Anda di halaman 1dari 17

LEMBAR KERJA

FARMAKOTERAPI

KELOMPOK: 1

ANGGOTA :

1. Dara Endah Puspita 1911015320011

2. Muhammad Insan Zakia Safar 1911015210030

3. Puteri Aulina 1911015320019

4. Redza Dias Persada 1911015210027

5. Rizki Swastika Puri 1911015220032

6. Siti Noor Azizah 1911015120008

INSTRUKSI KERJA
Bagilah mahasiswa menjadi kelompok beranggotakan 5-6 orang. Pada saat perkuliahan, mahasiswa wajib
mengisi lembar kerja berdasarkan diskusi yang dilaksanakan di kelas dan mengumpulnya pada akhir
perkuliahan secara berkelompok.

EPILEPSI
DEFINISI
Epilepsi adalah kondisi neurologis yang dikarekterisir dengan kekambuhan kejang tak beralasan yang
dapat dipicu oleh berbagai penyebab tertentu.

ETIOLOGI
Jelaskan etiologi epilepsi.

Jenis Epilepsi Karakteristik Penyebab

Idiopatik Tidak terdapat lesi struktural di Penyebabnya tidak diketahui.


otak atau defisit neurologik pada umumnya disebabkan faktor
Diperkirakan mempunyai. predis- genetik
posisi genetik dan umumnya
berhubungan dengan usia

Simtomatik Adanya kelainan pada jaringan Bangkitan epilepsi disebabkan


otak yang disebabkan oleh ke- oleh kelainan/lesi struktural pada
lainan bawaan sejak lahir, otak, misalnya cedera kepala, in-
kerusakan pada saat lahir feksi SSP, kelainan kongenital,
ataupun pada masa perkemban- lesi desak ruang, gangguan
gan. peredaran darah otak, toksik
(alkohol, obat), metabolik, ke-
lainan degeneratif

PATOFISIOLOGI
Kejang adalah manifestasi paroksimal dari sifat listrik di bagian korteks otak yang terjadi ketika terjadi
ketidakseimbangan yang tiba-tiba antara kekuatan eksitatori dan inhibisi dalam jaringan neuron kortikal.
Jelaskan secara singkat dan jelas dengan diagram/gambar.

Patofisiologi
Patofisiologi dari epilepsi adalah proses dari iktogenesis atau proses timbulnya seranga epileptik.
Eksitabilitas dari satu/ sekelompok neuron karena perubahan di membran sel neuron yang menyebabkan
hipereksitabilitas. Eksitasi (ketidakseimbangan perangsangan) dan hambatan (inhbisi) sinyal sehingga
menimbulkan kejang. Glutamat merupakan neurotransmitter utama yang perannya sebagai proses eksitasi
sinyal, yang akan berikatan dengan reseptornya N-metil-D-aspartat (NMDA) dan non-NMDA (amino-3-
hidroxy-5-methyl-isoxasole propionic acid/AMPA dan kainat). Selain itu ada gamma-aminobutirat (GABA)
yang berperan sebagai neurotransmitter utama proses inhibisi sinyal, yang berikatan dengan reseptornya
GABAA dan GABAB. Epilepsi terjadi jika adanya ketidakseimbangan antara eksitasi dan inhibisi yang
menyebabkan hipereksitabilitas, sehingga adanya tingkatan eksitasi glutamat yang merangsang
depolarisasi sel. Hal tersebut dapat mempengaruhi sel neuron di sekitarnya. Jika jumlah dari sel neuron
teraktivasi di waktu yang bersamaan (hipersinkroni, potensial eksitasi yang besar akan membentuk jadi
menimbulkan manifestasi klinis.
KLASIFIKASI
Epilepsi diklasifikasikan berdasarkan tanda klinik dan data EEG. Deskripsikan secara singkat

