Anda di halaman 1dari 5

SISTEM EKONOMI ISLAM BAGIAN DARI

AQIDAH
Masyarakat sekarang merupakan masyarakat yang tidak Islami. Cara
mereka berinteraksi antar sesama tidak dilandasi aturan-aturan Islam. Di bidang
ekonomi, semua aturan hukum yang mengatur sistem ekonomi merujuk kepada
sistem ekonomi Kapitalis sehingga sebagian besar masyarakat mengalami
kemiskinan, ketidakadilan, terlebih lagi dengan terjadinya krisis moneter dan
ekonomi. Begitu pula kehidupan mereka di bidang lainnya, sangat jauh dari Islam.
Pemaham yang keliru terhadap Islam menyebabkan mereka jauh dari Islam.
Mereka menjadi terbiasa dengan pemikiran sekuler (pemisahan agama dari
kehidupan), seperti paham politik demokrasi yang menjadikan manusia sebagai
sumber dan pembuat hukum, pemikiran ekonomi kapitalis seperti mejadikan
bunga (riba) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam kegiatan ekonomi. Yang
sangat parah mereka terbiasa dengan kehidupan seperti itu seolah-olah merupakan
ibadah. Mereka bahkan menganggab agama mereka sendiri (Islam-pen) tidak
mengatur masalah politik dan kenegaraan, ekonomi, sosial, budaya, dll. Akibatnya
mereka “linglung” dalam kehidupan, tidak tau tujuan apa yang harus dicapai
selain mengekor dan membebek kepada Barat yang Kapitalis. Sebagian dari
mereka menjadi budak-budak Barat yang sangat setia sebagai agen Barat yang
menyebarkan pemikiran-pemikiran sekuler yang sesat yang dibungkus dengan
sangat apik (kapitalisme, HAM, pluralisme, feminisme, demokrasi) sehingga
terlihat manis kalau masyarakat tidak jernih memandangnya. Mereka juga
menjadi “hantu” dengan menekan umat yang tetap bertahan dalam ciri Islam
yang sebenarnya ataupun siapa saja yang menghambat gerak dakwah pemikiran
sekuler mereka. Bagaimanakah kita harus menyikapi keadaan yang seperti itu?
Lantas, apa yang harus dipahami dan dilakukan seseorang yang mengaku Muslim
terhadap agamanya sendiri? Dan apakah dalam Islam juga mengatur sistem
ekonomi? Tulisan ini berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Konsekuensi Memeluk Islam


Konsekuensi seseorang memeluk Islam adalah menjadikan aqidah Islam
sebagai standar berpikir dan standar berperilaku, terikat pula seluruh perbuatannya
dengan hukum syara’ atau syari’at Islam (hukum Islam). Dia juga memahami
Islam sebagai agama yang dapat memecahkan seluruh problem kehidupan
sehingga mempunyai keyakinan Islam merupakan sistem kehidupan, sebagai
sebuah mabda (ideologi) yang menjadi way of life. Dia memahami Allah SWT
sebagai pencipta alam semesta dan segala isinya, mengetahui segala sesuatu yang
menimpa manusia di dunia sehingga hanya Allah-lah yang dapat memberikan
solusinya yakni Islam. Hanya dengan mengikuti kehendak Allah SWT, maka
manusia dapat selamat hidup di dunia dan akhirat.
Tujuan Hidup di Dunia
Tujuan kehidupan seorang muslim di dunia ini adalah beribadah kepada
Allah dengan semata-mata mengharap keridhoa’an-Nya. “Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS.
Adz Dzariyat: 56).
Pengertian ibadah di sini adalah menyangkut seluruh aspek perbuatan
manusia dalam rangka menjalankan perintah Allah dan menjauhi seluruh
larangan-Nya. Jadi ibadah tidak terbatas hanya pada ibadah yang sifatnya individu
seperti shalat, puasa, zakat, haji, tetapi juga meliputi perbuatan-perbuatan
mengajak orang kembali kepada Islam, upaya menegakkan syari’at Islam, jihad,
menjalin hubungan sesama manusia dengan berdasarkan aturan-aturan Islam.

