, Kantor Pertanahan menggunakan Google Maps dan Bing Maps sebagai
basemap pada aplikasi Geo-KKP (Kariyono, 2018). Penggunaan citra satelit yang bersumber dari
Google Maps dan Bing Maps hanya sebagai pelengkap data spasial yang tidak ter-cover.
Meskipun Google Maps dan Bing Maps dapat dijadikan alternatif untuk menutupi kebutuhan
peta kerja tetapi berdasarkan pengujian peta dasar pendaftaran berupa Google Maps dan Bing
Maps tidak memenuhi syarat sebagai peta dasar pendaftaran (Pratama, 2017). Mengacu pada
Petunjuk Teknis Pengukuran Dan Pemetaan Bidang Tanah Sistematik Lengkap No. 03/JUKNIS-
300/VII/2017 tanggal 31 Juli 2017 Direktorat Jendral Infrastruktur Agraria Kementerian ATR/BPN
Tahun 2017, Google Maps tidak dapat dijadikan acuan untuk pengukuran pemetaan bidang tanah
dengan metode fotogrametri. Bidang tanah pada Google Maps dan Bing Maps yang telah di-adjust
hanya sebagai orientasi bidang tanah atau posisi relatif yang masih digunakan sebagai kontrol
plotting bidang-bidang tanah. Dengan kata lain, perancangan ini Google Maps digunakan sebagai
acuan bentuk dan arah bidang tanah, sedangkan jarak setiap sisi bidang tanah sesuai dengan
jarak di lapangan (terestris).
Pengumpulan data fisik dan yuridis secara terintegrasi pada kegiatan PTSL menggunakan
aplikasi pemetaan berbasis android menghasilkan tingkat kualitas yang cukup baik. Penelitian yang
dilakukan oleh Abdullah (2018) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara
luas pengolahan aplikasi dan luas bidang PTSL serta memenuhi standar toleransi pengukuran
dengan metode terestris sesuai Petunjuk Teknis PMNA/KBPN Nomor 3 Tahun 1997
Masalah-masalah teknis sebagaimana disebutkan di atas memerlukan upaya penanganan
melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Memilah-milah tingkat kualitas data bidang tanah
2. Meningkatkan kualitas bidang tanah
3. Memvalidasi bidang tanah dengan data yuridis
4. Mengisi Nomor Induk Sementara pada bidang tanah areal yang merupakan unsur geografis
dan bidang tanah bermasalah
5. Memastikan semua bidang tanah dalam wilayah kelurahan telah terpetakan
Tingkat kualitas bidang-bidang tanah menurut Kementerian ATR/BPN (2021) terdiri dari:
1. Kluster 1 (K1). Merupakan bidang tanah yang data fisik dan data yuridisnya memenuhi
syarat untuk diterbitkan sertipikat hak atas tanah.
2. Kluster 2 (K2). Merupakan bidang tanah yang data fisik dan data yuridisnya memenuhi
syarat untuk diterbitkan sertipikat hak atas tanah namun terdapat perkara di Pengadilan
dan/atau sengketa.
3. Kluster 3 (K3) terbagi menjadi :
a. Kluster 3.1, adalah produk PTSL yang telah selesai dilaksanakan sampai dengan tahap
pengumpulan data fisik, pengumpulan data yuridis dilanjutkan dengan kegiatan
penelitian data yuridis untuk pembuktian hak dan pengumuman data fisik dan data
yuridis, namun tidak dapat dibukukan dan diterbitkan sertipikat hak atas tanah karena
subjek dan/atau objek haknya belum memenuhi persyaratan tertentu, yaitu: a. subjek
tidak bersedia membuat surat pernyataan terhutang BPHTB dan/atau PPh; b. lokasi
(obyek) PTSL berada di areal Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB).
(mengacu Surat Sekjen HR.01/634-100/IV/2020 tanggal 20 April 2020).
b. Kluster 3.2, adalah produk PTSL yang telah selesai dilaksanakan sampai dengan tahap
pengumpulan data fisik dan pengumpulan data yuridis dilanjutkan dengan kegiatan
penelitian data yuridis untuk pembuktian hak dan pengumuman data fisik dan data
yuridis, namun tidak dapat dibukukan dan diterbitkan sertipikat hak atas tanah karena
tanahnya merupakan objek P3MB, Prk5, ABMAT, Tanah Ulayat; Rumah Negara Golongan
III yang belum lunas sewa beli; Obyek Nasionalisasi. atau Subjek merupakan Warga
Negara Asing, BUMN/BUMD/BHMN, Badan Hukum Swasta, Konsolidasi Tanah yang tidak
dapat diterbitkan sertipikat sesuai dengan ketentuan.
c. Kluster 3.3, adalah produk PTSL yang dilaksanakan sampai dengan tahap pengumpulan
data fisik karena: tidak tersedia anggaran SHAT di tahun anggaran berjalan; yang

194
Pemanfaatan Data Spasial Bidang Tanah sebagai Penunjang Pengadaan Peta Kota Lengkap.................................................... (Arnowo)

bersangkutan bersedia menunjukan batas-batas bidang tanahnya, namun belum


bersedia diterbitkan sertipikatnya.
4. Kluster 4 (K4). Merupakan bidang tanah yang objek dan subjeknya sudah terdaftar dan sudah
bersertipikat hak atas tanah, yang belum dipetakan.
Pembangunan data spasial bidang tanah secara lengkap dalam satuan wilayah administrasi
kelurahan memerlukan tahapan sebagaimana ditampilkan pada Gambar di bawah ini.