Klasifikasi

1. Kejang umum/generalisata (generalized seizure) merupakan suatu serangan kejang yang disertai
dengan gelombang epileptiform umum. Kejang umum terjadi saat hilangnya kesadaran yang
merupakan gejala awal dari manifestasi kejang. Gejala motorik yang tampak bersifat bilateral.
Beberapa tipe kejang umum ditandai gejala dan gerakan motorik yang terlihat seperti kejang tonik,
klonik, tonik-klonik, mioklonik, atau atonik.
a. Kejang tonik adalah kejang yang ditandai dengan kontraksi otot yang berlangsung selama
beberapa detik sampai beberapa menit.
b. Kejang klonik adalah kejang yang ditandai sentakan mioklonik oleh sekelompok otot dengan
pengulangan secara teratur lebih kurang 2-3 siklus per detik serta berlangsung lama, biasanya
melibatkan kedua sisi tubuh.
c. Kejang tonik-klonik merupakan bentuk kejang dengan kombinasi kedua elemen tipe kejang di
atas, dapat tonik-klonik atau klonik-tonik-klonik. Kejang tonik-klonik ditandai dengan kontraksi
tonik simetris, diikuti dengan kontraksi klonik bilateral otot-otot somatis. Kejang jenis ini disertai
dengan fenomena otonom, termasuk penurunan kesadaran atau apnea.
d. Kejang absans ditandai hilangnya kesadaran yang bersifat sementara. Subkelas kejang absans
terdiri atas absans tipikal, atipikal, dan absans dengan gambaran khusus.
2. Kejang parsial (fokal) bermula dari struktur kortikal atau subkortikal dari satu hemisfer, namun dapat
menyebar ke area lain, baik ipsilateral maupun kontralateral. Kejang parsial dibagi menjadi tiga
kategori, yaitu kejang parsial sederhana, kejang parsial kompleks, dan kejang parsial menjadi umum
a. Kejang parsial sederhana adalah kejang fokal tanpa disertai gangguan kesadaran
b. Kejang parsial kompleks adalah kejang fokal disertai hilang atau perubahan kesadaran
c. Kejang parsial menjadi umum ditandai dengan kejang fokal yang diikuti kejang umum. Kejang
umum dapat berbentuk tonik, klonik, atau tonik-klonik.
3. Kejang yang belum dapat diklasifikasikan (Unclassified seizure) merupakan semua jenis kejang yang
tidak dapat diklasifikasikan karena ketidaklengkapan data/tidak dapat dimasukkan dalam kategori
klasifikasi kejang
4. Status epilepticus merupakan kejang terus menerus selama 5-30 menit atau kejadian kejang 2
kali/lebih tanpa pemulihan kesadaran diantara 2 kejadian tersebut
TANDA, GEJALA, DAN FAKTOR RESIKO
Deskripsikan secara singkat tanda, gejala dan faktor resiko epilepsi.

Tanda, Gejala dan Faktor Resiko

Tanda & Gejala:


Manifestasi klinik kejang sangat bervariasi tergantung dari daerah otak fungsional yang terlibat.
Tanda dan gejala klinis tersebut sangat bervariasi dapat berupa gangguan tingkat penurunan kesadaran,
gangguan sensorik (subjektif), gangguan motorik atau kejang (objektif), gangguan otonom (vegetatif), dan
perubahan tingkah laku (psikologis). Semuanya itu tergantung dari letak fokus epileptogenesis atau sarang
epileptogen dan penjalarannya sehingga dikenal bermacam jenis epilepsi.
Faktor Risiko:
 Riwayat kejang keluarga
 Riwayat kejang karena putus alkohol
 Riwayat kejang karena demam
 Kelahiran prematur dengan berat kehamilan yang rendah
 Cedera perinatal, contohnya Anoksia
 Stress
 Penggunaan narkotika

