Anda di halaman 1dari 9

Buletin Kaffah, No.

306
1 Shafar 1445 H
18 Agustus 2023 M

KEMERDEKAAN YANG
SESUNGGUHNYA

S ebagaimana diketahui, penjajahan di dunia ini bisa di-


pilah menjadi dua. Pertama, penjajahan fisik. Kedua,
penjajahan non-fisik.
Penjajahan fisik dilakukan dengan pendudukan (ihtilâl);
dengan menduduki wilayah, menguasai sumber daya alam,
menundukkan sumber daya manusianya, kemudian me-
ngontrol kekuasaan militer, politik, pemerintahan, eko-
nomi, sosial, dan sebagainya. Inilah yang dilakukan oleh
negara-negara penjajah Barat pengusung utama ideologi
Kapitalisme-sekularisme pada masa lalu, khususnya di Dunia
Islam, termasuk negeri ini.
Adapun penjajahan non-fisik dilakukan melalui pemiki-
ran, pendidikan, budaya dan soft power yang lainnya. Biasa-
nya dilakukan dengan menggunakan strategi dan agen.

01
Mereka ditanam di semua sektor; mulai dari sektor politik,
pemerintahan, militer, ekonomi, budaya, agama, hukum
dan sebagainya. Inilah yang dilakukan oleh negara-negara
penjajah Barat pengusung utama ideologi Kapitalisme-seku-
larisme pada masa sekarang, khususnya di Dunia Islam,
termasuk negeri ini.
Karena itu secara de jure negeri-negeri kaum Muslim,
termasuk negeri ini, memang sudah dinyatakan merdeka.
Ini karena kaum penjajah telah lama meninggalkan negeri
kaum Muslim. Namun, secara de facto pemikiran, mindset
dan cara pandang penjajah itu tetap dipertahankan, ter-
utama oleh para penguasa dan elit-elit politiknya. Bahkan
mereka mengundang penjajah itu untuk mengangkangi dan
mengeruk kekayaan negeri mereka atas nama “investasi”
dan sebagainya.

Indonesia Hari Ini


Terkait Indonesia, era penjajahan fisik yang dialami
bangsa ini memang sudah lama berakhir. Kaum penjajah
yang pernah menjajah negeri ini pun—seperti Portugis,
Belanda, Inggris dan Jepang—sudah lama terusir. Negeri ini
bahkan telah merayakan Hari Kemerdekaan sekaligus Hari
Ulang Tahun (HUT)-nya yang ke-78.

02
Namun sayang, setelah 78 tahun merdeka, cita-cita
kemerdekaan yang diharap-harapkan oleh bangsa ini—adil,
makmur, sejahtera, gemah ripah loh jinawi—masih jauh
panggang dari api. Terbukti, angka kemiskinan masih tinggi.
Angka pengangguran masih besar. Biaya pendidikan, khu-
susnya pendidikan tinggi, masih mahal. Harga BBM, listrik,
LPG dan sejumlah kebutuhan pokok terus merangkak naik.
Aneka pajak pun terasa makin mencekik.
Di sisi lain, kesenjangan ekonomi makin melebar. Kekaya-
an alam lebih banyak dinikmati oleh segelintir orang. Mere-
ka adalah para pengusaha dan korporasi asing dan aseng.
Merekalah yang selama ini menguasai sebagian besar
sumber daya alam (SDA) seperti barang tambang (emas,
perak, nikel, tembaga, bijih besi), energi (seperti batubara)
dan migas (minyak dan gas). Mereka pun—yakni para
oligarki—menguasai sebagian besar lahan, termasuk hutan,
yang sebagiannya telah berubah menjadi perkebunan sa-
wit. Total luas area lahan yang mereka kuasai ratusan ribu
bahkan jutaan hektar.
Yang tak kalah memprihatinkan, utang negara makin ber-
tumpuk. Korupsi makin menjadi-jadi. BUMN banyak yang
merugi. Banyak proyek infrastruktur yang kemudian men-
jadi beban negara, seperti proyek kereta cepat dan IKN.