Masuk ke dalam Islam Secara Kaffah


Orang yang mengaku Islam, harus meyakini Islam sebagai satu-satunya
jalan yang memecahkan seluruh masalah kehidupan. Namun hal ini hanya bisa
terjadi jika orang tersebut masuk ke dalam Islam secara menyeluruh. Allah SWT
memperingatkan kepada kita semua: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah
kalian ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kalian mengikuti
langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagi
kalian.” (QS. Al Baqarah: 208). Jadi masuk ke dalam Islam secara kaffah
(keseluruhan) merupakan hal mutlak yang harus dilakukan sebagai bukti
keimanan kita kepada Allah SWT. Ibnu Katsir menyatakan bahwa semua orang
beriman diperintahkan untuk melaksanakan seluruh cabang iman dan hukum-
hukum Islam. Kita semua harus masuk ke dalam syari’at Islam yang dibawa Nabi
Muhammad SAW dan tidak boleh mengabaikan syari’at walau sedikitpun.
Menurut Buya Hamka, syari’at Islam harus diterapkan dalam setiap individu,
masyarakat dan negara dan jangan sampai kita meyakini bahwa ada satu peraturan
yang lebih baik dari syari’at Islam (lihat Tafsir Al Azhar Djuzu’ II).
Firman Allah: “Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakekatnya) tidak
beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) hakim (pemutus)
terhadap perkara yang mereka perselisihkan” (QS. An Nisa: 65). Menurut ayat
ini seseorang belum dianggap beriman jika belum menjadikan syari’at Islam yang
dibawa Nabi sebagai sistem hukum atau peraturan dalam kehidupan yang
diterapkan bagi manusia. Allah juga menegaskan bahwa hanya Allah-lah yang
berhak membuat dan menetapkan hukum bukannya manusia seperti yang berlaku
dalam demokrasi ataupun sistem ekonomi kapitalis. “(Hak untuk) menetapkan
hukum itu (hanyalah) hak Allah” (QS. Al An’am: 57).

Islam Satu-satunya Jalan Kebenaran


Dengan demikian Allah telah menetapkan Islamlah satu-satunya jalan
yang harus ditempuh dalam kehidupan ini, jalan selain Islam merupakan jalannya
syaithan, sehingga sistem ekonomi kapitalis karena bukan berasal dari Islam dan
sudah jelas bertentangan dengan Islam maka sistem ekonomi kapitalis merupakan
jalannya syaithan. Termasuk pula sistem ekonomi lainnya seperti
komunis/sosialis, dan semua yang bukan berasal dari Islam merupakan jalannya
syaithan. Tidak salah kalau saya mengatakan sistem ekonomi dan syari’at selain
Islam sebagai “sistem ekonomi syaithan dan syari’at syaithan.” Saya setuju
dengan pendapat Eri Sudewo (salah satu pembicara Syari’ah Economic Days
2002) bahwa sistem ekonomi kapitalis bila kita yakini kebenarannya dan turut
pula menyebarkannya berarti membawa diri kita sendiri dan mengajak orang lain
ke neraka, karena sistem ekonomi kapitalis merupakan sistem ekonomi syaithan,
sedangkan syaithan itulah yang menjerumuskan manusia ke neraka.

Tinggalkan Pembangkangan terhadap Allah


Melaksanakan perintah Allah di bidang ibadah ritual yang sifatnya
individu saja dan meninggalkan syari’at Islam lainnya, sama saja menentang
perintah Allah, menentang ayat-ayat Allah sebagaimana pernyataan beberapa ayat
yang saya kutip di atas. Padahal jika ini yang dilakukan maka membawa
konsekuensi yang berat dari sisi aqidah. Karena perkara aqidah merupakan
perkara yang 100 persen harus kita yakini yang jika kurang yakin walau
sedikitpun maka itu berdampak pada kekufuran, berarti jika satu ayat saja dari Al
Quran kita tidak membenarkan/tidak meyakini maka kita kufur kepada Allah.
(Ingat iman kepada Al Quran termasuk rukun iman !).
Begitupula meyakini bahwa Islam tidak mempunyai sistem yang mengatur
kehidupan bernegara, politik, ekonomi, sosial, budaya, uqubat (sanksi),
merupakan keyakinan yang sangat keliru. Keyakinan seperti ini sama saja
menganggap Islam ini agama yang tidak sempurna yang berarti secara sadar atau
tidak orang yang berpendapat demikian sama saja menghina Allah SWT.
Pemikiran seperti ini merupakan pemikiran yang sekuler yang bertentangan
dengan Islam. Padahal Allah telah jelas menyebutkan dalam QS. Al Ma’idah ayat
3: “Hari ini telah aku sempurnakan bagi kalian dien (agama, sistem hidup)
kalian, dan telah Aku sempurnakan atas kalian nikmat-Ku, dan Aku meridhoi
Islam sebagai dien kalian.” Allah menyebut orang yang tidak menjadikan Islam
sebagai solusi atas seluruh aspek kehidupan dengan menjadikan sistem yang lain
sebagai solusi, maka Allah menyebut orang tersebut sebagai orang yang kafir,
zhalim, fasik. “Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir.” (QS. Al Maidah:
44). Lihat juga QS. Al Maidah ayat 45 dan 47. Karena itu janganlah kita
membangkang terhadap perintah Allah SWT.