PENGOBATAN
Berikut obat-obatan yang dapat digunakan untuk mengobati Epilepsi. Jelaskan secara singkat mekanisme,
dosis, efek samping dan monitoring obat-obatan tersebut.
Golongan Nama Obat Mekanisme untuk Dosis untuk Efek samping Monitoring ES
Obat hiperlipidemia hiperlipidemi umum
a
Barbiturat Fenobarbi- Kadar karbamazepin da- Dosis Dewasa Pusing, men- Perubahan peri-
tal dan pat meningkat bila : 2 x 200 mg/ gantuk, depresi laku gangguan
Primidon diberikan Bersama den- hari mental, atagsia, jaringan ikat,
gan feniltoin dan fenol- Dosis Anak < nistagmus gangguan in-
barbital, pemberian 6 tahun 100 telektual , dan
bersama eritromisin da- mg/hari penyakit
pat menghambat biotran- Anak 6-12 metabolit tulang
formasi karbamazepin thn : 2 x 100
mg/hari
Enhanced Car- Meningkatkan inaktivasi Dosis awal Diplopia,Dizzine Morbilliform rash
Inactiva- bamezapine kanal Na dan Ca 400-600 mg/ s, nyeri kepala,
tion hari Mual, diskenes-
sia, neutrope-
nia, hipok-
lasemia, arit-
mia, jantung,
gangguan kog-
nitif.
NMDA Asam Val- Antagonis receptor Dosis dewasa Pusing,gang- Dijadikan seba-
Receptor porat dan NMDA sehingga inaktif 5-15 mg/ guan GI, trom- gai pilihan obat
Antagonis felbamite berakibat pada tertutup- kgBB/hari bositopenis, yang utama
nya kanal Na dan Ca Dosis anak : tremor dan dikarenakan
12-25 mg/ sedasi menimbulkan
kgBB/hari efek samping
yang relatve
sedikit dan efek
terhadap kognitif
maupun perilaku
rendah
Inhibitor Vigabatrin Menghambat GABA Dosis awal Penyempitan Abnormalitas
GABA transaminase sehingga 500-1000 lapang pan- MRI, Ense-
transmitan konsentrasi GABA mg/hari dang, pen- falopati akut
meningkat Dosis rumatan ingkatan berat
1000-3000 badan, sedasi,
mg/hari mulai pandangan
dengan dosis kabyr, diplopia
awal dan dit- agresif
ingkatkan se-
cara bertahap
Asam Glu- Gabapent- Meningkatkan konstrasi Dosis awal Reaksi
tamic ing GABA pada cairan cere- 900-1800mg/ hipersensitivitas
brospinal pasien hari sangat jarang
Dosis rumatan
900-3600
mg/hari mulai
dari 300-900
mg/hari sam-
pai dalam tar-
get 5-10 hari
Hidantoin Fenitoin, Sifat antikonvulsinya Dosi Oral Dew susunan saraf bila ingin mengg
mefenitoin berdasarkan pada peng- asa: pusat, gusi dan anti dosis fenoba
dan etotoin hambatan penjalaran 300 mg denga saluran cerna, rbital dengan me
rangsamg lepas muatan n dosis maksi kult, hati, sum- nggunakan fenit
listrik dari focus epilopto- mal 600 mg d sum tulang, ke- oin, dosis fenoba
gen ke bagian lain di alam dosis ya lainan tulang rbital tidak boleh
otak, stabilisasi pada ng terbagi,  janin. langsung dihenti
membrane oleh golongan Dosis Anak: kan setati sebag
ini dapat terlihat pada 4-8 mg/kgBB aiknya dosis ditu
saraf perifer dan mem- dengan dosis runkan secara p
brane saat ion natrium maksimal 300 erlahan sambil m
melintasi membrane sel. mg/hari. emberikan fenitoi
n