03
Pada saat yang sama, ketidakadilan makin nyata. Hukum
makin tajam ke bawah dan makin tumpul ke atas. Banyak
koruptor dihukum ringan. Bahkan divonis bebas. Sebalik-
nya, tak sedikit rakyat kecil—misal yang mencuri tak sebera-
pa dan sering karena dorongan rasa lapar—dihukum berat.
Belum lagi kita bicara moral. Sebagaimana diketahui,
salah satu cita-cita utama kemerdekaan—terutama yang
dirumuskan dalam sistem pendidikan nasional—adalah ba-
gaimana melahirkan generasi yang beriman dan bertakwa.
Faktanya, hari ini moralitas generasi muda makin merosot.
Perilaku seks bebas makin liar. Bahkan banyak remaja ter-
jerumus ke dalam perilaku LGBT. Banyak dari mereka yang
terjerat narkoba. Kasus bullying (perundungan), khususnya
di kalangan pelajar dan remaja, juga makin sering terjadi.
Bahkan kasus kejahatan dengan pelaku pelajar dan maha-
siswa sudah sering kita saksikan. Ragam kriminalitas pun
makin hari makin beragam dan makin mengerikan.
Semua persoalan yang membelit bangsa ini bermuara
pada keterjajahan bangsa ini secara non-fisik, bahkan dalam
wujud yang paling fundamental: yakni keterjajahan secara
pemikiran/ideologi. Harus diakui, bangsa dan negeri ini telah
lama terjajah oleh pemikiran/ideologi Kapitalisme-sekuler.
Keterjajahan oleh pemikiran/ideologi Kapitalisme-sekuler

04
inilah yang menjadikan bangsa dan negeri ini terjajah secara
non-fisik dalam berbagai bidang lainnya. Terjajah secara
ekonomi, sosial, politik, budaya, hukum, pendidikan, dll.
Dengan demikian, kita memang layak dan wajib bersyu-
kur karena kita telah lama terbebas dari penjajahan fisik.
Namun, kita pun harus merasa prihatin dan tidak boleh
melupakan bahwa bangsa ini masih dalam keterjajahan
secara non-fisik, yang bermuara pada keterjajahan oleh
pemikiran/ideologi Kapitalisme-sekuler.

Merdeka dari Segala Bentuk Penjajahan


Penjajahan, baik fisik maupun non-fisik, sesungguhnya
merupakan manifestasi dari isti’bâd (perbudakan), yaitu
menjadikan manusia sebagai budak bagi manusia lainnya.
Karena itu Islam telah mengharamkan penjajahan. Allah
SWT berfirman:

ْ َ‫اﻪﻠﻟُ ﻻَ إِٰﻟَﻪَ إِﻻﱠ أ ََ� ﻓ‬


‫ﺎﻋﺒُ ْﺪِﱐ‬ ‫إِﻧ ِﱠﲏ أ ََ� ﱠ‬
Sungguh Aku adalah Allah. Tidak ada tuhan yang lain,
selain Aku. Karena itu sembahlah Aku (QS Thaha [20]: 14).

Imam ath-Thabari menjelaskan: “Innanî ana Allâh (Sung-


guh Aku adalah Allah),” bermakna: Allah menyatakan,
“Sungguh Akulah Tuhan Yang berhak disembah. Tak ada

05
penghambaan kecuali kepada Dia. Tidak ada satu pun
tuhan, kecuali Aku. Karena itu janganlah kalian menyembah
yang lain, selain Aku. Sungguh tidak ada yang berhak
menjadi tempat menghambakan diri, yang boleh dan layak
dijadikan sembahan, selain Aku.” Lalu frasa, “Fa’budnî
(Karena itu sembahlah Aku),” bermakna: Allah menyatakan,
“Murnikanlah ibadah hanya kepada-Ku, bukan sesembahan
lain, selain Aku.” (Ibn Jarir at-Thabari, Tafsîr ath-Thabari, QS
Thaha [20]: 14).
Inilah kalimat tauhid. Kalimat tauhid ini pada dasarnya
telah terpatri di dalam hati setiap Muslim. Jika tauhid
mereka murni dan jernih, kemudian pemahaman yang
terbentuk dari sana juga jernih, maka tauhid itu akan
membangkitkan semangat penghambaan hanya kepada
Allah. Spirit tauhid ini pun sekaligus akan membangkitkan
perlawanan terhadap segala bentuk perbudakan/pengham-
baan atas sesama manusia, termasuk penjajahan atas sega-
la bangsa. Inilah yang tampak dari kalimat Rub’i bin ‘Amir
kepada panglima Persia, Rustum:
ِ ِ ‫ﷲ اِﺑـﺘـﻌﺜـﻨَﺎ ﻟِﻨُﺨﺮِج ﻣﻦ َﺷﺎء ِﻣﻦ ﻋِﺒﺎدةِ اﻟْﻌِﺒ ِﺎد إِ َﱃ ﻋِﺒ‬
َ ‫ َو ِﻣ ْﻦ‬،‫ﺎدة ﷲ‬
‫ﺿْﻴ ِﻖ‬ ََ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ ََ َْ ُ
‫ َو ِﻣ ْﻦ ُﺟ ْﻮِر اْﻷ َْد َ� ِن إِ َﱃ َﻋ ْﺪ ِل اْ ِﻹ ْﺳﻼَِم‬،‫ﱃ ِﺳ َﻌﺘِ َﻬﺎ‬ ِ
َ ‫اﻟ ﱡﺪﻧْـﻴَﺎ إ‬

06
“Allah telah mengirim kami untuk mengeluarkan (memer-
dekakan) siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan
kepada sesama manusia menuju penghambaan hanya kepada
Allah; dari sempitnya dunia menuju keluasannya; dari keza-
liman agama-agama yang ada menuju ke keadilan Islam.” (Ibn
Jarir at-Thabari, Târîkh al-Umam wa al-Mulûk, 3/520; Ibn
Katsir, Al-Bidâyah wa an-Nihâyah, 7/39).