Pengukuran
bidang tanah Bidang tanah
Pengecek yang perlu
Integrasi Bidang tanah
an ke dicek ke
bidang tanah teridentifikasi
Konversi lapangan lapangan
peta analog
ke format Validasi dengan
digital data yuridis

Pengecekan
kualitas oleh tim
penilai

Deklarasi Agregasi data Peta kota


kelurahan bidang tanah lengkap
lengkap lengkap berbasis
bidang tanah

Gambar 2. Bagan Pembentukan Peta Kota Lengkap

Persyaratan yang diperlukan untuk membuat peta kelurahan lengkap dan secara hierarki
menjadi peta kecamatan lengkap dan peta kota lengkap adalah sebagai berikut:
1. Tersedianya peta dasar yang telah diformat dengan sistem koordinat TM3
2. Tersedianya sistem informasi tunggal untuk menggabungkan data spasial yang terkumpul
3. Tersedianya standar teknis untuk konversi data analog ke digital serta penyelarasan bidang-
bidang tanah hasil pengecekan lapang
4. Tersedianya standar kualitas untuk integrasi bidang-bidang tanah

KESIMPULAN
Pemetaan bidang-bidang tanah untuk membentuk kelurahan lengkap dan secara berjenjang
membentuk kecamatan lengkap dan kota lengkap, mempunyai manfaat yang sangat besar. Hasil
peta wilayah administrasi lengkap dapat menjadi bahan masukan dalam perencanaan
pembangunan serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan pembangunan. Pemetaan kelurahan
lengkap di Kota Palopo merupakan bagian dari kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
(PTSL). Peta kelurahan lengkap di Kota Palopo baru mencapai 2 kelurahan yaitu di Kelurahan
Pentojangan (91,08) dan Kelurahan Luminda (92,69) dari 42 kelurahan yang ada. Hasil tersebut
menunjukkan masih jauh dari pencapaian seluruh kelurahan terpetakan.
Masih rendahnya cakupan pemetaan desa lengkap secara garis besar disebabkkan oleh faktor
teknis pemetaan yaitu terdapat peta bidang tanah lama yang menggunakan sistem koordinat lokal
dan masih banyak bidang-bidang tanah belum tervalidasi dengan data yuridis. Meskipun demikian
untuk memperoleh peta fisik bidang tanah dapat dilakukan dengan bantuan peta dasar citra satelit
resolusi tinggi dan foto udara.

195
Seminar Nasional Geomatika 2021: Inovasi Geospasial dalam Pengurangan Risiko Bencana

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan Terima Kasih penulis sampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Palopo Bapak
Didik Purnomo, SST, MSi atas perkenannya memberikan kesempatan kepada penulis melakukan
observasi dan wawancara kepada petugas dalam rangka pengumpulan data.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, R. (2018). Perancangan aplikasi berbasis android dalam pembuatan peta kerja Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap. Skripsi. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional. Yogyakarta. 80 hlm.
Arnowo, H. (2020). Pemanfaatan peta bidang tanah untuk mewujudkan peta desa lengkap berbasis bidang
tanah. Seminar Nasional Geomatika 2020: Informasi Geospasial untuk Inovasi Percepatan
Pembangunan Berkelanjutan. 849-856
Kariyono. (2018). Evaluasi kualitas data spasial peta informasi bidang tanah desa/kelurahan lengkap hasil
pemetaan partisipatif. Tesis. Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Kemdagri (Kementerian Dalam Negeri). (1978). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 1978
tentang Pelaksanaan Pengukuran dan Pemetaan Pendaftaran Tanah Secara Fotogrametris.
Kementerian Dalam Negeri. Jakarta.
Kementerian Agraria. (1965). Peraturan Menteri Agraria Nomor 6 Tahun 1965 tentang Pedoman-Pedoman
Pokok Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah. Pusat Hukum dan Humas BPN RI. Jakarta.
Kementerian Agraria/BPN (Kementerian Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional). (1997).
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Kementerian Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional. Jakarta.
Kementerian ATR/BPN (Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional). (20211).
Petunjuk Teknis Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Nomor 1/Juknis-100.Hk.02.01/I/2021.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Jakarta.
Kementerian ATR/BPN (Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional). (2021). Statistik
Layanan Elektronik. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Diakses dari
https://statistik.atrbpn.go.id/htelektronik/BukuTanah/RekapKantah. [7 Agustus 2021b]. Tidak
dipublikasikan.
Perdana, F.P., Indriasari, D., Hidayat, A.H., & Pamungkas, K.G. (2013) Eagle: Environmental Geographers
Unmanned Aerial Vehicle sebagai inovasi pemanfaatan pesawat tanpa awak dan pengolahan foto udara
digital untuk pembuatan peta. Pekan Ilmiah Nasional (Pimnas) XXVI, pp. 1–5.
Pratama, O.A.N. (2017) Studi kualitas data spasial dan kelengkapan dokumen pertanahan pada peta
pendaftaran tanah BPN untuk pembuatan peta desa lengkap. Tesis Program Pascasarjana Fakultas
Teknik. Universitas Gadjah Mada.
RI (Republik Indonesia). (1961). Undang-Undang Pokok Agraria adalah Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Sekretariat Negara. Jakarta.
RI (Republik Indonesia). (1997). Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Sekretariat Negara. Jakarta.
Setyowati, D.L., Bernadi, A.I., & Putro, S. (2014). Kartografi Dasar. Penerbit Ombak. Yogyakarta. xii+131
hlm.

196

Anda mungkin juga menyukai