Benzodea Deazepam, 1. Deazepam: 1. Deazepam:  1. Deazepam efek samping ya


zepin klonazepam digunakan terutama untu Diberikan seca : ng berbahaya u
,netrazepa k pengobatan konvulsi y ra intravena 5- Obstruksi salur mumnya terjadi p
m dan ang bersifat rekuren sep 20 mg atau 0, an nafas, hipot ada pemberian s
rufinamide erti yang ada pada status 5-1 mg/kgBB d ensi, depresi p ecara intravena.
epileptikus dan kejang d an dapat diula ernafasan, jant
emam ataupun kejang ya ngi dosis ini se ung berhenti, d
ng belum jelas penyebab telah 15-20 me an mengantuk
nya nit.  2. Klonazepa
2. Klonazepam 2. Klonaz m:
long acting benzodiazepi epam mengantuk, ata
n dan pemakaianya dapa Dosis Dewasa: ksia dan gangg
t secara tunggal ataupun 1,5 mg/hari dl uan mental
dikombinasi dengan anti m dosis terbag 3. Nitrazepam :
konvulsi lainnya.  i. hipersekresi
3. Nitrazepam   Dosis Anak: lendir saluran
digunakan untuk 0,01-0,03 mg/k nafas, letargia,
mengendalikan gBB/hari. 3. Nit dan ataksia.
hipsaritmia dan spasme razepam 
4. Rufinamide :
infatil yang dapat Dosis umum di
Mual, untah,
merangsang bangkitan gunakan adala
anoreksia, dr
lena dan bangkitan tonik- h 1,5 mg/kgBB
owsiness, ny
tonis sehingga /hari
eri kepala, di
pemaiannya dapat 4. Rufinamide
zziness, cegu
dikombinasikan dengan Dosis awal
kan, ganggua
antilepsi lainnya 400-800
n tidur, gangg
4. Menghambat aksi mg/hari
uan perilaku,
potensial Dosis
reaksi psikosi
tergantung kanal maksimal
s akut
natrium 3200 mg

Turunan Zonisamide Mekanisme  bervariasi Somnolens,


Dosis awal:  Penghentian oba
Sulfonami (inhibisi kanal natrium pusing, ataksia,
t secara bertaha
da dan kana kalsiurn tipe T, 100 mg/hari nyeri kepala,
p serta Pemanta
potensiasi transmisi gangguan
Dosis maksim uan dalam pengg
GABA-ergik, inhibisi  atensi,
al: unaan obat
karbonik anhidrase) konsentrasi,
600 mg  
dan memori,
agitasi, iritabel,
diplopia,
bingung,
depresi, mual,
anoreksia,
penurunan
berat badan,
batu ginjal,
hipertamia,
oligohidrosis
Lacosamide Meningkatkan  inaktivasi Mual, muntah,
Dosis awal:  Penghentian oba
kanal natrium tipe lambat anoreksia,
t secara bertaha
100 mg/hari drowsiness,
p serta- Pemanta
nyeri kepala,
Dosis maksim uan dalam pengg
dizziness,
al: unaan obat
cegukan,
400 mg  
gangguan tidur,
gangguan
perilaku, reaksi
psikosis akut
ALGORITMA TERAPI
Deskripsikan algoritma terapi epilepsi dengan diagram/gambar. Jelaskan poin-poin penting dalam
tatalaksana terapi epilepsi.

 Ketika pasien telah didiagnosa menderita epilepsi, maka pasien memulai terapi epilepsi
menggunakan satu jenis obat antiepilepsi yang sudah dipilih berdasarkan klasifikasi kejang dan
efek sampingnya
 Pasien dicek kembali apakah sudah bebas dari kejang. Apabila pasien bebas kejang, lalu diperiksa
ulang apakah pasien mengalami intoleransi terhadap efek samping obat atau tidak. Apabila tidak,
lalu dilakukan pengoptimalan terapi nonfarmakologi untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Akan tetapi, jika pasien mengalami intoleransi terhadap efek samping obat, maka turunkan dosis
dari obat antiepilepsi dan monitoring ulang kepada pasien apakah mengalami kejang setelah
dilakukannya perubahan dosis obat
 Jika pasien masih mengalami kejang, periksa kembali apakah pasien mengalami intoleransi
terhadap efek samping obat atau tidak. Jika tidak, maka ditingkatkan dosis dari obat antiepilepsi
dan monitoring ulang apakah pasien mengalami kejang setelah mendapatkan perubahan dosis
obat. Tetapi, apabila pasien mengalami intoleransi terhadap efek samping obat, maka dosis obat
diturunkan dari obat antiepilepsi pertama dan ditambahkan obat antiepilepsi kedua lalu dilakukan
monitoring ulang apakah pasien masih mengalami kejang setelah dilakukan perubahan dosis dan
penambahan obat antiepilepsi kedua. Apabila pasien masih mengalami kejang, pertimbangkan
untuk menghapus obat antiepilepsi pertama dan monitoring kembali apakah pasien masih
mengalami kejang
Berdasarkan algoritma tersebut, analisis DRP pada terapi pasien dengan motode SOAP