Aqidah Islam Memancarkan Sistem Ekonomi


Setelah kita memahami Islam sebagai sistem kehidupan yang memecahkan
seluruh problematika manusia di dunia dengan pelaksanaan syari’atnya, maka kita
yakin aqidah Islam sebagai bangunan dasar agama ini di atasnya terpancar juga
syari’at yang mengatur kegiatan ekonomi yang lazim disebut sistem ekonomi
Islam.
Menurut An-Nabhani sistem ekonomi Islam dibangun di atas landasan tiga
kaidah, yaitu kepemilikan (property), pengelolaan kepemilikan, dan distribusi
kekayaan di tengah-tengah masyarakat.
Pada dasarnya segala sesuatu adalah milik Allah SWT. Allah mengizinkan
kepada manusia untuk memiliki kekayaan dengan sebab-sebab tertentu (lihat QS.
An Nur: 33).
Pengelolaan kepemilikan menyangkut tiga macam kepemilikan yaitu;
kepemilikan individu dan kepemilikan negara yang diatur berdasarkan hukum-
hukum baitul mal dan muamalah, sedangkan kepemilikan umum (collective
property) harus dikelola negara sebagai wakil umat yang hasilnya harus
dikembalikan kepada umat dan negara tidak boleh menjual aset milik umat
tersebut.
Mekanisme distribusi kekayaan kepada individu di tengah-tengah
masyarakat mengikuti ketentuan sebab-sebab kepemilikan serta transaksi-
transaksi yang dibenarkan syariat. Agar tidak terjadi ketimpangan distribusi,
syari’at melarang perputaran kekayaan hanya di antara orang-orang kaya saja.
Juga negara melalui politik ekonominya, menjamin kebutuhan primer (:sandang,
pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan) setiap individu,
mengupayakan kemakmuran setiap individu untuk memenuhi kebutuhan sekunder
dan tersiernya.
Islam juga mengatur :
1. Bagaimana seseorang memperoleh kekayaan (terkait dengan masalah
kepemilikan atau property). Maka syari’at mengatur supaya manusia dapat
memperoleh harta antara lain dengan menghidupkan tanah mati, menggali
kandungan bumi, berburu, syamsarah (makelar), mudlarabah (perseroan
antara dua orang dalam perdagangan), musaqat, ijarah (jasa yang
diberikan tenaga kerja kepada majikan).
Syari’at juga mengatur larangan memperoleh harta dengan jalan bathil
seperti perjudian, riba, penipuan (al ghabn), penipuan (tadlis) dalam jual beli,
penimbunan, pematokan harga. Allah menghalalkan jual beli dan
mengaharamkan riba, karena itu bunga bukanlah cara yang dibenarkan untuk
memperoleh dan mengembangkan harta. Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir,
Rasulullah SAW mengutuk orang yang menerima riba, orang yang
membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya,
kemudian beliau bersabda, “Mereka itu semuanya sama.”
Al Hakim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa Nabi SAW bersabda:
“Riba itu mempunyai 73 pintu (tingkatan), yang paling rendah (dosanya)
sama dengan seseorang yang melakukan zina terhadap ibunya.”
2. Memanfaatkan kekayaan (konsumsi).
Syari’at mengatur manusia hanya boleh mengkonsumsi makanan, barang atau
jasa yang dihalalkan oleh Allah.
3. Mengembangkan kekayaan (investasi).

Khatimah
Berdasarkan uraian di atas maka Islam merupakan suatu sistem kehidupan
(mabda) yang sempurna sehingga dalam permasalahan ekonomipun Islam
mengaturnya. Jadi sudah pasti Islam memiliki sistem ekonomi dan ia merupakan
bagian dari aqidah Islam. Pelaksanaan sistem ekonomi Islam adalah konsekuensi
meyakini aqidah Islam.
Untuk itu hai orang-orang yang beriman janganlah kalian sampai
melupakan syari’at Allah. Kembalilah kepada Islam ! Tinggalkan hukum-hukum
kufur ! Hancurkan syari’at dan sistem ekonomi syaithan yang saat ini tegak di atas
dunia. Jangan sampai kita mati dalam keyakinan hukum-hukum kufur. Firman
Allah “Hai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kamu dengan sebenar-
benar taqwa, dan jangan sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam”
(QS. Ali Imaran: 102).

Wassalam. (Hidayatullah Muttaqin)

Anda mungkin juga menyukai