Inilah spirit Islam. Spirit ini muaranya ada pada kalimat


tauhid, “Lâ Ilâha illalLâh, Muhammad RasûlulLâh” (Tidak ada
yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah
utusan Allah).

Kemerdekaan Hakiki
Atas dasar itu, menjadi kewajiban kaum Muslim secara
bersama, untuk bertafakur menyertai rasa syukur, dengan
melihat realitas yang ada di negeri kita di segala bidang,
sudahkah sistem yang mengatur kehidupan umat di segala
bidang ditegakkan di atas prinsip tauhid? Sudahkah hakikat
dan prinsip-prinsip kemerdekaan hakiki menurut ajaran Is-
lam, seperti yang dikemukakan oleh Rub’i bin Amir di atas,
telah kita dapatkan?

07
Jika belum, menjadi tugas kita bersama untuk mewu-
judkan kemerdekaan hakiki itu. Jika perjuangan dulu bertu-
juan untuk merebut kemerdekaan dari penjajahan fisik, kini
diperlukan perjuangan baru untuk membebaskan umat dari
penjajahan ideologi Kapitalisme-sekuler, hukum jahiliah,
ekonomi kapitalis, budaya dan segenap tatanan yang tidak
islami. Berikutnya kita wajib berjuang untuk menegakkan
tatanan masyarakat dan negara yang benar-benar bertum-
pu pada prinsip-prinsip tauhid. Tatanan tersebut tidak lain
adalah tatanan yang diatur oleh aturan-aturan Allah atau
syariah Islam. Inilah kemerdekaan hakiki dalam pandangan
Islam.
Dengan demikian, bangsa dan negeri ini bisa dikatakan
benar-benar meraih kemerdekaan hakiki ketika mereka
mau tunduk sepenuhnya kepada Allah. Tentu dengan mena-
ati seluruh perintah dan larangan-Nya. Caranya dengan
melepaskan diri dari belenggu ideologi dan sistem sekuler
yang bertentangan dengan tauhid seraya menegakkan
sistem Islam secara total.
Selain itu, misi Islam adalah mengeluarkan manusia dari
kegelapan menuju cahaya. Maka dari itu, tidak ada negeri
yang dikuasai Islam berubah kusam, sengsara, mundur dan
terbelakang. Pada masa lalu Spanyol dan beberapa negeri

08
Eropa lain, misalnya, justru mencapai kemajuan ketika ber-
ada di bawah kekuasaan Islam, saat belahan dunia lain se-
dang mengalami masa kegelapan.
Alhasil, bangsa dan negeri ini pun, jika ingin lepas dari
“kegelapan” menuju “cahaya”, atau jika ingin bebas dari
segala keterpurukan (sebagaimana saat ini) menuju era ke-
bangkitan dan kemajuan, mau tidak mau, harus merujuk
pada Islam. Caranya dengan menerapkan pemikiran/ideo-
logi dan sistem Islam secara kâffah dalam seluruh aspek
kehidupan.
WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []

HIKMAH:

Sayidina Umar bin al-Khaththab ra. berkata:


،‫ﺐ اﻟْﻌِﱠﺰةَ ﺑِﻐَ ِْﲑ َﻣﺎ أ ََﻋ ﱠﺰَ� ﷲُ ﺑِِﻪ‬ ِ ِِ ٍ
َ ‫ ﻓَﺄ‬،‫إِ ﱠ� ُﻛﻨﱠﺎ أَذَ ﱠل ﻗَـ ْﻮم‬
ُ ُ‫ ﻓَ َﻤ ْﻬ َﻤﺎ ﻧَﻄْﻠ‬.‫َﻋ ﱠﺰَ� ﷲُ ﺎﺑْﻹ ْﺳﻼَم‬
ُ‫أَذَﻟﱠﻨَﺎ ﷲ‬
Sungguh, kami adalah bangsa yang paling hina. Lalu Allah memuliakan
kami dengan Islam. Karena itu tatkala kami mencari kemuliaan tanpa
Islam yang dengan Islam itu Allah telah memuliakan kami, Allah pasti
akan (kembali) menghinakan kami. (HR al-Hakim). []

09

Anda mungkin juga menyukai