No Medical Problem (MP) Subjektif Objektif Assement Plan


1 Epilepsi serangan umum tipe  Kejang selam  Keadaan um  Hb (normal) Untuk menjaga
tonik + G2P1A0 hamil 15-16 a 3 jam  um tampak  GDS (rendah) gula darah tetap
minggu JTH Intra uterin.  Kedua tangan sakit ringan  LED (normal) normal, atur pol
pasien lurus d  Kesadaran c  Na (normal) a makan yang b
an lebih kaku ompos ment  Leukosit (no aik. Konsumsi s
 Mulut pasien t is rmal) ekitar 300-350 g
ampak sepert  E4 V5 M6 =  K+ (normal) ram per harinya.
i mengigit ses 15.   Trombosit (no Untuk mengatas
uatu   Vital sign tek rmal) i epilepsi diberik
 Tidak keluar anan darah  Dalam kondis an obat carbam
busa dari mul 110/70 mm i normal dan azepine 200 mg
ut  Hg,  sadar penuh tab 2x1. Carbam
 Mata menata  Nadi 86 x/m  Dalam kondis azepine dipilih k
p ke atas enit,  i normal arena memiliki e
 Pasien tidak s  RR 22x/men fek teratogenik l
 
adar.  it,  ebih rendah diba
 Tidak mengo  Suhu 36,7o nding phenobar
mpol  C.  bital dan asam f
 Berkeringat   Dari pemerik alproat sehingga
 Wajah memu saan neurol dapat meminima
cat ogis tidak dit lisir kemungkina
 Kelamahan p emukan ada n malformasi ata
ada tangan d nya kelainan u atau kecacata
an kakinya pada nervus n pada mental a
I-nervus XII.  nak
 Hb 14,4 g/dl  
(N)
 GDS 67 mg/
dl (↓)
 LED 15 mm/
jam (N)
 Na 138 mm
ol/l (N)
 leukosit 9.10
0/ul (N)
 K+ 4 mmol/l
(N)
 Trombosit 2
57.000/ul
(N). 

NON FARMAKOLOGI

Apakah pasien perlu melakukan modifikasi gaya hidup? Jika ya, jelaskan secara singkat modifikasi gaya
hidup untuk pasien

Diet ketogenik, diet tinggi lemak, cukup protein dan rendah karbohidrat. Pada keadaan ketogenik, sel-sel
otak tidak dapat menggunakan asam lemak tetapi akan menggunakan keton sebagai pengganti glukosa.
Keton tersebut diduga memiliki efek antikonvulsan, mempengaruhi neurotransmiter serta mengurangi
eksitabilitas sel neuron. Sehingga diet ketogenik terbukti efektif untuk mencegah kejang
MONITORING TERAPI

Rencanakan monitoring atau evaluasi hasil terapi yang diperoleh pasien.

Monitoring yang dapat dilakukan yaitu kontrol kejang pasien, kondisi kormobiditas yang dimiliki pasien,
penyesuaian kondisi sosial termasuk penilaian kualitas hidup pasien, interaksi obat, tingkat kepatuhan
terhadap terapi pengobatan, efek samping obat dan melakukan skrining berkala terhadap gangguan
neuropsikiatri komorbiditas seperti depresi dan kecemasan. Evaluasi hasil terapi pada pasien epilepsi yaitu
respon klinis lebih penting daripada konsentrasi obat serum. Outcome terapi dievaluasi melalui monitoring
klinis secara prospektif dengan meninjau pemanfaatan obat dan penilaian pada tingkat kualitas hidup
pasien. Monitoring klinis melibatkan identifikasi jumlah dan jenis kejang pada pasien sehingga pasien perlu
diberikan buku harian kejang dimana pasien diminta untuk menuliskan tingkat keparahan dan frekuensi
kejang yang terjadi sehingga pasien dapat dipantau. Terapi yang diberikan diharapkan dapat
menyebabkan penurunan jumlah dan/atau tingkat keparahan kejang. Pasien harus dimonitoring sevara
teratur untuk menentukan apakah pasien bebas kejang atau tidak. Pengobatan terapi epilepsi diawali
dengan identifikasi terkait jenis kejang dan pemilihan AED yang paling tepat. Terapi diawali secara
perlahan kecuali dalam situasi mengancam jiwa untuk menghindari ketoksikan akut.

KONSELING
Apakah pasien perlu mendapatkan konseling ketika apoteker menyerahkan obat? Jika Ya, rencanakanlah
informasi-informasi yang akan disampaikan saat konseling oleh apoteker.

Ya, pasien perlu diberikan konseling ketika apoteker akan menyerahkan obat. Informasi-informasi yang
akan disampaikan saat melakukan konseling yaitu:
1. Melakukan pengkajian terkait riwayat epilepsi yang dialami pasien. Contoh pertanyaan yang
diberikan adalah:
- Apakah yang dirasakan pasien ketika mengalami kejang?
- Apakah pasien merasakan sesuatu sebelum atau pada saat serangan terjadi?
- Apa yang terjadi setelah serangan kejang?
- Apakah pasien sudah pernah memeriksakan penyakitnya ke dokter dan bagaimana hasilnya?
- Kapan pasien mengalami serangan kejang untuk pertama kalinya?
- Seberapa sering pasien mengalami kejang?
- Apakah ada faktor pencetus?
2. Melakukan pengkajian riwayat sosial pasien
3. Melakukan pengkajian terkait riwayat alergi dan bagaimana pengobatan pasien sebelumnya
4. Menyampaikan terkait informasi obat, seperti nama obat, dosis obat, cara penggunaan obat, indikasi
obat, efek samping yang dapat muncul setelah mengkonsumsi obat yang diberikan, perhatian khusus
dan teknik monitoring yang dapat dilakukan oleh pasien sendiri, cara penyimpanan obat, interaksi
obat, lama penggunaan dan cara mengatasi apabila pasien lupa minum obat.
KASUS
Ada 4 kasus yang akan dibahas pada Materi Epilepsi. Silahkan dibagikan kasus yang akan dikerjakan
untuk tiap kelompok secara proporsional. Analisis lah DRP pada kasus dengan metode SOAP.

Kasus 1
Wanita (Ny.S.H), 20 tahun, datang ke IGD RSUAM. Pasien datang dengan keluhan kejang 3 jam sebelum
masuk rumah sakit. Keluarga mengatakan bahwa saat kejang kedua tangan pasien lurus dan lebih kaku,
mulut pasien tampak seperti mengigit sesuatu, tidak keluar busa dari mulut, mata menatap ke atas.
Keluarga pasien juga mengatakan bahwa saat serangan kejang terjadi, pasien menjadi tidak sadar. Ketika
kejang pasien tidak mengompol dan berkeringat, atau wajah memucat. Serangan terjadi selama kurang
lebih 2-5 menit. Tidak terdapat kelamahan pada tangan dan kakinya, tidak mengalami gangguan dalam
buang air besar atau kecil. Kejang dialami pasien 3-4 kali dalam 1 bulan dan kemudian berulang pada
bulan berikutnya. Keluarga mengatakan bahwa serangan kejang pertama kali dialami pasien pada usia 7
tahun. Saat ini keluarga pasien mengatakan bahwa pasien sedang hamil 3 bulan dan merupakan
kehamilan anak kedua.
Pemeriksaan Fisik Umum : Keadaan umum tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis,
E4 V5 M6 = 15. vital sign tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 86 x/menit, RR 22x/menit, Suhu 36,7o C. Dari
pemeriksaan neurologis tidak ditemukan adanya kelainan pada nervus I-nervus XII.
Pemeriksaan darah lengkap :
Hb 14,4 g/dl (N),
GDS 67 mg/dl (↓),
LED 15 mm/jam (N),
Na 138 mmol/l (N),
leukosit 9.100/ul (N),
K+ 4 mmol/l (N),
Trombosit 257.000/ul (N).
Diagnosis klinis pada pasien ini : epilepsi serangan umum tipe tonik + G2P1A0 hamil 15-16 minggu JTH
Intra uterin. Diagnosa banding pada pasien ini adalah epilepsi serangan parsial kompleks.
Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi tatalaksana secara umum yaitu Terapi medikamentosa Infus RL
gtt xx, antikonvulsi dengan pilihan, Carbamazepine 200 mg tab 2x1 atau Gabapentin 2 x 300mg
Pertanyaan :
1. Manakah antiepilepsi yang menjadi pilihan untuk pasien?
2. Apakah terdapat permasalahan pada terapi pasien?
3. Rencakan monitoring dan konseling untuk pasien?
JAWABAN
1. Pada pasien tersebut diberikan antikonvulsi Carbamazepine 200 mg tab 2x1. Pemberian
karbamazepin mungkin kurang menyebabkan gangguan kognitif maupun malformasi pada keturunan
wanita dengan epilepsi dan memiliki efek teratogenik lebih rendah dibandingkan phenobarbital dan
asam falproat sehingga dapat meminimalisir kemungkinan malformasi atau kecacatan pada mental
anak
2. Menurut kami dosis obat yang ada sudah sesuai, tidak ada interaksi obat antara carbamazepine dan
gabapentin.Hasil  pemeriksaan neurologis  dan  pemeriksaan  penunjang  pada  pasien
menunjukkan tidak adanya  kelainan.  Pada saat  serangan  pasien mengalami penurunan
kesaradan  dan  kaku  pada  kedu a tangan sehingga disebut serangan umum tipe tonik. Tetapi
untuk obat harus kita ketahui bahwa carbamazepin dapat menyebabkan reaksi dermatologis yang
serius dan terkadang fatal, termasuk nekrolisis epidermal toksik (TEN) dan sindrom Stevens-Johnson
(SJS), terapi carbamazepine dapat menyebabkan kerusakan janin bila diberikan kepada wanita
hamil; hubungan antara penggunaan obat selama kehamilan dan malformasi kongenital, termasuk
spina bifida dan malformasi yang melibatkan sistem tubuh.
3. Monitoring pasien dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan EEG atau CT- scan, USG untuk
konfirmasi, dan konsultasi dengan spesialis Obstetri dan Ginekologi. Monitoring kontrol kejang pasien
dan kepatuhan penggunaan obat. Efek samping dan interaksi obat juga harus di monitoring karena
pasien menggunakan obat Carbamazepine 200 mg tab 2x1 atau Gabapentin.
Konseling yang dilakukan untuk pasien yaitu mengedukasi pasien untuk beraktivitas seperti
berolahraga dengan pengawasan di lapangan atau gedung olahraga. Untuk pekerjaan hendaknya
didampingin ketika melakukan kegiatan sehari-hari yang memiliki resiko bahaya lebih berat seperti
memasak air

DAFTAR BACAAN:
1. Dipiro, JT. 2020. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach.

2. Alldredge, BK, et al. 2013. Koda-Kimble & Young’s Applied Therapeutics : The Clinical Use of
Drugs.

3. Zeind, C. S & Carvalho, M.G. 2018. Applied Therapeutics The Cliniical Use of Drugs Eleventh
Edition. Wolters Kluwer. China

4. Aberg, J.A., Lacy,C.F, Amstrong, L.L, Goldman, M.P, and Lance, L.L., 2011, Drug Information
Handbook, 20th edition, Lexi-Comp for the American Pharmacists Association

Dst (jika ada referensi yang digunakan selain dari daftar diatas mohon dicantumkan oleh
mahasiswa)

Anda mungkin juga menyukai